pbl 26 anty

38
Program Pemberantasan DHF di PKM Julianti Dewisarty Ranyabar 10- 2011-167 Mahasiswi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Telephone : (021) 5694-2061 Fax : (021)- 563 1731 Pendahuluan Demam Berdarah Dengue (DHF) pada saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Oleh menteri Kesehatan Republik Indonesia. DHF telah ditetapkan menjadi salah satu penyakit menular yang harus dilaporkan dalam wakti satu kali dua puluh empat jam. Hal ini disebabkan karena angka kematian yang tinggi, angka kesakitan cenderung meningkat dari tahun ke tahun, daerah yang terjangkit semakin meluas khususnya di daerah perkotaan yang padat dan adanya beberapa Kejadian Luar Biasa (KLB) yang berdampak pada bidang pariwisata. Penyakit DHF dalam dua puluh tahun terakhir merupakan penyakit yang menimbulkan keresahan masyarakat karena menyerang terutama pada anak-anak dan terjadinya kematian yang mendadak 1

Upload: emiliana-leeya-lhiya

Post on 13-Apr-2016

16 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

blok 26

TRANSCRIPT

Page 1: pbl 26 anty

Program Pemberantasan DHF di PKM Julianti Dewisarty Ranyabar

10-2011-167 Mahasiswi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Telephone : (021) 5694-2061

Fax : (021)- 563 1731

Pendahuluan

Demam Berdarah Dengue (DHF) pada saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat di Indonesia. Oleh menteri Kesehatan Republik Indonesia. DHF telah ditetapkan

menjadi salah satu penyakit menular yang harus dilaporkan dalam wakti satu kali dua puluh

empat jam. Hal ini disebabkan karena angka kematian yang tinggi, angka kesakitan

cenderung meningkat dari tahun ke tahun, daerah yang terjangkit semakin meluas khususnya

di daerah perkotaan yang padat dan adanya beberapa Kejadian Luar Biasa (KLB) yang

berdampak pada bidang pariwisata.

Penyakit DHF dalam dua puluh tahun terakhir merupakan penyakit yang menimbulkan

keresahan masyarakat karena menyerang terutama pada anak-anak dan terjadinya kematian

yang mendadak sesudah demam tinggi yang timbul mendadak, serta menyerang beberapa

anggota keluarga secara bersamaan atau selang beberapa hari dan penyakit ini sulit

diramalkan kesudahannya. Penyebab penyakit DHF adalah virus dengue yang termasuk

dalam group B arbovirus. Sebelum pertengahan abad ke-20 virus dengue dikenal hanya

menyebabkan penyakit demam dengue (demam klasik) dengan gejala utama yaitu demam

tinggi, nyeri pada sendi atau anggota tubuh, kadang-kadang timbul ruam makulo-papular dan

sembuh dalam waktu 5 hari dengan atau tanpa pengobatan. DHF pertama kali dilaporkan di

Manila pada tahun 1953. Pada saat wabah menyerang anak-anak dengan tanda demam tinggi

disertai perdarahan dan shock. Tahun-tahun berikutnya menyebar ke Asia Tenggara dan ke

Kepulauan Pasific.

Vektor penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti yang banyak terdapat di perkotaan dan

Aedes Albopictus (transmitan co-vector) di perdesaan.

Penularan DHF berkaitan dengan musim penghujan khususnya pada permulaan dan pada

akhir musim penghujan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya tempat perindukan nyamuk

Aedes aegypty di luar rumah sehingga populasi nyamuk Aedes aegypti yang meningkat.

1

Page 2: pbl 26 anty

Pembahasan

Epidemiologi

I. Faktor agent

Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B

Antropod Bone Virus (Arbo virus) kelompok flavivirus dari famili flaviviridae yang

terdiri dari empat serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4.1

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan

oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus

dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari

(vijvdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel

koorts).1 Disebut demikian karena demam yang terjadi meghilang dalam lima hari dan

disertai nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus

dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah

menimbulkan kematian.1 Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan

penyakit dengan manifestasi klinis berat yaitu DHF yang ditemukan di Manila,

Filipina.1 Kemudian menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia,

dan Indonesia. Pada tahun 1968, penyakit DHF dilaporkan di Surabaya dan Jakarta

dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.

Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya di berbagai daerah di Indonesia.

DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di

Indonesia yang diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4.2 DEN 3 juga merupakan serotipe

yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang

menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DHF sangat

kompleks yaitu:1

a) Pertumbuhan penduduk yang tinggi

b) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali

c) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis

d) Peningkatan sarana transportasi

II. Faktor nyamuk penular

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopticus merupakan vektor penularan virus

dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti

2

Page 3: pbl 26 anty

merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah

perdesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan.

