pediatri sken1

14
Perubahan fisiologi fetus intrauterin menjadi neonatus ekstrauterin ADAPTASI PERNAPASAN PASCANATAL Janin yang tadinya memiliki ketergantungan terhadap plasenta, kini harus dapat mengadakan pertukaran gas secara otonom, sehingga dibutuhkan perubahan adaptif paru. Perubahan tersebut meliputi produksi surfaktan di alveolus, transformasi paru dari organ sekretorik menjadi organ pertukaran gas, dan pembentukan sirkulasi pulmonal dan sistemik yang paralel. Segera setelah neonatus menarik napas pertama kali, terbentuk interface cairan-udara di dalam paru. Jika tegangan permukaan yang ditimbulkan oleh interface ini tidak diturunkan, dinding ruang udara akan cenderung melekat dan kolaps. Surfaktan paru akan menurunkan tegangan permukaan dengan membentuk satu lapisan lipid hidrofobik di permukaan film yang melapisi rongga udara. Surfaktan paru merupakan campuran heterogen fosfolipid dan protein yang disekresi oleh pneumosit tipe II ke dalam subfase sakula atau alveolus. Surfaktan awalnya dapat dilihat di dalam organel sekretorik khas yang disebut badan lamelar, pada minggu ke-24 kehamilan. Namun, lipid surfaktan (paling banyak adalah fosfatidilkolin) tidak dapat dideteksi di dalam cairan amnion, sampai minggu ke-30 kehamilan. Hal ini

Upload: taranida-hanifah

Post on 14-Jul-2016

220 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Bahan tutorial skenario 1 blok Pediatri 2016

TRANSCRIPT

Page 1: Pediatri Sken1

Perubahan fisiologi fetus intrauterin menjadi neonatus ekstrauterin

ADAPTASI PERNAPASAN PASCANATAL

Janin yang tadinya memiliki ketergantungan terhadap plasenta, kini harus

dapat mengadakan pertukaran gas secara otonom, sehingga dibutuhkan perubahan

adaptif paru. Perubahan tersebut meliputi produksi surfaktan di alveolus,

transformasi paru dari organ sekretorik menjadi organ pertukaran gas, dan

pembentukan sirkulasi pulmonal dan sistemik yang paralel.

Segera setelah neonatus menarik napas pertama kali, terbentuk interface

cairan-udara di dalam paru. Jika tegangan permukaan yang ditimbulkan oleh

interface ini tidak diturunkan, dinding ruang udara akan cenderung melekat dan

kolaps. Surfaktan paru akan menurunkan tegangan permukaan dengan

membentuk satu lapisan lipid hidrofobik di permukaan film yang melapisi rongga

udara.

Surfaktan paru merupakan campuran heterogen fosfolipid dan protein yang

disekresi oleh pneumosit tipe II ke dalam subfase sakula atau alveolus. Surfaktan

awalnya dapat dilihat di dalam organel sekretorik khas yang disebut badan

lamelar, pada minggu ke-24 kehamilan. Namun, lipid surfaktan (paling banyak

adalah fosfatidilkolin) tidak dapat dideteksi di dalam cairan amnion, sampai

minggu ke-30 kehamilan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat jarak waktu antara

pembentukan surfaktan dan sekresi. Persalinan mungkin memperpendek jarak

waktu ini karena fosfolipid selalu ditemukan di ruang udara bayi yang lahir

sebelum usia kehamilan 30 minggu. Tiga apoprotein (SP-A, SP-B, SP-C) telah

diidentifikasi di dalam surfaktan paru (glikoprotein seperti-lectin, SP-D, telah

diisolasi, tapi fungsi dan regulasinya masing sangat sedikit dipahami). Ketiga

apoprotein tersebut meningkatkan penyebaran lapisan surfaktan, oleh karena itu

diperlukan untuk menurunkan tegangan permukaan secara efektif. Apoprotein

tampaknya juga penting untuk reuptake dan mendaur ulang produk surfaktan,

serta untuk membentuk mielin tubular (struktur tempat penyimpanan surfaktan

dalam subfase cairan).

Glukokortikoid meningkatkan sintesis apoprotein dan lipid, oleh karena itu

pemberian glukokortikoid pranatal dapat mencegah sindrom gawat napas yang

Page 2: Pediatri Sken1

disebabkan oleh prematuritas. Harus terdapat jarak waktu yang cukup antara

pemberian steroid dan kelahiran, karena kerja steroid tersebut melibatkan gen

apoprotein dan gen enzim fosfolipid, yang membutuhkan pembentukan messenger

RNA.

