pemeriksaan fisik sistem persyarafan2
TRANSCRIPT
MAKALAHPEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERSYARAFAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Keb. Keamanan dan Kenyamanan
Dosen Pengampu : Triana, S.Kep., Ns dan Tim.
Disusun Oleh :
Dyah Erna Musyarofah
SK.111.011
PROGRAM STUDI ILMUKEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
TAHUN 2012 / 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjakan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberi kelancaran pada saat pembuatan makalah Kebutuhan Komunikasi yang
berjudul “Pemeriksaan Fisik Sistem Persyarafan” ini sehingga dapat selesai.
Proses pembuatan makalah ini tidak lepas dari dukungan semua pihak,
oleh karena itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak dan ibu yang telah membimbing dan memberi motivasi.
2. Ibu Hj. Kunsianah, S.pd, M.Kes. selaku Ketua STIKes Kendal.
3. Bapak saekhu, S.Kep., Ns. dan Tim selaku dosen pengampu (fasilitator).
4. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami selaku penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
bagi perkembangan dunia keperawatan.
Kendal, November 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar isi........................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan.......................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................... 1
BAB II Pembahasan......................................................................................... 2
A. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran.........................................................
B. Pemeriksaan Fungsi Serebri...............................................................
C. Pemeriksaan Syaraf Kranial...............................................................
D. Pemeriksaan Sistem Motorik..............................................................
E. Pemeriksaan Respons Refleks............................................................
F. Pemeriksaan Sistem Sensorik.............................................................
BAB IV Penutup...............................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................
B. Saran...................................................................................................
Daftar Pustaka...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada pemeriksaan fisik klien dengan gangguan system persyarafan secara
umum biasanya menggunakan teknik pengkajian persistem, sama seperti
pemeriksaan medical bedah lainnya meliputi B1 (breathing), B2 (bleeding),
B3 (brain), B4 (bladder), B5 (bowe), dan B6 (bone). Pemeriksaan fisik ini
dilakukan untuk mengevaluasi keadaan fisik klien secara umum dan juga
menilai apakah ada indikasi penyakit lainnya selain neurologis. Pengalaman
dan keterampilan perawat diperlukan dalam pengkajian dasar kemampuan
fungsional sampai maneuver pemeriksaan diagnostic canggih yang dapat
menegakkan diagnosis kelainan pada system persyarafan.
B. Tujuan
Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pemeriksaan fisik pada
system persyarafan.
Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan tingkat
kesadaran.
2. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan fungsi
serebri.
3. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan syaraf cranial.
4. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan system
motorik.
5. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan respons
refleks.
6. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan system
sensorik.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN
Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan
pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Keseluruhan dari impuls aferen dapat
disebut input susunan syafar pusat dan keseluruhan dari impuls eferen dapat
disebut output susunan syaraf pusat. (Priguna sidharta, 1985)
Tabel Responsivitas Tingkat Kesadaran
Tingkat Responsivitas Klinis
Terjaga (GCS 15-14) Normal
Sadar (GCS 13-12) Dapat tidur lebih dari biasanya atau sedikit bingung
saat pertama kali terjaga, tetapi berorientasi sempurna
ketika bangun.
Letargi (GCS 11-10) Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana
ketika dirangsang.
Stupor (GCS 9-8) Sangat sulit untuk dibangunkan, tidak konsisten dapat
mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu kata
atau frase pendek.
Semikomatosa (GCS 7-
6)
Gerak bertujuan ketika dirangsang, tidak mengikuti
perintah atau berbicara koheren.
Koma (GCS <5) Dapat berespons dengan postur secara secara reflex
ketika distimulasi atau dapat tidak berespons pada
setiap stimulus.
Sumber : Carolyn M. Hudak dan Barbara M. Gallo. 1996. Keperawatan Kritis :
Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.
Tabel Tingkat Kesadaran dengan Menggunakann GCS
Buka Mata (E) Respons Verbal (V) Respons Motorik (M)
Spontan 4 Orientasi
baik dan
sesuai
5 Mengikuti
perintah
6
Dengan
perintah
3 Disorientasi
tempat dan
waktu
4 Melokalisir
nyeri
5
Dengan
rangsang nyeri
2 Bicara
kacau
3 Menghindar
nyeri
4
Tidak ada
reaksi
1 Mengerang 2 Fleksi
abnormal
3
Tidak ada
suara
1 Ekstensi
abnormal
2
Tidak ada
gerakan
1
Sumber : Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed 3 Jilid 2.
