pba langsung di print

23
PROSPEK TANAMAN KARET DI INDONESIA Oleh : Fajar Munichputranto F34090011 Reni Suparwati F34090066 Roberto Danielli F34090124 2010 Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Upload: fajarmunich

Post on 26-Jun-2015

168 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PBA Langsung Di Print

PROSPEK TANAMAN KARET DI

INDONESIA

Oleh :

Fajar Munichputranto F34090011

Reni Suparwati F34090066

Roberto Danielli F34090124

2010

Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Bogor

KATA PENGANTAR

Page 2: PBA Langsung Di Print

Segala puji bagi Tuhan yang telah melimpahkan segala rahmat Nya sehingga

makalah yang bertajuk Prospek Tanaman Karet di Indonesia ini dapat diselesaikan

tepat waktu. Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Titi yang telah mengajar kami

dalam mata kuliah Pengetahuan Bahan Agroindustri sehingga kami dapat lebih

mengerti mengenai bahan-bahan untuk dijadikan bahan baku industri. Tak lupa rasa

terima kasih kami ucapkan kepada teman – teman dan kakak - kakak yang telah

membantu kami selama ini dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap

produk pertanian khususnya bahan karet alam. Kami menyadari dalam penyusunan

makalah ini terdapat banyak kekurangan baik yang disengaja maupun yang tidak

disengaja, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan

dari para pembaca.

BAB 1

Page 3: PBA Langsung Di Print

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris,sehingga produk – produk pertanian

menjadi aset yang sangat penting bagi masyarakatnya. Salah satu produk andalan

Indonesia beberapa tahun terakhir ini adalah karet. Karet alam merupakan salah satu

hasil pertanian yang penting pada saat ini, karena memegang peranan dalam

menunjang perekonomian negara dan meningkatkan taraf hidup manusia. Karet

berguna dalam bidang komunikasi, pengangkutan, industri, alat rumah tangga, dan

lain-lain.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara penghasil

karet terbesar kedua setelah Malaysia. Perkebunan karet di Indonesia mengalami

perkembangan seiring naiknya permintaan karet dunia dan ledakan harga yang terjadi

pada karet. Pemeliharaan karet yang relatif mudah membuat rakyat memiliki

kepercayaan terhadap cerahnya masa depan perkebunan karet. Namun sangat

disayangkan sebagai negara penghasil karet terbesar, Indonesia belum mampu

mengolah bahan baku karet menjadi bahan jadi secara maksimal.

B.Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul prospek tanaman karet di

Indonesia adalah sebagai salah satu tugas mata kuliah Pengetahuan Bahan

Agroindustri serta sebagai salah satu cara untuk mengetahui lebih dalam lagi

mengenai tanaman karet di Indonesia pada khususnya.

C.Output

Page 4: PBA Langsung Di Print

1. Potensi bahan 5 tahun terakhir

2. Karakteristik bahan

3. Sifat fisiko - kimia bahan

4. Standar mutu bahan baku untuk industri

5. Pohon industri

BAB II

Page 5: PBA Langsung Di Print

METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka

mengenai tanaman karet dari buku-buku literatur serta internet.

BAB III

Page 6: PBA Langsung Di Print

HASIL PEMBAHASAN

1. Data Potensi Bahan 5 tahun terakhir

Tabel 1. Perkembangan Ekspor Karet Alam Menurut Jenis (ribu ton)

Jenis Mutu 2002 2003 2004 2005 2006 Rataa

n

Proporsi

(%)

Lateks Pekat 8,6 12,5 11,7 4,0 7,9 8,9 0,48

RSS 44,2 46,2 145,9 334,1 320,

1

178,1 9,59

Total SIR 1437,

1

1589,

4

1684,

9

1674,

7

1959 1669,0 89,93

SIR 5 1,8 74,4 116,1 64,8 - - -

SIR 10 6,.6 59,8 32,2 3,4 - - -

SIR 20 1318,

6

1332,

3

1524,

4

1605,

9

- - -

SIR lain 25 122,8 12,1 0,5 - - -

Lain-lain 7,4 12,8 31,6 10,5 - - -

Total 1497,

3

1660,

9

1874,

1

2023,

3

2287 1856 100

Sumber: ww.kdei-taipei.org

International Rubber Study Group menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 5

tahun terakhir konsumsi karet alam di dalam negeri meningkat sekitar 10,98% per

tahun. Peningkatan secara global meningkat dengan kisaran 4,72% per tahun. Adanya

peningkatan harga minyak bumi menimbulkan dampak yang menguntungkan bagi

Page 7: PBA Langsung Di Print

karet alam. Hal ini disebabkan harga karet sintetis yang berbahan baku berasal dari

fraksi minyak bumi ikut meningkat tajam, sehingga karet alam menjadi alternatif

yang diminati.

