pediatri sken1
DESCRIPTION
Bahan tutorial skenario 1 blok Pediatri 2016TRANSCRIPT
![Page 1: Pediatri Sken1](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/577c84481a28abe054b84456/html5/thumbnails/1.jpg)
Perubahan fisiologi fetus intrauterin menjadi neonatus ekstrauterin
ADAPTASI PERNAPASAN PASCANATAL
Janin yang tadinya memiliki ketergantungan terhadap plasenta, kini harus
dapat mengadakan pertukaran gas secara otonom, sehingga dibutuhkan perubahan
adaptif paru. Perubahan tersebut meliputi produksi surfaktan di alveolus,
transformasi paru dari organ sekretorik menjadi organ pertukaran gas, dan
pembentukan sirkulasi pulmonal dan sistemik yang paralel.
Segera setelah neonatus menarik napas pertama kali, terbentuk interface
cairan-udara di dalam paru. Jika tegangan permukaan yang ditimbulkan oleh
interface ini tidak diturunkan, dinding ruang udara akan cenderung melekat dan
kolaps. Surfaktan paru akan menurunkan tegangan permukaan dengan
membentuk satu lapisan lipid hidrofobik di permukaan film yang melapisi rongga
udara.
Surfaktan paru merupakan campuran heterogen fosfolipid dan protein yang
disekresi oleh pneumosit tipe II ke dalam subfase sakula atau alveolus. Surfaktan
awalnya dapat dilihat di dalam organel sekretorik khas yang disebut badan
lamelar, pada minggu ke-24 kehamilan. Namun, lipid surfaktan (paling banyak
adalah fosfatidilkolin) tidak dapat dideteksi di dalam cairan amnion, sampai
minggu ke-30 kehamilan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat jarak waktu antara
pembentukan surfaktan dan sekresi. Persalinan mungkin memperpendek jarak
waktu ini karena fosfolipid selalu ditemukan di ruang udara bayi yang lahir
sebelum usia kehamilan 30 minggu. Tiga apoprotein (SP-A, SP-B, SP-C) telah
diidentifikasi di dalam surfaktan paru (glikoprotein seperti-lectin, SP-D, telah
diisolasi, tapi fungsi dan regulasinya masing sangat sedikit dipahami). Ketiga
apoprotein tersebut meningkatkan penyebaran lapisan surfaktan, oleh karena itu
diperlukan untuk menurunkan tegangan permukaan secara efektif. Apoprotein
tampaknya juga penting untuk reuptake dan mendaur ulang produk surfaktan,
serta untuk membentuk mielin tubular (struktur tempat penyimpanan surfaktan
dalam subfase cairan).
Glukokortikoid meningkatkan sintesis apoprotein dan lipid, oleh karena itu
pemberian glukokortikoid pranatal dapat mencegah sindrom gawat napas yang
![Page 2: Pediatri Sken1](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/577c84481a28abe054b84456/html5/thumbnails/2.jpg)
disebabkan oleh prematuritas. Harus terdapat jarak waktu yang cukup antara
pemberian steroid dan kelahiran, karena kerja steroid tersebut melibatkan gen
apoprotein dan gen enzim fosfolipid, yang membutuhkan pembentukan messenger
RNA.
Paru janin merupakan organ sekretorik. Selama kehamilan, cairan kaya ion
Cl-, K+, dan H+ dihasilkan di dalam ruang udara paru dengan bantuan pompa Cl-.
Adanya cairan ini tampaknya penting bagi perkembangan asinus, karena drainase
kronik cairan trakea pada binatang percobaan mengakibatkan terjadinya
hipoplasia paru. Namun, sekresi cairan tidak kompatibel/sesuai dengan
pernapasan-udara. Oleh karena itu, untuk mempersiapkan kelahiran, produksi
cairan paru berkurang perlahan pada akhir kehamilan. Penurunan ini dipercepat
dengan dimulainya persalinan, yaitu terjadi perubahan aktivitas transfer ion oleh
epitel paru, dari sekresi Cl- (dan air) menjadi absorpsi Na+ (dan air).
Setelah kelahiran, sisa cairan dalam paru diserap selama beberapa jam ke
dalam sirkulasi, baik secara langsung melalui pembuluh-pembuluh paru, maupun
tidak langsung melalui sistem limfatik. Elemen seluler yang bertanggung jawab
terhadap sekresi dan absorpsi cairan dalam paru tidak sepenuhnya diketahui.
