pbl blok 17 sistem hepatobilier- yorenth

35
Blok 17 Sistem hepatobilier TUGAS MANDIRI PBL BLOK 17 SISTEM HEPATOBILIER Nama : Yorenth P. Tahan NIM : 10 – 2007 – 127 Kelompok : D-5 Tutor : dr. Ritsia Bayi Berusia 3 Minggu Tampak Kuning Sejak Lahir Pendahuluan 1,4,8,10 Ikterus adalah perubahan warna kulit, skelera mata atau jaringan lainnya ( membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Akibatnya bertambahnya bilirubin dalam serum, maka bayi kelihatan kuning. Derajat kuningnya bayi tidak selamanya sesuai Yorenth P. Tahan ( 10-2007-127) 1

Upload: frans-elya-cohen-manalu

Post on 25-Nov-2015

109 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

hepar

TRANSCRIPT

Blok 17 Sistem hepatobilier

TUGAS MANDIRI PBL BLOK 17 SISTEM HEPATOBILIER

Nama

:Yorenth P. Tahan

NIM

:10 2007 127

Kelompok:D-5

Tutor

:dr. Ritsia

Bayi Berusia 3 Minggu Tampak Kuning Sejak Lahir

Pendahuluan 1,4,8,10

Ikterus adalah perubahan warna kulit, skelera mata atau jaringan lainnya ( membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.

Akibatnya bertambahnya bilirubin dalam serum, maka bayi kelihatan kuning. Derajat kuningnya bayi tidak selamanya sesuai dengan Kadar bilirubin serum. Pemeriksaan Kadar bilirubin sangat penting untuk menentukan keadaan klinik yang di hadapi.Pengertian Bilirubin:

Pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua proses konjugasinya berlangsung dalam hati dan diekskresi kedalam empedu.Metabolisme dan Ekskresi Bilirubin

Pada bayi bilirubin terjadi sebagai hasil degradasi hemoglobin. Proses reaksi enzim mula-mula mengubah hemoglobin menjadi biliverdin dengan bantuan hemeoxygenase. Biliverdin direduksi menjadi bilirubin dengan bantuan Enzyma biliverdin reduktase.Bilirubin yang terbentuk ini terikat pada albumin dan diangkut ke hepar. Bilirubin ini disebut bilirubin tidak langsung yang mempunyai sifat larut dalam lemak, tidak larut dalam air dan dapat melaui placenta

Didalam hepar bilirubin tidak langsung diubah menjadi bilirubin langsung, melalui rantai reaksi.. Dalam rantai reaksi ini,yang terjadi didalam sel-sel hepar, bilirubin yang larut dalam lemak itu diubah menjadi bilirubindiglukoronida.yang larut dalam air .Glucoronyl tranferase memindahkan asal glukoronik dari asam uri dan difosfoglukoronik ( Uridin disphosphoglukoronik Acid = UDPGA) ke bilirubin,sehingga menjadi bilirubin diglokoronik.UDPGA ialah satu-satunya bentuk dimana asam glukoronik dapat diperoleh untuk konjugasi

Bilirubin langsung tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air. Bilirubin kemudian dikeluarkan dari hepar melalui Canuliculi empedu kedalam tractus digestivus,kemudian keluar bersama dengan faeces.Kalau terjadi hambatan dalam proses pengeluaran melalui tractus digestivus,dapat terjadi hambatan dalam proses pengeluaran melalui tractus digestivus,dapat terjadi dekonjugasi bilirubin,dan bilirubin dalam bentuk ini diserap kembali melalui selaput usus masuk kedalam peredaran darah,akhirnya ke hepar untuk mengalami proses yang sama.Gangguan dalam pengeluaran bilirubin langsung ini menyebabkan penumpukan dalam serum yang dapat dikeluarkan melewati ginjal. Bilirubin tidak langsung tidak dapat dikeluarkan melalui ginjal karena larut dalam lemak dan terikat dengan albumin.

Dalam proses pertumbuhan janin sistem pengeluaran hasil degradasi hemoglobin berbeda dengan hal yang telah dijelaskan diatas.Pada janin jaln utama pengeluaran bilirubin melalui hepar dan tractus intestinalis belum berkembang dengan sempurna.Penggunaan jalan placenta hanya dapat dalam bentuk bilirubin tidak langsung.Pada neonatus kematang sistem pengeluaran bilirubin melalui jalan hepar dan usus menentukan terjadinya Ikterus Neonatorum yang fisiologik. Ikterus fisiologik terutama terdapat pada bayi prematur karena kurang kematangan sistem itu.Jadi lamanya masa kehamilan dan derajat kematangan sistem pengeluran bilirubin melalui hepar dan usus sangat menentukan timbulnya Ikterus fisiologik.MEKANISME PATOFISIOLOGIK KONDISI IKTERUS. 3,9,10Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :

1.Pembentukan bilirubin tak berkonjugasi secara berlebihan.