Paru janin merupakan organ sekretorik. Selama kehamilan, cairan kaya ion

Cl-, K+, dan H+ dihasilkan di dalam ruang udara paru dengan bantuan pompa Cl-.

Adanya cairan ini tampaknya penting bagi perkembangan asinus, karena drainase

kronik cairan trakea pada binatang percobaan mengakibatkan terjadinya

hipoplasia paru. Namun, sekresi cairan tidak kompatibel/sesuai dengan

pernapasan-udara. Oleh karena itu, untuk mempersiapkan kelahiran, produksi

cairan paru berkurang perlahan pada akhir kehamilan. Penurunan ini dipercepat

dengan dimulainya persalinan, yaitu terjadi perubahan aktivitas transfer ion oleh

epitel paru, dari sekresi Cl- (dan air) menjadi absorpsi Na+ (dan air).

Setelah kelahiran, sisa cairan dalam paru diserap selama beberapa jam ke

dalam sirkulasi, baik secara langsung melalui pembuluh-pembuluh paru, maupun

tidak langsung melalui sistem limfatik. Elemen seluler yang bertanggung jawab

terhadap sekresi dan absorpsi cairan dalam paru tidak sepenuhnya diketahui.

Epitel alveolar matur tidak berperan penting dalam sekresi cairan, sebab sekresi

cairan tersebut telah terjadi sebelum alveolus atau bahkan sakula terbentuk.

Sebaliknya, sel-sel alveolar mungkin memainkan peran protagonistik dalam

absorpsi cairan. Pneumosit tipe II mungkin terlihat, karena sel-sel ini meliputi

porsi permukaan ruang udara yang lebih besar pada neonatus daripada orang

dewasa, dan kemampuan metaboliknya tampaknya telah beradaptasi dengan baik

untuk melakukan transpor ion aktif.

Pada saat lahir, sirkulasi paru berubah dari sistem dengan resistensi-tinggi

menjadi resistensi-rendah, sehingga aliran darah paru dapat mengakomodasi aliran

balik vena sistemik. Perubahan resistensi ini terjadi akibat kombinasi gaya

mekanis pada dinding vaskular paru yang disebabkan oleh ekspansi jaringan paru,

dan relaksasi otot polos arteri pulmonal akibat peningkatan konsentrasi oksigen

alveolar serta mungkin karena pelepasan vasodilator endogen. Selanjutnya, terjadi

penutupan foramen ovale dan duktus arteriosus yang akan memisahkan sirkulasi

Page 3: Pediatri Sken1

paru dengan sirkulasi sistemik. Tekanan oksigen arterial kemudian meningkat

secara tajam dan menjadi homogen di seluruh tubuh. Resistensi vaskular paru

terus menurun secara bertahap selama beberapa minggu pertama setelah

kelahiran, melalui proses remodeling struktural otot-otot pembuluh darah paru.

Kondisi kesehatan ibu hamil

ANC

ANC (Antenatal Care) adalah pemeriksaan kehamilan untuk

mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu

menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan

kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.

Terdapat 14 poin dalam ANC :

1. Ukur Berat Badan dan Tinggi Badan (T1)

Dalam keadaan normal kenaikan berat badan ibu dari sebelum hamil dihitung

dari TM I sampai TM III yang berkisar anatara 9-13,9 kg dan kenaikan berat

badan setiap minggu yang tergolong normal adalah 0,4 - 0,5 kg tiap minggu

mulai TM II. Pengukuran tinggi badan ibu hamil dilakukan untuk

mendeteksi faktor resiko terhadap kehamilan yang sering berhubungan

dengan keadaan rongga panggul.

2. Ukur Tekanan Darah (T2)

Tekanan darah yang normal 110/80 - 140/90 mmHg, bila melebihi 140/90

mmHg perlu diwaspadai adanya Preeklampsi.

3. Ukur Tinggi Fundus Uteri (T3)

Tujuan pemeriksaan TFU menggunakan tehnik Mc. Donald adalah

menentukan umur kehamilan berdasarkan minggu dan hasilnya bisa di

bandingkan dengan hasil anamnesis hari pertama haid terakhir (HPHT) dan

kapan gerakan janin mulai dirasakan. TFU yang normal harus sama dengan

UK dalam minggu yang dicantumkan dalam HPHT.

4. Pemberian Tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan (T4)

5. Pemberian Imunisasi TT (T5)

Page 4: Pediatri Sken1

Imunisasi Tetanus Toxoid harus segera di berikan pada saat seorang wanita

hamil melakukan kunjungan yang pertama dan dilakukan pada minggu ke-

4.

