patogenesis terjadinya penyakit pulpa, meliputi respon inflamasi dan imun
DESCRIPTION
added on March 6th, 2014TRANSCRIPT
-
Patogenesis Terjadinya Penyakit Pulpa, Meliputi Respon
Inflamasi dan Imun
OLEH :
Evi Novianti (04121004051)
Nadya Purwanty (04121004052)
Catherine Videllia (04121004053)
Hesti Rahmiati (04121004054)
Ria Mayanti (04121004056)
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
-
1. Pendahuluan
Pulpa adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi. Jaringan ini
adalah jaringan pembentuk, penyokong, dan merupakan bagian integral dari dentin
yang mengelilinginya. Penyakit pulpa dapat terjadi karena suatu iritan yang dapat
menyebabkan suatu inflamasi.Terdapat berbagai iritan yang dapat menyebabkan
inflamasi pada pulpa salah satunya yaitu mikroorganisme.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam pulpa dengan tiga cara: Pertama, invasi
langsung melalui dentin, seperti karies, fraktur mahkota atau akar, terbukanya pulpa
pada waktu preparasi kavitas, atrisi, abrasi, erosi atau retak pada mahkota. Kedua,
invasi melalui pembuluh darah atau limfatik terbuka yang ada hubungannya dengan
penyakit periodontal, suatu kanal aksesori pada daerah furkasi, infeksi gusi, atau
scaling gigi-gigi. Ketiga, invasi melalui darah, misalnya selama penyakit infeksius
atau bakteremia transient.
Inflamasi adalah reaksi fisiologis setempat dari tubuh terhadap stimuli atau
rangsangan atau iritan noksius. Inflamasi bertujuan untuk menghilangkan atau
menghancurkan iritan dan untuk memperbaiki kerusakan jaringan. Inflamasi
membawa pada daerah inflamasi sel-sel fagositosis untuk mencerna bakteri atau
debris selular, antibodi untuk mengenal, menyerang dan menghancurkan antigen,
edema atau cairan untuk mencairkan dan menetralkan iritan, dan fibrin untuk
membatasi perluasan.4
Antigen yang masuk, dalam hal ini mikroorganisme potensial patogen, ke
jaringan dapat merusak struktur jaringan. Oleh sebab itu, tubuh mempunyai sistem
pertahanan diri yang mampu mengeliminir dan menetralkan antigen serta zat-zat yang
dihasilkannya.4
Inflamasi pulpa dapat ditemukan pada beberapa penyakit pulpa, seperti
pulpitis reversibel maupun ireversibel, nekrosis, dan degenerasi pulpa.
-
2. PEMBAHASAN
2.1 MEKANISME PATOGENESIS TERJADINYA PENYAKIT PULPA
Mekanisme patogenesis terjadinya pulpa diawali dengan bakteri yang
menginfeksi gigi. Ketika terdapat akses ke pulpa, metabolit bakteri dan komponen dinding sel
menyebabkan inflamasi. Pada lesi awal hingga lesi sedang, produk asam dari proses karies
berperan secara tidak langsung dengan mengurai matriks dentin, yang akan menimbulkan
pelepasan molekul bioaktif untuk dentinogenesis (pembentukan dentin tersier). Pemberian
protein matriks dentin pada dentin atau pulpa yang terbuka dapat menstimulasi pembentukan
dentin tersier. Selain itu, terdapat beberapa molekul lain yang dapat menstimulasi
dentinogenesis reparative, yaitu heparin-binding growth factor, transforming growth factor
(TGF)-1, TGF-3, insulin-like growth factors (IGF)-1 dan -2, growth factor yang berasal
dari platelet, dan angiogenic growth factor.
Meskipun begitu, pembentukan dentin tersier ini bukanlah reaksi pertama dan bukan
pertahanan yang paling efektif melawan bakteri patogen yang menginvasi. Kombinasi dari
peningkatan pengendapan dentin intratubuler dan pengendapan secara langsung kristal
mineral ke tubulus dentin untuk mengurangi permeabilitas dentin merupakan perlawanan
pertama terhadap karies, yang disebut dentin sklerosis. Penurunan permeabilitas dentin ini
terjadi dalam waktu yang singkat. Yang berperan penting dalam peningkatan pengendapan
dalam dentin intratubuler adalah TGF-1.
