pbl anemia defisiensi besi dr. gracia.docx

24
Anemia Defisiensi Besi Inne Ikke Citami Putri 102011034 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11520 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 e-mail: [email protected] Pendahuluan Anemia merupaka masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utma masyarakat, terutama di negara berkembang. Salah satu bentuk anemia yang sering dijumpai yang sangat berkaitan dengan taraf ekonomi adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi merupakan masalah defisiensi nutrien tersering pada anak di seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh penderita. Fungsi zat besi itu sendiri yang paling penting adalah dalam perkembangan sistem saraf. Kekurangan zat besi sangat mempengaruhi fungi kognitif, tingkah laku dan pertumbuhan seorang bayi atau anak. Besi juga merupakan sumber energi bagi otot sehingga mempengaruhi ketahanan fisik dan kemampuan bekerja pada remaja dan dewasa. Jika kekuranag zat besi

Upload: awalliantoni

Post on 23-Jan-2016

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

Anemia Defisiensi Besi

Inne Ikke Citami Putri

102011034

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11520

Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

e-mail: [email protected]

Pendahuluan

Anemia merupaka masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh

dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utma masyarakat, terutama di negara

berkembang. Salah satu bentuk anemia yang sering dijumpai yang sangat berkaitan dengan

taraf ekonomi adalah anemia defisiensi besi.

Anemia defisiensi besi merupakan masalah defisiensi nutrien tersering pada anak di

seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini

disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh penderita. Fungsi zat besi itu sendiri yang

paling penting adalah dalam perkembangan sistem saraf. Kekurangan zat besi sangat

mempengaruhi fungi kognitif, tingkah laku dan pertumbuhan seorang bayi atau anak. Besi

juga merupakan sumber energi bagi otot sehingga mempengaruhi ketahanan fisik dan

kemampuan bekerja pada remaja dan dewasa. Jika kekuranag zat besi terjadi pada masa

kehamilan maka akan meningkatkan resiko perinatal serta mortalitas bayi.

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan

besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan

pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai oleh anemia

hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi yang kosong.

Berbeda dengan anemia akibat penyakit kronik penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang

oleh karena pelepasan besi dari sistem retikoendotelial berkurang, sedangkan cadangan besi

masih normal.1

Penyakit ini banyak ditemukan di seluruh dunia. Tidak hanya di negeri yang sedang

berkembang saja, tetapi juga di negeri yang sudah maju, terutama mengenai ank yang sedang

dalam pertumbuhan dan wanita hamil yang keperluan besinya lebih besar daripada orang

dewasa normal.

Page 2: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

2

Pembahasan

I. Anamnesis

Anamnesis merupakan salah satu cara untuk mendiagnosis suatu penyakit.

Secara umum anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter

dengan cara melakukan serangkaian wawancara yang dapat langsung dilakukan

terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-

anamnesis). Pada anamnesis perlu ditanyakan beberapa hal seperti:

Identitas

Menanyakan identitas penting pada pasien seperti nama, umur atau usia, jenis

kelamin, alamat dan pekerjaan.

Keluhan utama

Menanyakan apa keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien datang

berobat dan lamanya.

Riwayat penyakit sekarang (RPS)

a. Cerita kronologis yang terperinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat

b. Pengobatan sebelumnya dan hasilnya

c. Perkembangan penyakit Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Untuk mengetahui apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama

sebelumnya serta riwayat penyakit lain yang pernah diderita pasien.

Riwayat Keluarga

Untuk mengetahui bagaimana status kesehatan keluarga serta mencari tahu

apakah terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama.

Riwayat Psychosocial (sosial)

Mengetahui bagaimana lingkungan kerja, sekolah atau tempat tinggal, pemaparan bahan kimia, pemakaian obat, serta faktor resiko gaya hidup seperti minum alkohol, merokok, dan narkoba.

Riwayat gizi

Page 3: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

3

II. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh.

Perhatian khusus diberikan pada:2

Warna kulit: pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti

jerami.

Purpura: petechie dan echymosis

Kuku: apakah kuku seperti sendok (koilonychia)

Mata: ikterus, konjungtiva pucat, perubahan fundus

Mulut: ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis,

dan stomatitis angularis.

Limfadenopati

Hepatomegali

Splenomegali

Nyeri tulang atau nyeri sumsum

Hemarthrosis atau ankilosis sendi

Pembengkakan parotis

Kelaianan sistem saraf

III. Pemeriksaan Penunjang

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai seperti:1,2

Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit

Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin

mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC, dan MCH menurun. MCV kurang

dari 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalasemia mayor.

MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Nilai

normal MCV sekitar 82 sampai 92 fl, MCH sekitar 27 sampai 31 pg, dan MCHC

sekitar 32 sampai 37%. RDW (red cell distribution width) meningkat yang

menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan

sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah,

tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-lahan.

Pada apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis,

poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan

mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalasemia.

Page 4: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

4

Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan dengan derajat

anemia. Pada anemia defisiensi besi karena cacing tambang dijumpai eosinofilia

sedangkan pada perdarahan dapat dijumpai trombositosis.1,2

Kadar besi serum dan TIBC

Kadar besi serum menurun kurang dari 50 mg/dl, Total Iron Binding Capacity

(TIBC) meningkat di atas 350 mg/dl, dan saturasi transferin kurang dari 15 %.

Kadar feritin serum

Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada

keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Pada anemia defisiensi besi kadar serum

feritin dibawah 20 g/dl (ada yang memakai kurang 15 g/dl, ada juga kurang

12g/dl). Jika terdapat inflamasi maka feritin serum sampai dengan 60 g/dl masih

dapat menunjukkan adanya defisiensi besi. Angka feritin serum yang normal tidak

selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas 100

mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.1,2

Protoporfirin

Protoporfirin merupakan bahan antara pada pembentukan heme. Apabila sintesis

heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan

menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 g/dl. Pada anemia

defisiensi besi, protoporfirin meningkat lebih dari 100 g/dl.1,2

Sumsum tulang

Sumsum tulang menunjukan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan

normoblast kecil-kecil dominan.

Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan

cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Pada keadaan normal 40

sampai 60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut

sebagai sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblas negatif. Di klinik,

pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai baku emas diagnosis

defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih oleh

pemeriksaan feritin serum yang lebih praktis.1,2

Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi, seperti

pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakuakn pemeriksaan

semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, dan

lain-lain tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.2

Page 5: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

5

Diagnosis ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab defisiensi besi,

gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, serum iron (SI) rendah dan TIBC meningkat,

tidak terdapat besi dalam sumsum tulang dan reaksi yang baik terhadap pengobatan

dengan besi.3

IV. Diagnosis Banding

Sindrom Talasemia

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan

dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara residif, menurut hukum Mendel.

Talasemia disebabkan oleh defisiensi sintesis rantai alfa atau beta. Defisiensi tersebut

ditentukan secara genetik dan menyebabkan talasemia alfa dan beta. Pada talasemia

beta, rantai alfa terus diproduksi berlebihan sampai usia dewasa dan terdapat HbF

berlebihan.4

Talasemia adalah suatu kelainan genetik yang sangat beraneka ragam yang

ditandai oleh penurunan sintesis rantai alfa dan beta dari globin. Talasemia terdapat dua

tipe utama yaitu talasemia alfa dan talasemia beta. Pada dasarnya talasemia beta timbul

karena presipitasi rantai alfa yang berlebihan yang tidak mendapat pasangan rantai beta.

Presipitasi ini membentuk inclusion bodies yang menyebabkan lisisnya eritrosit

intramedular dan berkurangnya masa hidup sel eritrosit dalam sirkulasi.2

Di Indonesia, talasemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan

anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Secara klinis, talasemia dibagi

menjadi 2 golongan yaitu talasemia mayor (bentuk homozigot) dan talasemia minor.

Pada talasemia mayor memberikan gejala klinis yang jelas dibandingkan talasemia

minor.3

Pada talasemia mayor yang tidak mendapatkan transfusi yang baik maka akan

timbul anemia yang khas. Gejala mulai pada saat bayi berumur 3 sampai 6 bulan, pucat,

anemis, kurus, hepatosplenomegali, dan ikterus ringan, terdapat gangguan tulang yaitu

thalassemic face, gangguan pertumbuhan, dan timbul gejala iron overload seperti

pigmentasi kulit, diabetes melitus, sirosis hati.2

Gejala klinisnya adalah anemia berat tipe mikrositik dengan limpa dan hepar

yang membesar. Pada anak yang lebih besar biasanya disertai dengan keadaan gizi yang

jelek dan mukanya memperlihatkan fasies Mongoloid. Pada pemeriksaan penunjang,

didapatkan anemia berat dengan Hb dapat 3 sampai 9 g/dl sehingga terus menerus

memerlukan transfusi darah, jumlah retikulosit dalam darah meningkat. Pada hapusan

