pemberian nafkah iddah dalam cerai gugat (analisis putusan...

108
PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS) S K R I P S I Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy) Oleh: M. ULIL AZMI NIM.1110044100026 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1437 H / 2015 M

Upload: vuonghuong

Post on 05-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

i

PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT

(Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

S K R I P S I

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)

Oleh:

M. ULIL AZMI

NIM.1110044100026

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1437 H / 2015 M

Page 2: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

ii

Page 3: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

iii

Page 4: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

iv

Page 5: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

v

ABSTRAK

M. ULIL AZMI. NIM. 1110044100026. “PEMBERIAN NAFKAH IDDAH

DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan Perkara No.

1445/Pdt.G/2010/PA.JS)” Program Studi Hukum Keluarga Islam, Konsentrasi

Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H./2015 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pandangan hukum Islam dan

hukum positif tentang hak nafkah iddah bagi istri dalam cerai gugat dan analisis

pertimbangan dan putusan hakim yang memerintahkan tergugat untuk

memberikan nafkah iddah kepada penggugat berdasarkann putusan perkara No.

1445/Pdt.G/2010/PA.JS.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

Yuridis Normatif. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

Kualitatif. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah dokumen putusan

perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS. dan wawancara dengan hakim Pengadilan

Agama Jakarta Selatan. Sedangkan sumber data sekundernya adalah peraturan

perundang-undangan perkawinan. Sedangkan teknik penulisannya berdasarkan

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa dalam hukum

Islam, pemberian nafkah iddah dan mut’ah pada talak ba’in ini didasarkan pada

pendapat Imam Hanafi. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wanita tersebut

berhak nafkah dan tempat tinggal secara bersama, kecuali jika wanita tersebut ber-

iddah karena perpisahan disebabkan pelanggaran istri. Pendapat ini dikuatkan

oleh Umar bin Khattab ra, Umar bin Abdul Aziz dan Sufyan Ats Tsauri.

Sedangkan menurut Hukum Positif, pemberian nafkah iddah dan mut’ah

didasarkan pada Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 149 KHI.

Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa “Pengadilan

dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan

dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri”.

Dalam putusan PA Jakarta Selatan Nomor : 1445/Pdt.G/2010/PA.JS ini

pemberian nafkah iddah oleh majelis hakim juga didasarkan dengan putusan

Mahkamah Agung RI nomor 137/K/AG/2007 tanggal 19 September 2007.

Mahkamah Agung RI nomor 137/K/AG/2007 pemberian nafkah iddah didasarkan

pada Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 149 KHI.

Kata kunci: Nafkah Iddah, Cerai Gugat, Penetapan Pengadilan Agama.

Pembimbing : Dr. H. Kamarusdiana, S.Ag., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1980 s.d. 2014

Page 6: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Rabby, Tuhan Seru

Sekalian Alam, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini tanpa hambatan yang berarti. Shalawat dan

salam sejahtera semoga tercurah kepada Nabi akhir zaman, penuntun umat,

pemberi syafa’at, Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga dan segenap sahabat-

sahabat setianya hingga akhir zaman.

Skripsi ini berjudul “Pemberian Nafkah Iddah Dalam Cerai Gugat

(Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS).”, ditulis sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy.), dan juga sebagai

bentuk nyata dari perjuangan penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Syariah

dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu, melalui

tulisan ini, izinkan penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya

kepada :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., dan Arip Purkon M.A., Ketua Prodi dan

Sekretaris Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

vii

3. Dr. H. Kamarusdiana, S.Ag., M.H., dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu, tenaga, dan pikirannya selama membimbing penulis.

4. Dr. H. Yayan Sopyan, S.H., M.Ag., Penguji I, dan Hj. Hotnidah Nasution,

M.Ag., selaku Penguji II yang telah memberikan saran dan masukannya

kepada penulis dalam menyempurnakan penulisan skripsi ini.

5. Dr. Mohammad Ali Wafa, S.Ag., M.Ag., dosen pembimbing akademik, yang

telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis yang menyelesaikan

penyusunan skripsi ini.

6. Segenap Civitas Akademik Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu

pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

7. Pimpinan Perpustakaan Umum dan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

beserta staf yang telah memberikan penulis fasilitas untuk menggandakan studi

perpustakaan.

8. Segenap Hakim dan Staf Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang memberikan

data dan informasi yang penulis butuhkan.

Penulis berdoa semoga sumbangsih yang telah mereka berikan menjadi

catatan pahala di sisi Allah Swt. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi para pembaca, Amiin.

Ciputat, 12 Oktober 2015 M.

28 Dzulhijjah 1436 H.

Penulis

M. ULIL AZMI

Page 8: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI .......................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................... 6

C. Batasan dan Rumusan Masalah .............................................. 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 8

E. Metode Penelitian ................................................................... 9

F. Tinjauan Kajian Terdahulu ...................................................... 12

G. Sistematika Penulisan ............................................................. 14

BAB II HUKUM DAN PERLINDUNGAN TERHADAP

PEREMPUAN

A. Pengertian Gender ................................................................... 16

B. Gender Menurut Hukum Islam ............................................... 19

C. Nafkah Iddah Dalam Undang-undang. ................................... 28

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG CERAI GUGAT DAN

NAFKAH IDDAH

Page 9: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

ix

A. Cerai Gugat ............................................................................. 34

B. Nafkah Iddah Dalam Fiqih ..................................................... 43

C. Nafkah Iddah Dalam Undang-undang .................................... 51

BAB IV ANALISIS HUKUM PENETAPAN PEMBERIAN

NAFKAH IDDAH

A. Duduk Perkara Kasus Penetapan Masa Iddah ......................... 55

B. Pertimbangan Putusan ............................................................. 57

C. Analisis Putusan ...................................................................... 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 72

B. Saran ........................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76

LAMPIRAN ........................................................................................................ 81

Page 10: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua

makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

suatu cara yang dipilih oleh Allah swt sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk

berkembang baik, dan melestarikan hidupnya.1 Dan juga merupakan salah satu

perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya. Karena

perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan

maupun dalam bentuk perzinaan. Orang yang berkeinginan melakukan

pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal (fisik dan nonfisik)

dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw untuk berpuasa. Orang berpuasa dapat

memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat keji, yaitu

perzinaan.2

Perkawinan merupakan bagian dari hukum perdata yang mengatur dan

melindungi hak-hak pribadi. Hal tersebut bertitik tolak dari prinsip bahwa

kedudukan manusia dilindungi oleh hukum, yang secara keperdataan artinya

dilindungi hak-hak pribadinya, sehingga kebebasan hidup manusia untuk

memiliki dan menggantikan kepemilikannya tidak merugikan orang lain atau

secara pribadi dirinya tidak mengalami kerugian. Sebagaimana dalam hal-hal

yang berkaitan dengan perkawinan yang berakibat adanya hak-hak dan kewajiban

1 Slamet Abidin, Fiqh Munakahat 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h.9.

2 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.7.

1

Page 11: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

2

suami istri, harta, perwalian, hubungan anak, harta bersama, hak asuh anak,

kewarisan, dan sebagainya.3

Karena manusia dikodratkan untuk selalu hidup bersama demi

kelangsungan hidupnya, timbul satu jenis hukum yang ketentuannya mengatur

kehidupan itu yang dinamakan dengan “Hukum Perdata”. Hukum Perdata adalah

ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam

memenuhi kepentingan dan kebutuhannya, terutama berkaitan dengan

kepentingan perseorangan.4

Hukum Perdata materiil yang ketentuan-ketentuannya mengatur

kepentingan perseorangan terdiri atas: Hukum Pribadi, yaitu ketentuan hukum

yang mengatur tentang hak dan kewajiban dan kedudukannya dalam hukum;

Hukum Keluarga, yaitu ketentuan hukum yang mengatur hubungan lahir batin

antara dua orang yang berlainan kelamin dan akibat hukumnya; Hukum

Kekayaan, yaitu ketentuan hukum yang mengatur hak-hak perolehan seseorang

dalam hubungannya dengan orang lain yang mempunyai nilai uang; Hukum

Waris, yaitu ketentuan hukum yang mengatur cara pemindahan hak milik

seseorang yang meninggal dunia kepada yang berhak memiliki selanjutnya.5

Kaitannya dengan hukum keluarga ialah bahwa ketentuan dalam hukum

keluarga diartikan sebagai keseluruhan ketentuan mengenai hubungan hukum

yang bersangkutan dengan kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena

perkawinan. Salah satu bagian yang amat penting dalam hukum kekeluargaan

3 Imam Taqiyudin Abi Bakr Ibn Muhammad Al-Husaini, Kifayah Al-Akhyar, (Beirut:

Dar Al-Fikr, 1994), h.88. 4 Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h.1.

5 Abdoel Djamal, Pengantar Hukum di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2000), h.135.

Page 12: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

3

adalah hukum perkawinan, yang kemudian dibagi dua yaitu hukum perkawinan

dan hukum kekayaan perkawinan. Hukum perkawinan adalah keseluruhan

peraturan yang berhubungan dengan suatu perkawinan, sedangkan hukum

kekayaan perkawinan adalah keseluruhan peraturan yang berhubungan dengan

harta kekayaan suami dan istri di dalam perkawinan.6

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.7 Oleh karena itu,

pengertian perkawinan dalam ajaran agama islam mempunyai nilai ibadah,

sehingga Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah

“Akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidhan) untuk menaati perintah Allah, dan

melaksanakannya merupakan ibadah.”

Akad nikah yang diucapkan oleh pasangan laki-laki dan perempuan

diharapkan akan bertahan selama-lamanya hingga ajal menjemput keduanya,

sehingga suami dan istri dapat membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah,

warahmah. Karenanya ikatan perkawinan antara suami dan istri merupakan ikatan

yang paling suci dan paling kokoh.8 Akan tetapi dalam menjalankan bahtera

rumah tangga tentu saja jalannya tidak semulus yang diharapkan dari awal

pernikahan, akan ada cobaan dan ujian yang melanda kedua pasangan. Dalam

6 Mustofa Hasan, Pengantar Hukum Keluarga, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h. 2.

7 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

8 H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), h. 374.

Page 13: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

4

Islam, hal yang paling dicintai Allah tentu saja kedamaian antara pasangan suami

dan istri.9

Namun, jika masalah tersebut menjadi sebuah perselisihan yang tidak

dapat lagi dipersatukan, maka Islam juga tidak menutup rapat-rapat pintu

perpisahan bagi kedua pasangan sebagaimana agama Nasrani menutup pintu

perceraian bagi pemeluknya. Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena

berbagai hal, antara lain karena terjadinya talaq yang dijatuhkan oleh suami

terhadap istrinya, atau karena perceraian yang terjadi diantara keduanya, atau

karena sebab-sebab yang lainnya.

Perceraian merupakan realitas yang tidak dapat dihindari apabila kedua

belah pihak telah mencoba untuk mencari penyelesaian dengan jalan damai yakni

dengan jalan musyawarah, jika masih belum terdapat kesepakatan dan merasa

tidak bisa melanjutkan keutuhan keluarga maka barulah kedua belah pihak bisa

membawa permasalahan ini ke pengadilan untuk dicari jalan keluar yang terbaik.

Pengadilan merupakan upaya terakhir untuk mempersatukan kembali suami dan

isteri yang berniat bercerai tadi dengan jalan membuka lagi pintu perdamaian

dengan cara musyawarah memakai penengah yakni hakim, untuk orang yang

beragama Islam akan membawa permasalahan ini kepada Pengadilan Agama

sementara untuk agama lainnya merujuk kepada Pengadilan Negeri.10

Secara umum alasan perceraian dalam masyarakat adalah sudah tidak ada

lagi kecocokan di antara suami dan isteri yang disebabkan oleh berbagai hal.

9 Amiur Nuruddin dan Azhari A.T, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2006).

h. 207-208. 10

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2008). h. 8-9.

Page 14: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

5

Perceraian merupakan suatu perbuatan hukum yang tentunya akan membawa pula

akibat-akibat hukum tertentu. Sesuai dengan ketentuan Pasal 144 Kompilasi

Hukum Islam (KHI), perceraian dapat terjadi karena adanya talak dari suami atau

gugatan perceraian yang dilakukan oleh istri, perceraian tersebut hanya dapat

dilakukan atas dasar putusan hakim di depan sidang Pengadilan Agama (Pasal 115

KHI).

Dilihat dari cara mengajukannya, perceraian di pengadilan agama terbagi

menjadi dua bentuk yakni cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak adalah talak

yang diajukan oleh suami ke pengadilan. Dalam prosedur dan prinsip pengajuan

cerai talak, masih kental sekali doktrin fiqh yaitu cerai itu merupakan hak mutlak

suami. Cerai talak hanya berlaku bagi mereka yang beragama Islam dan di ajukan

oleh pihak suami. Cerai talak adalah istilah yang khusus digunakan di lingkungan

Peradilan Agama untuk membedakan para pihak yang mengajukan cerai. Dalam

perkara talak pihak yang mengajukan adalah suami sedangkan cerai gugat pihak

yang mengajukan adalah isteri. Sebagaimana disebutkan dalam Kompilasi Hukum

Islam pasal 114 bahwa: “Putusnya perkawinan yang disebabkan karena

perceraian dapat terjadi karena talak ataupun berdasarkan gugatan perceraian.”

Tidak seperti dalam doktrin fiqh setiap permohonan cerai yang diajukan

oleh istri itu tidak harus dalam bentuk khulu’ yang diikuti dengan pembayaran

iwadh. Cerai gugat diajukan dengan alasan-alasan tertentu yang diatur dalam

undang-undang. Dalam putusan perkara cerai talak hakim di Pengadilan Agama

mewajibkan seorang suami membayar nafkah iddah kepada mantan istrinya.

Sedangkan untuk putusan cerai gugat dalam hukum fiqh tidak memberikan nafkah

Page 15: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

6

iddah bagi mantan istri karena istri dianggap nuzyuz. Namun dalam putusan cerai

gugat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengenai kasus cerai gugat hakim

memberikan putusan menjatuhkan talak ba’in kepada suami dan mengabulkan

gugatan cerai gugat tersebut dengan membebankan biaya nafkah iddah pada

suami.

Ada sisi menarik untuk dikaji lebih lanjut tentang nafkah iddah dalam

perkara gugat cerai, khususnya dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Istri yang menuntut cerai dari suaminya seharusnya dapat menggugurkan hak-

haknya di masa mendatang, seperti hak nafkah selama iddah, mut’ah (pemberian

dari bekas suami kepada istrinya yang dijatuhi talak berupa uang atau benda

lainnya) dan mahar yang belum sempat terbayar. Namun dalam prakteknya

terdapat kasus bahwa istri yang mengajukan cerai gugat kepada suaminya

mendapatkan hak nafkah iddah dan mut’ah dari bekas suaminya. Dari latar

belakang tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis akan membahasnya

dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul, “PEMBERIAN

NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan Perkara No.

1445/Pdt.G/2010/PA.JS).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, tergambar banyak

masalah yang dapat dikaji dan diteliti terkait dengan pemberian nafkah iddah.

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana ketentuan Hukum Islam tentang pemberian nafkah iddah dalam

cerai gugat ?

Page 16: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

7

2. Bagaimana ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Kompilasi Hukum Islam tentang pemberian nafkah iddah dalam cerai gugat ?

3. Apakah terdapat kontradiktif antara ketentuan Hukum Islam dan ketentuan UU

No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tentang

pemberian nafkah iddah dalam cerai gugat ?

4. Bagaimana isi putusan perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS) ?

5. Apakah pertimbangan hakim yang memerintahkan kepada Tergugat untuk

memberikan nafkah iddah kepada Penggugat pada putusan perkara No.

1445/Pdt.G/2010/PA.JS) ?

6. Bagaimana analisis pertimbangan dan putusan hakim yang memerintahkan

tergugat untuk memberikan nafkah iddah kepada penggugat berdasarkan

putusan perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS. ?

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi

masalah yang akan dikaji sebagai berikut:

a. Putusan tentang cerai gugat.

b. Pemberian nafkah iddah

c. Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS. dalam pemberian nafkah iddah

dalam cerai gugat.

Page 17: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

8

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Nafkah iddah identik dengan cerai thalak. Tetapi mengapa dalam

putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS. nafkah iddah dibebankan

pada cerai gugat ?

b. Apa dasar pertimbangan hakim dalam memutus Perkara No.

1445/Pdt.G/2010/PA.JS. ?

c. Atas dasar teori apa hakim memerintahkan kepada Tergugat untuk

memberikan nafkah iddah kepada Penggugat ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahaui dasar putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS.

yang membebankan nafkah iddah pada cerai gugat.

d. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus Perkara

No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS.

e. Untuk mengatahui dasar teori yang digunakan oleh hakim yang

memerintahkan kepada Tergugat untuk memberikan nafkah iddah

kepada Penggugat.

Page 18: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

9

b. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, hasil studi ini diharapkan

bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan bagi masyarakat pada

umumnya, yaitu:

a. Secara Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi acuan mengenai

pemberian nafkah iddah dalam cerai gugat dalam putusan pengadilan,

sekaligus diharapkan dapat memberikan implikasi kepada masyarakat

luas yang bermaksud mengetahui seluk beluk pemberian nafkah iddah

dalam cerai gugat.

b. Secara Lembaga Pustaka

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

ilmiah dalam memperkaya studi analisis yurisprudensi khususnya terkait

dengan nafkah iddah.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang ditempuh oleh penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penulisan, sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif

deskriptif dan analisis yurisprudensi. Dalam skripsi ini secara khusus penulis

menganalisa putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan perkara No.

1445/Pdt.G/2010/PA.JS terkait tentang pemberian nafkah iddah dalam cerai

Page 19: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

10

gugat, sekaligus pengkajian dari buku-buku yang mengacu dan berhubungan

dengan pembahasan skripsi ini yang dianalisis data-datanya. Penelitian ini

dilakukan melalui observasi langsung ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2. Jenis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data sebagai

berikut :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek

penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data

langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari. diperoleh

melalui wawancara yang dilakukan dengan Bapak Drs. Muh. Rusydi Thahir,

S.H., M.H., hakim pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari putusan Pengadilan

Agama Jakarta Selatan, buku-buku, internet dan beberapa hasil penelitian

yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian, dan nafkah iddah.

Adapun sumber data sekunder diantaranya adalah:

1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

2) Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.

3) Kompilasi Hukum Islam

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

Page 20: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

11

a. Studi dokumentasi untuk memperoleh putusan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS terkait tentang pemberian

nafkah iddah dalam cerai gugat.

b. Studi kepustakaan (library reseach), yaitu untuk memperoleh landasan

teoritis yang ada kaitannya dengan judul penulis bahas, di mana penelitian

yang dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, makalah, artikel maupun

website.

c. Wawancara yaitu dengan mengumpulkan data yang dilakukan penulis

dengan jalan mengadakan dialog langsung dengan responden yang telah

dipilih sebelumnya yaitu hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Data

hasil wawancara tersebut selanjutnya ditranskrip untuk dinarasikan dalam

bentuk tulisan.

4. Teknik Pengolahan Data

Dalam pengolahan data, dilakukan dengan cara mengedit data, lalu data

yang sudah diedit tadi dikelompokkan dan disusun berdasarkan kategorisasi

serta diklasifikasikan berdasarkan permasalahan yang dirumuskan secara

deduktif. Dari data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

a. Teknik Analisis Data

Bahan yang telah diperoleh, lalu diuraikan dan dihubungkan dengan

sedemikian rupa sehingga menjadi sistematis dalam menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan. Data-data tersebut lalu dianalisis,

sehingga membantu sebagai dasar acuan dan pertimbangan hukum yang

berguna.

Page 21: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

12

b. Teknik Penulisan Skripsi

Teknik penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu

dengan cara menggambarkan permasalahan yang didasari pada data-data

yang ada, lalu dianalisa lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan.

Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah tahun 2012.

Penulisan ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits ditulis satu spasi, termasuk

terjemahan Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam penulisannya diketik satu spasi

meskipun kurang dari enam baris dan penulisan skripsi ini menggunakan

ejaan yang disempurnakan (EYD), kecuali nama pengarang dan daftar

pustaka ditulis diawal

F. Tinjauan Kajian Terdahulu

Dari sekian banyak literatur skripsi yang ada di Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, penulis menemukan data

yang berhubungan dengan pembahasan penelitian ini antara lain:

1. Penulis yang bernama Hani Nurhanipah tahun 2013, dengan judul skripsi,

“Hak Nafkah Iddah Istri Dalam Cerai Talak Akibat Nusyuz.” Tujuan

skripsi ini menjelaskan dan menguraikan tentang bagaimana pertimbangan

majelis hakim yang telah memberikan hak nafkah iddah kepada istri dalam

cerai talak akibat istri nusyuz.

2. Penulis yang bernama Rohmad Heri Tri Cahyo tahun 2013, dengan judul

skripsi, “Pelaksanaan Pembayaran Nafkah Iddah Yang Diakibatkan

Page 22: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

13

Putusan Pengadilan Agama Cikarang Tahun 2013).” Tujuan skripsi ini

menguraikan tentang pelaksanaan nafkah masa iddah di Pengadilan Agama

Cikarang berdasarkan putusan tahun 2013.

3. Penulis yang bernama Edi Sutra Ritonga tahun 2013, dengan judul skripsi,

“Efektivitas Pasal 149 Ayat B Kompilasi Hukum Islam Tentang

Ketentuan Nafkah Iddah Talak Bain atau Nusyuz (Studi Analisis Putusan

Pengadilan Agama Nomor: 1228/Pdt.G/2010/PA.JB).” Tujuan skripsi ini

menguraikan tentang nafkah masa iddah menurut perspektif Kompilasi Hukum

Islam dan implementasinya dalam putusan di Pengadilan Agama Jakarta Barat.