Nyamuk Aedes aegypti dewasa warna dasarnya hitam dengan belang-belang putih

pada badan terutama pada kaki. Pada thorax ada tanda khas berupa bulu-bulu putih

membentuk gambaran lire.2

Nyamuk tersebut mendapat virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus

tersebut. Orang itu (carrier) tidak harus orang yang sakit demam berdarah sebab orang

yang mempunyai kekebalan tidak akan tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak

sakit walaupun dalam darahnya terdapat virus dengue. Dengan demikian orang

tersebut dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Virus dengue akan berada

dalam darah manusia selama ± 1 minggu. Biasanya orang dewasa mempunyai

kekebalan dengan virus ini. 3

Nyamuk aedes aegypti bersifat endo dan eksofagik. Aktif menghisap darah pada siang

hari dengan dua puncak waktu yaitu pada jam 8.00-12.00 dan pada jam 15.00-17.00.2-

Beristirahat pada benda-benda tergantung dan perabot-perabot yang terlindungi dari

cahaya matahari atau pada tumbuhan-tumbuhan di luar rumah

Di alam bebas nyamuk dewasa hidup kurang lebih 10 hari. Jarak terbang nyamuk

kurang lebih 30 meter dalam radius lebih kurang 100 meter.4

Tempat perindukan nyamuk aedes aegypti ialah tempat-tempat yang mengandung air

jernih. Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan

demam berdarah ialah tempat umum seperti rumah sakit, puskesmas, selolah, hotel

atau tempat penginapan yang kebersihan lingkungannya tidak terjaga khususnya

kebersihan tempat-tempat penampungan air (bak mandi, WC, dan lain-lain)

Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya

penularan penyakit dan gangguan kesehatan seperti:5

a) Infeksi saluran napas

Contoh: Common cold, TBC, influenza, pertusis

b) Infeksi pada kulit

Contoh: Skabies, ring worm, impetigo, dan lepra.

c) Infeksi akibat infestasi tikus

Contoh: Pes dan leptospirosis.

d) Arthropoda

Contoh: dengue, malaria, dan kaki gajah.

e) Kecelakaan

3

Page 4: pbl 26 anty

Contoh: bangunan rumah, terpeleset, patah tulang, dan gegar otak.

f) Mental

Contoh: neurosis, gangguan kepribadian, psikosomatis, dan ulkus peptikum.

Terdapat kriteria rumah yang sehat dan aman dari segi lingkungan yaitu:

a) Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun

b) Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik

c) Dapat mencegah terjadi pengembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk, lalat,

tikus, dan sebagainya

d) Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran (kawasan industri) dengan jarak

minimal 5 km dan memiliki daerah penyangga atau daerah hijau serta bebas

banjir

III. Host

Karakteristik host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan terjangkit penyakit

DHF. Pada beberapa penelitian menunjukan bahwa anak-anak lebih rentan tertular

penyakit yang berpotensi mematikan ini.

Di daerah endemik, mayoritas kasus penyakit DHF terjadi pada usia kurang dari 15

tahun. Sebuah studi retrospektif di Bangkok yang dilaporkan WHO pada bulan Mei-

November 1962 menunjukan bahwa pada populasi 870.000 anak-anak usia di bawah

15 tahun diperkirakan 150.000-200.000 mengalami demam ringan akibat infeksi virus

dengue.6-7

Di Indonesia, penderita penyakit DBD terbanyak berusia 11 tahun. Secara

keseluruhan, tidak terdapat perbedaan kelamin penderita tetapi angka kematian lebih

banyak pada perempuan daripada laki-laki.2

Anak-anak cenderung lebih rentan daripada kelompok usia lain. Salah satu

penyebabnya adalah faktor imunitas yang relatif rendah dibandingkan orang dewasa.

Selain itu, pada kasus-kasus berat, yakni DHF derajat 3 dan 4, komplikasi terberat

yang kerap muncul yaitu syok yang relatif lebih banyak dijumpai pada anak-anak dan

sering kali tidak tertangani dan berakhir dengan kematian penderita

Pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara

pemberantasan yang dilakukan. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan. Hasil

penelitian Nicolas Duma pada tahun 2007 di Kecamatan Baruga kota Kendari, ada

hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan dengan kejadian DHF.

4

Page 5: pbl 26 anty

IV. Environment

Di awal Musim hujan (September hingga Februari) meningkatkan populasi nyamuk.5

Hal ini disebabkan karena terdapat genangan air bersih di dalam sisa-sisa kaleng

bekas, ban bekas, maupun benda-benda lain yang mampu menampung sisa air hujan.

Di Indonesia musim kering pun populasinya tetap banyak karena orang cenderung

menampung air dan di daerah sulit air orang menampung air di dalam bak air atau

drum sehingga nyamuk dan jentik selalu ada sepanjang tahun.5

Nyamuk Aedes aegypti sangat suka tinggal dan berkembang biak di genangan air

bersih yang tidak terkontak langsung dengan tanah. Vektor penyakit DHF diketahui

banyak bertelur di genangan air yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat

penampungan air, bak mandi, ban bekas, dan sebagainya

Di daerah Urban berpenduduk padat, puncak penderita penyakit DBD adalah bulan

Juni atau Juli bertepatan dengan awal musim kemarau

Tanda dan Gejala Demam Berdarah Dengue (DBD).5

a. Demam

Penyakit DBD ditandai dengan demam tinggi secara mendadak disertai

facial flushing dan sakit kepala. Demam ini berlangsung terus-menerus selama 2-7

hari kemudian turun secara cepat. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai

40oC dan dapat dijumpai kejang demam. Pasien kehilangan nafsu makan, muntah,

nyeri epigastrium, nyeri perut di daerah lengkung iga sebelah kanan. Akhir fase

demam merupakan fase kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat

merupakan awal penyembuhan tetapi dapat pula sebagai awal fase syok.

b. Tanda-tanda perdarahan

Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah vaskulopati,

trombosipunio gangguan fungsi trombosit serta koasulasi intravasculer yang

menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti

retekia, purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. Retekia merupakan tanda

perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetepai dapat

pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis,

perdarahan gusi, melena dan hematemesis.

c. Hepatomegali

5

Page 6: pbl 26 anty

Pada umumnya dapat ditemukan pada awal penyakit, bervariasi dari hanya

sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga kanan.

Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk

menemukan pembesaran hati, harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di

daerah hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai

ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini

berhubungan dengan adanya perdarahan.

d. Syok

Pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke-3 sampai

7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembap terutama pada

ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat,

lemah, kecil sampai tidak teraba. Walaupun pada beberapa pasien tampak sangat

lemah, pada saat akan terjadi syok, pasien sangat gelisah. Sesaat sebelum syok

sering kali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan denyut nadi cepat

dan lemah, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang), jadi untuk

menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sistolik dan diastolik, misalnya 100/90

mmHg berarti tekanan nadi 10 mmHg atau hipotensi (tekanan sistolik menurun

sampai 80 mmHg atau kurang), kulit dingin dan lembab. Syok harus bisa segera

ditangani, apabila tidak, akan terjadi asidosis metabolik, perdarahan saluran cerna

hebat atau perdarahan lain, yang berprognosis buruk.

e. Trombositopeni

Penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000/mm3 atau < 1-2 trombosit /

lapangan pandang dengan rata-rata pemeriksaan dilakukan pada 10 lpb, pada

umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi

sebelum suhu turun. Jumlah htrombosit < 100.000/mm3 biasanya ditemukan antara

hari sakit ke-3 sampai hari sakit ke-7. Pemeriksaan trombosit perlu di ulang sampai

terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun. Pemeriksaan

dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila normal maka diulang pada

hari sakit ke-3 tetapi bila perlu diulang setiap hari sampai suhu turun.

f. Hemokonsentrasi / kadar hematokrit

Peningkatan nilai hematokrit (Ht) atau hemokonsentrasi selalu dijumpai

pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma,

sehingga perlu dilakukan pememeriksaan Ht secara berkala. Pada umumnya

penurunan trombosit mendahului peningkatan Ht. Hemokonsentrasi dengan

6

Page 7: pbl 26 anty

peningkatan Ht 20% atau lebih (misalnya dari 35% menjadi 42%), mencerminkan

peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Nilai Ht dipengaruhi

oleh penggantian cairan atau perdarahan (WHO, 2009).

Kriteria Diagnosis DBD.5

Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO

terdiri dari kriteria klinis dan laboratories. Kriteria klinis antara lain :

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus-menerus selama 2 sampai 7

hari,

b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena,

c. Pembesaran hati,

d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki

dan tangan dingin, kulit lembap dan pasien tampak gelisah.

Kriteria laboratoris adalah :

a. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang);

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih menurut

standar umur dan jenis kelamin;

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi cukup

untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. WHO juga memberikan pedoman untuk membantu

menegakkan derajat beratnya penyakit, yaitu :

1. Derajat I : demam dengan uji bendung atau Rumpel leede (+);

2. Derajat II : derajat I ditambah perdarahan spontan;

3. Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg hipotensi, akral dingin;

4. Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur

(WHO, 2009)

2.1.7. Pengobatan

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara:

a. Penggantian cairan tubuh.

b. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter –2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup

atau susu).

c. Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit), kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit.

7

Page 8: pbl 26 anty

d. Dilakukan dengan pengobatan terhadap tingkat gejala yang timbul, sehingga dapat

dikurangi, sebab masih belum adanya vaksin yang dapat menyembuhkan demam

berdarah secara langsung (WHO, 2009).

Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas.7

I. Perencanaan

Perencanaan suatu program bisa kita pakai analisis situasi berdasarkan data sebelumnya

seperti penanggulangan DHF, pengobatan DHF kegiatan-kegiatan yang akan

dilaksanakan dalam upaya pencegahan DHF. Jika program terdahulu berhasil, program

tersebut bisa kita pakai untuk acuan kita untuk merencanakan program sekarang yang

sedang direncanakan. Dalam membuat perencanaan diperlukan dokumen yang menjadi

acuan dalam pembuatan perencanaan yang berkaitan dengan penanggulangan DHF.

Selain itu perencanaan anggaran perlu diperhitungkan secara cermat demi kelancaran

progam tersebut. Dalam menyusun perencanaan diperlukan data-data dari puskesmas

seperti:

a) Jumlah kasus sebelumnya

b) Data jumlah penderita

c) Jumlah penduduk

d) Besar wilayah

e) Jumlah rumah

f) Jumlah tenaga yang ada

g) Sarana yang ada

h) Data situasi DHF sebelumnya

i) Angka Bebas Jentik

Rendahnya angka bebas jentik sangat berhubungan erat dengan peningkatan kasus

DBD dan diharapkan dengan meningkatnya cakupan Angka Bebas Jentik dapat

menekan insiden Penyakit DHF

II. Pengorganisasi

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengorganisasian petugas yang terlibat dalam

penanggulangan DBD adalah dengan cara menyebarkan informasi terkait dengan kasus.

Setelah informasi disebarkan maka masing-masing petugas kelurahan akan langsung

turun ke lapangan. Informasi bisa didapat dari warga yang melapor ataupun media

massa.

8

Page 9: pbl 26 anty

Untuk melaksanakan kegiatan di lapangan, semua Puskesmas Kelurahan memiliki

koordinator DBD, petugas jumanti di setiap RT, dan petugas fogging tiap wilayah.

