wrap up sken1 endokrin

81
WRAP UP SKENARIO 1 PENGLIHATAN TERGANGGU KELOMPOK A - 12 Ketua : Choirul Akbar 1102010056 Sekretaris : Ferika Pratami 1102011104 Anggota : Andi Eka Steffy 1102011026 Arib Farras Wahdan 1102011043 Betha Nurvia 1102010048 Faisal Abdul Razak 1102011093 Hendris Citra Wahyudin 1102011 Jayanti Dwi Cahyani 1102011129 Lusy Novitasari 1102011144 1

Upload: aribfarras

Post on 02-Jan-2016

208 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

WRAP UP SKENARIO 1

PENGLIHATAN TERGANGGU

KELOMPOK A - 12

Ketua : Choirul Akbar 1102010056

Sekretaris : Ferika Pratami 1102011104

Anggota : Andi Eka Steffy 1102011026

Arib Farras Wahdan 1102011043

Betha Nurvia 1102010048

Faisal Abdul Razak 1102011093

Hendris Citra Wahyudin 1102011

Jayanti Dwi Cahyani 1102011129

Lusy Novitasari 1102011144

1

Skenario 1

PENGLIHATAN TERGANGGU

Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu.Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya.Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun.Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.

Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan Indeks Massa Tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin +3.

Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat.

2

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan menjelaskan fisiologi dan biokimia sistem endokrin1.1. Insulin 1.2. Glukagon

2. Memahami dan menjelaskan Diabetes Melitus2.1. Definisi Diabetes Mellitus2.2. Etiologi Diabetes Mellitus2.3. Epidemiologi Diabetes Mellitus2.4. Klasifikasi Diabetes Mellitus2.5. Patofisiologi Diabetes Mellitus2.6. Manifestasi klinik Diabetes Mellitus2.7. Diagnosis dan diagnosis banding Diabetes Mellitus2.8. Tatalaksana Diabetes Mellitus2.9. Komplikasi Diabetes Mellitus2.10. Pencegahan Diabetes Melitus2.11. Prognosis Diabetes Mellitus

3. Memahami dan menjelaskan Retinopati3.1. Definisi Retinopati3.2. Klasifikasi Retinopati3.3. Epidemiologi Retinopati3.4. Etiologi Retinopati3.5. Patofisiologi Retinopati3.6. Manifestasi klinik Retinopati3.7. Diagnosis Retinopati3.8. Tatalaksana Retinopati3.9. Pencegahan Retinopati3.10. Prognosis Retinopati

4. Memahami dan menjelaskan pengaturan gizi pada penderita Diabetes Melitus4.1. Pengaturan Kalori Makanan4.2. Komposisi Makanan

5. Memahami dan menjelaskan farmakologi Anti – Diabetes Melitus

6. Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baik menurut Islam

3

1. Memahami dan menjelaskan fisiologi dan biokimia sistem endokrin1.1. Insulin

Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Bagan 1. Proses pembentukan insulin

Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam

4

proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel.

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR).

Gambar 1. Mekanisme glukosa dalam menstimulasi sekresi insulin (Harrison’s endocrinology,2nd ed.)

5

Tabel 1. Faktor dan kondisi yang meningkatkan atau mengurangi sekresi insulin (Guyton & Hall, 11th ed.)

Meningkatkan sekresi insulin Menurunkan sekresi insulin Peningkatan kadar gula darah Peningkatan kadar AL bebas dalam

darah Peningkatan kadar AA darah Hormone GI (gastrin,

kolesistokinin, sekretin, gastric inhibitory peptide)

Glucagon, hormon pertumbuhan, kortisol

Rangsangan parasimpatis, asetilkolin

Rangsangan β-adrenergik Resistensi insulin, obesitas Obat-obatan, sulfonylurea

Penurunan kadar glukosa darah Puasa Somatostatin Aktivitas α-adrenergik Leptin

Aksi insulinInsulin berikatan dengan subunit α di reseptornya, yang akan menimbulkan autofosforilasi

subunit β reseptor, yang selanjutnya menginduksi aktivitas tirosin kinase. Aktivitas reseptor tirosin kinase memulai suatu rangkaian fosforilasi sel yang meningkatkan atau mengurangi aktivitas enzim, yang meliputi substrat reseptor insulin, yang memperantarai pengaruh glukosa terhadap metabolisme glukosa, lemak, dan protein.

Sebagai contoh, aktivasi dari jalur phosphatidylinositol-32-kinase (PI-3-kinase) akan menstimulasi translokasi dari transporter glukosa ( GLUT 4) ke permukaan sel, yang akan membantu pemasukan glukosa ke dalam sel. Selain itu aktivasi dari reseptor insulin lainnya dapat menginduksi sintesis protein, sintesis glikogen, lipogenesis, dan regulasi dari berbagai gen pada sel yang resposif terhadap insulin.

6

Gambar 2. Skema reseptor insulin (Guyton and Hall, 11th ed.)

Pengangkut Glukosa (Glucose Transporter)

Disingkat menjadi GLUT, dan memiliki 6 bentuk, yaitu GLUT 1, GLUT 2, GLUT 3 dst. Melaksanakan difusi pasif terfasilitasi glukosa melewati membrane plasma. Fungsi tiap GLUT berbeda-beda

GLUT 1 : memindahkan glukosa menembus sawar darah dan otak GLUT 2 : memindahkan glukosa yang masuk ke ginjal dan usus ke aliran darah sekitar

melalui kotranspor GLUT 3 : pengangkut utama glukosa ke dalan neuron GLUT 4 : bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh mayoritas sel

tubuh, yang bekerja hanya setelah berikatan dengan insulin

GLUT 4 sangat banyak terdapat di jaringan yang paling banyak menyerap glukosa dan darah, yaitu otot rangka dan sel jaringan lemak.

7

Gambar 3. Glucose Transporter

(http://belajarbiokimia.files.wordpress.com/2013/03/diabetes_insulin.jpg)

Perangsang utama peningkatan sekresi insulin adalah peningkatan konsentrasi glukosa darah

Selain konsentrasi glukosa darah, masukan lain yang mengatur sekresi insulin adalah :

Peningkatan kadar asam amino darah, misalnya setelah makan makanan tinggi protein, secara langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin

Hormon saluran cerna yang dikeluarkan sebagai respon terhadap adanya makanan, khususmya Glucose dependent Insulin Peptide (GIP), merangsang pankreas, mengeluarkan insulin selain memiliki efek regulatorik

Sistem saraf otonom juga secara langsung mempengaruhi sekresi insulin, peningkatan parasimpatis menyebabkan peningkatan pengeluaran insulin

8

Gambar 4. Aksi Hormon Insulin

(http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos18.gif)

EFEK INSULIN TERHADAP METABOLISME KARBOHIDRAT, LEMAK DAN PROTEIN

A. Efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat1. Insulin meningkatkan metabolisme dan ambilan glukosa otot

Gambar 5 . Pengaruh insulin dalam meningkatkan konsentrasi glukosa di dalam sel-sel otot (Guyton and Hall, 11th ed.)

9

2. Insulin meningkatkan ambilan, penyimpanan dan penggunaan glukosa oleh sel hati3. Insulin memacu konversi kelebihan glukosa menjadi AL dan menghambat

glukoneogenesis di hati

Mekanisme yang dipakai insulin untuk menyebabkan terjadinya ambilan glukosa dan penyimpanan hati meliputi beberapa langkah :

1. Menghambat fosforilase hati (enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen hati menjadi glukosa)

2. Meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Keadaan ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase yang

menyebabkan timbulnya fosforilasi awal dari glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Begitu difosforilasi, glukosa terperangkap sementara di dalam sel-sel hati, sebab glukosa yang sudah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melewati membran sel.

3. Meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen (glikogen sintetase, untuk polimerisasi unit-unit monosakarida untuk membentuk molekul glikogen)

Proses pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi darah :

Bagan 2. Proses pelepasan glukosa hati ke sirkulasi darah

10

B. Efek insulin terhadap metabolism lemakInsulin akan memacu sintesis dan penyimpanan lemak .Peran insulin dalam penyimpanan

lemak di sel-sel adipose : 1. Menghambat kerja lipase peka-hormon.

Hal ini akan menghambat hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak, sehingga pelepasan AL dari jaringan adipose ke dalam sirkulasi darah akan terhambat.

2. Meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel ke dalam sel-sel lemak.Glukosa dipakai untuk membentuk α-gliserol fosfat, yang akan menyediakan

gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida (bentuk lemak yang disimpan dalam sel-sel adipose)

Defisiensi insulin dapat menyebabkan :

1. Terjadi lipolisis simpanan lemak dan pelepasan AL bebasTerjadi peningkatan aktivitas enzim lipase peka-hormon( di sel lemak) yang

menyebabkan terhidrolisisnya trigliserida, yang akan melepaskan AL dan gliserol ke sirkulasi darah

Gambar 6 . Efek pengangkatan pankreas terhadap perkiraan konsentrasi glukosa darah, AL bebas dalam plasma dan asam asetoasetat. (Guyton and Hall. 11th ed.)

2. Meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma

11

C. Efek insulin terhadap metabolism protein dan pertumbuhan

1. Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar AA ke dalam sel2. Insulin meningkatkan translasi RNA messenger, sehingga terbentuk protein baru3. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilih di

dalam inti sel, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein

4. Insulin menghambat proses katabolisme protein, sehingga mengurangi kecepatan pelepasa AA dari sel (terutama sel otot)

5. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesis.Hal ini terjadi dengan cara mengurangi aktivitas enzim pemacu glukoneogenesis karena zat terbanyak yang dipergunakan proses glukoneogenesis adalah AA plasma.

6. Insulin bersama dengan hormone pertumbuhan secara sinergis memacu petumbuhan

Gambar 7. Efek hormone pertumbuhan, insulin, dan hormone pertumbuhan bebrsama insulin terhadap pertumbuhan pada seekor tikus yang telah depankreatisasi dan

hipofisektomi ( Guyton and hall, 11th ed.)

Tidak adanya insulin, dapat menyebabkan :1. Proses penyimpanan protein terhenti 2. Katabolisme protein meningkat 3. Sistesis protein berhenti4. Konsentrasi AA dalam plasma meningkat, dan kelebihan AA akan dipergunakan

dalam proses glukoneogenesis.5. Pemecahan AA akan meningkatkan ekskresi ureum dalam urin

1.2. GlukagonGlukagon, yaitu suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau

Langerhans sewaktu kadar glukosa darah turun, mempunyai fungsi yang bertentangan dengan insulin. Fungsi utama glukagon adalah meningkatkan konsentrasi glukosa darah.

12

Efek utama glukagon terhadap metabolism glukosa adalah :1. Pemecahan glikogen hati (glikogenolisis)

Bagan 3. Glikogenolisis

2. Meningkatkan proses glukoneogenesis di hati

Efek lain glukagon :

1. Mengaktifkan lipase sel lemak meningkatkan persediaan asam lemak (sumber energy tubuh )

2. Menghambat penyimpanan trigliserida di hati mencegah hati membuang asam lemak dari darah dan membantu menambah jumlah persediaan asam lemak

3. Dengan konsentrasi yang sangat tinggi, glucagon dapat :a. Meningkatkan kekuatan jantungb. Meningkatkan aliran darah di beberapa jaringan (terutama ginjal)c. Meningkatkan sekresi empedud. Menghambat sekresi asam lambung

13

Pengaturan Sekresi Glukagon1. Peningkatan glukosa darah menghambat sekresi glukagon.

Gambar 8 . Perkiraan konsentrasi glukagon dalam plasma pada berbagai kadar glukosa darah (Guyton and Hall, 11th ed.)

Pada kadar hipoglikemik, konsentrasi glucagon plasma akan meningkat beberapa kali lipat, sedangkan pada keadaan hiperglikemik akan mengurangi kadar glukosa dalam plasma.

2. Efek perangsangan asam amino

Tingginya kadar asam amino, seperti yang terdapat di dalam darah sesudah makan protein (khususnya asam amino alanin dan arginin) akan merangsang timbulnya sekresi glukagon.

Manfaat perangsangan asam amino terhadap sekresi glukagon adalah bahwa glukagon kemudian memacu konversi cepat dari asam amino menjadi glukosa, akan membuat lebih banyak glukosa yang tersedia untuk jaringan. 

3. Efek perangsangan dari kerja fisik

Pada waktu melakukan kerja fisik yang melelahkan, konsentrasi glukagon dalam darah seringkali meningkat 4-5 kali lipat. Efek yang meguntungkan dari glukagon adalah mencegah menurunnya kadar glukosa darah. Faktor yang mungkin dapat meningkatkan sekresi glukagon sewaktu kerja fisik adalah meningkatnya kadar asam amino dalam darah. Faktor lainnya seperti rangsangan saraf autonomik pada pulau Langerhans dapat juga berperan.

14

PENGATURAN KADAR GLUKOSA DARAH

Dibawah ini berbagai mekanisme yang terjadi untuk mengatur kadar glukosa darah :

Bagan 4. Pengaturan glukosa darah oleh insulin dan glukagon

Bagan 5. Efek langsung pada hipoglikemia berat

15

Bagan 6. Respon pada keadaan hipoglikemia yang lama

Gambar 9. Metabolisme energi selama puasa

(http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos1.jpg)

16

2. Memahami dan menjelaskan Diabetes Melitus2.1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

2.2. Klasifikasi Diabetes MellitusPerkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) pada konsensus diabetes

melitus di Indonesia tahun 2011 membuat klasifikasi etiologis DM sebagai berikut:

Tipe 1 (Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)● Autoimun● Idiopatik

Tipe 2 ● Bervariasi,mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai

resistensi insulinTipe lain ● Defek genetik fungsi sel beta

● Defek genetik kerja insulin● Penyakit eksokrin pankreas● Endokrinopati● Karena obat atau zat kimia● Infeksi● Sebab imunologi yang jarang● Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes melitusgestasional

Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin.Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal.Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).

Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu keadaan intoleransi glukosa atau karbohidrat dengan derajat yang bervariasi yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat kehamilan berlangsung.

Keadaan ibu dan anak pada wanita DM hamil tergantung pada berat dan lamanya perlangsungan penyakit. Priscilla White pada tahun 1959 memperkenalkan klasifikasi White yang sangat terkenal sampai saat ini. Klasifikasi ini terutama menitikberatkan pada umur saat diketahuinya DM, lamanya mengidap DM dan adanya komplikasi vaskuler khususnya retino-renal.

Klasifikasi ini awalnya digunakan untuk meramalkan prognosis perinatal dan untuk menentukan penanganan obstetrinya. Karena mortalitas perinatal menurun secara tajam pada semua klasifikasi, maka sistem ini digunakan sampai sekarang terutama untuk menggambarkan dan membandingkan populasi DM hamil.

17

Klasifikasi White menekankan bahwa kerusakan target organ khususnya mata, ginjal, jantung mempunyai akibat yang sangat berarti pada anak. Klasifikasi DMG yang direkomendasikan oleh “American College of Obstetricians and Gynecologists” pada tahun 1994 adalah klasifikasi sebagai berikut :

Klasifikasi DM hamil menurut White (perubahan) :

Selanjutnya, Pyke dari Kings College Hospital London membuat klasifikasi yang sederhana dimana DM hamil hanya dibagi atas tiga kelompok, yaitu :1. Mereka yang DM diketahui saat hamill yang identik dengan DM gestasi.2. DM pragestasi yang tanpa komplikasi atau dengan komplikasi ringan.3. DM pragestasi yang disertai denngan komplikasi berat seperti nefropati, retiopati dan penyakit jantung koroner.

Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:a. Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan

menghilang setelah melahirkan.b. Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan

berlanjut setelah hamil.c. Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit

pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer.

90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (TipeII) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent Diabetes militus tipe IDDM tipe 1.

2.3. Epidemiologi Diabetes MellitusDari data WHO di tahun 2002 diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta penderita

Diabetes Mellitus di tahun 2025.Pada tahun 2030 bisa mencapai 21 juta penderita.Saat ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO

18

Class Onset Fasting Plasma Glucose

2-hour postprandial Glucose

Therapy

A1

A2

GestationalGestational

< 105 mg/dL> 105 mg/dL

< 120 mg/dL> 120 mg/dL

DietInsullin

Class Age of Onset (yr) Duration (yr) Vascular Disease TherapyBCDFR

H

Over 2010 - 19 Before 10AnyAny

Any

< 1010 -1920AnyAny

Any

NoneNoneBenign RetinopathyNephropathy*

Proliperative retinopathyHeart

InsulinInsulinInsulinInsulinInsulin

Insulin

menyebutkan, jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan Amerika Serikat.

