pbl modul 3 jatuh

23
Laporan PBL MODUL JATUH SISTEM TUMBUH KEMBANG & GERIATRI oleh : KELOMPOK 1B Firghana Attamimi 1102070116 Chaerullah 1102080128 Andi Fatmawati Mahir 1102090121 Yusli Ardayati 1102090077 Nur Aisyah 1102090027 Mustairal 1102090001 Andi Tenri Syahirah Said 1102090139 Hardi Ashari M.H 1102090051 Titin Arniyanti 1102090086 Irsan Kurniawan 1102090066 Andi Nurjannah Kaddiraja 1102090110 Nur Sabriany Lihawa 1102100156 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2012

Upload: dede-novhy

Post on 24-Oct-2015

157 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Modul blok geriatri

TRANSCRIPT

Page 1: Pbl Modul 3 Jatuh

Laporan PBL

MODUL JATUH

SISTEM TUMBUH KEMBANG & GERIATRI

oleh :

KELOMPOK 1B

Firghana Attamimi 1102070116

Chaerullah 1102080128

Andi Fatmawati Mahir 1102090121

Yusli Ardayati 1102090077

Nur Aisyah 1102090027

Mustairal 1102090001

Andi Tenri Syahirah Said 1102090139

Hardi Ashari M.H 1102090051

Titin Arniyanti 1102090086

Irsan Kurniawan 1102090066

Andi Nurjannah Kaddiraja 1102090110

Nur Sabriany Lihawa 1102100156

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2012

Page 2: Pbl Modul 3 Jatuh

PENDAHULUAN

Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari

harapan hidup penduduknya. Demikian juga di indonesia sebagai suatu negara

berkembang, dengan perkembangan yang cukup baik, makin tinggi harapan

hidupnya diproyeksikan dapat mencapai lebih dari 70 tahun pada tahun 2000

yang akan datang.

Pada tahun 2000 jumlah orang lanjut usia diproyeksikan sebesar 7,28%

dan pada tahun 2020 sebesar 11,34 % (BPS, 1992). Dari data USA-Bureau of

the Census, bahkan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga

lansia tersebar seluruh dunia,antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414%.

(Kinsella & Taeuber, 1993).

Hal ini semua merupakan gambaran pada seluruh negara-negara di

dunia, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kemajuan dalam

kondisi sosio-ekonominya masing-masing.

Namun, ilmu pengetahuan dan teknologi masih ditantang dengan

menerangkan sebab-sebab orang menjadi tua (menua=aging). Banyak teori-teori

menua diajukan yang belum memuaskan semua pihak. Proses menua ini

merupakan suatu misteri kehidupan yang masih belum dapat diungkap, mungkin

merupakan suatu masalah yang paling sulit untuk dipecahkan.

Page 3: Pbl Modul 3 Jatuh

Skenario 2

Laki–laki umur 68 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan menurut

keluarganya tiba-tiba terpeleset dan jatuh terduduk didepan kamar mandi tadi

pagi. Setelah itu kedua tungkai tak dapat digerakkan tetapi kalau diraba atau

dicubit masih dirasakan oleh penderita. Sejak seminggu penderita terdengar

batuk-batuk dan agak sesak napas serta nafsu makan sangat berkurang tetapi

tidak demam. Penderita selama ini mengidap dan minum obat penyakit kencing

manis dan tekanan darah tinggi, kedua mata dianjurkan untuk operasi tetapi

penderita selalu menolak.

Kata sulit :

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang

melihat kejadian sehingga penderita mendadak terbaring/terduduk di

lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa hilang kesadaran.(Reuben,

1996).

Kata kunci :

1. Laki-laki 68 tahun.

2. Jatuh terduduk.

3. kedua tungkai tidak bisa bergerak,tetapi masih terasa jika dicubit.

4. Batuk-batuk, agak sesak nafas, nafsu makan berkurang.

5. Riwayat penyakit DM, Hipertensi.

6. Dianjurkan operasi mata tapi penderita selalu menolak.

Pertanyaan :

1. Bagaimana proses penuaan?

2. Etiologi jatuh pada lansia?

3. Apa saja faktor resiko dari jatuh?

4. Apakah ada hubungan riwayat penyakit terdahulu dengan gejala yang

dialami oleh pasien sekarang?