Peluang untuk pengembangan usaha agribisnis karet cukup terbuka pada hampir

semua subsistem, baik pada subsistem agribisnis hulu (on farm), maupun subsistem

hilir (off farm). Selain itu agribisnis karet di Indonesia memiliki keunggulan

komparatif (comparative advantage) yang berpotensi untuk ditingkatkan menjadi

keunggulan bersaing (competitive advantage). Besarnya potensi sumberdaya yang

dimiliki Indonesia, seperti sumberdaya alam (lahan dan iklim yang sesuai), teknologi,

tenaga ahli, serta plasma nutfah bahan tanaman yang cukup memadai akan

meningkatkan peluang tersebut. Dengan didukung oleh sistem dan akan

meningkatkan peluang tersebut.

Pengembangan industri karet alam terangkum dalam sasaran jangka panjang

yang dilaksanakan mulai 2006-2025 yaitu:

Produksi karet Indonesia akan mencapai 3,8-4 juta ton dan menjadi produsen

utama karet alam dunia. Dari produksi tersebut 25% diserap oleh industri di

dalam negeri dan 75% untuk ekspor.

Produktivitas rata-rata kebun karet akan meningkat menjadi 1.200- 1.500

kg/ha. dan hasil kayu karet minimal 300 m3/ha/siklus.

Jenis bahan tanam yang digunakan minimal 85% klon karet unggul penghasil

lateks dan kayu.

Pendapatan petani pekebun akan mencapai US$ 2.000/KK.

Pendapatan ini terkait juga dengan harga yang diterima petani yaitu minimal

80% dari harga FOB, petani mempunyai saham di unit pengolahan karet serta

pendapatan dari diversifikasi usaha termasuk hasil kayu karet.

Berkembangnya industri hilir berbasis karet alam dan industri pengolahan

kayu karet.

Page 8: PBA Langsung Di Print

Sementara itu pemerintah juga mencanangkan sasaran jangka pendek yang

ditetapkan sejak 2006 yang lalu dan berakhir pada tahun 2010. Sasaran jangka pendek

yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Produksi karet Indonesia akan tumbuh dan mencapai target minimal 2,5 juta

ton dari produksi tersebut 15% akan digunakan di dalam negeri dan 85%

untuk ekspor.

Produktivitas rata-rata karet akan meningkat menjadi minimal 1.000kg/ha,

dari semula 700-800 kg/ha.

Jenis bahan tanam yang digunakan minimal 55% klon karet unggul penghasil

lateks dan kayu.

Pendapatan petani pekebun akan mencapai US$ 1.500/KK. Pendapatan ini

terkait juga dengan harga yang diterima petani yaitu minimal 75% dari harga

FOB dan petani mempunyai saham di unit pengolahan karet serta pendapatan

dari diversifikasi usaha termasuk hasil kayu karet.

Berkembangnya industri hilir berbasis karet alam nasional dan industri

pengolahan kayu karet di sentra-sentra penghasil karet seperti Sumatera Utara,

Sumatera Selatan, Riau, Jambi, dan Kalimantan Barat.

2. Karakteristik Bahan

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup

besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Batang tanaman ini mengandung

getah yang dikenal dengan nama lateks. Kelebihan karet alam dibandingkan dengan

karet sintetis adalah memiliki daya elastisitas yang sempurna, memiliki plastisitas

yang baik sehingga pengolahannya mudah,mempunyai daya aus yang tinggi, tidak

mudah panas, dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan.

3. Sifat Fisiko – Kima Bahan

Page 9: PBA Langsung Di Print

Kandungan yang terdapat pada lateks antara lain polimer hidrokarbon, abu,

nitrogen, zat atsiri, serta kotoran. Karet adalah polimer dari satuan isoprena

(politerpena) yang tersusun dari 5000 hingga 10.000 satuan dalam rantai tanpa

cabang. Diduga kuat, tiga ikatan pertama bersifat trans dan selanjutnya cis. Senyawa

ini terkandung pada lateks pohon penghasilnya. Pada suhu normal, karet tidak

berbentuk (amorf). Pada suhu rendah ia akan mengkristal. Dengan meningkatnya

suhu, karet akan mengembang, searah dengan sumbu panjangnya. Penurunan suhu

akan mengembalikan keadaan mengembang ini. Inilah alasan mengapa karet bersifat

elastik.