Epitel alveolar matur tidak berperan penting dalam sekresi cairan, sebab sekresi
cairan tersebut telah terjadi sebelum alveolus atau bahkan sakula terbentuk.
Sebaliknya, sel-sel alveolar mungkin memainkan peran protagonistik dalam
absorpsi cairan. Pneumosit tipe II mungkin terlihat, karena sel-sel ini meliputi
porsi permukaan ruang udara yang lebih besar pada neonatus daripada orang
dewasa, dan kemampuan metaboliknya tampaknya telah beradaptasi dengan baik
untuk melakukan transpor ion aktif.
Pada saat lahir, sirkulasi paru berubah dari sistem dengan resistensi-tinggi
menjadi resistensi-rendah, sehingga aliran darah paru dapat mengakomodasi aliran
balik vena sistemik. Perubahan resistensi ini terjadi akibat kombinasi gaya
mekanis pada dinding vaskular paru yang disebabkan oleh ekspansi jaringan paru,
dan relaksasi otot polos arteri pulmonal akibat peningkatan konsentrasi oksigen
alveolar serta mungkin karena pelepasan vasodilator endogen. Selanjutnya, terjadi
penutupan foramen ovale dan duktus arteriosus yang akan memisahkan sirkulasi
![Page 3: Pediatri Sken1](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/577c84481a28abe054b84456/html5/thumbnails/3.jpg)
paru dengan sirkulasi sistemik. Tekanan oksigen arterial kemudian meningkat
secara tajam dan menjadi homogen di seluruh tubuh. Resistensi vaskular paru
terus menurun secara bertahap selama beberapa minggu pertama setelah
kelahiran, melalui proses remodeling struktural otot-otot pembuluh darah paru.
Kondisi kesehatan ibu hamil
ANC
ANC (Antenatal Care) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu
menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan
kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
Terdapat 14 poin dalam ANC :
1. Ukur Berat Badan dan Tinggi Badan (T1)
Dalam keadaan normal kenaikan berat badan ibu dari sebelum hamil dihitung
dari TM I sampai TM III yang berkisar anatara 9-13,9 kg dan kenaikan berat
badan setiap minggu yang tergolong normal adalah 0,4 - 0,5 kg tiap minggu
mulai TM II. Pengukuran tinggi badan ibu hamil dilakukan untuk
mendeteksi faktor resiko terhadap kehamilan yang sering berhubungan
dengan keadaan rongga panggul.
2. Ukur Tekanan Darah (T2)
Tekanan darah yang normal 110/80 - 140/90 mmHg, bila melebihi 140/90
mmHg perlu diwaspadai adanya Preeklampsi.
3. Ukur Tinggi Fundus Uteri (T3)
Tujuan pemeriksaan TFU menggunakan tehnik Mc. Donald adalah
menentukan umur kehamilan berdasarkan minggu dan hasilnya bisa di
bandingkan dengan hasil anamnesis hari pertama haid terakhir (HPHT) dan
kapan gerakan janin mulai dirasakan. TFU yang normal harus sama dengan
UK dalam minggu yang dicantumkan dalam HPHT.
4. Pemberian Tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan (T4)
5. Pemberian Imunisasi TT (T5)
![Page 4: Pediatri Sken1](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/577c84481a28abe054b84456/html5/thumbnails/4.jpg)
Imunisasi Tetanus Toxoid harus segera di berikan pada saat seorang wanita
hamil melakukan kunjungan yang pertama dan dilakukan pada minggu ke-
4.
6. Pemeriksaan Hb (T6)
Pemeriksaan Hb pada Bumil harus dilakukan pada kunjungan pertama dan
minggu ke 28. bila kadar Hb < 11 gr% Bumil dinyatakan Anemia, maka
harus diberi suplemen 60 mg Fe dan 0,5 mg As. Folat hingga Hb menjadi 11
gr% atau lebih.
7. Pemeriksaan VDRL ( Veneral Disease Research Lab. ) (T7)
Pemeriksaan dilakukan pada saat Bumil datang pertama kali daambil
spesimen darah vena kurang lebih 2 cc. apabila hasil test positif maka
dilakukan pengobatan dan rujukan.