4. Penulis yang bernama Muhammad Fazrul Lizan tahun 2008, dengan judul

skripsi, “Nafkah Iddah Bagi Mantan Istri Korban Kekerasan Dalam

Rumah Tangga (Analisis Putusan Perkara Nomor:

1038/Pdt.G/2008/PA.JT).” Tujuan skripsi ini menerangkan tentang nafkah

iddah menurut KHI, syariat dan juga pertimbangan majelis hakim dalam

memutuskan hak nafkah iddah istri dikarenakan akibat dari kekerasan dalam

rumah tangga.

Dari review yang saya lakukan, terlihat bahwa para peneliti memang sudah

banyak yang membahas mengenai masalah pembagian nafkah iddah baik itu

dalam perkara cerai talak ataupun cerai gugat. Perbedaan penelitian ini dengan

peneliti terdahulu adalah bahwa dalam penelitian ini penulis menitik beratkan

pada putusan hakim yang kontradiktif dengan ketentuan Hukum Islam, dimana

dalam ketentuan Hukum Islam, seorang istri yang melakukan cerai gugat tidak

ada hak baginya untuk mendapatkan nafkah ‘iddah, sedangkan putusan hakim

Page 23: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

14

pada perkara Nomor : 1445/Pdt.G/2010/PA.JS membebankan kepada pihak

Tergugat untuk memberikan nafkah iddah kepada Penggugat.

Ketentuan yang mengatur hak-hak istri dalam masa iddah hanya bisa

diperoleh ketika suami yang mengajukan cerai, namun dalam kasus ini majelis

hakim rupanya mempunyai pertimbangan lain dikarenakan istri yang mengajukan

cerai terhadap suaminya masih berhak mendapatkan hak-haknya dalam masa

iddah, ini menarik sekali bagi penulis untuk membahasnya, dikarenakan

penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelum pembahasan skripsi ini

memberikan inspirasi pada penulis untuk mengkaji lebih lanjut ditinjau dari segi

mana dan apa yang menjadi dasar seorang majelis hakim memutuskan hak-hak

istri dalam masa iddah di perkara cerai gugat.

Penulis juga fokus dengan analisis putusan di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan agar pembahasan skripsi ini tidak melebar. Dengan demikian penulis

menggarisbawahi bahwasannya bahasan ini tidak ada kesamaan isi dan

pertimbangan majelis hakim karena berdasarkan data yang diperoleh di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini dibagi dalam lima bab, yaitu

sabagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian, kajian tinjauan terdahulu, dan sistematika penulisan.

Page 24: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

15

Bab kedua mengenai kajian tentang tinjauan umum tentang gender,

memuat pembahasan tentang: pengertian gender, dan gender menurut Hukum

Islam.

Bab ketiga mengenai tinjauan umum tentang cerai gugat dan nafkah iddah,

yang memuat pembahasan tentang: pengertian cerai gugat, nafkah iddah dalam

fiqh, dan nafkah iddah dalam undang-undang.

Bab ketiga mengenai kajian tentang teori kepastian hukum dan teori

keadilan dalam cerai gugat, memuat pembahasan tentang: teori kepastian hukum,

teori keadilan hukum dan teori penegakan hukum.

Bab keempat mengenai analisis hukum penetapan pemberian nafkah iddah

yang memuat pembahasan tentang: duduk perkara kasus penetapan masa iddah,

pertimbangan putusan dan analisis putusan.

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-

saran.

Page 25: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

16

BAB II

HUKUM DAN PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN

A. Pengertian Gender

Kata “gender” telah digunakan di Amerika Serikat sekitar tahun 1960. Hal

ini sebagai bentuk perjuangan secara radikal, konservatif, sekuler maupun agama

untuk menyuarakan eksistensi perempuan dimana hal tersebut melahirkan

kesetaraan gender.1 Namun pada mulanya gender adalah suatu klasifikasi

gramatikal untuk benda-benda menurut jenis kelaminya terutama dalam bahasa-

bahasa Eropa, kemudian Ivan Illich sebagimana dikutip oleh Ruhainah

menggunakanya untuk membedakan segala sesuatu di dalam masyarakat

vernacular seperti bahasa, tingkah laku, pikiran, makanan, ruang dan waktu, harta

milik, tahu, alat-alat produksi, dan lain-lainya.2

Istilah gender di Indonesia lazim digunakan dengan memakai ejaan

“jender”, diartikan dengan interpretasi mental dan cultural terhadap perbedaan

kelamin, yakni laki-laki dan perempuan.3 Walaupun kata “gender” telah

digunakan sejak tahun 1960, namun pengertian yang tepat mengenai kata

“gender” tidak ada dalam bahasa Indonesia. Kata “gender” berasal dari bahasa

Inggris gender yang diberi arti “jenis kelamin”.4

1 Rasyidah Dkk, Potret kesetaraan Gender di Kampus, (Aceh: PSW Ar-Raniry, 2008), h.

11. 2 Siti Ruhainah Dzuhayatin “Gender dalam Perspektif Islam” dalam Mansour Fakih (ed),

Membincang Feminisme Diskursus Gender perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000), h.

231. 3 Tim Penyusun, Buku III: Pengantar Tehnik Analisa Gender, (Jakarta: Kantor Menteri

Negara Urusan Perempuan, 2002), h. 2. 4 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,

2003,), h. 265.

16

Page 26: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

17

Senada dengan definisi di atas adalah definisi yang mengatakan bahwa

gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan didasari pada

faktor biologis dan jenis kelamin sebagai kodrat tuhan yang secara permanen

memang berbeda. Gender adalah behavorial differences antara laki-laki dan

perempuan yang socially constructed, yaitu perbedaan yang diciptakan melalui

proses sosial dan budaya yang panjang.5

Istilah gender juga sering diartikan dengan seks, yang secara biologis

didefinisikan dalam kategori pria dan perempuan. Gender secara harfiah bisa juga

berarti perbedaan antara maskulin dan feminine. Secara umum keduanya dapat

dietrjemahkan sebagai “jenis kelamin”. Namun konotasi keduanya berbeda. Seks

lebih merujuk pada pengertian biologis. Sedangkan gender pada makna sosial.6

Menurut Nasaruddin Umar mengutip dari Webster’s New Word

Dictionary, Gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

perempuan dilihat dari segi nilai tingkah laku”.7 Wome’s Studies Encyclopedia,

memberikan penjelasan tentang pengertian gender yang dikutip oleh Umar yaitu

“suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal

peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan

perempuan yang berkembang dalam masyarakat”.8

Tidak jauh dengan apa yang dikemukakan Umar, istilah gender yang

dipakai dalam buku Tafsir, sang penulis mengatakan bahwa gender adalah sebuah

5 Rasyidah Dkk, Potret kesetaraan Gender di Kampus, (Aceh: PSW Ar-Raniry, 2008), h.

9 . 6 Adam Kuper dan Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Edisi Kedua, jilid I,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 391. 7 Nasaruddin Umar, Op Cit,. 33.

8 Helen Tierney (ed), Women’s Studies Encyclopedia, Vol 1,(New York: Green Wood

Press), h. 153.

Page 27: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

18

konsep yang mengacu pada sistem peran dalam hubungan antara laki-laki dan

perempuan yang didasarkan kepada sosial budaya, lingkungan, agama dan

sebagainya, bukan pada perbedaan biologis mereka.9

Sedangkan Lips sebagaimana yang dikutip Mufidah Ch, mengartikan

gender dengan cultural expectation for women and man atau harapan-harapan

budaya terhadap laki-laki dan perempuan.10

Dari paparan pengertian gender di

atas terdapat benang merah bahwa gender adalah perbedaan peran yang terjadi

dalam masyarakat akibat disosialisasikan, diperkuat, dibentuk, bahkan

dikonstruksi secara sosial dan kultural, melalui ajaran agama maupun negara.

Semisal, penyebutan bahwa perempuan itu lemah lembut, laki-laki kuat perkasa,

ini merupakan nilai yang dibangun di masyarakat yang dapat dipertukarkan.

Makna gender lebih diperluas lagi dengan meninjau beberapa aspek

seperti: gender sebagai istilah asing, gender sebagai fenomena sosial budaya,

gender sebagi sebuah kesadaran sosial, gender sebagai persoalan sosial, gender

sebagai prespektif.11

Eline Sholwater (1989) berpendapat bahwa wacana gender mulai

berkembang pada tahun 1977, ketika kelompok feminis London meninggalkan

isu-isu lama yang disebut dengan patriarchal kemudian menggantikanya dengan

isu gender. Sejak saat itu konsep gender memasuki bahasan dalam berbagai

9 Mustabsyirah Dkk. Tafsir, (Aceh: Bandar Publishing, 2009), h. 259-260.

10 Mufidah CH,. Psikologi Keluarga Berwawasan Gender, (Malang: UIN Press, 2008), h.

2. 11

Umi Sumbullah dkk. Spektrum Gender, (Malang: UIN Press, 2008), h. 8.

Page 28: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

19

seminar, diskusi maupun tulisan di seputar perubahan sosial dan pembangunan

dunia ketiga.12

B. Gender Menurut Hukum Islam

Segala tindak tanduk seorang dalam suatu komunitas banyak dipengaruhi

oleh nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Baik nilai-nilai

tersebut berupa kearifan local, atau budaya yang sudah lahir, maupun nilai itu

lahir dari keyakinan yang mereka anut (agama), pada realitanya agama menempati

urutan lebih tinggi dari pada nilai-nilai local yang mereka lestarikan.13

Indonesia sebagai negara yang mayoritas rakyatnya memeluk agama Islam

menempati urutan pertama negara yang pemeluk agama Islam terbanyak di dunia.

Islam sebagai agama mayoritas di bumi pertiwi ini, telah menawarkan konsep

gender dengan meletakan perempuan dan laki-laki dalam partnership da

keberadaanya diakui sederajat dengan hak dan kewajibanya masing-masing. Hal

ini terlihat jelas dalam ungkapan Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 35 sebagai

berikut:

إ ی غي بث اى غي اى و ؤ اى و بث ی ؤ اى و اىق بخی اىق بخ بث و و بدقی اىص اىص و ادق بث و ببشی اىص اث و ببش اىص و بشعی اىخ و بشع بث اىخ و قی ذ خ ص اى ق بث و ذ خ ص اى و ی بئ اىص بث و بئ اىص و بفظی اىح و ھ اى فشوج بفظ بثو ح اىز امشی و ثیشا هلل اث م اىز امش أ ع ذ و

هلل ة ى ھ غفش أ جشا ب و ع ظی

Artinya “Sesungghunya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan

perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam

ketaatanya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan

perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki

12

Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam, Berwawasan Gender, (Malang: UIN Press,

2008), h.1. 13

Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam, Berwawasan Gender, h.2.

Page 29: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

20

dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang

berpuasa, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,

Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang

besar,”14

.

Kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan merupakan konsep hubungan

yang meletakan laki-laki dan perempuan sebagai relasi yang dapat saling

mempengaruhi secara positif. Kemitrasejajaran juga dapat berarti persamaan

status mereka dalam masyarakat yang tercemin dalam sikap saling menghargai,

menghormati, mengisi, dan membantu, yang antara lain terwujud dalam

pengambilan keputusan, penentuan kebijaksanaan dan dalam pelaksanaan serta

pemanfaatan hasil pembangunan. Ini tercemin dalam Al-Qur’an Surata At-Taubah

ayat 71 sebegai berikut:

ؤ اى و بث و ؤ اى و أ وىی بء ب عضھ ب عط شو عشوف ی أ ببى و ھ ی و ن ش ع اى و یقی ة و اىص ل یؤحو م بة و اىض یطیعو و عوى ھ هلل س و

أوى ئل ھ ی شح ع هلل إ لح ع ضیض هلل ی

Artinya: “Dan orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sehingga mereka

(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh

(mengerjakan) yang makruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat,

menunaikan zakat, dan taat pada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan

diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha

bijaksana”.

Kata أ وىی بء dalam ayat di atas, dalam pandangan Qurais Shihab, mencakup

kerjasama, bantuan, dan penguasaan. Sedangkan “menyuruh mengerjakan yang

makruf” mencakup segala segi kebaikan termsuk memberi masukan dan kritik

terhadap penguasa.15

Islam memberikan hak-hak yang luas kepada perempuan, dan

14

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta Proyek Pengadaan Kitab

Suci AL-Qur’an, Depag R.I., 2005) h.. 422. 15

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2006), h. 61.

Page 30: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

21

sungguh teramat luas jika dibanding dengan hak-hak yang mereka peroleh pra

Islam.

Pemberian hak-hak tersebut dapat dilihat pada hak-hak penting seperti

dalam dunia politik, intlektual, perekonomian, dan lain-lain. Dalam Islam tidak

ditemukan ayat atau hadis yang perempuan katif dalam dunia politik,

perekonomian, menuntutt ilmu dan lain-lain. Sebaliknya Al-Qur’an dan hadis

banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni dunia tersebut.

Pendapat ini tampak dalam kandugan ayat di atas. Disamping dua ayat di atas

dalam Al-Qur’an Surat Al-Nahl ayat 97 dijelaskan sebagai berikut:

بىحب ص و ع یب ت ط ی بة ح حیی ه ف ي ؤ هو و ث ى أ أ و ر م ش يو بم بوای ع بأ حغ ه أ جش ى جضی ھ و

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun

perempuan dalam keadaan beriman, Maka sesungguhnya akan kami

berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami

beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa

yang telah mereka kerjakan”.16

.

Ayat ini menunjukan bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam

mendapat pahala yang sama dan bahwa amal shaleh harus disertai Iman.

Disamping itu ayat ini menegaskan bahwa Islam memperlakukan perempuan

sebagaimana laki-laki. Satu-satunya yang membedakan adalah ketakwaan, atau

nilai spiritual seseorang bukan dilihat dari jenis kelaminya.

Jika dasar suprioritas laki-laki atas perempuan dalam Al-Qur’an dan

masyarakat bersifat relatif, tergantung pada kualitas masing-masing individu dan

sama sekali bukan bersifat gender, maka penafsiran Al-Qur’an yang bias laki-laki

selama ini harus dirumuskan kembali. Ini dilakukan untuk mengembalikan

16

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 278.

Page 31: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

22

pemahaman Al-Qur’an tentang perempuan yang bias kepada imajinasi para

penafsir serta sejarah dan zamanya kepada pemahaman Al-Qur’an secara adil.

Pemahaman Al-Qur’an tidak boleh dijadikan alat religious untuk menghalangi

pengharapan kaum perempuan. Sebaliknya, ia harus memberikan pencerahan

harapan di masa kini maupun masa depan.17

Al-Qur’an dengan secara tegas menjelaskan bahwa manusia diberi tugas

untuk menjadi khalifah dimuka bumi ini. Sedangkan khalifat itu sendiri tidak

tertuju pada jenis kelamin tertentu sebagaimana penjelasan Al-Qur’an dalam

Surata Al-Baqarah ayat 30 sebagai berikut:

إر بل ق به و ئن ت س ل بعو إي ىي يیف ت ال سض في ج ب أ ح جع و ق بىوا خ فیھ ب یفغذ بء ی غفل و فیھ اىذ ح ذك غ بح و ط بح ق ذ إي ق به ى ل و ب أ عي ل و ح عي

Artinya: “Ingatlah ketika tuhanmu berkata pada malaikat, “Sesungguhnya Aku

hendak menjadikan khlaifah di muka bumi,. “mereka berkata: “Mengapa

engkau hendak menjadikan (khalifah)18

di bumi itu orang yang akan

membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami

senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau?”

Tuhan berfirman, “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu

ketahui”19

Menurut Quraish Shihab ayat tersebut menunjukan bahwa kekhalifahan

terdiri dari wewenang yang dianugerahkan Allah swt, mahluk yang diserahi tugas,

yakni Adam, as. Dan anak cucunya, serta wilayah tempat bertugas, yakni bumi

yang terhampar ini. Jika sedemikian kekhalifahan mengharuskan makhluk yang

diserahi tugas itu melaksanakan tugasnya sesuai dengan petunjuk Allah yang

memberinya tugas dan wewenang. Kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan

17

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, V I, h. 139. 18

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, V I, h. 140. 19

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 6.

Page 32: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

23

kehendaknya adalah pelanggaran terhadap makna dan tugas kekhalifahan20

Allah

tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan dalam statusnya

sebagaimana hamba, hal ini tercemin dalam Al-Qur’an Surat Ad- Dzariyat ayat 56

sebagai berikut:

ب ي قج و خ ظ اىج ال و إل ىی عبذو

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi”21

Dalam Al-Qur’an Allah juga memuliakan anak turunya nabi Adam, dalam

memuliakan itu Allah tidak menyebutkan jenis kelamin yang pantas dimuliakan,

namun semua anak turun nabi Adam, baik jenis kelamin laki-laki, maupun

perempuan. Hal ini tergambar dalam penjelasan Al-Qur’an Surat Al-Isra’ ayat 70

sebagai berikut:

ى ق ذ ب و ب ي م ش آ د ي به ح اىب حش اىب ش في و و ق به ص س و یب بث اىط ي به ف ض ثیش ع ي ى و م ي ق ب ح فضیل خ

Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut

mereka di daratan dan di alautan kami beri mereka dengan kelebihan

yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah kami ciptakan”22

Ayat yang secara jelas dan gamblang menjelaskan bahwa Allah menilai

dari kualitas individu hamba bukan terletak pada jenis kelamin ialah terdapat pada

Al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut:

فوا ىخ ع بس ق ب بئو و شعوبب ع ي بم ج ث ىو أ و ر م ش ي ق بم باى بطإ بخ ی بأ یھ بیش خ يی للا ع إ أ حق بم ذ للا ع ن أ مش إ

Artinya “Hai manusia, sesungguhnya kami menjadikan kamu sekalian dari

seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikanmu berbangsa-bangsa

dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal satu sama lain.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah

20

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, V I ,. h. 140. 21

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 523. 22

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 289.

Page 33: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

24

yang paling taqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah maha mengetahui

lagi maha mengenal”23

Atas dasar ayat di atas prinsip Al-Qur’an terhadap kaum laki-laki dan

perempuan adalah sama. Semangat hubungan laki-laki dan perempuan dalam

Islam bersifat adil. Oleh karena itu subordinasi kaum perempuan merupakan suatu

keyakinan yang berkembang, yang tidak sesuai dengan semangat keadilan Al-

Qur’an. Karena yang dianggap hamba yang mulia bukan jenis kelamin tertentu,

melainkan ihwal orang tesebut.

Salah satu visi Nabi Muhammad SAW, diutus dimuka bumi ini adalah

untuk memperbaiki dan menunjukan manusia pada jalan yang semestinya mereka

lakukan. Pasalnya kehidupan pra Muhammad diutus atau sebelum Islam lahir

sebagai agama paripurna, kehidupan di jazirah yang tandus (Arab) sangat

memprihatinkan. Semisal peraktik poligami tanpa batas, perbudakan,24

dan

perempuan dianggap aib, sehingga mereka tidak mempuanyai kuasa apa-apa baik

dalam persaksian maupun warisan, malah mereka dijadikan warisan.

Saat itu suami disebut dengan ba’al (tuan).25

Kata ini menyiratkan otoritas

dan kekuasaan mahaluas yang dinikmati oleh seorang laki-laki di dalam keluarga

bagi bangsa-bangsa pra Islam. Ini juga menjadikan spirit sistem paternalism yang

dianut oleh suku-suku nomaden secara umum meniscayakan komposisi rumah

tangga patriarki yang terdiri dari laki-laki sebagai poros, lalu sejumlah istri

23

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 517. 24

Khalil Abdul Karim, Syari’ah, Sejarah Perkelahian Makna, trj, Kamran As’ad

(Yoyakarta: Lkiss, 2000), h. 89. 25

Khalil Abdul Karim, Syari’ah, Sejarah Perkelahian Makna , h. 33.

Page 34: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

25

merdeka, ditambah budak-budak sarriyah (yang boleh disetubuhi secara bebas

tanpa ikatan pernikahan).26

Tak ayal jika semenjak lahir perempuan dalam tradisi Arab Jahiliyyah

sudah dianggap membebani bangsa, sumber fitnah, dan sumber kemiskinan.

Sehingga membunuh anak perempuan dalam tradisi Jahiliyah bukanlah pekerjaan

yang tabu.

Hadirnya Islam dari seorang yang bernama Muhammad bin Abdullah,

laksana lentera dalam pekatnya malam, laksana tetes embun di padang sahara.

Dengan syaria’at yang dibawanya banyak hukum-hukum dan budaya yang

merugikan kelompok tertentu didekonstruksi dan di rekonstruksi, sebut saja

perbudakan dan hukum poligami tanpa batas. Tak hanya itu Muhammad juga

menciptakan hukum-hukum baru yang humanis dan lebih inklusif, semisal adanya

waqaf. Islam juga mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan

kesetaraan.27

Dengan syariah yang seperti itu Islam tercatat sebagai agama yang paling

sukses dalam menyebarkan ajaranya. Secara epistemologi, proses pembentukan

kesetaraan yang dilakukan oleh Rasullah tidak hanya pada wilayah domestik

tetapi hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat. Apakah

perempuan sebagai ibu, istri, anak, nenek,dan anggota masyarakat, sekaligus

memberikan jaminan keamanaan untuk perlindungan hak-hak dasar yang telah

dianugerahkan tuhan kepadanya. Dengan demikian Rasulullah telah memulai

tradisi baru dalam pandangan perempuan karena:

26

Khalil Abdul Karim, Syari’ah, Sejarah Perkelahian Makna, h. 33. 27

Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam, Berwawasan Gender, (Malang: UIN Press.

