pbl blok 17

Upload: adhe-william-fanggidae

Post on 09-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

silahkan

TRANSCRIPT

ASITES ET CAUSA SIROSIS HEPATISAdhe William Fanggidae102007122**mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaAlamat: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510E-mail: [email protected] adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar, yaitu transudasi dan eksudasi. Asites yang ada hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi portal adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi. Asites jenis ini paling sering dijumpai di Indonesia. Asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik pada beberapa penyakit. Asites juga menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin kompleks. Infeksi pada cairan asites lebih memperberat perjalanan penyakit dasarnya, sehingga asites harus dikelola dengan baik.

SkenarioKasus 5 Laki-laki, 58 tahun datang ke UGD RSUD Koja dengan keluhan perut membesar disertai sesak sejak 1 minggu SMRS. Ada kembung dan mual. BAB BAK biasa. Riw sakit kuning 3 tahun yl, beberapa kali kambuh, dokter mengatakan sakit hepatitis BSirosis HatiPemeriksaanPemeriksaan dibagi menjadi 3, yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.1. AnamnesisPada anamnesis, ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, keluhan utama, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan riwayat obat.Keluhan utamaKeluhan utama pasien sirosis hati biasanya meliputi nyeri di kuadran kanan atas, mual, anoreksia, perut buncit, bengkak pada kaki, dan cepat lelah.Riwayat penyakit dahulu Ditanyakan apakah pernah mengalami penyakit kuning sebelumnya dan bagaimana penanganannya.Riwayat penyakit sekarangDitanyakan adanya mual atau muntah, frekuensi terjadinya, warna muntahan, disertai darah atau tidak, jumlah muntahan, terasa asam atau tidak, dan berkaitan dengan nyeri atau tidak. Bila ada keluhan nyeri abdomen, ditanyakan lokasi nyeri, penjalaran nyeri, dan onset nyeri. Bila ada anoreksia ditanyakan ada/tidaknya penurunan berat badan, nafsu makan normal atau tidak ada, atau takut makan akibat nyeri. bila ada keluhan sesak napas, ditanyakan berapa jauh jarak yang ditempuh sehingga merasa sesak, dapat berbaring telentang atau tidak, terbangun pada malam hari atau tidak karena sesak. Bila ada pembengkakan pada pergelangan kaki disertai sesak napas dicurigai adanya kelainan pada jantung. Pada ikterus ditanyakan onsetnya dan warna urin ketika sakit.Riwayat pribadi dan sosialDitanyakan ada riwayat konsumsi alkohol atau tidak, berapa banyak alkohol yang dikonsumsi. Bila dianggap perlu, dapat pula ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan terlarang, baik menggunakan jarum suntik atau tidak, riwayat transfusi darah, dan riwayat penggunaan obat-obatan lain (yang mungkin mempengaruhi hati).dates2. Pemeriksaan fisikPada pasien sirosis hati, dilakukan pemeriksaan keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, dan pemeriksaan abdomen lengkap (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi)Pemeriksaan keadaan umumAmati dan nilai tingkat kesadaran pasien. Perhatikan postur tubuh, otot dan keadaan kulit pasien. Cari tanda-tanda awal ikterus pada kulit atau sclera dan tanda anemia di konjungtiva. Kemudian cari tanda-tanda penyakit hati (stigmata sirosis) pada tangan, seperti eritema palmaris karena penurunan metabolisme estrogen di hati, kontraktur Dupuytren (deformitas fleksi pada jari keempat dan kelima) pada penyakit hati dan penyalahgunaan alkohol, leukonikia (dasar kuku yang memutih akibat hipoproteinemia), spider naevi (malformasi vaskular kecil berwarna merah akibat kelebihan estrogen, berasal dari arterior sentral dan dapat dibuat pucat dengan menekan arteriol tersebut).Pemeriksaan tanda-tanda vitalPemeriksaan yang dilakukan antara lain mengukur suhu tubuh pasien, menghitung frekuensi nadi dan pernapasan, dan mengukur tekanan darah pasien.Pemeriksaan abdomenInspeksi untuk melihat apakah ada vena-vena kolateral pada dinding anterior abdomen, apakah ada caput medusae, apakah ada massa tumor sehingga abdomen tampak tidak simetris, dan dilihat juga apakah ada pembuncitan abdomen. Pada auskultasi didengarkan suara bising usus, ada tidaknya bruit sistolik yang dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada pembesaran hati karena hepatoma. Pada palpasi, cari ada/tidaknya massa, ada/tidaknya pembesaran hati atau limpa, dan ada nyeri tekan atau tidak. Pada perkusi, dilakukan pengetukan pada dinding abdomen. Normalnya akan didapatkan bunyi timpani pada seluruh dinding abdomen (kecuali daerah hepar). Pada keadaan asites, dimana di dalam abdomen terdapat cairan bebas sedangkan di sampingnya udara bebas, dilakukan pemeriksaan shifting dullness untuk menilai pekak yang berpindah yang menandakan adanya perpindahan cairan. Bila shifting dullness tidak dapat dilakukan karena asites yang masif, dilakukan pemeriksaan undulasi untuk merasakan adanya gelombang cairan.1Pada Pasien Asites ec SirosisPada pasien dengan asites dapat ditemukan tanda tanda penyakit hati kronis meliputi ikterus, palmar eritem, spider nevi, perut membuncit, tidak nyeri tekan, shifting dullness+, lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menururn, pada laki laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualhilangnya rambut badan, gangguan tidur dan demam tidak tinggipembuluh darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna teh pekat, muntah darah dan/ atau melenaperubahan mental, mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, disorientasi, agitasi dan bias sampai koma

3. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar bilirubin total dan albumin, dan globulin serum, pemeriksaan alkali fosfatase, AST, ALT, dan PT (Protrombin Time), pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan histologi dari biopsi hati.Pada sirosis hati, pemeriksaan darah lengkap memperlihatkan adanya anemia, leucopenia, atau trombositopenia. Hipersplenisme menyebabkan leucopenia dan trombositopenia, sedangkan defisiensi vitamin dan kehilangan darah kronis menyebabkan anemia. Defisiensi vitamin K menyebabkan pemanjangan PT karena faktor pembekuan yang tidak seimbang.2 Kadar bilirubin total cenderung meningkat, lebih dari 1.1 mg/dL (normalnya 0-1.1 mg/dL), kadar globulin serum cenderung meningkat (normalnya 1.5-3.0 g.dL) dan kadar albumin serum cenderung menurun, normalnya 3.8-5.1 g/dL.3 Pasien sirosis dapat memiliki kadar AST dan ALT yang normal, namun peningkatan AST dan ALT dapat terjadi pada pasien dengan hepatitis autoimun, hepatitis virus, hepatitis alkoholik, dan cedera hati karena obat. Pasien dengan penyakit hati karena kolestasis biasanya mengalami peningkatan alkali fosfatase, -glutamiltranferase, dan bilirubin direk.Pemeriksaan lain untuk menyingkirkan diagnosis antara lain pemeriksaan serologi untuk hepatitis B (HbsAg), C (anti HCV), pemeriksaan jumlah besi dan gen HFE untuk analisis hemokromatosis herediter, pemeriksaan Cu pada serum dan urin 24 jam dan kadar seruloplasmin untuk penyakit Wilson, kadar 1-antitripsin dan genotip terhadap antitrypsin defisinsi, dan pemeriksaan serum autoantibodi dan serum immunoglobulin kuantitatif untuk diagnosis penyakit hati autoimun. Evaluasi secara periodic dengan tumor marker (alfa-fetoprotein, CEA, dan CA 19-9) diindikasikan untuk mendeteksi komplikasi karsinoma hepatoseluler primer. Pemeriksaan radiologis tidak selalu dibutuhkan namun dapat memberiikan informasi tambahan untuk screening karsinoma hepatoseluler primer dan kolangiokarsinoma. Pemeriksaan ini dihubungkan dengan tumor marker yang biasanya dihubungkan dengan sirosis karena berbagai penyebab.Pemeriksaan histologi dari spesiemen biopsi seringkali merupakan kunci diagnosis. Pada sirosis alkoholik, terdapat mikronodul, infiltrasi lemak, dan badan Mallory. Pada sirosis biliaris primer, kolangitis sklerosis primer dan sekunder, dan hepatitis autoimun memiliki gambaran histologi yang sama,2 yaitu adanya infiltrasi limfosit pada daerah portal, terbentuk bridging fibrosis, dan akhirnya terjadi sirosis.4

Diagnosis KerjaDiagnosis kerja ditetapkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan histologi juga penting untuk memastikan diagnosis dan mencari penyebab sirosis.Dari kasus di atas, hasil pemeriksaan menunjukkan adanya ikterus pada sclera, adanya asites, dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut menderita asites et causa sirosis hati.

