ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

99
1 EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR PADA KARSINOMA NASOFARING Tesis Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Spesialis dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Oleh M. PAHALA HANAFI HARAHAP PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BIDANG ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Upload: ngodien

Post on 30-Dec-2016

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

1

EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH

FACTOR PADA KARSINOMA NASOFARING

Tesis

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Spesialis dalam Bidang

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher

Oleh M. PAHALA HANAFI HARAHAP

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BIDANG ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 2: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas rahmat, karunia dan

hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu tugas

akhir dalam menyelesaikan pendidikan spesialis dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara/RSUP H. Adam Malik Medan.

Berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya tesis ini dapat

diselesaikan. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin Panusunan Lubis, dr,

Sp.A (K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran

Sumatera Utara.

Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Gontar

Alamsyah, dr, Sp.PD-KGEH dan mantan dekan Prof. Sutomo Kasiman, dr, Sp.JP (K)

dan Prof. T. Bahri Anwar, dr, Sp.JP (K) yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengikuti Program Pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan bekerja di Rumah Sakit ini.

Prof. Abdul Rachman Saragih, dr, Sp.THT-KL (K) sebagai Kepala Departemen

THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan,

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 3: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

3

bimbingan dan arahan sejak penulis mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK

USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Prof. Askaroellah Aboet, dr, Sp.THT-KL (K) sebagai Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik

Medan atas bimbingan, arahan, dorongan dan nasehat selama penulis mengikuti

pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL (K) sebagai pembimbing utama tesis, Prof.

Ramsi Lutan, dr. Sp.THT-KL (K) dan dr. Farhat, Sp.THT-KL sebagai pembimbing

pendamping tesis, yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, arahan dan

motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada semua guru-

guru di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, dr. Asroel Aboet,

Sp.THT-KL (K), Prof. Ramsi Lutan, dr. Sp.THT-KL (K), dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL

(K), Prof. Askaroellah Aboet, dr, Sp.THT-KL (K), Prof. Abdul Rachman Saragih, dr,

Sp.THT-KL (K), Dr. Muzakkir Zamzam, Sp.THT-KL (K), dr. Mangain Hasibuan, Sp.THT-

KL, dr. T. Sofia Hanum, Sp.THT-KL (K), Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL (K), dr. Linda I

Adenin, Sp.THT-KL, dr. Hafni, Sp.THT-KL (K), dr. Ida Sjailendrawati H, Sp.THT-KL, dr.

Adlin Adnan, Sp.THT-KL, dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL, dr. Ainul Mardhiah, Sp.THT-

KL, dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL, dr. Andrina YM Rambe, Sp.THT-KL, dr. Harry Agustaf

A, Sp.THT-KL, dr. Farhat, Sp.THT-KL, dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL, dr. Aliandri,

Sp.THT-KL dan dr. Ashri Yudhistira, Sp.THT-KL yang telah memberikan bimbingan, ilmu

dan pengetahuan di bidang THT-KL yang bermanfaat bagi penulis di kemudian hari.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 4: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

4

Yang terhormat Prof. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, dr, Sp. PA(K), para staf

Departemen Patologi Anatomi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak

membantu, memberikan masukan, perhatian dan bimbingan di bidang patologi anatomi

terutama mengenai pemeriksaan imunohistokimia dalam penulisan tesis ini.

Yang terhormat dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, staf Departemen Ilmu

Kesehatan Masyarakat / Ilmu Kedokteran Komunitas yang telah banyak membantu saya

di bidang statistik dalam pengolahan data tesis ini.

Bapak Kepala Departemen/Staf Radiologi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan,

Kepala Departemen/Staf Anastesiologi dan Reanimasi FK USU/RSUP H. Adam Malik

Medan, Kepala Departemen/Staf Patologi Anatomi FK USU/RSUP H. Adam Malik

Medan yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani stase

pendidikan di Departemen tersebut.

Direktur dan seluruh staf THT-KL RSUD Lubuk Pakam, RS PTP XI Tembakau

Deli Medan, Rumah Sakit DAM-I/Bukit Barisan Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan,

yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis untuk belajar

selama pendidikan di rumah sakit tersebut.

Kedua orangtua tercinta, Ibunda Salismi dan ayahanda dr. Amran Harahap, serta

kakak dan adik penulis mengucapkan terima kasih atas limpahan kasih sayang dan tak

henti-hentinya memberikan dorongan serta doa kepada penulis.

Istriku Ns. Cholina Trisa Siregar MKep. Sp. KMB terima kasih atas dukungan dan

perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Ananda M. Faiz Zuhairi

Harahap yang terus memotivasi penulis dalam penyelesaian tesis ini.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 5: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

5

Teman-teman sejawat peserta pendidikan Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala

Leher terima kasih atas persahabatan dan kerjasama yang terjalin selama mengikuti

pendidikan.

Paramedis dan karyawan Departemen THT Bedah Kepala Leher FK USU/RSUP

H. Adam Malik Medan yang telah membantu dan bekerja sama selama penulis

menjalani pendidikan.

Semoga segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis menjadi

amal ibadah. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak, dan semoga Allah Subhanahu Wata’ala selalu melimpahkan rahmat dan

hidayahNya kepada kita semua.

Medan, Maret 2009

M. Pahala Hanafi Harahap

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 6: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

6

Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor

Pada Karsinoma Nasofaring

Abstrak

Latar Belakang : Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung

didiagnosa pada stadium lanjut, sehingga angka survival rendah dan prognosis

penderita jelek. Salah satu faktor yang diduga berperan dalam progresivitas tumor dan

metastase tumor adalah overekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang

berperan penting dalam proses angiogenesis tumor. Penelitian ini dilakukan untuk

melihat ekspresi VEGF pada KNF, serta melihat hubungan ekspresi VEGF dengan

stadium dan jenis histopatologi KNF.

Metode Penelitian : Penelitian dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional

study) di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan, secara non

probability consecutive sampling mulai Maret 2008. Terhadap penderita KNF dilakukan

pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia dari jaringan nasofaring yang diperoleh

dari biopsi. Ekspresi VEGF dinilai pada sitoplasma yang terwarnai merah kecoklatan .

Data dianalisa dengan uji korelasi Spearman dan uji chi square dengan batas

kebermaknaan p < 0,05.

Hasil Penelitian : Sebanyak 21 dari 28 kasus KNF (75,0%) memiliki ekspresi VEGF

positif. Overekspresi VEGF dijumpai pada 10 dari 28 kasus KNF (35,7%). Tidak dijumpai

korelasi yang bermakna antara stadium tumor dengan ekspresi VEGF pada KNF (p >

0,05). Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara jenis histopatologi dengan

ekspresi VEGF pada KNF (p > 0,05)

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 7: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

7

Kesimpulan : Ekspresi VEGF cukup tinggi pada penderita KNF. Kemungkinan VEGF

berperan dalam proses angiogenesis pada KNF.

Kata Kunci : KNF, VEGF, stadium, histopatologi

Abstract

Background : Nasopharyngeal Carcinoma (NPC) is a malignancy that tend to

diagnosed at advanced stage with low survival and prognosis rate. One of the factor that

may play a role in progresivity and metastasis of tumour is overexpression of vascular

endothelial growth factor (VEGF) which is a key role in tumour angiogenesis. The aim of

this study is to learn the expression of VEGF in NPC, and to learn the association of

VEGF expression with tumour stage and histopathologic type of NPC.

Study design and methods : This is a cross sectional study performed in ENT-HNS

Department of Medical School of University of North Sumatera / H. Adam Malik Hospital.

Sample was collected by non probability consecutive sampling, starting from March

2008. NPC patients underwent histophatologic examination and immunohistochemical

analysis from nasopharyngeal biopsy. VEGF expression analysed by red-brown stained

cytoplasm. Data was analysed by Spearman’s correlation test and chi square test.

Results : VEGF positive expression was found in 21 of 28 (75.0%) NPC cases. VEGF

overexpression was found in 10 of 28 (35.7%) NPC cases. No significance correlation

found between tumour stage and VEGF expression (p > 0.05). No significance

association found between histophatologic type and VEGF expression (p > 0.05).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 8: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

8

Conclusions : VEGF expression is relatively high in NPC patient. VEGF may play a role

in the angiogenesis of NPC.