6. Pemeriksaan Hb (T6)

Pemeriksaan Hb pada Bumil harus dilakukan pada kunjungan pertama dan

minggu ke 28. bila kadar Hb < 11 gr% Bumil dinyatakan Anemia, maka

harus diberi suplemen 60 mg Fe dan 0,5 mg As. Folat hingga Hb menjadi 11

gr% atau lebih.

7. Pemeriksaan VDRL ( Veneral Disease Research Lab. ) (T7)

Pemeriksaan dilakukan pada saat Bumil datang pertama kali daambil

spesimen darah vena kurang lebih 2 cc. apabila hasil test positif maka

dilakukan pengobatan dan rujukan.

8. Pemeriksaan Protein urine (T8)

Dilakukan untuk mengetahui apakah pada urine mengandung protein atau

tidak untuk mendeteksi gejala Preeklampsi.

9. Pemeriksaan Urine Reduksi (T9)

Untuk Bumil dengan riwayat DM. bila hasil positif maka perlu diikuti

pemeriksaan gula darah untuk memastikan adanya DMG.

10. Perawatan Payudara (T10)

Senam payudara atau perawatan payudara untuk Bumil, dilakukan 2 kali

sehari sebelum mandi dimulai pada usia kehamilan 6 Minggu.

11. Senam Hamil (T11)

12. Pemberian Obat Malaria (T12)

Diberikan kepada Bumil pendatang dari daerah malaria juga kepada

bumil dengan gejala malaria yakni panas tinggi disertai mengigil dan

hasil apusan darah yang positif.

13. Pemberian Kapsul Minyak Yodium (T13)

Diberikan pada kasus gangguan akibat kekurangan Yodium di daerah

endemis yang dapat berefek buruk terhadap Tumbuh kembang Manusia.

14. Temu wicara / Konseling (T14)

Page 5: Pediatri Sken1

Penyakit Sifilis

Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian

besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis

kongenital berhubungan langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa

kehamilan. Lesi sifilis kongenital biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada

saat janin sudah dalam keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi

transplasental, sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali

pusat, serta cairan amnion. Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam

peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang

biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang akan merusak janin.

Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir mati

atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan intrauterine

maupun ekstrauterin.

Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi

sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis

kongenital dini jika timbul pada anak di bawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital

lanjut bila timbul di atas 2 tahun. Sigmata adalah jaringan parut atau deformitas

yang terjadi akibat penyembuhan dua stadium tersebut.

a. Sifilis kongenital dini

Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai

berbagai organ dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin

melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat

lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu,

tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir.

Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa kondisi berikut :

i. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat

ii. Kelainan membrane mukosa

iii. Kelainan kulit, rambut dan kuku

iv. Kelainan tulang

v. Kelainan kelenjar getah bening

vi. Kelainan organ dalam

Page 6: Pediatri Sken1

vii. Kelainan mata

viii. Kelainan hematologi

ix. Kelainan susunan saraf pusat

b. Sifilis kongenital lanjut

Sifilis ini biasanya timbul setelah umur 2 tahun, lebih dari setengah

jumlah penderita tanpa manifestasi klinik, kecuali tes serologis yang reaktif.

Titer serologis sering berfluktuasi, sehingga jika dijumpai keadaan demikian,

dapat diduga suatu sifilis kongenital. Gambaran klinis dari sifilis kongenital

dapat di bedakan dalam 2 tipe :

i. Inflamasi sifilis kongenital lanjut

Pada keadaan ini yang paling pentig adalah adanya lesi kornea,

tulang, dan sistem saraf pusat. Dapat dijumpai kelainan sebagai berikut:

a.) Kornea : Keratitis Intersisial

b.) Tulang : Perisynovitis (Clutton’s joint)

c.) Sistem saraf pusat

ii. Stigmata sifilis kongenital

Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh serta

meninggalkan parut dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan

demikian disebut dengan stigmata sifilis kongenital, akan tetapi hanya

sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut.

Ditemukannya stigmata ini dapat menjadi salah satu pegangan unuk

menegakkan diagnosis sifilis kongenital.

Manfaat memberikan ASI:

1. Mengurangi risiko kanker payudara.

Menyusui setidaknya sampai 6 bulan mengurangi kemungkinan ibu

menderita kanker payudara, kanker rahim, kanker indung telur. Perlindungan

terhadap kanker payudara sesuai dengan lama pemberian ASI. Ibu yang

menyusui akan terhindar dari kanker payudara sebanyak 20%-30%.