Pembentukkan dentin tersier berlangsung dalam waktu yang lebih lama daripada
dentin sklerotik, dan tergantung dengan stimulus. Stimulus ringan mengaktivasi odontoblas
yang diam, kemudian mereka menguraikan matriks organik dentin. Dentin tersier ini disebut
juga dentin reaksioner dan dapat diamati ketika terjadi demineralisasi dentin awal di bawah
lesi enamel yang tidak berkavitas.
Pada lesi karies yang sedang berkembang, respon imun host meningkat dalam
intensitas yang sesuai dengan perkembangan infeksi. Telah dibuktikan bahwa titer sel T, B-
lineage cell, neutrofil, dan makrofag secara langsung sesuai dengan kedalaman lesi pada gigi.
Hancurnya dentin dalam jumlah besar tidak penting untuk mendatangkan respon imun pulpa.
Respon inflamasi awal terhadap karies terlihat dengan akumulasi sel inflamasi kronis
pada suatu titik. Hal ini dimulai oleh odontoblas dan kemudian sel dendrit. Sebagai sel yang
paling tepi dalam pulpa, odontoblas ditempatkan sebagai yang pertama kali bertempur
-
dengan antigen asing dan memulai respon imun. Deteksi patogen dilakukan dengan reseptor
spesifik yang disebut pattern recognition receptors (PRRs). Reseptor ini mengenali pola
molekuler patogen (PAMPs) pada organisme yang menginvasi dan memulai pertahanan host
melalui aktivasi nuclear factor (NF)-kB. Salah satu molekul pengenal PAMP adalah toll-like
receptor family (TLRs). Odontoblas telah terbukti dapat meningkatkan pengeluaran TLRs
sebagai respon terhadap produk bakteri.
Ketika TLR odontoblas terstimulasi oleh patogen, cytokine, chemokine, dan peptida
antimikrobial diuraikan oleh odontoblas, menghasilkan stimulasi dari sel imun efektor
sebagai pembunuh bakteri secara langsung.
Odontoblas yang terstimulasi mengeluarkan chemokines tingkat tinggi seperti,
interleukin (IL)-8 yang berperan dengan pelepasan TGF-1 dari karies dentin, hasil dari
peningkatan jumlah sel dendrit pada suatu titik, dengan tambahan pelepasan mediator
kemotaktik.
Dengan berkembangnya lesi karies, jumlah sel dendrite dalam daerah odontoblas
meningkat. Sel dendrit pulpa bertanggung jawab untuk pengenalan antigen dan stimulasi
limfosit T. pada pulpa yang belum terinflamasi, mereka tersebar di seluruh bagian pulpa.
Dengan perkembangan karies, mereka awalnya berkumpul dalam pulpa dan daerah
subodontoblas, kemudian meluas ke lapisan odontoblas, dan akhirnya bermigrasi ke tubulus.
Terdapat dua jenis sel dendrite yang berbeda dalam pulpa. CD11+ ditemukan dalam pulpa
atau dentin border dan ke pit dan fisur. F4/80+ terdapat pada ruang perivascular dalam zona
subodontoblas dan pulpa dalam.
Sel dendrit mungkin memainkan peran dalam diferensiasi odontoblas dan/atau
aktivitas dalam pertahanan imun serta dentinogenesis. Pulpal Schwann sel juga menghasilkan
molekul sebagai respon terhadap karies, yang menunjukkan kemampuan mengenali antigen.
Odontoblas juga mempunyai peran dalam respon imun humoral terhadap karies. IgG, IgM,
dan IgA ditempatkan dalam sitoplasma dan sel memproses odontoblas dalam dentin yang
mengalami karies, menunjukkan bahwa sel ini secara aktif mengirim antibody ke tempat
infeksi.
