pbl 24 claudia- anemia hemolitik autoimun

Upload: girt-lamberth-robert-uniplaita

Post on 08-Mar-2016

243 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

24

TRANSCRIPT

Penyakit Anemia Hemolitik Autoimun dan PenatalaksanaannyaClaudia Zendha Papilaya 102011273 D6Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna Utara no. 6, Jakarta 11510 Email: [email protected]

PendahuluanAnemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Anemia secara fungsional didefenisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan.1Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar.oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia, tetapi harus ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Hal ini penting karena seringkali penyakit dasar tersebut tersembunyi, sehingga apabila hal ini dapat diungkap akan menuntun para klinisi ke arah penyakit berbahaya yang tersembunyi. Penentuan penyakit dasar jug penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut.1Pendekatan terhadap pasien anemia memerlukan pemahaman tentang patogenesis dan patofisiolgi anemia, serta ketrampilan dalam memilih, menganalisis serta merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.1

Kasus:Seorang wanita 25 tahun, datang dengan keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3 minggu ini, dan wajahnya terlihat agak pucat. Pasien tidak merasakan demam, mual muntah, BAK frekuensi serta wanrna dalam batas normal, dan BAK frekuensi, warna, konsistensi masih dalam batas normal.PembahasanAnemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Menurut kriteria WHO anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan kriteria WHO yang direvisi/ kriteria National Cancer Institute, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 14 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Kriteria ini digunakan untuk evaluasi anemia pada penderita dengan keganasan.1 Anemia merupakan tanda adanya penyakit. Anemia selalu merupakan keadaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita anemia.2

Penyebab Terdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia: Pendekatan kinetikPendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya Hb. Pendekatan morfologiPendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Meancorpuscular volume/MCV) dan respons retikulosit.

Pendekatan kinetikAnemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebihdari 3 mekanisme independen: Berkurangnya produksi sel darah merah Meningkatnya destruksi sel darah merah Kehilangan darah.

Berkurangnya produksi sel darah merahAnemia disebabkan karena kecepatan produksi sel darah merah lebih rendah dari destruksinya. Penyebab berkurangnya produksi sel darah merah: Kekurangan nutrisi: Fe, B12, atau folat; dapat disebabkan oleh kekurangan diet, malaborpsi(anemia pernisiosa, sprue) atau kehilangan darah (defi siensi Fe) Kelainan sumsum tulang (anemia aplastik,pure red cell aplasia, mielodisplasia, infl itrasi tumor) Supresi sumsum tulang (obat, kemoterapi,radiasi) Rendahnya trophic hormone untuk sti-mulasi produksi sel darah merah (eritro-poietin pada gagal ginjal, hormon tiroid [hipotiroidisme] dan androgen [hipogonadisme]) Anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya Fe yang efektif untuk eritropoiesis karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari ma-krofag, berkurangnya kadar eritropoietin (relatif ) dan sedikit berkurangnya masa hidup erirosit.

Peningkatan destruksi sel darah merahAnemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110-120 hari. Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20 hari.2

Pendekatan morfologiPenyebab anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah pada apusan darah tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai vo-lume 80-96 femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama dengan inti limfosit kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi disebut makrositik. Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut mikrositik. Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel jutaan sel darah merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka dispersi mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefi sien variasi volume sel darah merah atau RBC distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%. Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel.2

Anemia makrositikAnemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia makrositik dapat disebabkan oleh: Peningkatan retikulositPeningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkatan MCV Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defi siensi folat ataucobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine, hidroksiurea) Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut) Penggunaan alkohol: Penyakit hati, Hipotiroidisme.

Anemia mikrositikAnemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit.2 Dengan penurunan MCH ( mean concentration hemoglobin) dan MCV, akandidapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom: Berkurangnya Fe: anemia defisiensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defisiensi tembaga. Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dandidapat. Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.