Berdasarkan penelitian dari 30 negara pada 50.000 ibu menyusui

dan 97.000 tidak menyusui kemungkinan kejadian kanker payudara lebih

Page 7: Pediatri Sken1

rendah pada ibu menyusui. Jika menyusui lebih dari 2 tahun ibu akan

lebih jarang menderita kanker payudara sebanyak 50%.

2. Metode KB paling aman.

Jarak kelahiran anak lebih panjang pada ibu yang menyusui secara

eklusif daripada yang tidak.

3. Kepraktisan dalam memberikan ASI.

ASI dapat segera diberikan pada bayi, segar, siap pakai dan mudah

pemberiannya sehingga tidak terlalu merepotkan ibu.

4. Ekonomis

Dengan memberikan ASI, ibu tidak memerlukan untuk makanan bayi

sampai berumur 4-6 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran

rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.

Inisiasi menyusui dini:

1. Meningkatkan refleks menyusui bayi secara optimal.

Menyusui pada bayi baru lahir merupakan keterpaduan antara tiga

refleks yaitu refleks mencari (Rooting reflex), refleks menghisap

(Sucking reflex), refleks menelan (Swallowing reflex) dan bernafas. Gerakan

menghisap berkaitan dengan saraf otak nervus ke-5, ke-7 dan ke-12.

Gerakan menelan berkaitan dengan nervus ke-9 dan ke-10. Gerakan

tersebut salah satu upaya terpenting bagi individu untuk mempertahankan

hidupnya. Pada masa gestasi 28 minggu gerakan ini sudah cukup

sempurna, sehingga bayi dapat menerima makanan secara oral, namun

melakukan gerakan tersebut tidak berlangsung lama. Setelah usia gestasi 32-

43 minggu, mampu untuk melakukan dalam waktu yang lama.

2. Meningkatkan pengeluaran hormon oksitosin.

Melalui sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada putting susu ibu akan

pengeluaran hormon oksitosin yang penting. Selain itu gerakan kaki bayi

pada saat merangkak di perut ibu akan membantu melakukan massage

uterus untuk merangsang kontraksi uterus. Oksitosin akan menyebabkan

uterus berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan

Page 8: Pediatri Sken1

mengurangi terjadinya perdarahan post partum. Oksitosin akan

merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks,

euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri, dan mencintai bayinya.

Oksitosin merangsang pengaliran ASI dari payudara.

3. Memfasilitasi bonding attachment

Bonding atau ikatan batin menunjukan perjalinan hubungan orang tua

dan bayi pada saat awal kelahiran. Sebagai individu, orang tua akan

mengembangkan hubungan kasih sayang dengan bayi menurut gaya dan cara

mereka. Jam pertama merupakan saat peka dimana kontak pertama akan

mempermudah jalinan batin. Sifat dan tingkah laku jalinan saling

berhubungan yang tercipta antara ibu dan bayi sering berupa sentuhan

halus ibu dengan ujung jarinya pada anggota gerak dan wajah bayi serta

membelai dengan penuh kasih sayang. Sentuhan pada pipi akan

membangkitkan respon berupa gerakan memalingkan wajah ke ibu untuk

mengadakan kontak mata dan mengarah ke payudara disertai gerakan

menyondol dan menjilat putting susu selanjutnya menghisap payudara.

Kontak pertama ini harus berlangsung pada jam pertama setelah

kelahirannya. Bayi baru lahir matanya terbuka lebih lama daripada hari- hari

selanjutnya, sehingga paling baik untuk memulai perlekatan dan kontak

mata antara ibu dan bayi.

Sumber:

Sawitri R, Santosa NY, Sumaryo S, et al. Sifilis Kongenital. Dalam : Media

DermatoVenereologica Indonesiana. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis

Kulit dan Kelamin Indonesia. 2000. ; 2: 78-82

Hutapea NO. Sifilis. Dalam : Daili SF, Makes WIB, Zubier F, et al, editor. Infeksi

Menular Seksual. Edisi tiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2005. 78-86

Murtiastuti D. Sifilis. Dalam : Barakbah J, Lumintang H,Martodhiharjo S, editor.

Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Edisi 2. Surabaya : Airlangga

University Press. 2008.145- 148

Page 9: Pediatri Sken1

Andrews’. Syphilis, Yaws, Bejel, and Pinta. Dalam : Odom RB, James WD,

Berger TG, editor. Andrews’ Disease of the Skin Clinical Dermatology. 9th

edition. Philadelphia : W.B.Saunders Company. 2001. 445-65