Menurut Ketua Indonesian Diabetes Association (Persadia) Soegondo, Diabetes Mellitus Tipe II merupakan yang terbanyak, yaitu sekitar 95% dari keseluruhan kasus Diabetes Mellitus. Selain faktor genetik, juga bisa dipicu oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat,seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang aktivitas fisik, stress.

Jumlah penderita diabetes di Indonesia hingga kini mencapai 14 juta orang.Rata-rata 50% dari jumlah pasien diabetes baru menyadari mereka menderita sakit gula setelah memeriksakan ke dokter.Selain itu, hanya 30% saja pasien diabetes yang berobat.

Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3 persen dari 210 juta penduduk Indonesia setiap tahun meninggal dunia karena komplikasi sakit kencing manis (Diabetes Mellitus). Jumlah penderita kencing manis di Indonesia kini mencapai lima juta jiwa atau lima persen dari jumlah penduduk. Terbukti jumlah penderita Diabetes Mellitus saat ini terbesar berada di daerah perkotaan mencapai 2,8 persen dan di pedesaan baru 0,8 persen dari jumlah penduduk.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkatpendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.

Insidens DMG bervariasi antara 1,2 – 12%. Kepustakaan lain mengatakan 1 – 14%. Di Indonesia insidens DMG berkisar 1,9 -2,6%. Perbedaan insidens DMG ini terutama disebabkan oleh karena perbedaan kriteria diagnosis materi penyaringan yang diperiksa. Di Amerika Serikat insidens kira-kira 4%.

Kejadian DMG juga sangat erat hubungannya dengan ras dan budaya seseorang. Contoh yang khas adalah DMG pada orang kulit putih yang berasal dari Amerika bagian barat hanya 1,5-2% sedangkan penduduk asli Amerika yang berasal dari barat daya Amerika mempunyai angka kejadian sampai 15%. Pada ras Asia, Afrika –Amerika dan Spanyol insidens DMG sekitar 5-8% 7 sedangkan pada ras Kaukasia sekitar 1,5%.

2.4. Etiologi Diabetes Mellitus

Diabetes Tipe 1Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin

biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orang dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan insulin.

19

Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:1. Kerentanan genetik

Berkaitan dengan alel spesifik kompleks histokompatibilitas mayor (MHC) kelas 2 dan lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang rentan terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta islet.reaksi imun timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu kejadian lingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik.

2. Autoimunitas- Terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta- Infiltrat peradangan limfosit- Terdiri atas limfosit T CD8  dengan limfosit T CD4 dan makrofag dalam jumlah

bervariasi.- Sel beta islet mengalami kerusakan secara selektif- Limfosit CD8 sitotoksik tampaknya merusak sel islet melalui pengeluaran granula

sitotoksik- Anggota keluarga asimtomatik dari pasien dengan DM tipe 1 membentuk

autoantibodi sel islet beberapa bulan sampai tahun sebelum memperlihatkan gejala klinis diabetes.

- Sekitar 10-20% orang yang mengidap diabetes tipe 1 juga menderita penyakit autoimun spesifik organ lain, seperti tiroiditis hasimoto, penyakit siliak, penyakit graves, penyakit addision atau anemia pernisiosa.

3. Faktor lingkunganKerentanan genetik mempermudah terjadinya destruksi sel islet secara autoimun,

serangan lingkungan dapat memicu autoimunitas dengan merusak sel beta,virus dapat menjadi pemicu. Virus yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 adalah coxsackievirus, parotitis, campak, rubela, mononukleosis infeksiosa. Bagaimana virus berperan dalam patogenesis belum diketahui. Beberpa penelitian berpendapat bahwa virus memicu penyakit dengan mimikiri virus (virus mengeluarkan protein mirip dengan antigen) sehingga menimbulkan respon imun terhadap suatu protein virus yang memeiliki skeuensi asam amino yang sama dengan suatu protein sel beta.

Diabetes tipe 2Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini sering

di temukan,tidak ada bukti bahwa mekanisme  autoimun berperan, ada diabetes tipe 2 ini faktor genetik jauh lebih berperan penting dibandingkan diabetes tipe 1.

Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan  yaitu :a.       Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.b.      Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena

20

peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.c.       Riwayat Keluarga

Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan.(Robbins, 2007, hlm. 67).d.      Gaya hidup (stres)

Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula.Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610).

Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeks untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Resiko berkembangnya DM tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40%dan 33% nya untuk anak cucunya. Transmisi genetic adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (mody), yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita DM tipe 2 rasio diabetes dan non diabetes pada anak adalah1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carier) DM tipe 2.

Faktor Resiko :1. Usia dewasa tua (>45 tahun)2. Obesitas dengan BB > 120%, IMT >23 kg/m3. Penderita hipertensi > 140/90 mmHg4. Riwayat keluarga DM5. Riwayat DM pada kehamilan6. Riwayat kehamilan dengan BBL bayi > 4 kg atau bayi cacat7. Disipidemia: cholesterol HDL > 40 mg/dl dan/ trigliserida >250 mg/dl8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) /GDPT (Glukosa Darah Puasa

Terganggu

21

2.5. Patofisiologi Diabetes Mellitus

Diabetes Tipe 1Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin

biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orng dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan insulin.

Bagan 7. Patofisiologi Diabetes Melitus

22

Diabetes tipe 2

Bagan 8. Patofisiologi DM tipe 2

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :1. Resistensi insulin 2. Disfungsi sel β pancreas

Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel β pancreas, amilin dan sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel β pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat

23

walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia, disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia) mengakibatkan sel β pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2.

Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel β pancreas yang menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang, masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2 yang mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat panduan pengobatan.

Diabetes gestasional

Bagan 9. Patofisiologi diabetes gestasional

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin. Akibat lambatnya reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal.Hal ini disebut tekanan deabetogenik dalam kehamilan.

24

Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi masalah ialah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan. Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamil meningkat dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan insulin menjadi lebih tinggi, demikian juga dengan Human Plasenta Laktogen (HPL) yang dihasilkan oleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip pada hormon tubuh yang bersifat diabetogenik. Pembentukan HPL meningkat sesuai dengan umur kehamilan.Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut diperhitungkan dalam pengendalian diabetes.

Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangat kompleks.Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatan menyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme maternal selama kehamilan yakni plasenta mempunyai peranan yang khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida dan hormon steroid yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk (dikutip oleh Williams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi karena rusaknya reseptor insulin bagian distal yakni post reseptor. Hornes dkk (dikutip oleh Moore) melaporkan terdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida (GIP) pada tes glukosa oral dengan tes glukosa oral pada kehamilan normal dan DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan respon GIP ini yang mungkin berperanan menjadi sebab terjadinya DMG.

Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa kehamilan merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin meningkat. Pada sebagian besar wanita hamil keadaan resistensi terhadap insulin dapat diatasi dengan meninggikan kemampuan sekresi insulin oleh sel beta.Pada sebagian kecil wanita hamil, kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin, dengan demikian terjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.

2.6. Manifestasi klinik Diabetes Mellitus

- Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), polifagi (sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan mudah capai.- Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan, sering merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan gairah sex menurun.- Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).

25

Gambar10. Manifestasi klinik Diabetes klinik

2.7. Diagnosis & Diagnosis banding Diabetes MellitusDiabetes mellitus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka criteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Tabel 2. Kriteria diagnosis DM (revisi final consensus DM tipe 2 Indonesia 2011)

26

Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994)

Bagan 10. Cara pelaksanaan tes toleransi glukosa oral

Table 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/Dl) (Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

27

Bagan 11. Langkah-langkah diagnostic DM dan gangguan toleransi glukosa ( Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

28

2.8. Tatalaksana Diabetes Mellitus

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitass hidup penyandang diabetes. Sedangkan tujuan akhir dari penatalaksanaan DM tipe 2 adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Jangka Pendek Jangka Panjang

Menghilangkan keluhan dan tanda DM

Mempertahankan rasa nyaman

Mencapai target pengendalian glukosa darah

Mencegah & hambat progresivitas penyulit (makroangipati, mikroangio-pati dan neuropati)

Tabel 4. Tujuan penatalaksanaan diabetes mellitus jangka pendek dan jangka panjang

Pilar penatalaksanaan diabetes mellitus :

1. Edukasi2. Terapi gizi medis3. Latihan jasmani4. Intervensi farmakologis

1. EdukasiPasien diberikan pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan

gejala hipoglikemia

Materi edukasi tingkat awal Materi edukasi tingkat lanjut

- Materi tentang perjalanan penyakit DM- Makna dan perlunya pengendalian dan

pemantauan DM secara berkelanjutan- Penyulit DM dan risikonya- Intervensi farmakologis dan non-

farmakologis serta target pengobatan- Interaksi antara asupan makanan,

aktivitas fisik, dan OHO atau insulin serta obat-obatan lain

- Mengenal dan mencegah penyulit akut DM

- Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM

- Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain

- Makan di luar rumah- Rencana untuk kegiatan khusus- Hasil penelitian dan pengetahuan masa

kini dan teknologi mutakhir tentang DM

- Pemeliharaan/perawatan kaki

29

- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)

- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia

- Pentingnya latihan jasmani yang teratur- Masalah khusus yang dihadapi (contoh:

hiperglikemia padakehamilan)- Pentingnya perawatan kaki- Cara mempergunakan fasilitas

perawatan kesehatan.