2.Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati.

3. Gangguan konjugasi bilirubin.

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik yang bersifat obtruksi fungsional atau mekanik.

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi.

1. PEMBENTUKAN BILIRUBIN SECARA BERLEBIHAN

Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi

melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal ( hemoglobin S pada animea sel sabit), sel darah merah abnormal ( sterositosis herediter ), anti body dalam serum ( Rh atau autoimun ), pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran ( limpa dan peningkatan hemolisis ). Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh peningkatan destruksi sel darah merah . Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern Ikterus.

2. GANGGUAN PENGAMBILAN BILIRUBIN

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat ( di pakai untuk mengobati cacing pita ), novobiocin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan Ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Sindrom Gilbert berkaitan dengan adanya gangguan uptake Liver dan kadang ditemukan berkaitan juga dengan defisiensi glukoronil tranferase.

3. GANGGUAN KONJUGASI BILIRUBIN

. Ikterus Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase. Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang.

Dapat pula berkiatan dengan adanya defisiensi enzim glukuronik transferase pada sel hepar ditemukan pada syndrome Crigler-Najjer tipe I ataupun II. Sehingga tidak terjadi perubahan dari bilirubin tak berkonjugasi menjadi bilirubin konjugasi.

Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan fototerapi.

4. PENURUNAN EKSKRESI BILIRUBIN TERKONJUGASI

Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal (pruritus) pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning di bandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra hepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang sama.I.DIAGNOSIS DIFERENSIAL(DD)A.DEFISIENSI ENZIM 3

Enzim adalah protein dan senyawa organik yang dihasilkan oleh sel hidup. Enzim merupakan katalisator biologis yang mempercepat reaksi kimia didalam sel hidup. Reaksi itu bisa timbal balik. Enzim tersebut ada yang spesifik untuk suatu reaksi tetapi ada pula satu reaksi yang dapat dikatalisasi oleh bermacam-macam enzim. Sekarang sudah dikenal ribuan enzim pada proses kimia dalam tubuh. Berat molekulnya antara 12.700 1.000.000.

Enzim terdiri atas bagian protesis yaitu bagian yang tidak mengandung vitamin atau mineral dan bagian yang mengandung protein yang terdiri dari atas polipeptida. Enzim terdiri atas 6 kelas yaitu : 1. Oksidoreduktase misalnya LDH.

2. Transferase misalnya Alanin aminotransferase

3. Hidrolase misalnya CHE.

4. Liase misalnya ALD.

5. Isomerase misalnya Glukosa fosfat isomerase.

6. Ligase misalnya piruvat karbosilakse.

Enzim umumnya terdapat di dalam sel dan bisa berada dalam struktur yang spesifik seperti organel atau mitokondria atau juga terdapat dalam sitosol.

Gejala penyakit hati sangat bervariasi dari yang tanpa gejala sampai yang sampai gejala pada yang berat sekali kadang-kadang dapat ditemukan keadaan dengan kelainan hati sangat berat tetapi gejal yang dibutuhkan tidak sedikit. Untuk diagnosis pasti penyakit hati, kita tidak bisa hanya melihat salah satu pemeriksaan saja tetapi harus dimulai dengan membuat anamnesis yang baik, melakukan pemeriksaan fisis yang teliti dan diikuti dengan pemeriksaan biokimia, imunologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya serta juga pemeriksaan morfologi dan histopatologi hati.

Dalam menilai kelainan enzim kita harus berhati-hati oleh karena seringkali tidak terdapat hubungan antara tingginya kadar enzim dengan derajat kerusakan yang terjadi.

B.Neonatal cholestasis 4,6,9,

Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat menyebabkan perubahan indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis karena terjadi retensi bahan-bahan larut dalam empedu. Dikatakan kolestasis apabila kadar bilirubin direk melebihi 2.0 mg/dl atau 20% dari bilirubin total. Kolestasis pada bayi dibagi dalam dua golongan besar yaitu hepato-seluler dan bilier, intra dan ekstra hepatal. Penyebab terbanyak kolestasis pada neonatus adalah kerusakan jaringan hati akibat infeksi virus intra uterin, terutama TORCH. Penyebab lain diantaranya gangguan metabolik, genetik, autoimun, dan gangguan embrional. Secara klinis maupun laboratoris sangat sukar untuk membedakan kolestasis intra dan ekstra hepatal, sehingga diperlukan langkah diagnostik yang kompleks.