2008) , h. 20-21.

Page 35: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

26

Pertama : Beliau melakukan perombakan besar-besaran terhadap cara

pandang dunia (world view) masyarakat arab yang saat itu masih didominasi oleh

cara pandang masyarakat era Fir’aun (QS. Al-Nahl:58-59), dimana latar historis

yang menyertai konstruk masyarakat ketika itu adalah bernuansa misoginis.

Rasulullah endiri dikaruniai anak laki-laki (Sayyid Ibrahim), meninggal ketika

masih berumur 17 bulan. Hal itu menyimpan pelajaran berharga bahwa

pengkultusan pada anak laki-laki tidak dilakukan beliau. Satu kebiasaan yang

dipandang spektakuler, beliau sering menggendong putrinya (Fatimah) secara

demonstrative di depan umum, yang dinilai tabu oleh masyarakat arab ketika itu.

Apa yang beliau lakukan merupakan proses pembentukan wacana bahwa laki-laki

dan perempuan tidak boleh dibedabedakan.

Kedua: Rasulullah memberikan teladan perlakuan yang baik (mu’asyarah

bil ma’ruf) terhadap perempuan di sepanjang hidupnya. Beliau tidak pernah

melakukan kekerasan terhadap istri-istrinya, meskipun satu sama lain berpeluang

untuk saling cemburu.28

Status perempuan pada zaman rasul bisa dlihat pada keterlibatan mereka

dalam sejumlah peran-peran penting yang memilki makna historis monumental.

Misalnya dalam proses periwayatan hadis dan pembentukan wacana Islam awal.

Sejumlah pendapat yang beredar di kalangan para penulis biografi sahabat

mengatakan bahwa tidak diragukan lagi peranan perempuan sangat besar dalam

hal ini. Ibnu Ishaq, penulis biografi awal menyebut tidak kurang dari 50

28

Mufidah Ch. Paradigma Gender, (Malang: BAnyumedia, 2003), h. 37.

Page 36: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

27

perempuan ikut sebagai perawi hadis. Dalam kitab Al-Muwatha’ juga cukup

banyak hadis yang diriwayatkan oleh perempuan.

Data historis menunjukkan bahwa kaum perempuan telah memberi

kontribusi yang signifikan terhadap penulisan dan pembukuan Al-Qur’an

sebagaimana Hafsah binti Umar, istri beliau adalah seorang hafidzah (penghafal

Al-Qur’an) dan pandai baca tulis. Perempuan juga dipercaya untuk menyimpan

rahasia vital berkenaan dengan komunitas muslim, misalnya kaum perempuan

pertama kali belajar tentang wahyu, mereka memegang rahasia berupa tempat

persembunyian Nabi menjelang hijrahnya ke Madinah. Menjelang Nabi Wafat

beberapa perempuan terpilih dari komunitas muslim dimintai pendapatnya tentang

siapa yang sebaiknya menggantikan nabi.

Tentang politik, Al-Qur’an menunjuk pada kaum perempuan yang

bersikap mandiri dari keluarga laki-lakinya memberi bai’at (janji setia) kepada

nabi (QS. Al-Mumtahanah). Sejumlah perempuan lebih dahulu masuk Islam

sebelum suami-suami mereka. Fenomena ini membuktikan bahwa peran politik

dalam Islam telah ada sejak masa nabi. Aisyah, istri beliau juga mengambil peran

penting dalam politik hingga keterlibatannya dalam perang jamal.

Di bidang pendidikan, Rasulullah memberikan kesempatan kepada kaum

perempuan untuk mengkaji Islam secara khusus kepada beliau pada hari-hari

tertentu. Aisyah tercatat sebagai perempuan yang banyak meriwayatkan hadis.

Dan melakukan ijtihad sebanyak 200 fatwa secara mandiri dan 600 fatwa bersama

dengan sahabat-sahabat lainnya. Sebagai seorang hadis terdepan, Aisyah telah

meriwayatkan hadis pada kurun awal mencapai 2210 hadis. Imam Bukhari dan

Page 37: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

28

Muslim yang dikenal sangat ketat menetapkan standar keshahihan hadis,

keduanya memasukkan ke dalam koleksi hadis yang ditakhrijkan sebanyak 300

hadis.29

Terdapat empat prinsip yang harus diperhatikan dalam reinterpretasi

hukum Islam agar sesuai tujuan, yaitu; prinsip keadilan, kesetaraan, musyawarah

dan muasyarah bil ma’ruf (pergaulan yang baik), yang diuraikan sebagai berikut:

1. Prinsip Keadilan

Keadilan merupakan salah satu konsep sentral yang harus terwujud

dalam hukum Islam, sebab di samping konsep tauhid keadilan menempati

ruang penting dalam keberlangsungan hukum Islam. Fakta sejarah menunjukan

bahwa Islam lebih dari sekedar agama formal. Islam adalah risalah agung yang

bagi transformasi sosial, pembebasan dan tantangan bagi kepentingan-

kepentingan pribadi. Semua ajaran Islam pada dasarnya berpijak pada terwuju

dan terlaksana suatu kondisi kehidupan yang adil.30

Secara realitas fiqih yang telah bertaburan dan dibukukan rentan

dengan bias gender maskulinya. Ini adalah salah satu indikator adanya

ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang berkembangan dalam fiqih.

Sejatinya prinsip keadilan dalam fiqih adalah adanya keseimbangan dalam

memandang hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki secara

proporsional, sesuai dengan hakikat asal kejadian kedua jenis manusia yang

diciptakan secara sejajar dan seimbang oleh Allah.

29

Leila, Ahmed, “Women and Gender in Islam : Historical Roots of modern Debate”,

diterjemah MS Nasrullah, “Perempuan Dan Gender Dalam Islam” (Jakarta: Lentera, 2000), h.

89. 30

Very Verdiansyah, Islam Emansipatoris Menafsir Agama untuk Praktis Pembebasan

(Jakarta: P3m, 2004), 130.

Page 38: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

29

Jika dikaji lebih mendalam lagi, ternyata keadilan merupakan tiang

dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bahkan keadilan

dianggap oleh ahli ushul fiqih sebagai tujuan syariat. Wahbah Zuhaili

sebagaimana dikutip oleh Muhlis Usman menyatakan, bahwa Islam dibangun

atas asas menghilangkan kesukaran dan kesulitan memelihara kemaslahatan

manusia keseluruhan, dan yang terpenting adalah mewujudkan keadilan dan

mencegah penganiyaan antar person.31

Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat

Al-Baqarah ayat 143 dijelaskan sebagai berikut:

م ز ىل و ع ي بم ت ج ع طب أ ذ اء ىخ نووا و اى بط ع ي ى شھ ی نو ط و اىش

وه ي ین ش ھیذا ع

Artinya: “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam),

umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)

manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)

kamu.32

Muhammad Abu Zahrah sebagaimana dikutip Masfuk Zuhdi

menyebutkan tiga kriteria keadilan, yaitu: Pertama; keadilan hukum, system

hukum yang berlaku harus unifikasi (seragam) untuk seluruh warga Negara

tanpa adanya diskriminasi. Kedua; keadilan sosial, memberi kesempatan yang

sama untuk bekerja menurut kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Jika ia

masih lemah maka perlu dibantu. Ketiga; keadilan pemerintahan, semua warga

Negara mempunyai kedudukan sama dalam pemerintah tanpa memperdulikan

suku, bangsa, bahasa, dan budaya.33

2. Prinsip musawah (kesetaraan)

31

Muhlis Ustman, Filsafat Hukum Islam, (Malang, Lbb Yan,s Press, 2002), h. 40. 32

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 22. 33

Mazfuk Zuhdi, Pengantar Hukum Syariah, (Jakarta: Hajimasagung, 2000), h. 33.

Page 39: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

30

Kedatangan Islam di muka bumi ini merupakan solusi yang solutif

terhadap beberapa praktek hukum, budaya, adat istiadat, dan kebiasaan yang

diskrimnitatif. Hukum Islam ditetapkan untuk tidak mendiskriminasikan antar

suku, bangsa, bahasa, jenis kelamin, dan sebagainya, serta tidak membedakan

status sosial masyarakat. Sebagaimana kandungan Al-Qur’an Surat Al-Hujarat

ayat 13 sebagai berikut:

اأ ی ب یه إ ب اى بط ي ق بم خ س ث ى رك أ و ع ي بم ج ق ب بئو شعوبب و و

فوا ىخ ع بس إ ن ذ أ مش ع للا أ حق بم للا إ يی بیش ع خ

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-

bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah

ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.34

Islam tidak membedakan warna kulit, status sosial, dan jenis kelamin.

Di sini kesetaran yang akhir-akhir ini menjadi kajian hangat adalah kesetaraan

gender. Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan

perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia,

agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum,

ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan. Kesetaraan gender juga meliputi

penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan structural, baik terhadap laki-laki

maupun perempuan.

Kesetaraan mengindetifikasi adanya kehidupan umat manusia yang

menghargai kesamaan asal muasalnya sebagai manusia dan kesamaan

pembebanan, dimana setiap manusia dikarunia akal untuk berfikir. Perbedaan

34

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 517.

Page 40: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

31

secara biologis antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang perlu

dipersoalkan. Hal ini karena kodratnya, perempuan harus melahirkan dan

menyusui serta hal lain yang berhubungan dengan reproduksi. Problem baru

muncul tatkala perbedaan jenis kelamin melahirkan ketidakadilan perlakuan

antara laki-laki dan perempuan.

Melihat dari sudut gender, relasi antara laki-laki dan perempuan mesti

diletakan dalam konteks kesetaraan dan keadilan, sebab ketidakadilan gender

disamping bertentangan dengan sprit Islam juga hanya akan memarginalkan

dan mendehumanisasi perempuan. Islam dengan sangat tegas mengatakan

bahwa laki-laki dan perempuan memiliki derajat yang sama.35

Al-Qur’an tidak

menekankan superioritas dan inferiorias atas dasar jenis kelamin, namun yang

membedakan di anatara mereka hanyalah kadar ketaqwaan (al-Hujurat: 13).

3. Musyawarah

Prinsip yang menghendaki pembinaan hukum Islam melalui konsensus

yang kolektif antar ulama, sehingga keputusan hukum berlaku untuk totalitas

masyarakat tanpa adanya diskriminasi sekte dan jenis kelamin. Meskipun

demikian Islam membenarkan adanya perbedaan hasil ijtihad selama masalah

itu dalam lingkup masalah ijtihadiyah. Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat

159 dijelaskan sebagai berikut:

ش بوسه ش يف و ج ف ئر ا ال م و ع ض ع ي ى ف خ و للا Artinya: “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka

bertawakallah kepada Allah” .36

35

Very Verdiansyah, Islam Emansipatoris Menafsir Agama untuk Praktis Pembebasan,

h. 132. 36

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 71.

Page 41: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

32

Konsep musyawarah tidak hanya berguna untuk hal-hal yang bersifat

makro (kehidupan publik) saja, namun ia juga untuk hal-hal yang bersifat

mikro (kehidupan privat), misalnya urusan kehidupan keluarga.

4. Muasyarah bil Ma’ruf (Pergaulan yang baik).

Muayarah bil ma’ruf merupakan tindakan yang memanusiakan manusia

karena ini menganggap semua manusia harus diperlakukan dengan baik,

terutama dalam hubungan suami istri. Ma’ruf tidak hanya memliki makna

kebaikan, tetapi juga berisi kebaikan yang memperhatikan partikularitas dan

lokalitas pemberlakuan prinsip mu’asyrah bil ma’ruf ini, sekaligus menjadikan

partikularitas yang berkaitan dengan karakter perempuan sedikitnya bisa

dipahami.37

37

Laily Hanifah, Kesetaraan Gender dalam Islam (http://situs kesrepro,info/: diakses

tanggal 24 Oktober, 2015).

Page 42: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

33

Page 43: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

34

BAB III

CERAI GUGAT DAN NAFKAH IDDAH

A. Cerai Gugat

1. Pengertian

Cerai Gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat

permahonan yang diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian

termohon (suami) menyetujuinya, sehingga pengadilan agama mengabulkan

permohonan dimaksud.1

Menurut Subekti istilah Perceraian ialah penghapusan perkawinan

dengan putusan Hakim, atau tuntutan oleh salah satu pihak dalam

perkawinan itu.2

Kemudian dalam kamus Hukum Talak (Thalaq) adalah perceraian

dalam Hukum Islam atau kehendak si suami.3

Di dalam Kompilasi Hukum

Islam Pasal 114 bahwa putusnya perkawinan disebabkan karena perceraian

dapat terjadi karena Talak atau Gugatan Perceraian.4

Menurut UUPA Nomor 7 Tahun 1989 telah mengubahnya dengan

istilah baru. Istilah yang dipergunakan untuk permohonan Talak disebut

“Cerai Talak”, sedang untuk Gugat Cerai istilahnya dibalik menjadi “Cerai

1 H. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.

81. 2 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata. (Jakarta: PT. Intermasa, 2003), h. 42.

3 Simorangkir dkk, Kamus Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika, , 2008), h. 165.

4 Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang

Kompilasi Hukum Islam. (Bandung: Fokusmedia, 2005). h. 38.

34

Page 44: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

35

Gugat”.5

Dengan istilah baru ini, dipertegas bentuk pemecahan perkawinan

berdasarkan putusan Pengadilan Agama sesuai dengan Hukum Islam.

Ahrum Hoerudin juga menambahkan pengertian Cerai Gugat secara

luas ialah suatu gugatan yang diajukan oleh penggugat (pihak isteri) kepada

Pengadilan Agama, agar tali perkawinan dirinya dengan suaminya

diputuskan melalui suatu putusan Pengadilan Agama, sesuai dengan aturan

hukum yang berlaku.6

Dijelaskan pula dalam KHI Pasal 132 Ayat 1 menyebutkan bahwa:

“Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada Pengadilan

Agama yang daerah Hukumnya mewilayahi tempat tinggal Penggugat

kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa seizin suami.”7

Dalam hukum islam pun menjelaskan bahwa orang (istri) yang

meminta kepada suaminya untuk memutuskan atau menceraikannya itu

dinamakan Khuluk. Dengan demikian Khuluk mempuyai pengertian sebagai

berikut:

Khuluk yang terdiri dari lafaz ( خهع ) yang berasal dari bahasa secara

etimologi berarti menanggalkan atau membuka pakaian. Lepasnya

hubungan perkawinan suami atau istri diserupakan dengan lepasnya pakaian

5 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Pengadilan Agama, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2003). Cetakan ke-2, h. 207. 6 Ahrum Hoerudin, Pengadilan Agama (Bahasan Tentang Pengertian, Pengajuan

Perkara, dan Kewenangan Pengadilan Agama Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama). (Bandung: PT. Aditya Bakti, 1999), h. 20. 7 Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum

Islam Serta Perpu Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Ibadah haji. (Surabaya: Kesindo Utama,

2012). h. 235.

Page 45: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

36

sebagaimana al-Quran menyatakan bahwa istri merupakan pakaian suami

begitupun juga sebaliknya suami menjadi pakaian istri.8

Sebagaimana firman Allah:

خى نببط ن أ نببط نكى

Artinya: “Mereka (para istri) merupakan pakaian bagi kalian, dan

kalianpun merupakan pakaian bagi mereka.” (al-Baqarah: 187)9

Beberapa ulama berpendapat mengenai hal tersebut diantaranya:

a. Secara istilah menurut Madzab Hanafiyah

أ ,انخهع بهفظ انشأة لبل عهى انخلفت انكبح يهك صانت إ انخهع

.يعب يبفى

Artinya: “Khuluk adalah hilangnya kepemilikan nikah yang berpijak

pada qabul dari istri dengan menggunakan lafaz khuluk atau

yang semakna”.10

Menurut mereka perceraian dengan harta tanpa lafaz khuluk dan

mubaraah tidak bisa dikaitkan khuluk akan tetapi disebut talak atas harta

(al thalaq „ala mal).

b. Menurut Madzab Malikiyah

.بعض انطالق انخهعArtinya: “Khuluk adalah talak dengan tebusan atau harta pengganti

(„iwadh).”11

Dari definisi tersebut menurut mereka tidak ada perbedaan antara

khuluk dengan talak atas harta (al thalaq „ala mal), dalam khuluk tidak

8 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqih Munakahat

dan UU Perkawinan), (Jakarta: Prenada Media, 2007), h. 231. 9 Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemah, (Surabaya: Duta Ilmu, 2005), h. 36

10 Ahmad Ghandur, al Thalaq fi al-syari‟ah al-islamiyah wa al-qanun, (Mesir: Dar al-

Ma‟rif, 1967), h. 259. 11

Khutab al Ra‟iniy, Mawahib al-Jalil Juz II, (Beirut: Dar- al Kutub al Ilmiah, t.th), h.

268.

Page 46: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

37

ada pengkhususan dengan lafaz tertentu seperti jatuhnya talak dengan

sharih (jelas) dan kinayah (sindiran) dibarengi dengan niat.

c. Menurut Madzab Syafi‟iyah

.خهع ا طالق بهفظ بعض فشلت انخهع

Artinya: “Khuluk adalah perceraian dengan tebusan menggunakan lafaz

talak atau khuluk.”12

Yang dimaksud dengan lafaz talak adalah lafaz dari beberapa

lafaz talak baik berupa sharih (jelas) atau kinayah (sindiran) dan lafaz

khuluk sebgaimana dengan talak.

d. Menurut Madzab Hanabilah

بؤنفظ غيشب أي يب يؤخز بعض ايشأح انضج فشاق انخهع .يخصصت

Artinya: “Putusnya perkawinan suami terhadap istri dengan

menggunakan tebusan yang diambil suami dari istrinya atau

selainnya, dengan menggunakan lafaz tertentu”.13

Faidah dari definisi tersebut pengkhususan istri dari suami dalam

suatu pendapat bahwa tidak ada rujuk bagi suami terhadap istri kecuali

dengan ridha atau kerelaan istri.

2. Landasan Hukum

12

Qalyubi dan „Umairah, Hasyiyatani Qalyubi wa „Umairah, Juz III, (Beirut: Dar- al

Fikr, 1995), h. 208. 13

Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al Islam wa Adilatuhu Juz IX, (Beirut: Dar al Fikr, 2006), h.

7008.

Page 47: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

38

Apabila istri ingin melepaskan diri dari hubungan perkawinan, maka

istri dapat melakukan khuluk Yaitu dengan memberikan tebusan untuk

menebus dirinya dari suaminya.

Hukumnya menurut jumhur ulama adalah boleh atau mubah Hal itu

didasarkan pada firman Allah SWT.

يخبفب أل ... شيئب إل أ ب ءاحيخ حؤخزا ي ل يحم نكى أ خفخى أل يمي فإ ب حذد للا ب يمي ب في فال جبح عهي ب حذد للا

.....افخذث ب

Artinya: “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang

telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya

khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika

kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat

menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas

keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk

menebus dirinya”....... (al-Baqarah: 229).14

Khuluk yang terjadi pada awal Islam sebagaimana dalam hadis yang

diriwayatkan oleh Anas bin Malik (Al- Bukhori) dan mendaji dasar

kebolehannya sebagaiberikut:

:فمبنج عهى عهي هللا صم انبي أحج ليظ ب ثببج ايشأة أ نكى لدي خهك فى عهي يبأعيب ليظ ب ثببج هللا يبسعل

أحشدي :عهى عهي هللا صهى هللا سعل فمبل العالو انكفشفى أكش البم :عهى عهي هللا صهى هللا سعل فمبل عى فمبنج حذيمخ؟ عهي

طهيمتح طهمب انحذيمت

Artinya :“Istri Tsabit bin Qais datang mengadu kepada Nabi SAW dan

berkata; Ya Rasulullah Tsabit bin Qais itu tidak ada kurangnya

dari segi kelakuannya dan tidak pula dari segi keberagamaannya,

akan tetapi saya tidak senang akan terjadi kekufuran dalam

Islam. Rasulullah SAW bersabda: maukah kamu mengembalikan”

14

Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemah, h. 45.

Page 48: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

39

kebunnya? Si Istri menjawab: Ya mau. Rasulullah SAW berkata

pada Tsabit: ceraikanlah dia satu kali Cerai”.15

3. Prosedur Pengajuan Cerai Gugat

Adapun prosedur untuk mengajukan gugatan cerai oleh istri sebagai

berikut:

a. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada Pengadilan

Agama, yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat

kecuali istri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.

Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negri, Ketua Pengadilan

Agama memberitahukan gagatan tersebut melalui Perwakilan RI

setempat.

b. Gugatan Perceraian karena alasan:

1) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau

karena hal lain di luar kemampuannya dapat diajukan setelah 2 tahun

terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah, gugatan dapat diterima

apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi

kembali ke rumah kediaman bersama.

2) Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga

dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan Agama

mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah

15

Bukhari, Shahih Bukhari bi Hasyiyah al Sindi, Juz III, (Indonesia: Dar Ihya‟ al Kutub al

„arabiyah, t.th.), h. 273.

Page 49: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

40

mendengar pihak keluarga serta orang-orang yagn dekat dengan suami

istri tersebut.

3) Suami mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang

berat setelah perkawinan berlangsung, maka untuk mendapatkan

putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan

salinan putusan pengadilan yang memutuskan perkara disertai

keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai

kekuatan hukum tetap.

c. Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat

atau tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin

dikabulkan, Pengadilan Agama dapat mengizinkan suami istri tersebut

untuk tidak tinggal dalam satu rumah.

d. Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat

atau tergugat, Pengadilan Agama dapat:

1) Menentukan nafkah yang harus ditanggungkan oleh suami.

2) Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya

barang-barang yang menjadi hak bersama suami-istri atau barang26

barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak

istri.16

4. Pendapat Ulama Tentang Cerai Gugat

16

Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h. 80

Page 50: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

41

Pendapat sebagian ulama bahwa: Khuluk boleh (mubah) ketika

terjadi Syiqaq (perselisihan terus menerus) dan ketidak cocokan diantara

keduanya, dibolehkan pula ketika Istri membenci Suaminya karena

keburukan akhlaknya atau agamanya atau karena kesombongannya.

Demikian juga jika istri khawatir tidak dapat menunaikan hak-hak Allah.17

..... ب افخذث ب ب في .....فال جبح عهي

Artinya: .......Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang

diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.......... (al Baqarah:

229)18

Dalam masalah ini, Abu Bakar bin Abdullah Al Mazani berbeda

pendapat dengan jumhur ulama. Menurutnya bahwa suami tidak boleh

mengambil suatu apapun dari istri.19

Dia berpendapat bahwa ayat khuluk

telah dimansukh (dihapus) dengan firman Allah:

طبسا فال ل ءاحيخى إحذا ج ص ج يكب أسدحى اعخبذال ص إ شيئب حؤخزا ي

Artinya: “Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,

sedang kamu Telah memberikan kepada seseorang di antara

mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil

kembali dari padanya barang sedikitpun”. (QS. An-Nisa‟: 20)20

Jumhur fuqaha berpendapat bahwa makna ayat ini adalah apabila

pengambilan tersebut tanpa kerelaan istri, adapun jika dengan kerelaan

maka itu diperbolehkan. Ibn Rusyd menyatakan perbedaan pendapat ini

17

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz 2, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), h. 552 18

Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemah, h. 45. 19

Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat, ) Bandung: CV Pustaka Setia,

1999), h. 88. 20

Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahannya, h. 105.

Page 51: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

42

disebabkan oleh kandungan lafaz apakah diartikan keumumannya atau

kekhususannya.21

Khuluk menjadi makruh apabila tanpa sebab dan keadaan keluarga

istiqamah, walaupun begitu khuluk dianggap sah kendati makruh hal ini

dikarenakan firman Allah SWT:

يئب يشيئب فغب فكه شيء ي نكى ع طب فإ

Artinya: ......”jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari

maskawin (mahar) itu dengan senang hati, Maka makanlah

(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik

akibatnya.” (an-Nisa‟: 4)22

Di dalam hadist disebutkan bahwasanya perempuan yang meminta

cerai tanpa alasan maka tidak akan mencium bau surga sebagaimana sabda

Rasulullah SAW.:

سئحت عهيب فحشاو بؤط غيش ي انطالق بصج عؤنج ايشأة أيب .

انجت

Artinya: “wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa

alasan yang dibenarkan, maka diharamkan baginya bau surga.”

(HR. Turmudzi).23

Sedangkan Imam Ahmad mengharamkannya dan khuluk dianggap

batal. Imam Ahmad berkata:

“Khuluk adalah seperti yang terdapat dalam hadis sahlah, dimana ia

membenci suaminya lalu ia memberikan mahar sebagai tebusan,

demikian itulah khuluk “.24

21

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hal 554. 22

Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemah. h. 100. 23

Imam At-Turmudzi, Sunan Turmudzi, Juz 5, (Beirut: Daar el Fikr, t.t.), h.125. 24

Ibn Qudamah, al Kafi fi fiqh al Imam Ahmad bin Hanbal, Juz 3, (Beirut: Dar al Fikr,

t.th), h. 99.

Page 52: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

43

Makruh merupakan hukum asal dari khuluk seperti hukum dalam

talak, hal ini sebagaimana dipegangi oleh kalangan Syafi‟iyah kecuali jika

keduanya tidak khawatir dalam melaksanakan hak-hak Allah dan apabila

suami bersumpah dengan talak tiga terhadap tidak adanya suatu perbuatan

maka wajib bagi suami dari perbuatan yang menyalahi sumpah nya.

Seperti masuknya suami didalam rumah kemudian mengkhuluk

istrinya supaya suami bersih dari sumpah talak tiga.25

Khuluk menjadi haram apabila suami menyakiti istrinya seperti

bertindak kasar, memukul atau menolak memberikan nafkah dan lain

sebagainya supaya si istri melakukan khuluk. Maka khuluk istri dianggap

batal dan jatuh raj‟i.26

B. Nafkah Iddah Dalam Fiqih

1. Pengertian Nafkah Iddah

Ensiklopedi Hukum Islam menyebutkan bahwa nafkah adalah

pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk sesuatu yang

baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi tanggung

jawabnya.27

Sayyid Sabiq dalam buku fiqh sunnah menyebutkan bahwa

25

Ibrahim al Bajuri, Hasyiyah al „alamah Syaikh Ibrahim al Bajuri, jilid 2, (Beirut: Dar

ibn „a Shaashah, 2005), h. 197. 26

Syihabuddin al Ramli, Nihayat al Muhtaj ila Syarh al minhaj, Juz 6, (Beirut: Dar al

Kutub al Ilmiyah, 1993), h. 393. 27

Abdul Aziz Dahlan, et. al, (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4, (Jakarta: PT. Ichtiar

Baru Van Hoeve, 1997), h. 1281.

Page 53: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

44

nafkah adalah memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, pembantu

rumah tangga, pengobatan isteri jika ia seorang yang kaya.28

Menurut Djamaan Nur dalam buku fiqh munakahat, nafkah adalah

suatu yang diberikan oleh seseorang kepada isteri, kerabat, dan kepada

miliknya untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Keperluan pokok itu

adalah berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal. Dari beberapa definisi

di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa yang disebut dengan nafkah adalah

semua biaya pembelanjaan atau pengeluaran seseorang untuk mencukupi

dan memenuhi kebutuhan pokok yang dibutuhkan.29

Kata nafkah sendiri berarti belanja hidup (uang) pendapatan, suami

wajib memberi kepada Istrinya, rizki, bekal hidup sehari-hari dan kata iddah

berarti masa tunggu bagi wanita yang dicerai oleh mantan suaminya, jadi

nafkah Iddah sama juga berarti nafkah yang diberikan oleh mantan suami

setelah terjadinya perceraian. Sehingga yang dimaksud dengan nafkah Iddah

atau nafkah cerai adalah tunjangan yang diberikan seorang pria kepada

mantan istrinya berdasarkan putusan pengadilan yang menyelesaikan

perceraian mereka.30

2. Kadar Nafkah Iddah

Memang tidak ada ketentuan yang pasti yang mengatur masalah

kadar nafkah iddah terkait berapa jumlahnya, baik itu dalam Al-Qur‟an dan

Hadis, maupun dalam hukum positif. Namun hal itu dapat disamakan.

28

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih bahasa oleh Moh. Thalib. juz 7, (Bandung: PT. Al

Ma‟arif, cet. 12, 1996), h. 73. 29

Djamaan Nur, Fiqh Munakahat, (Semarang: CV. Toha Putra, cet. I, 1993), h. 101. 30

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 667.

Page 54: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

45

dengan kadar nafkah yang harus diberikan oleh suami yang masih dalam

ikatan perkawinan atau sebelum terjadinya perceraian. Mengenai kadar

nafkah, dalam Al-Qur‟an surat At-Thalaq ayat 6 dan 7 hanya memberikan

gambaran umum bahwa nafkah diberikan kepada istri menurut kecukupan

dari keperluan sehari-hari dan sesuai dengan penghasilan Suami. Dalam

KHI juga tidak dijelaskan secara rinci berapa kadar nafkah terhadap istri,

hal itu terdapat pada Pasal 80 Ayat 2 Kompilasi Hukum Islam yang

berbunyi: “Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala suatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.”31

Karena tidak adanya penjelasan mengenai kadar nafkah yang secara

spesifik, maka terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli fiqih.

Berdasarkan pendapat jumhur yang mengatakan bahwa tidak selamanya

status sosial-ekonomi suami istri itu sama, dalam hal ini ada tiga pendapat

tentang siapa yang dijadikan ukuran penetapan Nafkah, yaitu:32

Pertama: pendapat Imam Ahmad yang mengatakan bahwa yang

dijadikan ukuran dalam menetapkan Nafaqah adalah status sosial ekonomi

Suami dan istri secara bersama-sama.

Kedua: Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik yang

mengatakan bahwa yang dijadikan standar adalah kebutuhan Istri. Hal ini

berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 233 yang

berbunyi:

31

Lihat pasal 80 (2) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 32

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqih Munakahat

dan UU Perkawinan), (Jakarta: Prenada Media, 2007), h. 170.

Page 55: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

46

ند ن سصل عهى ان عشف ببن ح كغ

Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para

Ibu dengan cara Ma'ruf”.33

Pengertian Ma‟ruf dalam ayat ini adalah mencukupi.

Ketiga: Pendapat Imam Syafi‟i dan pengikutnya berpendapat bahwa

yang dijadikan standar dalam ukuran nafkah istri adalah keadaan dan

kemampuan ekonomi suami. Pendapat ini juga berlaku di kalangan „Ulama

Imamiyyah.

Yang dijadikan landasan „Ulama ini adalah firman Allah dalam Al-

Qur‟an surat At-Thalaq ayat 7 yang berbunyi:

ف ب ني فك ي سصل فهي لذس عهي ي ععخ ك ر ععت ي

بعذ عغش ب عيجعم للا فغب إل يب ءاحب ل يكهف للا ءاحب للا

يغشا

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah

memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah

tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa

yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan

kelapangan sesudah kesempitan”.34

Mayoritas „Ulama mazhab Imamiyyah mengeluarkan pendapat

bahwa, nafkah itu diukur berdasar kebutuhan Istri yang mencakup pangan,

laukpauk, pakaian, tempat tinggal, alat rumah tangga sesuai dengan tingkat

kehidupan orang-orang seperti dia di daerahnya, sedangkan Mazhab lain

33

Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemah, h. 38. 34

Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemah, h. 560.

Page 56: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

47

mengatakan bahwa yang dijadikan ukuran adalah kondisi Suami bukan

kondisi Istri.35

3. Nafkah Iddah Talak Raj’i dan Talak Ba’in

Perempuan yang menjalani iddah itu bermacam-macam. Diantaranya

adalah perempuan yang menjalani iddah raj‟i, ia berhak mendapat belanja

dan tempat tinggal menurut Ijmak Ulama. Al-Daruqutni meriwayatkan

hadist yang berhubungan dengan Fatimah binti Qais ketika ia ditalak tiga

oleh suaminya. Rasulullah SAW tidak memberi hak tempat tinggal dan

belanja untuk Fatimah binti Qais. Rasulullah SAW bersabda:36

إب انفمت انغكى نهشأة إرا كب نضجبعهيبانشجعت

Artinya: “Belanja dan tempat tinggal hanya untuk perempuan yang berhak

rujuk.” (H.R. An-Nasa‟i).

Seorang perempuan yang dalam masa iddahnya talak bain dan dia

dalam keadaan hamil maka dia berhak juga menerima nafkah belanja,

pakaian dan tempat tinggal dari mantan suaminya sampai anaknya lahir. Ini

berlandaskan dari firman Allah Swt:

ه ح حخى يضع فما عهي م فؤ ألث ح ك إ

Artinya: “Jika mereka (janda yang dicerai) dalam keadaan hamil, maka

berinafkahlah mereka olehmu sampai mereka melahirkan

kandungannya.” (QS. Ath-Thalaq (65) : 6)

35

Muhammad Jawad Mughniyah,, Fiqih Lima Maz|hab, (Jakarta: Lentera, Cet. VII,

2008), h. 423. 36

Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Alhusaini, Kifayatul Akhyar, (Beirut: Dar al Kutub al

Ilmiyah, 1997), h. 592.

Page 57: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

48

Sedangkan perempuan yang dalam masa iddah talak bain dan dalam

keadaan tidak hamil, menurut Syafi‟i, Hambali dan Maliki, tidak berhak

mendapatkan nafkah belanja, pakaian dan tempat tinggal.

Sedangkan pendapat Hanafi, perempuan itu berhak juga menerima

nafkah belanja, pakain dan tempat tinggal dengan berlandaskan pada firman

Allah Swt:

جذكى خى ي حيث عك ي أعك

Atinya: “Tempatkanlah mereka di mana kamu bertempat tinggal menurut

kemampuanmu.” (QS. At-Thalaq: 6).

Ayat ini menunjukkan bahwa perempuan yang dalam masa iddah

baik karena talak raj‟i dan talak bain, semuanya berhak menerima fasilitas

nafkah belanja, pakaian dan tempat tinggal dari mantan suaminya, tetapi

menurut Syafi‟i, ayat ini khusus untuk perempuan yang dalam masa iddah

talak raj‟i.37

Dan dalam lafal lain (dikatakan): “Sesungguhnya nafkah dan tempat

tinggal itu bagi perempuan yang selagi suaminya masih mempunyai hak

ruju‟ kepadanya tetapi apabila suaminya tidak lagi mempunyai hak ruju‟

kepadanya, maka tidak ada (hak) nafkah dan tidak juga tempat tinggal

baginya”. (HR. Ahmad).38

Adapun perempuan yang dijatuhi talak tiga, para ulama berbeda

pendapat. Menurut Abu Hanifah, dia masih memiliki hak untuk

37

Mohammd Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, h. 273. 38

Nailul Anwar, Himpunan Hadist-Hadist Hukum, h. 2437.

Page 58: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

49

mendapatkan nafkah dan tempat tinggal sebagaimana perempuan ( isteri )

yang ditalak raj‟i, karena dia wajib menghabiskan masa iddah di rumah

suaminya, sehingga seakan-akan dia di tahan agar tetap bersama suaminya.

Oleh sebab itu, dia wajib memperoleh nafkah. Nafkah ini dianggap sebagai

hutang dan terhitung sejak talak di jatuhkan. Kewajiban untuk memberi

nafkah isteri tidak hilang hanya dengan keridhaan isterinya atau keputusan

pihak pengadilan. Suami dinyatakan bebas dari hutangnya (kewajiban

memberi nafkah isteri) jika sudah menunaikan kewajibannya atau isteri

telah menyatakan bebas.39

Kalau perceraian tersebut karena ada cacat atau karena tertipu, maka

si perempuan tidak berhak mendapatkan tempat tinggal. Tapi kalau

perceraian tersebut karena ada hubungan penyusuan atau mushaharah

(hubungan keluarga akibat perkawinan), maka si perempuan akan berhak

mendapat tempat tinggal, menurut pendapat yang sahih, karena sebab yang

menghalangi belum ada pada saat akad dan tidak boleh dijadikan sandaran.

Sedangkan perempuan yang dili‟an berhak mendapat tempat tinggal dengan

pasti seperti perempuan yang ditalak tiga.

Jadi menurut semua mazhab, si perempuan wajib mendapat tempat

tinggal apabila terjadi pembatalan nikah (fasakh) baik karena murtad (

keluar dari Islam ) atau karena masuk Islam, atau karena ada hubungan

penyusuan, atau karena ada cacat, dan sebagianya.40

39

Sayyid Syabiq, Fikih Sunnah, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009 ), Cet. Ke-1, h.

136-137. 40

Al-Imam Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar, h. 595.

Page 59: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

50

Fuqaha telah sepakat bahwa perempuan yang berada dalam masa

iddah Thalaq Raj‟i masih berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal.

Begitu juga halnya perempuan yang hamil, berdasarkan firman Allah SWT.

Berkenaan Istri yang di Thalaq Raj‟i, dan istri-istri yang di Thalaq dalam

keadaan hamil :

نخضيما ل حضبس جذكى خى ي حيث عك ي أعك

فإ ه ح حخى يضع فما عهي م فؤ ألث ح ك إ عهي

أجس نكى فآح أسضع

Artinya : “Tempatkanlah mereka (para Isteri) di mana kamu Bertempat

tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu

menyusahkanmereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika

mereka (Isteri-Isteri yang sudah di Thhalaq) itu sedang hamil,

Makaberikanlah kepada mereka Nafkahnya hingga mereka

bersalin”.(Q.S. At-Thalaq : 6) 41

Kemudian Fuqaha berselisih pendapat tentang nafkah Iddah bagi

istri yang menjalni Iddah kerena Talak Ba‟in Hanafi mengatakan: Wanita

tersebut berhak atas nafkah,baik dia hamil atau tidak, dengan syarat dia

tidak meninggalkan rumah yang disediakan oleh suaminya yang

menceraikanya guna menjalani Iddah.42

Maliki berpendapat: Kalau wanita tersebut tidak hamil dia berhak

atas nafkah berupa tempat tinggal saja,tapi bila sedang hamil dia berhak atas

nafkah dalam segala bentuknya,dan haknya atas nafkah tidak menjadi gugur

dengan keluarya mereka dari rumah, sebab nafkah tersebut diperuntukan

bagi bayi yang dikandungnya dan bukan bagi wanita yang mengandungnya.

41

Depag RI. Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), h. 568. 42

Jawad Mughniyah,, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, Cet. VII, 2008), h. 401.

Page 60: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

51

Syafi‟i dan Hambali berpendapat: Wanita tersebut tidak berhak atas

nafkah iddah maupun tempat tinggal bila dia tidak hamil,dan apabila dia

hamil maka berhak atasnya nafkah berupa tempat tinggal dan segala

bentuknya. Tetapi syafi‟i mengatakan bahwa kalau wanita tersebut keluar

dari rumah tanpa adanya kebutuha yang yang tak terhindarkan,maka

gugurlah hak atas nafkah Iddah itu.

Mazhab Imamiyah tidak mengategorikan fasak akad sama dengan

Thalak Ba‟in. Mereka berpendapat bahwa,orang yang menjalani iddah

akibat fasakh-nya akad, baik dia hamil atau tidak,dia tetap berhak atas

nafkah.43

C. Nafkah Iddah DalamUndang-undang

Nafkah iddah adalah Nafkah yang diberikan suami pada waktu masa

iddah atau pemberian biaya penghidupan yang diberikan oleh suami selama tiga

bulan sepuluh hari berturut-turut kepada isteri yang diceraikan yang didasarkan

atas kemampuan suami sebagai upaya pemenuhan kewajiban yang telah

ditetapkan oleh syari‟at Islam maupun keputusan Pengadilan Agama.

Bila terjadi perceraian atas inisiatif suami, maka bekas isteri berhak

mendapatkan nafkah lahir dari suami selama masa iddah. Hal tersebut tercantum

dalam pasal 149 KHI huruf (b). Dan dalam pasal 151 KHI tersebut diwajibkan

bahwa “bekas isteri yang sedang dalam masa iddah wajib menjaga dirinya, tidak

menerima pinangan dan tidak menikah dengan laki-laki lain” maka konsekwensi

43

Jawad Mughniyah,, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, Cet. VII, 2008), h. 402.

Page 61: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

52

logis dari kewajiban tersebut adalah bekas suami wajib memenuhi nafkah lahir,

sebagai hak yang harus didapatkan akibat kewajibannya tersebut, kecuali isteri

berlaku nusyuz, maka tak ada hak nafkah iddah baginya. Namun perlu diketahui

pula bahwa hak nafkah yang diterimanya apakah secara penuh atau tidak juga

adalah tergantung dari pada bentuk perceraiannya, bukan pada lamanya masa

iddahnya.

Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan, hak dan kewajiban mantan

suami menurut pasal 41 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 ialah pengadilan dapat

mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan

menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Ketentuan normatif dalam pasal

41 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 ini mempunyai kaitan dengan pasal 11 UU No.

1 Tahun 1974 yang memuat ketentuan normatif bahwa seorang wanita yang putus

perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu, yang kemudian pasal ini telah

dijabarkan dalam pasal 39 PP No. 9 Tahun 1975 yang memuat ketentuan imperatif

bahwa bagi seorang janda yang perkawinannya putus karena perceraian, maka

waktu tunggu bagi janda yang masih datang bulan ditetapkan 3 kali suci dengan

sekurang-kurangnnya 90 hari. Apabila perkawinan putus, sedang janda tersebut

dalam keadaan hamil, maka waktu tunggu ditetapkan sampai ia melahirkan.

Selanjutnya, menurut pasal 39 PP No. 9 Tahun 1975 tidak ada waktu

tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian, sedang antara janda

tersebut dengan bekas suaminya belum terjadi hubungan kelamin. Bagi

perkawinan yang putus karena perceraianm waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya

putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Page 62: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

53

Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan hak dan kewajiban mantan

suami atau istri menurut pasal 41 huruf c UU No. 1 Tahun 1974 selaras dengan

hukum islam. Apabila terjadi perceraian antara suami dan istri menurut hukum

islam, maka akibat hukumnya ialah dibebankannya kewajiban mantan suami

terhadap mantan istrinya untuk memberi mut‟ah yang pantas berupa uang atau

barang dan memberi nafkah hidup, pakaian dan tempat tinggal kediaman selama

mantan istri dalam masa iddah, serta melunasi mas kawin, perjanjian ta‟lik talak

dan perjanjian lain.

Berdasarkan Undang- undang No.1 tahun 1974 pasal 4 (sub c) yang

berbunyi “Pengadilan Agama dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk

memberikan biaya penghidupan atau menentukan suatu kewajiban bagi isteri”.

Hal ini juga dipertegas dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 81 ayat (1 dan 2) dan

pasal 194 huruf (a) dan (b).

1. Suami wajib menyediakan tempat tinggal bagi isteri dan anak-anaknya atau

bekas isterinya yang masih dalam iddah.

2. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam

ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.44

Seperti yang dijelaskan pada pasal 80 Kompilasi Hukum Islam (KHI)

mengenai kewajiban suami yang berkaitan dengan Nafkah, yaitu:

Pasal 80 Ayat 2

Suami wajib melindungi Istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup

berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

44

Aryo Sastroatmodjo, Hukum Perkawianan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 95.

Page 63: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

54

Pasal 80 Ayat 4

Sesuai dengan penghasilannya Suami menanggung: a. Nafkah, Kiswah dan tempat

kediaman bagi Istri. b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya

pengobatan bagi Istri dan anak. c. Biaya pendidikan bagi anak

Page 64: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

55

BAB IV

ANALISIS HUKUM

PENETAPAN PEMBERIAN NAFKAH IDDAH

A. Duduk Perkara Kasus Penetapan Masa Iddah

Perkara Nomor : 1445/Pdt.G/2010/PA JS, merupakan perkara cerai gugat

yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tertanggal 06

Juli 2010

Adapun hal-hal yang menjadi dasar gugatan Penggugat adalah bahwa

Penggugat dan Tergugat adalah suami istri yang telah melangsungkan pernikahan

pada tanggal 10 Maret 1996 dan tercatat pernikahannya di Kantor Urusan Agama

Kecamatan Cilandak, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta, dengan Kutipan Akta Nikah

Nomor 896/29/III/1996. Dari perkawinan tersebut Penggugat dan Tergugat memiliki

3 (tiga) orang anak dan harta bersama.

Selama Perkawinan antara Penggugat dan Tergugat seringkali terjadi

perselisihan dan pertengkaran yang sulit didamaikan, sehingga tidak ada harapan

dapat hidup rukun lagi dalam sebuah rumah tangga. Untuk itu Penggugat tidak ingin

mempertahankan rumah tangga lebih lama lagi bersama Tergugat, sehingga

memutuskan untuk mengakhiri hubungan rumah tangga melalui gugatan ke

Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Dalam gugatannya, Penggugat memohon agar Majelis Hakim Pengadilan

Agama Jakarta Selatan berkenan memeriksa dan mengadili perkara ini serta

selanjutnya memberikan putusan sebagai berikut :

55

Page 65: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

56

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat seluruhnya;

2. Menetapkan jatuh Talak Satu dari Tergugat kepada Penggugat dengan Iwadl

sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)

3. Menyatakan Putusan Perkawinan antara Penggugat dan Tergugat karena

perceraian;

4. Menyatakan bahwa Hadhonah atas Anak-anak, yang bernarna anak I dan anak

II berada pada Penggugat sebagai Ibunya

5. Memerintahkan Tergugat untuk {a} memasukkan Anak-anak dalam Asuransi

Kesehatan atas biaya Tergugat sepenuhnya; {b} untuk menanggung segala

biaya pendidikan formal maupun non formal yang dibayarakan Tergugat

langsung ke kemasing-masing lembaga pendidikan Anak-anak sampai

setinggi-tingginya pada pendidikan formal Strata 2 {dua}; (c) dan untuk

memberikan biaya pemeliharaan Anak-anak dengan jumlah Rp. 1.500.000,-

{satu juta lima ratus ribu Rupiah} setiap bulannya hingga Anak-anak berusia

21 {dua puluh satu) tahun atau menikah sebelum usia tersebut yang wajib

dibayarkan Targugat kepada Penggugat secara tunai setiap tanggal 1 (satu)

selaku pemegang hadhanah atas anak-anak, jumlah mana setiap tahun

disesuaikan dengan besaran inflasi sekurang-kurangnya 10 % (sepuluh persen)

dengan tidak mengurangi kewajiban Tergugat selaku Ayah dari anak-anak

untuk memenuhi seluruh kebutuhan dan kepentingan anak-anak;

6. Memerintahkan Tergugat untuk memberikan nafkah kepada Penggugat setiap

bulannya sebesar Rp.1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu Rupiah), secara

Page 66: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

57

tunai kepada Peaggugat selama proses berperkara sampai dengan putusan

Pengadilan berkekuatan hukum tetap.

7. Memerintahkan Tergugat untuk memberikan nafkah iddah kepada Penggugat

sebesar Rp. 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) setiap bulannya

selama 3 (tiga) bulan 10 (sepuluh) hari setelah Putusan Pengadilan berkekuatan

hukum tetap;

8. Menetapkan bahwa Harta Bersama berupa Tanah dan bangunan yang terletak

di Jalan Jalan Permata Pamulang Blok G 16 No. 28 Rt.10/Rw.05, Desa Bakti

Jaya, Kelurahan Setu, Kabupaten Tangerang Selatan, Provinsi Banten yang

kini tercatat atas nama Penggugat untuk ditetapkan sebagai milik Anak-anak

dan Penggugat menguasainya selama Anak-anak belum dewasa.

Atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan

berpendapat lain, Penggugat memohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et

bono);

B. Pertimbangan Putusan

Proses persidangan dilaksanakan dengan membacakan Gugatan Penggugat

oleh Majelis Hakim, dan terhadap Gugatan tersebut, Tergugat telah memberikan

jawaban tertulis yang pada pokoknya mengakui seluruh dalil Penggugat dan tidak

membantahnya serta tidak berkeberatan untuk bercerai dengan Penggugat. Untuk

memperkuat dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan bukti-bukti surat

berupa Fotokopi KTP atas nama Penggugat dan Tergugat, Fotokopi Kutipan Akta

Nikah atas nama Penggugat dan Tergugat, Fotokopi Kartu Akta Kelahiran Anak,

Page 67: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

58

Fotokopi Kartu Keluarga WNI atas nama Tergugat sebagai Kepala Keluarga,

Fotokopi Sertifikat Hak Milik No. 02505, Fotokopi Akta Jual Beli Nomor

1302/2005, dan Fotokopi Perjanjian Kredit.

Sselain itu Penggugat juga mengajukan seorang saksi yang menyatakan

bahwa saksi adalah kakak kandung Penggugat, saksi kenal dengan Penggugat dan

Tergugat. Menurut keterangannya bahwa antara Penggugat dengan Tergugat

sering bertengkar sejak 2 (dua) tahun lalu disebabkan perbedaan pendapat dan

keinginan dalam urusan rumah tangga termasuk karena Tergugat sering pulang

larut malam dari bekerja. Menurut keterangannya bahwa pihak keluarga sudah

berusaha mendamaikan Penggugat dan Tergugat melalui musyawarah keluarga

agar rukun membina rumah tangga kembali dengan Tergugat namun tidak

berhasil.

Bahwa atas keterangan saksi tersebut, Penggugat menyatakan tidak

keberatan sedangkan Tergugat menyatakan keberatan dengan keterangan saksi

bahwa Penggugat dan Tergugat masih tinggal serumah. Yang sebenarnya adalah

bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah rumah, Tergugat pindah ke rumah

orang tuanya dan hanya datang ke ruamah kediaman bersama jika ingin menemui

anak-anak Penggugat dengan Tergugat.

Berdasarkan keterangan saksi, Penggugat menyatakan tidak keberatan dan

tidak akan mengajukan sesuatu tanggapan apapun dan mohon putusan;

TENTANG HUKUMNYA

Maksud dan tujuan gugatan penggugat adalah tentang gugatan cerai

diakumulasi dengan hak asuh anak, nafkah anak dan harta bersama. Berdasarkan

Page 68: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

59

pasal 130 HIR, Majelis Hakim dalam setiap persidangan berusaha mendamaikan

kedua belah pihak yang berperkara, namun usaha tersebut tidak berhasil.

Dalam persidangan, Tergugat telah memberikan jawaban yang pada

pokoknya mengakui seluruh dalil Penggugat dan tidak berkeberatan bercerai

dengan Penggugat, maka dapat dikualifisir bahwa Pengakuan Tergugat tersebut

merupakan pengakuan bulat murni (aven pur et simple) yang sesuai ketentuan

hukum acara merupakan bukti yang mengikat dan menentukan sebagaimana

maksud pasal 174 HIR. Perkara ini in casu perceraian, pengakuan adalah bukti

awal yang memerlukan bukti-bukti lainnya, sehingga Penggugat tetap dibebankan

wajib bukti.

Berdasarkan keterangan dari dua orang saksi Penggugat telah diperoleh

keterangan yang bersesuaian satu sama lain yaitu bahwa rumah tangga Penggugat

dan Tergugat yang awalnya rukun dan harmonis namun saat ini sering terjadi

perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat secara terus-

menerus yang penyebabnya adalah adanya perbedaan-perbedaan pandangan dan

keinginan baik dalam urusan anak maupun dalam urusan rumah tangga lainnya

juga karean Tergugat sering pulang malam dari bekerja. Antar Penggugat dan

Tergugat telah pisah rumah sejak 3 (tiga) bulan lalu. Penggugat dan Tergugat

sudah didamaikan namun tidak berhasil;

Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Majelis Hakim melalui persidangan,

didukung keterangan Penggugat serta pengakuan Tergugat, dan dikuatkan dengan

bukti-bukti surat keterangan dua orang saksi, ditemukan fakta-fakta yaitu:

Page 69: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

60

1. Bahwa Penggugat dan Tergugat menikah pada tanggal 10 Maret 1996 dan

hingga kini telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak;

2. Bahwa adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus;

3. Bahwa perselisihan sejak kelahiran anak pertama tersebut disebabkan

perbedaan-perbedaan pandangan dan keinginan baik dalam urusan anak

maupun dalam penyelenggaraan rumah tangga secara umum;

4. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah pisah rumah sejak sekitar bulan April

2010;

5. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah didamaikan baik melalui nasehat

maupun dengan jalan musyawarah namun tidak berhasil;

Berdasarkan fakta-fakta tersebut pengadilan berpendapat bahwa antara

Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran,

mengakibatkan keduanya sudah tidak rukun lagi, Penggugat dan Tergugat sudah

tidak tinggal satu rumah, dan Penggugat telah menyatakan tidak dapat

mempertahankan ikatan perkawinan dengan Tergugat. Sementara itu, upaya

Majelis Hakim dan Saksi-saksi yang diajukan dalam perkara ini menasihati

Penggugat agar tetap rukun kembali dengan Tergugat ternyata tidak berhasil,

karena Penggugat telah menyatakan sikapnya dengan tetap berkukuh pada

pendiriannya untuk bercerai dengan Tergugat, sehingga Majelis menilai bahwa

dengan sebab perselisihan dan pertengkaran itu telah sampai pada kesimpulan

bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sudah tidak dapat ditolerir lagi

untuk hidup rukun dalam satu ikatan perkawinan. Untuk itulah, Majelis Hakim

menyampaikan dalil syar’i, yaitu berupa qoidah fiqh yang termuat di dalam Kitab

Page 70: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

61

Al-Asybah wan-Nadzhoir, yang kemudian diambil alih sebagai pendapat Majelis

Hakim, yang artinya: “Menolak mafsadah (pengaruh yang bersifat merusak) harus

didahulukan dari pada mengharapkan datangnya mashlahah (pengaruh yang

membawa manfaat/kebaikan)”, maka alternatif penyelesaian sengketa perkawinan

yang terbaik bagi Penggugat dan Tergugat adalah perceraian. Selain itu, bahwa

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas gugatan Penggugat telah terbukti

dan berdasar hukum untuk diterima dan dikabulkan berdasarkan Pasal 19 huruf f

Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 juncto Pasal 116 huruf f KHI dengan

menjatuhkan talak bain shugro dari Tergugat terhadap Penggugat.

C. Analisis Putusan

1. Analisis Dasar Hukum Pemberian Nafkah Iddah pada Cerai Gugat

dalam Putusan Nomor 1445/Pdt.G/2010/PA JS Menurut Fiqh

Majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam perkara

cerai gugat Nomor 1445/Pdt.G/2010/PA JS, menjatuhkan putusan kepada

bekas suami untuk menjatuhkan talak satu ba’in sughro terhadap bekas istri.

Talak ba’in sughro adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad

nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah, sebagaimana

tertulis dalam Pasal 119 ayat (1) KHI. Majelis hakim juga menjatuhkan

putusan untuk menghukum bekas suami untuk membayar mut’ah dan

nafkah iddah. Dalam pertimbangan putusan tersebut, hakim mengacu pada

pendapat Imam Hanafi tentang pemberian nafkah iddah dan mut’ah.

Page 71: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

62

Fuqaha’ sendiri berbeda pendapat tentang pemberian nafkah pada talak

ba’in.

Ulama Hanabilah, Zhahiriyah, Ishaq dan Abu Tsaur berpendapat

bahwa ia tidak berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal sekalipun

hamil. Alasan mereka, nafkah dan tempat tinggal diwajibkan sebagai

imbalan hak rujuk bagi suami, sedangkan dalam talak ba’in suami tidak

punya hak rujuk, oleh karenanya tidak ada nafkah dan tidak ada tempat

tinggal. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Fatimah binti Qais yang

telah ditalak suaminya yang ketiga kalinya, bahwa Nabi tidak menjadikan

nafkah dan tempat tinggal baginya. Bagi wanita yang terputus haidh, hendak

ber-iddah sekehendaknya Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wanita

tersebut berhak nafkah dan tempat tinggal secara bersama, kecuali jika

wanita tersebut ber-iddah karena perpisahan disebabkan pelanggaran istri,

seperti istri murtad setelah bercampur atau tindakan istri menodai

kehormatan mertua seperti orang tua suami atau saudara-saudaranya, istri

hanya berhak tempat tinggal dan tidak berhak nafkah.

Alasan mereka, firman Allah surat At Thalaq ayat 6:

ه ل جضار جدكم ه مه حيث سكىحم مه أسكى

ه ححى إن كه ألت حمم فأوفقا عهي ه نحضيقا عهي

ه يضعه حمه

Artinya: “tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat

tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan

mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-

isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, Maka berikanlah

kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin.

Page 72: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

63

Kembalinya kata ganti wanita pada ayat diatas kembali kepada

wanita yang tercerai secara ba’in saja, karena wanita ter-talak raj’i

sebagaimana yang telah dijelaskan, yakni tetap tinggal di rumah suami.

Ayat diatas menjelaskan kewajiban nafkah terhadap wanita hamil karena

iddah-nya pada umumnya lebih panjang daripada iddah wanita lain. Nafkah

dan tempat tinggal harus diberikan kepada wanita yang ber-iddah sebagai

keseimbangan tertahannya dari suami sehingga jelas kebebasan rahimnya, di

sini tidak ada bedanya antara talak raj’i dan ba’in.

Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan jumhur ulama Salaf berpendapat

bahwa istri berhak tempat tinggal, baik hamil maupun tidak dan berhak

nafkah jika hamil. Dalilnya sebagai berikut.

(1) Ayat “berikan tempat tinggal mereka…..” (QS. At Thalaq ayat

6); Allah mewajibkan memberi tempat tinggal kepada mereka

tanpa ada kelebihan dan menggantungkan kewajiban nafkah

pada istri hamil. Nafkah wajib karena hamil dan tidak wajib

karena tidak hamil.

(2) Tidak adanya hubungan antara nafkah dan tempat tinggal, tidak

adanya pendapat seperti ulama Hanabilah dan seperti pendapat

ulama Hanafiyah. Tempat tinggal wajib bagi istri yang tercerai

agar dapat menunggu yang dituntut, dengan demikian tempat

tinggal wajib bagi semua wanita yang ber-iddah. Sedangkan

nafkah wajib baginya karena dua sebab:

(a) Suami masih berhak kembali kepada istri pada talak raj’i;

(b) Menghidupi anak bagi istri yang hamil.1

Pendapat ulama’ Hanafiyah juga dikuatkan oleh Umar bin Khattab

ra, Umar bin Abdul Aziz dan Sufyan Ats Tsauri. Umar bin Khattab, Tsauri,

Umar bin Abdul Aziz berpendapat bahwa bekas suami pada talak ba’in

berhak mendapatkan nafkah dan rumah. Mereka mengambil dalil kepada

1 Abdul Aziz Azzam, & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. Fiqh Munakahat (Khitbah,

Nikah, dan Talak). (Jakarta: Amzah, 2009), h. 335

Page 73: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

64

firman Allah surat At Thalaq ayat 6: “… Tempatkanlah mereka (para istri)

dimana kamu berada (bertempat tinggal) menurut kemampuanmu”.

Menurut Umar bin Khattab, Tsauri, Umar bin Abdul Aziz, ayat ini

menerangkan wajibnya memberi tempat tinggal. Jika secara hukum wajib

memberikan tempat tinggal, maka dengan sendirinya wajib memberikan

nafkah, karena adanya kewajiban memberi tempat tinggal dalam talak

perempuan hamil dan karena sebagai istri itu sendiri.2

Berbeda dengan Umar bin Khattab ra, Umar bin Abdul Aziz dan

Sufyan Ats Tsauri, menurut pendapat Ulama Hanabilah, Zhahiriyah, Ishaq

dan Abu Tsaur berpendapat bahwa ia tidak berhak mendapatkan nafkah dan

tempat tinggal sekalipun hamil dengan dasar hadits:

ا عه عه انشعبي عه فا طمة بىث قيس رضي هللا عى ا سكىى سهم في انمطهقة ثالثا نيس ن انىبي صهى هللا عهي

اي م ل وفقة )ر سهم(

Artinya : “Dari Sya’bi dari Fatimah binti Qais r.a dari Nabi SAW tentang

perempuan yang dithalaq tiga. Dia tidak mempunyai hak rumah

dan nafkah”. (Hadis riwayat Muslim)

Umar dan Aisyah pernah menolak hadits Fatimah binti Qais yang ia

sampaikan diatas. Kata Umar: “Kami tidak meninggalkan Al-Qur’an dan

Sunnah Nabi kami karena keterangan seorang perempuan. Kami tidak tahu

barangkali ia hafal atau telah lupa…”.3

2 Sayyid Sabbiq, Fiqh Sunnah, jilid 7, diterjemahkan Muhammad Thalib, “Fikih

Sunnah. (Bandung: Al Ma’arif, 1987), h. 98 3 Sayyid Sabbiq, Fiqh Sunnah, jilid 7, diterjemahkan Muhammad Thalib, “Fikih

Sunnah. (Bandung: Al Ma’arif, 1987), h. 98

Page 74: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

65

Dari uraian di atas, pendapat Imam Abu Hanifah yang memberi

nafkah kepada perempuan dalam iddah talak ba’in, baik dalam keadaan

hamil maupun tidak, lebih sesuai dengan kedudukan wanita yang tengah

menjalani iddah di rumah bekas suami itu.

Dari hasil wawancara dengan Bapak Drs. Muh. Rusydi Thahir, Hakim

Pengadilan Agama Jakarta Selatan menyatakan bahwa wanita yang

menjalani masa iddah mendapatkan nafkah dan tempat tinggal karena masih

dalam koridor keterbatasan bertindak. Keterbatasan bertindak tersebut

berlaku selama masa iddah istri karena harus berdiam diri di rumah suami

hingga masa iddahnya habis.4

2. Analisis Dasar Hukum Pemberian Nafkah Iddah pada Cerai Gugat

dalam Putusan Nomor 1445/Pdt.G/2010/PA JS Menurut Perundang-

undangan

Dalam putusan PA Jakarta Selatan Nomor 1445/Pdt.G/2010/PA JS

ini pemberian nafkah iddah oleh majelis hakim juga didasarkan dengan

putusan Mahkamah Agung RI nomor 137/K/AG/2007 tanggal 19 September

2007. Dalam putusan Mahkamah Agung RI nomor 137/K/AG/2007

pemberian nafkah iddah didasarkan pada Pasal 41 huruf (c) UU No. 1

Tahun 1974 Jo. Pasal 149 KHI. Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974

berbunyi:

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

4 Hasil wawancara dengan Bapak Drs. Muh. Rusydi Thahir, Hakim Pengadilan Agama

Jakarta Selatan, tanggal 15 Mei 2015 Pk. 15.00

Page 75: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

66

“Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk

memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu

kewajiban bagi bekas istri”

Pasal di atas menunjukkan bahwa hakim Pengadilan Agama

mempunyai hak dalam memberikan biaya penghidupan dan menentukan

suatu kewajiban bagi bekas istri akibat perceraian. Secara tekstual makna

perceraian dalam pasal tersebut mengandung makna perceraian secara

umum. Perceraian dalam Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 dapat

dimaknai dengan cerai talak atau cerai gugat. Berdasarkan pasal tersebut

setiap perkara perceraiaan baik cerai talak maupun cerai gugat, hakim

memiliki kebebasan dalam memberikan putusan kepada suami agar dapat

mewajibkan biaya penghidupan atau menentukan suatu kewajiban kepada

bekas istri.

Dasar pemberian nafkah kepada bekas istri pada perkara cerai juga

diperkuat oleh Pasal 149 KHI. Pasal 149 KHI berbunyi:

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

a. memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik

berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al

dukhul;

b. memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama

dalam iddah, kecuali bekas istri dijatuhi talak ba’in atau nusyuz

dan dalam keadaan tidak hamil;

c. melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separoh

apabila qobla al dukhul;

d. memberikan biaya hadlanah untuk anak-anaknya yang belum

mencapai umur 21 tahun.5

Pasal di atas menunjukkan akibat dari talak suami wajib memberikan

mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, memberi nafkah, maskan dan

5 Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam

Page 76: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

67

kiswah selama dalam iddah, melunasi mahar yang masih terhutang dan

memberikan biaya hadlanah. Dalam pasal 149 huruf (b) jelas bahwa apabila

telah jatuh talak ba’in maka bekas suami tidak wajib memberi nafkah,

maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah. Dari pasal ini

majelis hakim dalam perkara cerai gugat No. 1925/Pdt.G/2010/PA.Pt

berpendapat bahwa bekas istri berhak tetap mendapatkan nafkah dan mut’ah

dari bekas suaminya. Pasal ini bertentangan dengan putusan majelis hakim,

namun hakim berpendapat bahwa dalam putusannya mewajibkan bekas

suami memberikan nafkah dan mut’ah kepada bekas istri selama masa iddah

selama bekas istri tidak nusyuz.