Etiologi Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum ada gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul > 3mm) atau mikronodular (besar nodul < 3mm) atau campuran mikro dan makronodular.5Penyebab dari sirosis dapat dilihat pada tabel 1.6

Tabel 1. Penyebab sirosis. 6

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi sirosis alkoholik, sirosis akibat hepatitis virus kronis (post-nekrotik), sirosis biliaris, dan sirosis karena penyebab lain yang lebih jarang seperti sirosis kardiak dan sirosis kriptogenik.5

Patofisiologi1. Sirosis alkoholik/Sirosis Lannec Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan berbagai penyakit hati kronis, termasuk perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik. Lebih parah, konsumsi alkohol yang berlebihan dapat berperan pada kerusakan hati pada pasien dengan kerusakan hati yang lain seperti hepatitis C, hemokromatosis, dan pasien yang mengalami perlemakan hati karena obesitas. Konsumsi alkohol secara kronis dapat menyebabkan fibrosis dimana ketiadaan proses perbaikan yang mendampingi inflamasi dan atau nekrosis. Ketika fibrosis telah mencapai derajat tertentu, terjadi gangguan pada arsitektur normal hati dan penggantian sel hati oleh nodul regeneratif. Pada sirosis alkoholik, diameter ukuran nodul biasanya < 3mm, sehingga disebut mikronodular. Perlemakan hati, akumulasi droplet trigliserid pada hati, adalah respon yang paling sering dan paling awal dari penggunaan alkohol yang berlebihan (lebih dari 120-150 g/hari selama 2-3 minggu), dan studi klasik menunjukkan bahwa abstinensia selama 4 minggu merupakan solusinya. Sintesis asam lemak dan trigliserid yang berlebihan dari kemampuan untuk mengoksidasinya atau mengeluarkannya bersama partikel lipoprotein menyebabkan steatosis hepatitis.

Etanol umumnya diabsorpsi di usus halus, dan sedikit di lambung. Gastric alkohol dehidrogenase (ADH) memulai metabolismee alkohol. Ada 3 sistem enzim berperan pada metabolismee alkohol di hati, yaitu ADH sitosolik, microsomal-oxidizing system (MEOS), dan katalase peroksimal. Oksidasi etanol mayoritas terjadi dengan bantuan ADH di sitosol membentuk asetaldehid, molekul sangat reaktif yang mempunyai banyak efek multiple, dan NADH.6 Peningkatan rasio NADH sitosolik dan mitokondrial menyebabkan terjadinya kompetisi dengan substrat lain di rantai pernafasan sehingga menurunkan aktivitas siklus asam sitrat, yang akhirnya menghambat oksidasi lemak. Penghambatan oksidasi asam lemak ini meningkatkan esterifikasi asam lemak menjadi triasilgliserol (TG), menghasilkan perlemakan hati.7 Kemudian, asetaldehid masuk ke mitokondria dan dimetabolismee menjadi asetat oleh aldehid dehidrogenase (ALDH). .Peningkatan konsumsi alkohol menyebabkan akumulasi trigliserid intraselular karena peningkatan uptake asam lemak dan penurunan oksidasi asam lemak dan sekresi lipoprotein. Sintesis protein, glikosilasi, dan sekresi tidak seimbang. Kerusakan oksidatif pada membrane hepatosit terjadi karena pembentukan senyawa reaktif oksigen, asetaldehid adalah molekul yang sangat reaktif yang berikatan dengan protein membentuk protein-acetaldehid adducts. Adducts ini dapat bergabung dengan aktivitas enzim spesifik, termasuk pembentukan mikrotubular dan penangkapan protein hati. Bersama asetaldehid yang memediasi kerusakan hepatosit, senyawa reaktif oksigen tertentu dapat menyebabkan aktivasi sel Kupffer. Sebagai hasilnya, sitokin profibrogenik diproduksi dan menginisiasi dan mengabadikan aktivasi sel stelata, yang menghasilkan produksi kolagen dan matriks ekstraselular yang berlebihan.6