Keywords : NPC, VEGF, stage, histophatology.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 9: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

9

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR............................................................................... i ABSTRAK............................................................................................... v DAFTAR ISI ........................................................................................... viii BAB 1: PENDAHULUAN ....................................................................... 1 1.1. Latar Belakang............................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah....................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian........................................................................... 5 1.3.1. Tujuan Umum............................................................................... 5 1.3.2. Tujuan Khusus............................................................................ . 5 1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 6 1.4.1. Manfaat Teoritik............................................................................ 6 1.4.2. Manfaat Praktis............................................................................. 6 BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6 2.1 Karsinoma Nasofaring................................................................. 7 2.1.1 Anatomi Nasofaring..................................................................... 7 2.1.2 Epidemiologi................................................................................ 9 2.1.3 Etiologi......................................................................................... 11 2.1.4 Gejala Klinik................................................................................. 15 2.1.5 Diagnosis..................................................................................... 18 2.1.6 Histopatologi dan Stadium........................................................... 25 2.1.7 Terapi........................................................................................... 28 2.2 Vascular Endothelial Growth Factor............................................ 34 2.2.1 Angiogenesis............................................................................... 34 2.2.2 Angiogenesis Yang Diinduksi Tumor........................................... 35 2.2.3 Famili VEGF................................................................................. 38 2.2.4 Reseptor VEGF............................................................................ 39 2.2.5 Peran VEGF Pada Angiogenesis................................................. 41 2.2.6 Regulasi VEGF............................................................................ 45 2.2.7 Overekspresi VEGF..................................................................... 46 2.2.8 Anti VEGF.................................................................................... 51 BAB 3 : KERANGKA KONSEPTUAL.……………………………………. 54

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 10: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

10

BAB 4 : METODE PENELITIAN ................ ……………………………… 55 4.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................ 55 4.2. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...................................................... 55 4.2.1 Populasi.................................................................. .................... 55 4.2.2. Sampel ....................................................................................... 55 4.2.3. Besar Sampel ..................................................................... ........ 56 4.2.4. Teknik Pengambilan Sampel ...................................................... 57 4.3. Variabel Penelitian .............................. ....................................... 57 4.3.1. Klasifikasi Variabel Penelitian..................................................... 57 4.3.2. Definisi Operasional Variabel..................................................... . 57 4.4. Bahan Penelitian ........................................................................ 58 4.5. Instrumen Penelitian.................................................................... 58 4.6. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................ 60 4.7 Kerangka Kerja............................................................................ 61 4.8 Pelaksanaan Penelitian............................................................... 62 4.9 Analisa Data.................................................................................. 62 BAB 5 : ANALISIS HASIL PENELITIAN ............................................... 63 BAB 6 : PEMBAHASAN ........................................................................ 69 BAB 7 : KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 81 7.1. Kesimpulan.................................................................................... 81 7.2. Saran............................................................................................. 81 DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 82 LAMPIRAN.............................................................................................. 87 Lampiran 1. Data Sampel Penelitian .......... ........................................... 87

Lampiran 2. Status Penelitian ............................................................... 88

Lampiran 3. Lembar Penjelasan Kepada Subyek Penelitian................... 92

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan............................ 94

Lampiran 5. Persetujuan Komite Etik Penelitian .................................. 95

RIWAYAT HIDUP..................................................................................... 96

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 11: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel

yang melapisi nasofaring, tidak termasuk tumor kelenjar atau limfoma (Wei dan Sham,

2005; Brennan, 2006). Di Indonesia KNF merupakan tumor ganas kepala dan leher

yang paling banyak ditemukan. Menurut data patologi tahun 1990 KNF menduduki

urutan ke-4 dari seluruh keganasan setelah kanker mulut rahim, payudara dan kulit.

Prevalensi penderita KNF 4,7 orang per 100.000 penduduk pertahun yang diambil dari

data resmi Departemen Kesehatan tahun 1980 (Roezin, 1995). Penelitian Fachiroh di

Yogyakarta menyatakan insiden penderita KNF 3,9 orang per 100.000 penduduk

(Fachiroh et al. 2004). Di Bagian THT FK-UI RSCM selama periode 1988-1992 didapati

511 penderita baru KNF (Roezin, 1995). Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun

1998-2000 ditemukan 130 penderita KNF dari 1370 pasien baru onkologi kepala dan

leher (Lutan, 2003). Sementara pada periode 1 Juli 2005 – 30 Juni 2006 ditemukan 79

orang penderita baru KNF (Aliandri, 2007).

Diagnosis dini sangat menentukan prognosis penderita. Hal ini sukar dicapai

karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah

dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak

maupun leher (Roezin, 1995). Diagnosis dini yaitu menemukan kasus KNF pada

stadium I dan II, dimana belum terjadi metastase regional. Keadaan ini sangat sulit

dicapai baik di Indonesia maupun di luar negeri. Dari beberapa penyelidikan di

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 12: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

12

Indonesia dan di luar negeri, kasus dini hanya ditemukan antara 3,8%-13,9%,

dibandingkan dengan kasus lanjut (stadium III dan IV) sekitar 88,1%-96,2% (Soetjipto,

1993). Di RSUP HAM periode Juli 2005-Juni 2006 dari 79 penderita KNF seluruhnya

berada pada stadium lanjut, tidak dijumpai penderita dengan stadium dini (Aliandri,

2007).

Radioterapi tetap merupakan modalitas terapi primer terhadap KNF (Cottrill dan

Nutting, 2005; Wei dan Sham, 2005). Penderita dengan stadium I dan II mempunyai

angka kesembuhan tinggi dengan pemberian radioterapi saja, dimana prognosis bagi

penderita dengan metastase jauh masih buruk. Bagi penderita dengan stadium III dan

IV, peran pembedahan terbatas dan pemberian radioterapi yang dikombinasikan

dengan kemoterapi telah menjadi standar terapi (Agulnik dan Siu, 2005). Akan tetapi,

regimen obat kemoterapi yang optimal untuk dikombinasikan dengan radioterapi masih

kontroversial. Beberapa studi random telah dilakukan untuk mengevaluasi pemberian

kemoterapi neoadjuvan, concurrent dan adjuvan dalam berbagai kombinasi dengan

radioterapi (Cottrill dan Nutting, 2003; Agulnik dan Siu, 2005).

Kanker yang kecil pada KNF memiliki angka survival yang tinggi dengan

pemberian radioterapi dan kemoterapi sekitar 80%-90%. Lesi yang lebih luas tanpa

penyebaran ke kelenjar limfe leher sering dapat disembuhkan dengan angka survival

50%-70%. Penderita dengan lesi lanjut, terutama dengan penyebaran ke kelenjar limfe

leher, keterlibatan syaraf kranial dan destruksi tulang, sulit dilakukan kontrol lokal

dengan radioterapi dengan / tanpa pembedahan dan sering berkembang menjadi

metastase jauh. Walau rekurensi biasanya terjadi dalam 5 tahun setelah diagnosis,

dapat pula terjadi dengan interval yang lebih lama (Cho, 2007).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 13: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

13

Beberapa target molekuler telah diidentifikasi dalam spesimen tumor penderita

KNF. Ekspresi atau overekspresi reseptor-reseptor berikut telah dievaluasi pada KNF :

EGFR, cKIT c-erbB-2 (HER-2) dan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor), yang

merupakan faktor proangiogenik, yang berperan dalam angiogenesis untuk

pertumbuhan tumor, invasi dan metastase tumor (Agulnik dan Siu, 2005).

Angiogenesis adalah pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari

pembuluh darah yang telah ada (Josko et al. 2000; Rosen, 2002). Angiogenesis sangat

dibutuhkan dalam pembentukan organ baru serta untuk diferensiasi saat embriogenesis,

penyembuhan luka dan fungsi reproduksi wanita (Josko et al. 2000; Rosen, 2002).

Dalam kondisi patologi, angiogenesis dibutuhkan pada proses pertumbuhan tumor solid

dan pada proses metastase (Rosen, 2002; Medinger dan Drevs, 2005; Hicklin dan Ellis,

2005). Tumor membutuhkan angiogenesis untuk tumbuh di atas ukuran 1-2 mm3

(Rosen, 2002). Angiogenesis diperlukan untuk suplai oksigen, nutrien, faktor

pertumbuhan dan hormon, enzim proteolitik, mempengaruhi faktor hemostatik yang

mengontrol koagulasi dan sistem fibrinolitik, dan penyebaran sel-sel tumor ke tempat

jauh (Hicklin dan Ellis, 2005).

Angiogenesis merupakan proses yang sangat kompleks, yang diregulasi secara

ketat oleh faktor-faktor proangiogenik (VEGF) dan faktor-faktor antiangiogenik (Rosen,

2002; Hicklin dan Ellis, 2005). VEGF berperan penting dalam angiogenesis tumor.