Mediator neurogenik terlibat dalam respon pulpa terhadap iritan dan mereka dapat
menengahi patologi seperti respon penyembuhan. Substansi P, calcitonin gene-related
peptide (CGRP), neurokinin A (NKA), NKY, dan vasoactive intestinal peptide dilepaskan
-
dan menyebabkan vasodilatasi serta meningkatkan permeabilitas vascular. Stimulasi nervus
simpatetik seperti norepinephrine, neuropeptide Y, dan adenosine triphospate (ATP) dapat
mengubah aliran darah pulpa.
Neuropeptida dapat berperan untuk mengatur respon imun pulpa. Substansi P
berperan sebagai kemotaktik dan agen stimulasi untuk makrofag dan limfosit T. Hasil dari
stimulasi ini adalah peningkatan produksi arachidonic acid metabolite, stimulasi mitosis
limfosit dan produksi sitokin. CGRP melakukan aktivitas imunosupresi, yang ditunjukkan
dengan pengurangan produksi H2O2 oleh makrofag dan proliferasi limfosit. Substansi P dan
CGRP dapat menginisiasi dan menyebarkan respon penyembuhan pulpa. CGRP dapat
menstimulasi produksi bone morphogenic protein oleh sel pulpa. Hasilnya, hal ini
menginduksi dentinogenesis tersier (pembentukan dentin tersier).
2.2 RESPON IMUN TERHADAP PENYAKIT PULPA
Secara umum kondisi komponen imun humoral yang terlihat pada kelompok pulpitis
reversible hampir sama dengan kelompok gigi sehat, maka pada gigi dengan diagnosis
pulpitis reversible jaringan pulpa yang sudah mengalami proses radang, masih mungkin
untuk disembuhkan.1
Pada pulpitis reversible terjadi peningkatan IgM, sedangkan IgG dan IgA tetap
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi imun pada pulpitis reversible masih rendah, tetapi
masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan gigi sehat (terdapat IgM walaupun tidak tinggi,
yang diikuti dengan IgG dan IgA yang lebih rendah bila dibandingkan dengan IgM) dan
menunjukkan adanya unsur protektif. Kondisi ini dapat dikatakan bahwa pada pulpitis
reversibel terjadi dua kemungkinan, yaitu pertama terjadi proses radang yang baru mulai
terjadi. Kemungkinan kedua, proses radang sudah masuk dalam stadium kronik yang menuju
ke arah kesembuhan.2
Pada pulpitis reversible, lebih dari 90% populasi limfosit T di dalam jaringan
pulpanya adalah limfosit T8, dengan rasio limfosit T4/T8 sekitar 0,56. Sedangkan pada
pulpitis yang ireversibel, jumlah limfosit T4, T8, dan limfosit B lebih banyak daripada
pulpitis yang reversible atau pada pulpa normal, dengan rasio T4/T8 sebesar 1,14. Di dalam
jaringan pulpa yang meradang, antibodi terbanyak adalah IgG, sedang IgA dan IgM
jumlahnya sedikit. Kadar antibodi pada pulpa yang meradang ini, lebih tinggi dibandingkan
pada pulpa yang tidak meradang. Sel plasma yang mengandung IgG dan IgA juga lebih
banyak di dalam pulpa yang meradang, selain ditemukan C3.3
-
Pada pulpitis ireversibel, venula pasca-kapiler menjadi padat, dan mempengaruhi
sirkulasi di dalam pulpa, serta menyebabkan perubahan patologik seperti nekrosis. Daerah
nekrotik ini menarik leukosit polimorfonuklear dengan kemotaksis dan memulai suatu reaksi
inflamasi akut. Terjadi fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear pada daerah nekrosis.
Setelah fagositosis, leukosit polimorfonuklear, yang mempunyai masa hidup pendek, mati
dan melepaskan enzim lisosomal. Enzim lisosomal menyebabkan lisis beberapa stroma pulpa
dan bersama-sama dengan debris selular leukosit polimorfonuklear yang mati, membentuk
suatu eksudat purulen (nanah).2
Reaksi inflamasi ini menghasilkan mikroabses (pupitis akut). Pulpa berusaha
melindungi diri, membatasi daerah mikroabses dengan jaringan penghubung fibrus. Secara
mikroskopis, terlihat daerah abses dan suatu daerah nekrotik, dimana pula keadaan karies
lama dijumpai mikroorganisme bersama-sama dengan limfosit, sel plasma, dan makrofag.