Anemia normositikAnemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL).2 Keadaan ini dapat disebabkan oleh: Anemia pada penyakit ginjal kronik. Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik. Anemia hemolitik: Anemia hemolitik karena kelainan intrinsik sel darah merah: Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan hemoglobin (penyakit sickle cell). Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah merah: imun, autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik), alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati (purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan zat kimia (bisa ular).Anamnesis Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam dan luas keluhan utama pasien. Untuk membantu menegakkan diagnosis suatu penyakit atau kelainan pada pasien. Anamnesis dapat kita lakukan secara autoanamnesis atau alloanamnesis tentang identitas: anama, usia, pekerjaan, alamat tempat tinggal, dll. Keluhan utama: sejak kapan, sudah melakukan pengobatan atau belum, frekuensi sakitnya bagaimana, dll. Riwayat penyakit sekarang (RPS): tanyakan adakah keluhan yang lainnya, apakah sedang menderita penyakit infeksi lain seperti hipertensi, diabetes melitus, hepatitis, gangguan ginjal, alergi, asma, TBC, penyakit saraf dan gangguan kejiwaan dll, adakah sedang melakukan pengobatan kemoterapi atau tidak, apakah sedang mendapat tranfusi darah atau tidak, bagaimana siklus haidnya, sedang mengkonsumsi obat-obat imunosupresan atau tidak. Riwayat penyakit dahulu (RPD): apakah sudah pernah mengalami sakit yang sama, adakah sakit yang berat dan pernah di rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama, sudah pernah melakukan kemoterapi atau tidak, sudah pernah melakukan atau mendapat tranfusi darah atau tidak, pernah mengalami perdarahan atau trauma dll. Riwayat penyakit keluarga (RPK): pada anggota keluarga apakah sedang mendrita sakit juga atau tidak, atau pernah mengalami sakit yang sama dll. Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya.3Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik dapat kita lakukan dengan Inspeksi ( melihat): bagaimana keadaan umum pasien yaitu kesadarannya apakah compos mentis, somnolen, apatis, delirium dan koma. Melihat keadaan kulit dan kedua sklera berwarna kuning atau tidak. Kemudian lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital untuk tekan darah, frekuensi nadi dan pernapasan, suhu dan lain-lainnya dapat di lihat lagi adanya takikardia, dispnea, hipoksia, hipovolemi. Pucat: sensitivitas dan spesifisitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%. Ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit dideteksi di ruangan dengan cahaya lampu artifi sial. Pada penelitian 62 tenaga medis, ikterus ditemukan pada 58% penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68% penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL. penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia. Lidah licin (atrofi papil) pada anemia defisiensi Fe. Limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri tulang dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infi ltratif (seperti pada leukemia mielositik kronik), lesi litik ( pada mieloma multipel atau metastasis kanker). Petekhie, ekimosis, itu perdarahan lain.Palpasi (merabah): Lakukan palpasi pada setiap kuadran abdomen secara berurutan, awalnya tanpa penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak terdapat area nyeri yang diderita atau diketahui). Kemudian, lakukan palpasi secara khusus terhadap beberapa organ seperti hati, lien, limpa dan lain-lain.Perkusi (mengetuk): Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).3Pada kasus di atas : TTV dalam batas normal. Pemeriksaan Lien: lien teraba pada shufner 1,2.Pemeriksaan Penunjang1. Complete blood count (CBC) CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak automated blood counter, didapatkan parameter RDW (red cell distribution width) yang menggambarkan variasi ukuran sel.22. Pemeriksaan morfologi hapusan darah tepi hapusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik karena beberapa kelainan darah tidak dapat dideteksi hanya dengan automated blood counter.3. Sel darah merah berinti (normoblas) Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, talasemia,anemia hemolitik lain) 4. Hipersegmentasi neutrofilHipersegmentasi neutrofil merupakan abnormalitas yang ditandai dengan lebih dari 5% neutrofil berlobus >5 dan atau 1 atau lebih neutrofil belobus >6. Adanya hipersegmenntasi neutrofil dengan makrositik berhubungan dengan gangguan sintesis DNA (def vitamin 12 dan asam folat).