Ekspresi VEGF dalam sel-sel tumor distimulasi oleh hipoksia, onkogen (ras) dan

inaktivasi gen supresor tumor (p53) dan oleh berbagai sitokin (Rosen, 2002). Aktivasi

aksis VEGF/VEGF reseptor (VEGFR) memicu jaringan sinyal multipel yang

menghasilkan survival sel endotel, mitogenesis, migrasi, diferensiasi dan permeabilitas

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 14: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

14

vaskular serta mobilisasi sel-sel progenitor endotel dari sumsum tulang ke sirkulasi

perifer (Hicklin dan Ellis, 2005).

Overekspresi VEGF telah dihubungkan dengan progresivitas tumor dan

prognosis buruk dalam berbagai macam tumor, termasuk karsinoma kolorektal,

karsinoma lambung, karsinoma pankreas, kanker payudara, kanker paru dan

melanoma, acute myeloid leukemia, karsinoma hepar dan kanker ovarium (Rosen,

2002; Hicklin dan Ellis, 2005). Ekspresi VEGF dibandingkan antara sampel jaringan

yang diambil dari nasofaring normal, tumor jinak nasofaring dan KNF, dengan nilai

ekspresi VEGF 10%, 40% dan 80%. Ekspresi VEGF meningkat pada KNF stadium

lanjut dengan perbandingan statistik yang signifikan terhadap KNF stadium dini (dikutip

oleh Agulnik dan Siu, 2005 dari Guang Wu, 2000). Satu studi di China dari 127

spesimen KNF dengan pemeriksaan imunohistokimia didapati nilai positif VEGF 66,9%

(Sha dan He, 2006). Penelitian di India didapati overekspresi VEGF 67% dari 103

penderita KNF (Khrisna et al. 2006). Penelitian sebelumnya di Singapura dari 42 pasien

KNF yang diperiksa secara imunohistokimia dijumpai overekspresi VEGF pada seluruh

sampel (Soo et al. 2005).

Karena peran sentralnya dalam angiogenesis tumor, jalur VEGF/VEGFR telah

menjadi fokus utama riset dasar dan pengembangan obat-obatan di bidang onkologi

(Hicklin dan Ellis, 2005). Dari beberapa penelitian telah disimpulkan kombinasi anti

VEGF dengan kemoterapi atau radioterapi menghasilkan efek antitumor yang lebih baik

daripada pemberian kemoterapi/radioterapi sendiri (Ferrara et al. 2004).

1.2 Rumusan Masalah

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 15: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

15

Di Departemen THT KL FK USU/RSUP HAM, penderita KNF sebagian besar

datang dengan stadium lanjut (Stadium III dan IV). Penderita KNF stadium lanjut

memiliki prognosa yang jelek, dengan kemungkinan besar terjadi rekurensi dan

metastase jauh. Peneliti tertarik untuk mengetahui ekspresi VEGF pada KNF, dimana

overekspresi VEGF telah dihubungkan dengan progresivitas dan prognosis tumor yang

buruk.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor pada Karsinoma

Nasofaring

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui ekspresi VEGF pada penderita KNF

1.3.2.2 Mengetahui hubungan stadium tumor dengan ekspresi VEGF pada KNF

1.3.2.3 Mengetahui hubungan jenis histopatologi dengan ekspresi VEGF pada KNF

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat teoritik

Dapat memahami peran VEGF pada KNF dalam progresivitas dan prognosis

penyakit.

1.4.2 Manfaat praktis

Sebagai dasar penelitian selanjutnya dalam pemberian anti VEGF terhadap

KNF untuk meningkatkan efek terapi dasar KNF di masa datang.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 16: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma Nasofaring

2.1.1 Anatomi Nasofaring

Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid dengan ukuran tinggi 4 cm,

lebar 4 cm dan anteroposterior 3 cm. Permukaan dilapisi epitel pseudostratified

columnar tipe pernafasan dan epitel non keratinizing stratified squamous. Dinding

anterior dibentuk oleh koana dan batas posterior septum nasi. Lantai dibentuk oleh

permukaan atas palatum mole. Bagian atap dan dinding posterior dibentuk oleh

permukaan yang melandai dibatasi oleh badan sfenoid, basioksiput dan vertebra

cervical I dan II hingga batas palatum mole. Dinding lateral terdapat muara tuba

Eustachius. (Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006).

Atap dan dinding posterior nasofaring

Bagian atap melandai yang menyatu dengan dinding posterior. Keduanya

dibentuk oleh lantai sinus sfenoid di medial dan fibrokartilago foramen lacerum di lateral.

Sinus kavernosus dengan arteri karotis interna dan syaraf kranial III, IV, V dan VI

terletak di atas foramen laserum pada kedua sisi. Dinding posterior menutupi bagian

basilar tulang oksipital dan arkus anterior atlas di inferior. Dibagian atas dinding

posterior melekat jaringan limfoid pada membran mukosa (tonsil nasofaring atau

adenoid). Fascia prevertebra dan otot memisahkan adenoid dengan tulang vertebra

(Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 17: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

17

Dinding lateral nasofaring

Tuba Eustachius bermuara ke nasofaring melalui dinding lateral. Tuba dibentuk

oleh fascia faringobasilar yang diperkuat di inferior oleh otot konstriktor superior. Dilihat

dari cavum nasi, aspek anterior dan aspek posterior orificium tuba Eustachius ditandai

dengan elevasi kartilago tuba, dimana di belakangnya terletak fossa Rosenmuller. Di

sebelah dalam dinding lateral terdapat ruang parafaring yang berisikan arteri karotis

interna, syaraf kranial IX, X, XI dan XII, vena jugularis interna dan kelenjar limfe

retrofaring (Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003).

Fascia faring dan jaringan ikat foramen laserum menyebabkan kerentanan

terhadap invasi langsung tumor ganas nasofaring. Keadaan ini serta seringnya

keterlibatan kelenjar limfe retrofaring menjelaskan seringnya keterlibatan syaraf kranial

(Cottrill dan Nutting, 2003).

Dasar nasofaring

Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan superior palatum molle, yang

berhubungan dengan spingter palatofaring berperan untuk menutup ismus faring saat

menelan, memisahkan nasofaring dengan orofaring di bawahnya (Chew, 1997; Cottrill

dan Nutting, 2003).

Saluran limfe dan persyarafan nasofaring

Mukosa terbentuk dari beberapa lipatan otot dibawahnya dan mengandung

berbagai kumpulan jaringan limfoid. Jaringan limfoid yang paling menonjol, terutama

pada anak-anak, adalah tonsil faringeal (adenoid) yang terletak di garis tengah dan

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 18: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

18

menonjol ke depan dari pertemuan atap dan dinding posterior. Lokasi aliran limfe

kelompok pertama adalah kelenjar retrofaring yang terletak di ruang antara dinding

nasofaring posterior, fascia faringobasilar dan fascia prevertebra. Kelompok kelenjar

Rouviere (node of Rouviere) membentuk kelompok kelenjar lateral utama. Kelenjar

tersebut terletak di anterior sebelah lateral atlas di batas lateral m. capitis longus,

sebelah anteromedial arteri karotis interna. Pembuluh eferen mengalir ke rantai jugular

interna dalam pada bagian paling atas di dasar tengkorak di ruang kompartemen

parafaring retrostiloid disebelah dalam ujung atas otot sternomastoid. Kelenjar ini

kemudian mengalir ke bawah di posterior dari kelompok syaraf aksesorius dan di

anterior kelompok jugulodigastrik. (Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003).

Suplai syaraf ke mukosa nasofaring berasal dari n. trigeminal divisi maksilla

melalui cabang kecil, n. faringeal yang berasal dari fossa pterigopalatina, di dekat

ganglion pterigopalatina (Cottrill dan Nutting, 2003).

2.1.2 Epidemiologi

Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel

yang melapisi nasofaring, tidak termasuk tumor kelenjar atau limfoma (Wei dan Sham,

2005; Brennan 2006). Di Indonesia KNF merupakan tumor ganas kepala dan leher

yang paling banyak ditemukan. Menurut data patologi tahun 1990 KNF menduduki

urutan ke-4 dari seluruh keganasan setelah kanker mulut rahim, payudara dan kulit.

Prevalensi penderita KNF 4,7 orang per 100.000 penduduk pertahun yang diambil dari

data resmi Departemen Kesehatan tahun 1980 (Roezin, 1995). Penelitian Fachiroh di

Yogyakarta menyatakan insiden penderita KNF 3,9 orang per 100.000 penduduk

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 19: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

19

(Fachiroh et al. 2004). Di Bagian THT FK-UI RSCM selama periode 1988-1992 didapati

511 penderita baru KNF (Roezin, 1997). Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun

1998-2000 ditemukan 130 penderita KNF dari 1370 pasien baru onkologi kepala dan

leher (Lutan, 2003). Sementara pada periode 1 Juli 2005 – 30 Juni 2006 ditemukan 79

orang penderita baru KNF (Aliandri, 2007).