2. Terapi gizi medisTerapi gizi medis akan dijelaskan pada learning index berikutnya.

3. Latihan jasmania. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit. b. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,berkebun harus

tetap dilakukan. c. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan

memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darahd. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti

jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. e. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. f. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara

yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. g. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Tabel 5. Aktivitas Fisik Sehari-hari (Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

30

4. Intervensi farmakologisintervensi farmakologis akan dijelaskan pada learning index selanjutnya.

Penilaian hasil terapi

Hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan kadar glukosa darahTujuan :

- Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai- Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.- Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa 2 jam post prandial, atau

glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai kebutuhan 2. Pemeriksaan A1C- Tes hemoglobin terglikosilasi (glikogemoglobin) untuk menilai efek perubahan terapi 8-12

minggu sebelumnya. - Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.- Pemeriksaan ini dianjurkan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun

3. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM)Pemantauan kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Pemeriksaan kadar glukosa

darah mandiri dilakukan dengan alat pengukur cara reagen kering. Secara berkala. Hasil pemantauan dengan cara reagen kering dibandingkan dengan cara konvensional.

Waktu yang dianjurkan : a. Sebelum makanb. 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa)c. Menjelang waktu tidur ( menilai risiko hipoglikemia)d. Diantara siklus tidur (menialai adanya hipoglikemia nocturnal yang kadang tanpa gejala) e. Ketika mengalami gejala hypoglycemic spells

PGDM dianjurkan pada :

a. Penyandang DM yang direncanakan mendapat terapi insulin (atau pemicu sekresi insulin)b. Penyandang DM dengan terapi insulin berikut :

- Pasien dengan A1C yang tidak mencapai target setelah terapi- Wanita yang merencanakan hamil- Wanita hamil dengan hiperglikemia- Kejadian hipoglikemia berulang

31

Tabel 6. Prosedur pemantauan (Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

4. Pemeriksaan glukosa urin- Hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar

glukosa darah. - Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat bervariasi pada

beberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam jangka waktu lama. - Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan

untuk menilai keberhasilan terapi.

5. Pemantauan benda keton- Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama

pada penyandang DM tipe 2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah >300 mg/dL).

- Pada penyandang diabetes yang sedang hamil. - Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang

penting adalah asam beta hidroksibutirat. - Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam

darah secara langsung dengan menggunakan strip khusus. - Kadar asam beta hidroksibutirat darah <0,6 mmol/L dianggap normal, di atas 1,0

mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3,0 mmol/L indikasi adanya KAD.- Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara mandiri, dapat mencegah

terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya KAD.

Tabel 7. Target pengendalian DM

32

Algoritme Pengelolaan DM tipe 2 tanpa dekompensasi

33

34

2.9. Komplikasi Diabetes Mellitus1. Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:

A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).

Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal berikut:7

• Hiperglikemia

• Hiperketonemia

• Asidosis metabolik

Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.

Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.

• Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik

1. Dehidrasi 8. Poliuria

2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung

3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan

4. Takikardi 11. Mual-muntah

5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram

6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur

7. Hipotermia 14. Koma (10%)

B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)

35

Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:

• Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.

• Dehidrasi berat

• Uremia

Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.

• Penatalaksanaan HHNK

Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.7

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. Meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.

• Penyebab Hipoglikemia :

1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan

2. Berat badan turun

3. Sesudah olah raga

4. Sesudah melahirkan

5. Sembuh dari sakit

6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa

36

Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.

• Tanda-tanda Hipoglikemia

1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug

sederhana.3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan,

berdebar-debar.4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.

Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:

1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.

2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:

• Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan

• Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan

• P.Z.I : 18 jam setelah suntikan

3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang

A. Mikrovaskular / Neuropati

- Retinopati, catarak → penurunan penglihatan

- Nefropati → gagal ginjal

- Neuropati perifer → hilang rasa, malas bergerak

- Neuropati autonomik → hipertensi, gastroparesis

- Kelainan pada kaki → ulserasi, atropati

B. Makroangiopati

- Pembuluh darah jantung

- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal clauditio intermittent, meskipun

37

sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.

- Pembuluh darah otak

2.10. Pencegahan Diabetes MelitusKalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke

arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan.

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:1. Pencegahan Primer

Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

2. Pencegahan SekunderMenemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapatreversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.

3. Pencegahan TersierSemua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini meliputi:

a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetesb. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus

menjadi kegagalan organc. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan

organ atau jaringan

2.11. Prognosis Diabetes MellitusSekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang

normal., sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.

3. Memahami dan menjelaskan Retinopati3.1. Definisi Retinopati

38

Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan atau perubahan penglihatan secara perlahan

3.2. Etiologi Retinopati

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah : Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri Adanya komposisi darah abnormal Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,

selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler

Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi

Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.

Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

3.3. Epidemiologi RetinopatiPenelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa

jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.

3.4. Klasifikasi RetinopatiSistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13 :

- Derajat 1 : tidak terdapat retinopati DM- Derajat 2 : hanya terdapat mikroaneurisma - Derajat 3 : Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai

oleh mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda:• Venous loops • Perdarahan • Hard exudates • Soft exudates • Intraretinal Microvascular Abnormalities(IRMA)

- Derajat 4 :• Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh: • Perdarahan derajat sedang-berat • Mikroaneurisma • IRMA

- Derajat 5 : Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan viterous

39

A. B. Gambar 11. Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula (A) dan Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)

3.5. Patofisiologi RetinopatiHiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi

melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oksigen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.

Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.

Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

3.6. Manifestasi klinik RetinopatiSebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala

penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina. Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM non- proliferatif.

Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina traksional.

3.7. Diagnosis Retinopati

40

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan Optical Coherence Tomography (OCT) dan Ocular Ultrasonography bila perlu.

OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM

Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kacamata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi pemberian midriatikum.

Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.

Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikro- aneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.

Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

3.8. Tatalaksana RetinopatiTata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati

DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah

41

per- burukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan

3.9. Pencegahan RetinopatiPencegahan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama untuk

mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan retinopati.

Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi :1.Kontrol glukosa darah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati diabetik dan juga progresifitasnya.2.Kontrol tekanan darah3.Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)4.Laser koagulasi

Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan retinopati diabetik. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR (Non-proliferatife Diabetic Retinopathy) dan PDR (Proliferative Diabetic Retinopathy) dan juga untuk beberapa tipe makulopati. Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan bahwa fotokoagulasi lokasisistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum diidentifikasi, faktor vasoformatif pada penyakit proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadium awal. Foto koagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signifikan secara klinis disebut fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut fotokoagulas panp-retinal.

3.10. Prognosis RetinopatiKontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati

yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.

4. Memahami dan menjelaskan pengaturan gizi pada penderita Diabetes Melitus4.1. Pengaturan Kalori Makanan

Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasus gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT

42

IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.o Berat badan kurang <18,5 o Berat badan normal 18,5-22,9o Berat badan lebih ≥ 23,0o Dengan resiko 23-24.9o Obes I 25-29,9o Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus BroccaPertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus: berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%o Berat badan kurang BB <90% BBIo Berat badan normal BB 90-110% BBIo Berat badan lebih BB 110-120% BBIo Gemuk BB>120% BBI

Penentuan kebutuhan kalori perhari:1. Kebutuhan basal:o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kaloro Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori2. Koreksi atau penyesuaian:o Umur diatas 40 tahun : -5%o Aktivitas ringan : +10%o Aktifitas sedang : +20%o Aktifitas berat : +30%o Berat badan gemuk : -20%o Berat badan lebih : -10%o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%

4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori

5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

4.2. Komposisi Makanan

43

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non-farmakologis yang sangat direkomendasikan bagi pasien diabetes. Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem koagulsi darah.

Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:o Kadar glukosa darah mendekati normalo Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.o Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.o Kadar A1c <7%.o Tekanan darah <130/80 mmHg.o Profil Lipido Kolesterol LDL<100 mg/dlo Kolesterol HDL >40 mg/dl.o Trigliserida < 150 mg/dl.o Beran badan senormal mungkin.

Jenis Bahan MakananKARBOHIDRAT

Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.Rekomendasi karbohidrat :

Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis itu sendiri.

Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber karbohidrat . Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total

kebutuhan kalori perhari. Julah serat 25-50 gram per hari. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih

dari total kebutuhan kalori perhari. Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,

acesulfame, dan sukralosa. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari. Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN

44

Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.Rekomendasi pemberian protein:

Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari. Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi

konsentrasi glukosa darah. Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari. Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari

dan tidak kurang dari 40gram. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan

dibanding protein hewani.

LEMAKLemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat

penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.

Rekomendasi Pemberian Lemak: Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari

total kebutuhan kalori per hari. Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai

maksimal 7% dari total kalori perhari. Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka

maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari. Batasi asam lemak bentuk trans. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh

rantai panjang. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.

5. Memahami dan menjelaskan farmakologi Anti – Diabetes Melitus

Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

45

A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion

C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

E. DPP-IV inhibito

A. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Gambar 12. Mekanisme Sulfonylurase bekerja di dalam tubuh

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengansulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresiinsulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obatyaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivatfenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelahpemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melaluihati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

46

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

Gambar 13. Mekanisme Metformin bekerja di dalam tubuh

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

47

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

E. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakanhal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambatDPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis).

Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal

Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan. DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

Contoh – contoh obat yang biasa digunakan:1.AVANDIA 4 MG

INDIKASI :Avandia adalah agen antidiabetes thiazolidinedione diindikasikan sebagai tambahan bagi diet dan olahraga untuk memperbaiki kontrol glikemik pada orang dewasa dengan diabetes mellitus tipe 2.

PENGGUNAAN:- Avandia tidak boleh digunakan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau untuk pengobatan ketoasidosis diabetes. - Coadministration dari Avandia dan insulin tidak dianjurkan. - Penggunaan Avandia dengan nitrat tidak direkomendasikan.

DOSIS :- Mulai pada 4 mg sehari dalam dosis tunggal atau dibagi, jangan melebihi 8 mg per hari. - Dosis meningkat harus disertai dengan pemantauan hati-hati untuk efek samping yang berhubungan dengan retensi cairan.

48

- Jangan melakukan Avandia jika menunjukkan bukti klinis pasien penyakit hati aktif atau peningkatan serum transaminase.

KEMASAN :Pentagonal, film-tablet dilapisi dalam kekuatan berikut : 2 mg, 4 mg, dan 8 mg

KONTRA INDIKASI :Inisiasi Avandia pada pasien dengan didirikan NYHA kelas III atau IV gagal jantung adalah kontraindikasi.

PERINGATAN DAN PENCEGAHAN :- Retensi fluida, yang dapat memperburuk atau menyebabkan gagal jantung, dapat terjadi. Kombinasi digunakan dengan insulin dan digunakan dalam gagal jantung kongestif NYHA kelas I dan II dapat meningkatkan risiko efek kardiovaskular lainnya.- Peningkatan resiko kejadian iskemik miokard telah diamati dalam meta-analisis dari 42 uji klinis (kejadian Tingkat 2% dibandingkan 1,5%). - Penggunaan Avandia dengan nitrat tidak direkomendasikan. - Coadministration dari Avandia dan insulin tidak dianjurkan. - Dosis yang berhubungan dengan edema, berat badan, dan anemia dapat terjadi. - Macular Edema telah dilaporkan. - Peningkatan kejadian patah tulang pada pasien wanita. - Tidak ada studi klinis mendirikan bukti pengurangan risiko macrovascular dengan Avandia atau obat antidiabetik oral lainnya.

PABRIK : GLAXO SMITH KLINE

2.BENOFOMIN 500 MG KOMPOSISI :

Benofomin 500 Tablet, tiap tablet mengandung : Metformin HCI500 mg. Benofomin 850 Kaplet, tiap kaplet mengandung : Metformin HCI850 mg.

FARMAKOLOGI : Farmakodinamik :

Metformin adalah obat anti hiperglikemia oral digunakan untuk pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Secara kimia atau farmakologi, Metformin berbeda dengan Sulfonylurea. Metformin memperbaiki toleransi glukosa pada penderita diabetes tipe 2, menurunkan glukosa darah baik di basal maupun postprandial. Mekanisme kerja Metformin berbeda dengan Sulfonylurea. Metformin menurunkan produksi glukosa oleh hati, menurunkan penyerapan glukosa di usus dan memperbaiki sensitivitas insulin (meningkatkan pengambilan dan penggunaan glukosa di perifer). Tidak seperti Sulfonylurea, Metformin tidak mengakibatkan hipoglikemia (kecuali pada keadaan tertentu; lihat Peringatan) dan tidak menyebabkan hiperinsulinemia.Farmakokinetik:-Absorpsi Bioavailabilitas absolut setelah pemberian Metformin 500 mg pada kondisi puasa sekitar 50-60 %. Adanya makanan mengurangi tingkat absorbsi dan sedikit memperiambat absorbs! Metformin.-Distribusi Metformin sangat sedikit terikat pada protein plasma, sangat berbeda dengan Sulfonylurea dimana 90% terikat pada protein plasma.

49

-Metabolisme Metformin praktis tidak dimetabolisme di hati (tidak ditemukan metabolit pada manusia) maupun pada ekskresi empedu,-Ekskresi Metformin diekskresikan dalam bentuk utuh (tidak berubah) lewat urine.

INDIKASI :Diebetes tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes) dengan kelebihan berat badan maupun dengan berat badan normal dan apabila diet tidak berhasil. Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabtes); terapi bersamaan dengan insulin. Sebagai obat pembantu pada penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin dengan maksud agar dapal mengurangi dosis insulin yang dibutuhkan. Sebagai obat tunggal dalam hal pemakaian Sulfonylurea primer atau skunder tidak berhasil. Sebagai obat kombinasi dengan Sulfonylurea.

PEMBERIAN-Dewasa:Benofomin® 500 mg: 3 x sehari 1 tablet 500 mg pada saat makan atau sesudah makan.Jika perlu, dosis dapat ditingkatkan bertahap sampai maksimum 3 gram sehari.Benofomin® 850 mg: 2 x sehari 1 kaplat 850 mg pada saat makan atau sesudah makan.

KONTRAINDIKASI :-Gagal ginjal -Penyakit hati kronis yang memerlukan terapi farmakologi. -Hipersensitif terhadap metformin. -Metabolit asidosis akut dan kronis, lermasuk diabetes ketoasidosis, dengan atau tanpa koma.

PERINGATAN DAN PERHATIAN :-Perhatian khusus perlu diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal. -Meskipun tidak ada kasus anemia pada penggunaan Metformin > 15 tahun, sebaiknya pada pasien yang diberikan terapi Metformin jangka lama dilakukan evaluasi secara teratur terhadap kadar B12 serum sebagai profilaksis. -Karena kemungkinan terjadi hipoglikemia pada terapi kombinasi dengan Sulfonylurea atau insulin, sebaiknya dilakukan monitoring kadar gula darah. -Penggunaan Metformin pada wanita hamil tidak dianjurkan meskipun penelitian klinis menunjukkan tidak ada efek teratogenik dari Metformin. -Hati - hati pemberian Metformin pada pasien usia lanjut. pasien dengan infeksi serius dan kondisi trauma. -Keamanan penggunaan Metformin pada anak - anak masih belum terbukti.

INTERAKSI OBAT:Penelitian terakhir mengindikasikan adanya kemungkinan interaksi antara Metformin dengan beberapa antikoagulan. Kemungkinan terjadi hipoglikemia pada penggunaan bersama dengan Sulfonylurea dan insulin. Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko terjadinya asidosis laktat. Metformin dapat menurunkan penyerapan vitamin B12. Pemberian bersama dengan Cimelidine dapat menurunkan klirens ginjal.

EFEK SAMPING :Gejala - gejala saluran pencemaan (seperti diare, mual, muntah, perut kembung, anoreksia) adalah reaksi yang umum terjadi setelah pemakaian Metformin. Pasien mungkin mengeluhkan rasa tidak enak dan rasa logam pada mulut. Asidosis laktat.