5. Hitung retikulositRetikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi, atau reticulocyte production index.26. Jumlah leukosit dan hitung jenisAdanya leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau infi ltrasi sum- sum tulang, hipersplenisme atau defi siensi B12 atau asam folat. Adanya leukositosis dapat menunjukkan adanya infeksi, infl amasi atau keganasan hematologi.7. Pemeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi pada eritrosit ada dua yaitu : direk antiglobulin tes ( direct coombs test): test ini di lakukan dengan cara di cuci sel eritrosit pasien dari protein-protein yang melekat setelah itu di reaksikan dengan antiserum atau antibodi monoclonal terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi kompleme, terutama IgG dan C3d. Dan bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3d maka akan terjadi aglutinasi. Indirek antiglobulin tes ( indirec coombs test): untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum. Jadi serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar dalam serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinya aglutinasi.1Pada kasus di atas hasil pemeriksaan penunjang: HB: 9,5, HT:30, leukosit 8900, hitung sel retikulosit: 6%, trombosit 230, MCV 82, MCH34, MCHC 30.

Diagnosis Banding1. Defisiensi G6PDEtiologi dan Epidemiologiada 2 faktor yang bisa mengakibatkan seseorang mengalami defesiensi enzim G6PD (glukosa 6 fosfat dehidrogenase) yaitu: 1. Kekurangan jumlah molekul enzim G6PD. 2. Kekurangan aktivitas enzim G6PD. Defisiensi enzim ini sering mengakibatkan hemolisis. Enzim ini dikode oleh gen yang terletak dikromosom X sehingga defisiensi G6PD lebih sering mengenai laki-laki. Pada perempuan biasanya carrier dan asimtomatik. G6PD normal disebut tipe B. Diantara varian G6PD yang bermakna secara klinis adalah tipe A-. Tipe ini terutama di temukan pada orang keturunan Afrika.1Manifestasi KlinisAktivitas G6PD yang normal menurun -50% pada waktu umur eritrosit mencapai 120 hari. Pada tipe A- penurunan ini terjadi sedikit lebih cepat dan lebih cepat lagi pada varian mediteranian. Meskipun umur eritrosit pada tipe A- lebih pendek namun tidak menimbulkan anemia kecuali bila terpajan dengan infeksi virus dan bakteri disamping obat-obatan atau toksin yang berperan sebagai oksidan yang mengakibatkan hemolisis. Obat-obatan yang mengakibatkan hemolisis pada pasein dengan def G6PD adalah asetanilid, fuzolidon, isobutil nitrit, metilen blue, asam nalidiksat, naftalen, niridasol, primakuin, pamakuin, dapso, sulfasetamid, sulfametoksazol, sulfapiridin, vit K.Hemolisis Akut terjadi beberapa jam setelah terpajan dengan oksidan, diikuti oleh hemoglinuria, dan kolaps pembuluh darah perifer pada kasus yang berat. Hemolisis biasanya self-limited karena yang mengalami destruksi hanya populasi eritrosit yang tua saja. Pada tipe A- massa eritrosit menurun hanya 25-30%. Ketika hemolisis akut, hematokrit turun cepat diiringi oleh peningkatan hemoglobin dan bilirubin tak terkonyugasi dan penurunan haptoglobin. Hemoglobin mengalami oksidasi dan membentuk Heinz Bodies yang tampak pada pewarnaan supravital dengan violet kristal. Heinz Bodies tampak pada hari pertama atau sampai ketika bada inklusi ini sipa dikeluarkan oleh limpa sehingga membentuk bite cells. Mungkin juga ditemukan beberapa sferosit. Sebagian kecil pasien defisiensi G6PD ada yan sensitif dengan fava beans (buncis) dan dapat mengakibatkan krisis hemolisis fulminan setelah terpajan.1Diagnosis Diagnosis defisiensi G6PD dipikirkan jika ada episode hemolisis akut pada laki-laki keturunan Afrika atau mediteranian. Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang kemungkinan terpajan dengan zat-zat oksidan, misalnya obat atau zat yang telah disebutkan diatas. Pemeriksaan aktivitas enzim mungkin false negatif jika eritrosit tua def G6PD telah lisis.oleh karena itu pemeriksaan aktivitas enzim perlu diulang dua sampai tiga bulan kemudian ada sel-sel tua.1Terapi Pada pasien denga def G6PD tipe A-, hemolisis terjadi self-limited sehingga tidak perlu terapi khusus kecuali terapi untuk infeksi dan menghindari obat-obatan atau zat yang mempresipitasi hemolisis serta mempertahankan aliran ginjal yang adekuat karena adanya hemoglobulinuria saat hemolisi akut. Pada hemolisi berat, yang bias terjadi pada varian mediteranian, mungkin diperlukan transfusi darah.Yang terpenting adalah pencegahan episode hemolisis dengan cara mengobati infeksi dengan segera dan memperhatikan risiko penggunaan obat-obatan, zat oksidan dan fava beans. Khusus untuk orang afrika atau mediteranian sebaiknya sebelum zat anti oksidan harus dilakukan skrining untuk mengatahui ada tidaknya defisiensi G6PD.1