Pada pusat abses tidak dijumpai mikroorganisme karena aktivitas fagositik leukosit
polimorfonuklear.4
Pada kelompok pulpitis irreversible terlihat IgG dan IgM meningkat tinggi, namun
IgA menurun sekali yang menunjukkan bahwa ketahanan mukosalnya rendah. Tingginya IgG
dan IgM menunjukkan adanya ketahanan jaringan pulpa yang tinggi terhadap
mikroorganisme. Reaksi imunitas yang tinggi dari pulpitis irreversible seharusnya diikuti
dengan terjadinya kesembuhan, namun kenyataan pulpitis irreversible tidak dapat sembuh
kembali, bahkan dikatakan bahwa pulpitis irreversible seringkali mudah berkembang menjadi
nekrosis. Hal ini terjadi karena jaringan pulpa yang berada di dalam ruang pulpa yang sempit,
dan menerima sirkulasi darah hanya melalui pembuluh darah yang masuk ke dalam jaringan
pulpa melalui foramen apikal yang sempit pula, sehingga pulpitis irreversible mudah
berkembang menjadi nekrosis pulpa. Perawatan yang tepat untuk gigi dengan diagnosis
pulpitis ireversibel adalah pulpektomi yaitu perawatan endodontik dengan membuang
jaringan pulpa yang telah mengalami proses radang tersebut.
Selain reaksi inflamasi nonspesifik, respon imun juga dapat menginisiasi dan
memperparah penyakit pulpa. Antigen yang potensial adalah bakteri dan produk
sampingannya yang terdapat dalam karies, yang secara langsung atau melalui tubulus dapat
memulai berbagai macam reaksi yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan pulpa
normal dan tidak terinflamasi mengandung sel imunokompeten seperti limfosit T dan limfosit
B (limfosit B lebih sedikit), makrofag dan sel dendritik yang mengekspresikan molekul kelas
-
II yang secara morfologik serupa dengan makrofag dalam jumlah yang cukup banyak.
Meningkatnya tingkat beberapa immunoglobulin pada pulpa yang terinflamasi
memperlihatkan bahwa faktor-faktor ini berpartisipasi dalam mekanisme pertahanan untuk
melindungi jaringan tersebut. Selain itu, keberadaan sel imunokompeten seperti limfosit T,
makrofag, dan sel pengekspresi molekul kelas II yang tampak sebagai sel dendritik pada
pulpa yang terinflamasi mengindikasikan bahwa reaksi hipersensitivitas tertunda dapat juga
terjadi dalam jaringan ini. Selain mekanisme protektifnya, reaksi imunologik pada pulpa
dapat pula mengakibatkan pembentukan titik-titik nekrotik kecil dan akhirnya menjadi
nekrosis pulpa total.
Respon imun di dalam pulpa dan jaringan periapikal terhadap antigen di karies gigi.
Antigen kuman berdifusi ke dalam pulpa yang dibantu oleh tekanan kunyah dan
membangkitkan respon imun di dalam pulpa. Bila hal ini tidak diatasi, antigen kuman dan
produk degenerasi kuman akan membangkitkan respons imun di daerah pulpa gigi dengan
akibat kematian pulpa.
Pada saat mengunyah, daerah periapikal akan tertekan dan teriritasi. Bersama antigen
kuman, antigen jaringan, baik pulpa maupun periapikal masuk ke kelenjar limfatik atau
pembuluh darah dan membangkitkan respon imun di nodus limfatik dan pembuluh darah.
2.3 PENYAKIT PULPA
2.3.1 PULPITIS
a. Pulpitis Reversibel
Pulpitis reversibel adalah inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya
dilenyapkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus
ringan atau sebentar seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian
besar prosedur operatif, kuretase periodontium yang dalam,dan fraktur email yang
menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
pulpitis reversibel. Odontoblas pada pulpitis reversibel masih dapat menghasilkan
mekanisme pembentukan dentin yang baru sehingga terjadi proses penyembuhan.