Jakarta : FKUI.
PEMERIKSAAN FUNGSI SELEBRI
Pemeriksaan fungsi selebri secara ringkas meliputi pemeriksaan status mental,
fungsi intelektual, daya piker, status emosional, dan kemampuan bahasa. (Priguna
sidharta, 1985)
Status Mental
Secara ringkas prosedur pengkajian status mental klien dapat dilakukan
meliputi ;
1. Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya dengan melihat cara
berpakaian klien, kerapihan, dan kebersihan diri.
2. Observasi postur, sikap, gerakan-gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik.
3. Penilaian gaya bicara klien dan tingkat kesadaran.
4. Apakah gaya bicara klien jelas atau masuk akal?
5. Apakah klien sadar dan berespons atau mengantuk dan stupor?
Table Tata Pemeriksaan status Mental
Penilaian Respons
Perhatian Rentang perhatian ke depan dan ke belakang.
Daya ingat Jangka pendek : mengingat kembali tiga item setelah
lima menit.
Jangka panjang : mengingat nama depan ibunya,
mengingat kembali menu makanan pagi, kejadian
pada hari sebelumnya.
Perasaan
(afektif)
Amati suasana hati yang tercermin pada tubuh,
ekspresi tubuh.
Deskripsi verbal afektif.
Verbal kongruen, indicator tubuh tentang suasana hati.
Bahasa Isi dan kualitas ucapan spontan.
Menyebutkan benda-benda yang umum, bagian-
bagian dari suatu benda.
Pengulangan kalimat.
Kemampuan untuk membaca dan menjelaskan pesan-
pesan singkat pada surat kabar, majalah.
Kemampuan menulis secara spontan, didikte.
Pikiran Informasi dasar (misalnya presiden terbaru, tiga
presiden terdahulu).
Pengetahuan tentang kejadian-kejadian baru.
Orientasi terhadap orang, tempat, waktu.
Menghitung : menambahkan dua angka, mengurangi
100 dengan 7.
Persepsi Menyalin gambar : persegi, tanda silang, kubus tiga
dimensi.
Menggambar bentuk jam, membuat peta ruangan.
Menunjuk ke sisi kanan dan kiri tubuh.
Memperagakan ; mengenakan jaket, meniup peluit,
menggunakan sikat gigi.
Sumber : Carolyn M. Hudak dan Barbara M. Gallo. 1996. Keperawatan
Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.
Fungsi Intelektual
Fungsi intelektual mencakup kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan
memanfaatkan pengalaman.
1. Ingatan atau memori
- Jangka pendek : mengulangi kata-kata atau angka-angka yang
diucapkan olep perawat.
- Jangka panjang : menanyakan kapan tahun lulus SD, SMP, SMA,
atau universitas, hari ulang tahun sendiri, istri/suami, dan orang tua.
2. Pengetahuan umum
Contoh pertanyaan siapa kepala Negara, presiden RI pertama, ibukota
provinsi.
3. Pengenalan persamaan dan perbedaan
Contoh : persamaan dan perbedaan raja dan presiden, khilaf dan dusta,
kangkung dan rumput.
4. Pertimbangan
Pertimbangn intelektual klien meliputi pertimbangan yang dicerminkan
oleh motivasi dan argumentasi dalam hal mengapa setiap warga Negara
harus membayar pajak pendapatan dan mengapa harga emas lebih mahal
daripada harga besi.
Daya Pikir
Priguna Sidharta (1985) menjelaskan alam pikiran atau jalan pikiran hanya
dapat dinilai dengan ucapan-ucapannya. Adakalanya alam pikiran
tersembunyi dalam satu sikap yang kurang wajar.
1. Apakah pikiran klien bersifat spontan, alamiah, jernih, relevan, dan
masuk akal/tidak
2. Apakah klien mempunyai kesulitan berpikir, khayalan, dan keasyikan
sendiri?
3. Apa yang menjadi pikiran klien?
4. Pikiran klien asyik sendiri dengan dengan hal kematian, kejadian-
kejadian tidak masuk akal, hal-hal yang bersifat halusinasi, dan pikiran
paranoid.
