pe dan fogging focus dbd

13
1 LAPORAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA SIDOWAYAH KABUPATEN REMBANG TAHUN 2012 LATAR BELAKANG Demam Berdarah Dengue adalah demam tinggi mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, terdapat tanda-tanda perdarahan (bintik-bintik merah/ptekie, mimisan perdarahan pada gusi, muntah/berak darah), ada perbesaran hati dan dapat timbul syok (pasien gelisah, nadi cepat dan lemah, kaki tangan dingin, kulit lembab, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20%) dan trobositopeni (trombosit < 100.000/mm 3 ). Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan salah satu penyakit menular yang potensial menimbulkan kejadian luar biasa/wabah. Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia pada tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga kejadian luar biasa (KLB)/wabah masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. DBD disebabkan oleh virus dengue yg ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang hidup di dalam dan di sekitar rumah, sehingga penularannya terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penular tersebut. Berdasarkan Laporan W1 KLB/Wabah oleh Puskesmas Lampasio tanggal 14 Maret 2011 bahwa telah ditemukan kematian karena menderita DBD sebanyak 1 orang dari 33 kasus, maka untuk itu dilakukan Penyelidikan Epidemiologi oleh tim penyelidikan KLB DBD Dinas Kesehatan Kab. Toli-Toli bersama dengan Dinas Kesehatan Propinsi serta tim dari petugas Puskesmas Lampasio dengan melakukan analisa terhadap berbagai factor yang

Upload: dhita-kemala-ratu

Post on 27-Dec-2015

107 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PE Dan Fogging Focus DBD

1

LAPORAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB DEMAM BERDARAH DENGUE DI DESA SIDOWAYAH KABUPATEN REMBANG TAHUN 2012

LATAR BELAKANG

Demam Berdarah Dengue adalah demam tinggi mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, terdapat tanda-tanda perdarahan (bintik-bintik merah/ptekie, mimisan perdarahan pada gusi, muntah/berak darah), ada perbesaran hati dan dapat timbul syok (pasien gelisah, nadi cepat dan lemah, kaki tangan dingin, kulit lembab, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20%) dan trobositopeni (trombosit < 100.000/mm3).

Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan salah satu penyakit menular yang potensial menimbulkan kejadian luar biasa/wabah. Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia pada tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga kejadian luar biasa (KLB)/wabah masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

DBD disebabkan oleh virus dengue yg ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang hidup di dalam dan di sekitar rumah, sehingga penularannya terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penular tersebut.

Berdasarkan Laporan W1 KLB/Wabah oleh Puskesmas Lampasio tanggal 14 Maret 2011 bahwa telah ditemukan kematian karena menderita DBD sebanyak 1 orang dari 33 kasus, maka untuk itu dilakukan Penyelidikan Epidemiologi oleh tim penyelidikan KLB DBD Dinas Kesehatan Kab. Toli-Toli bersama dengan Dinas Kesehatan Propinsi serta tim dari petugas Puskesmas Lampasio dengan melakukan analisa terhadap berbagai factor yang berhubungan dengan terjadinya KLB DBD di desa tersebut.

TUJUAN PENYELIDIKAN

Tujuan Umum : Melakukan tindakan penanggulangan dan pengendalian KLB DBD di Desa Sidowayah.

Tujuan Khusus

Page 2: PE Dan Fogging Focus DBD

2

1. Memastikan kebenaran kasus KLB DBD yang dilaporkan dan luasnya penyebaran2. Mengetahui kemungkinan kecenderungan terjadinhya penyebarluasan penyakit

DBD di lokasi3. Mengetahui gambaran situasi penyakit dan saran alternative pencegahan4. Melakukan penanggulangan DBD di lokasi

HASIL PENYELIDIKAN

Analisis Situasi

Desa Sidowayah merupakan bagian dari Kecamatan ? dan wilayah kerja Puskesmas Rembang I yang juga merupakan bagian dari pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang dengan jumlah penduduk adalah sebagai berikut :

……………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Sumber : Data sekunder

Puskesmas Rembang I dengan wilayah kerja ? desa dengan batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan ?2. Sebelah timur berbatasan dengan ?3. Sebelah selatan berbatasan dengan ?4. Sebelah barat berbatasan dengan ?

Lokasi kejadian KLB berada di ? wilayah kerja Puskesmas Rembang I Kabupaten Rembang. Kasus DBD mulai terjadi pada tanggal ? dan dilakukan penyelidikan kasus pada tanggal 12 September 2012.