Petugas kecamatan tinggal mengkoordinir saja. Petugas tersebut akan melaksanakan

tugas dan tanggung jawab yang sudah ditetapkan dari awal. Contoh: petugas fogging,

kalau penyelidikan epidemiologi positif maka segera dilakukan fogging

III. Pelaksanaan

a) Penyelidikan epidemiologi (PE)

Tenaga untuk melaksanakan Penyelidikan epidemiologi adalah petugas DBD yang

dibantu oleh jumantik serta masyarakat. Setelah data kasus diterima kemudian

diinformasikan ke kelurahan sesuai dengan alamat kasus, petugas puskesmas

kelurahan yang akan melaksanakan PE. PE dilakukan jika ada kasus baik yang

bersumber dari internet maupun yang langsung dilaporkan oleh warga. PE

dilaksanakan di rumah pasien DHF dan rumah-rumah di sekitar penderita DHF.

Hasil dari kegiatan PE berupa laporan dapat mengetahui perlu atau tidaknya fogging

di daerah tersebut

b) Pengendalian vektor DHF

Ada beberapa prinsip yang perlu diketahui dalam pengendalian arthopoda antara

lain:6-8

1. Pengendalian lingkungan

Pengendalian lingkungan merupakan cara terbaik untuk mengontrol arthopoda

karena hasilnya dapat bersifat permanen serta tidak merusak keseimbangan alam

dan tidak mencemari lingkungan.

Pengendalian lingkungan dibagi menjadi 2 macam yaitu:

Modifikasi lingkungan

Cara ini berkaitan dengan mengubah sarana fisik dan hasilnya bersifat

permanen. Contoh modifikasi lingkungan yaitu:

Pengaturan sistim irigasi

Penimbunan tempat-tempat yang dapat menampung air dan tempat-

tempat pembuangan sampah

Penimbunan tempat pengaliran air yang menggenang menjadi kering

Pengubahan rawa menjadi sawah

Pengubahan hutan menjadi pemukiman

Manipulasi lingkungan

9

Page 10: pbl 26 anty

Cara ini berkaitan dengan pembersihan atau pemeliharaan sarana fisik yang

telah ada supaya tidak terbentuk tempat-tempat perindukan atau tempat

istirahat serangga dan bersifat tidak permanen. Contohnya adalah

melancarkan got yang tersumbat

2. Pengendalian kimia

Pada pendekatan ini dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida.

Pengendalian kimia untuk DHF dapat dilaksanakan dengan menggunakan

mineral oils, paris green, insektisida sintetis seperti chlorpyrofos, abate, dan

malathion. Kebaikan cara pengendalian ini ialah dapat dilakukan dengan segera,

meliputi daerah yang luas sehingga dapat menekan populasi serangga dalam

waktu singkat. Penggunaan insektisida ini sering menimbulkan resistensi dan

juga kontaminasi pada lingkungan serta kematian beberapa pemangsa dan

organisme yang bukan target. Selain itu, pengendalian kimia dengan cara

penyemprotan banyak ditolak oleh penduduk setempat. Hal ini disebabkan

karena khawatir binatang peliharaaan mati.

3. Pengendalian fisik

Pada cara pengendalian ini digunakan alat fisika untuk pemanasan, pembekuan,

dan penggunaan alat listrik untuk pengadaan angin, penyinaran yang dapat

membunuh atau mengganggu kehidupan serangga. Di Indonesia, cara ini dapat

dilihat di hotel, restoran, dan pasar swalayan yang memasang hembusan angin

keras di pintu masuk. Memasang lampu kuning dapat menghalau nyamuk.

4. Pengendalian biologi

Pengendalian biologi bertujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan

akibat pemakaian insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun.

Pengendalian ini dilakukan dengan memperbanyak pemangsa dan parasit

sebagai musuh alami bagi serangga. Beberapa parasit yang bertujuan

mengendalikan larva yaitu:

Nematoda (Romanomersis iyengari merupakan cacing yang dapat

menembus badan larva nyamuk dan hidup sebagai parasit hingga larva mati

dan mencari hospes baru)

Bakteri

Protozoa (Pleistophora culicis dan Nosema algerae dapat menjadi parasit

larva nyamuk)

10

Page 11: pbl 26 anty

Jamur (Tolypocladium cylindrosporum dan Culicinomyces clavisporus yang

bertujuan untuk pengendalian larva Anopheles, Aedes, Culex, Simulium, dan

Culicoides)

Virus dapat dipakai sebagai pengendali larva nyamuk.

Arthopoda juga dapat dipakai sebagai pengendali nyamuk dewasa. Predator atau

pemangsa yang baik untuk pengendalian larva nyamuk terdiri dari:

Ikan

Beberapa jenis ikan yang cocok untuk pengendalian larva ialah:

Panchax panchax (ikan kepala timah)

Gambar 1. Kepala ikan timah

Gambar 2. Kepala ikan timah

Lebistus reticularis ( Guppy = water ceto)

Gambar 3. Ikan guppy

9

11

Page 12: pbl 26 anty

Gambar 4. Ikan guppy

Gambusia affinis (ikan gabus)

Gambar 5. Ikan gabus

Poecilia reticulata

Gambar 6. Poecilia reticulata

Gambar 7. Poecilia reticulata

10

12

Page 13: pbl 26 anty

Trichogaster trichopterus

Gambar 8. Trichogaster trichopterus

Gambar 9. Trichogaster trichopterus

Cyprinus carpio (ikan karpa)