2. Anemia Sickle CellEtiolgi dan epidemiologiHemoglobinopati ini disebabkan oleh adanya asam amino valin dan bukan asam glutamat pada posisi 6 dari rantai hemoglobolin. Hemoglobolin ini dinamakan dengan hemoglobolin S (Hbs), karena ketika mengalami deoksih=genasi, hemoglobin tersebut akan menimbulkan poli merisasi dan distrosi membran sel darah merah menjadi bentuk sel sabit (sickle). Hbs ini sangat prevalen pada populasi kulit hitam Afrika tetapi juga ditemukan pada banyak kawasan lainnya. Anemia sickle cell ini hanya terjadi pada orang-orang yang homozigot untuk gen Hbs, atau dengan kata lain ketika sel darah merahnya mengandung Hbs. Pada orang-orang yang heterozigot untuk Hbs sel darah merahnya mengandung Hbs (50%) maupun HbA (50%). Orang-orang seperti ini dikatakan memiliki trait sickle cell. Mereka bertindak sebagai karier untuk gen yang abnormal tetapi tidak menderita anemia hemolitik. Orang-orang dengan trait sickle cell memiliki resistensi yang tinggi terhadap penyakit malaria tipe falsiparum.4Manifestasi klinisMorfologi yang abnormal membuat sel-sel sabit atau sickle cells bukan hanya cenderung mengalami hemolisis tetapi juga memiliki kecenderungan untuk menimbulkan obstruksi kapiler sehingga terjadi hipoksia lokal jaringan yang selanjutnya akan menyebabkan deoksigenasi hemoglobin dan dengan demikian menimbulkan proses sickling lebih lanjut. Lingkaran setan ini mengakibatkan peningkatan obstruksi mikroskopis dengan daerah-daerah infark yang luas pada berbagai organ. Lingkungan yang hipertonik dan asam pada medula renalis khususnya cenderung mmengalami sickling dan infark. Anemia tipe ini ditandai oleh bukti anemia hemolitik dengan serangan rekuren fenomena vasooklusi yang dinamakan krisis nyeri pada berbagai bagian tubuh seperti abdomen dada, punggung dan lain-lain.4Terapi Pemberian hidroksiurea 10-30 mg/kg per hari PO meningkatkan kadar HbF dan mencegah terbentuknya sickle cell, infeksi diobati secara dini, dan diberikan suplemen asam folat; krisis nyeri diterapi dengan oksigen, analgetik (opioid), hidrasi, dan hipertransfusi; transpalntasi sum-sum tulang alogenik dipertimbangkan pada penderita dengan peningkatan frekuensi serangan krisis.5

Diagnosis KerjaAnemia Hemolitik AutoimunAnemia hemolitik imun merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibodi terhadap sel-sel erotrosit terhadap selsel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.