8. Pemeriksaan Protein urine (T8)
Dilakukan untuk mengetahui apakah pada urine mengandung protein atau
tidak untuk mendeteksi gejala Preeklampsi.
9. Pemeriksaan Urine Reduksi (T9)
Untuk Bumil dengan riwayat DM. bila hasil positif maka perlu diikuti
pemeriksaan gula darah untuk memastikan adanya DMG.
10. Perawatan Payudara (T10)
Senam payudara atau perawatan payudara untuk Bumil, dilakukan 2 kali
sehari sebelum mandi dimulai pada usia kehamilan 6 Minggu.
11. Senam Hamil (T11)
12. Pemberian Obat Malaria (T12)
Diberikan kepada Bumil pendatang dari daerah malaria juga kepada
bumil dengan gejala malaria yakni panas tinggi disertai mengigil dan
hasil apusan darah yang positif.
13. Pemberian Kapsul Minyak Yodium (T13)
Diberikan pada kasus gangguan akibat kekurangan Yodium di daerah
endemis yang dapat berefek buruk terhadap Tumbuh kembang Manusia.
14. Temu wicara / Konseling (T14)
![Page 5: Pediatri Sken1](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/577c84481a28abe054b84456/html5/thumbnails/5.jpg)
Penyakit Sifilis
Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian
besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis
kongenital berhubungan langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa
kehamilan. Lesi sifilis kongenital biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada
saat janin sudah dalam keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi
transplasental, sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali
pusat, serta cairan amnion. Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam
peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang
biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang akan merusak janin.
Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir mati
atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan intrauterine
maupun ekstrauterin.
Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi
sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis
kongenital dini jika timbul pada anak di bawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital
lanjut bila timbul di atas 2 tahun. Sigmata adalah jaringan parut atau deformitas
yang terjadi akibat penyembuhan dua stadium tersebut.
a. Sifilis kongenital dini
Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai
berbagai organ dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin
melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat
lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu,
tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir.
Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa kondisi berikut :
i. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
ii. Kelainan membrane mukosa
iii. Kelainan kulit, rambut dan kuku
iv. Kelainan tulang
v. Kelainan kelenjar getah bening
vi. Kelainan organ dalam
![Page 6: Pediatri Sken1](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/577c84481a28abe054b84456/html5/thumbnails/6.jpg)
vii. Kelainan mata
viii. Kelainan hematologi
ix. Kelainan susunan saraf pusat
b. Sifilis kongenital lanjut
Sifilis ini biasanya timbul setelah umur 2 tahun, lebih dari setengah
jumlah penderita tanpa manifestasi klinik, kecuali tes serologis yang reaktif.
Titer serologis sering berfluktuasi, sehingga jika dijumpai keadaan demikian,
dapat diduga suatu sifilis kongenital. Gambaran klinis dari sifilis kongenital
dapat di bedakan dalam 2 tipe :
i. Inflamasi sifilis kongenital lanjut
Pada keadaan ini yang paling pentig adalah adanya lesi kornea,
tulang, dan sistem saraf pusat. Dapat dijumpai kelainan sebagai berikut:
a.) Kornea : Keratitis Intersisial
b.) Tulang : Perisynovitis (Clutton’s joint)
c.) Sistem saraf pusat
ii. Stigmata sifilis kongenital
Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh serta
meninggalkan parut dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan
demikian disebut dengan stigmata sifilis kongenital, akan tetapi hanya
sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut.
Ditemukannya stigmata ini dapat menjadi salah satu pegangan unuk
menegakkan diagnosis sifilis kongenital.
Manfaat memberikan ASI:
1. Mengurangi risiko kanker payudara.
Menyusui setidaknya sampai 6 bulan mengurangi kemungkinan ibu
menderita kanker payudara, kanker rahim, kanker indung telur. Perlindungan
terhadap kanker payudara sesuai dengan lama pemberian ASI. Ibu yang
menyusui akan terhindar dari kanker payudara sebanyak 20%-30%.
Berdasarkan penelitian dari 30 negara pada 50.000 ibu menyusui
dan 97.000 tidak menyusui kemungkinan kejadian kanker payudara lebih
![Page 7: Pediatri Sken1](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/577c84481a28abe054b84456/html5/thumbnails/7.jpg)
rendah pada ibu menyusui. Jika menyusui lebih dari 2 tahun ibu akan
lebih jarang menderita kanker payudara sebanyak 50%.