Page 6: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

6

darah tepi akan didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositosis, sel target

(fragmentosit dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum meningkat dan TIBC

menjadi rendah.3

Hemoglobin penderita mengandung kadar HbF yang tinggi biasanya kira-kira

30%. Kadang-kadang ditemukan juga hemoglobin patologi. Pada pemeriksaan

radiologis, terdapat gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang

lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan

pada anak yang lebih besar kadang-kadang terlihat brush appearance. Sering pula

ditemukan gangguan pneumatisasi rongga sinus paranasal.3

Komplikasi talasemia disebabkan oleh anemia hemolisis dan peningkatan

kompensasi produksi eritrosit. Sindro talasemia beta dikatagorikan berdasarkan atas tiga

deraja beratnya keadaan klinis. Pasien talasemia mayor atau anemia Cooleys

mengalami anemia hipokromik sedang sampai berat dan bergantung pada transfusi

darah. Pasien talasemia intermedia mengalami anemia hipokromik ringan sampai

sedang dan tidak bergantung pada transfusi darah. Pasien talasemia minor bersifat

asimptomatik dan mengalami anemia hipokromik ringan.5

Anemia akibat Infeksi Kronis

Penyakit kronik sering kali disertai anemia, namun tidak semua anemia pada

penyakit kronik dapat digolongkan sebagai anemia akibat penyakit kronik. Anemia

akibat penyakit kronik adalah anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang

khas ditandai oleh gangguan metabolisme besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga

menyebabkan berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis

hemoglobin tetapi cadangan besi sumsum tulang masih cukup. Penyebab anemia akibat

penyakit kronik ini masih belum diketahui dengan pasti.2

Beberapa penyakit yang mendasari timbulnya anemia antara lain tuberkulosis

paru, infeksi jamur kronik, bronkhiektasis, osteomielitis kronik, infeksi saluran kemih

kronik, kolitis kronik, rematoid artritis, lupus eritematosus sistemik, inflammatory

bowel disease, sarkoidosis, dan penyakit kolagen lain.2

Gejala klinik dari anemia akibat penyakit kronik tidak khas karena didominasi

oleh gejala penyakit dasar. Sindrom anemia biasanya tidak terlalu terlihat karena

penurunan hemoglobin tidak terlalu berat. Pada gambaran laboratorium didaoatkan

anemia ringan sampai sedang, hemoglobin jarang kurang dari 8g/dl, anemia bersifat

normositer atau mikrositer ringan (MCV 75-90 fl), protoporfirin sedikit menurun,

Page 7: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

7

feritin serum normal atau meningkat, pada pengecatan sumsum tulang dengan biru

Prusia, besi sumsum tulang normal atau meningkat dengan butir-butir hemosiderin yang

kasar.2

Diagnosis anemia akibat penyakit kronik ditegakkan jika dijumpai anemia

ringan sampai sedang dengan penyakit dasar yang sesuai, anemia hipokromik

mikrositer ringan atau normokromik normositer, besi serum menurun disertai dengan

TIBC menurun dengan cadangan besi sumsum tulang masih positif, dengan

menyingkirkan adanya gagal ginjal kronik, penyakit hati kronik dan hipotiroid.2

Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik ini tidak memberikan respon pada

pemberian besi, asam folat atau vitamin B12. Tetapi jika penyakit dasar dapat diobati

dengan baik, maka anemia akan sembuh dengan sendirinya.2

V. Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,

gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

Kehilangan besi akibat perdarahan menahun dapat berasal dari saluran

cerna seperti tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, hemoroid dan

infeksi cacing tambang. Saluran genital wanita seperti menorrhagia atau

metrorhagia. Pada saluran kemih seperti hematuria dan saluran napas seperti

hemoptoe.2

Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau

kualitas besi (bioavaibilitas) yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah

vitamin C, dan rendah daging).2

Kebutuhan besi yang meningkat seperti pada prematuritas, infeksi, anak

dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.2,3

Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, kolitis kronik, diare kronis dan

sindrom malabsorpsi lainnya.2,3

Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir

identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi

jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki

adalah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing

tambang. Sedangkan pada wanita paling sering karena menor-metrorhagia.2

Page 8: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

8

Terdapat perbedaan pola etiologi anemia defisiensi besi di masyarakat atau di

lapangan dengan anemia defisiensi besi di rumah sakit atau praktek klinik. Anemia

defisiensi besi di lapangan umumnya diswertai anemia ringan atau sedang sedangkan di

klinik pada umumnya disertai anemia derajat berat. Di lapangan, faktor nutrisi lebih

berperan dibandingkan dengan perdarahan.1

Jika ditinjau dari segi umur penderita, etiologi anemia defisiensi besi dapat

digolongan menjadi:3

Bayi dibawah usia 1 tahun disebabkan kekurangan depot besi dari lahir,

misalnya pada prematuritas, bayi kembar, bayi yang dilahirkan oleh ibu

yang anemia. Bisa juga disebabkan oleh pemberian makanan tambahan

yang terlambat, yaitu karena bayi hanya diberi ASI saja.

