pemeriksaan tajam penglihatan dan kelainannya

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan atau dibelakang makula. Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopia. 1.2 Batasan Masalah Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan masing-masing jenis kelainan refraksi, dan pemeriksaan tajam penglihatan. 1.3 Tujuan Penulisan Untuk menambah wawasan mengenai Kelainan Refraksi dan Pemeriksaan Tajam penglihatan 1.4 Metode Penulisan 1

Upload: taufiqharahap

Post on 01-Jan-2016

131 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pemerksaan tajam oenglhatan dan kelanannya

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina

(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata

sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa

membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini

memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada

kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan

atau dibelakang makula.

Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia

yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia, hipermetropia, astigmat, dan

presbiopia.

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,

manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan masing-masing jenis kelainan refraksi, dan

pemeriksaan tajam penglihatan.

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk menambah wawasan mengenai Kelainan Refraksi dan Pemeriksaan Tajam

penglihatan

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada berbagai

literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

Referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan

pengetahuan tentang kelainan-kelainan refraksi.

1

Page 2: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KELAINAN REFRAKSI

2.1 Definisi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang

normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian

seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di

daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan

menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang

tidakmelakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina

(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata

sehingga menghasilkan bayangan kabur.

Analisis statistik distribusi anomali/kelainan refraksi yang terjadi di masyarakat

dalam populasi penelitian menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara jari-jari

kurvatura kornea, kedalaman bilik mata depan, kekuatan refraksi dari lensa, panjang

sumbu bola mata dengan anomali/ kelainan refraksi.

Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum

merupakan titik terdekat di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Punctum

Remotum adalah titik terjauh di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini

merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata

istirahat.

2.1.1 Emetropia

Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan sempurna

di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada

makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal

atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh

maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan

keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan

dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. kornea mempunyai daya

2

Page 3: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan

membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda

yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbede-beda. Bila terdapat kelainan

pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang

(lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat jatuh ke makula.

Keadaan ini disebut ametropia/anomali refraksi yang dapat berupa miopia,

hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan lain pada mata normal adalah gangguan

perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas

lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada

usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.

2.1.2 Akomodasi

Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian pula

bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat

difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak

yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa

untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya

pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan

kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung).

Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila

mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.

Dikenal beberapa teori akomodasi, seperti:

teori akomodasi Hemholtz: di mana zonula zinn kendor akibat kontraksi otot siliar

sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diameter menjadi

kecil

teori akomodasi Thsernig: dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat berubah

bentuk sedang yang dapat berubah bentuka adalah bagian lensa yang superfisial

atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn

sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian depan nukleus akan mencembung.

Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh

tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi hipermetropia

maka mata tersebut akan berakomodasi terus menerus walaupun letak bendanya jauh,

dan pada keadaan ini diperlukan akomodasi yang baik.

Anak-anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan

kesukaranpada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-anak

3

Page 4: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

dapat mencapai+12.00 sampai +18.00 D. Akibatnya pada anak-anak yang sedang

dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untukmelihat jauh mungkin terjadi koreksi

miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut memerlukanlensa

negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan kelainan refraksi anak

sebaiknya diberikan sikloplegik untuk melumpuhkan otot akomodasi sehingga

pemeriksaan kelainannya murni, dilakukan pada mata yang beristirahat. Biasanya untuk

ini diberikan sikloplegik atau sulfat atropin bersifat parasimpatolitik, yang selain bekerja

untuk melumpuhkan otot siliar juga melumpuhkanotot sfingter pupil.

Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat

berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan

berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopia.

2.1.3 Ametropia

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan

kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan

sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan

sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda dekat.

Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar

oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang

atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada makula.

Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia,

hipermetropia, atau astigmatisme.

2.2 MIOPIA

2.2.1 Definisi

Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang sejajar

dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak berakomodasi.

Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat

jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum

(titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau

berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila

kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.

Derajat myopia pasien dapat ringan (1-3 dioptri), sedang (3-6 dioptri), atau berat

(lebih dari -10 dioptri). Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada

4

Page 5: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

fundus okuli seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer,dengan myopik

kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan

memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan

maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan

demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk

memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.