4. Standar Mutu Bahan Baku untuk Industri

Standar Mutu Lateks Pekat

No Standar Lateks Pusingan

(Centrifuged Latex)

Lateks Didih

(Creamed Latex)

1 Jumlah Padatan (total solid)

minimum

61,5% 64,0%

2 Kadar Karet Kering (KKK)

minimum

60,0% 62,0%

3 Perbedaan angka butir 1 dan 2

maksimum

2,0% 2,0%

4 Kadar amoniak (berdasar jumlah

air yang terdapat dalam lateks

pekat) minimum

1,6% 1,6%

5 Viskositas maksimum pada suhu

250 C

50 centipoises 50 centipoises

6 Endapan (sludge) dari berat basah 0,10% 0,10%

Page 10: PBA Langsung Di Print

maksimum

7 Kadar koagulum dari jumlah

padatan maksimum

0,08% 0,08%

8 Bilangan KOH (KOH number)

maksimum

0,80 0,80

9 Kemantapan mekanis (mechanical

stability) minimum

475 detik 475 detik

10 Persentase kadar tembaga dari

jumlah padatan maksimum

0,001% 0,001%

11 Persentase kadar mangan dari

jumlah padatan maksimum

0,001% 0,001%

12 Warna Tidak biru

Tidak kelabu

Tidak biru

Tidak kelabu

13 Bau setelah dinetralkan dengan

asam borat

Tidak boleh berbau

busuk

Tidak boleh berbau

busuk

Sumber: Thio Goan Loo,1980

Standard Indonesian Rubber (SIR)

Standar SIR 5L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50

Kadar kotoran maksimum 0,05% 0,05% 0,10% 0,20% 0,50%

Kadar abu maksimum 0,50% 0,50% 0,75% 1,00% 1,50%

Kadar zat atsiri maksimum 1,0% 1,0% 1,0% 1,0% 1,0%

Page 11: PBA Langsung Di Print

PRI minimum 60 60 50 40 30

Plastisitas – P0 minimum 30 30 30 30 30

Limit warna (skala levibond)

maksimum

6 - - - -

Kode warna Hijau hijau merah kuning

Sumber: Thio Goan Loo,1980

Sesuai dengan pola bisnis pada umumnya yang ingin mendapatkan margin

sebesar-besarnya dari hasil penjualan produk, maka di dalam perdagangan bahan

baku karet (bokar) senantiasa muncul upaya untuk memanipulasi berat dengan cara

menambahkan zat-zat pengotor. Manipulasi berat bahan baku crumb rubber relatip

mudah dilakukan dibanding terhadap lateks pekat dan sit asap, berdasarkan

pertimbangan sebagai berikut.

Lateks pekat dan karet lembaran (sit asap dan krep) berbahan baku langsung

dari lateks kebun yang masih segar, sehingga penambahan zat pengotor akan

langsung terlihat dengan kasat mata, serta pengaruh buruknya terjadi secara

langsung pula terhadap produk lateks pekat maupun sit asap/krep yang

dihasilkannya.

Pengusahaan lateks pekat dan karet lembaran secara umum dilakukan oleh

perusahaan BUMN dan Swasta Besar, yang memiliki organisasi dan manejemen

produksi yang sangat baik, sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya

kontamiasi di dalam bahan baku yang akan diproses di pabriknya.

Perusahaan lateks pekat dan sit asap/krep umumnya memiliki lahan sendiri yang

telah terintegrasi dengan pabrik pengolahannya.

Karet sit sesungguhnya memiliki mutu yang relatip baik dibanding karet remah,

karena dibuat langsung dari lateks dengan prosedur yang ketat, antara lain

penggumpalan harus sesegera mungkin, karena jika lateksnya kurang segar akan

dihasilkan karet sit mutu rendah. Ketebalan lembarannya harus cukup tipis (1-3 mm),

Page 12: PBA Langsung Di Print

sehingga mengurangi peluang timbulnya kesengajaan memasukan kotoran agar

beratnya meningkat. Suhu pengeringan maksimum 55-60 oC, karena suhu yang tinggi

akan menyebabkan permukaan karet bergelembung dan lengket. 