5. Apakah ada hubungan obat dikonsumsi dengan jatuh?

6. Apakah ada hubungan penyakit mata dengan jatuh?

7. Apa yang menyebabkan pasien tidak bisa menggerakan tungkainya dan

Page 4: Pbl Modul 3 Jatuh

masih merasa jika diraba dan dicubit?

8. Bagaimana pendekatan diagnostik pada pasien tersebut?

9. Apa komplikasi yang bisa terjadi akibat jatuh?

10. Bagaimana penanganan awal dan pencegahannya?

11. Bagaimana dari sudut pandang pespektif islam terhadap lansia?

Pembahasan :

1. Analisis kasus dan daftar masalah pada skenario

Daftar masalah

Page 5: Pbl Modul 3 Jatuh

2. Proses Menua

Definisi Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnyasehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang

diderita (Constantinides, 1994)

Adapun teori-teori yang membahas mengenai proses menua sebagai

berikut:

a) Teori Genetic Clock

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-

spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel) nya

suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam

ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak

diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita itu berhenti akan meninggal

dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir

yang katastrofal.

b) Teori motasi somatic

Faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah factor lingkungan

yang menyebabkan terjadinya mutasi somatic. Sekarang sudah umum

diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur,

sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat kimia yang

bersifat karsinogenik atau toksik, dapat memperpanjang umur. Menurut

Page 6: Pbl Modul 3 Jatuh

teori ini, terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatic, akan

menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.

c) Rusaknya system imun tubuh.

Jika mutasi somatic menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen

permukaan sel , maka hal ini dapat menyebabkan system imun tubuh

menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing

dan menghancurkannya.perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya

peristiwa autoimun.(Goldstein,1989)

d) Teori menua akibat metabolisme

Pentingnya metabolism sebagai factor penghambat umur panjang.

Semakin tinggi metabolism seseorang maka akan menambah

pertumbuhan dan menurunkan dan memperpendek umur dan

sebaliknya.

e) Kerusakan akibat radikal bebas

Radikal bebas (RB) dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh

jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai

pernapasan didalam mitokondria ( Oen, 1993). Radikal bebas dihasilkan

saat terbentuk ATP sehingga radikal bebas ini akan menghancurkan sel-

sel semakin lama semakin banyak maka sel-sel mati.

3. Etiologi jatuh adalah :

a. Kecelakaan merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus

jatuh lansia)

• Murni kecelakaan misalnya terpeleset,tersandung.

• Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan

akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda-

benda yang ada dirumah tertabrak, lalu jatuh.

b. Nyeri kepala dan atau vertigo.

c. Hipotensi orthostatic:

• Hypovolemia/ curah jantung

• Disfungsi otonom

• Penurunan kembalinya darah vena ke jantung

• Terlalu lama berbaring

Page 7: Pbl Modul 3 Jatuh

• Pengaruh obt-obat hipotensi

• Hipotensi sesudah makan

d. Obat-obatan

• Diuretik/antihipertensi

• Antidepresan trisiklik

• Sedativa

• Antipsikotik

• Obat-obat hypoglikemik

• alkohol

e. Proses penyakit yang spesifik

Penyakit-penyakit akut seperti :

• Kardiovaskuler : - aritmia

- Stenosis aorta

- Sinkope sinus carotis

• Neurologi : - TIA

- Stroke

- Serangan kejang

- Parkinson

- Kompresi saraf spinal karena spondilosis

- Penyakit cerebelum

f. Idiopatik (tak jelas sebabnya)

g. Sinkope : kehilangan kesadaran secara tiba-tiba

- Drop attack (serangan roboh)

- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba

- Terbakar matahari

4. Faktor risiko jatuh dibagi dua golongan besar, yaitu :

a. Faktor-faktor intrinsik (faktor dari dalam)

b. Faktor-faktor ekstrinsik (faktor dari luar)