Jaringan ikat muncul di daerah periportal dan perisentral dan akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis membentuk nodul regeneratif. Nodul biasanya kecil, berukuran 1-3 mm dan ukurannya serupa.4,8 Etanol menekan regenerasi sel hati, sehingga abstinensia (tidak menggunakan alkohol) menyebabkan nodul regenerasi menjadi semakin meningkat , menghasilkan campuran mikro/makronodular atau sirosis makronodular.8

Terjadi kehilangan hepatosit, dan bersama peningkatan produksi dan deposisi kolagen dan destruksi hepatosit yang terus menerus, hati berkontraksi dan menyusut. Proses ini memerlukan waktu tahunan sampai dekade.6

2. Sirosis post-nekrotik (akibat virus hepatitis B atau C)Dari pasien yang terpajan virus hepatitis C (HCV), hampir 80% berkembang menjadi hepatitis C kronis, dan sekitar 20-80% menjadi sirosis dalam waktu 20-30 tahun. Kebanyakan dari pasien ini juga mengonsumsi alkohol, dan insiden murni dari dari sirosis karena hepatitis C belum diketahui. Virus hepatitis C adalah virus non-sitopatik, dan kerusakan hati kemungkinan karena dimediasi oleh imun.

Progresi penyakit hati karena hepatitis C kronis dilihat dari adanya fibrosis di daerah portal dengan bridging fibrosis dan pembentukan nodul, dan akhirnya memuncak pada sirosis. Hati menjadi kecil dan mengerut disertai campuran sirosis mikro dan makronodul yang terlihat pada biopsi hati. Selain terlihat peningkatan fibrosis, juga ditemukan infiltrat inflamasi di daerah portal bersama dan kadang-kadang terdapat cedera lobular hepatoselular dan inflamasi. Pada pasien dengan HCV genotip 3, sering terjadi steatosis.

Temuan yang sama didapatkan pada pasien dengan hepatitis B kronis. Dari pasien yang terekspos hepatitis B, 5% berkembang menjadi hepatitis B kronis, dan kira-kira 20% menjadi sirosis. HbsAg dan HbcAg akan positif, dan dapat ditemukan ground glass hepatosit yang menunjukkan adanya HbsAg .

3. Sirosis karena hepatitis autoimun dan perlemakan non-alkoholikPenyebab lain dari sirosis post-nekrotik meliputi hepatitis autoimun dan sirosis karena steatohepatitis non alkoholik. Banyak pasien dengan hepatitis autoimun muncul bersama dengan sirosis yang sudah ada. Secara khas, pasien ini tidak responsif terhadap terapi imunosupresif seperti glukokortikoid atau azatioprin. Pada situasi ini, biopsi hati tidak menunjukkan infiltrat inflamasi yang signifikan. Diagnosis kasus ini membutuhkan marker autoimun yang positif seperti antinuclear antibody (ANA) atau antismooth-muscle antibody (ASMA). Ketika pasien dengan hepatitis autoimun bersama dengan sirosis dan inflamasi aktif, disertai peningkatan enzim hati, dapat dipikirkan penggunaan terapi imunosupresif.

Dari hasil penelitian, ditemukan peningkatan pasien dengan steatohepatitis non alkoholik akan berkembang menjadi sirosis. Karena banyaknya kasus obesitas sekarang ini, semakin banyak pasien yang diidentifikasi memiliki perlemakan hati non-alkoholik. Dari sejumlah pasien ini, sejumlah orang mempunyai steatohepatitis non alkoholik dan dapat berkembang menjadi fibrosis dan sirosis.