Pada daerah Barat (Amerika dan Eropa) kejadian KNF jarang dengan insiden

sekitar 0,5/100.000, dengan angka 1-2% dari seluruh kanker kepala dan leher. Di Cina

Selatan dan Hongkong penyakit ini endemik dengan angka insiden meningkat hingga

50/100.000. Perbedaan ini berhubungan dengan subtipe patologis, di Amerika Utara

terdapat WHO tipe 1 (keratinizing squamous cell carcinoma) pada 68% kasus,

sementara di Timur Jauh lebih 95% merupakan WHO tipe 2-3. Insidensi WHO tipe 3

juga tinggi di Eskimo dan Alaska, dan juga meningkat di Malaysia, Afrika Utara dan

Eropa Selatan (Cottrill dan Nutting, 2003).

Secara umum KNF ditemukan pada populasi yang lebih muda dari kanker kepala

dan leher di tempat lain. Pada daerah endemik insiden meningkat sejak usia 20 tahun

dan mencapai puncak pada dekade IV dan dekade V. Pada daerah resiko rendah usia

terbanyak pada dekade V dan dekade VI tapi masih terdapat insidensi yang signifikan

pada usia di bawah 30 tahun, sehingga didapati distribusi usia bimodal, dengan puncak

awalnya antara usia 15-25 tahun. KNF lebih sering dijumpai pada pria dengan

perbandingan pria dan wanita 3 : 1 (Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003; Ganguly et

al. 2003).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 20: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

20

2.1.3 Etiologi

KNF kemungkinan merupakan hasil interaksi kompleks faktor-faktor genetik, virus

dan lingkungan (Ganguly et al. 2003). Beberapa faktor yang dianggap berpengaruh

terhadap KNF :

1. Infeksi virus Epstein-Barr

Terdapat peningkatan antibodi IgA terhadap viral capsid antigen (VCA) dan early

antigen compleks (EA) dan ditemukannya genom virus pada sel tumor (McDermott et

al. 2001 Ahmad, 2002; Cottrill dan Nutting; 2003. Lutzky et al. 2008). Virus Epstein-

Barr (VEB) terdeteksi secara konsisten pada pasien KNF di daerah dengan insidensi

tinggi dan daerah dengan insidensi rendah. Sinyal RNA yang dikode VEB dengan

metode hibridisasi in situ dijumpai pada hampir seluruh sel tumor, dimana RNA yang

dikode VEB tidak dijumpai pada jaringan normal di sekitar tumor, kecuali pada

jaringan limfoid yang terbatas. Lesi premaligna di epitel nasofaring telah

menunjukkan kandungan VEB, yang menunjukkan infeksi terjadi pada fase awal

karsinogenesis. Terdeteksinya bentuk tunggal DNA viral menyarankan bahwa tumor

merupakan proliferasi klonal dari sel tunggal yang pada awalnya terinfeksi VEB.

Gen-gen laten spesifik VEB secara konsisten diekspresikan pada karsinoma

nasofaring pada lesi awal dan lesi displastik. Protein viral laten (latent membrane

protein 1 dan 2) memiliki efek yang substansial pada ekspresi gen selular dan

pertumbuhan selular, menghasilkan pertumbuhan yang sangat invasif serta

pertumbuhan yang ganas dari karsinoma (McDermott et al. 2001; Cottrill dan Nutting,

2003; Wei dan Sham, 2005; Lutzky et al. 2008 ).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 21: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

21

2. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin

Beberapa penelitian epidemiologik dan laboratorium menyokong hipotesa yang

menyebutkan bahwa konsumsi dini ikan asin menyebabkan KNF di Cina Selatan dan

Hongkong. Suatu studi kasus kontrol menunjukkan bahwa hanya konsumsi ikan asin

yang sering sebelum usia 10 tahun yang berhubungan dengan peningkatan resiko

terjadinya KNF (Ahmad, 2002; Ganguly et al. 2003; Cottrill dan Nutting, 2003; Wei,

2006).

Selain ikan asin, uap nitrosamin tingkat tinggi juga ditemukan pada berbagai bahan

makanan yang diawetkan di China, Tunisia dan Greenland, dimana beberapa bahan

makanan tersebut mengandung prekursor nitrosamin tingkat tinggi yang

menghasilkan uap nitrosamin setelah dicerna di lambung (Chew, 1997).

3. Sosial ekonomi, lingkungan dan kebiasaan hidup.

Udara yang penuh asap dan uap di rumah-rumah dengan ventilasi kurang baik di

Cina, Indonesia dan Kenya juga meningkatkan insiden KNF. Pembakaran dupa di

rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF di Hongkong (Chew,

1997; McDermott et al. 2001; Ahmad, 2002). Perokok berat meningkatkan resiko

KNF pada daerah endemik (Cottrill dan Nutting, 2003; Ganguly et al. 2003).

4. Sering kontak dengan bahan karsinogen antara lain : benzopyren, benzo

anthracene, gas kimia, asap industri, asap kayu, debu kayu, formaldehid, asap

rokok, dan beberapa ekstrak tumbuhan. Penelitian di Swedia menunjukkan pembuat

gelas, pembuat sepatu, pembuat buku serta pekerja di pembakaran tanaman

mempunyai risiko tinggi untuk KNF. Di Selandia Baru peningkatan resiko KNF terjadi

pada pekerja kayu, penggergaji kayu dan pegawai kehutanan. Di China Selatan

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 22: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

22

suatu studi kasus kontrol menunjukkan resiko tinggi KNF pada pekerja yang terpapar

bahan-bahan hasil pembakaran batu bara, arang, pengelasan serta bahan bakar cair

(Chew, 1997; McDermott et al. 2001; Ganguly et al. 2003).

5. Ras dan keturunan.

Insiden tertinggi di dunia ternyata terdapat pada ras Cina, baik di daerah asal

ataupun di perantauan. Insiden tertinggi terutama di Provinsi Guangdong dan

Daerah Otonom Guangxi (Roezin, 1995; Chew, 1997; Ahmad, 2002). Insiden KNF

tetap tinggi pada penduduk Cina yang berimigrasi ke Asia Tenggara atau Amerika

Utara, tapi lebih rendah pada penduduk Cina yang lahir di Amerika Utara daripada

yang lahir di Cina Selatan (Chew, 1997; Ahmad, 2002; Wei dan Sham, 2005).

Insiden sedang dijumpai pada ras Asia Tenggara (Malaysia, Indonesia, Thailand,

Vietnam, Filipina), Eskimo (Kanada, Alaska, Greenland) dan Afrika Utara. Insiden

yang jauh lebih rendah daripada insiden di Asia dijumpai di Malta, Tunisia, Aljazair,

Maroko dan Sudan, tetapi insiden tetap lebih tinggi daripada di Amerika dan Eropa

(Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003).

6. Radang kronis di nasofaring

Dengan adanya peradangan menahun di nasofaring, mukosa nasofaring menjadi

lebih rentan terhadap karsinogen penyebab KNF (McDermott, et al. 2001; Ahmad,

2002). Proses peradangan dan kondisi-kondisi benigna di telinga, hidung dan

tenggorokan merupakan faktor predisposisi terjadinya transformasi pada mukosa

nasofaring yang meningkatkan resiko terjadinya keganasan (McDermott, et al. 2001).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 23: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

23

7. Profil HLA.

Hubungan antara profil HLA dan KNF ditemukan pada pasien KNF di berbagai

negara. Pada etnik Cina, KNF dihubungkan dengan ditemukannya HLA tipe A2 dan

Bw46 (Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003). Penelitian di bagian THT FKUI/RSCM

tahun 1997 didapatkan fenotip antigen HLA kelas 1, HLA-A24 dan HLA-B63 untuk

kemungkinan faktor penyebab bagi orang Indonesia asli (Roezin, 1996; Ahmad,

2002). Penelitian di Medan menemukan alel gen paling tinggi pada penderita KNF

suku Batak adalah alel gen HLA-DRB1*12 dan HLA-DQB*0301 dimana alel gen

yang potensial sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak

adalah alel gen HLA-DRB1*08 (Delfitri M, 2007)

2.1.4 Gejala Klinik

Dari segi penderita gejala dini KNF tidak khas bahkan lebih banyak menyerupai

gejala rhinitis atau sinusitis. Keluhan penderita KNF sering meragukan dan baru jelas

setelah tumor membesar dan stadium sudah lanjut. Kesulitan ini akibat sulitnya

pemeriksaan nasofaring (Ahmad, 2002).