Faktor instrinsik Faktor ekstrinsik

Kondisi fisik dan neuropsikiatri

Penurunan visus dan pendengaranPerubahan neuro muskuler, gaya berjalan, dan reflek postural karena proses menua

Obat-obatan yang diminum

Alat-alat bantu berjalan

Lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya)

FALLS (JATUH)

Page 8: Pbl Modul 3 Jatuh

5. Hubungan batuk, sesak napas dan anoreksia dengan jatuh

Dengan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan

terjadinya penurunan anatomik dan fungsional atas organnya masih besar.

Penurunan anatomik dan fungsional dari organ tersebut akan menyebabkan

lebih mudah timbulnya penyakit pada organ tersebut. Salah satunya pada

system gastrointestinal. Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan

morfologik degenerative, antara lain perubahan atrofik pada rahang,

sehingga gigi lebih mudah tanggal. Perubahan atrofik juga terjadi pada

mukosa, kelenjar dan otot-otot pencernaan. Berbagai perubahan morfologik

akan menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan patologik,

diantaranya gangguan mengunyah dan menelan, serta perubahan nafsu

makan. Gizi yang kurang dan timus yang mengalami resorbsi akan

menyebabkan mudah terkena infeksi. Infeksi saluran napas menyebabkan

batuk dan sesak. Batuk dan sesak disebabkan karena perubahan anatomi

dan penurunan fungsi fisiologis dari system respirasi. Perubahan anatomi

diantaranya peningkatan diameter trachea dan saluran napas utama,

membesarnya duktus alveolaris, berkurangnya elastisitas penyangga

parenchyma paru, penurunan massa jaringan massa paru, berkurangnya

kekuatan otot-otot pernapasan, dan kekakuan dinding thoraks. Sedangkan

penurunan fungsi fisiologis yaitu kekuatan otot pernapasan menurun,

ventilasi dan perfusi paru menurun, menurun (CV, FVC, FEV1), meningkat

(FRC, RV). Keadaan tersebut dapat menyebabkan penurunan system imun

sehingga mudah terkena infeksi dan menyebabkan batuk. Sesak yang terjadi

menyebabkan hipoksia sehingga aliran oksigen ke otak menurun dan

menyebabkan jatuh.

Page 9: Pbl Modul 3 Jatuh

6. Riwayat penyakit terdahulu dengan jatuh yang dialami pasien

7. Hubungan obat yang dikonsumsi dengan jatuh

Page 10: Pbl Modul 3 Jatuh

8. Hubungan penyakit mata dengan jatuh

9. Etiologi pasien tidak bisa menggerakkan tungkainya dan masih

merasa jika diraba dan dicubit

Pada kasus ini pasien dinyatakan jatuh terpeleset. Mekanisme trauma

Seseorang yang jatuh terpeleset kemungkinan bisa ke depan atau ke be-

lakang. Jika jatuh ke depan maka kemungkinan akan mengalami trauma

capitis atau cidera ekstremitas atas sebagai akibat menahan tubuh dengan

tangan. Sedangkan jika jatuh ke belakang maka kemungkinan akan mengala-

mi trauma capitis atau cidera ekstremitas atas atau cidera tulang belakang

(vertebra).

Pada kasus ini tidak dikeluhkan adanya trauma capitis atau cidera ek-

stremitas atas, cidera yang terjadi hanya berupa tungkai yang tidak dapat dig-

erakkan tapi masih berasa. Ini berarti bahwa kemungkinan yang mengalami

gangguan adalah persarafan motorik tungkai tersebut sementara saraf sen-

soriknya masih berfungsi dengan baik.

Secara anatomis tungkai (ekstremitas bawah) dipersarafi oleh serabut

saraf dari vertebra segmen lumbal dan sacral. Jadi kemungkinan besar keti-

ka terjatuh, pasien tersebut mengalami trauma vertebra segmen lumbal-

sakral yang mengakibatkan tertekannya ramus-ramus saraf di cornu anterior

atau bagian dari kornu anterior dari segmen lunbosakral tersebut yang

tertekan yang berfungsi sebagai saraf motorik pada kedua tungkai yang

mengakibatkan tungkai tidak dapat digerakkan.