Keterangan:

Mata dengan sferis -2.75 visus menjadi 6/7.5

Mata dengan sferis -3.00 visus menjadi 6/6

Mata dengan sferis -3.25 visus tetap 6/6, akibat mata berakomodasi ringan

Mata denga sferis -3.50 visus menjadi 6/7.5

Pada mata ini diberi kaca mata sferis -3.00 karena mata melihat jelas tanpa akomodasi

Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under correction.

Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada saat ini myopia dapat

dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea atau lensa. Penyulit yang dapat

timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling

esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-

menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau

terdapat ambliopia.

2.2.2 Klasifikasi Etiologi

5

Page 6: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

1. Axial miopi:

Terjadi karena pertambahan panjang diameter antero-posterior bola mata, ini

penyebab yang paling banyak.

2. Kurvatural miopi

Karena peningkatan kelengkungan kornea dan atau lensa.

3. Positional miopi

Terjadi karena pergeseran lensa ke bagian anterior.

4. Index myopia

Tipe ini terjadi karena peningkatan index refraksi lensa, missal pada nuclear sclerosis.

5. Miopi yang berhubungan dengan akomodasi yang berlebihan.

Variasi Klinis miopi:

1. Miopia Kongenital

Miopi yang sudah terjadi sejak lahir,namun biasanya didiagnosa saat usia 2-3 tahun,

kebanyakan unilateral dan bermanifestasi anisometropia. Jarang terjadi bilateral.

Miopi kongenital sering berhubungan dengan kelainan congenital lain seperti katarak

congenital, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea. Miopi congenital sangat perlu

dikoreksi lebih awal.

2. Miopi simplek

Jenis miopi ini paling banyak terjadi, jenis ini berkaiatan dengan gangguan fisiologi,

tidak berhubungan dengan penyakit mata lainnya. Miopi ini meningkat 2 % pada usia

5 tahun sampai 14 % pada usia 15 tahun. Kerena banyak ditemukan pada anak usia

sekolah maka disebut juga dengan ”school Myopia”.

Etiologi

Suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata, yang mana bisa berhubungan

maupun tidak berhubungan dengan genetik.

a. Tipe axial

Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat berhubungan dengan

neurologi prekok pada masa anak-anak.

b. Tipe kurvatural

6

Page 7: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini dikarenakan kebiasaan

diet pada masa anak-anak ada dilaporkan tanpa kesimpulan yang belum terbukti.

c. Genetik

Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan bola mata, dengan

faktor resiko;

- Jika kedua orang tua miopi prevalensi terjadinya miopi pada anaknya sekitar 20

%

- Jika salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi anaknya

menderita miopi sekitar 10%.

- Jika salah satu orang tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi pada anak

sekitar 5 %.

d. Teori bekerja dengan penglihatan yang sangat dekat.

Teori ini mengatakan bahwa, miopi dapat terjadi karena kebiasaan kerja dengan

pandangan yang sangat dekat, namun pada kenyataannya teori ini belum terbukti

secara pasti.

Gejala Klinis

Gejala Subjektif:

- Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.

- Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan

- Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering dikeluhkan oleh orang

tua.

Gejala Objektif:

- bola mata yang besar danmenonjol.

- Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.

- Fundus Normal, namun miopi kresen temporal jaran terjadi.

- Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18-20 tahun.

Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.

7

Page 8: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

( Khurana A K. 2007. Chapter 3 Optics and Refraction,Comprehensive ophtamology,

fourth edition. New Age international, New Delhi)

3. Miopi patologis/ degeneratif

Miopi yang ter jadi karena kelainan pada bagian mata lain seperti, adanya pendarahan

pada badan kaca, pigmentasi pada retina dan peripapil. Miopi patologi sudah terjadi

saat usia 5 – 10 tahun, yang berefek saat usia dewasa muda yang mana hal ini

berhubungan dengan perubahan degenerasi pada mata.

Miopi patologis suatu hasil dari pertumbuhan yang cepat dari panjang axial bola mata.

Untuk menerangkan terjadinya kelainan aksial bola mata banyak teori yang

dikemukakan, namun belum ada hipotesis memuaskan yang bisa menerangkan

terjadinya patologi itu. Namun demikian patologi ini berhubungan dengan herediter

dan pertumbuhan bola mata.