Anak umur 1 sampai 2 tahun disebabkan karena infeksi yang berulang-

ulang seperti enteritis, bronkopneumonia dan sebagainya. Bisa juga

disebabkan oleh diet yang tidak adekuat.

Anak umur lebih dari 5 tahun disebabkan oleh kehilangan darah kronis

karena infestasi parasit, misalnya ankilostomiasis dan amubiasis. Seekor

cacing Ankylostoma duodenale akan menghisap darah 0,2 sampai 0,3 ml

darah setiap hari. Anemia defisiensi besi pada anak usia diatas 5 tahun juga

bisa disebabkan oleh diet yang tidak adekuat.

VI. Epidemiologi

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai

baik di klinik maupun di masyarakat. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang

sangat sering dijumpai di negara berkembang.1

Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada

anemia defisiensi besi. Di India, Amerika Latin dan Filipina prevalensi pada perempuan

hamil berkisar antara 35% sampai 99%. Sedangkan di Bali, pada suatu pengunjung

puskesmas didapatkan prevalens anemia sebesar 50% dengan 75% anemia disebabkan

oleh defisiensi besi. Faktor resiko yang dijumpai adalah tingkat pendidikan dan

kepatuhan meminum pil besi.1

Prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-

kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan

tumbuh masa kanak-kanak disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena

penggunaan susu formula dengan kadar besi yang kurang. Selain itu, anemia defisiensi

Page 9: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

9

besi juga banyak ditemukan pada masa remaja akibat percepatan pertumbuhan, asupan

besi yang tidak adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada

remaja putri. Menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2007

menunjukan prevalens anemia defisiensi besi pada anak balita di Indonesia sekitar 40%

sampai 45%. SKRT tahun 2001 menunujukan prevalens anemia defisiensi besi pada

bayi 0 sampai 6 bulan sekitar 61,3% dan bayi 6 sampai 12 bulan sekitar 64,8%

sedangkan pada balita sekitar 48,1%.6

Insidens anemia defisiensi besi pada bayi berusia 12 sampai 36 bulan sekitar

3%, sedangkan pada remaja putri sekitar 11% sampai 17%. Rentang usia puncak

insidens anemia defisiensi besi antara 12 sampai 18 bulan. Angka prevalensi defisiensi

besi lebih tinggi terjadi diantara anak-anak yang hidup di bawah garis kemiskinan dan

diantara anak Afrika Amerika dan Meksiko Amrika. 20% sampai 40% bayi yang hanya

diberi formula yang tidak diperkaya zat besi atau susu sapi beresiko tinggi menderita

defisiensi besi pada usia 9 sampai 12 bulan. Di Amerika Serikat, bayi yang

mendapatkan ASI 15 sampai 25% beresiko tinggi mengalami defisiensi besi pada usia

9 sampai 12 bulan.7

VII. Patogenesis

Perdarahan menahun ataupun dari etiologi lainnya menyebabkan kehilangan

besi sehingga cadangan besi semakin menurun. Jika cadangan besi menurun maka

keadaan ini disebut iron depleted state. Keadaan ini ditandai dengan penurunan kadar

feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam

sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi terus berlansung maka penyediaan

besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis akan berkurang

sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis

belum terjadi, keadaan tersebut disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada

fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar protoporfirin,

saturasi transferin menurun dan TIBC meningkat. Apabila jumlah besi menurun terus

maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun,

akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut sebagai anemia

defisiensi besi. Pada saat itu juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada

beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring

serta berbagai gejala lainnya.1,2

Absorpsi Besi

Page 10: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

10

Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan dalam usus.

Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi.