Page 11: Pbl Modul 3 Jatuh

10. Pendekatan diagnostik

Pada pasien geriatri/ usia lanjut, kita harus melakukan pemeriksaan/

assesmen secara holistik/ paripurna, berkesinambungan dan tepat. Dengan

maksud agar dapat meninjau keseluruhan dari gangguan fisisnya, psikososial

dan juga gangguan fungsional sehingga nantinya dapat mengidentifikasikan

masalah tersebut termasuk mengidentifikasikan faktor resiko yang berperan

serta kemudian merencanakan penatalaksanaan menyeluruh dengan

penekanan pada kemampuan fungsional pasien atau setidaknya memberikan

perhatian yang sama dengan diagnosis dan pengobatan penyakit sebab

kompleksitas masalah pada usia lanjut dapat meningkatkan resiko iatrogenik.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :

a. Anamnesa riwayat penyakit (jatuhnya)

Anamnesa dibuat baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau

keluarganya. Anamnesis ini meliputi :

1. Seputar jatuhnya : mencari penyebab jatuhnya misalnya apa kare-

na terpeleset, tersandung, berjalan, perubahan posisi badan, waktu

mau berdiri dari jongkok atau sebaliknya, sedang buang air kecil atau

Page 12: Pbl Modul 3 Jatuh

besar, sedang batuk atau bersin, sedang menolwh tiba-tiba ataupun

aktivitas lainnya.

2. Gejala yang menyertai : seperti nyeri dada, berdebar-debar, nyeri

kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak

nafas.

3. Kondisi komorbid yang relevan : pernah menderita hipertensi, di-

abetes mellitus, stroke, parkinsonisme, osteoporosis, sering kejang,

penyakit jantung, rematik, depresi, deficit rematik dll

4. Review obat-obatan yang diminum : anti hipertensi ( alfa inhibitor

non spesifik dll ), diuretic, autonomic bloker, anti depresan, hipnotik,

anxiolitik, analgetik, psikotropik, ACE inhibitor dll

5. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh apakah licin/bertingkat-

tingkat dan tidak datar, pencahayaannya dll

b. Pemeriksaan Fisis

1. Mengukur tanda vitalnya : Tekanan darah (tensi), nadi, per-

nafasan(respirasinya) dan suhu badannya (panas/hipotermi)

2. Kepala dan leher : apakah terdapat penurunan visus, penurunan

pendengaran, nistagmus, gerakan yang menginduksi ketidakseimban-

gan, bising.

3. Pemeriksaan jantung : kelainan katup, aritmia, stenosis aorta,

sinkope sinus carotis dll

4. Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati per-

ifer, kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor, dll

5. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi,

problem kaki (podiatrik), deformitas dll

c. Assesmen Fungsionalnya

Seyogyanya dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebiasaan

pasien dan aspek fungsionalnya dalam lingkungannya, ini sangat

bermanfaat untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan. Pada assesmen

fungsional dilakukan observasi atau pencarian terhadap :

1. Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika bangkit

dari duduk dikursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar

badan, ketika mau duduk dibawah dll.

Page 13: Pbl Modul 3 Jatuh

2. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan

alat Bantu ( kursi roda, tripod, tongkat dll) atau dibantu berjalan oleh

keluarganya.

3. Aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, berpakaian, berpergian,

kontinens. Terutama kehidupannya dalam keluarga dan lingkungan

sekitar (untuk mendeteksi juga apakah terdapat depresi dan lain-lain).

d. Pemeriksaan tambahan

1. Radiologi : melihat ada tidaknya fraktur, perlu juga foto thoraks

untuk melihat ada tidaknya pneumonia

2. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, GDS, Elektrolit, Urin,

albumin, SGOT dan SGPT, fraksi lipid, Fungsi tiroid

e. Pemeriksaan fungsi

1. Penapisan depresi : skor GDS 15 (Geriatric Depression Scale 15)

2. Pemeriksaan kemampuan mental dan kognitif : skor AMT

(Abbreviated Mental Test) dan MMSE (Mini Mental State Examination)

3. Penilaian status fungsional : Indeks ADL’s Barthel (Activity Daily

Living)

11. Komplikasi yang dapat terjadi karena jatuh adalah (Kane, 1994; Van-

der-Cammen, 1991)

a. Perlukaan (injury)

• Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek

atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena.