1. Herediter

Sekarang telah dipastikan bahwa genetik merupakan faktor mayor sebagai etiologi

kelainan ini. Progresif miopi yang bersifat familial, banyak terjadi pada bangsa cina,

arab dan jepang. Namun jarang ditemukan pada bangsa negro dan sudan. Ini

menunjukkan hubungan herediter yang mempengaruhi pertumbuhan retina dalam

perkembangan miopi.

2. Proses Pertumbuhan secara umum

Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada perkembangan miopi,

Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi hanya sepanjamg masa

pertumbuhan aktif dan diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti. Disini

ada beberapa faktor seperti nutrisi, defisiensi, gangguan hormon, dan penyakit yang

terjadi saat pertumbuhan aktif sehingga mempengaruhi perkembangan miopi.

8

Page 9: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

Gejala Klinis

Gejala subjektif :

- Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih parah dibanding dengan

miopi simplek.

- Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang pada

penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi vitreus.

- Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita dengan miopi tinggi.

Gejala objektif :

a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks

b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada

1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi

yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan

kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas

hubungannya dengan keadaan myopia

2. Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat

lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke

seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid

yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.

9

Page 10: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

3. Degenerasi pada retina dan koroid yang terjadi pada miopi tinggi. Ditandai

dengan plak berwarna keputihan pada makula dengan sedikit pigmen yang

mengelilinginya.

Foster fuchs spot dapat terlihat di makula.

4. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.

Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut

sebagai fundus tigroid.

2.2.3 Pemeriksaan

Teknik :

- Pasien duduk menghadap optotipe snellen pada jarak 6m

- Dipasang trial frame dengan satu mata dibuka untuk diperiksa, sedangakan mata

lainnya dipasang occuler

- Pasien diminta membaca huruf / angka pada optotipe snellen sampai baris yang

masih dapat dibaca tanpa kesalahan

10

Page 11: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

- Bila terdapat kesalahan baca kurang dari 2 angka / huruf masih dapat dilanjutkan

pada baris berikutnya

- Bila pada baris tertentu tidak dapat dibaca / tidak jelas terlihat maka dipasang

lensa spheris negatif yang sesuai dan pasien diminta membaca ulang baris yang

tidak terbaca sebelumnya

- Bila pasien masih belum jelas juga membaca, maka dapat ditambahkan lensa

spheris sedikit demi sedikit ( penambahan dimulai dari S -0,25) sampai huruf

atau / angka dapat terbaca tanpa kesalahan pada tajam penglihatan 6/6.

-

Hasil pemeriksaan :

- Bila dengan S -1.50 dicapai tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S -1.75

dicapai penglihatan 6/6 F2, sedangkan dengan S -2.00 dicapai tajam penglihatan

6/7,5 maka pada keadaan ini ukuran besar lensa kacamata yang dipilih untuk

diberikan kepada pasien adalah S -1.50

2.2.4 Penatalaksanaan

a. Nonfarmakologi

Kaca Mata

Lensa kontak

Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan kacamata

akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.

. Koreksi pada Mata Miopi

11

Page 12: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk

mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia. Dalam ilmu keratotology

kontak lensa yang digunakan adalah adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk

pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia.

Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi

Para pelaksana dan penganjur terapi alternatif ini sering merekomendasikan latihan

pergerakan mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan( pencegahan ). Akan

tetapi, kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli pengetahuan dan para

praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan peninjauan ilmiah pada beberapa

subjek. Dari peninjauan tersebut disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti ( fakta )

ilmiah yang menyatakan bahwa latihan pergerakan mata adalah pengobatan myopia

yang efektif.

Ada beberapa ahli bedah yang memprosedurkan pembentukan kornea dengan

merubah titik fokus di depan retina. Radial keratotomy adalah salah satu cara yang

populer akhir-akhir ini, salah satunya debgan menggunakan LASIK, yaitu sejenis

laser yang digunakan untuk pembentukan kornea mata.

Seorang dengan myopia, diberi lensa ( S - ) yang terkecil. ( S- ) diberikan agar tanpa

akomodasi, penderita miopia dapat melihat dengan baik. Hal ini juga ditujukan

terhadap kelainan refraksinya dengan lensa sferis negatif yang sesuai.

b. Farmakologi

Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk

mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak

digunakan ada penderita miopia.

c. Terapi Pembedahan

1. Radial Keratotomy

Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4

mm sebagai zona optik.Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari

12

Page 13: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini

sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.