Status Emosional
Status emosional dapat dinilai dari reaksinya terhadap pertanyaan yang
diberikan perawat, terhadap tindak-tanduk orang-orang di sekelilingnya atau
terhadap keadaan dan perasaan fisik diri sendiri.
Secara ringkas pengkajian status emosional klien dapat dilakukan
perawat meliputi :
1. Apakah tingkah laku klien alamiah dan datar, sensitive dan pemarah,
cemas, apatis, atau euphoria?
2. Apakah alam perasaannya berubah-ubah secara normal atau iramanya
tidak dapat diduga dari gembira menjadi sedih selama wawancara?
3. Apakah tingkah lakunya sesuai dengan kata-kata atau isi dari pikirannya?
4. Apakah komunikasi verbal sesuai dengan tampilan komunikasi
nonverbal?
Kemampuan bahasa
Pada pengkajian ini perawat mungkin menemukan suatu disartria (kesulitan
artikulasi), disfonia (kualitas suara yang berubah akibat penyakit pada pita
suara), atau disfasia / afasia.
1. Disfasia/afasia
Defisiensi fungsi bahasa akibat lesi / kelainan korteks serebri
a. Disfasia reseptif (posterior)
Klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
b. Disfasia ekspresif
Klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancer.
c. Disfasia nominal
Semua tipe disfasia menyebabkan kesulitan menyebut nma-nama
benda.
d. Disfasia kondusif
Klien tidak dapat mengulangi kalimat-kalimat dan sulit menyebut
nama-nama benda, tetapi dapat mengikuti perintah.
Tabel Pemeriksaan Klien Afasia
Bicara lancar (Afasia reseptif,
Konduktif, atau nominal)
Bicara tidak lancar (afasia
ekspresif)
Menyebut nama-nama benda. Klien
dapat afasia nominal, konduktif atau
reseptif, sukar menyebut nama-
nama benda.
Menyebut nama-nama benda. Sukar
dilakukan tetapi lebih baik daripada
bicara spontan.
Repetisi. Klien dengan afasia
konduktif dan reseptif tidak dapat
mengulangi pesan bahasa.
Repetisi. Mungkin dapat dilakukan
dengan usaha yang keras. Repetisi
frase kurang baik.
Komprehensi. Hanya klioen dengan
afasia reseptif yang tiddak dapat
mengikuti perintah (verbal atau
tertulis)
Komprehensi. Normal (perintah
tertulis dan verbal dapat diikuti)
Membaca. Klien dengan lesi Tulisan. Disgrafia dapat ditemukan.
posterior dari area Wernicke
menderita disleksia.
Menulis. Klien afasia kondusif sulit
menulis (disgrafia) sedangkan klien
dengan afasia reseptif isi tulisannya
abnormal. Klien dengan lesi lobus
frontal dominan dapat juga
menderita disgrafia.
Hemiparesis. Lengan lebih sering
terkena daripada tumgkai.
Sumber : Nicholas J. Talley dan simon O’Connor. 1994. Pemeriksaan
Klinis : Pedoman Diagnosis Fisik. Jakarta : Binarupa Aksara.
2. Disartria
Terdapat kesulitan artikulasi yang disebabkan salah satunya oleh
intoksikasi alkohol dan penyakit serebellum, sehingga menyebabkan
orang tersebut bicara pelo.
3. Disfonia
Suara serak dengan volume yang berkurang, misalnya karena penyakit
laring.
Pemeriksaan fungsi serebri juga bisa dilakukan pada fungsi dari setiap lobus
serebri.