Gejala yang timbul berhubungan erat dengan lokasi tumor di nasofaring dan

derajat penyebaran. Gejala dini sering tidak disadari oleh penderita maupun dokter

sendiri. Gejala yang sering ditemukan :

1. Pembesaran kelenjar leher

Gejala ini paling sering ditemukan dan membawa penderita berkonsultasi dengan

dokter, sebagian besar penderita datang dengan pembesaran kelenjar leher baik

unilateral atau bilateral. Pembesaran kelenjar leher ini merupakan penyebaran

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 24: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

24

terdekat secara limfogen dari KNF. Kelenjar limfe retrofaring lateral (node of

Rouviere) adalah penyaring limfatik pertama akan tetapi tidak dapat diraba.

Pembesaran kelenjar yang agak khas akibat metastasis adalah lokasi pada ujung

prosesus mastoideus di belakang angulus mandibula yaitu kelenjar jugulodigastric

dan kelenjar cervical posterior (atas dan tengah), kemudian diikuti kelenjar cervical

tengah. Tumor biasa teraba keras, tidak nyeri. Dapat terfiksir atau mudah

digerakkan (Chew, 1997; Ahmad, 2002; Cottrill dan Nutting, 2003; Thompson, 2005)

2. Gejala hidung

Gejala pada hidung dapat merupakan gejala dini KNF akan tetapi gejala ini tidak

khas, karena dapat juga dijumpai pada penyakit infeksi biasa seperti rhinitis kronis

atau sinusitis. Gejala dapat berupa ingus yang dinodai darah serta ludah yang

bercampur darah saat membersihkan tenggorokan. Perdarahan dapat timbul

berulang-ulang, jumlah sedikit, bercampur ingus sehingga berwarna merah jambu

atau terdapat garis-garis darah halus. Epistaksis biasanya dijumpai pada KNF

stadium lanjut dengan atau tanpa erosi dasar tengkorak. Sumbat hidung biasanya

gejala pada stadium lanjut. Jika dijumpai pada stadium dini biasanya akibat infeksi

sekunder. Ozaena terjadi akibat nekrosis tumor dan merupakan ciri KNF stadium

lanjut. (Chew, 1997; Ahmad, 2002; Cottrill dan Nutting, 2003)

3. Gejala telinga

Dapat berupa gangguan pendengaran seperti tuli hantar, rasa penuh di telinga,

seperti ada cairan, tinitus atau berdenging. Hal ini karena umumnya tumor pertama

kali timbul di fossa Rosenmuller dan menyumbat muara tuba Eustachius. Gejala ini

merupakan gejala dini KNF. Otitis media serosa dijumpai pada 41 % pasien dari 237

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 25: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

25

pasien KNF yang didiagnosa dini. Jika seorang Cina dewasa datang dengan

keluhan ini, seorang ahli THT harus mempertimbangkan kemungkinan KNF (Chew,

1997; Ahmad, 2002; Wei, 2006).

4. Gejala neurologis

a. Sindroma petrosfenoidal

Gejala timbul akibat perluasan tumor ke intrakranial melalui foramen laserum.

Syaraf kranial yang terlibat berturut-turut adalah : n.VI, n. III, n.IV sedang n. II

paling akhir mengalami gangguan. Parese n. II menyebabkan gangguan

visus. Parese n. III menyebabkan kelumpuhan m. levator palpebra dan otot

tarsalis superior sehingga menimbulkan ptosis. Parese n. III, IV dan VI akan

menyebabkan gangguan berupa diplopia karena syaraf-syaraf tersebut

berperan dalam pergerakan bola mata. Parese n. V akan menimbulkan gejala

parestesi atau hipestesi pada separuh wajah. Apabila semua syaraf grup

anterior (n. II – n. VI) terkena, maka akan timbul gejala : neuralgia trigeminal

unilateral, oftalmoplegi unilateral, serta gejala nyeri kepala hebat yang timbul

akibat penekanan tumor pada duramater (Sudyartono dan Wiratno, 1996;

Ahmad, 2002)

b. Sindroma parafaring

Gejala ini timbul akibat gangguan syaraf kranial grup posterior (n. IX, X, XI

dan XII) karena penjalaran retroparotidean dimana tumor tumbuh ke

belakang masuk ke dalam foramen jugularis dan kanalis nervus hipoglosus.

Manifestasi kelumpuhan ialah : n. IX : kesulitan menelan karena hemiparese

m. konstriktor faringeus superior. N. X : gangguan motorik berupa afoni,

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 26: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

26

disfoni, disfagia dan spasme esofagus. Gangguan sensorik berupa nyeri

daerah laring dan faring, dyspnoe dan hipersalivasi. N. XI : kelumpuhan atau

atrofi m. trapezius, sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum molle.

N. XII : hemiparese dan atrofi sebelah lidah. N. VII dan n. VIII jarang terkena

KNF karena letaknya agak tinggi (Sudyartono dan Wiratno, 1996; Ahmad,

2002).

5. Gejala akibat metastase jauh.

Sel-sel kanker dapat menjalar bersama aliran darah (hematogen) atau bersama

aliran limfe (limfogen) mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring.

Metastase jauh dijumpai pada 3-6% penderita saat pertama kali datang, tetapi dapat

berkembang hingga 40% dari penderita KNF. Organ yang sering dikenai adalah

tulang (48%), diikuti paru (27%) dan hati (11%). Sumsum tulang jarang terlibat akan

tetapi membawa prognosis yang buruk. Metastase kelenjar limfe diluar leher jarang

terjadi dan biasanya timbul pada kasus relaps. Metastase jauh merupakan stadium

lanjut dan KNF dengan prognosis buruk. (Chiesa dan Paoli, 2001; Ahmad, 2002;

Cottrill dan Nutting, 2003).

2.1.5 Diagnosis

Dari sebuah penelitian pada 4768 penderita KNF, gejala yang dikeluhkan pada

saat pertama datang adalah benjolan di leher (76%), gangguan hidung (73%),

gangguan telinga (62%), sakit kepala (35%), penglihatan ganda (11%), rasa kebas di

wajah (8%), penurunan berat badan (7%) dan trismus (3%). Tanda klinis yang

ditemukan saat diagnosa ditegakkan adalah pembesaran kelenjar getah bening leher

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 27: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

27

(75%) dan kelainan syaraf kranial (20%). Syaraf kranial yang sering terkena adalah

syaraf kranial III, V, VI dan XII. Bila secara klinis dicurigai menderita KNF dan tumor

tidak terlihat pada pemeriksaan endoskopi, harus dilakukan pencitraan dengan

potongan lintang (CT Scan atau MRI). Diagnosis pasti KNF ditegakkan melalui biopsi

nasofaring yang didukung oleh visualisasi melalui endoskopi atau pencitraan dengan

potongan lintang (Wei dan Sham, 2005).

Jika penderita datang dengan gejala KNF, penderita harus dievaluasi secara

klinis adanya tanda-tanda fisik KNF (kelenjar limfe leher, cairan di telinga tengah,

keterlibatan syaraf kranial). Anamnesa lengkap, terutama gejala neurologi dan keluhan

yang menyarankan adanya metastase jauh sangat penting untuk ditanyakan kepada

penderita. Karena radioterapi adalah terapi utama sangat penting untuk menanyakan

faktor-faktor yang berpotensi terjadinya komplikasi yaitu riwayat radiasi sebelumnya,

merokok, alkohol, gizi buruk dan kelainan gigi (Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006).

Pemeriksaan yang dianjurkan untuk penderita KNF :

Untuk seluruh penderita :

- Nasofaringoskopi langsung dan biopsi pada tumor primer

- Pemeriksaan darah

- Profil biokimia termasuk tes fungsi hati dan laktat dehidrogenase (LDH)

- Serologi virus Epstein-Barr (IgA anti VCA, IgA anti EA)

- X-ray dada

- CT resolusi tinggi (dengan kontras intravena) atau scan MRI pada fossa cranii media,

nasofaring, sinus paranasal, leher dan inlet dada

- Orthopantomogram (Cottrill dan Nutting, 2003).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 28: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

28

Untuk penderita dengan keterlibatan kelenjar limfe lanjut (N3) atau diduga adanya

metastase jauh :

- Scan tulang dan radiografi polos pada daerah yang abnormal atau daerah yang

menunjukkan gejala.

- Scan ultrasound hati (Cottrill dan Nutting, 2003).