Gambar 10. Cyprinus carpio

Gambar 11. Cyprinus carpio

11

13

Page 14: pbl 26 anty

Tilapia nilotica

Gambar 12. Tilapia nilotica

Gambar 13. Tilapia nilotica

Puntious binolatus

Gambar 14. Puntious binolatus

Gambar 15. Puntious binolatus

Rasbora lateristriata

Gambar 16. Rasbora lateristriata

12

14

Page 15: pbl 26 anty

Gambar 17. Rasbora lateristriata

Larva nyamuk yang berukuran lebih besar

Larva capung

Gambar 18. Larva capung

Gambar 19. Larva capung

Crustaceae

Contohnya adalah mesacyclops yang terdapat pada gambar 20.

Gambar 20. Mesacyclops

13

15

Page 16: pbl 26 anty

5. Pengendalian genetik

Dalam pendekatan ini, ada beberapa teknik yang dapat digunakan yaitu:

Steril male technique

Perusakan DNA di dalam kromosom tanpa mengganggu proses pematangan

dengan zat kimia (preparat TPA atau dengan radiasi Cobalt 60, antimitotik,

antimetabolit, dan bazarone) atau cara radiasi, Setelah dilakukan perusakan

DNA, serangga tersebut dilepaskan di aam bebas, tempat populasi serangga

bahaya tadi.

Citoplasmic incompatibility

Dilakukan dengan cara mengawinkan antar strain nyamuk sehingga

sitoplasma telur tidak dapat ditembus sperma dan tidak terjadi pembuahan.

Chorosomal translocation

Radiasi yang dapat mengubah letak susunan dalam kromosom.

Hybrid strerility

Mengawinkan serangga antar spesies terdekat akan mendapatkan keturunan

jantan yang steril.

Untuk pengendalian antilarva dapat kita terapkan 3 pengendalian yaitu pengendalian

lingkungan, pengendalian kimia, dan pengendalian biologi.

Dalam upaya pengendalian terhadap nyamuk dewasa, beberapa merode di bawah ini

dapat dilakukan yaitu:

1. Residual spray yang terdapat pada tabel 1

Tabel 1 Pengendalian nyamuk dengan insektisida

Residual spray

Dosis g/m2

Durasi (bulan)

DDT 1-2 26-12Lindane 0,5 3Malathion 2 3

Sesuai dengan kepustakaan no.

2. Space spray

Penyemprotan ruangan ini dapat menggunakan ekstrak pyrethrum maupun

residual insektisida

3. Pengendalian genetik

Cara-cara untuk melakukan pengendalian genetik di antaranya steril male

technique, cytoplasmic incompatibility, chromosom translocation, dan sex

distortion.

16

Page 17: pbl 26 anty

Untuk pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan tindakan-tindakan berikut ini

yaitu:

1. Pemasangan mosquito net (kelambu)

2. Pelaksanaan screening

3. Penggunaan repellent (kimia)

Repellent (penolak nyamuk) yang digunakan mengandung zat kimia seperti

diethyltoluamide, indalon, atau dimethyl karbote.

Pengendalian vektor DHF adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk menekan

kepadatan nyamuk dan jentik nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit DHF

di rumah atau bangunan yang meliputi perumahan, perkantoran, tempat umum,

sekolah, gudang, dan sebagainya.

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara paling

memadai saat ini. Vektor demam berdarah dengue khususnya Aedes aegyti

sebenarnya mudah diberantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat yang berisi

air bersih dan jarak terbang maksimal nyamuk ini hanya 100 meter. Tetapi karena

vektor tersebut tersebar luas maka untuk keberhasilan pemberantasan perlu

dilakukan total coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tak dapat

berkembang biak lagi.

