pemeriksaan dan gambaran radiologi sinusitis
DESCRIPTION
Foto Sinus Paranasal Posisi Water'sTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena
bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari
yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus ethmoid, dan sinus sphenoid kanan dan
kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL
Sinus Paranasal
Ada delapan sinus paranasal, 4 buah pada masing-masing sisi hidung; sinus
frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila
kanan dan kiri (antrum highmore), dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini
dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung; berisi udara dan semua
bermuara di rongga hidung melalui ostiumnya masing-masing. Secara klinis sinus
paranasal dibagi menjadi dua kelompok, anterior dan posterior. Kelompok anterior
bermuara di bawah konka media, pada atau di dekat infundibulum, terdiri dari sinus
frontal, sinus maksila, dan sel-sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior bermuara di
berbagai tempat di atas konka media, terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus
sphenoid. Garis perlekatan konka media pada dinding lateral hidung merupakan batas
antara kedua kelompok. Proctor berpendapat bahwa salah satu fungsi penting dari sinus
paranasal adalah sebagai sumber lender yang segar dan tak terkontaminasi yang dialirkan
ke mukosa hidung.2
Sinus Frontal
Sinus ini berhubungan dengan meatus medius melalui duktus nasofrontal, yang
berjalan ke bawah dan belakang dengan bermuara pada atau dekat infundibulum bagian
atas. Kadang-kadang kanalis frontonasal ini bermuara langsung di meatus medius.
Dinding depan sinus frontal hampir selalu diploik, terutama di bagian luar atau sudut
infero-lateral dan pada sulkus superior tempat pertemuan dinding anterior dan posterior.2
Sel-sel Etmoid
Sel-sel atau labirin etmoid terletak di kiri kanan kavum nasi, kira-kira sebelah
lateral di setengah atau sepertiga atas hidung dan di sebelah medial orbita. Tulang etmoid
mempunyai bidang horizontal dan bidang vertical yang saling tegak lurus. Bagian
superior bidang yang vertical disebut dengan Krista Gali dan bagian inferior nya disebut
dengan lamina perpendikularis os. etmoid, yang merupakan bagian dari septum. Bidang
horizontalnya terdiri dari bagian medial, yang tipis dan berlubang-lubang yaitu lamina
kribrosa, dan bagian lateral, yang lebih tebal dan merupakan atap sel-sel etmoid. Lamina
kribrosa tidak ditutupi oleh sel-sel etmoid akan tetapi terbuka lebar pada atap hidung.
Lubang-lubang ini dapat menjadi jalan untuk infeksi ke selaput otak. Dinding luar sinus
etmoid adalah os planum, atau lamina papirasea os etmoid dan os lakrimalis.2
Sinus Maksila
Sinus maksila atau antrum highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar,
berbentuk pyramid irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya
kea rah apeks prosesus zygomatikus os maksila. Dinsing medial atau dasar antrum
dibenyuk oleh lamina vertikalis os palatum, prosesus uncinatus os etmoid, prosesus
maksilaris konka inferior dan sebagian kecil os lakrimalis. Dinding atas memisahkan
rongga sinus dengan orbita. Dinding posterior inferior atau dasarnya biasanya paling
tebal dan dibentuk oleh bagian alveolar os maksila atas dan bagian luar palatum durum.
Dinding anterior berbatasan dengan fossa kanina. Antrum mempunyai hubungan dengan
infundibulum di meatus medius melalui lubang kecil yaitu ostium maksila yang terdapat
di bagian anterior atas dinding medial sinus.2
Sinus Spenoid
Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh septum tulang yang tipis, yang
letaknya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu sinus akan lebih besar dari sinus yang