KEMASAN :

50

Benofomin® Tablet 500 mg : Dus, 10 strip @ 10 tablet No. Reg DKL9402319410A1 Benofomin® Kaplet 850 mg : Dus, 10strip® 10 kaplet No. Reg DKL9502320404A1 SIMPAN PADA SUHU KAMAR (25-30)°C DAN TEMPAT KERINGHARUS DENGAN RESEP DOKTERDiproduksi oleh : PT BERNOFARM, Sidoarjo- Indonesia

3.BENOFOMIN 850 MG KOMPOSISI :

Benofomin 500 Tablet, tiap tablet mengandung : Metformin HCI500 mg. Benofomin 850 Kaplet, tiap kaplet mengandung : Metformin HCI850 mg.

FARMAKOLOGI : Farmakodinamik:

Metformin adalah obat anti hiperglikemia oral digunakan untuk pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Secara kimia atau farmakologi, Metformin berbeda dengan Sulfonylurea. Metformin memperbaiki toleransi glukosa pada penderita diabetes tipe 2, menurunkan glukosa darah baik di basal maupun postprandial. Mekanisme kerja Metformin berbeda dengan Sulfonylurea. Metformin menurunkan produksi glukosa oleh hati, menurunkan penyerapan glukosa di usus dan memperbaiki sensitivitas insulin (meningkatkan pengambilan dan penggunaan glukosa di perifer). Tidak seperti Sulfonylurea, Metformin tidak mengakibatkan hipoglikemia (kecuali pada keadaan tertentu; lihat Peringatan) dan tidak menyebabkan hiperinsulinemia.Farmakokinetik:- AbsorpsiBioavailabilitas absolut setelah pemberian Metformin 500 mg pada kondisi puasa sekitar 50-60 %. Adanya makanan mengurangi tingkat absorbsi dan sedikit memperiambat absorbs Metformin.- DistribusiMetformin sangat sedikit terikat pada protein plasma, sangat berbeda dengan Sulfonylurea dimana 90% terikat pada protein plasma.- MetabolismeMetformin praktis tidak dimetabolisme di hati (tidak ditemukan metabolit pada manusia) maupun pada ekskresi empedu,- EkskresiMetformin diekskresikan dalam bentuk utuh (tidak berubah) lewat urine.

INDIKASI :-Diebetes tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes) dengan kelebihan berat badan maupun dengan berat badan normal dan apabila diet tidak berhasil. -Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabtes); terapi bersamaan dengan insulin. -Sebagai obat pembantu pada penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin dengan maksud agar dapal mengurangi dosis insulin yang dibutuhkan. -Sebagai obat tunggal dalam hal pemakaian Sulfonylurea primer atau skunder tidak berhasil. -Sebagai obat kombinasi dengan Sulfonylurea.

PEMBERIAN-Dewasa:Benofomin® 500 mg: 3 x sehari 1 tablet 500 mg pada saat makan atau sesudah makan.Jika perlu, dosis dapat ditingkatkan bertahap sampai maksimum 3 gram sehari.

51

Benofomin® 850 mg: 2 x sehari 1 kaplat 850 mg pada saat makan atau sesudah makan. KONTRA INDIKASI :

-Gagal ginjal -Penyakit hati kronis yang memerlukan terapi farmakologi. -Hipersensitif terhadap metformin. -Metabolit asidosis akut dan kronis, lermasuk diabetes ketoasidosis, dengan atau tanpa koma.

PERINGATAN DAN PERHATIAN :-Perhatian khusus perlu diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal. -Meskipun tidak ada kasus anemia pada penggunaan Metformin > 15 tahun, sebaiknya pada pasien yang diberikan terapi Metformin jangka lama dilakukan evaluasi secara teratur terhadap kadar B12 serum sebagai profilaksis. -Karena kemungkinan terjadi hipoglikemia pada terapi kombinasi dengan Sulfonylurea atau insulin, sebaiknya dilakukan monitoring kadar gula darah. -Penggunaan Metformin pada wanita hamil tidak dianjurkan meskipun penelitian klinis menunjukkan tidak ada efek teratogenik dari Metformin. -Hati - hati pemberian Metformin pada pasien usia lanjut. pasien dengan infeksi serius dan kondisi trauma. -Keamanan penggunaan Metformin pada anak - anak masih belum terbukti.

INTERAKSI OBAT :Penelitian terakhir mengindikasikan adanya kemungkinan interaksi antara Metformin dengan beberapa antikoagulan.Kemungkinan terjadi hipoglikemia pada penggunaan bersama dengan Sulfonylurea dan insulin. Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko terjadinya asidosis laktat. Metformin dapat menurunkan penyerapan vitamin B12. Pemberian bersama dengan Cimelidine dapat menurunkan klirens ginjal.

EFEK SAMPING :Gejala - gejala saluran pencemaan (seperti diare, mual, muntah, perut kembung, anoreksia) adalah reaksi yang umum terjadi setelah pemakaian Metformin.Pasien mungkin mengeluhkan rasa tidak enak dan rasa logam pada mulut. Asidosis laktat.

KEMASAN :Benofomin® Tablet 500 mg : Dus, 10 strip @ 10 tablet No. Reg DKL9402319410A1 Benofomin® Kaplet 850 mg : Dus, 10strip® 10 kaplet No. Reg DKL9502320404A1  4.DAONIL

INDIKASI :Diabetes mellitus pada orang dewasa .

KONTRA INDIKASI :Diabetes melitus tipe I , diabetes penguraian metabolik,koma diabetik, gangguan ginjal parah, kehamilan dan menyusui.

DOSIS :Awal : sehari 2,5 mg, dinaikkan 2,5 mg dengan interval 3-5 hari sampai metabolik tercapai .

KEMASAN :( HNA + ) Dos 10 x 10 tablet. 5.DIABENESE 100Klorpropamida 100 mg ; 250 mg.

52

INDIKASI :Diabetes melitus tanpa komplikasi tanpa tipe nonketotik ringan , sedang atau parah.

KONTRA INDIKASI :Diabetes mellitus tipe remaja atau pertumbuhan, diabetes parah atau tidak stabil,diabetes terkomplikasi dengan ketosis dan asidosis ,koma diabetik.

EFEK SAMPING :Erupsi kulit, eritema multiform, dermatitis eksfoliatif.

DOSIS :Perhari ,penderita setengah usia dalam keadaan setengah parah atau sedikit parah,mula-mula 250 mg , penderita lebih tua dimulai dari dosis 100-125 mg,pemeliharaan, penderita setengah umur dalam keadaan setengah parah , biasanya cukup 250 mg ; diabetes lebih ringan membutuhkan 100 mg, atau lebih kecil.

KEMASAN :Dos 100 tablet 100 mg,250 mg. 

6.DIABENESE 250Klorpropamida 100 mg ; 250 mg.

INDIKASI :Diabetes melitus tanpa komplikasi tanpa tipe nonketotik ringan , sedang atau parah.

KONTRA INDIKASI :Diabetes mellitus tipe remaja atau pertumbuhan, diabetes parah atau tidak stabil,diabetes terkomplikasi dengan ketosis dan asidosis ,koma diabetik.

EFEK SAMPING :Erupsi kulit, eritema multiform, dermatitis eksfoliatif.

DOSIS :Perhari ,penderita setengah usia dalam keadaan setengah parah atau sedikit parah,mula-mula 250 mg , penderita lebih tua dimulai dari dosis 100-125 mg,pemeliharaan, penderita setengah umur dalam keadaan setengah parah , biasanya cukup 250 mg ; diabetes lebih ringan membutuhkan 100 mg, atau lebih kecil.

KEMASAN :Dos 100 tablet 100 mg,250 mg. 

7.DIABEX KOMPOSISI :

Diabex Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCI 500 mgDiabex Forte Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCI 850 mg

MEKANISME KERJA :Diabex merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea baik secara kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu biguanida yang tersubstitusi rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide) Hydrochloride B.P.

Farmakologi :Cara kerja metformin HCI masih belum jelas.Metformin tidak merangsang pelepasan insulin tapi adanya insulin mempercepat efek hipoglikemik dari metformin. Kemungkinan mekanisme kerja termasuk inhibisi glikoneogenesis pada hati, penundaan absorpsi glukosa dari saluran cerna dan peningkatan sensitivitas insulin.Farmakokinetik :

53

Pada penggunaan Diabex oral, metformin hidrokiorida diabsorpsi pada saiuran cerna. Metformin hidrokiorida tidak mengalami penimbunan di hati dan.tidak mengalami proses metaboiisme pada hati. Waktu paruh plasma sekitar 3 jam dan tidak terikat pada protein plasma. Kadar metformin dalam darah biasanya kurang dari 10 mg/L. Sekresi metformin dalam urin tidak mengalami perubahan.