Tabel Fungsi dan Gangguan Selebri
Lobus Selebri Fungsi Gangguan
Frontal Penilaian
Kepribadian bawaan
Keahlian mental
kompleks (abstrak,
membuat konsep,
memperkirakan masa
depan)
Gangguan penilaian
Gangguan penampilan
dan kebersihan diri
Gangguan afek dan
proses berpikir
Gangguan fungsi
motorik
Temporal Memori pendengaran Gangguan memori
Memori kejadian yang
baru terjadi
Daerah auditorius primer
yang mempengaruhi
kesadaran
kejadian yang baru
terjadi
Kejang psikomotor
Tuli
Konfabulasi
Parietal Dominan Bicara
Berhitung (matematika)
Topografi kedua sisi
Afasia, agrafia,
akalkulia, agnosia
Gangguan sensorik
(bilateral)
Nondominan Kesadaran sensorik
Sintesis ingatan yang
kompleks
Disorientasi
Apraksia
Distorsi konsep ruang
Hilang kesadaran sisi
tubuh yang berlawanan
Oksipital Memori visual penglihatan Deficit penglihatan dan buta
PEMERIKSAAN SYARAF KRANIAL
a. Syaraf Kranial I (Olfaktorius)
Mata klien ditutup dan pada saat yang sama satu lubang hidung ditutup, klien
diminta membedakan zat aromatis lemah (misalnya vanili dan cengkeh)
b. Syaraf Kranial II (Optikus)
Tes Ketajaman Penglihatan
Klien didudukkan di kursi atau di atas tempat tidur. Gantungkan kartu
Snellen setinggi kedudukan mata dengan jarak 6 m. Minta klien untuk
menutup mata kiri dan kanan secara bergantian dan melihat kea rah kartu
Snellen.
Tes Lapang Pandang
Menggunakan medan penglihatan
- Tes Konfrontasi :
Pemeriksa berdiri berhadapan dengan klien yang duduk dengan jarak
30-40 cm. jika yang diperiksa mata kanan, maka mata kiri klien dan
mata kanan pemeriksa ditutup. Begitu sebaliknya pada pemeriksaan
mata kiti. Dengan dua jarinya yang digoyang-goyangkan, tangan
pemeriksa memasuki medan penglihatan masing-masing. Jika jari
tangan pemeriksa terlihat, klien mengatakan “ya”.
Tes Fundus
- Pegang oftalmoskop dengan tangan kanan
- Letakkan tangan kiri di atas dahi klien untuk fiksasi kepala klien
- Pemeriksa menyandarkan dahinya pada tangan kiri yang memegang
dahi klien, sehingga mata saling berhadapan.
- Letakkan tepi atas teropong oftalmoskop dengan lubang pengintai
menghadap ke mata tetapi di atas alisnya.
- Nyalakan lampu oftalmoskop, arahkan sinar lampu ke pupil klien.
c. Syaraf Kranial III (okulomotorius), IV (troklearis), dan VI (abdurens)
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil
- Observasi bentuk dan ukuran pupil
- Perbandingkan pupil kanan dan kiri
- Pemeriksaan refleks pupil (gelapkan ruangan kemudian sinari pupil
dengan senter)
Pemeriksaan gerakan bola mata volunteer
Pemeriksaan Nistagmus dimulai dengan kedua mata dalam keadaan
istirahat dipertahankan pada garis tengah oleh keseimbangan tonus antara
otot-otot okuler yang berlawanan. Klien diminta melirik ke kanan dan
kiri.
d. Syaraf Kranial V (Trigeminus)
Pemeriksaan fungsi motorik
- Klien diminta menggigit gigi dengan sekuat-kuatnya. Perawat
melakukan palpasi terhadap kontraksi otot maseter dan temporalis sisi
kanan dan kiri.
- Klien disuruh membuka mulutnya. Awasi rahang atas dan bawah
klien. Jangan mengambil bibir sebagai patokan, melainkan sela antara
gigi seri atas dan bawah.
- Amati penyimpangan rahang bawah ke sisi lateral saat dibuka. Jika
terdapat kelmumpuhan, gerakan sisi yang lumpuh lebih kuat.
- Pemeriksaan otot maseter dengan meletakkan tong spatel di atas
deretan geraham. Perintahkan klien untuk menggigit, bandingkan
bekas gigitannya. Lubang gigitan pada sisi maseter yang lumpuh
lebih dangkal.
Pemeriksaan fungsi sensorik
Bila gangguan berupa nyeri, suruh klien menunjuk daerah dimana nyeri
itu terasa.
e. Syaraf Kranial VII (Fasialis)
- Inspeksi adanya asimetris wajah
- Lakukan tes kekuatan otot
Klien diminta memandang ke atas dan mengerutkan dahi. Tentukan
apakah kerutan akan menghilang dan raba kekuatan ototnya dengan
cara mendorong kerutan tersebut ke arah bawah pada setiap sisi.