Kelemahannya:

Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah

RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet,

tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak

sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat

malam hari.

2. Photorefractive Keratectomy (PRK)

Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi

dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan

sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai -

6 dioptri.

Kelemahan PRK:

- Penyembuhan postoperatif yang lambat

- Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya

penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu.

- Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan

13

Page 14: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

- PRK lebih mahal dibanding RK

3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)

Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior

diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan

tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini

digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.

Kriteria pasien untuk LASIK

- Umur lebih dari 20 tahun.

- Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.

- Motivasi pasien

- Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan kontraindikasi

absolut LASIK.

14

Page 15: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

Keuntungan LASIK

- Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif

- Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.

- Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma setelah

operasi,

- Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.

- Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.

Kekurangan LASIK

- LASIK jauh lebih mahal

- Membutuhkan skill operasi para ahli mata.

- Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat

operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.

-

2.2.5 Komplikasi :

Penyulit :

1) Strabismus, akibat konvergensi yang terus-menerus

2) Pendarahan badan kaca

15

Page 16: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

3) Ablasi retina.

Miopia mungkin dapat diatasi dengan menggunakan kontak lensa tetapi penggunaan

kontak lensa tersebut bisa menyebabkan borok pada kornea dan infeksi. Selain kontak

lensa, laser juga digunakan untuk pembentukan/ koreksi penglihatan yang akhir-akhir ini

banyak digunakan. Tetepi penggunaan laser ini juga bisa menyebabkan kerusakan serius

pada mata. Walaupun jarang, orang-orang penderita myopia ini sering mengalami

degenerasi ( proses kemunduran ) retina.

2.2.6 Pencegahan

Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap dan

menonton tv dengan jarak yang dekat. Pada beberapa tahun lalu, penurunan pelebaran

mata dimaksudkan untuk salah satu pengobatan yang telah dikembangkan untuk anak-

anak, tetapi ternyata terapi tersebut tidak efektif.

Penggunaan kacamata dan kontak lensa mempengaruhi perkembangan myopia dalam akhir

tahun ini. Beberapa dokter yang menggunakan pengobatan klinik dan para peneliti

merekomendasikan kekuatan lebih ( konvex ) pada lensa kacamata yang dapat dipakai

untuk melihat jauh dan dekat. Para pelajar Malaysia juga baru-baru ini melaporkan bahwa

ahli ilmu pengetahuan yang baru menyatakan bahwa pembentukan atau perbaikan pada

penderita myopia disebabkan karena melajunya pertumbuhan myopia, ini juga terdapat

dalam pertanyaan-pertanyaan klinis. Banyak pengobatan myopia mengalami kesulitan dan

juga terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, beberapa grup kontrol

cukup menutupi kekurangan tersebut

2.3 HIPERMETROPIA

2.3.1 Definisi

Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan

mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di

belakang retina.1 Pada hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina, yang

menghasilan penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan

bola mata penderita terlalu pendek atau daya pemiasan kornea dan lensa terlalu lemah.

Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa mereka tumbuh normal dengan

16

Page 17: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan hiperopia dengan presbiopia, yang

juga menyebabkan masalah penglihatan dekat namun karena alasan yang berbeda.

Berikut gambar skematik pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia tanpa

koreksi dan pembentukan bayangan pada penderita hipermetropia setelah dikoreksi

dengan lensa positif:

2.3.2Etiologi

Hipermetropia dapat disebabkan:

a. Hipermetropia Aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata yang terlalu

pendek

b. Hipermetropia Refraktif, dimana daya pembiasan mata terlalu lemah

c. Hipermiopia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga

bayangan terfokus di belakang retina

2.3.3Klasifikasi

Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi:

a. Hipermetropia manifes adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata

positif maksimal yang dapat memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia

ini terdiri atas:

- Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan

akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya

hipermetropia laten berakhir dengan hipermetropia ini.

17

Page 18: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

- Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi

dengan akomodasi ataupun kacamata positif.

b. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi

seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan

sikloplegia.

c. Hipermetropia total adalah hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah

diberikan sikloplegia.