Absorpsi besi paling banyak terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal

disebabkan ileh struktur epitel usus yang memungkinkan untuk itu.2

Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase luminal, fase mukosal

dan fase korporeal. Pada fase luminal, besi dalam makanan diolah dalam lambung

kemudian siap diserap di duodenum. Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk

yaitu besi heme dan besi nonheme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan,

proporsi absorpsinya tinggi, tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga

mempunyai bioavailabilitas tinggi. Sedangkan pada besi nonheme berasal dari sumber

tumbuh-tumbuhan, proporsi absorpsinya rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu atau

penghambat sehinga bioavailabilitasnya rendah. Dalam lambung karena pengaruh

asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian

terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke fero yang siap untuk diserap.2

Fase mukosal merupakan proses penyerapan dalam mukosa usus yang

merupakan suatu proses aktif. Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa

duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang

sangat kompleks. Dikenal adanya mucosal block, suatu mekanisme yang dapat

mengatur penyerapan besi melalui mukosa usus.2

Fase korporeal meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi

oleh sel-sel yang memerlukan, serta penyimpanan besi oleh tubuh. Besi setelah

diserap oleh enterosit(eputel usus), melewati bagian basal epitel usus, memasuki

kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin.

Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis.2

Banyaknya absorpsi besi tergantung dari jumlah kandungan besi dalam

makanan, jenis besi dalam makanan, adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi

dalam makanan, jumlah cadangan besi dalam tubuh, dan kecepatan eritropoesis.2

Sumber Besi

Bayi baru lahir yang sehat telah mempunyai persedian besi yang cukup samai

berusia 6 bulan, sedangkan pada bayi prematur (neonatus kurang bulan) persedianan

besinya hanya cukup sampai berusia 3 bulan. Makanan yang mengandung banyak besi

seperti hati, ginjal, daging, telur, buah dan sayur yang mengandung klorofil. Untuk

menghindari anemia defisiensi besi, ke dalam sus buatan, tepung untuk makanan bayi

Page 11: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

11

dan beberapa jenis makanan lainnya ditambahkan besi. Akhir-akhir ini banyak

dibicarakan bahaya hemokromatosis sebagai akibat penambahan besi ke dalam

makanan.3

Jumlah besi dalam tubuh orang dewasa kira-kira 4 sampai 5 gram, pada bayi

kira-kira 400 mg yang terbagi pada masa eritrosit 60%, feritin dan hemosiderin 30%,

mioglobin 5 sampai 10%, hemenzim 1% dan besi plasma 0,1%.3

VIII. Manifestasi Klinis

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3

golongan besar, yaitu:1,2

Gejala umum anemia

Gejala umum dari anemia disebut juga sebagai sindroma anemia yaitu

merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana hal ini akan tampak jelas jika

hemoglobin dibawah 7 – 8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, mudah

lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia

defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara

perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu terlihat dibandingkan

dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat,

oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia

bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7g/dl. Pada

pemeriksaan fisik dijumpai pasien dengan pucat, terutama pada konjungtiva

dan jaringan di bawah kuku.

Gejala khas anemia defisiensi besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada

anemia jenis lain.

Koilonychia: kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal,

dan menjadi cekung sehingga seperti sendok.

Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena

papil lidah menghilang.

Stomatitis angularis: adanya peradangan pada sudut mulut sehingga

tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

Page 12: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

12

Gejala penyakit dasar

Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang

menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya, pada anemia

akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan

kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena

perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan

buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.1,3

Pada anak memperilihatkan gejala lemas, sering berdebar-debar, mudah lelah,

pucat, sakit kepala, iritabel dan sebagainya. Mereka tidak tampak sakit karena

perjalanan penyakitnya bersifat menahun. Tampak pucat terutama pada mukosa bibir

dan faring, telapak tangan dan dasar kuku, konjungtiva okular berwarna kebiruan atau

putih mutiara (pearly white). Papil lidah tampak atrofi. Jantung agak membesar dab

terdengar murmur sistolik yang fungsionil. Pada anak MEP dengan infestasi

ankylostoma akan memperlihatkan perut buncit yang disebut pot belly dan dapat

terjadi edema. Tidak ada pembesaran limpa dan hepar. Pada MEP yang berat dapat

ditemukan hepatomegali dan diatesis hemoragik.3

IX. Penatalaksanaan

Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi

terhadap anemia defisiensi besi dapat berupa:2,3

Terapi kausal : tergantung penyebabnya, misalnya pengobatan cacing tambang,

pengobatan hemoroid, dan lainnya. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak

maka anemia akan kambuh kembali. Antelmentik diberikan bila ditemukan cacing

penyebab defisiensi besi, (umur) dalam tiap kapsul, diberikan 3 kapsul dengan

selang waktu 1 jam, semalam anak dipuasakan dan diberikan laksan setelah 1 jam

kapsul ketiga dimakan. Pirantel pamoate 10mg/kgbb dosis tunggal. Antibioitk

diberikan jika didapatkan infeksi.