Pada beberapa penelitian yang dilakukan pada pasien yang menderita pulpitis
reversibel dan pada gigi sehat, peneliti membandingkan perubahan respon imun
humoral pada jaringan pulpa yang meliputi IgG, IgA, dan IgM.4 Hasil yang
didapatkan setelah penelitian, menunjukkan bahwa pada jaringan pulpa pada gigi
-
sehat sudah bisa terjadi perubahan respons imun walaupun rendah, yang menunjukkan
adanya respons terhadap adanya rangsang berupa penggunaan gigi secara fungsional
yang dapat merupakan rangsang pada jaringan pulpa walaupun ringan.
Sedangkan pada kelompok pulpitis reversibel menunjukkan bahwa reaksi
imun pada pulpitis reversibel masih rendah, tetapi masih lebih tinggi bila
dibandingkan dengan gigi sehat, dan menunjukkan adanya unsur protektif. Secara
umum kondisi komponen imun humoral yang terlihat pada kelompok pulpitis
reversibel hampir sama dengan kelompok gigi sehat, maka pada gigi dengan diagnosis
pulpitis reversibel jaringan pulpa yang sudah mengalami proses radang, masih
mungkin untuk disembuhkan. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa penulis yang
menyatakan bahwa gigi dengan diagnosis pulpitis reversibel, jaringan pulpa yang
sudah mengalami proses radang tidak perlu dibuang dengan perawatan pulpektomi,
tetapi masih dapat disembuhkan dengan perawatan pulp capping.1
Gejala
Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik (tanpa gejala). Akan tetapi, jika
muncul, gejala biasanya berbentuk pola yang khusus. Aplikasi stimulus seperti
cairan dingin atau panas atau bahkan udara, dapat menyebabkan sakit sementara
yang tajam. Jika stimulus ini, yang secara normal tidak menimbulkan nyeri atau
ketidaknyamanan, dihilangkan, nyeri akan segera reda. Stimulus panas atau dingin
yang berbeda pada pulpa normal. Ketika panas diaplikasikan pada gigi dengan
pulpa yang tidak terinflamasi, respons awal yang langsung terjadi (tertunda);
intensitas nyeri akan meningkat bersamaan dengan naiknya tempertur. Sebaliknya,
respons nyeri terhadap dingin pada pulpa normal akan segera terasa; intensitas
nyerinya cenderung menurun jika stimulus dingin dipertahankan. Berdasarkan
pada observasi ini, respons dari pulpa sehat maupun yang terinflamasi tampaknya
sebagian besar disebabkan oleh perubahan dalam tekanan interpulpa.
Karena invasi bakteri telah mencapai pulpa pada pulpitis irreversibel,
odontoblas sudah tidak dapat menghasilkan mekanisme pembentukan dentin yang
baru sehingga terjadi proses penyembuhan.
-
b. Pulpitis Ireversibel
Pulpitis ireversibel seringkali merupakan akibat atau perkembangan dari
pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas
selama prosedur operatif atau terganggunya aliran darah pulpa akibat trauma atau
penggerakan gigi dalam perawatan ortodonsia dapat pula menyebabkan pulpitis
ireversibel. Pulpitis ireversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih
walaupun penyebabnya dihilangkan. Lambat atau cepat pulpa akan menjadi nekrosis.