• Patah tulang (fraktur) :

- Pelvis

- Femur (collum femur)

- Humerus

- Lengan bawah

- Tungkai bawah

- Kista

• Hematom subdural

b. Perawatan rumah sakit

• Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi)

Page 14: Pbl Modul 3 Jatuh

• Resiko penyakit-penyakit iatrogenik

c. Disability

• Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik

• Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri,

dan pembatasan gerak

d. Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan

e. Mati

12. Penanganan yang dapat dilakukan

Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang

dan menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik,

dan mengembalikan kepercayaan diri penderita.

The Panel on fall telah merekomendasikan penanganan jatuh pada

masyarakat, sesduah melakukan asistment secara menyeluruh,

mengidentifikasikan anormalitas dari komponen kontrol postural dan

performen fisik secara menyeluruh dari keseimbangan dan cara berjalan,

juga masalah kesehatan, status fungsional, dan cara mendapatkan bantuan

(Nnodim JO, Alexander NB, 2005). Penyebab yang potensial berpengaruh

dicatat dan direncanakan strategi penanganan baik intervensi secara

farmakologi/pembedahan & rehabilitasi seperti yang tercantum pada

appendik F (Hile ES, Studenski SA, 2007; Assesment & treatment).

Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau eliminasi

faktor resiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.

Penatalaksanaan ini harus terspadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri

dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik,

dll), sosialworker, arsitek, dan keluarga penderita.

Penatalaksanaan bersifat individualis, artinya berbeda untuk setiap

kasus karena perbedaan faktor-faktor yang bersama-sama mengakibatkan

jatuh. Bila penyebab merupakan penyait akut penanganannya menjadi lebih

mudah, sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta

efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial

sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi, perbaikan

Page 15: Pbl Modul 3 Jatuh

lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi

diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan

bepergian/aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak.

• Pengelolaan gangguan penglihatan (Nnodim JO, Alexander

NB, 2005)

Peresepan lensa kaca mata harus dapat mengoreksi dengan tepat

gangguan ketajaman penglihatan. Kacamata dengan lensa tunggal lebih

dipilih dibandingkan dengan lensa multifokal karena menimbulkan

gangguan persepsi kedalaman dan kontras bagian tepi yang

meningkatkan resiko jatuh.

Katarak yang dilakukan ekstraksi akan menurunkan resiko jatuh

meskipun katarak tunggal. Untuk gangguan adaptasi gelap terapi dengan

mengganti terapi glaukoma yang tidak menyebabkan miosis. Intervensi

gangguan penglihatan ini umumnya tidak efektif sebagai intervensi

tunggal. Penglihatan dapat berperan menurunkan resiko jatuh sebagai

bagian program penurunan resiko secara multifaktorial.

• Pengelolaan gangguan keseimbangan

Latihan merupakan komponen yang paling berhasil dari program

penurunan resiko jatuh dan merupakan intervensi tunggal yang efektif

berdasarkan meta analisis. Pada lansia yang memiliki resiko tinggi untuk

jatuh, kebutuhan dan lama latihan keseimbangan sangat individual.

Penelitian terkini menyarankan latihan kelompok juga efektif. Latihan

keseimbangan pada pasien lansia dapat dilihat pada appendik F.