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh.

Besi per oral: merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah dan

aman. Preparat yang tersedia adalah Sulfas ferosus 3 kali 10 mg/kgbb/hari.

Page 13: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

13

Besi parenteral: obat ini lebih mahal dan penyuntikannya harus

intramuskular dalam atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena.

Preparat besi parenteral hanya diberikan bila pemberian peroral tidak

berhasil. Preparat yang tersedia seperti iron dextran complex, iron sorbitol

citric acid complex. Efek samping seperti reaksi anafilaksis, flebitis, sakit

kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop. Indikasi pemberian

besi parenteral jika intoleransi oral berat, kepatuhan berobat kurang, kolitis

ulserativa, dan perlu meningkatkan hemoglobin secara cepat misalnya

praoperasi, hamil trimester akhir. Dosis besi parenteral harus dihitung

dengan tepat karena besi berlebih akan membahayakan pasien. Besarnya

dosis adalah 15 dikurang hemoglobin sekarang di kali berat badan dikali 3.

Untuk menghindari adanya kelebihan besi maka jangka waktu terapi tidak

boleh lebih dari 5 bulan.

Pengobatan lain

Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama

yang berasal dari protein hewani.

Vitamin C: diberikan 3 kali 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi

besi.

Transfusi darah: anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi darah.

Transfusi darah hanya diberikan bila kadar hemoglobin kurang dari 5 g%

dan disertai dengan keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung,

bronkopneumonia dan sebagainya. Umumnya jarang diberikan transfusi

darah karena perjalanan penyakit menahun.

X. Pencegahan

Mengingat tingginya prevlensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka

diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut

dapat berupa:1

Pendidikan kesehatan seperti kesehatan lingkungan, misalnya tentang

pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki

sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang.

Page 14: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

14

Penyuluhan gizi mendorong konsumsi makanan yang dapat membantu absorpsi

besi.

Pemerantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang

paling sering dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang

dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan antelmentik dan perbaikan

sanitasi.

Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang

rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada

perempuan hamil dan anak balita memakiap pil besi dan folat.

Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan

makan. Di negara Barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau

bubuk susu dengan besi.

XI. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada anak adalah keterlambatan pertumbuhan

(sejak lahir sampai usia 5 tahun), perkembangan otot buruk (jangka panjang), daya

konsentrasi menurun, interaksi sosial menurun, penurunan prestasi pada uji

perkembangan, kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun, memperberat

keracunan timbal (penururnan besi memungkinkan saluran gastrointestinal

mengabsorbsi logam berat lebih mudah) dan peningkatan insiden stroke pada bayi dan

anak-anak.7

XII. Prognosis

Prognosi akan sangat tergantung juga kepada jenis dan penyebab anemia.

Makin ringan, berarti prognosisnya juga akan baik. Orang muda akan memiliki

prognosis lebih baik terhadap kesembuhan anemia dibandingkan pada manula.

Penutup

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling banyak dijumpai

di masyarakat. Banyak penyebab yang mendasari terjadinya anemia ini seperti

rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, faktor nutrisi, kebutuhan besi yang

meningkat serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. Gejala-gejala yang

diperilihatkan pada anak seperti lemas, sering berdebar-debar, mudah lelah, pucat, sakit

kepala, dan iritabel. Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat

Page 15: PBL Anemia Defisiensi Besi dr. Gracia.docx

15

dan perlu juga dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi

tersebut.

Daftar Pustaka:

1. Bakta IM, Suega K, Dharmayuda TG. Anemia defisiensi besi. Dalam:

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S,

penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta:

Interna Publishing; 2009.h.1127-36.

2. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: EGC; 2013.h.18-9, 26-41.

3. Hassan R, Alatas H, editor. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2007.h.432-6, 444-5.

4. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi ke-6.

Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007..h.361

5. Penyakit talasemia. Diunduh dari http://talasemia.org/, 12 April 2014.

6. Windiastuti E. Anemia defisiensi besi. Diunduh dari

http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/anemia-

defisiensi-besi-pada-bayi-dan-anak.html, 11 April 2014

7. Betz CL, Sowden LA. Buku saku keperawatan pediatri. Edisi ke-5. Jakarta: EGC;

2009.h.333-4.