Pemastian diagnosis

Pemastian diagnosis dilakukan dengan melihat gejala klinis yang muncul pada penderita dan melakukan pengambilan sampel darah pada beberapa orang penderita yang sedang dirawat. Pemeriksaan sediaan darah dengan menggunakan Rapid Test Diagnostic (RDT) yang dilakukan oleh analis kesehatan Puskesmas Rembang I.

Desa

Jumlah

Total (Jiwa)Laki-Laki Perempuan

Sidowayah ? ? ?

Page 3: PE Dan Fogging Focus DBD

3

Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan terhadap ? kasus DBD, dengan gejala klinis digambarkan pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Distribusi Gejala Klinis Penderita pada KLB DBD di Desa Sidowayah Kab. Rembang pada tanggal ? 2012

No. Gejala Klinis Jumlah %

1 Demam 100

2 Sakit Ulu Hati 15,9

3 Torniket 0

4 Perdarahan 70,5

5 Muntah 15,9

6 Shock 0

7 Batuk 45,5

Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan.

Dari tabel diatas terdapat gejala dengan frekuensi tertinggi pada penderita adalah Demam (100 %) , Perdarahan 70,5%, Batuk 45,5 %, Sakit ulu hati 15,9%, Muntah 15,9 %. Hal ini merupakan gejala penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan oleh virus dengue dimana vektor perantara adalah nyamuk aedes aegypti.

Pemastian KLB

Pada unit pelayanan kesehatan dengan sistem informasi yang berjalan baik dan jumlah kasus DBD dapat dideteksi sesuai dengan wilayah administratif seperti desa atau kelurahan, maka peningkatan kasus pada setiap wilayah dapat dijadikan peringatan dini sebelum terjadi KLB. Untuk memastikan bahwa peningkatan kasus adalah KLB atau bukan KLB, dapat dilakukan analisis pola minimum-maksimum kasus DBD bulanan maupun mingguan dengan pembanding kasus DBD pada tahun-tahun sebelumnya. Selain dengan menetapkan pola maksimum-minimum, pada daerah desa atau kelurahan sebaiknya ditetapkan telah berjangkit KLB DBD apabila memenuhi satu kriteria sebagai berikut :

1. Terdapat satu kasus DBD atau lebih yang selama 3 bulan terakhir di daerah kabupaten/kota bersangkutan tidak ditemukan penderita DBD tetapi HI jentik Aedes Aegypti desa atau kelurahan tersebut lebih dari 5%.

2. Terdapat peningkatan bermakna jumlah kasus DBD dibandingkan keadaan sebelumnya.

Page 4: PE Dan Fogging Focus DBD

4

3. Terdapat peningkatan bermakna dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya pada periode yang sama.

Dari hasil investigasi diketahui telah terjadi Kejadian Luar Biasa Penyakit DBD seperti terlihat pada grafik berikut :

Grafik 1. Kasus DBD menurut Tanggal Mulai Demam di Desa Sidowayah Bulan September Tahun 2012

Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan

Kriteria KLB ini ditetapkan sesuai pedoman Depkes (1991), suatu Kejadian Luar Biasa apabila memenuhi salah satu kriteria diantaranya adalah adanya peningkatan kasus secara bermakna dari periode sebelumnya pada periode mingguan terlihat tanggal ? 2012 terjadi kenaikan penderita lebih dari 2 kali periode minggu sebelumnya.

Analisis Epidemiologi

Distribusi menurut orang

Distribusi penderita DBD dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2. Distribusi Kasus DBD menurut kelompok umur di Wilayah Puskesmas Rembang I Kec. ?, Kab. Rembang Bulan September Tahun 2012.

No Kelompok Umur (Thn)

Jumlah KasusCFR (%)

Sakit Mati

1 ≤ 12

2 13 – 24

3 25 – 36

4 37 – 48

5 > 49

Page 5: PE Dan Fogging Focus DBD

5

Jumlah

Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan

Dari tabel diatas terlihat bahwa kelompok umur yang terbanyak sakit berada pada kelompok umur ? tahun sebanyak ? orang, terendah pada kelompok umur ? tahun sebanyak ? orang, dan CFR 50% pada kelompok umur ? tahun.