Pemeriksaan penunjang :

- Audiometri (jika ada indikasi klinis atau pada pemberian kemoterapi platinum)

- Bersihan kreatinin atau bersihan EDTA (pada pemberian kemoterapi platinum) (Cottrill

dan Nutting, 2003).

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus diarahkan ke cavum nasi dan nasofaring. Pemeriksaan

tidak langsung daerah nasofaring dapat dilakukan dengan cermin (rinoskopi posterior),

tetapi variasi anatomi pada penderita akan menganggu evaluasi yang adekwat pada

daerah nasofaring. Rinoskopi posterior juga dibatasi oleh refleks faring, kerjasama

penderita dan ketidakmampuan membuka mulut. Akan tetapi, pemeriksaan dengan

cermin masih tetap cara tercepat untuk menilai nasofaring. Dengan bantuan

nasoendoskopi kaku atau nasoendoskopi fleksibel dapat dilihat perluasan tumor primer,

yang dapat tumbuh eksofitik, atau tampak hanya berkurangnya batas dari fossa

Rosenmuller. Perluasan ke palatum mole, dinding faring dan orofaring harus dilihat

dengan inspeksi dan palpasi. Bukti adanya defisit syaraf kranial dapat dilihat dari

paralise dan atrofi palatum atau lidah. Evaluasi lengkap syaraf kranial lainnya harus

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 29: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

29

dilakukan pemeriksaan visual dan pemeriksaan membran timpani (Chew, 1997; Cottrill

dan Nutting, 2003; Wei, 2006)

Biopsi nasofaring

Konfirmasi pasti diagnosa KNF diperoleh dengan hasil biopsi positif yang diambil

dari tumor di nasofaring. Prosedur standar adalah biopsi transnasal dengan panduan

endoskopi. Teleskop kaku Hopkins 0° dan 30° memberikan pandangan yang baik dari

nasofaring. Jika terdapat deviasi septum, endoskop 70° dimasukkan melalui cavum nasi

yang berlawanan dapat memberikan visualisasi tumor yang adekwat. Endoskop 70°

yang dimasukkan di belakang palatum molle dapat memberikan visualisasi atap

nasofaring dan kedua muara tuba Eustachius. Endoskop kaku tidak mempunyai jalur

penghisap atau jalur biopsi. Darah dan mukus yang menutupi tumor harus dibuang

dengan penghisap terpisah untuk mendapatkan pandangan yang jelas pada daerah

patologis. Forsep biopsi harus dimasukkan bersebelahan dengan endoskop untuk

mendapatkan biopsi tumor dibawah pandangan langsung (Chew, 1997; Cottrill dan

Nutting, 2003; Wei, 2006).

Endoskop fleksibel memberikan pemeriksaan yang teliti pada seluruh nasofaring,

walau dimasukkan melalui satu sisi cavum nasi. Ujungnya dapat bermanuver di

belakang septum nasi ke sisi sebelah. Endoskop ini memiliki jalur penghisap dan forsep

biopsi dapat dimasukkan melaluinya untuk mengambil biopsi tumor dibawah pandangan

langsung. Walaupun demikian, gambaran visual yang diperoleh dari endoskop fleksibel

kurang baik dibandingkan endoskop kaku dan ukuran forsep biopsi kecil, sehingga

pengambilan jaringan tidak optimal (Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006)

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 30: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

30

Pada beberapa keadaan seperti : keadaan umum kurang baik, penderita tidak

kooperatif, faring terlalu sensitif, trismus atau pada anak, dilakukan eksplorasi

nasofaring dimana selain dilakukan biopsi, juga dilakukan kuretase daerah nasofaring.

Hal ini juga dilakukan pada penderita yang telah dilakukan biopsi dengan anestesi lokal

tetapi tidak menunjukkan hasil positif sedangkan gejala dan tanda yang ditemukan

menunjukkan ciri KNF (Ahmad, 2002).

Pada kasus KNF yang tidak dapat dikonfirmasi dengan biopsi endoskopi

konvensional, dapat dilakukan biopsi aspirasi jarum halus di nasofaring. Tumor yang

terletak dalam yang tidak dapat diambil dengan biopsi konvensional dapat dicapai oleh

biopsi aspirasi jarum halus dengan hasil yang cukup akurat (Lubis, 1993).

Biopsi nasofaring tetap dilaksanakan walaupun tumor primer tidak terlihat di

nasofaring pada keadaan :

1. Limfadenopati kelenjar leher akibat metastase tumor ganas.

2. Parese/paralise unilateral n.IV dan n.VI dengan sebab yang tidak jelas.

3. Asimetri nasofaring pada CT scan.

4. Terdapat 2 dari 3 gejala yaitu gejala telinga, gejala hidung dan gejala neurologis

(Ahmad, 2002).

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan foto polos dapat menilai destruksi tulang dan massa jaringan lunak

yang menutupi jalan nafas atas. Akan tetapi teknik ini memiliki sensitivitas dan

spesifisitas yang rendah dan hanya sedikit memberikan keterangan tentang invasi dan

perluasan tumor (Ahmad, 2002; Wei dan Sham, 2005).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 31: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

31

Pemeriksaan fisik (termasuk endoskopi) dapat memberikan informasi yang

bernilai mengenai keterlibatan mukosa dan perluasan tumor ke hidung dan orofaring,

tetapi tidak dapat menilai perluasan ke dalam, erosi dasar tengkorak, atau penyebaran

intrakranial, kecuali terdapat gejala dan tanda ekstensi yang luas melalui jalur tersebut

(Wei dan Sham, 2005).

Pencitraan potong lintang telah meningkatkan efektivitas terapi pada penderita

KNF. Pencitraan tumor primer yang sesuai sangat penting bukan hanya untuk

menentukan stadium tetapi juga untuk perencanaan radioterapi yang akurat. Dalam

menentukan stadium, CT dapat mengidentifikasi penyebaran paranasofaring yaitu jenis

penyebaran yang paling sering pada KNF, dan dapat menunjukkan penyebaran

perineural melalui foramen ovale yang merupakan jalur penyebaran intrakranial yang

penting. Penyebaran perineural melalui foramen ovale juga diperhitungkan sebagai bukti

CT adanya keterlibatan sinus kavernosa tanpa erosi dasar tengkorak (Cottrill dan

Nutting 2003; Wei dan Sham, 2005)

MRI lebih baik dari CT dalam memperlihatkan jaringan lunak nasofaring

superfisial atau dalam dan untuk membedakan tumor dengan jaringan lunak. MRI juga

lebih sensitif untuk menilai metastase kelenjar retrofaring dan kelenjar leher dalam.

Akan tetapi MRI kemampuannya terbatas dalam detail tulang dan CT harus dilakukan

bila status dasar tengkorak tidak dapat ditentukan dengan jelas oleh MRI. Dalam

penentuan stadium, MRI dapat mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang, dimana

CT tidak dapat mendeteksinya kecuali dijumpai erosi tulang yang terlibat. Infiltrasi ke

sumsum tulang dihubungkan dengan peningkatan resiko metastase jauh. Pada suatu

studi komparatif, lebih banyak penderita KNF didapati dengan stadium lebih tinggi

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 32: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

32

dengan pemeriksaan CT dibandingkan MRI (Cottrill dan Nutting 2003; Wei dan Sham,

2005).

Deteksi metastase jauh saat diagnosa dengan radiografi konvensional, CT dan

MRI biasanya tidak berhasil. Beberapa laporan telah menyimpulkan bahwa scan tulang,

scintigrafi hati, ultrasonografi abdominal dan biopsi sumsum tulang memiliki nilai yang

kecil dalam pemeriksaan stadium rutin dan direkomendasikan untuk tidak digunakan

(Wei dan Sham, 2005).

Saat digunakan untuk memonitor kondisi penderita setelah terapi, baik CT dan

MRI memiliki sensitivitas rendah dan spesifisitas sedang dalam mendeteksi rekurensi

tumor, walaupun secara umum MRI lebih baik dari CT dalam menunjukkan rekurensi

tumor dan komplikasi post radiasi (Wei dan Sham, 2005).

Pemeriksaan Serologi

Virus Epstein-Barr dapat mempengaruhi manusia dalam berbagai bentuk. Virus

ini dapat menyebabkan infeksi mononukleosis dan juga berhubungan dengan limfoma

Burkitt dan KNF. VEB tergolong virus herpes dan antigen spesifik VEB dapat

dikelompokkan menjadi antigen replikatif awal, antigen fase laten dan antigen akhir.