• Intervensi obat-obatan

Terapi obat-obatan pada pasien harus dikaji lebih lanjut. Obat-

obatan yang diberikan harus benar-benar diperlukan, obat-obatan yang

terlalu banyak akan meningkatkan resiko jatuh. Apabila memungkinkan

terapi nonfarmakologi harus dilakukan pertama kali. Benzodiasepin baik

yang kerja panjang maupun yang kerja pendek meningkatkan resiko jatuh

demikian juga trisiklik antidepresan dan golongan selective serotonin

reuptake inhibitor khususnya pada dosis tinggi. Obat-obat psikotropika

harus dimulai dengan dosis rendah dan kemudian dinaikkan perlahan

(Nnodim JO, Alexander NB, 2005).

Pemberian obat-obat penghiang sakit kronik secara terjadwal lebih

Page 16: Pbl Modul 3 Jatuh

efektif dibandingkan pemberian bila diperlukan. Terapi ekstrapiramidal

dengan levodopadan obat yang lain dapat memperbaiki imobilitasi tetapi

sering tidak dapat memperbaiki instabilitas postural (Hile ES, Studenski

SA, 2007).

Postural hipertensi dapat dikontrol dengan penyesuaian dosis obat,

kaus kaki kompresi, perubahan perilaku misalnya menghindari perubahan

posisi yang mendadak, latihan ROM (Range of Motion) aktif pada

ekstremitas bawah untuk meningkatkan venous return sebelum posisi

berdiri.

• Intervensi lingkungan

Intervensi tunggal pada penelitian terkontrol mengatakan bahwa

modifikasi lingkungan akan meningkatkan keamanan, namun tidak

menurunkan resiko jatuh. Bagaimana pun intervensi lingkungan

merupakan bagian dari program multifaktorial, keamanan lingkungan

difikirkan berpengaruh menurunkan resiko yang paling mudah dilakukan

(Nnodim JO, Alexander NB, 2005).

• Pemakaian alas kaki

Berjalan dengan menggunakan kaus kaki sebaiknya dicegah.

Sepatu harus sesuai dengan ukuran kaki, kuat, dan mempunyai bentuk

yang baik dengan sol yang tidak licin, dan hak yang rendah. Alas kaki

dengan tali sepatu sering menyebabkan slip. Sepatu olahraga kurang

menyebabkan jatuh pada orang tua (Nnodim JO, Alexander NB, 2005).

• Intervensi pendidikan/pengetahuan yang berhubungan jatuh

Data-data intervensi ini sedikit tersedia. Satu penelitian acak

terkontrol yang dilakukan oleh Reinsch dan kawan-kawan yang

mengikutkan 230 lansia yang hidup di masyarakat membandingkan

tentang peningkatan pengetahuan tentang jatuh yang dilakukan seminggu

sekali dengan peningkatan pengetahuan kesehatan yang tidak ada

hubungan dengan jatuh. Kedua intervensi ini setelah diikuti selama 1 juta

tahun mendapatkan bahwa pengetahuan tentang jatuh saja tidak

memberikan pengaruh terhadap angka kejadian jatuh (Fink HA, Wyman

JF, Hanlon JT, 2003).

13. Pencegahan

Page 17: Pbl Modul 3 Jatuh

Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena

bila sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap

memberatkan.

Ada 3 usaha pokok untuk pencegahan ini, antara lain : (Tinetti, 1992;

Van-der-Cammen, 1991; Reuben, 1996),

• Identifikasi faktor resiko

Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk

mencariadanya faktor intrinsik resiko jatuh, perlu dilakukan asessment

keadaan sensorik, neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik

yang sering mendasari/menyebabkan jatuh.

Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat

menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus

cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, bersih

dari benda-benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah tangga

sudah tidak aman (lapuk, dapat bergeser sendiri) sebaiknya diganti,

peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga

tidak mengganggu jalan/tempat aktifitas lansia. Kamar mandi dibuat

tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang

mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi

pegangan di dinding.

Banyak obat-obatan yang berperan terhadap jatuh. Mekanisme

tersering termasuk sedasi, hipotensi ortostatic, efek ekstrapiramidal,

miopati dan gangguan adaptasi visual pada penerangan yang redup.