Industri crumb rubber pada hakekatnya hanya merupakan industri pencucian

dan pengeringan secara singkat. Berbeda dengan karet sit asap atau krep, karet remah

dapat dibuat dari lateks yang telah menggumpal (koagulum) baik yang segar maupun

yang sudah lama terperam, dengan sembarang bentuk dan ukuran, sehingga.

membuka peluang kesengajaan memasukkan kotoran agar beratnya meningkat. Sejak

terlahir pada tahun 1968, industri crumb rubber telah mengalami perkembangan

teknologi untuk menyesuaikan terhadap kapasitas dan kondisi bahan baku yang

tersedia.

Periode 1968-1971 : dalam kurun waktu ini belum terjadi masalah

kontaminasi karena bahan baku langsung dari leteks dan pembekuannya

dilaksanakan di pabrik dengan sarana yang bersih, kemudian bekuan

diremahkan dengan bantuan minyak jarak langsung di dalam kreper. Crumb

rubber yang dihasilkan baru jenis SIR 3 dan 5. Nilai 3 (atau 5) tersebut,

menunjukkan kadar maksimum kotoran tidak lebih dari 0,03 (atau 0,05%).

Periode 1972-1980 : pabrik-pabrik crumb rubber mulai bermunculan, yang

asalnya kurang dari 60 pabrik meningkat menjadi 85 pabrik pada awal tahun

1972, menyebabkan persaingan sangat ketat untuk pengadaan bahan baku.

Pada awal tahun 1972, peremahan dengan minyak jarak menggunakan kreper

mulai ditinggalkan karena dinilai lambat, dan sebagai gantinya mulai

digunakan granulator. Pengembangan alat ini bersama-sama dengan

hammer-mill ternyata mampu meremahkan karet dalam bentuk lump.

Kondisi ini berdampak petani karet mulai memproduksi lump mangkok yang

relatip cepat pembuatannya dibanding menyiapkan lateks tetap segar. Pada

periode ini mulai diproduksi SIR 10. Hal ini menunjukkan bahwa kadar

kotoran mulai meningkat. SIR 10 berkadar kotoran maks. 0,1, sedangkan

SIR 3 hanya 0,03%.

Page 13: PBA Langsung Di Print

Periode 1980-sekarang : Jumlah pabrik meningkat menjadi 106 dan kini 115,

seiring dengan meningkatnya permintaan dunia terhadap crumb rubber. Pada

tahun 1975 produksi karet alam Indonesia masih sekitar 780 ribu ton, pada tahun

1980 naik tajam menjadi 1020 ribu ton. Agar kapasitas pabrik dapat

ditingkatkan, maka proses peremahan di dalam granulator/hammer-mil juga

perlu ditingkatkan, caranya adalah dengan memasang pre-breaker sebelum

granulator/hammer-mill. Alat ini semula dirancang sebagai mesin peremah kasar

dengan input tetap lump. Namun ternyata alat tersebut dapat dikembangkan

untuk bahan baku yang lebih besar dibanding lump. Kondisi ini menjadi pemicu

petani untuk menjual berbagai jenis bahan baku, selain lump juga sleb, ojol, sit

angin, scrap tanah dan scrap pohon. Peralatan pabrik pun sudah sedemikian

lengkap, mulai dari pre-breaker, hammer-mill, granulator, ekstruder, bak-bak

makro-blending, kamar gantung angin, dan shredder.

Dari uraian di atas tampak bahwa terdapat kaitan atau sebab akibat yang sangat

erat antara peningkatan konsumsi dunia untuk crumb rubber, daya pasok bokar,

kapasitas pabrik, teknologi pengolahan, dan karakteristik bahan baku. Peningkatan

konsumsi dunia menyebabkan peningkatan kapasitas produksi pabrik. Kondisi ini

berdampak persaingan memperebutkan bahan olah semakin tajam, sehingga aspek

mutu mulai diabaikan, memicu petani untuk berlomba-lomba menyediakan bahan

baku dengan sasaran utamanya adalah kuantitas. 

Pengawasan mutu yang lemah dan tidak adanya insentif harga terhadap mutu,

merupakan faktor utama yang mendorong upaya memanipulasi berat bokar dengan

cara membubuhkan bahan-bahan non-karet, agar berat bokar dapat ditingkatkan

dengan harapan harganyapun dapat dinaikkan. 