- Klien diminta menutup kedua mata dengan kuat. Bandingkan
seberapa dalam bulu-bulu matanya terbenam pada kedua sisi dan
kemudian coba memaksa kedua mata klien untuk terbuka. Jika ada
kelumpuhan, terjadigerakan ke atas dan bola mata serta penutupan
kelopak mata tidak sempurna.
f. Syaraf Kranial VIII (akustikus/vestibulokoklearis)
Inspeksi lubang telinga untuk mencari adanya serumen / obstruksi lain.
Masukkan satu jari tangan ke dalam telinga kontra lateral dari klien dan
lepaskan jari tangan ini secara bergantian sambil membisikkan sebuah angka
pada telinga.
Tes Rinne
Garputala 256 Hz diletakkan di prosesus mastoideus di belakang telinga.
Gunanya untuk mengetes kepekaan pendengaran dari tulang-tulang
telingan ke meatus akustikus.
Tes Webber
Meletakkan garputala 256 Hz pada bagian tengah dahi untuk mengetahui
kepekaan pendengaran telinga kanan dan kiri.
g. Syaraf Kranial IX (glosofaringeus) dan X (syaraf vagus)
Pemeriksaan palatum mole
Minta klien mengucap kata “ah”, palatum mole harus terangkat secara
simetris.
Refleks menelan
Perhatikan reaksi klien waktu minum segelas air. Amati adanya kesulitan
menelan.
h. Syaraf Kranial XI (asesorius)
Minta klien untuk memutar kepala ke salah satu bahu dan berusaha melawan
usaha pemeriksa kea rah bahu yang berlawanan.
i. Syaraf Kranial XII (Hipoglosus)
Minta klien menjulurkan lidahnya, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi
(kontraksi otot yang halus irregular dan tidak ritmik). Jika terdapat kelainan
lidah kan berdeviasi kea rah sisi yang lemah (terkena).
PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK
a. Inspeksi umum
Postur
- Anggota badan atas : jabat tangan dengan klien dan memperkenalkan
diri. Jika klien tidak dapat melepaskan genggaman tangannya,
merupakan tanda-tanda menderita miotonia (ketidakmampuan
melemaskan otot-otot setelah kontraksi volunter). Kemudian klien
diminta melepas pakaiannya. Suruh klien duduk di tepi tempat tidur
dan merentangkan kedua tangannya dengan lengan dalam keadaan
ekstensi dan menutup kedua matanya. Perhatikan adanya drifting
(deviasi gerakan satu atau kedua lengan dari posisi awal yang netral)
- Anggota badan bawah : minta klien untuk berjalan kemuadian amati
gaya berjalan klien.
Ukuran otot
Bandingkan satu sisi dengan sisi lainnya untuk menentukan adanya atrofi
dan tentukan kelompok-kelompok otot mana yang terkena.
Gerakan abnormal
Amati adanya tremor pergelangan tangan atau lengan.
Kulit
Amati adanya kelainan pada kulit, misalnya herpes zoster.
b. Fasikulasi
Kontraksi bagian-bagian kecil dari otot yang irregular yang tidak mempunyai
pola yang ritmis, dapat bersifat kasar atau halus dan terdapat pada waktu
istirahat, tetapi tidak terjadi selama gerakan volunteer. Jika tidak ditemuka,
ketok otot brakioradialis dan biseps dengan palu refleks dan amati lagi.
c. Tonus otot
Pemeriksaan tonus otot
Secara pasif gerakkan lengan bawah di sendi siku dan tungkai bawah di
sendi lutut, gerakkan secara fleksi dan ekstensi oleh perawat. Periksa
berulang kali secara perlahan kemudian cepat. Tahanan yang terasa oleh
perawat sewaktu menekukkan dan meluruskan bagian-bagian anggota
tersebut kemudian dinilai sebagai normal, meningkat, atau menurun.
Pemeriksaan kekuatan otot
1. Anterofleksi dan dorsofleksi kepala (otot rektus kapitis anterior,
posterior mayor-minor, dan trapezius).
2. Elevasi dan abduksi scapula (otot trapezius, deltoid, supraskapular,
dan seratus anterior).