Berdasarkan penelitian pada kelompok pulpitis ireversibel menunjukkan
bahwa ketahanan mukosalnya rendah, adanya ketahanan jaringan pulpa yang tinggi
terhadap mikroorganisme. Reaksi imunitas yang tinggi dari pulpitis ireversibel
seharusnya diikuti dengan terjadinya kesembuhan, namun kenyataan pulpitis
ireversibel tidak dapat sembuh kembali, bahkan dikatakan bahwa pulpitis ireversibel
sering kali mudah berkembang menjadi nekrosis. Hal ini terjadi karena jaringan pulpa
yang berada di dalam ruang pulpa yang sempit, dan menerima sirkulasi darah hanya
melalui pembuluh darah yang masuk ke dalam jaringan pulpa melalui foramen apikal
yang sempit pula, sehingga pulpitis ireversibel mudah berkembang menjadi nekrosis
pulpa. Perawatan yang tepat untuk gigi dengan diagnosis pulpitis ireversibel adalah
pulpektomi yaitu perawatan endodontik dengan membuang jaringan pulpa yang telah
mengalami proses radang tersebut.1
Gambar 1. Pulpitis Ireversible
-
Gejala
Pulpitis ireversibel biasanya asimtomatik atau pasien hanya
mengelukan gejala yang ringan. Akan tetapi, pulpitis ireversibel dapat juga
diasosiasikan dengan nyeri spontan (tanpa stimulasi eksternal) yang intermiten
atau terus menerus. Nyeri pulpitis ireversibel dapat tajam, tumpul, setempat
atau difus (menyebar) dan bisa berlangsung hanya beberapa menit atau
berjam-jam. Menentukan lokasi nyeri pulpa lebih sulit dibandingkan dengan
nyeri periradikuler dan menjadi lebih sulit ketika nyerinya semakin intens.
Aplikasi stimulus eksternal seperti dingin atau panas dapat mengakibatkan
nyeri berkepanjangan.
c. Pulpitis Hiperplastik
Pulpitis Hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk pulpitis ireversibel
akibat bertumbuhnya pulpa muda yang terinflamasi secara kronik hingga ke
permukaan oklusal. Biasanya ditemukan pada mahkota yang karies pada
pasien muda polip pulpa ini biasanya diasosiasikan dengan kayanya pulpa
muda akan pembuluh darah, memadainya tempat terbuka untuk drainase, dan
adanya proliferasi jaringan. Pada pemeriksaan histologi terlihat adanya epitel
permukaan dan jaringan ikat di bawahnya yang terinflamasi. Sel-sel epitel oral
tertanam dan bertumbuh menutupi permukaan dan membentuk tutup epitel.
Polip pulpa biasanya asimtomatik dan terlihat sebagai benjolan
jaringan ikat seperti kol yang berwarna kemerah-merahan mengisi kavita
karies di permukaan oklusal yang besar. Hal ini kadang-kadang diasosiasikan
dengan tanda-tanda klinis pulpitis ireversibel seperti nyeri spontan serta nyeri
yang menetap terhadap stimulus panas dan dingin. Ambang rangsang terhadap
stimulasi panas dan dingin. Ambang rangsang terhadap stimulasi elektrik
adalah sama dengan pulpa normal. Perawatannya adalah pulpotomi, perawatan
saluran akar, atau ekstraksi.
-
2.3.2 PERUBAHAN JARINGAN KERAS AKIBAT INFLAMASI PULPA
Iritasi akan mengakibatkan dua perubahan jaringan keras yang jelas yakni
kalsifikasi atau resorpsi.5
2.3.2.1 Kalsifikasi Pulpa
Kalsifikasi yang luas (biasanya dalam bentuk batu pulpa atau kalsifikasi yang
difus) muncul sebagai respons terhadap trauma, karies, penyakit periodontium, atau
iritan lainnya. Trombus pada pembuluh darah dan kolagen di sekeliling dinding
pembuluh merupakan nodus yang memungkinkan terjadinya kalsifikasi ini.
Tipe kalsifikasi lain adalah meluasnya pembentukan jaringan keras pada
dinding dentin, sering kali sebagai respons terhadap iritasi atau kematian dan
penggantian odontoblas. Proses ini disebut metamorfosis kalsium (gambar 2).
Sementara iritasi meningkat, jumlah kalsifikasi juga bisa meningkat, mengarah pada
tertutupnya (obliterasi) sebagian atau seluruh kamar pulpa dan saluran akar secara
radiografik (tetapi bukan histologik). Berubahnya warna mahkota menjadi kekuning-
kuningan sering kali merupakan manifestasi metamorfosis kalsium. Ambang rangsang
nyeri terhadap stimulus termal dan elektrik biasanya meningkat, atau sering gigi tidak
menunjukkan respons.