EtiologiEtiologi pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas, kemungkinan terjadi karena gangguan central tolerance, dan gangguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif residual.Epidemiologi Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, dimana autoantobodi bereaksi secara optimal pada suhu 370C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat ini juga akan disertai penyakit lain. Pada AIHA idiopatik splenomegali terjadi 50-60%, hepatomegali terjadi pada 30%, dan limfadenopati terjadi pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi.

Pattofisiologi Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibpdi ini melalui aktivitasi sistem komplemen, aktifasi mekanisme seluler atau kombinasi keduanya.1. Aktifasi sistem komplemen. Secara keseluruhan aktifasi komplemen akan menyebabkan hancurnya membran sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskuler yang ditandai dengan hemoglobulinemia dan hemoglobuniuri.sistem komplemen aka diaktifkan oleh jalur klasik ataupun jalur alternatif. Antibodi- antibodi yang memiliki keampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM, IgG1, IgG2, IgG3. IGM disebut sebagai aglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu dibawah suhu tubuh.antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh.1a. Aktifasi komplemen jalur klasik. Reaksi diawali dengan aktifasi C1 suatu recognition unit. C1akan berikatan dengan kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur klasik. Fragmen C1 akan mengaktifkan C4 dan C2 menjadi suatu C4b,2b (dikenal dengan C3-convertase). C4b, 2b akan memecah C3 menajdi fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami perubahan konfarmationall sehingga mampu berikatan secara kovalen dengan partikel yang mengaktifkan komplemen (sel darah merah berlabel antibodi). C3 juga akan membelah menjadi C3d,g, dan C3c. C3d dan C3g akan tetap beriktan pada membran sel darah merah dan merupakan produk final aktivasi C3. C3d akan membentuk kompleks dengan C4b2b menjadi C4b2b3b (C5 convertase). C5 convertase akan memecah C5 menjadi C5a (anafilaktosis) dan C5b yang berperan dalam kompleks penghancuran membran. Kompleks penghancuran membran terdiri dari molekul C5b, C6, C7, C8 dan beberapa molekul C9. Kompleks ini akan menyusup ke dalam membran sel sebagai suatu alur transmembran sehingga permeabilitas membran normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk kedalam sel sehingga sel membengkak dan ruptur.b. Aktifasi komplemen jalur alternatif yaitu. Aktifator jalur alternatif akan mengaktifkan C3 dan C3b yang terjadi akan berikatan dengan sel darah merah. Faktor B kemudian akan melekat pada C3b, dan oleh D faktor B dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu protease serin, dan tetap melekat pada C3b. Ikatan C3bBb selanjutnya akan memecah molekul C3 menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan C3b dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5b yang akan berperan dam penghancuran membran. 2. Aktifasi selular yang menyebabkan hemolisis ekstravaskuler yaitu: jika sel darah disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan dengan komponen komplemen namun tidak terjadi aktifasi komplemen lebih lanjut, maka sel darah merah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses immune adherence ini sangatlah penting bagi perusakan sel eritosit yang diperantarai sel. Immuneadherence, terutama yang diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan fagositosi.Diagnosis Pemeriksaan untuk mendeteksi autoantibodi pada eritrosit ada dua yaitu : direk antiglobulin tes ( direct coombs test): test ini di lakukan dengan cara di cuci sel eritrosit pasien dari protein-protein yang melekat setelah itu di reaksikan dengan antiserum atau antibodi monoclonal terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi kompleme, terutama IgG dan C3d. Dan bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3d maka akan terjadi aglutinasi. Indirek antiglobulin tes ( indirec coombs test): untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum. Jadi serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar dalam serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinya aglutinasi.Gejala klinis Dengan gejala yang dirasakan oleh penderita AIHA adalah gejala umum anemia (lemah, letih, lesu), seringkali disertai demam dan jaundice (sakit kuning). Urin berwarna gelap sering ditemukan. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan tanda-tanda jaundice, pembesaran limpa, pembesaran hati, dan pembesaran kelenjar getah bening. Hemolisis yang berkelanjutan bisa menyebabkan batu empedu yang berpigmen, dimana batu empedu berwarna gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah. Jika pasien memiliki kelainan lain seperti SLE atau leukemia limfositik kronik, dijumpai juga gambaran penyaki-penyakit tersebut.