Selama beberapa tahun yang lalu, ditemukan peningakatan bahwa pasien yang didiagnosis menderita sirosis kriptogenik pada dasarnya memiliki setatohepatitis non alkoholik.6 Pada pemerikasaan biopsi ditemukan peradangan campuran di parenkim hati berisi neutrofil dan sel mononukleus, hepatosit yang mengandung hialin Malory.8

Manifestasti KlinisPasien dapat asimptomatik atau muncul dengan gejala konstitusional yang tidak spesifik, atau gejala gagal hati, komplikasi hipertensi portal, atau keduanya. Gejala yang tidak spesifik seperti kelelahan, mual, muntah, anoreksia, perubahan pola tidur, perubahan libido, nyeri perut, dan malaise.2

Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat 2 tipe gangguan fisiologis: gagal hepatoselular dan hipertensi portal. 1. Manifestasi gagal hepatoselularTerjadi ikterus pada 60% penderita dan biasanya minimal. Hiperbilirubinemia tanpa ikterus lebih sering terjadi. Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis karena hormon korteks adrenal, testis, dan ovarium diinaktivasi di hati, sehingga terjadi peningkatan hormon-hormon tersebut dalam tubuh. Akibatnya, terjadi spider naevi pada kulit, atrofi testis, ginekomastia, alopesia pada dada dan aksila, dan eritema palmaris, karena kelebihan estrogen dalam sirkulasi.Gangguan hematologik yang seing terjadi antara lain kecenderungan perdarahan karena masa proterombin memanjang akibat kurangnya sintesis faktor pembekuan oleh hati. Anemia, leucopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (splenomegali), tapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi sehingga dapat terjadi pansitopenia. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan hemolisis eritrosit.Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites, dan terjadi karena hipoalbuminemia dan retensi daram dan air akibat kegagalan hati menginaktifkan aldosteron dan hormon antidiuretik. Fetor hepatikum (bau apek manis yang terdeteksi dari napas penderita, terutama koma hepatikum) terjadi karena ketidakmampuan hati dalam memetabolisme metionin.Gangguan neurologis yang paling serius pada sirosis lanjut adalah ensefalopati hepatik atau koma hepatikum, akibat kelebihan ammonia dan peningkatan kepekaan otak terhadap toksin. Berkembangnya ensefalopati hepatik sering merupakan keadaan terminal sirosis.9

2. Manifestasi hipertensi portalHipertensi portal secara langsung menyebabkan 2 komplikasi utama dari sirosis, yaitu perdarahan varises dan asites. Selain itu, hipertensi portal juga menyebabkan splenomegali dan hipersplenisme.Hipertensi portal didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan vena porta hepatika > 5 mmHg. Keadaan ini disebabkan oleh kombinasi 2 proses hemodinamik yang berlangsung terus menerus, yaitu:1. Peningkatan resistensi intrahepatik terhadap pasase aliran darah melewati hati karena adanya sirosis dan nodul regeneratif, dan2. Peningkatan sekunder aliran darah splanknikus karena vasodilatasi dari pembuluh darah splanknikus.6,9Kombinasi kedua faktor ini menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal yang akhirnya merangsang timbulnya aliran kolateral untuk menghindari obstruksi hepatik sehingga terjadi varises. Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah sehingga terjadi varises esofagus. Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan kematian. Selain itu, sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superficial dinding abdomen, sehingga mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus (caput medusae). Sistem vena rectal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena berdilatasi dan dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid interna. Namun perdarahan dari hemoroid yang pecah biasanya tidak hebat, karena tekanan di daerah ini tidak setinggi tekanan pada esofagus karena jarak yang lebih jauh dari vena porta. Splenomegali pada sirosis terjadi karena kongesti pasif kronis akibat aliran balik dan tekanan darah yang lebih tinggi pada vena lienalis. Peningkatan tekanan portal juga menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbunemia sehingga menyebabkan oedem dan asites.9

Komplikasi1. Perdarahan saluran cernaPenyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya pada sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan penyebab dari sepertiga kematian. Penyebab lain perdarahan adalah tukak lambung dan duodenum (pada sirosis, insidensi gangguan ini meningkat), dan kecenderungan perdarahan akibat masa perdarahan yang memanjang dan trombositopenia. Perdarahan saluran cerna ini bermanifestasi pada hematemesis dan melena.