2. Metode KB paling aman.
Jarak kelahiran anak lebih panjang pada ibu yang menyusui secara
eklusif daripada yang tidak.
3. Kepraktisan dalam memberikan ASI.
ASI dapat segera diberikan pada bayi, segar, siap pakai dan mudah
pemberiannya sehingga tidak terlalu merepotkan ibu.
4. Ekonomis
Dengan memberikan ASI, ibu tidak memerlukan untuk makanan bayi
sampai berumur 4-6 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran
rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.
Inisiasi menyusui dini:
1. Meningkatkan refleks menyusui bayi secara optimal.
Menyusui pada bayi baru lahir merupakan keterpaduan antara tiga
refleks yaitu refleks mencari (Rooting reflex), refleks menghisap
(Sucking reflex), refleks menelan (Swallowing reflex) dan bernafas. Gerakan
menghisap berkaitan dengan saraf otak nervus ke-5, ke-7 dan ke-12.
Gerakan menelan berkaitan dengan nervus ke-9 dan ke-10. Gerakan
tersebut salah satu upaya terpenting bagi individu untuk mempertahankan
hidupnya. Pada masa gestasi 28 minggu gerakan ini sudah cukup
sempurna, sehingga bayi dapat menerima makanan secara oral, namun
melakukan gerakan tersebut tidak berlangsung lama. Setelah usia gestasi 32-
43 minggu, mampu untuk melakukan dalam waktu yang lama.
2. Meningkatkan pengeluaran hormon oksitosin.
Melalui sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada putting susu ibu akan
pengeluaran hormon oksitosin yang penting. Selain itu gerakan kaki bayi
pada saat merangkak di perut ibu akan membantu melakukan massage
uterus untuk merangsang kontraksi uterus. Oksitosin akan menyebabkan
uterus berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan
![Page 8: Pediatri Sken1](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/577c84481a28abe054b84456/html5/thumbnails/8.jpg)
mengurangi terjadinya perdarahan post partum. Oksitosin akan
merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks,
euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri, dan mencintai bayinya.
Oksitosin merangsang pengaliran ASI dari payudara.
3. Memfasilitasi bonding attachment
Bonding atau ikatan batin menunjukan perjalinan hubungan orang tua
dan bayi pada saat awal kelahiran. Sebagai individu, orang tua akan
mengembangkan hubungan kasih sayang dengan bayi menurut gaya dan cara
mereka. Jam pertama merupakan saat peka dimana kontak pertama akan
mempermudah jalinan batin. Sifat dan tingkah laku jalinan saling
berhubungan yang tercipta antara ibu dan bayi sering berupa sentuhan
halus ibu dengan ujung jarinya pada anggota gerak dan wajah bayi serta
membelai dengan penuh kasih sayang. Sentuhan pada pipi akan
membangkitkan respon berupa gerakan memalingkan wajah ke ibu untuk
mengadakan kontak mata dan mengarah ke payudara disertai gerakan
menyondol dan menjilat putting susu selanjutnya menghisap payudara.
Kontak pertama ini harus berlangsung pada jam pertama setelah
kelahirannya. Bayi baru lahir matanya terbuka lebih lama daripada hari- hari
selanjutnya, sehingga paling baik untuk memulai perlekatan dan kontak
mata antara ibu dan bayi.
Sumber:
Sawitri R, Santosa NY, Sumaryo S, et al. Sifilis Kongenital. Dalam : Media
DermatoVenereologica Indonesiana. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin Indonesia. 2000. ; 2: 78-82
Hutapea NO. Sifilis. Dalam : Daili SF, Makes WIB, Zubier F, et al, editor. Infeksi
Menular Seksual. Edisi tiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2005. 78-86
Murtiastuti D. Sifilis. Dalam : Barakbah J, Lumintang H,Martodhiharjo S, editor.
Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press. 2008.145- 148
![Page 9: Pediatri Sken1](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081817/577c84481a28abe054b84456/html5/thumbnails/9.jpg)
Andrews’. Syphilis, Yaws, Bejel, and Pinta. Dalam : Odom RB, James WD,
Berger TG, editor. Andrews’ Disease of the Skin Clinical Dermatology. 9th
edition. Philadelphia : W.B.Saunders Company. 2001. 445-65