Pemeriksaan laboratorium Gambaran hasil pemeriksaan seperti: DL (darah lengkap) dan hapusan darah. Dari DL bisa dilihat adanya penurunan Hb (anemia) dan hematokrit. Penurunan Hb biasanya berat dengan kadar kurang dari 7 g/dl. Kadar trombosit dan leukosit biasanya masih normal. Bisa juga didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Pada hapusan darah dapat ditemukan bentukan eritrosit yang bervariasi (poikilositosis), sferosit, polikromasi dan kadang autoaglutinasi. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan bilirubin indirek dan peningkatan kadar LDH. Sedangkan pada urinalisis bisa ditemukan hemoglobinuria. Hasil pemeriksaan tes coombs direk positif bila terdapat sel eritrosit yang dilapisi oleh IgG, IgG dan komplemen atau IgA. Jarang sekali disebabkan oleh eritrosit yang dilapisi oleh IgM. Pada beberapa kasus kita dapat jumpai autoantibodi dari sistem Rhesus (anti c, anti e), antibodi pada permukaan eritrosit dan antibodi bebas dalam plasma. Pemeriksaan terhadap antibodi ini yang terbaik dilakukan pada suhu 370C untuk tipe hangat sedangkan tipe dingin pada suhu 40C.5

Klasifikasi a. Anemia Hemolitik Autoimun tipe Hangat Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, dimana autoantobodi bereaksi secara optimal pada suhu 370C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat ini juga akan disertai penyakit lain.1Pada anemia hemolitik yang tipe hangat akan memperlihatkan gejala dan tanda seperti: onset penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan, ikterik, dan demam. Untuk beberapa kasus terjadi perjalanan penyakit secara mendadak, disertai nyeri abdomen, dan anemia berat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuria. Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik splenomegali terjadi 50-60%, hepatomegali terjadi pada 30%, dan limfadenopati terjadi pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi.1Laboratorium dapat terlihat sebagai berikut: hemoglobin (Hb) sering dijumpai di bawah 7g/dL. Pemeriksaan Coomb direk akan positif. Autoantibodi tipe hangat ini biasanya ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel eritrosit. Autoantibodi ini berasal dari golongan IgG dan bereaksi dengan semua sel eritosit normal. Autoantobodi tipe hangat ini dapat bereaksi dengan antigen pada sel eritrosit pasien sendiri, yaitu dengan antigen Rh.1Pengobatannya yaitu: kortikosteroid 1-1,5mg/kg BB/hari. Dalam 2 minggu sebagian besar akan menunjukan respon klinis yang baik. Hematokrit (Ht) akan meningkat, tes coombs direk positif lemah, indirek akan negatif. Nilai normal dan stabil akan dicapai pada hari ke-30 sampai hari ke-90. Bila ada tanda respon terhadap steroid, dosis harus diturunkan tiap minggu sampai mencapai dosis 10-20mg/hari. Terapi steroid dosis < 30mg/hari dapat diberikan secara selang sehari. Beberapa pasien akan memerlukan terapi rumatan dengan steroid dosis rendah, namun bila dosis perhari melebihi 15mg/hari untuk mempertahankan kadar Ht, maka perlu segera mempertimbangkan terapi dengan modalitas lain. Dapat dilakukan splenektomi untuk menghilangkan tempat utama penghancuran sel darah merah tersebut. Ban bila dengan steroid tidak adekuat atau tidak bisa