Pada pasien KNF, antibodi imunoglobulin A (IgA) memberikan respon terhadap early

antigen (EA) dari kelompok pertama, dan viral capsid antigen (VCA) dari kelompok

ketiga memiliki nilai diagnostik. Keduanya juga berperan dalam skrining bagi penderita

KNF asimtomatik pada populasi resiko tinggi. IgA anti VCA lebih sensitif tetapi kurang

spesifik dibandingkan IgA anti EA. Walau kurang spesifik, peninggian LDH serum juga

berhubungan dengan metastase (Ahmad, 2000; Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 33: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

33

2.1.6 Histopatologi dan Stadium

WHO menetapkan KNF sebagai kanker yang berasal dari sel skuamous dan

dibedakan berdasarkan mikroskop cahaya menjadi 3 tipe :

Tipe 1 : keratinizing squamous cell carcinoma, menunjukkan differensiasi skuamosa

dengan adanya jembatan interseluler dan/atau keratinisasi di atasnya.

Tipe 2 : differentiated non keratinizing carcinoma, sel tumor menunjukkan diferensiasi

dengan rangkaian maturasi yang terjadi di dalam sel, dimana diferensiasi

skuamosa tidak terlihat pada mikroskop cahaya.

Tipe 3 : undifferentiated carcinoma, sel-sel tumor memiliki inti vesikuler yang oval atau

bulat dan nukleolus yang menonjol. Batas sel tidak terlihat, dan tumor

menunjukkan gambaran sinsitial.

Tumor tipe 2 dan tipe 3 biasanya lebih radiosensitif dan memiliki hubungan

yang kuat dengan virus Epstein-Barr (Thompson, 2005; Wei dan Sham, 2005;

Lutzky et al. 2008).

Terdapat berbagai klasifikasi untuk KNF, yang paling sering digunakan adalah

menurut UICC (2002) dan Ho (1978). (Marzaini, 2002; Mould dan Tai, 2002; Cottrill

dan Nutting, 2003).

Klasifikasi menurut AJCC/UICC 2002 : (Brennan, 2006)

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak terbukti adanya tumor primer

Tis Karsinoma in situ

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 34: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

34

Nasofaring

T1 Tumor terbatas di nasofaring

T2 Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau rongga hidung

T2a Tanpa perluasan ke daerah parafaring

T2b Dengan perluasan ke daerah parafaring

T3 Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya syaraf kranial, rongga

infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator.

KGB Regional (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastase ke KGB regional

N1 Metastase KGB unilateral, diameter terbesar kurang dari 6 cm, di atas fossa

supraklavikular.

N2 Metastase KGB bilateral, diameter terbesar kurang dari 6 cm, di atas fossa

supraklavikular

N3 Metastase pada KGB :

N3a Diameter terbesar lebih dari 6 cm

N3b Meluas ke fossa supraklavikular

Metastase Jauh (M)

Mx Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0 Tanpa metastase jauh

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 35: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

35

M1 Metastase jauh

Kelompok stadium :

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

IIA T2a N0 M0

IIB T1 N1 M0

T2a N1 M0

T2b N0 M0

T2b N1 M0

III T1 N2 M0

T2a N2 M0

T2b N2 M0

T3 N0 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

IVA T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

IVB setiap T N3 M0

IVC setiap T setiap N M1

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 36: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

36

2.1.7 Terapi

Radioterapi

Radioterapi masih tetap merupakan modalitas terapi primer untuk KNF dan

kelenjar regional yang membesar (Cottrill dan Nutting, 2003; Wei dan Sham, 2005). Ini

disebabkan lokasi nasofaring berdekatan dengan struktur yang penting, serta sifat

infiltrasi KNF, sehingga pembedahan sulit dilakukan. Selain itu KNF memiliki sensitivitas

tinggi terhadap radiasi maupun kemoterapi dibandingkan kanker kepala dan leher

lainnya (Wei, 2006; Lin, 2006; Guigay et al. 2006).

Pada pasien KNF stadium dini (stadium I dan II), terapi pilihan adalah radioterapi

definitif. Pada KNF stadium lanjut (stadium III dan IV) pemberian kemoterapi

dikombinasikan dengan radioterapi merupakan pilihan, walau masih kontroversial sebab

masih didapati perbedaan-perbedaan dalam laporan studi di literatur (Licitra et al. 2003;

Lin, 2006)

Dosis radiasi untuk tumor primer biasanya diberikan 65-75 Gy dan pada kelenjar

leher 65-70 Gy. Dosis untuk terapi profilaktik pada leher dengan kelenjar negatif adalah

50-60 Gy (Wei dan Sham, 2005). Dosis radiasi perfraksi yang diberikan adalah 200 cGy

DT (dosis tumor) diberikan 5 kali seminggu untuk tumor primer maupun kelenjar.

Setelah itu radiasi dilanjutkan untuk tumor primer sehingga dosis total adalah 6000-7000

cGy pada tumor (Marzaini, 2002; Mould dan Tai, 2002; Licitra et al. 2003).

Dengan pemberian radioterapi saja telah berhasil mengontrol tumor T1 dan T2

pada 75-90% kasus dan tumor T3 dan T4 pada 50-75% kasus. Kontrol kelenjar leher

mencapai 90% pada kasus N0 dan N1, tapi tingkat kontrol berkurang menjadi 70% pada

kasus N2 dan N3 (Licitra et al. 2003; Lee, 2003; Wei, 2006).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 37: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

37

Kemoterapi

Pemberian kemoterapi pada KNF diindikasikan pada kasus penyebaran ke

kelenjar getah bening leher, metastasis jauh dan kasus-kasus residif. Pemberian

kemoterapi terutama diberikan pada KNF dengan penyakit lokoregional tingkat lanjut

dikombinasikan dengan radioterapi. Kemoterapi dapat diberikan sebelum (neoadjuvan),

selama (concurrent) atau setelah (adjuvan) pemberian kemoterapi. Regimen kemoterapi

aktif antara lain : cisplatin, 5-fluorouracil (5-FU), doxorubicin, epirubicin, bleomycin,

mitoxantron, methotrexate dan alkaloid vinca (Zakifman, 2002; Cottrill dan Nutting,

2003; Lin, 2006).

Sebanyak 70% pasien yang baru terdiagnosa KNF datang pada stadium III dan

IV, dengan penyakit lokal lanjut tanpa metastase. Standar pengobatan adalah

radioterapi dikombinasikan dengan kemoterapi. Akan tetapi, waktu pemberian, dosis,

durasi dan regimen obat kemoterapi yang optimal masih tetap kontroversial sebab

masih didapati perbedaan-perbedaan dalam laporan studi di literatur (Agulnik dan Siu,

2005; Lin, 2006).

Dasar pemberian kemoterapi neoadjuvan/induksi kemoterapi dengan radioterapi

ada 2. Pertama : reduksi sitotoksik tumor primer dan kelenjar dapat meningkatkan

kontrol lokoregional. Kedua : eradikasi mikrometastase sistemik pada stadium dini dapat

mengurangi relaps metastase jauh. Pemberian kemoterapi saat siklus radioterapi

(concomitant) menawarkan potensi sensitisasi tumor terhadap radiasi dan juga

kemungkinan eradikasi mikrometastase. Akan tetapi juga menawarkan peningkatan

resiko toksisitas. Tujuan kemoterapi adjuvan yang diberikan setelah radioterapi adalah

untuk mengurangi tingginya tingkat kegagalan terhadap metastase jauh. Tetapi hal ini

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 38: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

38

tidak berperan secara signifikan terhadap kontrol lokoregional (Mould dan Tai, 2002;

Cottrill dan Nutting, 2003).

Berdasarkan berbagai uji random yang telah dipublikasikan dengan tujuan

menilai penambahan kemoterapi pada radioterapi pada KNF lokal stadium lanjut, telah

diambil persetujuan umum bahwa kemoradioterapi concurrent sangat berguna, secara

konsisten menghasilkan keuntungan survival dibandingkan pemberian radioterapi saja,

mencapai tingkat overall survival (OS) 5 tahun sebesar 70% (Agulnik dan Siu, 2005;

Wei, 2006; Guigay et al. 2006).

Pemberian kemoterapi lanjutan terhadap kemoradioterapi concurrent, baik

sebagai neoadjuvan ataupun adjuvan, diperkirakan akan memperkuat kontrol penyakit.