2.3.4 Patofisiologi

- hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal

- hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal

- hipermetropia indeks karena indeks mata lebih rendah dari normal

2.3.5 Gejala Klinis

a. Gejala Subyektif

- Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermeropia

pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun

- Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang

atau penerangan kurang

- Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang

lama dan membaca dekat

- Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat

pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang

lama, misalnya menonton TV, dll

- Mata sensitif terhadap sinar

- Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia

- Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi

yang berlebihan pula

b. Gejala Obyektif

- Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot

akomodasi di corpus ciliare.

- Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasympatik N III.

- Karena seorang hipermetrop selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil (miosis).

18

Page 19: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

- Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata. Mata

kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah, hingga

memeberi kesan adanya radang dari N II.

- Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga dinamakan

pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.

2.3.6 Pemeriksaan

2.3.6.1 Refraksi Subyektif

a. Alat

- Kartu Snellen.

- Bingkai percobaan.

- Sebuah set lensa coba.

b.Teknik

- Penderita duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6 meter.

- Pada mata dipasang bingkai percobaan.

- Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa

mata kanan.

- Penderita disuruh membaca kartu snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan

diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang masih dapat

dibaca.

- Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksadan bila tampak lebih

jelas oleh penderita lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahan – lahan

dan disuruh membaca huruf –huruf pada baris yang lebih bawah.

- Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf – huruf pada baris 6/6.

- Ditambah lensa positif +0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat

huruf – huruf di atas.

- Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.

c. Nilai

Bila dengan S +2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S +2.25 tajam

penglihatan 6/6 sedang dengan S +2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan

ini derajat hipermetropia yang diperiksa S +2.25 dan kacamata dengan ukuran ini

19

Page 20: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

diberikan pada penderita. Padapenderita hipermetropia selama diberikan lensaa sferis

positif terbesar yang memberikan tajam penglihatan terbaik.

2.3.6.2 Refraksi Obyektif

a.Retinoskop

Dengan lensa kerja / +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang bergerak

searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa

sferis positif sampai tercapai netralisasi

b.Autorefraktometer

2.3.7 Penatalaksanaan

1. Kacamata

Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan

terbaik

2. Lensa kontak

untuk : Anisometropia, Hipermetropia tinggi

2.3.8 Komplikasi

- Glaukoma sudut tertutup

- Esotropia pada ipermetropia > 2.0 D

- Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia merupakan

penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral.

2.4 ASTIGMATISMA

2.4.1 Definisi

Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa

pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada

satu titik.

Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk

kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki

astigmat yang ringan.

2.4.2 Etiologi

Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya berjalan

bersama dengan myopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama

20

Page 21: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di

dalam perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with the rule (astigmat

lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertical bertambah atau lebih kuat

atau-jari-jarinya lebih pendek disbanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang

horizontal.

Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks refraksi.

Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering pada kornea.

anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik menunujukkan. Kebanyakan

kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu horizontal (sekitar

0,25 D). ini dikenal dengan astigmatisme direk dan diterima sebagai keadaan yang

fisiologis.  Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis tipe

astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan 95% pada usia 7

tahun.

2.4.3 Jenis Astigmatisma

1. Astigmatisma Reguler

Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan

pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian

ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang teratur dapat

berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.

Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a.       Simple astigmatism, dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus lain dapat

jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi  satu meridian adalah

emetropik dan yang lainnya hipermetropi atau miop. Yang kemudian ini dapat

di rumuskan sebagai Simple hypermetropic  astigmatism dan Simple myopic

astigmatism.

 

 

 

 

Gambar 1. Simple myopic astigmatism

21

Page 22: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

 

 

 

b.   Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat di

retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi

kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan compound

hypermetropic astigmatism dan compound miopic astigmatism.

 

 

  

 

Gambar 3. Compound miopic astigmatism

c.       Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan yang

lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop pada satu

arah dan miop pada yang lainnya.

  Gambar 4. Mixed Astigmatism

22

Gambar 2. Simple hypermetropic astigmatism

Page 23: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-sumbunya terletak di

dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism

with the rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian

vertical, dan astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan daya bias yang lebih

besar terletak dimeridian horizontal. Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien

berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua.