di tapering dosis selama 3 bulan. Dengan menggunakan obat imunosupresi seperti: azatioporin 50-200mg/hari (80mg/m2) dan siklofosfamid 50-150mg/hari (60mg/m2). Obat-obat lain yang dapat digunakan yaitu: mycophenolate mofetil 500mg/hari sampai 1000mg/hari dilaporkan memberikan hasil yang bagus pada AIHA yang refrakter. Rituximab dan alemtuzumab juga memberikan respon yang cukup menggembirakan sebagai salvage therapy. Dosis rituximab 100mg/hari selama 4 minggu. Terapi untuk dilakukan tranfusi jika pada kondisi yang mengancam jiwa pasien sambil menunggu steroid dan imonoglobulin untuk bereferkyaitu dengan Hb yang kurang dari 3g/dL. b. Anemia Hemolitik Autoimun tipe DinginPada yang tipe dingin terjadi hemolisis yaitu aglutinin dingin dan antibodi Donath-Lanstainer. Kelainan ini secara karakteristik memiliki aglutinin dingin IgM monoklonal. Spesifitas aglutinin dingin adalah terhadap antigen I/i. Sebagian besar IgM yang mempunyai spesifitas terhadap anti-I memiliki VH4-34. Pada umumnya aglutinin tipe dingin ini terdapat pada titer yang sangat rendah dan titer ini akan meningkat pesat pada fase penyembuhan infeksi. Dimana antigen I/i ini bertugas sebagai reseptor mikoplasma yang akan menyebabkan perubahan presentasi antigen dan menyebabkan produksi autoantibodi. Pada limfoma sel B, aglutinin ini dihasilkan oleh sel limfoma. Aglutinin tipe dingin ini akan berikatan dengan sel dara merah dan terjadi lisis langsung dan fagositosis.1Pasien akan memberikan gejala klinik seperti: sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik. Anemia biasanya ringan saja dengan Hb, 9-12 g/dL. Sering didapatkan akrosianosis dan plenomegali.1Pada laobatoriumnya: anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes coobs akan positif. Anti-I, Pr, anti-M atau anti-P. Pengobatannya yaitu: menghindari suhu dingin yang dapat memicu terjadinya hemolisis sel darah. Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu. Obat chlorambucil 2-4 mg/hari. Plasmafaresis untuk mengurangi IgM secara teorotis bisa mengurangi hemolisis, namun secara praktek ini susah untuk dilakukan.1c. Paroxymal cold hemoglobinuria ini adalah penyakit anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi secara masif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Katanya penyakit ini dulunya sering ditemukan karena berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi yang ektrim autoantibodi Donath-Landsteiner dan protei komplemen berikatan pada sel darah merah. Pada saat suhu kembali ke 370C terjadilah lisis karena propagasi pada protein-protein komplemen yang lainnya. Pasien akan memberikan gambaran klinis yaitu: dengan AIHA 2-5%, hemolisis paroksimal disertai mengigil, panas, mielgia, sakit kepala, hemoglubinuria berlangsung beberap jam. Sering disertai urtikaria. Laboratorium seperti: hemoglobinuria, sferositosis, eritrofagositos, tes coombs positif, antibodi Donath-Landsteiner terdisosiasi dari sel darah merah. Dengan prognosis dan survivalnya, pengobatan penyakit yang mendasarinya akan memperbaiki prognosisnya. Terapi: Pengobatan dengan menghindari faktor pencetus. Terus dengan obat gunakan glukokortikoid dan plenektomi dikatakan tidak begitu memberi manfaat.