GEJALA KLINIS

Kuning

Gatal-gatal di kulit

Urin berwarna gelap

Tinja pucat seperti dempul

Pembesaran perut

Bayi kuning dan air kemih yang berwarna gelap merupakan akibat dari bilirubin yang berlebihan di dalam kulit dan air kemih. Tinja terkadang tampak pucat karena kurangnya bilirubin dalam usus. Tinja juga bisa mengandung terlalu banyak lemak (stetore), karena dalam usus tidak terdapat empedu untuk membantu mencerna lemak dalam makanan. Berkurangnya empedu dalam usus, juga menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D. Jika kolestasis menetap, kekurang kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang. Juga terjadi gangguan penyerapan dari bahan-bahan yang diperlukan untuk pembekuan darah, sehingga penderita cenderung mudah mengalami perdarahan. Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai penggarukan dan kerusakan kulit).

Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak. Gejala lainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut, hilangnya nafsu makan, muntah atau demam.C.HEPATITIS B/CVirus Hepatitis B (HBV) 2-4Semula disebit hepatitis serum, antigen yang ditemukan mula-mula disebut antigen Australia (HAA). Berperan penting dalam proses terjadinya karsinoma hepatoselular. Dapat menyebabkan:

Status pembawa yang simtomatik

Hepatitis akut dengan kemungkinan pemulihan sempurna

Hepatitis kronik, baik yang lamban maupun yang progresif

Kurang dari 1% kasus dapat progresi menjadi sirosis

Hepatitis fulminan dengan nekrosis hati massif

Penyebaran terutama melalui parenteral (tranfusi, produk darah, tertusuk jarum, pemakaian jarum suntik bersama-sama pada pecandu obat, dan bayi neonates pada saat persalinan), atau melalui cairan tubuh (saliva, semen dan cairan vaginal), karena itulah menjadi resiko penularan seksual.

Biologi molekuler. Anggota keluarga hepadnavirus. Virus DNA, sferis, berdiameter 42 nm (partikel Dane), DNA sirkuler untaian ganda dengan 3.200 nukleotida. Selubung virus mengandung antigen permukaan (HBsAg). Nukleokapsid mempunyai HBV-DNA, DNA polymerase, hepatitis B core antigen (HBcAg). HBeAg terdapat dalam serum selama replikasi virus dan mengendung HBcAg ditambah daerah pre-core. Mutan VHB dapat tidak memiliki kemampuan membentuk HBeAg. Masa inkubasi 4 sampai 26 minggu (biasanya 6 sampai 8 minggu).

Pathogenesis. Nekrosis hepatosit yang diperantarai system imun karena sensitisasi sel T sitotoksik, menyebabkan ekspresi seluler antigen virus selama fase episomal replikasi virus (fase proliferative). Dengan berintegrasinya HBV-DNA ke dalam genom pejamu (fase integratif), replikasi virus menghilang, dan kerusakan hati aktif berkurang.

Petanda serum. HBsAg yang muncul sebelum timbul gejala dengan puncak ketika penyakit jelas terlihat (overt) dan menurun setelah beberapa bulan, merupakan petanda infeksi aktif. HBeAg, HBV-DNA, dan DNA polymerase muncul segera setelah HBsAg, sebelum masa awitan penyakit akut. HBeAg biasanya menurun dalam beberapa minggu; bila menetap menunjukkan kemungkinan perkembangan kearah kronik. IgM anti-HBc biasanya merupakan antibody pertama yang muncul, diikuti segera oleh anti-HBe; IgG anti-HBc perlahan-lahan menggantikan IgM. Anti-HBs menandai berakhirnya penyakit akut dan menetap beberapa tahun, sehingga membentuk kekebalan. Pada mutan virus hepatitis B yang tidak ekspresikan HBeAg serum, ketidakmampuan membentuk anti HBeAb berisiko terjadinya penyakit yang lebih fulminan.

Virus Hepatitis C (HCV)2-4 Menyebabkan 90-95% hepatitis yang terkait dengan transfuse

Mempunyai resiko 50% menjadi hepatitis kronik progresif dan resiko keseluruhan 25% untuk sirosis. Infeksi persisten dan hepatitis kronik merupakan cirri khas infeksi HCV.