2. Astigmatisma irregular

Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus. Astigmat

ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda

sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian

utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.

Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau

akibat kelainan pembiasan.

2.4.4 Gejala Klinis

Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan:

1. Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik

2. Melihat ganda dengan satu atau kedua mata

3. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat

4. Bentuk benda yang dilihat  berubah (distorsi)

5. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat

6. Sakit kepala

7. Mata tegang dan pegal

8. Mata dan fisik lelah

9. Astigmat tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia.

2.4.5 Diagnosis

Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien akan datang

dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada pemeriksaan fisik, terlebih dahulu

dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu snellen. Periksa kelainan refraksi

miopia atau hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.

Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang disusun

radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan

subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.

23

Page 24: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan mudah di temukan dengan

melakukan observasi adanya distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat dilakukan

dengan menggunakan Placido’s Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat melalui

lubang di tengah piringan akan tampak mengalami perubahan bentuk.

Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan

mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat

dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis

saja

 

Gambar 5. Kipas Astigmat

  

 

Gambar 6.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido

2.4.6 Pemeriksaan dan Penatalaksanaan

Teknik :

- Pasien duduk menghadap optotipe snellen pada jarak 6 meter.

- Pada mata dipasang trial frame.

- Satu mata ditutup dengan occuler.

- Mata yang terbuka diperiksa terlebih dahulu dengan lensa spheris - / + sampai

ketajaman penglihatan terbaik

- Apabila belum tercapai tajam penglihatan 6/6, maka pada mata yang diperiksa

dilanjutkan dengan pemerikaan pinhole test, sedangkan mata yang lain tetap

ditutup.

24

Page 25: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

- Apabila pada mata astigmat diperoleh hasil tajam penglihatan 6/6 dengan pin hole,

maka pemeriksaan dilanjutkan dengan terlebih dahulu mencabut pin hole,

kemudian menggantinya dengan spheris + 3D bertujuan untuk fogging /

pengaburan.

- Kemudian pasien diminta untuk melihat gambar kipas astigmat dan menyatakan

tulang kipas yang paling jelas terlihat lebih hitam untuk menentukan axis lensa

silinsris. Contoh : tulang kipas menunjukkan arah 60o maka axis adalah garis

tergak lurus terhadap sudut 60o, jadi 150o.

- Bila dengan lensa spheris + 3D, pasien tidak dapat melihat tulang kipas dengan

jelas, maka lensa spheris + 3D diturunkan sampai tulang kipas terlihat jelas.

- Kemudian lensa spheris +3D dicabut dan diganti dengan lensa silindris – dengan

kekuatan / power paling rendah (C – 0.25) dan diletakkan pada trial frame degnan

axis yang sesuai.

- Setelah posisi lensa silindris tepat pada axisnya maka pasien diminta mulai

membaca pada optotipe senellen pada baris baca dengan ketajaman penglohatan

terbaik sebelumnya. Bila pasien mengeluh kabur, maka powewr silindris

ditingkatkan sedikit demi sedikit menjadi jelas hingga seterusnya sampai pasien

mendapatkan tajam penglihatan terbaik atau sampai mencapai 6/6

- Kemudian bila kedua mata telah dikoreksi, pasien diminta membaca dengan trial

lans hasil koreksi dan dinyatakn apakah terasa berat atau adakah keluhan pusing.

- Bila tidak ada keluhan dan pasien merasa nyaman, berarti sudah didapatkan hasil

yang terbaik. Namun bila pasien meras pusing, maka dilakukan pemeriksaan

ulang dengan mengurangi power spheris sedikit demi sedikit pada pasien

spherocilinder. Sedangkan pada pasien astigmat simpleks, maka power silindris

dikurangi sedikit demi sedkit dengan axis tetap

Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D atau

kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan kacamata

silinder, lensa kontak atau pembedahan.

1.      Kacamata Silinder

Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif  dilakukan dengan

sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan selinder positif dengan sumbu

horizontal (30 – 150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan

25

Page 26: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (30-150 derajat) atau bila dikoreksi

dengan silinder positif sumbu vertikal (60-120 derajat).

Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri dipergunakan hukum Jawal, yaitu :

a.  Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with the rule dengan

selinder minus 180 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan

ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.

b.  Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism againts the rule dengan

selinder minus 90 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan

ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.