Untuk memperbaiki mutu bokar dan memperkecil keragaman jenis bokar, pemerintah

sejak tahun 1984 telah membakukan bokar melalui SPI-BUN 02/02/1984. Sejalan

dengan Revisi Skema SIR pada tahun 1988, SPI Bokar tersebut disempurnakan

menjadi SPI-BUN 02/02/1988. Pada tahun 1990 SPI Bokar diangkat oleh Dewan

Page 14: PBA Langsung Di Print

Standardisasi Nasional (DSN) menjadi Standar Nasional Indonesia SNI 06 - 2047 -

1990 Bokar. 

Adanya SNI Bokar SNI 06-2047-1990 seharusnya sangat membantu perbaikan

mutu, namun disayangkan bahwa standar ini sulit diaplikasikan di lapangan. Selain itu

SNI Bokar bersifat sukarela (voluntary), berbeda dengan SNI untuk crumb rubber dan

RSS yang bersifat wajib (mandatory). 

Untuk mengeliminir kendala tersebut, pemerintah melalui Badan Standardisasi

Nasional telah merevisi SNI Bokar menjadi SNI 06-2047-1998 berdasarkan Surat

Keputusan No. 102/BSN-I/KH/05/98 tanggal 26 Mei 1998. Penerapan SNI bersifat

wajib (mandatory) yang diharapkan berdampak lanjut sampai ke tingkat petani untuk

menghasilkan bokar bermutu baik. 

Sekalipun SNI 06-2047-1998, bersifat mandatory, namun penerapannya

mengalami kesulitan, antara lain disebabkan kurangnya tenaga pelaksana pengawasan

penerapan standar mutu. Selain itu Kapasitas terpasang pabrik telah melampaui

kemampuan pasok bahan olah menyebabkan pabrik kurang tertarik untuk menyeleksi

bahan olah, selama target produksi belum terpenuhi. 

Belum terlaksananya penerapan standar mutu bokar secara efektif

menyebabkan kondisi bokar belum mengalami peningkatan berarti. Hal ini

menyebabkan permasalahan konsistensi mutu masih belum terpecahkan sepenuhnya

secara mendasar. Pihak pabrik masih mengandal-kan cara-cara lama untuk memenuhi

permintaan konsumen, yakni dengan cara mencampur berbagai jenis bahan olah

dengan harapan kualitas produk memenuhi kisaran permintaan yang dipersyaratkan

konsumen. Selain itu, terkadang pabrik juga melakukan pengujian total seluruh

bandela karet yang dihasilkan dan mengeluarkan produk yang tidak memenuhi

persyaratan permintaan konsumen. Selama ini praktek tersebut mampu memenuhi

tuntutan konsumen, namun membutuhkan suatu usaha tertentu berupa pencampuran

bahan olah yang intensif dan seratus persen pengecekan terhadap hasil crumb rubber.

Page 15: PBA Langsung Di Print

Karet

Lateks (cair)

Koagulum (padat)

Lateks pekatbenang

balon

kondom

sarung tanganRSS/ADS

SIR 3 CV

SIR 3 L

SIR 3 WF

SIR 5

SIR 10

SIR 20

Ban

Bantalan

Belt Conveyor

Sol Sepatu

5. Pohon Industri Karet

Page 16: PBA Langsung Di Print

BAB IV

PENUTUP

A.Kesimpulan

Karet alam merupakan salah satu hasil pertanian yang penting bagi

masyarakat Indonesia. Karet memiliki karakteristik seperti memiliki daya elastisitas

yang sempurna, memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya

mudah,mempunyai daya aus yang tinggi, tidak mudah panas, dan memiliki daya

tahan yang tinggi terhadap keretaka. Perkembangan produksi karet alam di Indonesia

semakin meningkat sejak tahun 1968 sampai saat ini, hal tersebut dikarenakan harga

minyak bumi yang semakin mahal, sehingga karet yang berasal dari sintetis minyak

bumi juga ikut mengalami kenaikan dan permintaan akan bahan karet alam juga ikut

meningkat.

B. Saran

Peningkatan produksi dan pengolahan bahan karet alam di Indonesia

sebaiknya dilakukan secara intensif karena produk bahan karet yang berupa hasil

olahan lebih bernilai dibanding dengan bahan baku karet alam.

Page 17: PBA Langsung Di Print

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2005.Karet.Bogor:Penebar Swadaya

Anonim.2010. Upaya Industri Karet Nasional Dalam Menghadapi Persaingan Pasar Karet Remah Di Dunia Internasional.http://www.kpai-taipei.org [20 Oktober 2010]

Goan Loo, Thio.1980.Tuntunan Praktis Mengelola Karet Alam.Jakarta:Kinta

Goutara dkk.1985.Dasar Pengolahan Karet.Bogor:Agroindustri Press