Kelompok resiko terutama adalah penderita hemophilia, pecandu obat-obatan intravena, penderita hemodialisis, dan homoseksual. Penularan secara seksual tidak ada atau jarang. Lima puluh persen kasus adalah sporadic dengan resiko pajanan yang tidak diketahui.

Biologi molekuler. Virus RNA untaian tunggal yang kecil, ber-enveloped, dari keluarga flavi/pesti vieus, berdiameter 30 nm sampai 60 nm. Sebuah polipeptida berukuran 3010- asam amino diproses kedalam protein nukleocapsid, protein envelope, lima protein non-struktural. Variabilitas genomic merupakan halangan terbesar dalam pembuatan vaksin. Masa inkubasi. Dua sampai 26 minggu, rata-rata 6-12 minggu

Patogenensis. Mungkin kerusakan hati yang diperantai oleh system imun. Petanda serum. HCV-RNA dapat diteksi dalam darah pada 1-3 minggu infeksi aktif dan pada banyak orang dapat menetap meskipun ada antibody yang menetralkan. Peningkatan episodic transaminase serum terjadi pada keadaan kronik. Peningkatan titer IgG anti-HCV setelah infeksi aktif tidak menunjukkan immunitas yang efektif, baik untuk melawan reaktivasi HCV endogen maupun melawan strain HBV baru.

D.Neonatal Jaundice 1-3,Pengertian Ikterus Neonaturum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir. Ikterus juga disebut Hiperbilirubinemia. Yang dimaksud ikterus pada BBL (bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.(Ngastiyah,1997: 197) Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal patologis. (Saifuddin, 2002: 381)

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh (Ilmu Kesehatan Anak Jilid I) Ikterus (Jaundice) adalah perubahan warna kulit menjadi kuning akibat pewarnaan jaringan oleh bilirubin (Hellen Farrer, Perawatan Maternitas)Ikterus neonatorum (Neonatal jaundice) merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi kuning ini. Yang sering terjadi adalah karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit ( sel darah merah). Pada bayi usia sel darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkab kuning pada bayi. Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu di waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL ynag pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan. BBLR menjadi ikterus disebabkan karena sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak terkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisitemia, memar, infeksi, dan hemolisis. BBLR ini merupakan faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan.

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:- Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek.- Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.- Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim b glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:2- Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.- Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.- Polisitemia- Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir- Ibu diabetes- Asidosis- Hipoksia/asfiksia- Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatikII. PEMERIKSAAN

Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pada pasien infant, anak- anak ataupun dewasa yang diduga memiliki penyakit pada hepar berkaitan bagaimana kita dengan tepat juga akurat mengetahui perjalanan penyakit, melakukan pemeriksaan fisik dan mengintrepretasikan gejala dan keluhan yang didapat. Selain itu dapat juga menegakkan diagnosis dengan cara melakukan biopsy hepar , menggunakan imaging ataupun memeriksa liver function test walau tidak spesifik tapi dapat mengetahui peningkatan serum aminotransminase yang menandakan adanya kerusakan pada sel hepar, peningkatan immunoglobulin sebagai respon inflamasi atau peningkatan serum bilirubin .

A.ANAMNESIS 1,6,8 Menanyakan waktu dan berapa lama timbulnya ikterus

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat ikterus pada kehamilan sebelumnya

Riwayat ikterus pada keluarga

Adanya turunan anemia pada keluarga

Riwayat penyakit hepar

Riwayat saat hamil

Ibu pernah terinfeksi virus

Obat obatan yang pernah dipakai selama kehamilan

Terjadi trauma saat lahir

Menanyakan riwayat setelah lahir

Warna feses acholic atau tidak

Pemberian ASI atau tidak

Adanya penurunan berat badan

Adanya gejala atau tanda dari hipotiroid

Adanya gejala atau tanda dari kelainan metabolism (galaktosemia, dll)

B. FISIK 1,3,9

Pada pemeriksaan fisik, salah satu indicator adanya kelainan pada hepar adalah timbulnya ikterus. Ikterus adalah timbulnya warna kuning pada kulit, plasma, membrane mukosa dan sclera mata. Ikterus juga biasanya berkaitan dengan urine yang hitam pekat dan feses yang acholic.

Dapat pula melakukan palpasi untuk memeriksa adanya hepatomegali. Ukuran hepar normal pada neonates adalah 3.5 cm di atas arcus costa sedangkan pada anak-anak adalah 2 cm di atas arcus costa. Pada hepatomegali, biasanya perbesaran hepar sampai dibawah arcus costa dan diukur berapa jari dari arcus costa. Juga di raba konsistensi dari hepar( lunak atau keras), bentuk dari dari hepar (tumpul atau lancip) dan teraba adanya penonjolan masa atau tidak.