Obat-obatan yang menyebabkan sedasi diantaranya golongan

benzodiasepin (Diazepam, chlordiazepoxide, flurozepam, desmethy-

diazepam, oxazepam, lorazepam, nitrazepam, triazolam, alprazolam),

antihistamin bersifat sedatif, narkotik analgesik, trisiklik antidepresan

(Amitryptiline, Imipramine), SSRI (Selective Serotonin Reuptake

Inhibitor) misalnya fluoxetine, setraline, antipsikotik, antikonvulsan dan

etanol (Trevor AJ, Way WL, 2002). Obat-obat yang menyebabkan

hipotensi orthostatic seperti antihipertensi, antiangina, obat

antiparkinson, trisiklik antidepresan dan anti psikotik. Obat-obat yang

menyebabkan efek ekstrapiramidal misalnya metokloperamide,

anyipsikotik, SSRI. Obat-obatan yang menyebabkan miopati misalnya

Page 18: Pbl Modul 3 Jatuh

kortikosteroid, colchisine, statin dosis tinggi terutama apabila

dikombinasi dengan fibrat, interferon. Obat yang menyebabkan miosis

seperti pilocarpine untuk pengobatan glaukoma. Dosis, waktu

pemberian, dan ketaatan minum obat juga mempengaruhi terjadinya

jatuh. Pasien dengan obat yang banyak/polifarmasi rentan pula

mempengaruhi keseimbangan (Hile ES, Studenski SA, 2007).

Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat,

tripoid, kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi

ringan, aman tidak mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi

badan lansia.

• Penilaian cara berjalan (GAIT) dan keseimbangan

- Penilaian pola berjalan secara klinis

Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak tubuh adalah pola

jalan. Keseimbangan, kekuatan dan flesibilitas diperlukan untuk

mempertahankan postur yang baik. Ketiga elemen itu merupakan

dasar untuk mewujudkan pola jalan yang baik pada setiap

individu. Pola jalan yang normal dibagi 2 fase yaitu:

• Fase pijakan (stance phase)

Fase ini adalah fase dimana kaki bersentuhan dengan pijakan.

Fase ini 60 persen dari durasi berjalan yang dibagi menjadi 3

yaitu:

Heel stroke yaitu saat tumit salah satu kaki menyentuh

pijakan.

Mid stance yaitu saat kaki menyentuh pijakan.

Push off yaitu saat kaki meninggalkan pijakan.

• Fase dimana kaki tidak menyentuh pijakan (swing phase)

Fase ini 40 persen dari durasi berjalan yang dibagi menjadi 3

yaitu:

Acceleration yaitu saar kaki ada di depan tubuh.

Swing through yaitu saat kaki berayun ke depan.

Deselerasi yaitu saat kaki kembali bersentuhan dengan

pijakan.

Page 19: Pbl Modul 3 Jatuh

Dalam pola jalan lansia ada beberaa perubahan yang

mungkin terjadi, diantaranya sebagai berikut:

• Sedikit ada rigiditas pada anggota gerak terutama anggota

gerak atas dari anggota gerak bawah. Rigiditas akan hilang

apabila tubuh bergerak.

• Gerakan otomatis menurun, amplitudo dan kecepatan

berkurang seperti hilangnya ayunan tangan saat berjalan.

• Hilangnya kemampuan untuk memanfaatkan gravitasi

sehingga kerja otot meningkat.

• Hilangnya ketepatan dan kecepatan otot, khususnya otot

penggerak sendi panggul.

• Langkah lebih pendek agar merasa lenih aman.

• Penurunan perbandingan antara fase mengayun terhadap

fase menumpu.

• Penurunan rotasi badan terjadi karena efek sekunder

kekakuan sendi.