Dalam Pasal 113 KHI berbunyi:

Perkawinan dapat putus karena:

a. kematian,

b. perceraian, dan

c. atas putusan Pengadilan

Lafal “talak” pada Pasal 149 KHI mengandung makna secara umum

dalam arti “perceraian” pada Pasal 113 KHI. Perceraian itu sendiri bisa

dilakukan dengan cara talak dan gugatan perceraian. Selanjutnya akibat dari

perceraian adalah adanya ketentuan iddah sesuai Pasal 153 ayat (1) yang

berbunyi:

“Bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu

atau iddah, kecuali qobla al dukhul dan perkawinannya putus bukan

karena kematian suami”6

Karena ada kewajiban iddah bekas istri setelah perceraian karena

talak ataupun cerai gugat, maka selama masa iddah sesuai Pasal 149 KHI

6 Pasal 153 Kompilasi Hukum Islam

Page 77: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

68

huruf (b) bekas suami wajib suami memberikan nafkah dan mut’ah kepada

bekas istri. Dalam putusan PA Jakarta Selatan Nomor 1445/Pdt.G/2010/PA

JS ini pemberian nafkah iddah oleh majelis hakim juga didasarkan dengan

putusan Mahkamah Agung RI nomor 137/K/AG/2007 tanggal 19 September

2007. Dalam putusan Mahkamah Agung RI nomor 137/K/AG/2007

dicantumkan bahwa meskipun perkara ini pada awalnya istri yang

mengajukan cerai gugat, namum penggugat setelah dijatuhi talak harus

menjalani masa iddah, dan salah satu tujuan menjalani masa iddah adalah

untuk “istibra”. Istibra’ tersebut menyangkut kepentingan suami, maka

berdasarkan pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 149 KHI

huruf (b), tergugat diwajibkan untuk memberikan nafkah, maskan dan

kiswah selama masa iddah kepada penggugat (Dok. Putusan MA No.

137/K/AG/2007):

Istibra’ secara etimologis berarti mencari kebebasan sedangkan

secara syar’i adalah penantian seorang perempuan dalam masa

tertentu untuk memastikan bebasnya atau kosongnya rahim. Dalam

menjalani istibra’, perempuan dilarang memakai wangi-wangian dan

berhias, karena itu bisa menarik lawan jenis (laki-laki lain).

Perempuan dalam masa istibra’ ini juga dilarang untuk melakukan

pernikahan dengan laki-laki lain, supaya tidak terjadi percampuran

sperma (Al Mawardi : 442)

Dari dua dasar perundangan yang dikemukakan oleh majelis hakim,

yaitu pada Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 149 KHI huruf

(b), hakim Pengadilan Agama dapat memberikan mut’ah dan nafkah iddah

kepada bekas istri dalam cerai gugat, namun dengan pertimbangan bahwa

bekas istri tidak nuzyus. Tentu saja dalam memberikan mut’ah dan nafkah

iddah harus disesuaikan dengan pekerjaan dan kemampuan bekas suami.

Page 78: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

69

Hakim tidak boleh memberikan mut’ah dan nafkah iddah diluar kemampuan

bekas suami.

Menurut analisis penulis, bahwa penetapan Pengadilan Agama

Jakarta Selatan Nomor 1445/Pdt.G/2010/PA JS, yang menghukum Tergugat

untuk membayar kepada Penggugat nafkah, maskan, dan kiswah selama

masa iddah sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

dan duduk perkara. Hal ini didasarkan atas dasar keadilan hukum yang

memberikan jaminan kehidupan bagi bekas istri dalam masa iddah.

Pemberian nafkah iddah dan mut’ah pada cerai gugat dalam perkara

ini sesuai dengan kaidah fiqh yaitu:

انضرر يزال

Artinya: “Kemudaratan harus dihilangkan”7

Tidak adanya nafkah iddah dan mut’ah pada perkara cerai gugat

tentunya menimbulkan kerugian bagi bekas istri. Bekas istri tentunya sangat

membutuhkan biaya atau uang untuk menghidupi dirinya sendiri setelah

perceraian. Jika nafkah iddah dan mut’ah diberikan maka dapat menjamin

kehidupan bekas istri selama masa iddah. Hal tersebut tentunya lebih

mengakomodasi kepada kepentingan perempuan selama masa iddah.

Dalam perkara cerai gugat, Pengadilan Agama pada umumnya tidak

memberikan nafkah iddah kepada penggugat. Tidak diberikannya nafkah

iddah dalam cerai gugat karena dalam tradisi lama di tingkat Pengadilan

Agama dalam perkara cerai gugat memposisikan perempuan di pihak yang

7 Moh. Adib Bisri,. Terjemah Al Faraidul Bahiyyah. (Kudus: Menara Kudus, 1997), h.

23

Page 79: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

70

salah. Namun putusan di Pengadilan Indonesia ini harus sudah ada alasan

yang rasional dalam memutus perkara seperti cerai gugat ini, dan harus lebih

memperhatikan serta lebih mengakomodasi kepentingan perempuan.

Banyak kasus cerai gugat yang diajukan ke Pengadilan Agama

dengan alasan bahwa perempuan itu merasa menjadi korban karena merasa

dirugikan oleh suami. Sebagai contoh adalah ketika perempuan yang

mengajukan cerai gugat tersebut dirugikan karena mendapatkan perlakuan

tidak bertanggung jawab, melakukan KDRT, poligami, atau perlakuan

buruk lainnya. Hal ini tentu saja harus menjadi pertimbangan hakim dalam

pemberian putusan di dalam perkara cerai gugat, sehingga perlu dikaji

ulang.

Apabila perempuan mendapat perlakuan yang merugikan dirinya

tersebut, perempuan akan sangat wajar jika mempunyai hak terkait dalam

nafkah iddah, maskan dan kiswah dalam konteks dan istilah apapun dalam

perkara perceraian. Perlu dipertimbangkan lagi bahwa jika perempuan

mendapatkan hak nafkah iddah, maskan dan kiswah harus dengan catatan

bahwa istri tidak nuzyus. Dengan ini maka perlu adanya pendekatan dari sisi

kemanusian dari hakim dalam memutuskan penetapan nafkah iddah.

Page 80: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

71

Page 81: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

72

BAB V

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Setelah penulis menyelesaikan pembahasan dalam bentuk skripsi tentang

Pemberian nafkah iddah dalam cerai gugat, analisis putusan perkara Nomor :

1445/Pdt.G/2010/PA.JS, dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

1. Pada dasarnya nafkah iddah hanya berlaku pada kasus cerai thalak. Tapi hakim

dapat membebankan kepada pihak Tergugat untuk memberikan nafkah iddah

kepada Penggugat berdasarkan pertimbangan tertentu. Dalam hukum Islam,

pemberian nafkah iddah dan mut’ah pada talak ba’in didasarkan pada pendapat

Imam Hanafi. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wanita tersebut berhak

nafkah dan tempat tinggal secara bersama, kecuali jika wanita tersebut ber-

iddah karena perpisahan disebabkan pelanggaran istri, seperti istri murtad

setelah bercampur atau tindakan istri menodai kehormatan mertua seperti orang

tua suami atau saudara-saudaranya, istri hanya berhak tempat tinggal dan tidak

berhak nafkah. Pendapat ulama’ Hanafiyah ini juga dikuatkan oleh Umar bin

Khattab ra, Umar bin Abdul Aziz dan Sufyan Ats Tsauri. Mereka mengambil

dalil kepada firman Allah surat At Thalaq ayat 6: “… Tempatkanlah mereka

(para istri) dimana kamu berada (bertempat tinggal) menurut

kemampuanmu”. Ayat ini menerangkan wajibnya memberi tempat tinggal. Jika

secara hukum wajib memberikan tempat tinggal, maka dengan sendirinya

wajib memberikan nafkah, karena adanya kewajiban memberi tempat tinggal

72

Page 82: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

73

dalam talak perempuan hamil dan karena sebagai istri itu sendiri. Sedangkan

menurut Hukum Positif, pemberian nafkah iddah dan mut’ah didasarkan pada

Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 149 KHI. Pasal 41 huruf (c)

UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa “Pengadilan dapat mewajibkan

kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau

menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri”. Pasal di atas menunjukkan

bahwa hakim Pengadilan Agama mempunyai hak dalam memberikan biaya

penghidupan dan menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri akibat

perceraian. Secara tekstual makna perceraian dalam pasal tersebut mengandung

makna perceraian secara umum. Perceraian dalam Pasal 41 huruf (c) UU No. 1

Tahun 1974 dapat dimaknai dengan cerai talak atau cerai gugat. Berdasarkan

pasal tersebut setiap perkara perceraiaan baik cerai talak maupun cerai gugat,

hakim memiliki kebebasan dalam memberikan putusan kepada suami agar

dapat mewajibkan biaya penghidupan atau menentukan suatu kewajiban

kepada bekas istri. Dasar pemberian nafkah kepada bekas istri pada perkara

cerai juga diperkuat oleh Pasal 149 KHI.

2. Dalam putusan PA Jakarta Selatan Nomor : 1445/Pdt.G/2010/PA.JS ini

pemberian nafkah iddah oleh majelis hakim juga didasarkan dengan putusan

Mahkamah Agung RI nomor 137/K/AG/2007 tanggal 19 September 2007.

Mahkamah Agung RI nomor 137/K/AG/2007 pemberian nafkah iddah

didasarkan pada Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 149 KHI.

Hakim MA memutuskan memberi nafkah karena pertimbangan bahwa istri

harus menjalani iddah sehingga membebankan nafkah juga. Diberikan nafkah

Page 83: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

74

iddah karena adanya kepentingan bekas suami untuk mengetahui kebersihan

rahim dan menjamin kebutuhan bekas istri selama iddah. Kemudian yang patut

diperhatikan dalam salinan putusan Nomor : 1445/Pdt.G/2010/PA.JS ini

bahwa tindakan penggugat oleh majelis hakim tidak dianggap nusyuz. Dan

majelis hakim tetap memutuskan adanya nafkah iddah dan mut’ah sesuai

dengan Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 149 huruf (a) dan (b)

KHI tentang akibat putusnya perkawinan karena talak. Selain dari

yurisprudensi putusan MA nomor 137/K/AG/2007 tanggal 19 September 2007,

hakim memberikan mut’ah dan nafkah iddah kepada bekas istri dengan

memperhatikan 5 (lima) dasar pertimbangan yaitu: (a) Adanya rasa keadilan

bagi kedua belah pihak, (b) Adanya ketertiban hukum, (c) Menempatkan

harkat perempuan pada proporsinya, (d) Adanya kemampuan bekas suami

untuk memberikan nafkah iddah dan mut’ah kepada bekas istri, dan (e) Adanya

kelayakan bekas istri untuk menerima nafkah iddah dan mut’ah dari bekas

suami.

3. Dalam putusan Nomor 1445/Pdt.G/2010/PA.JS, hakim membebankan kepada

Tergugat untuk memberikan nafkah iddah kepada Penggugat, padahal pada

teorinya, nafkah iddah hanya dibebankan pada kasus cerai thalak. Dalam hal

ini hakim memberikan keputusan berdasarkan pertimbangan kesaksian para

pihak yang dihadirkan pada saat persidangan, dimana ditemukan bukti bahwa

Penggugat tidaklah nusyuz dan oleh karenanya berdasarkan teori keadilan dan

perlindungan terhadap hak-hak perempuan, maka hakim dapat memberikan

putusan sesuai dengan ijtihad yang dilakukannya.

Page 84: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

75

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis terhadap masalah yang telah penulis paparkan,

maka dapatlah disampaikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pengadilan Agama merupakan lembaga pertama yang menjadi tempat putusnya

perceraian diharapkan dapat menjaga dan menjalankan tugasnya secara baik

dan diharapkan dapat mengantisipasi adanya berbagai penyalahgunaan

kewajiban serta hak-hak dalam perceraian, sehingga hak isteri dapat terlindungi

dengan baik.

2. Suami adalah kepala rumah tangga, yang bertanggung jawab terhadap

kesejahteraan keluarga. Apabila terjadi perpecahan dalam rumah tangga

sehingga menyebabkan putusnya perkawinan, maka bekas suami harus

memenuhi akibat amar putusan yang dijatuhkan kepadanya.

3. Perlu adanya kajian lebih lanjut terhadap hal-hal yang berkaitan dengan

pemenuhan hak-hak mantan istri terutama pada cerai gugat. Banyak kasus cerai

gugat dimana posisi istri justru dirugikan, sebab itu perlu adanya hal-hal yang

dapat lebih mengakomodasi perempuan.

Page 85: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

76

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka

Setia, 1999)

Ahmed, Leila, “Women and Gender in Islam : Historical Roots of modern

Debate”, diterjemah Al-Bajuri, Ibrahim, Hasyiyah al „alamah Syaikh

Ibrahim al Bajuri, jilid 2, (Beirut: Dar ibn „a Shaashah, 2005)

Al-Husaini, Imam Taqiyudin Abi Bakr Ibn Muhammad. Kifayah Al-Akhyar.

Beirut: Dar Al-Fikr, 1994.

Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),

(Jakarta: Penerbit Toko Gunung Agung, 2002)

Ali, H. Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika,

2009)

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006)

Al-Ramli, Syihabuddin, Nihayat al Muhtaj ila Syarh al minhaj, Juz 6, (Beirut: Dar

al Kutub al Ilmiyah, 1993)

Apeldoorn, L..J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, Pradnya Paramita,

cetakan kedua puluh enam, 1996)

Azzam, Abdul Aziz, & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. Fiqh Munakahat

(Khitbah, Nikah, dan Talak). (Jakarta: Amzah, 2009)

Bisri, Moh. Adib,. Terjemah Al Faraidul Bahiyyah. (Kudus: Menara Kudus,

1997)

Bukhari, Shahih Bukhari bi Hasyiyah al Sindi, Juz III, (Indonesia: Dar Ihya‟ al

Kutub al „arabiyah, t.th.)

Dahlan, Abdul Aziz, et. al, (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4, (Jakarta: PT.

Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997)

Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemah, (Surabaya: Duta Ilmu, 2005)

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996)

Djamal, Abdoel. Pengantar Hukum di Indonesia. (Jakarta: Raja Grafindo, 2000).

76

Page 86: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

77

Dzuhayatin, Siti Ruhainah “Gender dalam Perspektif Islam” dalam Mansour

Fakih (ed), Membincang Feminisme Diskursus Gender perspektif Islam,

(Surabaya: Risalah Gusti, 2000)

Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta:

Gramedia, 2003,)

Karim, Khalil Abdul, Syari‟ah, Sejarah Perkelahian Makna, trj, Kamran As‟ad

(Yoyakarta: Lkiss, 2000)

Kuper dan Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Edisi Kedua, jilid I,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000)

Faiz, Pan Mohamad, Teori Keadilan John Rawls. dalam Jurnal Konstitusi, Volue

6 Nomor 1 (April 2009)

Friedrich, Carl Joachim, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung: Nuansa

dan Nusamedia, 2004)

Ghandur, Ahmad, al Thalaq fi al-syari‟ah al-islamiyah wa al-qanun, (Mesir: Dar

al-Ma‟rif, 1967)

Harahap, Yahya, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Pengadilan Agama,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2003)

Hasan, Mustofa, Pengantar Hukum Keluarga, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011)

Hoerudin, Ahrum, Pengadilan Agama (Bahasan Tentang Pengertian, Pengajuan

Perkara, dan Kewenangan Pengadilan Agama Setelah Berlakunya

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama).

(Bandung: PT. Aditya Bakti, 1999)

Huijbers, Theo, Filsafat Hukum dalam lintasan sejarah, cet VIII, (Yogyakarta:

kanisius, 2005)

Jamal, Abdoel, Pengantar Hukum di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2000)

Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. (Jakarta: Balai

Pustaka. 2009)

Karim, Khalil Abdul, Syari‟ah, Sejarah Perkelahian Makna, trj, Kamran As‟ad

(Yoyakarta: Lkiss, 2000)

Kelsen, Hans, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul

Muttaqien, (Bandung, Nusa Media, 2011)

Khutab al Ra‟iniy, Mawahib al-Jalil Juz II, (Beirut: Dar- al Kutub al Ilmiah, t.th)

Page 87: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

78

Kuper dan Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Edisi Kedua, jilid I,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000)

Lunis, Suhrawardi K., Etika Profesi Hukum, Cetakan Kedua, (Jakarta, Sinar

Grafika, 2000)

Mahfud, Moh. MD. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, (Jakarta: Rineka

Cipta,2003)

Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2008)

Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakata: Kencana, 2008)

Masyhur, Kahar, Membina Moral dan Akhlak. (Jakarta: Kalam Mulia, 2005)

Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam, Berwawasan Gender, (Malang: UIN

Press, 2008)

Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Maz|hab, (Jakarta: Lentera, Cet. VII,

2008)

Mustabsyirah Dkk. Tafsir, (Aceh: Bandar Publishing, 2009)

Nasrullah, MS, “Perempuan Dan Gender Dalam Islam” (Jakarta: Lentera, 2000)

Nur, Djamaan, Fiqh Munakahat, (Semarang: CV. Toha Putra, cet. I, 1993)

Nuruddin, Amir dan Azhari A.T, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI),

(Jakarta: Kencana, 2006)

Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto, Renungan Tentang Filsafat Hukum,

(Jakarta: Rajawali, 2002)

Qalyubi dan „Umairah, Hasyiyatani Qalyubi wa „Umairah, Juz III, (Beirut: Dar-

al Fikr, 1995)

Qudamah, Ibn, al Kafi fi fiqh al Imam Ahmad bin Hanbal, Juz 3, (Beirut: Dar al

Fikr, t.th)

Rahardjo, Sajipto. Ilmu Hukum. (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006)

Rasjid, H. Sulaiman, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010)

Rasyidah Dkk, Potret kesetaraan Gender di Kampus, (Aceh: PSW Ar-Raniry,

2008)

Page 88: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

79

Rato, Dominikus, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,

(Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2010)

Rawls, John, A Theory of Justice, diterjemahkan oleh Uzair Fauzan dan Heru

Prasetyo, Teori Keadilan, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006)

Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Juz 2, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007)

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009 ), Cet. Ke-1,

Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2002)

Sastroatmodjo, Aryo, Hukum Perkawianan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981)

Shant, Dellyana. Konsep Penegakan Hukum. (Yogyakarta: Liberty, 2008)

Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 2006)

Simorangkir dkk, Kamus Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika, , 2008)

Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum

Cetakan Kelima. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004)

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata. (Jakarta: PT. Intermasa, 2003)

Sumbullah, Umi dkk. Spektrum Gender, (Malang: UIN Press, 2008)

Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit Citra

Aditya Bakti, 1999)

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqih

Munakahat dan UU Perkawinan), (Jakarta: Prenada Media, 2007)

Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan

Tentang Kompilasi Hukum Islam. (Bandung: Fokusmedia, 2005)

Turmudzi, Sunan Turmudzi, Juz 5, (Beirut: Daar el Fikr, t.t.)

Undang-Undang RI No. 1 Thaun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi

Hukum Islam Serta Perpu Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Ibadah

haji. (Surabaya: Kesindo Utama, 2012)

Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al Islam wa Adilatuhu Juz IX, (Beirut: Dar al Fikr,

2006)

Page 90: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)
Page 91: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)
Page 92: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)
Page 93: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

PEDOMAN WAWANCARA

KEPADA HAKIM YANG MENANGANI PERKARA

NOMOR 1445/Pdt.G/2010/PA.JS

1. Menurut Bapak, apa perbedaan antara perkara Cerai Thalak dengan

perkara Cerai Gugat ?

2. Apa saja persyaratan administratif yang harus dipenuhi bagi permohonan

Cerai Thalak dan Cerai Gugat ?

3. Menurut Bapak apa perbedaan antara nafkah ‘iddah dengan nafkah

mut’ah ?

4. Dalam perkara Nomor 1445/Pdt.G/2010/PA.JS apa pertimbangan hakim

dalam mengabulkan perkara Penggugat ?

5. Menurut pendapat Bapak, apakah nafkah ‘iddah bagi Penggugat

merupakan hak yang harus diterimanya dari Tergugat ?

6. Menurut Bapak, dalam kondisi apa saja Tergugat dinyatakan tidak berhak

atas nafkah ‘iddah dari Tergugat ?

7. Menurut Bapak, apabila dalam permohonan gugatan Penggugat tidak

mengajukan nafkah ‘iddah kepada Tergugat, apakah hakim dalam amar

putusannya tetap akan mewajibkan Tergugat untuk memberikan nafkah

‘iddah kepada Penggugat ?

8. Menurut Bapak, apakah nafkah ‘iddah yang harus diberikan kepada

Penggugat oleh Tergugat harus dibayarkan sekaligus atau dicicil ?

9. Apabila Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya memberikan nafkah

‘iddah kepada Penggugat sesuai amar putusan, apakah sanksi yang akan

diterima oleh Tergugat ?

10. Siapakah yang berhak memberikan sanksi atas pelanggaran Tergugat

terhadap amar putusan yang diputuskan oleh hakim ?

Page 94: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

HASIL WAWANCARA

DENGAN BAPAK Drs. MUH. RUSYDI TAHIR

HAKIM PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

JUM’AT, 15 MEI 2015

1. Menurut Bapak, apa perbedaan antara perkara Cerai Thalak dengan

perkara Cerai Gugat ?