C. PENUNJANGLABORATORIUM 5,8Peningkatan aminotransminase sensitive sebagai penanda adanya kerusakan pada hepatoselular. Pada kerusakan hepar yang akut yang disebabkan hepatitis virus, obat dan toxin, shock, atau kelainan metabolism dan syndrome reye ditandai dengan peningkatan akitivitas aminotransminase. Pada penyakit hepar kronik atau obstruksi empedu baik intrahepatic dan ekstrahepatik, peningkatan aminotransminase kurang sensitive. Pada hepatitis akut peningkatan ALT lebih besar dari AST, sedangkan bila disebabkan alcohol, infeksi echovirus fulminan dan kelainan metabolism lebih didominasi dengan peningkatan AST.

Pada cholestasis (obstuktif) ditandai adanya regurgitasi substansi empedu pada serum , peningkatan total bilirubin juga biliribun indirect dan peningkatan alkalin fosfatase sebagai indicator adanya proses obstruksi dan inflamasi pada saluran empedu.

Memastikan peningkatan bilirubin direct atau bilirubin indirect membantu penyebab dari peningkatan tersebut, apakah dari hemolisis atau kelainan dari fungsi hepar dan fungsi eksresi hepar.

Peningkatan bilirubin indirect biasanya disebabkan oleh peningkatan produksi , adanya hemolisis penurunan uptake hepar

Peningkatan bilirubin direct biasanya disebabkan adanya penurunan eksresi akibat kerusakan sel hepar, penyakit pada saluran empedu, sepsis, adanya inflamasi atau obstruksi pada hepar.

Pemeriksaan ikterus neonatorum sangat tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas ikterus ( kadar bilirubin serum ), jenis bilirubin, dan sebab terjadinya pemeriksaan yang perlu dilakukan didasarkan pada hari timbulnya ikterus dan naiknya kadar bilirubin serum.

Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama

Pemeriksaan perlu dilakukan, baik pada bayi maupun pada Ibu.

Bayi.1. Kadar bilirubin serum dan kadar albumin

2. Pemeriksaan darh tepi lengkap

3. Golongan darah ( ABO, Rh, dan lain-lain )

4. Coombs test ( langsung dan tidak langsung dengan titernya ).

Direct dan Indirect.

5. Kadar G6PD ( atau pemeriksaan skrining terhadap defisiensi G6PD ).

6. Biakan darah atau Kultur darah.

Ibu1. Golongan darah.

2. Coombs test tidak langsung dengan titernya.

Tindakan

1) Transfusi tukar darah bila telah dipenuhi syarat-syaratnya.

2) Bila belum dipenuhi syarat-syaratnya, diberikan terapi sinar. Bilirubin diperiksa setiap 8 jam. Kalau kenaikan kadar bilirubin tetap 0,3 1 mg % per jam, sebaiknya dilakukan transfusi tukar darah, apalagi kalau yang dihadapi inkompatibilitas golongan darah.

Ikterus yang timbul sesudah 24 jam pertama

Ikterus yang timbul sesudah hari pertama, tetapi masih pada hari kedua dan ketiga, biasanya merupakan ikterus fisiologok. Walaupun demikian, harus diawasi dengan teliti. Pemeriksaan bilirubin dilakukan hanya sekali, selanjutnya pengawasan klinik. Dalam hal ini amnesis kehamilan dan kelahiran yang lalu sangat menentukan tindakan selanjtnya. Bila bayi nampak sakit dan ikterus dengan cepat menjadi berat, maka pemeriksaan dan tindakan harus dilakukan seperti pada ikterus pada hari pertama.

Ikterus yang timbul sesudah hari ke- 4

Pada umunya ikterus yang timbul pada hari ke- 4 atau lebih bukan disebabkan oleh penyakit hemolitik neonatus. Kemungkinan besar itu disebabkan oleh infeksi: bakteri, virus, atau protozoa yang terjadi postnatal.Jadi pemeriksaan harus ditujukan ke arah sepsis neonatorum, pyelonephritis, hepatitis neonatorum, toxoplasmosis, dan lain-lain.