d. Anemia Hemolitik Imun diinduksi ObatAda beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolisis karena obat, yaitu : hapten/penyerapan obat yang melibatkan antibodi tergantung obat, pembentukan kompleks ternary (mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander), induksi autoantibodi yang bereaksi dengan eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta oksidasi hemoglobulin. Penyerapan atau absorbsi obat protein nonimunologis terkait obat akan menyebabkan tes Coombs positif tanpa kerusakan eritrosit.1Pada mekanisme hapten atau absorbsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat. Antibodi terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan eritrosit. Eritrosit yang teropsonisasi oleh obat tersebut akan dirusak limpa. Antibodi ini bila dipisahkan dari eritrosit hanya akan bereaksi dengan reagen yang mengandung eritrosit berlapis obat yang sama (misal penisislin).Mekanisme pembentukan kompleks ternary melibatkan obat atau metabolit obat, tempat ikatan obat permukaan sel target, antibodi, dan aktivasi komplemen. Antibodi melekat pada neoantigen yang terdiri dari ikatan obat dan eritrosit. Ikatan obat dan sel target tersebut lemah, dan antibodi akan membuat stabil dengan melekatkan pada obat ataupun mebran eritrosit. Beberapa antibodi tersebut memiliki spesifisitas terhadap antigen golongan darah tertentu seperti Rh, Kell, Kidd atau I/i. pemeriksaan Coombs biasanya positif. Setelah aktivasi komplemen terjadi pada hemolisis akibat obat kinin, kuinidin, sulfonamid, sulfonilurea, dan tiazid. Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosit autolog, seperti metildopa. Metildopa yang bersirkulasi dalam plasma akan menginduksi auto antibodi spesifik terhadap antigenRh pada permukaan sel darah merah. Jadi yang melekat pada permukaan sel darah merah adalah autoantibodi, obat tidak melekat. Mekanisme bagaimana induksi formasi autoantibodi ini tidak diketahui. Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatif. Oleh karena hemoglobin mengikat oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis karena proses oksidasi adalah dengan ditemukannya methamoglobin, sulfhemoglobin, dan heinz bodies, blister cell, bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yang menyebabkan hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin, phenazopyridin, aminosalicylic acid. Pasien yang mendapatkan terapi sefalosporin biasanya Coombs test positif karena absrobsi nonimunologis, immunoglobulin, komplemen, albumin, fibrinogen dan plasma protein lain pada membran eritrosit. Pada gambaran klinis, riwayat pemakaian obat tertentu positif (+). Pasien yang timbul hemolisis melalui mekanisme hapten atau autoantibodi biasanya bermanifestasi sebagai hemolisis ringan sampai dengan sedang. Bila kompleks ternary yang berperan maka akan terjadi secara berat, mendadak dan disertai gagal ginjal. Bila pasien pernah terpapar obat tersebut, maka hemolisis sudah dapat terjadi pada pajanan dosis tunggal.1Laboratorium: Anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes Coombs positif, leukopenia, trombositopenia, hemoglobulinemia, hemoglobulinuria sering terjadi pada hemolisis yang diperantarai komplkes ternary. 1Terapi: dengan menghentikan pemakaian oabat yang menjadi pmicu, hemolisis dapatdikurangi. Kortikostreoid dan tranfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat.1Komplikasi dan prognosis Anemia hemolitik autoimun tipe hangat: prognosis serta survival dari pasien akan sangat kecil untuk mengalami penyembuhan secara komplit dan sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun terkendali. Dengan survival 10 tahun berkisar 70%. Dan selama itu pasien dapat mengalami berbagai penyakit seperti: anemia, DVT, emboli pulmo, infrak lien, dan penyakit kardiovaskuler selama penyakit aktif. Mortalitasnya selama 5-10 tahun ituAnemia hemolitik tipe dingin: prognosis dan survival dikatakan bahwa pasien dengan sindrom kronik akan memiliki survival yang baik dan cukup stabil. Paroxymal cold hemoglobinuri: prognosis dan survival dikatakan bahwa pasien dengan sindrom kronik akan memiliki survival yang baik dan cukup stabil.

Kesimpulan Pasien wanita berusia 25 tahun dengan keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3 minggu ini dengan wajah yang terlihat pucat diduga menderita anemia hemolitik. Anemia hemolitik disebabkan oleh memendeknya masa hidup sel darah merah. Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh cacat pada sel darah merah, biasanya herediter, atau kelainan pada lingkungan, biasanya kelainan didapat. Untuk lebih memastikan penyebab anemia hemolitik wanita tersebut, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.