INDIKASI :Pengobatan diabetes pada orang dewasa yang tidak terkontrol dengan memuaskan oleh diet dan obat lain, dimana resiko asidosis laktat diminimalkan dengan menyingkirkan faktor-faktor pencetus, terutama gangguan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular. Diabex dapat dipergunakan untuk pengobatan utama dan pengobatan tambahan, juga pengobatan tunggal atau kombinasi dengan insulin atau sulfonilurea.

TAKARAN DAN CARA PEMAKAIAN :Tablet Diabex harus diberikan bersamaan dengan makanan dalam dosis yang terbagi : Diabex : 1 tablet 3 kali sehariDiabex Forte : 1 tablet 2 kali sehari

Pada pengobatan kombinasi dengan sulfonilurea atau insulin, kadar gula darah harus diperiksa, mengingat kemungkinan timbulnya hipoglikemia.1. Dosis harus diperbesar secara perlahan-lahan. Satu tablet Diabex tiga kali sehari ataul tablet Diabex Forte 2 kali sehari sering kali cukup untuk mengendalikan penyakit diabetes.Hal ini dapat dicapai dalam beberapa hari, tetapi tidak jarang pula efek ini terlambat dicapai sampai dua minggu. Apabila hasil yang diinginkan tidak tercapai, dosis dapat dinaikkan secara berhati-hati sampai maksimum 3 g sehari. Bila gejala diabetes telah dapat dikontrol, dosis dapat diturunkan.

2. Apabila dikombinasi dengan pemakaian sulfonilurea yang hasilnya kurang memadai, mula-mula diberikan satu tablet Diabex atau 1/2-1 tablet Diabex Forte, kemudian dosis Diabex dinaikkan perlahan-lahan sampai diperoleh kontrol optimal. Sering kali dosis sulfonilurea dapat dikurangi dan pada beberapa pasien bahkan tidak perlu diberikan lagi. Pengobatan dapat dilanjutkan dengan Diabex sebagai obat tunggal.

3. Apabila diberikan bersamaan dengan insulin, dapat diikuti petunjuk ini: a. Bila dosis insulin kurang dari 60 unit sehari, permulaan diberikan satu tablet Diabex atau 1/2-1 tablet Diabex Forte, kemudian dosis insulin dikurangi secara berangsur-angsur (4 unit setiap 2-4 hari). Pemakaian tablet dapat ditambah setiap interval mingguan. b. Bila dosis insulin lebih dari 60 unit sehari, pemberian Diabex adakalanya menyebabkan penurunan kadar gula darah dengan cepat.Pasien demikian harus diobservasi dengan hati-hati selama 24 jam pertama setelah pemberian Diabex. Sesudah itu dapat diikuti petunjuk yang diberikan pada (a) di atas.

DOSIS PERCOBAAN TUNGGAL :Penentuan kadar gula darah setelah pemberian suatu dosis percobaan tunggal tidak memberikan petunjuk apakah seorang penderita diabetes akan memberikan respon terhadap Diabex. Efek maksimum mungkin baru diperoleh setelah pasien menerima pengobatan Diabex berminggu-minggu oleh karena itu dosis percobaan tunggal tidak dapat digunakan sebaqai penilaian.

PERHATIAN :* Penggunaan harus berhati-hati pada pasien dengan fungsi ginjal yang kurang sempurna.

54

* Penggunaan Diabex tidak dianjurkan pada kehamiian, sekalipun penelitian klinis tidak menunjukkan adanya efek teratogenik ; dimana dekompensasi temporer terjadi akibat infeksi, trauma, pembedahan dsb., kondisi yang dapat menimbulkan dehidrasi. * Sekalipun dianjurkan agar pasien yang diberi pengobatan metformin jangka panjang diperiksa kadar B12 dalam serumnya tiap tahun, seiama 15 tahun penggunaan metformin secara luas belum pernah ditemui kasus anemia pernisiosa yang ditimbulkan oleh pengobatan dengan metformin. * Oleh karena adanya kemungkinan terjadi hipoglikemia pada pengobatan kombinasi dengan sulfonilureaatau insulin, kadar guia dalam darah harus dimonitor. * Pada pengobatan kombinasi Diabex dan insulin, pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit agar tercapai keadaan yang mantap. * Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan kemungkinan terjadinya interaksi antara metformin dengan antikoagulan tertentu. Dalam hal itu mungkin diperlukan penyesuaian dosis antikoagulan. * Hati-hati pemberian pada pasien usia lanjut, infeksi serius dan dalam keadaan trauma. * Tidak dianjurkan penggunaan metformin untuk anak-anak. * Penentuan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular dianjurkan secara berkala seiama pengobatan jangka panjang.

EFEK SAMPING :Diabex dapat diterima baik oleh pasien dengan hanya sedikit gangguan gastrointestinal yang biasanya bersifat sementara. Hal ini umumnya dapat dihindari apabila Diabex diberikan bersama makanan, atau adakalanya dengan jalan mengurangi dosis secara temporer.Hanya pada 3 persen dari jumlah pasien, pemakaian Diabex harus dihentikan ; dengan demikian pemberian Diabex tidak perlu langsung dihentikan begitu tampak gejala-gejalaintoleransi. Biasanya efek samping demikian telah lenyap pada saat diabetes terkontrol dan tidak kembali lagi.Beberapa kasus asidosis laktat yang dilaporkan terjadi karena pemakaian metformin pada kasus yang merupakan kontraindikasi.Telah dilaporkan dengan biguanida terjadi asidosis laktat.Asidosis laktat adalah komplikasi metabolik serius dan kadang-kadang fatal dapat terjadi sehubungan dengan sejumlah kondisi pathophysiologis, termasuk diabetes mellitus.

KONTRA INDIKASI :* Koma diabetik dan ketoasidosis. * Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan terutama diekskresi meialui ginjal. * Penyakit hati kronis, kegagalan jantung, miokardial infark, alkoholisme, keadaan penyakit kronik atau akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan. Keadaan yang berhubungan dengan laktat asidosis seperti syok, insufisiensi pulmonari, riwayat laktat asidosis, dan keadaan yang ditandai dengan hipoksemia. * Juvenile diabetes mellitus tidak mengalami komplikasi dan diatur dengan baik dengan pengobatan insulin, diabetes mellitus diatur dengan diet saja, hipersensitifitas terhadap biguanida, komplikasi akut dari diabetes mellitus seperti metabolik asidosis, koma, infeksi, gangrene, atau seiama atau segera setelah pembedahan dimana insulin tidak dapat diberikan, riwayat asidosis.

KEMASAN :Diabex Filcotab : Box,10 Blister @ 10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817A1

55

Diabex Forte Filcotab : Box,10 Strip @10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817B1

8.DIABEX FORTE KOMPOSISI :

Diabex Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCI 500 mgDiabex Forte Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCI 850 mg

MEKANISME KERJA :Diabex merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea baik secara kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu biguanida yang tersubstitusi rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide) Hydrochloride B.P.

Farmakologi :Cara kerja metformin HCI masih belum jelas.Metformin tidak merangsang pelepasan insulin tapi adanya insulin mempercepat efek hipoglikemik dari metformin. Kemungkinan mekanisme kerja termasuk inhibisi glikoneogenesis pada hati, penundaan absorpsi glukosa dari saluran cerna dan peningkatan sensitivitas insulin.Farmakokinetik :Pada penggunaan Diabex oral, metformin hidrokiorida diabsorpsi pada saiuran cerna. Metformin hidrokiorida tidak mengalami penimbunan di hati dan.tidak mengalami proses metaboiisme pada hati. Waktu paruh plasma sekitar 3 jam dan tidak terikat pada protein plasma. Kadar metformin dalam darah biasanya kurang dari 10 mg/L. Sekresi metformin dalam urin tidak mengalami perubahan.

INDIKASI :Pengobatan diabetes pada orang dewasa yang tidak terkontrol dengan memuaskan oleh diet dan obat lain, dimana resiko asidosis laktat diminimalkan dengan menyingkirkan faktor-faktor pencetus, terutama gangguan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular. Diabex dapat dipergunakan untuk pengobatan utama dan pengobatan tambahan, juga pengobatan tunggal atau kombinasi dengan insulin atau sulfonilurea.