Kemungkinan lain ialah pengaruh obat, misalnya obat sulfa tau Novobiocin, dan defisiensi enzyma eritrosit, yaitu defisiensi G-6-PD, Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan ialah kadar bilirubin serum, jenis bilirubin dalam serum, biakan darah, biakan air kencing, dan kalau perlu dilakukan pemeriksaan serologik terhadap virus dan toxoplasma. Pada persangkaan hepatitis neonatorum biopsi hepar perlu dilakukan.

Kadar bilirubin diperiksa setiap 24 jam. Bila dalam pemeriksaan selanjutnya kadar bilirubin tetap baik, maka pengobatan dengan phenobarbital dapat ditukar dengan terapi sinar.Demikian pula kalau terapi sinar gagal, sehingga kadar bilirubin mencapai 20 mg%, dilakukan transfusi tukar darah. Ikterus yang menetap atau bertambah sesudah minggu pertama. Selain dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang telah disebut pada ikterus sesudah hari keempat, sebab-sebab lain sangat tergantung pada jenis bilirubin yang meningkat.

Kalau bilirubin terutama dalam bentuk tidak langsung dan faktor-faktor di atas telah disingkirkan, maka harus dipikirkan breasmilk jaundice, hypothyreoidismus, galaktosemia, sindroma Criggler Najjer, dan lain-lain. Kalau bilirubin terutama dalam bentuk bilirubin langsung, haruslah dipikirkan faktor obstruksi, misalnya hepatitis neonatorum dan obstruksi saluran empedu.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah kadar bilirubin darah ( langung dan tidak langsung), biakan darah, biopsi hepar, dan pemeriksaan serologik terhadap virus, toxoplasma, dan lain-lain.

RADIOLOGI 5-8

Bermacam- macam teknik imaging digunakan untuk membantu mendiagnosa ukuran, bentuk arsitektur dari hepar dan anatomi dari saluran empedu baik intrahepatik dan ekstrahepatik. Walaupun gambaran rontgen tidak secara tepat memberikan kelainan histologik dan biokimia tapi dapat membari jawaban untuk mendiagnosa hepatomegali yang disebabkan perlemakan , tumor ataupun kista.

1. Foto rontgen

Dapat mendiagnosa adanya hepatomegali, tapi pemeriksaan fisik lebih aman untuk mengetahui perbesarannya. Densitas hati akan berkurang dari normalnya pada perlemakan hati dan meningkat densitasnya pada penumpukan besi pada jaringan. 2. USG

USG dapat member informasi tentang ukuran, komposisi dan aliran darah pada hati.USG telah menggantikan cholangiography untuk mendeteksi adanya batu pada kantung empedu dan saluran empedu. Termasuk pada neonates USG dapat mengetahui ukuran kantung empedu, mendeteksi adanya dilatasi pada saluran empedu juga kista pada choledochus. Pada infants dengan biliary atresia, kantung empedu biasanya kecil ataupun tidak ada. Pada pasien hipertensi porta , USG dapat mengetahui adanya sumbatan pada porta dan saluran kolateral.3. Computed tomography (CT)

Memberikan informasi yang sama dengan USG namun lebih akurat dalam mendiagnosa adanya lesi seperti tumor, kista dan abses. Menggunakan bahan kontras, obat sedasi yang dosis tinggi atau anestesi umun. CT merupakan metode yang sangat baik dalam mendiagnosa tumor hati, dari anatomis, bentuk dan vaskularisasi.4. Cholangiography

Memberikan tampilan saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik secara langsung dengan menggunakan kontras. Untuk mengevaluasi penyebab, lokasi dari sumbatan saluran empedu. Percutaneus transhepatic cholangiography menggunakan jarum yang langsung ditusukkan pada saluran empedu. PTC merupakan pilihan pada infant dan anak-anak.5. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography

Merupakan metode alternatives untuk memeriksa saluran empedu pada anak yang lebih besar. Memasukkan kontras dengan endoskopi melalui papilla vateri dan menginjeksikannya sampai saluran empedu dan pancreas.III. WORKING DIAGNOSIS4

NEONATAL KHOLESTASIS 4

Neonatal Cholestasis adalah hambatan aliran dan bahan-bahan yang harus diekskresikan oleh hati, yang menyebabkan peningkatan kadar bilirubin direk dan penumpikan garam. Kolestasis bisa disebabkan oleh karena infeksi , genetic, metabolic atau kelainan yang tidak ditegaskan dan dapat menyebabkan obstruksi mekanik aliran empedu atau gangguan fungsional dari fungsi sekresi empedu dan eksresi hepar. Kolestasis dapat dibagi menjadi kolestasis : ekstrahepatik dan intrahepatik.