Respons terhadap palpasi dan perkusi biasanya dalam batas normal. Berlainan
dengan penyakit jaringan lunak pulpa, yang tidak menunjukkan tanda dan gejala
radiografik, kalsifikasi jaringan pulpa gigi diasosiasikan dengan berbagai tingkat
Gambar 2. Metamorfosis kalsium. Keadaan ini tidak
mencerminkan patosis per se dan bisa muncul sesuai
dengan perjalanan usia atau iritasi derajat rendah.
-
obliterasi ruang pulpa. Berkurangnya ruang pulpa mahkota yang diikuti oleh
penyempitan saluran akar secara perlahan adalah tanda pertama metamorfosis
kalsium. Kondisi ini dan metamorfosis kalsium itu sendiri bukanlah suatu patosis dan
tidak memerlukan perawatan.
2.3.2.2 Resorpsi Interna (Intrakanal)
Inflamasi pada pulpa dapat mengawali resorpsi dari jaringan keras yang
berada di sekitarnya. Pulpa diubah menjadi jaringan inflamasi tervaskularisasi
disertai dengan aktifitas dentinoklas; keadaan ini meresorpsi dinding dentin,
bergerak dari pusat ke perifer (gambar 3). Kebanyakan kasus resorpsi intrakanal
adalah asimtomatik. Resorpsi interna tahap lanjut yang mengenai kamar pulpa
sering kali memberikan tampilan noda merah muda (pink spot) pada mahkota.
Respons gigi dengan lesi resorpsi intrakanal biasanya berada dalam batas-
batas normal pada tes pulpa dan periapeks. Pada radiograf terlihat adanya suatu
radiolusensin disertai dengan pembesaran irreguler dari kompartemen saluran akar
(gambar 4). Direkomendasikanuntuk menghilangkan jaringan terinflamasi
secepat-cepatnya dan kemudian melakukan perawatan saluran akar karena lesi ini
cenderung menjadi progresif sehingga akhirnya menyebabkan perforasi pada
periodontium lateral. Ketika hal ini terjadi, pulpa akan menjadi nekrosis dan akan
menyulitkan perawatan. Gigi dengan resorpsi disertai perforasi akan sulit dirawat
secara nonbedah.
Gambar 3. Resorpsi interna dalam saluran akar. Sel klas (tanda
panah) secara aktif meresorpsi dentin. Proses ini bisa progresif, yang
akhirnya akan memperforasi akar.
-
2.3.2.3 NEKROSIS
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya,
bergantung pada seluruh atau sebagian yang terlibat. Nekrosis, meskipun terjadi
karena reaksi inflamasi, dapat juga terjadi karena sebab traumatik yang pulpanya
rusak sebelum reaksi inflamasi.
Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang kaku sehingga tidak
memiliki sirkulasi darah kolateral. Bila terjadi peningkatan jaringan dalam ruang
pulpa menyebabkan kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi nekrosis
likuifaksi. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversibel didrainase melalui
kavitas karies atau daerah pulpa yang terbuka, proses nekrosis akan tertunda dan
jaringan pulpa di daerah akar tetap vital dalam jangka waktu yang lama. Jika terjadi
hal sebaliknya, mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang cepat dan total.
Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis sebagian (nekrosis parsial) dan nekrosis
total. Nekrosis parsial menunjukkan gejala seperti pulpitis irreversibel dengan nyeri
spontan sedangkan nekrosis total tidak menunjukkan gejala dan tidak ada respon
terhadap tes termal dan tes listrik.
Gambar 4. Resorpsi jaringan keras yang menyebabkan
hilangnya gambaran radiografik normal dari saluran akar
biasanya mengindikasikan sebuah defek resorpsi interna.
-
3. REFERENSI
1 Grossman, Louis I. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta: EGC
2 Widodo, Trijoedani. 2004. Respons imun humoral pada pulpitis. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38:
49-51
3 Roeslan, Boedi Utomo. 2002. Imunologi Oral. Jakarta: FK UI
4 Widodo, Trijoedani, 2005, Respons Imun Humoral pada Pulpitis, Majalah Kedokteran Gigi, Vol. 38.
No. 2: 4951 5 Walton, R.E. dan Torabinejad, M. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Jakarta: EGC
Gambar 5. Nekrosis Pulpa