Langkah-langkah kegiatan berhubungan dengan pengendalian vektor demam

berdarah dengue yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI yaitu:1

1. Survalensi tempat perindukan vektor

Pendataan rumah/bangunan di wilayah kerja

Pemeriksaan tempat perindukan vektor pada rumah atau bangunan

Pengolahan data hasil pemeriksaan tempat perindukan vektor

Rekomendasi kepada petugas kesehatan dan sektor terkait

Laporan kepada atasan langsung dan sektor terkait

Penyebarluasan (sosialisasi informasi) hasil survalensi atau pengamatan

2. Pengendalian vektor

Investigasi rumah atau bangunan dan lingkungan yang berpotensi jentik di

wilayah kerja melalui survey lingkungan

Menentukan jenis pengendalian vektor sesuai dengan permasalahan di

wilayah kerja

Melakukan pemberantasan vektor

3. Penyuluhan dan pergerakan masyarakat

17

Page 18: pbl 26 anty

Melakukan identifikasi masalah sesuai dengan sasaran

Menentukan jenis media penyuluhan sesuai dengan sasaran

Menentukan materi penyuluhan pengendalian vektor

Melaksanakan penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam rangka

pengendalian vektor khususnya tempat perindukan

Menghimpun umpan balik yang diberikan oleh sasaran

4. Sosialisasi, advokasi, dan kemitraan

Melakukan pertemuan untuk sosialisasi terhadap lintas program, lintas

sektor terkait, swasta, dan masyarakat

Menentukan jumlah dan jenis pedoman yang akan disosialisasikan

Melakukan advokasi terhadap pengambilan keputusan di tingkat kecamatan

maupun kabupaten atau kota

Menjalin kerja sama baik terhadap lintas sektor maupun swasta

Hasil sosialisasi dilaporkan kepada atasan langsung dan sektor terkait

5. Monitoring dan evaluasi

Pemantauan secara terus menerus terhadap hasil survalensi tempat

perindukan

Pembinaan teknis terhadap pemerintah (dinas kesehatan, puskesmas),

swasta, dan masyarakat

6. Peningkatan SDM

Menentukan jenis pelatihan yang sesuai dengan peserta yang dilatih

Melaksanakan pelatihan pengendalian vektor

Langkah-langkah kegiatan penanggulangan kasus demam berdarah dengue di

wilayah kerja Puskesmas meliputi penyelidikan epidemiologi (PE) yaitu pendarian

penderita atau tersangka DHF lainnya dan pemeriksaan jentik di rumah penderita

atau tersangka dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter (di rumah penderita dan

20 rumah sekitarnya) serta tempat-tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber

penularan. Dari hasil PE bila ditemukan penderita DHF lain atau ada jentik dan

penderita panas tanpa sebab yang jelas > 3 orang maka dilakukan penyuluhan

mengenai 3M, tindakan larvadisasi, pengasapan. Apabila tidak ditemukan maka

hanya dilakukan penyuluhan dan kegiatan 3M

Dalam hal pemberantasan vektor, langkah kegiatannya meliputi pemberantasan

sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DHF) dengan cara 3M dan

pemeriksaan jentik berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali tiap desa atau kelurahan

18

Page 19: pbl 26 anty

endemis pada 100 rumah atau bangunan yang dipilih secara acak yang merupakan

evaluasi hasil kegiatan PSN DHF yang telah dilakukan masyarakat. Kegiatan ini

harus ditunjang dengan pelaksanaan promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan

tentang penyakit demam berdarah dengue dan kegiatan evaluasi yang dilakukan

secara aktif yaitu melalui supervisi dan secara pasif melalui laporan hasil kegiatan.

c) Pemeriksaan jentik berkala di sekolah dan kelurahan

Pemeriksaan jentik berkala dilaksanakan di sekolah-sekolah dan kelurahan-

kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Pemeriksaan jentik berkala di

sekolah dilakukan oleh petugas UKS yang ada di sekolah-sekolah. Pemeriksaan

jentik berkala di kelurahan dilakukan oleh orang-orang yang bekerja di kantor

kelurahan.

d) Kunjungan rumah penderita DHF

Puskesmas melakukan kunjungan ke rumah-rumah penderita DHF untuk mengkaji

lebih lanjut masalah DHF yang ada di wilayah tersebut seperti melakukan

pemeriksaan terhadap anggota keluarga yang menderita DHF. Selain itu, petugas

kesehatan juga memeriksa 10 rumah yang ada di samping kiri, samping kanan,

depan, dan belakang dari rumah pasien. Apabila didaptkan kasus di antara rumah

yang diperiksa maka puskesmas akan melakukan fogging di daerah tersebut.8

e) Melakukan fogging

Melakukan fogging dengan malanthion untuk membunuh nyamuk dewasa setidak-

tidaknya 2 kali dengan jarak waktu 10 hari. Pengasapan hanya dilakukan bila di

lokasi ditemukan 3 kasus positif DHF dengan radius 100 meter (40 rumah) dan bila

di daerah tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk DHF.9 Misalnya di daerah yang

terkena wabah dan di daerah endemi DHF yang indeks kepadatan nyamuknya relatif

tinggi dengan cara pemantauan kepadatan populasi nyamuk. Pengukuran kepadatan

populasi nyamuk yang belum dewasa (stadium jentik) dilakukan dengan cara

pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam atau di luar rumah dari 100 rumah

yang terdapat di daerah pemeriksaan.9-10

f) Pemantauan dan pelaksanaan PSN di sekolah

Pemantauan dan pelaksanaan PSN di sekolah dilakukan oleh petugas UKS. Petugas

UKS akan membuat kartu dan mereka diberikan tugas untuk memeriksa jentik di

rumah masing-masing seminggu sekali. Apabila terdapat jentik di rumah, mereka

harus menulisnya di kartu yang dibagikan. Kartu tersebut dikumpulkan kepada

petugas UKS kemudian dibuat laporan kepada puskesmas setiap 3 bulan sekali

19

Page 20: pbl 26 anty

IV. Pengawasan

Metode pengawasan dibagi menjadi 2 macam yaitu:

a) Pengawasan langsung (dilakukan ketika ada kegiatan penanggulangan DHF).

Waktu pengawasan dilaksanakan ketika kegiatan berlangsung

b) Pengawasan tidak langsung (melalui laporan kegiatan)

Waktu pengawasan dilakukan setiap bulannya dari hasil laporan kegiatan.

Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan membuat mini lokakarya. Mini lokakarya ini

dilaksanakan dengan mempresentasikan semua hasil kegiatan Puskesmas. Monitoring

dan evaluasi dapat dilakukan setiap bulan, 3 bulan sekali, atau 6 bulan sekali. Evaluasi

bertujuan untuk membandingkan hasil yang ada dengan indikator yang ingin dicapai saat

perencanaan.10

Problem Solving Cycle (Siklus Pemecahan Masalah)Problem Solving Cycle (PSC) adalah serangkaian kegiatan terus

menerus dalam rangka pemecahan masalah. Metode ini sudah umum diginakan dalam pemecahaman masalah kesehatan. Beberapa langkah utama PSC adalah :

1. Identifikasi Masalah2. Perumusan Masalah3. Prioritas Masalah4. Identifikasi Faktor Penyebab Masalah5. Penetapan Penyebab Masalah6. Identikasi Alternatif Tindakan Pemecahan Masalah7. Pemilihan Tindakan Intervensi8. Plan Of Action (POA)9. Rencana Evaluasi Program dan Kegiatan

Ada yang merumuskan 7 langkah dan ada yang lebih dari 9 langkah, oleh karna beberapa langkah bisa disederhanakan ke dalam 1 tahapan dan ada yang bisa dirinci menjadi lebih detail. Jumlah tahapan PSC bukanlah hal yang prinsip. Yang menjadi prinsip dalam PSC adalah bahwa kegiatan disusun dan direncanakan didasari oleh masalah yang ditemukan di lokasi bersangkutan (data empirik), dan, hasil kegiatan dijadikan bahan perencanaan pada siklus berikutnya, damikian

20

Page 21: pbl 26 anty

seterusnya sehingga menjadi siklus tanpa henti. Uraian Ringkas tiap kegiatan adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi Masalah :Masalah adalah sesuatu yang tidak diinginkan. Perbedaan yang diinginkan dengan fakta yang terjadi. Sebuah kondisi yang seharusnya sudah terjadi, namun kenyataan belum terjadi. Atau target yang tidak tercapai bisa juga dijadikan sebuah masalah.Dalam pembangunan kesehatan, termasuk KB telah ditetapkan target kondisi yang diharapkan tercapai dalam jangka waktu tertentu. Jika hal tersebut tidak dapat dicapai maka akan timbul masalah baru atau akan dihadapi konsekwensi dari ketidak tercapaian tersebut.Idealnya masalah diidentifikasi dengan pengumpulan data primer di lapangan, namun bisa juga dilakukan dengan menganalisis data sekunder seperti laporan pelaksanaan kegiatan periode sebelumnya.Apabila dalam analisis masalah menggunakan data primer, maka yang didefinisikan sebagai masalah adalah variabel dependen dalam pengumpulan data tersebut.

2. Perumusan MasalahMasalah, dirumuskan dalam kalimat masalah (sesuatu yang negatif) dari variabel masalah itu sendiri. Perumusan masalah suatu kajian teoritis apakah daftar masalah tersebut memang suatu masalah yang memerlukan penanganan atau hanya sekedar efek samping dari suatu keadaan. Artinya prevalensi-prevalensi masalah yang didapatkan merupakan ukuran sampingan dari masalah lain yang apabila masalah lain tersebut ditangani makan secara otomatis akan terpecahkan juga. Jadi masalah yang seperti ini tidak membutuhkan penanganan khusus yang perlu direncakan pemecahannya.

3. Prioritas MasalahMemprioritaskan masalah adalah sebuah upaya untuk mengurutkan masalah menjadi sebuah daftar urutan penanganan masalah

21

Page 22: pbl 26 anty

tersebut. Pengurutan prioritas masalah akan menempatkan beberapa masalah dalam skala prioritas, seperti masalah utama dan masalah berikutnya sesuai urutan hasil analisis. Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam memprioritaskan masalah seperti Delphi, Delbec, metode Skoring atau Pembobotan, dan lain-lain. Dalam PSC di bidang kesehatan pertimbangan yang sangat lazim digunakan adalah

a. Luasnya masalah (banyaknya orang yang terkena), berkaitan dengan prevalensi.

b. Beratnya Masalah, berkaitan dengan akibat buruk yang ditimbulkan.

c. Technical Support, kertersediaan teknik pemecahand. Opportunity, peluang bisa dipecahkan (tingkat keberhasilan).

Masing-masing pertimbangan diberi bobot dari tertinggi sampai terendah. Berdasarkan 4 pertimbangan di atas, maka skoring didasarkan pada (1) Luasnya masalah, makin luas masalah atau semakin banyak orang yang menderita, dalam hal ini makin tinggi prevalensi maka makin tinggi skor. (2) Beratnya masalah, makin berat dampak yang dirasakan oleh masyarakat maka makin tinggi skor. (3) Technical Support, makin tersedia teknik pemecahan masalah di lokasi tempat masalah itu muncul maka makin tinggi skor. dan (4) Kesesuaian dengan profesi adalah karakteristik masalah yang diangkat diberi skor kedekatan dengan profesi yang akan memecahkan masalah. Setelah dilakukan pembobotan masing-masing masalah, kemudian dijumlahkan skor masing-masing masalah, dan kemudian ditetapkan prioritas masalah berdasarkan jumlah skor yang didapat. Masalah yang menjadi prioritas utama untuk dipecahkan adalah yang mendapat jumlah skor tertinggi dan seterusnya. Apabila ada jumlah skor yang sama untuk beberapa masalah, maka masalah tersebut menempati urutan yang sama untuk dipecahkan.Bagian akhir dari prioritas masalah akan didapatkan beberapa masalah yang akan ditangani lebih dahulu (misalnya 5 rangking

22

Page 23: pbl 26 anty

taratas). Pada langkah berikutnya, analisis penyebab masalah akan dilakukan terhadap variabel yang bermasalah saja yang akan dicarikan faktor penyebabnya.