Tabel 3 Distribusi Kasus DBD menurut jenis kelamin di Wilayah Puskesmas Rembang, Kec. ?, Kab. Rembang Bulan September Tahun 2012

NoJenis

Kelamin PopulasiRentanJumlah kasus Attack

Rate (%)CFR (%)Sakit Mati

1 Laki – laki

2 Perempuan

Jumlah

Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan

Dari tabel diatas terlihat bahwa kasus terbanyak pada jenis kelamin ? (? kasus) dengan AR = ? dan CFR = ?

Distribusi menurut tempat

Distribusi kasus DBD di Wilayah Puskesmas Rembang berdasarkan tempat dapat kita lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.Distribusi Kasus DBD menurut tempat tinggal penderita pada KLB di Wilayah Puskesmas Rembang, Kec. ?, Kab. Rembang Bulan September Tahun 2012

No Nama DesaJumlah kasus CFR

(%)Sakit Mati

1 Desa Sidowayah ? 0 0

Sumber : Data primer Hasil Investigasi Lapangan

Hasil pengamatan terhadap asal penderita diperoleh gambaran bahwa ?

Distribusi menurut waktu

Page 6: PE Dan Fogging Focus DBD

6

Untuk menggambarkan kasus pada periode KLB (lamanya KLB berlangsung) biasanya digambarkan dalam kurva epidemik yang menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness), Interval dalam pembuatan kurva epidemik yang dipakai adalah 1 harian.

Distribusi kasus DBD di Wilayah Puskesmas Rembang I berdasarkan waktu mulai sakit dapat dlihat pada tabel di bawah ini :

Berdasarkan hasil investigasi, awal mulai sakit tanggal ? 2012 dengan jumlah penderita ? orang dan mengalami puncak kasus pada tanggal ? dengan peningkatan kasus sebanyak ? orang, sehingga jumlah kasus secara keseluruhan adalah ? kasus.

Identifikasi sumber dan penyebab

Hasil survey jentik ditemukan beberapa karakteristik di Desa Sidowayah yaitu terdapat tempat–tempat perindukan nyamuk seperti tempurung kelapa, ban–ban, kaleng-kaleng bekas di sekitar rumah penderita merupakan media yang cepat berkembang biaknya nyamuk-nyamuk aedes aygepty dan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap jentik –jentik nyamuk ternyata paling banyak jenis jentik nyamuk Aedes, yang didukung dengan kondisi curah hujan tidak menentu sehingga penyebaran penyakit ini menjadi cepat menular kepada penduduk yang berada didesa tersebut.

Identifikasi Cara penularan

Mekanisme penularan terjadi melalui gigitan nyamuk yang memang telah ada di wilayah tersebut dimana sebelumnya penderita yang pertama kali terpapar kasus DBD mempunyai riwayat bepergiaan ke daerah endemis DBD dimana penderita tersebut bersekolah di ? yang kemungkinan Virusnya didapat di ?.

MASALAH YANG DIHADAPI

Adapun permasalahan yang ditemukan di desa tersebut adalah:

1. Ditemukannya wadah sebagai tempat perindukan nyamuk seperti tempurung kelapa, ban – ban, kaleng-kaleng bekas di sekitar rumah penderita.

2. Sistem kewaspadaan Dini (SKD) KLB di puskesmas tidak berjalan optimal

Page 7: PE Dan Fogging Focus DBD

7

3. Masih kurangnya penyuluhan terhadap masyarakat sehingga peran serta masyarakat masih rendah khususnya dalam hal pengelolaan lingkungan dimana di sekitar tempat tinggal penderita DBD ditemukan tempat perindukan vector aedes.

4. Pengetahuan masyarakat masih kurang mengenai penyakit DBD sehingga terlambat mengunjungi tempat pelayanan kesehatan yang akhirnya menyebabkan kematian.

UPAYA PENANGGULANGAN

Adapun upaya yang dilakukan dalam penanganan dan penanggulangan KLB DBD di wilayah Puskesmas Rembang I adalah :

1. Melakukan fogging wilayah dua siklus dimana satu minggu setelah siklus pertama dilakukan fogging siklus kedua.

2. Melakukan abatisasi di sekitar wilayah kejadian KLB DBD.3. Penyuluhan dilakukan dengan koordinasi lintas sektor dan lintas program.4. Pembinaan terhadap petugas surveilans puskesmas dalam hal SKD KLB.5. Melakukan surveilans ketat hingga KLB dinyatakan berhenti.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Telah terjadi KLB DBD di Desa Sidowayah dengan jumlah penderita ? orang, AR = ? dan CFR = ?.