2.      Lensa Kontak

Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi astigmat

yang terjadi di permukaan kornea.

3.      Pembedahan

Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau

dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa

prosedur pembedahan  yang dapat dilakukan, diantaranya :

a. Photorefractife Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk

kurvatur kornea.

b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah  kurvatur

kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea.

c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat  secara dalam dikornea.

2.5 PRESBIOPIA

2.5.1 Definisi

Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya

umur.3 Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan

kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa

sehingga terjadi gangguan akomodasi.

Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.

26

Page 27: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia, sehingga

kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut

menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat.

2.5.2 Etiologi

Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:

- Kelemahan otot akomodasi

- Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa

2.5.3 Patofisiologi

Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena

adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga

lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras

(sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian

kemampuan melihat dekat makin berkurang.

2.5.4Gejala Klinis

o Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan

memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa

pedas.

o Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada

awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.

o Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan

punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya

dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas.

o Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras

lainnya.

2.5.5 Pemeriksaan

a. Alat

27

Page 28: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

- Kartu Snellen

- Kartu baca dekat

- Seuah set lensa coba

- Bingkai percobaan

b. Teknik

- Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan kacamata

jauh sesuai yang diperlukan (dapat poitif, negatif ataupun astigmatismat)

- Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca)

- Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat

- Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca

huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan

- Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu

c. Nilai

Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan ukuran

lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi dan umur

biasanya: 40 sampai 45 tahun – 1.0 dioptri

45 sampai 50 tahun – 1.5 dioptri

50 sampai 55 tahun – 2.0 dioptri

55 sampai 60 tahun – 2.5 dioptri

60 tahun – 3.0 dioptri

2.5.6 Penatalaksanaan

Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun

(umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya

ditambahkan lagi sferis + 0.50

Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:

1. kacamata baca untuk melihat dekat saja

2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain

3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan

sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah

4. kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi

dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.

28

Page 29: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

2.6 PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN

Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Faktor fisiologi yang berpengaruh terhadap tajam penglihatan :

- Media refraksi : kornea, humor aquous, lensa, korpus vitreus

- Sel – sel fotoreseptor dan sensitifitas fotoreseptor

- Makula

Tujuan :

Untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap mata

2.6.1 Optotip Snelen

Teknik Pemeriksaan :

- Pasien duduk menghadap optotipe Senllen dengan jarak 6m

- Pasang trial frame pada mata

- Satu mata ditutup dengan occuler. Biasanya yang diperiksa mata kanan terlebih

dhulu

- Pasien diminta membaca huruf pada optotip Snellen dimulai dari huruf yang

terbesar sampai ke huruf yang terkecil pada baris – baris selanjutnya yang masih

dapat terbaca

Menilai hasil pemeriksaan :

1. Tajam penglihatan dicatat sebagai AV OD (acuity visual ocular dextra) / UVA

( uncorrected visual acuity) untuk tajam penglihatan mata kanan AV OS / UVS

untuk mata kiri.

2. Bila huruf terkecil yang masih dapat dibaca pada baris dengan tanda 6, dikatakan

tajam penglihatan 6/6.

29

Page 30: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

3. Bila dalam membaca huruf terdapat kesalahan menyebut 2 huruf maka ditulis 6/6

false 2 (F2)

4. Bila huruf terkecil yang masih dapat dibaca pada baris tan 30, dikatakan tajam

penglihatan adalah 6/30 tapa koreksi (sine correction / SC).

5. Bila Pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada optotipe Snellen, maka

pemeriksaan dilanjutkan dengan uji hitung jari.

2.6.2 Uji Hitung Jari

Teknik Pemeriksaan :

- Pasien duduk

- Mata diperiksa satu persatu

- Pasien diminta untuk menghitung jumlah jari dari pemeriksa yang dimulai dari

jarak 5 m hingga jarak terdekat 1m dengan pasien

Hasil Pemeriksaan :

- Bila jari yang terlihat dan dapat dihitung jumlahnya tanpa salah pada jarak 3 m

maka tajam penglihatan pasien adalah 3/60

- Bila pasien tetap tidak bias melihat dan menghitung jari hingga jarak 1 m maka

pemeriksaan dilanjutkan dengan uji lambaian tangan

2.6.3 Uji Lambaian Tangan

Teknik Pemeriksaan :