• Penurunan ayunan tungkai saat fase mengayun

• Penurunan sudut antara tumit dan lantai

• Penurunan irama jalan

• Penurunan rotasi gelang bahu dan panggul

• Penurunan kecepatan ayunan lengan dan tungkai

- Penilaian keseimbangan

Pemeriksaan keseimbangan seharusnya dilakukan saat

berdiri secara statis dan dinamik, termasuk pemeriksaan

kemampuan untuk bertahan terhadap ancaman baik internal

maupun eksternal. Pemeriksaan statis termasuk lebar cara berdiri

sendiri dan cara berdiri sempit dengan kedua kaki yang nyaman

tanpa dukungan ekstremitas atas, diikuti oleh berdiri dengan mata

tertutup untuk menghilangkan pengaruh visual untuk penderita

gangguan keseimbangan. Penghilang input visual saat berdiri

dengan kaki menyempit (Tes Romberg) membutuhkan informasi

somatosensorik dan vestibuler, sehingga meningkatnya goyangan

menandakan adanya masalah sensori perifer vestibuler. Bagi

Page 20: Pbl Modul 3 Jatuh

lansia yang dapat melakukan tes Romberg dengan baik, tes statis

yang lebih sulit seperti semitandem, tandem dan satu kaki yang

terangkat dapat dilakukan.

Kemampuan untuk mempertahankan postur berdiri sebagai

respon dari gangguan internal dapat dilakukan dengan meminta

pasien untuk melakukan tes pencapaian fungsionaltes dinamik

respon tubuh untuk gangguan eksternal dapat dilakukan jika

penderita lansia telah mampu untuk melakukan tes keseimbangan

statis lebar tanpa menggunakan alat bantu atau bantuan

ekstremitas atas. Tes refleks yang benar (The test of righting

reflexes), pemeriksa berdiri dibelakang pasien yang diminta untuk

menarik atau mendorong, dan bereaksi untuk mempertahankan

tetap berdiri. Pemeriksa kemudian secara cepat mendorong pelvis

pasien pada bagian belakang sambil menjaga pasien secara

dekat. Kekuatan dorongan dengan amplitudo yang cukup untuk

mengubah pusat massa keluar dari dasar landasan pasien.

Respon yang kas, satu kaki akan berpindah ke belakang secara

cepat tanpa bantuan ekstremitas atas atau bantuan pemeriksa.

Respon yang abnormal disebut reaksi balok kayu/timber reaction

yang mana tidak ada usaha untuk menggerakkan kaki dan

diperkirakan adanya defisit sistem nervous sentral, sering

bersama dengan komponen ekstrapiramidal.

• Mengatur/ mengatasi faktor situasional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut/eksaserbasi akut

penyakit yang diderita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin

kesehatan lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya

lingkungan dapat dicegah dengan mengusahakan perbaikan

lingkungan seperti tersebut di atas. Faktor situasional yang berupa

aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan

penderita. Perlu diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa

jauh yang aman bagi penderita, aktifitas tersebut tidak boleh

melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai hasi

pemeriksaan kondisi fisik, maka dianjurkan lansia tidak melakukan

aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk

Page 21: Pbl Modul 3 Jatuh

terjadinya jatuh.

Buku ajar geriatri R.Boedhi-Darmojo

14. Perspektif Islam tentang lansia adalah

Page 22: Pbl Modul 3 Jatuh

Buku ajar geriatri R.Boedhi-Darmojo

Daftar Pustaka

1. H Slamet Suyono, SpPD,KE. Prof. Dr. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

2. Boedhi, Darmojo, R. 2009. Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ) edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

3. Adelman,M,Alan.Daly,P,Mel.20 Common Problems In Geriatrics.2001.Mc GRAW-HILL INTERNATIONAL EDITION.

KATA PENGANTAR

Page 23: Pbl Modul 3 Jatuh

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT

atas segala rahmat dan anugerah-Nya, sehingga kelompok kami dapat

menyelesaikan laporan diskusi Modul 3, Skenario Jatuh, pada blok Sistem

Tumbuh Kembang dan Geriatri ini, yang disusun dan diajukan untuk memenuhi

persayaratan pada diskusi panel Sistem Tumbuh Kembang dan Geriatri, Fakultas

Kedokteran UMI.

Kami menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna,

untuk itu kami mengharapkan kritik positif yang bersifat membangun dan saran-

saran dari pihak yang terkait, agar dapat kami gunakan sebagai pembelajaran

kami menjadi lebih baik ke depannya.

Akhirnya, harapan kami semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Makassar, 15 Januari 2012

Kelompok 1B