patofisiologi vascular cognitif impairment

5
Patofisiologi Vascular Cognitif Impairment Resiko menjadi demensia meningkat setelah stroke. Sebagai contoh, Tatemichi dkk menemukan kejadian stroke sumbatan meningkatkan risiko demensia setidaknya 9 x lebih tinggi dibandingkan lansia tanpa ada penyakit serebrovaskular. Tetaoi tidak semua pasien stroke menjadi demensia. Cumming memperkirakan 25-50% pasien stroke akan berkembang demensia. Pada umumnya setelah stroke, pasien menderita gangguan kognitif dan fungsi aktivitas sehari-hari yang menurun dibandingkan sebelum sakit. Gangguan ini disebabkan efek dari lesi pada otak yang mengenai bagian korteks atau subkorteks. Setelah fase akut stroke biasanya gangguan ini akan berkurang setelah 3-6 bulan. Tatemichi secara garis besar menjelaskan mekanisme demensia yang berhubungan dengan stroke, termasuk lokasi lesi di otak, luas lesi, penyebab lesi di otak tersebut. Peneliti lain telah menjelaskan faktor predisposisi pada demensia vaskuler yaitu atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes. Tatemichi menemukan bahwa demensia lebih berhubungan atau sering terjadi pada sumbatan di sisi hemisfer kiri dibandingkan sisi kanan atau pada daerah batang otak- serebelum, disertai juga dengan afasia. Pada lesi stroke hemisfer kiri, demensia terjadi pada sumbatan di sistem limbik. Lokasi pembuluh darah yang terkena yang menyebabkan demensia biasanya pada arteri serebri posterior dan anterior sisi kiri. Lokasi lesi lebih

Upload: abram-lordkhetsa

Post on 01-Feb-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kognitif

TRANSCRIPT

Page 1: Patofisiologi Vascular Cognitif Impairment

Patofisiologi Vascular Cognitif Impairment

Resiko menjadi demensia meningkat setelah stroke. Sebagai contoh, Tatemichi

dkk menemukan kejadian stroke sumbatan meningkatkan risiko demensia setidaknya

9 x lebih tinggi dibandingkan lansia tanpa ada penyakit serebrovaskular. Tetaoi tidak

semua pasien stroke menjadi demensia. Cumming memperkirakan 25-50% pasien

stroke akan berkembang demensia.

Pada umumnya setelah stroke, pasien menderita gangguan kognitif dan fungsi

aktivitas sehari-hari yang menurun dibandingkan sebelum sakit. Gangguan ini

disebabkan efek dari lesi pada otak yang mengenai bagian korteks atau subkorteks.

Setelah fase akut stroke biasanya gangguan ini akan berkurang setelah 3-6 bulan.

Tatemichi secara garis besar menjelaskan mekanisme demensia yang berhubungan

dengan stroke, termasuk lokasi lesi di otak, luas lesi, penyebab lesi di otak tersebut.

Peneliti lain telah menjelaskan faktor predisposisi pada demensia vaskuler yaitu

atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes.

Tatemichi menemukan bahwa demensia lebih berhubungan atau sering terjadi

pada sumbatan di sisi hemisfer kiri dibandingkan sisi kanan atau pada daerah batang

otak-serebelum, disertai juga dengan afasia. Pada lesi stroke hemisfer kiri, demensia

terjadi pada sumbatan di sistem limbik. Lokasi pembuluh darah yang terkena yang

menyebabkan demensia biasanya pada arteri serebri posterior dan anterior sisi kiri.

Lokasi lesi lebih berperan menjadi stroke dibandingkan luas sisi otak yang terkena.

Loeb dkk menemukan tidak terdapat hubungan antara luas otak yang terkena dengan

kejadian demensia, kecuali pada pasien dengan lesi seluas satu sisi hemisfer atau

kedua hemisfer korteks atau subkorteks. Atrofi otak juga berkaitan dengan demensia.

Sumbatan kecil namun dengan jumlah yang banyak dapat menyebabkan

demensia dalam jangka waktu tertentu (multi infarct dementia). Sumbatan yang

banyak ini dapat menimbulkan efek: a) efek adiktif, b) efek yang bertambah banyak

atau c) efek sesuai dengan lokasi lesi yaitu pada penyakit Binswanger. Terdapat lesi di

otak bagian subkorteks yang menimbulkan gejala demensia yang semakin memberat

yaitu pada basal ganglia, white matter, lobus frontal.

Mekanisme patofisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan kerusakan

kognisi masih belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam kenyataannya

beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan kerusakan kognisi,

termasuk trombosis otak, emboli jantung, dan perdarahan.

Page 2: Patofisiologi Vascular Cognitif Impairment

1. Infark Multiple

Dementia multi infark merupakan akibat dari infark multiple dan bilateral.

Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal seperti

hemiparesis, hemiplegi, afasia, hemianopsia. Pseudobulbar palsy sering disertai

disarthia, gangguan berjalan (sleep step gait). Forced laughing/crying, refleks

babinski dan inkontinensia. CT scan otak menunjukan hipodens bilateral disertai atrifi

kortikal kadang disertai dilatasi ventrikel.

2. Infark Lakuner

Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm yang disebabkan kelainan

pada small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan subkortikal

akibat dari hipertensi. Pada 1/3 kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik. Apabila

menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensoris, TIA, hemiparesis atau ataxia.

Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom demensia, sering disertai

pseudobulbal palsy. Pada derajat yang berat terjadi lacunar state. CT scan kepala

menunjukan hipodensitas multiple dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada

CT scan karena ukurannya yang kecil atau terletak di batang otak. MRI kepala akurat

untuk menunjukan adanya lakunar terutama di batang otak, terutama pons.

3. Infark Tunggal

Strategic single infarc dementia merupakan akibat lesi iskemik pada daerah

kortikal atau subkortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus angularis

menimbulkan gejala sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori, disorientasi spasial

dan gangguan konstruksi. Infark id daerah distribusi arteri serebri posterior

menimbulkan gejala anmnesia disertai agitatasi, halusinansi visual, gangguan visual

dan kebingungan. Infark daerah distribusi arteri arteri serebri anterior menimbulkan

abulia, afasia motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan

kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan persepsi spasual. Infark pada

daerah distribusi arteri paramedian thalamus mengkasilkan thalamic dementia.

4. Sindroma Binswanger

Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukan demensia progresif dengan

riwayat stroke, hipertensi dan kadang diabetes melitus. Sering disertai gejala

pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait) dan inkontinensia.

Terdapat atropi white matter, pembesaran ventrikel dengan korteks serebral yang

normal. Faktor resikonya adalah small artery disease (hipertensi, angiopati amiloid),

Page 3: Patofisiologi Vascular Cognitif Impairment

kegagalan autoregulasi aliran darah di otak usia lanjut, hipoperfusi periventrikel

karena kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi.

5. Angiopati amiloid cerebral

Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventitia arteriola

serebral. Insidennya meningkat denga bertambahnya usia. Kadang terjadi dementia

dengan onset mendadak.

6. Hipoperfusi

Dementia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung,

hipotensi berat, hipoperfusi dengan atau tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan

autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi pernafasan. Kondisi tersebut

menyebabkan lesi vaskular di otak yang multiple terutama di daerah white matter.

1. Hachinski V et al. National Institute of Neurological Disorders and Stroke Canadian

Stroke Network Vascular Cognitive Impairment Harmonization Standars. Stroke

2006;37; 2220-2241.

2. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and

cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:

BehavioralSciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.