2. AsitesAsites adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum. Beberapa faktor yang turut terlibat dalam patogenesis asites pada sirosis hati antara lain:1. Hipertensi portal2. Hipoalbuminemia3. Meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati4. Retensi natrium5. Gangguan ekskresi airMekanisme primer penginduksi hipertensi portal adalah resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh darah intestinal. Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis protein karena sel-sel hati yang terganggu akibat sirosis. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang meningkat dengan tekanan osmotik yang menurun dalam jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan terjadinya transudasi cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstisial sesuai dengan hukum gaya Starling. Dalam hal asites, ruang interstisial yang dimaksud adalah peritoneum. Hipertensi porta kemudian meningkatkan pembentukan limfe hepatik, yang dialirkan dari hari ke rongga peritoneum. Mekanisme ini dapat turut menyebabkan tingginya kandungan protein dalam cairan asites, sehingga meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam cairan rongga peritoneum dan memicu terjadinya transudasi cairan dari rongga intravaskuler ke ruang peritoneum. Retensi natrium dan gangguan ekskresi air juga merupakan faktor penting dalam berlanjutnya asites karena hiperaldosteronisme sekunder.Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan yang nyata dapat menyebabkan nafas pendek karena diafragma terdesak naik.

6. Ensefalopati hepatik (koma hepatikum)Ensefalopati hepatik (koma hepatikum) merupakan sindrom neuropsikiatri pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot, dan flapping tremor yang disebut sebagai asteriksis.Ensefalopati hepatik merupakan suatu bentuk intosikasi otak disebabkan oleh isi usus yang tidak mengalami metabolismee dalam hati, karena kerusakan sel hati akibat nekrosis atau terdapat pirau yang memungkinkan darah portal mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah besar tanpa melewati hati. Metabolit yang menyebabkan intoksikasi pada otak adalah NH3 yang merupakan hasil pemecahan protein oleh bakteri pada saluran cerna dan seharusnya diubah menjadi urea oleh hati. NH3 merupakan salah satu zat yang bersifat toksik dan diyakini dapat mengganggu metabolisme otak.Gejala dan tanda klinis ensefalopati hepatik dapat timbul sangat cepat dan berkembang menjadi koma bila terjadi gagal hati pada penderita hepatitis fulminan. Pada penderita sirosis, perkembangannya berlangsung lebih lambat dan bila ditemukan pada stadium dini masih bersifat reversibel. Perkembangan ensefalopati hepatik menjadi koma biasanya dibagi dalam 4 stadium:Stadium 1: sedikit perubahan kepribadian dan tingkah laku, penampilan tidak terawatt baik, pandangan mata kosong, bicara tidak jelas, tertawa sembarangan, pelupa, tidak mampu memusatkan perhatian, tidak kooperatif, banyak tidur, sedikit letargi.Stadium 2: perubahan perilaku yang tidak semestinya, pengendalian sfingter yang tidak dapat terus dipertahankan, kedutan otot generalisata dan asteriksis merupakan temuan khas, perubahan sifat dan kepribadian, letargi, apraksia konstitusional (tidak dapat menulis dan menggambar dengan baik)Stadium 3: mengalami kebingungan yang nyata dengan perubahan perilaku, tidur sepanjang waktu, elektroensefalogram (EEG) mulai berubah pada stadium 2 dan menjadi abnormal pada stadium 3 dan 4, prognosis fatal.Stadium 4: koma yang tidak dapat dibangunkan, timbul refleks hiperaktif dan tanda Babinsky, adanya fetor hepatikum (merupakan tanda prognosis buruk dan intensitas baunya sangat berhubungan dengan derajat somnolensia dan kekacauan).9