- Pasien duduk

- Pemeriksa duduk / berdiri didepan pasien pada jarak 1 m

- Mata diperiksa satu persatu

- Pemeriksa melambaikan tangan dari jarak 1 m dengan pasien dan pasien diminta

menyebutkan arah lambaian keatas - kebawah atau kekanan – kekiri

30

Page 31: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

Hasil Pemeriksaan :

- Bila Pasien dapat melihat lambaian tangan dan dapat menentukan arah lambaian

tangan, maka visusnya adalah 1/ 300 proyeksi baik (1/ 300 PB)

- Bila dengan uji lambaian tangan, pasien masih belum bias melihat maka

dilanjutkan dengan pemeriksaan proyeksi sinar.

2.6.4 Uji Proyeksi Sinar

Teknik Pemeriksaan :

- Pasien duduk

- Pemeriksa duduk / berdiri didepan pasien pada jarak 1m

- Mata diperiksa satu persatu

- Senter diarahkan kedepan mata pasien yang akan diperiksa dan pasien diminta

menyatakan melihat sinar atau tidak serta menyatakan arah datangnya sinar.

Hasil Pemeriksaan :

- Bila Pasien dapat melihat sinar maka visusnya 1/ ~ dan bila mampu menyatakan

arah datangnya sinar dengan baik, maka visusnya 1/ ~ dengan proyeksi baik.

- Bila Pasien tetap tidak dapat melihat sinar maka visusnya adalah 0 atau No light

perception / NLP ( buta total )

2.6.5 UJi Lubang Kecil ( Pin Hole Test)

Tujuan :

- Untuk menentuka adanya kelainan refraksi

- Bila setelah pemakaian pin hole belum didapatkan perbaikan tajam penglohatan,

maka dapat dipikirkan kemungkinan penurunan tajam penglihatan karena kelainan

media rekraksi atau kelainan macula / saraf optic

Dasar :

31

Page 32: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

Pinhole berfungsi untuk memperkecil diameter pupil sehingga menambah depth of

focus, obyek tetap berada dalam focus dan blurr circle pada retina dapat dikurangi

Teknik Pemeriksaan :

- Pasien diminta duduk menghadap optotipe Snellen dengan jarak 6 m.

- Pasien diminta membaca huruf optotipe snellen sampai baris terakhir yang masih

dapat terbaca

- Kemudian pada mata tersebut dipasang lempeng pin hole

- Pasien diminta melanjutkan membaca kembali huruf optotipe snellen pada baris

terakhir yang masih dapat terbaca sebelum dipasang lempeng pin hole.

Hasil Pemeriksaan :

- Bila tidak didapatkan kemajuan atau ada kemajuan baris baca, tapi tajam

penglihatan tidak mencapai 6/6, maka kemungkinannya adalah :

o Kelainan refraksi yang tidak dapat dikoreksi penuh

o Kelainan pada media refraksi

o Kelainan macula/ saraf optic

- Bila baris baca dapat maju lebih baik dibandingkan sebelum memakai pinhole dan

dapat mencapai 6/6 artinya terdapat kelainan refraksi.

- Bila setelah dilakukan pemeriksaan dengan [pinhole ada kemajuan baris baca

yaitu tajam penglihatan mencapai 6/6, maka pemeriksaan koreksi tajam

penglihatan dilanjutkan dengan menggunakan trial lens secara bertahap dengan

melepas lempeng pin hole.

32

Page 33: Pemeriksaan Tajam Penglihatan dan Kelainannya

- DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M Ilmu Penyakit Mata. 2005. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Modul Skill Lab FKUY. 2012. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

3. Sherwood, Lauralee. Sistem Indera. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi 2.

2001. Jakarta: EGC.

4. Prof. dr. Wasisdi Gunawan, Sp.M (K); Gangguan Penglihatan Pada Anak karena

Ambliopia dan Penanganannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas

Kedokteran Universitas Gajah Mada. 2007. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran

Universtas Gajah Mada.

5. Lee,J; Bailey,G; Thompson, V; “ Amblyopia (Lazy Eye)”. Available at:

http://www.allaboutvision.com/conditions/amblyopia.htm

33