TAKARAN DAN CARA PEMAKAIAN :Tablet Diabex harus diberikan bersamaan dengan makanan dalam dosis yang terbagi : Diabex : 1 tablet 3 kali sehariDiabex Forte : 1 tablet 2 kali sehari

EFEK SAMPING :Diabex dapat diterima baik oleh pasien dengan hanya sedikit gangguan gastrointestinal yang biasanya bersifat sementara. Hal ini umumnya dapat dihindari apabila Diabex diberikan bersama makanan, atau adakalanya dengan jalan mengurangi dosis secara temporer.Hanya pada 3 persen dari jumlah pasien, pemakaian Diabex harus dihentikan ; dengan demikian pemberian Diabex tidak perlu langsung dihentikan begitu tampak gejala-gejalaintoleransi. Biasanya efek samping demikian telah lenyap pada saat diabetes terkontrol dan tidak kembali lagi.Beberapa kasus asidosis laktat yang dilaporkan terjadi karena pemakaian metformin pada kasus yang merupakan kontraindikasi.Telah dilaporkan dengan biguanida terjadi asidosis laktat.Asidosis laktat adalah komplikasi metabolik serius dan kadang-kadang fatal dapat terjadi sehubungan dengan sejumlah kondisi pathophysiologis, termasuk diabetes mellitus.

KONTRA INDIKASI :* Koma diabetik dan ketoasidosis.

56

* Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan terutama diekskresi meialui ginjal. * Penyakit hati kronis, kegagalan jantung, miokardial infark, alkoholisme, keadaan penyakit kronik atau akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan. Keadaan yang berhubungan dengan laktat asidosis seperti syok, insufisiensi pulmonari, riwayat laktat asidosis, dan keadaan yang ditandai dengan hipoksemia. * Juvenile diabetes mellitus tidak mengalami komplikasi dan diatur dengan baik dengan pengobatan insulin, diabetes mellitus diatur dengan diet saja, hipersensitifitas terhadap biguanida, komplikasi akut dari diabetes mellitus seperti metabolik asidosis, koma, infeksi, gangrene, atau seiama atau segera setelah pembedahan dimana insulin tidak dapat diberikan, riwayat asidosis. KEMASAN :Diabex Filcotab : Box,10 Blister @ 10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817A1 Diabex Forte Filcotab : Box,10 Strip @10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817B1

9.Diafac Tablet Komposisi :

Tiap kaplet salut selaput berisi:Metformin HCl 500mg

Indikasi :Untuk terapi pada pasien diabetes yang tidak tergantung insulin dan kelebihan berat badan dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan diet saja. Dapat dipakai sebagai obat tunggal atau diberikan sebagai obat kombinasi dengan sulfonilurea. Untuk terapi tambahan pada penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin yang simptomnya sulit dikontrol.

Kontraindikasi :Koma diabetes mellitus, ketoasidosis, kerusakan fungsi ginjal serius, penyakit hati kronik, gagal jantung, infark miokard, alkoholisme, penyakit kronik dan akut yang berhubungan dengan hipoksia jaringan, riwayat penyakit yang berhubungan dengan asidosis laktat, syok, hipersensitivitas.

Dosis :Dewasa: Awal, 850 mg 2 x sehari atau 500 mg 3 x sehari Apabila dikombinasikan dengan sulfonilurea, mula-mula diberikan 1 tablet 500 mg atau 1/2–1 tablet 850 mg, kemudian dosis dinaikkan perlahan-lahan sampai diperoleh kontrol optimal. Apabila diberikan bersama insulin: Untuk dosis insulin kurang dari 60 unit sehari, diberikan 1 tablet 500 mg atau 1/2–1 tablet 850 mg, dosis insulin dikurangi secara bertahap (4 unit setiap 2–4 hari). Pemakaian tablet dapat ditambah setiap interval mingguan. Untuk dosis insulin lebih dari 60 unit sehari, pemberian metformin adakalanya menurunkan kadar gula darah dengan cepat.

Efek Samping : Gangguan GI, asidosis laktat

Kemasan :Doos isi 10 strip @ 10 kaplet salut selaput

Perhatian :Fungsi ginjal yang kurang sempurna. Monitor fungsi ginjal secara teratur, hamil dan menyusui hentikan terapi 2–3 hari sebelum operasi, kondisi yang dapat menyebabkan dehidrasi, penderita dengan infeksi serius atau trauma.

57

Anti-Diabetik oral adalah obat makan yang diberikan untuk pasien dengan Diabetes Mellitus, tipe 1 dan tipe 2 yang disesuaikan dengan cara kerja obatnya.

Tabel 8. Perbandingan golongan OHO (consensus pengendalian dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia 2011)

58

6. Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baik menurut Islam

59

Makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syari’at Islam.segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila ada nash Al-Quran atau Al-Hadits yang menghatamkannya. Ada kemungkinan sesuatu itu menjadi haram karena memberi mengandungmudharat ataubahayabagi kehidupan manusia.Allah berfirman:

Artinya:

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah [2]: 168).

Dari dua ayat diatas maka jelaslah bahwa makanan di makan olehnorang muslim hendaknya memenuhi 2 syarat, yaitu :

a. Halal, artinya di perbolehkan untuk di makan dan tidak dilarang oleh hokum syara’

b. Baik, artinya makanan itu bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

60

Adam JMF. Klasifikasi diabetes mellitus dengan kehamilan.Dalam : Endokrinologi Praktis.Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi. Ujung Pandang; PT. Organon :1989. hal. 97 - 104.

Adam JMF. Skrining diabetes mellitus pada kehamilan. Dalam :Endokrinologi praktis. Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi. Ujung Pandang; PT. Organon .1989 hal. 105 – 13.

Benson RC. Diabetes mellitus.In : Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. 5th

ed. California : Lange medical publications; 1984. p. 901-6.

Cunningham FG, Gilstrap LC, Gant NF, Hauth JC, Leveno KJ, Wenstrom KD. Diabetes.In : Williams Obstetrics.21st ed. New York: Mc GrHill;2001.p.1359 – 81.

Darmono. Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus.Dalam : Noer HMS at al, eds.

Diabetes forum. Treatment gestational diabetes mellitus. Avalaible from : diabetes-forum.net/cgi-bin/display_engine.pl?category_id=6&content_id/html.Accessed:September 28, 2003.

Dutta DC. Gestational Diabetes.In : Konar H, editor. Text book of obstetrics including perinatology and contracepcion. 4th ed. Calcutta : New central book agency (p)Ltd ;1998. p. 301 – 2

Guyton, Arthur C. Textbook of medical physiology 11th ed. 2006. Elsevier inc., Philadelphia, Pennsylvania

Jameson, J.Larry. 2010. Harrison’s endocrinology 2nd ed. McGraw-Hill

Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia. 2011. PERKENI

Madjid DA. Masalah bayi dari ibu diabetes mellitus.Dalam : Adam JMF, editor. Endokrinologi praktis.Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi.Ujung Pandang. PT Organon : 1989. hal. 120 – 6.

Manaf, Asman. INSULIN : MEKANISME SEKRESI DAN ASPEK METABOLISME. Diunduh dari repository.unand.ac.id

Medidata. MIMS 2012. BIP kelompok Gramedia

More TR. Diabetes mellitus and pregnancy. Avalaible from : http/www.e-medicine.com.

More TR. Diabetes in pregnancy. In : Creasy RK, Resnik R, editors. Maternal fetal medicine principles and practice. 3rded. Philadelphia. WB Sounders company; 1994. p. 934 – 71.

Sambo AP. Diagnostic criteria of diabetes mellitus. In : Naskah lengkap simposiumdiabetes mellitus dan dislipidemi. Makassar. Hotel Sedona, 12 – 13 Oktober 2002.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia cabang Makassar. 2002. p. 1 – 15.

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari sel ke system.

61

Sudoyo, aru. dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing

The new england journal of medicine. Vol. 341 no. 23, Dec. 1999. Gestational diabetes mellitus.Avalaible from : http/www.med.mc.ntu.edu.tw/~tm/journal/2000/0310.html.

http://belajarbiokimia.files.wordpress.com/2013/03/diabetes_insulin.jpg

http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos1.jpg

http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos18.gif

http://www.klikdokter.com/userfiles/diabetet.jpg

62