IV.ETIOLOGI 3-4Berdasarkan kekerapannya, etiologi kolestasis secara berturut-turut adalah hepatitis idiopatik(35-40%),atresia bilier ekstrahepatik (25-30%), defisiensi alfa 1 tripsin (7-10%), sindrom kolestasis intrahepatik (5-6%), sepsis bacterial, hepatitis akibat TORCH(3-5%), kelainan endokrin(5%), dan galaktosemia (1%).

Gangguan aliran empedu bisa terjadi di sepanjang jalur antara sel-sel hati dan usus dua belas jari (duodenum, bagian paling atas dari usus halus). Meskipun empedu tidak mengalir, tetapi hati terus mengeluarkan bilirubin yang akan masuk ke dalam aliran darah.Bilirubin kemudian diendapkan di kulit dan dibuang ke air kemih, menyebabkan jaundice (sakit kuning).

Untuk tujuan diagnosis dan pengobatan, penyebab kolestasis dibagi menjadi 2 kelompok:

Kolestastis neonatal

Penyakit intrahepatik

Penyakit ekstrahepatik

Cedera

Cedera saluran

Atresia biliaris

Hepatosit

Empedu

Ekstrahepatik

PenyakitPenyakitHepatitis neonates

Hipoplasia dan sedikit

MetabolikVirus

Idiopatik

Saluran empedu

V. PATOFISIOLOGI 2-4

Manifestasi klinis utama pada neonatal kolestasis adalah ikterus, urin yang berwarna kuning atau gelap, dan tinja akolik. Karena gangguan sekresi asam empedu ke dalam lumen usus, timbul berbagaai gejala akibat malabsorpsi lemak ( malnutrisi, retardasi pertumbuhan, diare/steatore) dan vitamin yang larut dalam lemak (a: kulit tebal; d: osteopenia; e :degenerasi neuromuscular; k : hipoprotrompenia). Bila berlanjut kolestasis dapat menjadi sirosis bilier dan dapat terjadi gagal hati dengan berbagai manifetasi klinisnya serta timbul hipersplenisme, asites, dan pendarahan varises akibat hipertensi porta.

Kurang lebih 80-85% bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua. Sisanya 15-20% bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena proses eritropuesis yang infektif disum-sum tulang, hasil metabolisme protein yang mengandung heme lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase,peroksidase, mioglobin otot dan enzim yang mengandung heme dengan distribusi luas. Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini, yaitu Over produksi, penurunan abilan hepatic, penurunan konjugasi hepatic, penurunan ekskresi bilirubin ke dalam empedu ( akibat disfungsi intrahepatik atau mekanik ekstrahepatik).

Kolestasis pada bayi dibagi dalam dua golongan besar yaitu hepato-seluler dan bilier, intra dan ekstra hepatal. Penyebab terbanyak kolestasis pada neonatus adalah kerusakan jaringan hati akibat infeksi virus intra uterin, terutama TORCH. Penyebab lain diantaranya gangguan metabolik, genetik, autoimun, dan gangguan embrional. Secara klinis maupun laboratoris sangat sukar untuk membedakan kolestasis intra dan ekstra hepatal, sehingga diperlukan langkah diagnostik yang kompleks. GEJALA KLINIS

Kuning

Gatal-gatal di kulit

Urin berwarna gelap

Tinja pucat seperti dempul

Pembesaran perut VI. PENATALAKSANAAN 4A.MEDIKA MENTOSA 4

Terapi medikamentosa yang bertujuan :

Memperbaiki aliran bahan-bahan aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu(asam litokolat), dengan memberikan :

i. Fenorbarbital 5 mg/kgbb/hari dibagi dua dosis, peroral. Fenorbabital merangsang enzim glukoronil transferase (merangsang ekskresi bilirubin), enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na-K-se( meginduksi aliran empedu).

ii. Kolesteramin. Dosis untuk neonatus 1g/KgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu/minum. Dosis bayi 250-270 mg/KgBB/hari. Dosis anak besar maksima 16 g/hari. (1 sachet= 4 g). kolesteramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan asam ursodeoksikolat, 3-10 mg/ kkBB/hari dibagi 3 dosis,peroral. Asam ursodeoksilat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.