Jawab : Cerai thalak adalah permohonan perceraian yang diajukan oleh

suami atau atas keinginan suami, sehingga suami disebut sebagai

PEMOHON dan istri disebut TERMOHON. Sedangkan cerai gugat adalah

perceraian atas keinginan istri atau yang dalam kitab Fiqih biasa disebut

dengan khulu’ atau thalak tebus, sehingga istri yang mengajukan

permohonan perceraiannya kepada Pengadilan disebut PENGGUGAT dan

suaminya disebut TERGUGAT.

2. Apa saja persyaratan administratif yang harus dipenuhi bagi permohonan

Cerai Thalak dan Cerai Gugat ?

Jawab: Bagi permohonan cerai thalak dan cerai gugat ke Pengadilan

persyaratannya sama, yaitu bahwa para pemohon atau penggugat harus

membuat surat permohonan perceraian yang ditujukan kepada Ketua

Pengadilan Agama, kemudian mendaftarkannya ke bagian administrasi.

Sedangkan dokumen yang harus disiapkan oleh para pemohon atau

penggugat diantaranya adalah Kartu Tanda Penduduk dan Kutipan Akta

Nikah atau Buku Nikah.

3. Menurut Bapak apa perbedaan antara nafkah ‘iddah dengan nafkah

mut’ah ?

Jawab: Nafkah ‘iddah adalah nafkah yang diberikan oleh seorang suami

kepada mantan istrinya yang dithalak. Atau dengan kata lain, Nafkah

iddah adalah nafkah yang diberikan suami pada waktu masa iddah atau

pemberian biaya penghidupan yang diberikan oleh suami selama tiga

bulan sepuluh hari berturut-turut kepada isteri yang diceraikan yang

didasarkan atas kemampuan suami sebagai upaya pemenuhan kewajiban

yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam maupun keputusan Pengadilan

Agama. Sedangkan nafkah mut’ah adalah pemberian seorang suami

kepada isterinya yang diceraikan, baik itu berupa uang, pakaian atau

pembekalan apa saja sebagai bantuan dan penghormatan kepada isterinya

itu serta menghindari dari kekejaman thalak yang dijatuhkannya itu. Atau

dengan kata lain bahwa tujuan pemberian Mut’ah seorang suami terhadap

Isteri yang telah diceraikannya adalah dengan adanya pemberian tersebut

diharapkan dapat menghibur atau menyenangkan hati isteri yang telah

diceraikan dan dapat menjadi bekal hidup bagi mantan Isteri tersebut, dan

Page 95: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

juga untuk membersihkan hati kaum wanita dan menghilangkan

kehawatiran terhadap penghinaan kaum pria terhadapnya.

4. Dalam perkara Nomor 1445/Pdt.G/2010/PA.JS apa pertimbangan hakim

dalam mengabulkan perkara Penggugat ?

Jawab: Pertimbangan hakim dalam putusan PA Jakarta Selatan Nomor :

1445/Pdt.G/2010/PA.JS didasarkan dengan putusan Mahkamah Agung RI

nomor 137/K/AG/2007 tanggal 19 September 2007. Mahkamah Agung RI

nomor 137/K/AG/2007 pemberian nafkah iddah didasarkan pada Pasal 41

huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 149 KHI. Hakim MA

memutuskan memberi nafkah karena pertimbangan bahwa istri harus

menjalani iddah sehingga membebankan nafkah juga. Diberikan nafkah

iddah karena adanya kepentingan bekas suami untuk mengetahui

kebersihan rahim dan menjamin kebutuhan bekas istri selama iddah.

Kemudian yang patut diperhatikan dalam salinan putusan Nomor :

1445/Pdt.G/2010/PA.JS ini bahwa tindakan penggugat oleh majelis hakim

tidak dianggap nusyuz. Dan majelis hakim tetap memutuskan adanya

nafkah iddah dan mut’ah sesuai dengan Pasal 41 huruf (c) UU No. 1

Tahun 1974 Jo. Pasal 149 huruf (a) dan (b) KHI tentang akibat putusnya

perkawinan karena talak. Selain dari yurisprudensi putusan MA nomor

137/K/AG/2007 tanggal 19 September 2007, hakim memberikan mut’ah

dan nafkah iddah kepada bekas istri dengan memperhatikan 5 (lima) dasar

pertimbangan yaitu: (a) Adanya rasa keadilan bagi kedua belah pihak, (b)

Adanya ketertiban hukum, (c) Menempatkan harkat perempuan pada

proporsinya, (d) Adanya kemampuan bekas suami untuk memberikan

nafkah iddah dan mut’ah kepada bekas istri, dan (e) Adanya kelayakan

bekas istri untuk menerima nafkah iddah dan mut’ah dari bekas suami.

5. Menurut pendapat Bapak, apakah nafkah ‘iddah bagi Penggugat

merupakan hak yang harus diterimanya dari Tergugat ?

Jawab: Tergantung pada pokok perkaranya. Jika si suami memang tidak

nusyuz, maka tidak ada salahnya jika ia juga diberikan nafkah ‘iddah.

Apalagi pada beberapa kasus banyak dijumpai para wanita yang

mengajukan perceraian karena terpaksa dikarenakan suaminya sudah tidak

lagi bertanggung jawab terhadap keluarga. Oleh karenanya dalam hal ini,

hakim akan mempertimbangkan kronologis terjadinya perceraian dan akan

memutuskan sesuai dengan kesaksian suami istri tersebut.

6. Menurut Bapak, dalam kondisi apa saja Tergugat dinyatakan tidak berhak

atas nafkah ‘iddah dari Tergugat ?

Jawab: Salah satunya adalah pada thalak ba’in dan istri berbuat nusyuz,

atau melanggar ketentuan syari’at agama.

Page 96: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

7. Menurut Bapak, apabila dalam permohonan gugatan Penggugat tidak

mengajukan nafkah ‘iddah kepada Tergugat, apakah hakim dalam amar

putusannya tetap akan mewajibkan Tergugat untuk memberikan nafkah

‘iddah kepada Penggugat ?

Jawab: Tergantung hasil pemeriksaan. Jika hasil pemeriksaan ternyata

memang si bekas istri layak untuk mendapatkan nafkah ‘iddah, maka

hakim dapat mewajibkan mantan suami untuk memberikan nafkah ‘iddah

tersebut kepada mantan istrinya, walaupun sang istri tidak mencantumkan

permohonan tersebut dalam surat permohonannya. Jadi itu semua

tergantung kepada hasil pemeriksaan dalam sidang.

8. Menurut Bapak, apakah nafkah ‘iddah yang harus diberikan kepada

Penggugat oleh Tergugat harus dibayarkan sekaligus atau dicicil ?

Jawab: Pada beberapa kejadian, banyak diantara mantan suami yang

mengabaikan putusan pengadilan untuk memberikan nafkah ‘iddah atau

mut’ah kepada mantan istrinya. Maka atas dasar itu, banyak hakim yang

mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan nafkah ‘iddah

kepada mantan istrinya secara sekaligus tidak dicicil. Hal ini

dikhawatirkan si mantan suami mangkir untuk memberikannya kepada

mantan istri. Tapi jika si mantan suami amanah, maka hakim dapat

memberikan keputusan yang berbda.

9. Apabila Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya memberikan nafkah

‘iddah kepada Penggugat sesuai amar putusan, apakah sanksi yang akan

diterima oleh Tergugat ?

Jawab: Apabila terjadi hal demikian, maka si istri dapat melaporkan

kejadian tersebut kepada pihak Pengadilan. Setelah Pengadilan menerima

laporan maka pengadilan akan melakukan eksekusi terhadap terhadap

harta yang dimiliki oleh mantan suami, mungkin dengan cara lelang atau

cara lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

10. Siapakah yang berhak memberikan sanksi atas pelanggaran Tergugat

terhadap amar putusan yang diputuskan oleh hakim ?

Jawab: Karena masalah ini termasuk masalah perdata, maka pertama kali

yang akan dilakukan adalah eksekusi oleh Pengadilan. Jika terjadi

pelanggaran atau pembangkangan terhadap eksekusi tersebut, maka

masalah tersebut dapat saja dilaporkan kepada pihak kepolisian dan kasus

gtersebut bisa berubah menjadi kasus pidana.

Page 97: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

P U T U S A N

Nomor : 1445/Pdt.G/2010/PA JS

BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara

Gugatan Cerai pada tingkat pertama dalam persidangan Majelis telah

menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara:

Penggugat, agama Islam, pekerjaan Karyawati, bertempat tinggal di Jalan Duku

Nomor 6, RT: 005/RW: 06, Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan

Cilandak, Jakarta Selatan, dalam hal ini memberikan kuasa kepada H.

Feizal Syahmenan, SH., MH. dan Sigit Handoyo Subagiono, SH., MH.,

Advokat dan Konsultan Hukum yang berdomisili di Jalan

Sisingamangaraja Nomor 63, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,

berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 28 Mei 2010 yang terdaftar di

Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan register nomor

516/Pdt.G/VII/2010 tanggal 06 Juli 2010, selanjutnya disebut sebagai

Penggugat;

melawan

Tergugat, agama Islam, pekerjaan Pegawai Bank Agro, bertempat tinggal di

Jalan Al-Mubarok 1/8, RT: 012/RW: 06, Kelurahan Cipulir, Kecamatan

Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dalam hal ini memberikan kuasa kepada

Arianto Soeparto, SH., Marisa Johar Ayugati, SH., dan M. Ekhsandi

Haznam, SH., Advokat dan Konsultan Hukum yang berdomisili di Jalan

Kalibata Tengah Nomor 23, RT/RW: 006/07, Kelurahan Kalibata,

Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus

tertanggal 28 Mei 2010 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dengan register nomor 572/Pdt.G/VII/2010 tanggal 26 Juli

2010, selanjutnya disebut sebagai sebagai Tergugat;

Pengadilan Agama tersebut;

Setelah membaca dan mempelajari berkas perkara;

Setelah mendengar keterangan Penggugat, dan para saksi;

TENTANG DUDUK PERKARANYA

Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat Gugatannya tertanggal 06 Juli

2010 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Nomor 1145/Pdt.G/2010/PA JS mengemukakan hal-hal yang pada pokoknya

sebagai berikut:

Adapun hal-hal yang menjadi dasar gugatan Penggugat adalah sebagai

berikut:

Page 98: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

1. Bahwa, pada tanggal 10 Maret 1996 antara Penggugat dan Tergugat telah

dilangsungkan Pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah pada

Kantor Urusan Agama Kecamatan Cilandak, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta

sebagaimana ternyata dari Kutipan Akta Nikah Nomor 896/29/III/1996 tanggal

11 Maret 1996, sehingga antara Penggugat dan Tergugat terdapat hubungan

hukum perkawinan yang sah sebagai suami isteri.

2. Bahwa, dengan demikian, perkawinan antara Penggugat dan Tergugat

sebagaimana tersebut diatas adalah sah karena dilakukan sesuai dengan hukum

dan agama nya yaitu Agama Islam, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat

I Undang-undang No. l Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan)

yang menyatakan sebagai berikut:

"Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu."

3. Bahwa, dari perkawinan tersebut Penggugat dan Tergugat memiliki 3 (tiga)

orang anak yaitu:

1. anak yang lahir pada tanggal 26 Mei 1997 sebagaimana terbukti dari

Kutipan Akta Kelahiran Nomor 12994/U/JS/1997 tertanggal 07 Juli 1997,

pada saat Gugatan didaftarkan berumur 13 (tiga belas) tahun kurang 5

(lima) hari;

2. Muhamad Rizky Firmansyah yang lahir pada tanggal 19 Oktober 2003

sebagaimana terbukti dari Kutipan Akta Kelahiran Nomor

2919/T/JS/2007/2003 tanggal 12 JuIi 2007 , pada saat Gugatan didaftarkan

berumur 7 (tujuh) tahun; dan

3. anak yang lahir pada tanggal 19 Oklober 2003 sebagaimana terbukti dari

Kutipan Akta Kelahiran Nomor 2920/T/JS/2007/2003 tertanggal 12 Juli

2007, pada saat Gugatan didaftarkan berumur 7 (tujuh) tahun. (Untuk

selanjutnya disebut (“Anak-Anak") ;

4. Bahwa, dari perkawinan tersebut diperoleh Harta Bersama berupa, Tanah

dan Bangunan yang terletak di Jalan Permata Pamulang Blok G 16 No.28,

Rt.10/Rw.05, Desa Bakti Jaya, Kelurahan Setu, Kabupaten Tangerang

Selatan, Propinsi Banten, yatg tercatat atas nama Penggugat;

5. Bahwa, selama Perkawinan antara Penggugat dan Tergugat seringkali

terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sulit didamaikan, sehingga

tidak ada harapan dapat hidup rukun lagi dalam sebuah rumah tangga;

6. Bahwa awalnya rumah tangga Penggugat dan Tergugat baik-baik saja,

namun masa-masa indah itu tidak berlangsung lama karena setelah

lahirnya anak pertama ternyata perbedaan pendapat antara Penggugat dan

Tergugat sering terjadi dan bermuara dengan perselisihan dan

pertengkaran yang tak ada habisnya;

7. Bahwa, pertengkaran-pertengkaran tersebut seringkali terjadi di hadapan

Anak-anak, bahkan pembantu dan keluarga besar, sehingga kehidupan

rumah tangga Penggugat dan Tergugat amat tidak nyaman, bahkan

Tergugat pun seringkali meninggalkan kediaman bersama;

8. Bahwa. dengan keadaan rumah tangga yang bagai neraka seperti itu.

Penggugat sama sekali tidak ridho dan tidak ingin mempertahankan rumah

tangga lebih lama lagi bersama Tergugat, sehingga memutuskan lebih baik

Page 99: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

bercerai dari pada meneruskan terjadinya kezaliman dan mudharat dalam

perkawinan tersebut karena tidak mungkin dapat mewujudkan rumah

tangga yang bahagia dan harmonis sebagaimana yang dikehendaki oleh

Undangundang, bahkan kenyataannya fakta yang ada menunjukan keadaan

rumat tangga Penggugat dan Tergugat sudah memenuhi ketentuan

Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan juncto

Kompilasi Hukum Islam untuk diakhiri saja mengingat terpenuhinya

alasan-alasan bagi perceraian sesuai Pasal 39 ayat 2 Undang- Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan juancto Pasal 116 huruf f

Kompilasi Hukum lslam;

9. Bahwa, mengingat hubungan Penggugat dengan Anak-anak sebagai ibu

dan adanya anak yang belum mumayyiz atau belum berusia 12 (dua belas)

tahun, maka berdasarkan Pasal 105 huruf a Kompilasi Hukum Islam, maka

hadhanah adalah berada di Penggugat Pasal 105 huruf a Kompilasi Hukum

Islam: Dalam hal terjadinya perceraian: “Pemeliharaan anak yang belum

mumayyiz atau belum 12 tahun adalah hak ibunya.”

10. Bahwa, namun demikian baik Tergugat maupun Penggugat tetap

berkewajiban untuk memelihara dan mendidik Anak bersama-sama, hal ini

sesuai dengan ketentuan Pasal 41 ayat {1) huruf a UU Perkawinan. Pasal

41 ayat (1) huruf a UU Perkawinan: Akibat putusnya perkawinan karena

perceraian ialah: “baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memeliharaa

dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak:

bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadialan

memberikan keputusannya.”

11. Bahwa berdasarkan pasal 41 hnruf b UU perkawinan jo. pasal 105 huruf c

jo. pasal 156 huruf d Kompilasi Hukum Islam, Tergugat selaku ayah dari

Anak tetap dibebani kewajiban untuk menanggung biaya pemeliharaan dan

pendidikan Anak, yang termasuk namun tidak terbatas pada biaya

kesehatan, biaya pendidikan formal dan biaya pendidikan informal

12. Bahwa untuk memenuhi kewajibannya sebagairnana tersabst pada angka

11 diatas, maka Tergugat harus memasukkan Anak-anak dalam Asuransi

Kesehatan atas biaya Tergugat sepenuhnya, Tergugat diwajibkan pula

untuk menanggung segala biaya pendidikan formal maupun non formal

yang dibayarkan Tergugat langsung ke masing-masing lembaga

pendidikan Anak-anak sampai pada pendidikan formal setinggi-tingginya

tingkat Strata 2 (dua), dan Tergugat juga harus memberikan biaya

pemeliiraraan Anak-anak dengan dengan jumlah Rp. 1.500.000.- (satu juta

lima ratus ribu rupiah) setiap bulannya hingga anak-anak berusia 21 (dua

puluh satu) tahun atau menikah sebelun usia tersebut yang wajib,

dibayarkan Tergugat kepada Penggugat secara tunai setiap tanggal 1 (satu)

selama pemegang Hadlhonah atas Anak-anak (jumlah mana setiap tahun

disesuaikan dengan setiap tahun disesuaikan dengan besaran inflasi

sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dengan tidak mengurangi

kewajiban Tergugat selaku Ayah dari Anak-anak untuk memenuhi seluruh

kebutuhan dan kepentingan Anak-anak.

Page 100: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

13. Bahwa, berdasarkan Pasal 136 ayat {2) huruf a Kompilasi Kompilasi

Hukum Islam, Penggugat dapat mengajukan kepada Pengadilan Agama

untuk menentukan nafkah yang harus di tanggung oleh suami selama

proses perkara, oleh karenanya Penggugat mengajukan agar Tergugat tetap

memberikan nafkah kepada Penggugat selama berlangsungnya

persidangan ini sebesar Rp Rp.1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu

Rupiah) per bulan sampai dengan putusan perkawinan.

14. Bahwa, setelah putusnya perkawinan, Tergugat juga diwajibkan untuk

memberikan nafkah iddah kepada Penggugat sebesar Rp. 750.000.00

(tujuh ratus ribu rupiah) setiap bulannya, selama 3 (tiga) bulan 10

(sepuluh) hari setelah putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap.

15. Bahwa, mengenai pembagian Harta Kekayaan Dalam Perkawinan,

Penggugat meminta Tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Permata

Pamulang Blok G 16 No. 28 Rt.10/Rw.05, Desa Bakti Jaya, Kelurahan

Setu, Kabupaten Tangerang Selatan, Provinsi Banten yang kini tercatat

atas nama Penggugat untuk ditetapkan sebagai milik Anak-anak dan

Penggugat menguasainya selama Anak-anak belum dewasa

16. Bahwa, akhirnya Penggugat menyatakan sanggup untuk memberikan

iwadl sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Penggugat memohon agar Majelis

Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan berkenan memeriksa dan mengadili

perkara ini serta selanjutnya memberikan putusan sebagai berikut :

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat seluruhnya;

2. Menetapkan jatuh Talak Satu dari Tergugat kepada Penggugat dengan Iwadl

sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)

3. Menyatakan Putusan Perkawinan antara Penggugat dan Tergugat karena

perceraian;

4. Menyatakan bahwa Hadhonah atas Anak-anak, yang bernarna anak I dan anak

II berada pada Penggugat sebagai Ibunya

5. Memerintahkan Tergugat untuk (a) memasukkan Anak-anak dalam Asuransi

Kesehatan atas biaya Tergugat sepenuhnya; (b) untuk menanggung segala

biaya pendidikan formal maupun non formal yang dibayarakan Tergugat

langsung ke kemasing-masing lembaga pendidikan Anak-anak sampai

setinggi-tingginya pada pendidikan formal Strata 2 (dua) (c) dan untuk

memberikan biaya pemeliharaan Anak-anak dengan jumlah Rp. 1.500.000,-

(satu juta lima ratus ribu Rupiah) setiap bulannya hingga Anak-anak berusia 21

(dua puluh satu) tahun atau menikah sebelum usia tersebut yang wajib

dibayarkan Targugat kepada Penggugat secara tunai setiap tanggal 1 (satu)

selaku pemegang hadhanah atas anak-anak, jumlah mana setiap tahun

disesuaikan dengan besaran inflasi sekurang-kurangnya 10 % (sepuluh persen)

dengan tidak mengurangi kewajiban Tergugat selaku Ayah dari anak-anak

untuk memenuhi seluruh kebutuhan dan kepentingan anak-anak;

6. Memerintahkan Tergugat untuk memberikan nafkah kepada Penggugat setiap

bulannya sebesar Rp.1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu Rupiah), secara

Page 101: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

tunai kepada Peaggugat selama proses berperkara sampai dengan putusan

Pengadilan berkekuatan hukum tetap.

7. Memerintahkan Tergugat untuk memberikan nafkah iddah kepada Penggugat

sebesar Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) setiap bulannya

selama 3 (tiga) bulan 10 (sepuluh) hari setelah Putusan Pengadilan berkekuatan

hukum tetap;

8. Menetapkan bahwa Harta Bersama berupa Tanah dan bangunan yang terletak

di Jalan Jalan Permata Pamulang Blok G 16 No. 28 Rt.10/Rw.05, Desa Bakti

Jaya, Kelurahan Setu, Kabupaten Tangerang Selatan, Provinsi Banten yang

kini tercatat atas nama Penggugat untuk ditetapkan sebagai milik Anak-anak

dan Penggugat menguasainya selama Anak-anak belum dewasa.