3. Ekstensi di sendi siku (otot triseps)
4. Fleksi di sendi siku (otot bisepsm brakial, dan brakioradial)
5. Depresi dan adduksi dari scapula (otot pectoral dan lasimitus dorsi)
6. Fleksi di sendi pergelangan (otot fleksor karpi radialis dan ulnaris)
7. Ekstensor (dorsofleksi) di sendi pergelangan (otot-otot ekstensor
karpi radial longus/brevis, ekstensor karpal ulnar, dan ekstensor
digitorum komunis)
8. Mengepal dan mengembangkan jari-jari tangan (otot tangan fleksor
digitorium dan ekstensor digitorium, dibantu oleh otot-otot interosei
dorsal dan polar)
9. Fleksi di sendi panggul (otot iliopsoas)
10. Ekstensi di sendi panggul (otot gluteus maksimus)
11. Ekstensi di sendi lutut (otot quadriceps femoris)
12. Fleksi di sendi lutut (otot biseps femoris)
13. Dorsofleksi di sendi pergelangan kaki dan dorso fleksi jari-jari kaki
(otot tibialis anterior dan otot ekstensor jari-jari kaki)
14. Plantar fleksi kaki dan jari-jari kaki (otot gastroknemus, soleus,
peroneus, dan fleksor haluksis longus).
d. Keseimbangan dan koordinasi
Koordinasi tangan dan ekstremitas atas dikaji dengan cara meminta klien
melakukan gerakan cepat, berselang-seling dan uji menunjuk satu titik ke
titik lain. Pertama, klien diminta untuk menepukkan tangan ke paha
secepat mungkin. Masing-masing tangan diuji secara terpisah. Kemudian
klien diinstruksikan untuk membalikkan tangan ke posisi telungup
dengan cepat.
Koordinasi ekstremitas bawah dikaji dengan cara klien diperintahkan
untuk meletakkan tumit pada kaki yang satunya dan turun perlahan-lahan
ke bawah (daerah tibia bagian anterior)
PEMERIKSAAN RESPONS REFLEKS
Refleks adalah jawaban terhadap suatu rangsangan.
Teknik pemeriksaan refleks dalam
a. Refleks Biseps
Didapat melalui peregangan tendon biseps pada saat siku dalam keadaan
fleksi. Orang yang menguji menyokong lengan bawah dengan satu
lengan sambil menempatkan jari telunjuk menggunakan palu refleks.
b. Refleks Triseps
Lengan klien difleksikan pada siku dan diposisikan di depan dada.
Pemeriksa menyokong lengan klien dan mengindentifikasi tendon triseps
dengan memalpasi 2,5-5 cm di atas siku. Pemukulan langsung pada
tendon normalnya menyebabkan kontraksi otot triseps dan ekstensi siku.
c. Refleks Pektoralis`
Posisi klien berbaring telentang dengan kedua lengan lurus di samping
badan. Stimulus diberikan dengan ketukan pada jari pemeriksa yang
ditempatkan pada tepi lateral otot pektoralis.
d. Refleks Patella
Dengan cara mengetuk tendon patella tepat di bawah patella. Klien dalam
keadaan duduk atau tidur telentang. Jika klien telentang, pengaji
menyokong kaki untuk memudahkan relaksasi otot. Kontraksi quadriceps
dan ekstensi lutut adalah respons normal.
e. Refleks Tendon Achilles
Pemeriksaan dengan posisi tungkai klien ditekukkan di sendi lutut dan
kaki didorsofleksikan.
Teknik pemeriksaan refleks superfisial
Refleks superfisial adalah gerakan reflektorik yang timbul sebagai respon
atas stimulasi terjadap kulit atau mukosa.
a. Refleks kontraksi abdominal
Ditimbulkan oleh goresan pada kulit didnding abdomen. Hasil yang
didapat adalah kontraksi yang tidak disadari otot abdomen dan
selanjutnya menyebabkan skrotum tertarik.
b. Refleks kremaster dan refleks skrotal
Gerakan reflektorik pada refleks scrotal terdiri atas gerakan yang tidak
menentu di dalam skrotum yang dapat terlihat dari luar atas penggoresan
kulit paha di sekitar daerah skrotum.
c. Refleks gluteal
Terdiri atas gerakan reflektorik otot gluteus ipsilateral bilamana bokong
digores atau ditusuk dengan jarum atau ujung gagang palu refleks gluteal
menghilang jika terdapat lesi di segmen L4-S1.
d. Refleks plantar
Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan plantar fleksi
kaki dan jari kaki.
