pembahasan preskas

5
ANALISIS KASUS Pasien merupakan rujukan dari RS Brayat Minulya dengan keterangan Preeklamsia Berat hamil 31 minggu. Pada anamnesis didapatkan pasien usia 31 tahun hamil kedua dan pasien merasa hamil 8 bulan. Gerakan janin masih dirasakan pasien. Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan. Air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah belum dirasakan keluar. Pusing (-), pandangan kabur (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-). Riwayat hipertensi sebelumnya (+) sejak 1 bulan yang lalu saat ANC di RS Brayat, sakit jantung (-), diabetes (-), alergi (-), asma (-). Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/110 mmHg, pada pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intrauterine, memanjang, presentasi kepala, punggung kanan, kepala belum masuk panggul, His (-), DJJ (+) 158 x/reg. Pada pemeriksaan dalam VT didapatkan vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio kenyal, mencucu di belakang, eff 10%, belum ada pembukaan, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (-), STLD (-). Pemeriksaan penunjang laboratorium tanggal 20 April

Upload: ginanjar-tenri-sultan

Post on 10-Nov-2015

218 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PEB

TRANSCRIPT

ANALISIS KASUS

ANALISIS KASUS

Pasien merupakan rujukan dari RS Brayat Minulya dengan keterangan Preeklamsia Berat hamil 31 minggu. Pada anamnesis didapatkan pasien usia 31 tahun hamil kedua dan pasien merasa hamil 8 bulan. Gerakan janin masih dirasakan pasien. Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan. Air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah belum dirasakan keluar. Pusing (-), pandangan kabur (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-). Riwayat hipertensi sebelumnya (+) sejak 1 bulan yang lalu saat ANC di RS Brayat, sakit jantung (-), diabetes (-), alergi (-), asma (-).

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/110 mmHg, pada pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intrauterine, memanjang, presentasi kepala, punggung kanan, kepala belum masuk panggul, His (-), DJJ (+) 158 x/reg. Pada pemeriksaan dalam VT didapatkan vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio kenyal, mencucu di belakang, eff 10%, belum ada pembukaan, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (-), STLD (-).

Pemeriksaan penunjang laboratorium tanggal 20 April 2015 menunjukkan leukosit: 23.300/uL, trombosit: 108.000/uL, SGOT: 23 u/L, SGPT: 13 u/L, albumin: 3,2 g/dL, pada pemeriksaan urin didapatkan protein kuantitatif +4. Pada pemeriksaan USG 20 April 2015: tampak janin tunggal, intra uterine, memanjang, DJJ (+), dengan fetal biometri: BPD= 7.91, FL= 5.36, AC= 26.83, EFW= 1463 gram. Placenta insersi di corpus grade II. Air ketuban kesan cukup (AFI= 8.50). Tak tampak jelas kelainan kongenital mayor. Kesan : janin dalam keadaan baik.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan PEB partial HELLP syndrome pada sekundigravida hamil preterm belum dalam persalinan dengan leukositosis (23.300/uL).

Diagnosis PEB ini ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ditemukan hipertensi (170/110 mmHg), dan proteinuria (+4). Proteinuria +2 termasuk dalam kategori PEB. Sementara leukositosis menunjukkan adanya infeksi pada sang ibu. Hipoalbuminemia diakibatkan oleh karena turunnya fungsi ginjal menyebabkan protein ikut terlarut dalam urin sehingga albumin dalam darah menjadi turun.

HELLP sindrom (Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelet counts) merupakan kumpulan gejala multi sistem pada penderita PEB dan eklampsia. Gejala klinis HELLP sindrom merupakan gambaran adanya vasospasme pada sistem vaskular hepar yang mengakibatkan penurunan fungsi hepar. Oleh karena itu gejala HELLP sindrom memberi gambaran gangguan fungsi hepar yang dapat berupa : malaise, nausea, kadang-kadang disertai vomitus dan keluhan nyeri di perut kanan atas. Karena gejala dan tanda bervariasi maka seringkali terjadi salah diagnosis, sehingga ada peneliti yang merekomendasikan bahwa semua ibu hamil yang memiliki salah satu dari gejala tersebut hendaknya dilakukan pemeriksaan apusan darah, jumlah trombosit dan enzim hepar serta tekanan darah ibu. Diagnosis HELLP sindrom ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. Pada pasien ini didiagnosis dengan partial HELLP syndrome karena dari hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan trombosit: 108.000/uL, SGOT: 23 u/L, SGPT : 13 u/L, LDH : 1380 u/L.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis kerja pada pasien adalah PEB partial HELLP syndrome pada sekundigravida hamil preterm belum dalam persalinan dengan leukositosis (23.300/uL). Pada pasien ini umur kehamilan 31 minggu ( < 35 minggu ) dan tidak didapatkan adanya tanda-tanda impending eklampsia yaitu seperti nyeri kepala frontal, nyeri ulu hati, pandangan kabur, sehingga diberikan pengobatan konservatif (stabilisasi hemodinamik) untuk mencegah ibu jatuh dalam keadaan eklampsia.

Penatalaksanaan protap PEB dengan pemberian oksigen nasal 3 lpm agar oksigenasi ibu dan janin baik, infus RL 12 tpm dan injeksi MgSO4 yang dapat diberikan karena syarat-syarat pemberian, yaitu refleks patela (+), tidak ada depresi pernafasan (RR >16 x/menit), produksi urin 25 cc/jam dan tersedia antidotum yakni kalsium glukonat terpenuhi. MgSO4 diberikan dengan tujuan sebagai antihipertensi ringan, antikejang ringan, sedatif ringan, diuretik ringan, dan untuk memperbaiki sirkulasi uteroplasenter. Nifedipin sebagai Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat arteriolar diberikan jika tekanan darah 160/110 mmHg. Dosis: 10 mg per oral, dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 120 mg/ hari. Penggunaan bersamaan dengan MgSO4 dapat menyebabkan hipotensi dan blokade neuromuskular. Pada pasien ini telah diberikan protap PEB selama 24 jam dan didapatkan respons terapi berupa tekanan darah turun menjadi 140/80. Injeksi vicillin bertujuan mengatasi infeksi yang ditandai dengan adanya leukositosis pada pasien.Sindrom HELLP bukan merupakan indikasi segera untuk dilakukannya terminasi kehamilan dengan SC. Persalinan per vaginam menjadi pilihan utama bila tidak ada kontraindikasi obstetrik. Jika serviks sudah matang, maka dapat dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin per infus. Jika serviks belum matang dapat dilakukan pematangan serviks dengan menggunakan regimen prostaglandin, atau dengan SC elektif. Pada pasien ini terminasi kehamilan dilakukan secara per vaginam karena tidak ada kontraindikasi obstetrik dan PEB yang respons terhadap terapi.