lainnya. Masing-masing sinus sphenoid berhubungan dengan meatus superior melalui
celah kecil menuju ke resesus sphenoetmoidalis.2
Fungsi sinus paranasal:2
1. Sebagai pengatur kondisi udara/ air conditioning.
2. Sebagai penahan suhu/ thermal insulator.
3. Membantu keseimbangan kepala.
4. Membantu resonansi suara.
5. Sebagai peredam perubahn tekanan udara.
6. Membantu produksi mukus.
2.2 SINUSITIS
2.2.1 Definisi
2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis
terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada
sindroma Kartagener.1
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis
sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhakan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos
leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara
dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan
perubahan mukosa dan merussak silia. 1
2.2.3 Klasifikasi dan Mikrobiologi
Consensus internasional tahun 1995 membagi rhinosinusitis hanya akut dengan
batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Consensus tahun 2004
membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3
bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rhinogenik
umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada
dinusiotis kronik adanya factor predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas.1
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut
adalah Streptococcus pneumonia (30-50%). Hemophylus influenza (20-40%) dan
moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, m. catarrhalis lebih banyak ditemukan 20%. Pada
sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada
lebih condong kea rah bakteri negative gram dan anaerob.1
2.2.4 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan. 1
Organ-organ yang membenuk KOM letaknya berdekatan dan apabila terjadi
edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak
dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang
menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai
sinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.1
Bila kondisi ini menetap, sekrat yang terkumpul dalam sinus merupakan media
yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan
ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotik.1
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi
berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak
dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa
menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan
ini mungkin diperlukan tindakan operasi.1
2.2.5 Manifestasi Klinis
Keluhan utama rhinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal
drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri/ rasa tekanan
di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang
nyeri juga terasa di tempat lain (reverred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksilla,
nyeri diantara/ dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi/
seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis splenoid, nyeri dirasakan di
vertex, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksilla kadang-
kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. 1
Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia/ anosmia, halitosis, post nasal drip
yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas
sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya satu/ dua dari gejala-gejala di bawah ini
yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorokan, gangguan
telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan paru seperti bronchitis
(sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat
dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.1
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-
endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah
adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal)
atau di meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid).1
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada
pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius. Pemeriksaan penunjang yang
penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA dan lateral,
umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan
frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, bartas udara-cairan (air fluid level) atau
penebalan mukosa.1
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret
dari meatus medius/ superior,untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Lebih baik
lagi bila diambil sekret yang keluar dari sinus maksila. Sinuskopi dilakukan dengan
pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat
endoskop bias kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi
sinus untuk terapi.1
1. Pemeriksaan fisik.
Inspeksi
Yang diperhatikan adalah adanya pembengkakkan pada muka. Pembengkakkan di
pipi sampai kelopak mata bawah yang bewarna kemerah-merahan mungkin
menunjukkan adanya sinusitis maksilla akut. Pembengkakkan di kelopak mata
atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinusitis etmoid akut jarang
menunjukkan pembengkakkan diluar kecuali jika sudah terbentuk abses.1
Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis
maksilla. Pada sinusitis fronbtal terdapat nyeri tekan di dasar sinus frontal, yaitu
pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di
daerah kantus medius.1
Transiluminasi
Mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk meriksa sinus
maksilla dan frontal, bila pemeriksaan radiologi tidak tersedia. Bila pada
pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infra orbita maka mungkin
antrumterisi oleh pus ataumukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di
dalam antrum. Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksilla akan tampak
terang pada pemeriksaan transiluminasi sedangkan pada foto rontgen tampak
adanyan perselubungan berbatas tegas di dalam sinus maksilla.1
2. Radiologi sinus paranasal.
Posisi Caldwell
Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung dan dahi diatas meja sedemikian
rupa sehingga garis orbito-meatal (yang menghubungkan kantus lateralis mata
dengan batas superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus terhadap film.
Sudut sinar rontgen adalah 15o kranio-kaudal dengan titik keluarnya pada nasion.
Proyeksi ini memberikan pandangan terbaik untuk sinus frontal dan pandangan
yang cukup baik untuk sel-sel etmoid, sedangkan sinus sphenoid sebagian
tertumpang tindih. Perlu diketahui bahwa garis batas dinding media orbita
dibentuk oleh bagian posterior lamina papirasea, yang berarti bahwa sel-sel
etmoid posterior akan tampak lebih baik pada posisi ini daripada sel-sel anterior.3
Gambar di lampiran.