Atau apabila Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan

berpendapat lain, Penggugat memohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et

bono);

Bahwa pada hari persaidangan yang telah ditetapkan, Penggugat dan

Tergugat didampingi oleh Kuasanya masing-masing telah datang menghadap di

muka persidangan, kemudian Majelis berusaha mendamaikan Penggugat dan

Tergugat agar kembali hidup rukun dan melanjutkan membina rumah tangga

kembali akan tetapi usaha tersebut tidak berhasil, kemudian memerintahkan

kepada Penggugat dan Tergugat untuk menempuh upaya mediasi dengan mediator

Drs. H. A. Nawawi Ali namun tidak berhasil mendamaikan Penggugat dan

Tergugat;

Bahwa kemudian dibacakanlah Gugatan Penggugat tersebut yang isinya

tetap dipertahankan oleh Penggugat;

Bahwa terhadap Gugatan tersebut, Tergugat telah memberikan jawaban

tertulis yang pada pokoknya mengakui seluruh dalil Penggugat dan tidak

membantahnya serta tidak berkeberatan untuk bercerai dengan Penggugat;

Bahwa baik Penggugat maupun Tergugat masing-masing tidak

menyampaikan replik ataupun duplik;

Bahwa bahwa untuk memperkuat dalil Gugatannya, Penggugat telah

mengajukan bukti-bukti surat berupa;

a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama Penggugat dan Tergugat,

bermaterai cukup dan telah dicocokkan dengan aslinya, kode P.1;

b. Fotokopi Kutipan Akta Nikah atas nama Penggugat dan Tergugat, bermaterai

Cukup dan telah dicocokkan dengan aslinya, kode P.2;

c. Fotokopi Kartu Akta Kelahiran Anak atas nama Ibtia Shabrina, perempuan,

lahir tanggal 26 Mei 1997, bermaterai cukup dan telah dicocokkan dengan

aslinya, kode P.3;

d. Fotokopi Kartu Akta Kelahiran Anak atas nama Muhammad Zikry

Firmansyah, laki-laki, lahir tanggal 19 Oktober 2003, bermaterai cukup dan

telah dicocokkan dengan aslinya, kode P.4;

Page 102: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

e. Fotokopi Kartu Akta Kelahiran Anak atas nama Muhammad Rizky

Firmansyah, laki-laki, lahir tanggal 19 Oktober 2003, bermaterai cukup dan

telah dicocokkan dengan aslinya, kode P.5;

f. Fotokopi Kartu Keluarga WNI atas nama Tergugat sebagai Kepala Keluarga,

bermaterai cukup dan telah dicocokkan dengan aslinya, kode P.6;

g. Fotokopi Sertifikat Hak Milik No. 02505, bermaterai cukup tanpa

memperlihatkan aslinya, kode P.7;

h. Fotokopi Akta Jual Beli Nomor 1302/2005 ,tanpa materai dan tanpa

memperlihatkan aslinya, kode P.8;

i. Fotokopi Perjanjian Kredit, tanpa materai dan tanpa memperlihatkan aslinya,

kode P.9;

Bahwa selain itu Penggugat juga mengajukan seorang saksi yaitu:

Saksi Penggugat:

Saksi , umur 44 tahun, agama Islam, pekerjaan Swasta, tempat tinggal di

Jalan Duku Nomor 6 KOmp. TNI-AL, RT: 005 RW: 06 Kelurahan Pondok

Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, di hadapan sidang saksi

tersebut memberikan keterangan di bawah sumpah secara agama Islam yang

pada pokoknya sebagai berikut:

- Bahwa saksi adalah kakak kandung Penggugat;

- Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat;

- Bahwa Penggugat dengan Tergugat adalah suami istri yang sah dan sudah

mempunyai 3 (tiga) orang anak bernama: Sasa, Rizky, dan Zikry;

- Bahwa Penggugat dengan Tergugat sering bertengkar sejak 2 (dua) tahun

lalu disebabkan perbedaan pendapat dan keinginan dalam urusan rumah

tangga termasuk karena Tergugat sering pulang larut malam dari bekerja;

- Bahwa Penggugat menyampaikan keluh kesahnya kepada Saksi dan Saksi

pernah menyaksikan langsung pertengkaran antara Penggugat dan

Tergugat lebih dari 3 (tiga) kali baik cekcok mulut langsung maupun lewat

telepon;

- Bahwa Penggugat dan Tergugat saat ini masih tinggal serumah;

- Bahwa anak-anak Penggugat dan Tergugat dalam keadaan baik dan sehat;

- Bahwa Tergugat bekerja sebagai pegawai bank;

- Bahwa pihak keluarga sudah berusaha mendamaikan Penggugat dan

Tergugat melalui musyawarah keluarga agar rukun membina rumah

tangga kembali dengan Tergugat namun tidak berhasil;

Bahwa atas keterangan saksi tersebut, Penggugat menyatakan tidak

keberatan sedangkan Tergugat menyatakan keberatan dengan keterangan saksi

bahwa Penggugat dan Tergugat masih tinggal serumah. Yang sebenarnya adalah

bahwa Penggugat dan Tergugat telah berpisah rumah, Tergugat pindah ke rumah

orang tuanya dan hanya datang ke ruamah kediaman bersama jika ingin menemui

anak-anak Penggugat dengan Tergugat;

Page 103: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

Bahwa Tergugat juga telah mengajukan 1 (satu) orang saksi, yaitu:

Saksi umur 47 tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga,

bertempat tinggal di Komplek Bumi Serpong Damai (BSD), Anggrek Loka

Blok 6/4, Sektor 2-I, RT: 002 RW: 010, Kelurahan Rawa Buntu, Kecamatan

Serpong, Tangerang, di hadapan sidang saksi tersebut memberikan

keterangan di bawah sumpah secara agama Islam yang pada pokoknya

sebagai berikut:

- Bahwa saksi adalah kakak kandung Tergugat;

- Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Tergugat;

- Bahwa Penggugat dengan Tergugat adalah suami istri yang menikah pada

tahun 1996 dan telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak yaitu: Sasa, Rizky, dan

Zikry yang ketiganya kini diasuh oleh Penggugat;

- Bahwa anak-anak Penggugat dan Tergugat tersebut dalam keadaan

baikbaik dan sehat;

- Bahwa Penggugat dengan Tergugat sering bertengkar sejak 2 (dua) tahun

yang lalu disebabkan perbedaan visi dan misi antara Penggugat dan

Tergugat dalam mendidik anak-anak serta adanya masalah keuangan;

- Bahwa Saksi pernah melihat langsung pertengkaran antara Penggugat dan

Tergugat lebih dari 3 (tiga) kali baik yang terjadi di rumah Penggugat dan

Tergugat maupun yang terjadi di rumah orang tua Tergugat;

- Bahwa Tergugat bekerja sebagai pegawai di Bank Agro;

- Bahwa Penggugat dengan Tergugat sudah pisah rumah sejak 3 (tiga) bulan

yang lalu, Tergugat pindah ke rumah orang tuanya untuk menghindari

pertengkaran dalam rumah tangganya;

- Bahwa pihak keluarga sudah berusaha menasehati Penggugat agar rukun

membina rumah tangga kembali dengan Tergugat namun tidak berhasil;,

Menimbang, bahwa atas keterangan saksi-saksi tersebut Penggugat

menyatakan tidak keberatan dan tidak akan mengajukan sesuatu tanggapan

apapun dan mohon putusan;

TENTANG HUKUMNYA

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan penggugat adalah tentang

gugatan cerai diakumulasi dengan hak asuh anak, nafkah anak dan harta bersama

sebagaimana telah diuraikan di atas;

Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 130 HIR, Majelis Hakim dalam

setiap persidangan berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara,

namun usaha tersebut tidak berhasil;

Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun

2008 antara Penggugat dan Tergugat telah dilakukan upaya mediasi oleh Mediator

Hakim Drs. H. A. Nawawi Ali, namun mediasi tersebut tidak berhasil (gagal)

mendamaikan Penggugat dan Tergugat;

Page 104: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

Menimbang bahwa berdasarkan bukti P.1 berupa Kartu Tanda Penduduk

atas nama Penggugat dan Tergugat yang masing-masing dikeluarkan oleh

Kecamatan Cilandak dan Kecamatan Kebayoran, Jakarta Selatan, maka sesuai

dengan pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama yang telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2006 dan UU No. 50 tahun

2009 gugatan Penggugat benar menjadi kewenangan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan;

Menimbang bahwa Penggugat dan Tergugat adalah suami isteri yang sah

berdasarkan Kutipan Akta Nikah atas nama Penggugat dan Tergugat (bukti P.2.).

Dan pernikahan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat

(1) dan (2) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Oleh karena

itu Penggugat dan Tergugat adalah pihak-pihak yang berkepentingandalam

perkara ini;

Menimbang bahwa pokok gugatan Penggugat adalah bahwa awalnya

rumah tangga Penggugat dengan Tergugat rukun dan harmonis namun kurang

lebih sejak kelahiran anak pertama antara suami istri tersebut terus menerus terjadi

perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam

rumah tangga yang disebabkan adnya perbedaan-perbedaan pendapat yang

berujung pada pertengkaran-pertengkaran yang tidak jarang pula terjadi di

hadapan anak-anak Penggugat dengan Tergugat, pembantu, dan keluarga besar.

Tergugat sering meninggalkan rumah kediaman bersama tanpa alasan jelas. Dan

bahwa pertengkaran-pertengkaran yang terjadi terus menerus tersebut telah

berdampak pada terganggunya ketenteraman batin Penggugat hingga Penggugat

merasa bahwa rumah tangganya adalah bagai neraka baginya;

Menimbang bahwa Tergugat telah memberikan jawaban yang pada

pokoknya mengakui seluruh dalil Penggugat dan tidak berkeberatan bercerai

dengan Penggugat, maka dapat dikualifisir bahwa Pengakuan Tergugat tersebut

merupakan pengakuan bulat murni (aven pur et simple) yang sesuai ketentuan

hukum acara merupakan bukti yang mengikat dan menentukan sebagaimana

maksud pasal 174 HIR;

Menimbang bahwa perkara ini in casu perceraian, pengakuan adalah bukti

awal yang memerlukan bukti-bukti lainnya, sehingga Penggugat tetap dibebankan

wajib bukti;

Menimbang, bahwa Penggugat selain mengajukan bukti surat juga

mengajukan bukti saksi;

Menimbang, bahwa dari dua orang saksi Penggugat telah diperoleh

keterangan yang bersesuaian satu sama lain yaitu bahwa rumah tangga Penggugat

dan Tergugat yang awalnya rukun dan harmonis namun saat ini sering terjadi

perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat secara terus-

menerus yang penyebabnya adalah adanya perbedaan-perbedaan pandangan dan

Page 105: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

keinginan baik dalam urusan anak maupun dalam urusan rumah tangga lainnya

juga karean Tergugat sering pulang malam dari bekerja. Antar Penggugat dan

Tergugat telah pisah rumah sejak 3 (tiga) bulan lalu. Penggugat dan Tergugat

sudah didamaikan namun tidak berhasil;

Menimbang bahwa keterangan dua orang Saksi Penggugat tersebut satu

sama lain saling berkaitan dan tidak dibantah oleh Penggugat dan Tergugat

karenanya keterangan Saksi-saksi tersebut patut diterima dan patut

dipertimbangkan karena telah memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana

maksud pasal 147, 171 dan 172 HIR. Dan oleh karena keterangan dua orang saksi

tersebut telah menguatkan dalil-dalil gugatan Penggugat, maka dalil-dalil

Penggugat tersebut dinyatakan terbukti.

Menimbang, bahwa dari keterangan Penggugat serta pengakuan Tergugat

dikuatkan dengan bukti-bukti surat keterangan dua orang saksi, ditemukan

faktafakta

yaitu:

1. Bahwa Penggugat dan Tergugat menikah pada tanggal 10 Maret 1996 dan

hingga kini telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak;

2. Bahwa adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus;

3. Bahwa perselisihan sejak kelahiran anak pertama tersebut disebabkan

perbedaan-perbedaan pandangan dan keinginan baik dalam urusan anak

maupun dalam penyelenggaraan rumah tangga secara umum;

4. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah pisah rumah sejak sekitar bulan

April 2010;

5. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah didamaikan baik melalui

nasehat maupun dengan jalan musyawarah namun tidak berhasil;

Menimbang, bahwa dari fakta-fakta tersebut pengadilan berpendapat

bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran,

mengakibatkan keduanya sudah tidak rukun lagi, Penggugat dan Tergugat sudah

tidak tinggal satu rumah, dan Penggugat telah menyatakan tidak dapat

mempertahankan ikatan perkawinan dengan Tergugat.

Menimbang, bahwa upaya Majelis Hakim dan Saksi-saksi yang diajukan

dalam perkara ini menasihati Penggugat agar tetap rukun kembali dengan

Tergugat ternyata tidak berhasil, karena Penggugat telah menyatakan sikapnya

dengan tetap berkukuh pada pendiriannya untuk bercerai dengan Tergugat,

sehingga Majelis menilai bahwa dengan sebab perselisihan dan pertengkaran itu

telah mencapai pada suatu keadaan yang mana dalam rumah tangga Penggugat

dengan Tergugat sudah tidak dapat ditolerir lagi untuk hidup rukun dalam satu

ikatan perkawinan;

Menimbang, bahwa jika salah satu pihak telah menyatakan tetap

bersikukuh pada pendiriannya untuk bercerai dengan pihak lainnya, maka tidak

terdapat cukup alasan untuk tetap mempertahankan ikatan perkawinan tersebut,

Page 106: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

karena itu Majelis Hakim berkesimpulan bahwa rumah tangga Penggugat dengan

Tergugat telah berada pada tingkat pecahnya perkawinan (broken marriage),

keduanya sudah sangat sulit untuk hidup rukun lagi sebagai suami istri, sehingga

rumah tangga keduanya sangat sulit pula untuk dipertahankan, dalam mana jika

tetap dipertahankan dapat menimbulkan mudarat yang lebih besar bagi keduanya.

Terhadap kenyataan seperti itu Majelis Hakim perlu menyampaikan dalil syar‟i,

yaitu berupa qoidah fiqh yang termuat di dalam Kitab Al-Asybah wan-Nadzhoir,

yang kemudian diambil alih sebagai pendapat Majelis Hakim, yang artinya:

“Menolak mafsadah (pengaruh yang bersifat merusak) harus didahulukan dari

pada mengharapkan datangnya mashlahah (pengaruh yang membawa

manfaat/kebaikan)”, maka alternatif penyelesaian sengketa perkawinan yang

terbaik bagi Penggugat dan Tergugat adalah perceraian, karena itu peitum

Penggugat pada angka 2 dapat dikabulkan;

Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan di atas gugatan

Penggugat telah terbukti dan berdasar hukum untuk diterima dan dikabulkan

berdasarkan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 juncto

Pasal 116 huruf f KHI dengan menjatuhkan talak bain shugro dari Tergugat,

terhadap Penggugat,

Menimbang, bahwa bukti P.3, P.4, P.5, dan P.6 adalah akta-akta kelahiran

atas nama 3 (tiga) orang anak Penggugat dengan Tergugat dan Kartu Keluarga

WNI atas nama Tergugat sebagai Kepala Keluarga, maka berdasarkan bukti

tersebut terbukti bahwa ketiga orang anak tersebut adalah anak yang sah dan lahir

dari perkawinan penggugat dengan tergugat.

Menimbang, bahwa Penggugat dalam surat gugatan telah mengajukan

tuntutan menyangkut hak pengasuhan anak, Penggugat memohon kepada

pengadilan agar menetapkan anak-anak tersebut berada dalam pengasuhan dan

pemeliharaan Penggugat.

Menimbang, bahwa oleh karena anak yang bernama Muhamad Rizky

Firmansyah, lahir pada tanggal 19 Oktober 2003 dan Muhamad Zikry

Firmansyah, lahir pada tanggal 19 Oklober 200, masih dibawah umur (belum

mumayyiz), dimana anak tersebut masih sangat membutuhkan kasih sayang dan

perhatian dari ibunya, berdasarkan Pasal 105 huruf a Kompilasi Hukum Islam,

maka hak pengasuhan dan pemeliharaannya diserahkan kepada Penggugat;

Menimbang bahwa Penggugat juga meminta hak asuh (hadhonah)

terhadap anak tertua Penggugat dan Tergugat yang bernama Ibtia Shabrina, lahir

pada tanggal 26 Mei 1997 (berusia 13 tahun), hal mana terhadap hal ini Tergugat

pun telah menyatakan persetujuannya (tidak keberatan dan tidak membantah)

yakni terlihat dalam jawaban Tergugat dalam persidangan, maka Majelis

berpendapat bahwa ibunya layak diberikan hak pengasuhan dan pemeliharaan

karenanya hak pengasuhan dan pemeliharaan anak tertua dimaksud diserahkan

pula kepada Penggugat;

Page 107: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

Menimbang bahwa terhadap tuntutan Penggugat tentang asuransi anak,

biaya sekolah anak sampai S2, dan nafkah anak, Majelis Hakim akan

mempertimbangkannya sebagai berikut;

a. Bahwa tuntutan tentang nafkah anak sejumlah Rp1.500.000,00 (satu juta

lima ratus ribu rupiah) setiap bulannya hingga anak tersebut dewasa atau

menikah telah sesuai dengan maksud Pasal 105 huruf c dan Pasal 156

huruf d105 huruf c Kompilasi Hukum Islam, dan telah disesuaikan dengan

kemampuan Tergugat sebagai Ayah yang bekerja sebagai Pegawai pada

Bank Agro, Majelis Hakim berpendapat gugatan tentang nafkah anak

dimaksud dapat dikabulkan;

b. Bahwa Tergugat telah dibebankan untuk menanggung biaya hadhonah

anak sejumlah Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) setiap

bulannya hingga anak tersebut dewasa atau menikah, maka tuntutan

tentang asuransi anak dan biaya sekolah anak hingga strata dua (S2)

dikahawatirkan akan memberatkan Tergugat karenanya Majelis

berpendapat bahwa tuntutan tentang hal tersebut dapat dinyatakan ditolak;

(nafkah iddah dan nafkah selama proses persidangan)...???

Menimbang bahwa bukti P.7, P.8, dan P.9 masing-masing berupa

Sertifikat Hak Milik, Akta Jual Beli, dan Perjanjian Kredit tidak dapat

ditunjukkan aslinya karena dalam agunan sehingga tidak memenuhi syarat formil

pembuktian sebagaimana maksud pasal 1888 BW yakni bahwa kekuatan

pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya, karenanya bukti-bukti

tersebut dinyatakan dikesampingkan;

Menimbang bahwa dalam gugatannya, Penggugat juga menuntut agar

harta bersama berupa Tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Jalan Permata

Pamulang Blok G 16 No. 28 Rt.10/Rw.05, Desa Bakti Jaya, Kelurahan Setu,

Kabupaten Tangerang Selatan, Provinsi Banten yang kini tercatat atas nama

Penggugat ditetapkan sebagai milik anak-anak dan Penggugat menguasainya

selama anak-anak tersebut belum dewasa;

Menimbang bahwa terhadap dalil gugat ini pun Tergugat telah mengakui

dan tidak membantahnya sehingga dapat ditafsirkan bahwa atas hal ini telah

dicapai sebuah kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat, karenanya dapat

dinyatakan bahwa Penggugat dan Tergugat telah melepaskan haknya terhadap

harta bersama tersebut;

Menimbang, bahwa perkara ini adalah perkara perceraian yang berada

dalam lingkup bidang perkawinan, maka biaya perkara dibebankan kepada

penggugat sesuai Pasal 89 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama yang telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2006 sebagaimana

telah diubah pula dengan UU No. 50 tahun 2009

Page 108: PEMBERIAN NAFKAH IDDAH DALAM CERAI GUGAT (Analisis Putusan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30047/1/M. ULIL... · (Analisis Putusan Perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

MENGADILI

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat terhadap Pengguga

3. Menetapkan 3 (tiga) orang anak Penggugat dan Tergugat :

3.1. anak lahir tanggal 26 Mei 1997;

3.2. anak , lahir tanggal 19 Oktober 2003;

3.3. anak lahir tanggal 19 Oktober 2003; di bawah pemeliharaan (hadhonah)

Penggugat;

4. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat biaya pemeliharaan

anak sebanyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) setiap bulan

terhitung sejak putusan ini kekuatan hukum tetap sampai dengan anak-anak

tersebut dewasa (berusia 21 tahun) di luar biaya pendidikan dan kesehatan

5. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat nafkah, maskan,

dan kiswah selama masa iddah (tiga bulan) sebanyak Rp750.000,00 (tujuh

ratus lima puluh ribu rupiah) setiap bulan;

6. Menyatakan bahwa Penggugat dan Tergugat telah melepaskan haknya terhadap

Harta Bersama berupa tanah dan bangunan diatasnya yang terletak di

Jl.Permata Pamulang Blok G 16 No.28 Rt.10 Rw.05, Desa Bakti Jaya,

Kelurahan Setu, Kabupaten Tangerang Selatan;

7. Menyatakan gugatan Penggugat tentang Asuransi anak dan biaya sekolah

sampai S2 dinyatakan tidak dapat diterima;

8. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga putusan

ini sebanyak Rp356.000,00 (tiga ratus lima puluh enam ribu rupiah).

Demikian diputuskan pada hari Senin tanggal 06 September 2010 Masehi

bertepatan dengan tanggal 27 ramadhan 1431 Hijriah, oleh Hakim Pengadilan

Agama di Jakarta Selatan yang terdiri dari Drs. Yasardin, SH., MH. sebagai Ketua

Majelis dan Dra. Hj. Ai Zainab, SH. serta Dra. Muhayah, SH., sebagai Hakim-

Hakim Anggota, putusan mana oleh Hakim tersebut pada hari itu juga diucapkan

dalam sidang terbuka untuk umum dengan didampingi oleh Ahlan, SH. Sebagai

Panitera Sidang Pengadilan Agama tersebut dan dihadiri oleh Penggugat dan

Tergugat;

Ketua Majelis

TTD

Drs. Yasardin, SH., MH.

Hakim Anggota, Hakim Anggota,

TTD TTD

Dra. Hj. Ai Zainab, SH. Dra. Muhayah, SH.