Bila terjadi gagal hati akiabt sirosis, maka penangannya sesuai dengan situasi dan kondisi.B.NON MEDIKA MENTOSA 4 TERAPI NUTRISI

Terapi nutrisi agar anak dapat tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, Dilakukan :

i. Pemberian makan yang mengadung medium chain triglicerids (MCT) untuk mengatasi malabsorsi lemak.

ii. Penatalaksanaan defisiesi vitamin yang larut dalam lemak dengan memberikan tambahan :

Vit. A, 5.000-10.000 IU/hari

Vit. D, (kalsitriol) 0,05-0,2 ug/kgBB/hari

Vit. E, 25 UI/kgBB/hari Vit. K1, (yg larut dalam air) 2.5-5mg/hari

Kalsium dan fosfor bila dianggap perlu.

Terapi Kausatif

Pada atresia bilier dilakukan intervensi bedah portoenterostomi terhadap atersia bilier yang dapat dikoreksi yaitu tipe I dan II (belum terjadi fibrosis dan sirosis bilier). Adanya sirosis bilier merupakan kontraindikasi pembedahan. Bila terdapat demam atau tanda-tanda infeksi lain, segera berikan antibiotic spektrum luas. Terpai lain sesuai dengan penyebab kolestasis.VII.PROGNOSIS & KOMPLIKASIPROGNOSIS-8-10Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 7186%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 3443,6%. Bila operasi dilakukan pada usia 160 hari, 6170 hari, 7190 hari dan > 90 hari, maka masing-masing akan memberikan kebcrhasilan hidup > 10 tahun sebesar 73%, 35%, 23%, dan 11%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi berusia 76 jam. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik had, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal.Pada atresia biliaris harus dilakukan tindakan bedah dini, untuk menghindari kematian bayi. Pada neonates hepatitis kasus sporadik 60-70 % membaik tanpa adanya kelainan fungsional hati dan gangguan structural. 5- 10% menderita fibrosis atau radang menetap . sebagian kecil berkembang kearah sirosis. Kematian bayi terjadi bila adanya pendarahan dan sepsis

Kasus varieties familial, 20-30 % membaik. 10-15% menjadi hati kronik dan sirosis dan transplantasi ahti mungkin diperlukan

KOMPLIKASI 7

Setiap bentuk kolestasis neonates memiliki resiko tinggi untuk komplikasi kronis seperti: Akibat eksresi empedu tertahan dalam hati , maka akan terjadi penumpuka asam empedu, bilirubin, kolesterol dalam berbagai jaringan juga serum

Penghantaran empedu yang menurun ke usus akan terjadinya malabsorpsi lemak dan vitamin larut lemak

Gangguan fungsi metabolic hati sehingga mengubah keseimbangan hormonal dan nutrient

Kerusakan hati progresif menyebabkan sirosis biliaris, hipertensi porta dan gagal hati.VIII. KESIMPULAN 8-9 Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata ( normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis ( normal), terdapat pada 25-50% bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis ( tidak normal) misalnya berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis ( infeksi berat), penyumbatan saluran empedu dll.Ikterus Neonatorum dibagi menjadi:a. Ikterus Fisiologis- warna kuning akan timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3.- Tidak mempunyai dasar patologis.- Kadarnya tidak melampuai kadar yang membahayakan.- Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus.- Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.b. Ikterus Patologis- Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.- Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.- Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.- Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis).- Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari.- Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari ( bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada BBLR.DAFTAR PUSTAKA

1. Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol2 / editor, Richard E, Behrman, Robert M Kleigman, Ann M. Arvin,; editor bahasa Indonesia : A.Samik Wahab- Ed. 15 Jakarta : EGC, 1999

2. FKUI .1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: EGC

3. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam , Jilid II FKUI,20064. Mansjoer, A dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI

5. Di unduh dari www.balitanet.or.id6. Di unduh dari www.Hello word.co.id

7. Di unduh dari http://emedicine.medscape.com/article/974786-overview8. Jurnal Atresia Bilier Dr. Parlin Ringoringo Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 9. Sulaiman HA. Pendekatan Terhadap Pasien Ikterus. Sjaifullah Noer HM. Laparoskopi danBiopsi Hati. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Edisi ketiga. Jakarta : Balai

penerbit FK UI 1997 :233-6.243-50. 10. Halimun EM. Kolestasis pada bayi dan anak. Dalam: Naskah lengkap

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Dmu Kesehatan Anak. Penanganan

mutakhir beberapa penyakit gastrointestinal anak. Jakarta. Bagian Dmu

Kesehatan Anak, FKUI 1988.Yorenth P. Tahan ( 10-2007-127)25

_1307477139.unknown

_1307477140.unknown

_1307477137.unknown

_1307477138.unknown

_1307477136.unknown

_1307477135.unknown