Posisi Waters
Posisi ini yang paling sering digunakan. Maksud posisi ini adalah untuk
memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah antrum maksilla. Hal
ini didapatkan dengan menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga
dagu menyentuh permukaan meja. Bidang yang melalui kantus media mata dan
tragus membentuk sudut kurang lebih 35o dengan film. Untuk pandangan lebih
baik terhadap lengkung dan kedua korpus zigoma, kepala pasien dapat lebih
diekstensikan. Proyeksi Waters dengan mulut terbuka memberikan pandangan
terhadap semua sinus paranasal, termasuk sinus sphenoid. Proyeksi ini
memberikan pandangan terbaik untuk antrum maksilala, bahkan dapat
memberikan evaluasi yang tepat meskipun pada kelainan ringan kavum sinus.3
Posisi Lateral
Kaset dan film diletakkan pararel terhadap bidang sagital utama tengkorak. Posisi
lateral kurang berarti karena sinus paranasal kanan dan kiri saling tumpang tindih,
baik yang terpisah agak jauh seperti sinus maksilla maupun yang hanya
dipisahkan oleh septum tulang seperti sinus frontal, etmoid, dan sphenoid.
Perkembangan yang asimetris kedua sisi, proses patologik pada satu sisi, atau
perubahamn pada kedua sisi yang terjadi bersamaan, dapat memberikan kesan
yang salah.3
Posisi Submentovertikal
Kepala menengadah secara maksimal, dengan pusat sinar-X tegak lurus pada
dasar tengkorak. Posisi ini memberikan gambaran yang baik untuk dasar
tengkorak, juga sinus paranasal. Dinding tulang sinus maksilla dan sphenoid
tampak dengan baik. Dinding tulang etmoid, termasuk tulang papirasea, juga
tampak, tetapi sel-sel etmoid bertumpang tindih dengan struktur hidung, yaitu
konka, palatum durum. Garis batas tulang orbita, fossa kranialis anterior, dan
prosessus pterigoideus tampak jelas, shingga dapat membverikan evaluasi
diagnostic yang baik di daerah ini. Sinus frontal selalu ditutupi oleh bayangan
mandibula.3
Posisi Submentovertikal (super-ekstensi)
Proyeksi ini terbaik untuk memperlihatkan sinus frontal. Posisi ini didapatkan
dengan menengadahkan kepala lebih jauh dari posisi submentovertikal yang baku
atau dengan member sudut sinar-X terhadap dagu pasien daripada tegak lurus
terhadap dasar tengkorak.posisi ini merupakan satu-satunya posisiyang kadang-
kdang dapat memperlihatkan kanalis tulang duktus naso lakrimalis.3
Posisi Kanalis optikus (proyeksi Rhese)
Kepala diputar 45o kearah sisi yang berlawanan untuk melihat kanalis optikum
dan region sphenoetmoid. Posisi ini tidak hanya terbaik untuk melihat kanalis
optikus tetapi juga terbaik untuk melihat sphenoid dansel-sel etmoid posterior,
karena bebas dari tumpang tindih dengan sisi satunya.3
2.2.7 Diagnosis Banding
2.2.8 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di Kompleks Ostium Meatal sehingga
drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Adapun terapi yang diberikan adalah
sebagai berikut:1
1. Antibiotic
Antibiotic yang digunakan adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta laktamase maka dapat
diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Antibiotic
diberikan selama 10 14 hari meskipun gejala klinis sudah hilang. Pada sinusitis kronik
diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman gram negative dan anaerob.1
2. Dekongestan
Dekongestan diberikan untuk membuka sumbatan ostium sinus dan menghilangkan
pembengkakan mukosa. Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan,
seperti analgetik, mukolitik, steroid oral atau topical, pencucian rongga hidung dengan
NaCl atau pemanasan (diatermi).1
3. Antihistamin
Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan
secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi
ke-2. 1
4. Imunoterapi
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.1
5. Irigasi sinus maksila (proetz displacement therapy)1
6. Tindakan operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik ytang memerlukan operasi. Tindakan ini telah mengantikan hamper
semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan
tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa :1
Sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat.
Sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible
Polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
2.2.9 Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.1
1. Kelainan orbita
Disebabkan oleh kelainan sinus paranasal yang berdekatan dengan mata atau orbita.
Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan
yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses periosteal, abses
subperiostal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.1
2. Kelainan intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak, dan thrombosis
sinus kavernosus.1
Komplikasi juga dapat terjadipada sinusitis kronis, berupa:
1. Osteomielitis dan abses subperiostal.
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak.
Pada osteomielitis sinusmaksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1
2. Kelainan paru.
Bronchitis kronik dan bronkiektasis yaitu adanya kelainan sinus paranasal disertai
dengan kelainan paru. Ini disebut dengan sinobronkitis. Selain itu dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan.1
2.2.10 Prognosis
2.2.11 Sinusitis Dentogen
Merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksilla
adalah proseccus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksilla
hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang
pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apical akar gigi/ inflammasai jaringan
periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan
limfe.1
Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu
sisi dengan ingus purulen dan nafas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi
yang terinfeksi harus dicabut/ dirawat dan pemberian antibiotic yang mencakup bakteri
anaerob. Seringkali juga diperlukan irigrasi sinus maksilla.1
2.2.12 Sinusitis Jamur
Angka kejadiannya meningkat dengan meningkatnya pemakaian antibiotic,
kortikosteroid, obat-obat imunosupresan, dan radioterapi. Kondisi yang merupakan
predisposisinya antara lain diabetes mellitus, neutropenia, penyakit AIDS, dan perawatan
yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus
paranasal ialah spesies aspergilus dan kandida. Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur
pada kasus sebagai berikut:1
1. Sinusistis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan terapiantibiotik.
2. Adanya gambaran kerusakan tulang dinding sinus atau bila ada membrane berwarna
putih keabu-abuan pada irigasi antrum.
Sinusitis jamur dibagi menjadi invasive akut fulminan dan invasive kronik
indolen. Sinusitis jamur invasive akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vascular. Sering
terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien imunosupresi seperti leukemia
atau neutropenia, pemakaian steroid lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang
rendah dan invasi pembuluh darah menyebabkan penyebaran jamur sangat cepat dan
dapat merusak dinding sinus, jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi,
mukosa berwarna biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik.
Sering berakhir dengan kematian.1
Sinusitis jamur invasive kronik biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan
imunologik atau metabolic seperti diabetes. Bersifat kronis progresif dan bias juga
menginvasi sampai ke orbita atau intracranial, tetapi gambaran klinisnya tidak sehebat
bentuk fulminan karena perjalanan penyakitnya lebih lambat. Gejalanya seperti sinusitis
bacterial, tetapi secret hidungnya kental dengan bercak-bercak kehitaman, dan bila dilihat
dengan mikroskop akan terlihat koloni jamur.1
Sinusitis jamur noninvasive atau misetoma, merupakan kumpulan jamur dalam
rongga sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan tidak mendestruksi tulang. Sering
mengenai sinus maksila. Gejala klinis menyerupai sinusitis kronis berupa rinorea purulen,
post nasal drip, dan nafas berbau tidak sedap. Kadang-kadang ada masa jamur juga di
kavum nasi. Pada operasi bias ditemukan materi jamur berwarna coklat, kehitaman, dan
kotor dengan atau tanpa pus dalam sinus.1
Terapi untuk sinusitis jamur invasive ialah pembedahan, debridement, anti jamur
sistemik, dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya. Obat standar ialah amfotericinB,
bias ditambahkan Rifampicin, atau Flusitosin agar lebih efektif. Pada misetoma hanya
perlu terapi bedah untuk membersihkan massa jamur, menjaga drainase dan ventilasi
sinus. Tidak diperlukan anti jamur sistemik.1
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal dan Sinusitis. Dalam: Soepardi EA.
dkk. Buku ajar ilmu kesehataan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jakarta:
FK-UI; 2007. Hal. 145-153.