2. Kelompok umur ? tahun merupakan kelompok umur yang paling banyak menderita DBD dengan jumlah kasus ? orang.

3. Pemastian diagnosis adalah hasil pemeriksaan Laboratorium dan pemeriksaan jentik nyamuk.

4. Pola epidemik adalah propagated epidemic karena adanya lebih dari satu sumber penularan yaitu ditemukannya tempurung kelapa, ban-ban dan kaleng-kaleng bekas di sekitar rumah penderita.

Saran

1. Tingkatkan SKD terhadap penyakit-penyakit yang berpotensi terjadinya Kejadian Luar Biasa sehingga peningkatan kasus bisa cepat terdeteksi sedini mungkin.

2. Pembasmian sarang nyamuk/wadah tempat berkembang biaknya nyamuk aedes di setiap tempat.

3. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat sangat dibutuhkan dalam upaya memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat dalam mencegah terjadinya penyakit dan juga kematian.

Page 8: PE Dan Fogging Focus DBD

8

KERANGKA TEORI

1. Definisi dan Bentuk Fogging

Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD

(Demam Berdarah Dengue) yang dilaksanakan pada saat terjadi

penularan DBD melalui penyemprotan insektisida daerah sekitar kasus

DBD yang bertujuan memutus rantai penularan penyakit. Sasaran

fogging adalah rumah serta bangunan dipinggir jalan yang dapat dilalui

mobil di desa endemis tinggi.

Cara ini dapat dilakukan untuk membunuh nyamuk dewasa

maupun larva. Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan

menggunakan cara penyemprotan pada dinding (resisual spraying) karena

nyamuk Aedes aegypti tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada

benda-benda yang tergantung seperti kelambu pada kain tergantung.

Fogging dilaksanakan dalam bentuk yaitu :

a) Fogging Fokus

Adalah pemberantasan nyamuk DBD dengan cara pengasapan

terfokus pada daerah tempat ditemukannya tersangka / penderita

DBD.

b) Fogging Massal

Adalah kegiatan pengasapan secara serentak dan menyeluruh pada

saat terjadi KLB DBD.

2. Tata Laksana Fogging

a) Fogging dilaksanakan sebanyak 2 putaran dengan interval minggu

oleh petugas dalam radius 200 meter untuk penanggulangan fokus

dan untuk penanggulangan fokus untuk KLB meliputi wilayah

yang dinyatakan sebahai tempat KLB DBD.

Page 9: PE Dan Fogging Focus DBD

9

b) Fogging dilaksanakan oleh petugas kesehatan atai pihak swasta

yang telah menjadi anggota IPPHAMI (Ikatan Perusahaan

Pengendalian Hama Indonesia) dan harus mendapat rekomendasi

dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Selain itu khusus untuk

fogging fokus dapat dilakukan oleh masyarakat dengan tenaga

terlatih dibawah pengawasan Puskesmas yang telah memperoleh

izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.

3. Peralatan dan Bahan Fogging

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan fogging, yaitu :

a) Alat yang dipakai swing fog SN 1 untuk bangunan dan mesin ULV

(Ultra Low Volume) untuk perumahan.

b) Malathion dalam campuran solar dosis 438 g/ha. (500 ml malathion

96% technical grade/ha). Malathion adalah bahan teknis pestisida

yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan nyamuk Aedes

Aegypti, culex, dan anopheles di dalam dan diluar ruangan.

Malathion termasuk golongan organofosfat parasimpatometik, yang

berkaitan irreversibel dengan enzim kolinesterase pada sistem saraf

serangga. Akibatnya otot tubuh serangga mengalami kejang,

kemudian lumpuh dan akhirnya mati. Malathion digunakan dengan

cara pengasapan (Kasumbogo, 2004).

c) Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis

insektisida yang disemprotkan kedalam kamar atau ruangan

misalnya, golongan Organofosfat adalah insektisida yang paling

toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan

keracunan pada orang. Termakan hanya dalamjumlah sedikit saja

dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram

untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.

Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma

dan sel darah merah dan pada sinapsisnya (Darmono, 2003).

Insektisida dari kelompok piretroid merupakan insektisida sintetik

yang merupakan tiruan (analog) dari piretrium. Insektisida piretroid