7. Peritonitis bakterial spontanPeritonitis bakterial spontan adalah komplikasi umum dan parah dari asites, ditandai dengan ainfeksi spontan pada cairan asites tanpa sumber dari intraabdomen. Translokasi bakteri adalah mekanisme yang diasumsikan pada berkembangnya peritonitis bakterial spontan, dengan flora usus yang melewati usus kemudian masuk ke nodus limfe mesenterikus, yang mengarah pada bakteremia dan masuk ke cairan asites. Organisme yang paling sering adalah Escherichia coli dan bakteri usus lain, dan dapat juga ditemukan bakteri gram positif seperti Streptococcus viridans, Staphococcus aureus, and Enterococcus sp. Jika terdapat lebih dari 2 organisme, harus dipikirkan kemungkinan peritonitis bakterial sekunder karena perforasi. Diagnosis peritonitis bakterial spontan dibuat ketika jumlah nautrofil pada cairan sampel >250/mm3. .8. Sindrom hepatorenalSindrom hepatorenal adalah bentuk dari gagal ginjal fungsional tanpa kelainan ginjal patologis yang terjadi pada sekitar 10% pasien dengan sirosis berat atau gagal hati akut. Adanya gangguan pada sirkulasi arteri renalis pada pasien dengan sindrom hepatorenal, yaitu peningkatan resistensi vascular (vasodilatasi splanknikus) dibarengi penurunan resistensi vaskular sistemik (vasokonstriksi sistemik) menyebakan penurunan hebat aliran darah ginjal, terutama korteks.. Alasan mengapa terjadi vasokonstriksi arteri renalis sepertinya multifaktorial dan belum dapat dipahami. Diagnosis dibuat bila ada asites masif pada pasien yang mengalami peningkatan kreatinin secara progresif. Sindrom hepatorenal tipe 1 ditandai dengan ketidakseimbangan fungsi renal yang progresif dan penurunan bersihan kreatinin yang signifikan selama 1-2 minggu. Sindrom hepatorenal tipe 2 ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) karena penurunan perfusi ginjal akibat kerusakan hati lanjut dengan peningkatan kadar serum kreatinin, namun keadaan ini lebih stabil dan diasosiasikan dengan hasil yang lebih baik daripada tipe 1.6 Fungsi ginjal akan pulih jika gagal hati dapat diatasi. Gagal ginjal dapat mempercepat kematian pada pasien dengan penyakit hati fulminan akut atau penyakit hati kronis lanjut.8

PenatalaksanaanEtiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan, dan pengobatan komplikasi.

Pengobatan sirosis kompensataTatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya menghentikan alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati. Pada hepatitis autoimun, dapat diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis, flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati non-alkoholik, penurunan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama. Pada hepatitis C kronis, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan antifibrotik saat ini lebih mengarah pada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, sel stelata akan ditempatkan sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik sebagai terapi utama untuk mengurangi aktivitasnya. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangna aktivitas sel stelata. Kolkisin memiliki efek antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen namun belum terbukti dalam penelitian sebagai antifibrosis dan sirosis. Metotreksat dan viramin A juga dicobakan sebagai antifibrosis.

Pengobatan sirosis dekompensata Varises esofagus: sebelum berdarah dan sesudah berdarah dapat diberikan obat beta bloker (propanolol). Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat somatostatin atau okreotide, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. Asites: tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5.2 gram atau 90 mmol/ hari, dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Repsons diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0.5 kg.hari tanpa ada edema kaki, atau 1 kg/hari bila ada edema kaki. Bila pemberian spironolakton tidak adekuat dapat dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg.hari. pemberian furosemid dapat ditingkatkan dosisnya bila tidak ada respons (dosis maksimal 160 mg.hari). parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites dapat mencapai 4-6 Liter dan dilindungi dengan pemberian albumin IV untuk menghindari ketidakseimbangan elektrolit seperti hipovolemia, hiponatremia, hipokalemia, ensefalopati hepatikum dan gagal ginjal.5 Ensefalopati hepatik: pengobatan awal adalah menyingkirkan semua protein dari diet sampai 0.5g/kg BB per hari dan menghambat kerja bakteri terhadap protein usus. Neomisin (suatu antibiotik yang tidak diabsorpsi)dengan dosis 4-12 g/hari digunakan untuk mengurangi bakteri usus. Laktulosa membantu pasien mengeluarkan ammonia yang kemudian diekskresi dalam feses.5,9 Peritonitis bakterial spontan: pemberian antibiotik seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal: mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air, tranplantasi hati.

EpidemiologiLebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau waktu autopsy. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis non alkoholik dengan prevalensi 4% dan berakhir dengan sirosis hari dengan prevalensi 0.3%. prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis non alkoholik dilaporkan 0.3% juga.

Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4.1% dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004, tidak dipublikasi). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di bagian penyakit dalam. 5

PrognosisPrognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.

Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi. Lihat tabel 2. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangusngan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A 100%, Child B 80%, dan Child C 45%.

Tabel 2. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati

Derajat KerusakanMinimalSedangBerat

Bil.serum (mu.mol/dl)50

Alb.serum (gr/dl)>3530-35