Pemeriksaan refleks patologis
Refleks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada
orang-orang yang sehat kecuali pada bayi dan anak kecil.
a. Ekstensor plantar respons/tanda babinski
Reaksi yang terdiri dari ekstensi jari-jari kakerta elevasi ibu jari kaki atas
penggoresan telapak kaki bagian lateral.
b. Refleks chaddock
Metode memberikan perangsangan dengan penggoresan terhadap kulit
dorsum pedis bagian lateralnya atau penggoresan terhadap kulit di sekitar
maleolus eksterna.
c. Refleks Oppenheim
Perangsangannya dengan memberikan pengurutan dari proksimal ke
distal secara keras dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit
yang menutupi os tibia.
d. Refleks Gordon
Membangkitkan ekstensor plantar response dengan cara memencet betis
secara keras.
e. Refleks schaeffer
Dengan memencet tendon Achilles secara keras.
f. Refleks bing
Dengan memberikan rangsang tusuk pada kulit yang menutupi metatarsal
kelima.
PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIK
Tabel pemeriksaan fungsi syaraf sensorik
Fungsi sensori Alat Metode
Nyeri superfisial Lidi kapas yang
dipatahkan atau
spatel lidah
Minta klien untuk mengatakan
kepada Anda kapan saatnya sensasi
tumpul dan tajam terasa, secara
bergantian tekankan ujung lidi kapas
ke permukaan kulit; tumggu 2 detik
di antara dua perangsangan;
perhatikan area-area dimana terasa
baal atau terjadipeningkatan
kepekaan.
Suhu Dua tube pengujian
dengan satu berisi air
panas dan satu lagi
berisi air dingin
Sentuh kulit klien dengan tube;
minta klien untuk mengidentifikasi
sensasi panas berlawanan dengan
sensasi dingin dan dimana sensasi
tersebut terasa.
Sentuhan ringan Bola-bola kapas atau
pembersih berujung
kapas
Lakukan usapan ringan dengan
kapas ke titik-titik yang berbeda
sepanjang permukaan kulit’ minta
klien untuk mengatakan kapan
sensasi ini terasa.
Vibrasi Garputala Tempelkan batang dari garputala
yang bergetar ke area sendi
interpalangeal distal jari-jati tangan
dan sendi interpalangeal ibu jari
kaki, siku, dan pergelangan tangan.
Posisi Pegang jari atau ibu jari kaki klien,
tahan bagian sampingnya dengan
obu jari dan telunjuk Anda.
Gerakkan bergantian jari atau ibu
jari kaki tersebut ke atas dan ke
bawah. Minta klien untuk
mengatakannya kepada Anda apakah
jari atau ibu jari kakinya sedang naik
atau turun; ulangi prosedur pada ibu
jari kaki
Diskriminasi dua
titik
Dua jepit pengaman
atau lidi kapas yang
dipatahkan.
Dengan ringan, sentuh satu atau dua
ujung jepit pengaman secara
serempak ke permukaan kulit; Tanya
klien, apakah terasa satu atau dua
tusukan jepitan; tentukan jarak
dimana klien tidak dapat merasakan
kedua tusukan tersebut.
Stereognosis Koin atau klip kertas Biarkan klien memegang objek
tersebut untuk mengidentifikasi
melalui sentuhan dan manipulasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari diskusi yang telah kami lakukan, dapat diambil kesimpulah bahwa
secara umum pemeriksaan fisik pada system persyarafan ditujukan untuk area
fungsi mayor meliput pemeriksaan :
1. Tingkat kesadaran
2. Fungsi selebri
3. Syaraf kranial
4. Sistem motorik
5. Respons refleks
6. Sistem sensorik
B. Saran
Saran penulis bagi pembaca yaitu agar pembaca senantiasa
memperhatikan cara pemeriksaan fisik pada persyarafan dengan seksama agar
tidak terjadi kesalahan dalam pemeriksaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
2. Sidharta, Priguna.1999. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta :
Dian Rakyat.
3. Long, Barbara C. 1998. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan
Proses Keperawatan. Bandung : Yayasan IAPK Pajajaran.
4. Carolyn M. Hudak dan Barbara M. Gallo. 1996. Keperawatan Kritis :
Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.
5. Nicholas J. Talley dan simon O’Connor. 1994. Pemeriksaan Klinis :
Pedoman Diagnosis Fisik. Jakarta : Binarupa Aksara.