4. Alternatif solusiAlternatif solusi dapat diketahui dengan metode brainstorming. Brainstorming merupakan teknik mengembangkan ide dalam waktu yang singkat yang digunakan untuk mengenali adanya masalah, baik yang telah terjadi maupun yang potensial terjadi, menyusun daftar masalah, menyusun alternatif pemecahan masalah, menetapkan kriteria untuk monitoring, mengembangkan kreativitas, dan menggambarkan aspek-aspek yang perlu dianalisis dari suatu pokok bahasan

5. Pelaksanaan solusi terpilihSolusi yang paling tepat dapat dipilih dengan menggunakan 2 cara yaitu teknik skoring dan non skoring. Pada teknik skoring dilakukan dengan memberikan nilai (skor) terhadap beberapa alternatif solusi yang menggunakan ukuran (parameter). Pada teknik non scoring alternative solusi didapatkan melalui diskusi kelompok

6. Evaluasi solusi yang dilaksanakana. Hasil yang dicapai sesuai dengan rencana (masalah

terpecahkan)b. Terdapat kesenjangan antara berbagai ketetapan dalam

rencana dengan hasil yang dicapai (tidak seluruh masalah teratasi)

c. Hasil yang dicapai lebih dari yang direncanakan (masalah lain ikut terpecahkan)

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan mayarakat dapat dilakukan dengan melakukan penyuluhan dan mengajak

masyarakat di sekitar tempat tinggal untuk menjadi pemantau jentik sendiri (self jumantik)

serta selalu bergotong royong menjaga kebersihan lingkungan dan rumah khususnya

melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DHF.

Jumantik merupakan singkatan dari Juru Pemantau Jentik. Dalam rangka pemberantasan

sarang nyamuk DHF, Departemen Kesehatan RI memunculkan gagasan tentang Jumantik.

23

Page 24: pbl 26 anty

Jumantik adalah orang-orang yang bertugas melakukan pemantauan secara rutin terhadap ada

atau tidaknya jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air di sekitar rumah. Setiap

orang pun bisa menjadi jumantik.

Selain itu, bagi pelajar bisa menjadi Wamantik (Siswa atau Mahasiswa Pemantau Jentik).

Tugas wamantik adalah melakukan pengamatan mengenai keberadaan jentik-jentik nyamuk

di lingkungan sendiri seperti kamar mandi di sekolah, di rumah, di tempat wisata, toilet

tempat umum, dan sebagainya.7

Kejadian Luar Biasa

Tujuh kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) menurut Permenkes 1501 tahun 2010 yaitu:

a) Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal

pada suatu daerah

b) Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama tiga kurun waktu dalm jam, hari,

atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya

c) Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan periode sebelumnya

dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya

d) Jumlah penderita baru dalam periode wakti satu bulan menunjukan kenaikan dua kali

atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun

sebelumnya

e) Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun menunjukan kenaikan

dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian sakit per bulan pada

tahun sebelumnya

f) Angka kematian kasus suatu penyakit (Case fatality rate) dalam satu kurun waktu

tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian

suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

g) Angka proporsi penyakit penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua

kali atau lebih daripada satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

Kesimpulan

Indonesia merupakan negara tropis dengan resiko kemungkinan terjadinya DBD cukup

tinggi. Menegakkan diagnosis serta tatalaksana infeksi dengue tidaklah mudah, untuk itu

perlu difahami perjalanan penyakit agar tercapai terapi yang rasional, dalam rangka

mengurangi mortalitas.Untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan pasien dirawat di rumah

sakit/sarana pelayanan kesehatan lainnya perlu dilakukan penataan penanganan pasien DBD

melalui pedoman tatalaksana pasien DBD di sarana pelayanan kesehatan. Diharapkan

24

Page 25: pbl 26 anty

pedoman ini dapat dipakai sebagai acuan oleh petugas kesehatan dalam melakukan DBD.

Pedoman ini perlu disosialisasikan ke semua petugas kesehatan sarana pelayanan kesehatan

dan dilakukan pemantauan serta evaluasi implementasi pedoman ini agar diperoeh hasil yang

maksimal dalam penanganan DBD

Daftar Pustaka

1. Tata laksana DBD. Diunduh dari www.depkes.go.id, 04 Juli 2015

2. Yuswulandary. Penyakit DBD. Edisi 2010. Diunduh dari www.usu.ac.id, 04 Juli 2015

3. Djaenudin N, Ridad A. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang diserang.

Jakarta: EGC; 2012.p.316-7.

4. Anies. Manajemen berbasis lingkungan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo;

2012.p.61-9.

5. Okti H. Demam berdarah dengue. Edisi ke-5. Yogyakarta: Kanisius; 2013.p.8.

6. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Parasitologi kedokteran. Dalam: Haedojo,

Zulhasril, penyunting. Pengendalian vektor. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2011.p.275-8.

7. Indonesia Departemen Kesehatan. Pedoman kerja puskesmas. Jilid ke-3. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI; 2011.p. G-24-5.

25

Page 26: pbl 26 anty

8. Budiman C. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC; 2009.p.34-6, 41-2, 165-6.

9. Genis G. Apa yang dokter anda tidak katakan tentang demam berdarah. Yogyakarta:

Bentang Pustaka; 2012.p.14-5.

10. Nyoman K. Manual pemberantasan penyakit menular. Edisi ke-7. Jakarta: Departemen

Kesehatan; 2000.p.200-5.

26