pembahasan spondilitis

17
PEMBAHASAN SPONDILITIS TUBERKULOSIS I. DEFINISI Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott ( 1793 ) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T 8 L 3 , dan paling jarang pada vertebra C 1-2 . Spondilitis tuberkulosa biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang mengenai arkus vertebra. II. ETIOLOGI Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90 – 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 – 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya

Upload: desny-rahadiani

Post on 15-Apr-2016

11 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

spondilitis TB

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBAHASAN spondilitis

PEMBAHASAN

SPONDILITIS TUBERKULOSIS

I. DEFINISI

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa

merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh

mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi

sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott ( 1793 ) yang pertama kali

menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit

ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga

sebagai penyakit Pott.

Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 – L3, dan paling jarang pada

vertebra C1-2. Spondilitis tuberkulosa biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang

mengenai arkus vertebra.

II. ETIOLOGI

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat

lain di tubuh, 90 – 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe

human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 – 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.

Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan

lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus

urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis.

III. PATOFISIOLOGI

Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari

bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi

hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.

Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis, dan vertebra

sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya

kifosis.

Page 2: PEMBAHASAN spondilitis

Kemudian eksudat ( yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis

serta basil tuberkulosa ) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior.

Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang

garis ligamen yang lemah.

Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan

menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat

mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses

faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus, atau

kavum pleura.

Abses pada vertebra thorakalis biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks setempat

menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses

pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia.

Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan

muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat

menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah

femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dlam 5 stadium, yaitu :

1. Stadium Implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita

menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6

– 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak –

anak umumnya pada daerah sentral vertebra.

2. Stadium Destruksi Awal

Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta

penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6

minggu.

3. Stadium Destruksi Lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk

massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2

– 3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum

serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji

terutama di sebelah depan ( wedging anterior ) akibat kerusakan korpus vertebra,

yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.

Page 3: PEMBAHASAN spondilitis

4. Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi

terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini

ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. vertebra

thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan

neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.

Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia,

yaitu :

Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan

aktifitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf

sensoris.

Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita

masih dapat melakukan pekerjaannya.

Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi

gerak/aktivitas penderita serta hipestesi/anestesia

Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan

defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi

secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan

ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum

tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang

sudah tidak aktif / sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang

kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari

jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan

dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler

vertebra. Derajat I – III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai

paraplegia.

5. Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi.

Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di

sebelah depan.

Page 4: PEMBAHASAN spondilitis

Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau

penyebaran langsung noduslimfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari

fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luartulang belakang. Pada

penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi

yangpaling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.Pada anak-

anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus primer di paru-paru

sementarapada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal,

tonsil).

Penyebaran basil dapat terjadimelalui arteri intercostal atau lumbar yang

memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitusetengah bagian bawah

vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus

Batsondsyang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang

terkena. Hal inilah yang menyebabkanpada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali

dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada20% kasus melibatkan

tiga atau lebih vertebra.Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga

bentuk spondilitis:

1. Peridiskal / paradiskal Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di

area metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior /area subkondral). Banyak

ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis

diskus.Terbanyak ditemukan di regio lumbal.

2. Sentral Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga

disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadipada anak-anak. Keadaan ini sering

menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain

sehinggamenghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang

bersifat spontan atau akibat trauma.Terbanyak di temukan di regio torakal.

3. Anterior Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di

atas dan dibawahnya. Gambaranradiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di

bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji).Pola ini diduga disebabkan karena

adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawahligamentum

longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.

Page 5: PEMBAHASAN spondilitis

4. Bentuk atipikal Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus

primernya tidak dapat diidentifikasikan. Termasukdidalamnya adalah tuberkulosa spinal

dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalisspinalis

tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan

spinosus, sertalesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi

tuberkulosa yang melibatkan elemen posteriortidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar

antara 2%-10%.

IV. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:

Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.

Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada

anak-anaksering disertai denganmenangis pada malam hari.

Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke

garis tengah atas dada melaluiruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya

radiks dorsalis di tingkat torakal.

Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinale. Deformitas pada

punggung (gibbus)

Pembengkakan setempat (abses)

Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 %

kasus spondilitis tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa:

o Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis

yang menyebabkan kekakuan padagerakan berjalan dan nyeri.

o Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya

batas defisit sensorik setinggi tempatgibbus atau lokalisasi nyeri interkostal

(Tachdjian, 2005).

V. DIAGNOSIS

Diagnosis pada spondilitis tuberkulosa meliputi:

Page 6: PEMBAHASAN spondilitis

1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari pasien, meliputi

keluhan utama, keluhan sistem badan,riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit

dahulu, dan riwayat penyakit keluarga atau lingkungan.

2. Pemeriksaan fisika

a. InspeksI : Pada klien dengan spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat,

dan pada tulang belakang terlihat bentukkiposis.

b. Palpasi : Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi, keadaan tulang belakang

terdapat adanya gibbus pada area tulangyang mengalami infeksi.

c. Perkusi : Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.

d. Auskultasi : Pada pemeriksaan auskultasi, keadaan paru tidak

ditemukan kelainan.

3. Pemeriksaan medis dan laboratorium (Lauerman, 2006).

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa yaitu:

1. Pemeriksaan laboratoriuma.

a. Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat.

b. Uji mantoux positif tuberkulosis.

c. Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium.

d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.

e. Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.

f. Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.

g. Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein).

h. Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.

i. Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay) tetapi

menghasilkan negatif palsu pada penderitadengan alergi.

j. Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNA

kuman tuberkulosis melekatkannukleotida tertentu pada fragmen DNA dan

amplifikasi menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantaiDNA

utuh yang diidentifikasi dengan gel.

Page 7: PEMBAHASAN spondilitis

2. Pemeriksaan radiologisa.

a. Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses

dingin tampak sebagai suatubayangan yang berbentuk spindle.

b. Pemeriksaan foto dengan zat kontras.

c. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus

vertebra, penyempitan diskusintervertebralis, dan mungkin ditemukan

adanya massa abses paravertebral.

d. Pemeriksaan mielografi.

e. CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesiirreguler,

skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang.

f. MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang

belakang serta menunjukkan adanyapenekanan saraf (Lauerman, 2006).

VII. DIAGNOSIS BANDING

Osteitis piogen Lebih cepat timbul demam

Poliomielitis Paresis / paralisis tungkai, skoliosis, dan

bukan kifosis

Skoliosis idiopatik Tanpa gibus, tanpa paralisis

Penyakit paru dengan ( bekas ) empiema Tulang belakang bebas penyakit

Metastasis tulang belakang Tidak mengenai diskus, adakah karsinoma

prostat

Kifosis senilis Kifosis tidak lokal, osteoporosis seluruh

rangka

a. Fraktur kompresi traumatik akibat tumor medulla spinalis.

b. Metastasis tulang belakang dengan tidak mengenai diskus dan terdapat karsinoma

prostat.

c. Osteitis piogen dengan demam yang lebih cepat timbul.

d. Poliomielitis dengan paresis atau paralisis tungkai dan skoliosis.

e. Skoliosis idiopatik tanpa gibbus dan tanda paralisis.

f. Kifosis senilis berupa kifosis tidak lokal dan osteoporosis seluruh kerangka.

g. Penyakit paru dengan bekas empiema tulang belakang bebas penyakit

Page 8: PEMBAHASAN spondilitis

h. Infeksi kronik non tuberkulosis seperti infeksi jamur (blastomikosis).

i. Proses yang berakibat kifosis dengan atau tanpa skoliosis (Currier, 2004).

Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis).

Adanya sklerosis atau pembentukan tulangbaru pada foto rontgen

menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih

corpus vertebrayang berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi

tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.

Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari

pemeriksaan laboratorium.

Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkinds disease, eosinophilic

granuloma, aneurysma bone cyst danEwingds sarcoma) Metastase dapat

menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi

berbedadengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap

dipertahankan. Secara radiologis kelainan karenainfeksi mempunyai

bentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang

berbatas jelas.

Scheuermannds disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh

karena tidak adanya penipisan korpusvertebrae kecuali di bagian sudut

superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.

VIII. TATALAKSANA

Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera

mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.

Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :

1. Pemberian obat antituberkulosis

2. Dekompresi medulla spinalis

3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi

4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Pengobatan terdiri atas :

Page 9: PEMBAHASAN spondilitis

1. Terapi konservatif berupa:

a. Tirah baring (bed rest)

b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra

c. Memperbaiki keadaan umum penderita

d. Pengobatan antituberkulosa

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :

- Kategori 1

Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ;

Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg.

Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).

Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama

4 bulan (54 kali).

- Kategori 2

Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk

penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :

• Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid

1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi

hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).

• Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat

diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik,

laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme

berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.

2. Terapi operatif

Indikasi operasi yaitu:

• Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin

berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis

tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

Page 10: PEMBAHASAN spondilitis

• Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft.

• Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan

CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan

penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi

tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.

Abses Dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi

resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan

drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:

a. Debrideman fokal

b. Kosto-transveresektomi

c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

Paraplegia

Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

b. Laminektomi

c. Kosto-transveresektomi

d. Operasi radikal

e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

PSSW

Instrumentasi posterior torakolumbal bertujuan meningkatkan atau menjaga

stabilitas segmen tulang belakang, mengurangi deformitas kifosis (gibus), dan untuk

membagi beban yang diterima tulang belakang oleh struktur jaringan tubuh. Instrumentasi

posterior untuk kasus-kasus spondilitis tuberkulosis dapat dilakukan dengan beberapa

alternatif seperti wiring systems (luque wiring, rummond/wisconsin wiring), hook-based

systems (pedicle, transverse proces) dll.

Page 11: PEMBAHASAN spondilitis

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu:

1. Pottds paraplegiaa.

Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun

sequester atau invasi jaringangranulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini

membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulaspinalis dan saraf.

Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan

granulasi atau perlekatantulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.

2. Ruptur abses paravertebraa.

Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga

menyebabkan empiema tuberculosis.

Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas

abses yang merupakan coldabsces (Lindsay, 2008).

3. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan

ekstradural sekunder karena pustuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus

intervertebralis (contoh : Pottds paraplegia “ prognosabaik) atau dapat juga langsung

karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa

(contoh :menigomyelitis “ prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik

(berbeda dengan kondisi paralisis padatumor). MRI dan mielografi dapat membantu

membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dancorda spinalis.