Berdasarkan laporan-laporan terakhir, dipertimbangkan kombinasi kemoterapi

induksi/neoadjuvan diikuti terapi concurrent. Penggabungan bahan-bahan antikanker

terbaru yang kurang toksik dan lebih efektif seperti gemcitabine, taxane dan bahan-

bahan target molekular sebagai kombinasi regimen modalitas memerlukan eksplorasi

lebih lanjut dalam terapi KNF lokal stadium lanjut (Agulnik dan Siu, 2005)

Sampai sekarang, regimen dengan dasar platinum merupakan standar

kemoterapi pada pasien KNF dengan metastase, dan terapi lini pertama yang paling

banyak digunakan adalah kombinasi cisplatin dan 5-FU, yang mencapai ratio respon

66%-76% (Guigay et al. 2006; Wei, 2006). Kombinasi platinum dengan bahan baru

seperti gemcitabine atau paclitaxel telah menunjukkan respon yang baik (Guigay et al.

2006).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 39: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

39

Pembedahan

Pembedahan hanya sedikit berperan dalam penatalaksanaan KNF. Terbatas

pada diseksi leher radikal untuk mengontrol kelenjar yang radioresisten dan metastase

leher setelah radioterapi, pada pasien tertentu pembedahan penyelamatan (salvage

treatment) dilakukan pada kasus rekurensi di nasofaring atau kelenjar leher tanpa

metastase jauh (Chew, 1997; Wei, 2003; Wei, 2006; Lutzky et al. 2008).

Terapi Target Molekuler

Dengan tujuan untuk meningkatkan proporsi survival jangka panjang pada pasien

KNF yang rekuren atau dengan metastase jauh, bahan sistemik yang lebih baik

diperlukan untuk meningkatkan respon komplet. Dengan potensi indeks terapetik yang

lebih tinggi, bahan-bahan target melokuler menampilkan senyawa-senyawa yang dapat

melengkapi penggunaan kemoterapi konvensional (Agulnik dan Siu, 2005).

Beberapa target molekuler telah diidentifikasi dalam spesimen tumor penderita

KNF. Ekspresi atau overekspresi reseptor-reseptor berikut telah dievaluasi pada KNF

yaitu : EGFR, cKIT c-erbB-2 (HER-2) dan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor),

yang merupakan faktor proangiogenik, yang berperan dalam angiogenesis untuk

pertumbuhan tumor, invasi dan metastase tumor (Agulnik dan Siu, 2005).

Saat ini target terapi dengan cetuximab (antibodi monoklonal EGFR) sedang

dalam perkembangan untuk pasien KNF rekuren atau dengan metastase (Agulnik dan

Siu, 2005; Guigay et al. 2006; Licitra et al. 2006). Terapi multitarget inhibitor tyrosine

kinase VEGF untuk KNF dengan metastase telah menunjukkan aktivitas pada studi fase

I (Guigay et al. 2006)

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 40: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

40

Manajemen Pada KNF Persisten atau Rekuren

Komplikasi lambat dapat timbul pada pasien yang bertahan hidup lama sebagai

akibat radiasi pada daerah sekitar nasofaring dan kelenjar leher. Komplikasi yang dapat

timbul yaitu pada neuroendokrin dan otologi, xerostomia, fibrosis jaringan lunak,

stenosis arteri karotid. Komplikasi neurologi yang menyulitkan seperti nekrosis lobus

temporal dan kelumpuhan syaraf kranial. Kemoterapi dengan cisplatin akan

meningkatkan efek samping otologi (Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006).

Remisi komplet KNF setelah terapi dapat dimonitor dengan pemeriksaan fisik,

pemeriksaan endoskopi dengan atau tanpa biopsi, dan pencitraan. Pemeriksaan

dengan PET lebih baik dibandingkan dengan CT atau MRI untuk mendeteksi tumor

yang persisten atau rekuren. Deteksi dini adanya relaps lokoregional sangat penting

karena tumor ini masih dapat ditolong jika dideteksi dini. Pada kasus persisten, baik

pada nasofaring ataupun kelenjar leher 10 minggu setelah terapi inisial telah komplet,

dapat dipertimbangkan terapi penyelamatan (salvage treatment) (Wei, 2006).

Walau kemoradioterapi concomitant cukup efektif pada terapi KNF, kegagalan

lokal atau regional sebagai tumor yang persisten atau rekuren dapat terjadi. Untuk

mempertahankan tingkat survival yang tinggi dibutuhkan deteksi dan terapi dini. Berikut

terapi yang dapat diberikan :

1. Tumor persisten atau rekuren pada kelenjar limfe leher : diseksi leher radikal, dapat

ditambahkan dengan brakiterapi bila tumor telah menyebar keluar batas kelenjar

leher.

2. Tumor persisten atau rekuren di nasofaring : radioterapi eksternal siklus kedua

dengan dosis lebih besar, radioterapi stereotaktik, brakiterapi, nasofaringektomi,

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 41: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

41

radioterapi eksternal siklus kedua dikombinasi dengan kemoterapi concurrent ( Cottrill

dan Nutting, 2003; Wei, 2003; Wei, 2006).

2.2 Vascular Endothelial Growth Factor

2.2.1 Angiogenesis

Angiogenesis adalah pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari

pembuluh darah yang telah ada (Josko et al. 2000; Rosen, 2002). Angiogenesis sangat

dibutuhkan dalam pembentukan organ baru serta untuk diferensiasi saat embriogenesis,

penyembuhan luka dan fungsi reproduksi wanita (Josko et al. 2000; Rosen, 2002).

Angiogenesis kompensatori ditunjukkan dengan pembentukan pembuluh darah kolateral

jika terjadi kekurangan oksigen dan kekurangan nutrisi pada jaringan normal (Rosen,

2002). Angiogenesis dapat dipicu oleh berbagai kondisi patologis, seperti reumatoid

artritis, retinopati diabetik, degenerasi makular, psoriasis dan pertumbuhan serta

metastasis tumor (Rosen, 2002; Plank dan Sleeman, 2003).

Tumor membutuhkan angiogenesis untuk tumbuh di atas ukuran 1-2 mm3

(Rosen, 2002). Angiogenesis diperlukan untuk suplai oksigen, nutrien, faktor

pertumbuhan dan hormon, enzim proteolitik, mempengaruhi faktor hemostatik yang

mengontrol koagulasi dan sistem fibrinolitik, dan penyebaran sel-sel tumor ke tempat

jauh (Hicklin dan Ellis, 2005).

Angiogenesis merupakan proses yang sangat kompleks, yang diregulasi secara

ketat oleh faktor-faktor proangiogenik (VEGF, FGF, PDGF) dan faktor-faktor

antiangiogenik (Rosen, 2002; Hicklin dan Ellis, 2005). Suatu tumor avaskular

bergantung pada difusi pasif untuk suplai oksigen dan makanan serta untuk

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 42: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

42

pembuangan produk sisa. Kebutuhan tumor terhadap nutrien berkembang sesuai

dengan volumenya, tetapi kemampuannya mengabsorbsi bahan-bahan melalui difusi

dari jaringan sekitar sesuai dengan luas permukaan tumor. Karena itu tumor tumbuh

hingga suatu ukuran maksimum hingga tumor mengalami defisiensi nutrien (biasanya di

bagian tengah tumor, dimana tingkat nutrien paling rendah) yang akan manghambat

proliferasi tumor hingga tumor berada dalam status diam. Hal ini membatasi ukuran

tumor sampai sekitar 2 mm, yang disebut keadaan dorman. Sel-sel tumor yang hipoksik

akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan angiogenik, termasuk VEGF. Tumor juga

memproduksi inhibitor endogen angiogenesis, seperti TGF-β. Mulanya inhibitor melebihi

faktor pertumbuhan angiogenik dan sel endotel tetap diam. Akan tetapi, saat tumor

mampu memproduksi cukup faktor pertumbuhan dan/atau menekan ekspresi inhibitor,

akan terjadi ‘angiogenic switch’ menuju proses angiogenesis. (Plank dan Sleeman,

2003). ‘Angiogenic switch’ merupakan pertanda proses malignansi (Hicklin dan Ellis,

2005).

2.2.2 Angiogenesis Yang Diinduksi Tumor

Model terkini proses angiogenesis tumor menyarankan bahwa proses ini

melibatkan tumbuhnya tunas pembuluh dari pembuluh darah yang ada dan menyatunya

progenitor endotel menjadi pembuluh vaskular baru. Proses ini meliputi berbagai

kejadian yaitu proliferasi, migrasi dan invasi sel-sel endotel, organisasi sel-sel endotel

menjadi struktur tubular yang fungsional, maturasi pembuluh, dan regresi pembuluh.

(Detmar, 2000; Hicklin dan Ellis, 2005). Pada jaringan normal, kestabilan vaskular

dipertahankan oleh pengaruh yang dominan dari inhibitor angiogenesis endogen

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 43: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

43

terhadap stimulus angiogenik, sebaliknya angiogenesis tumor diinduksi oleh

peningkatan sekresi faktor angiogenik dan/atau oleh penurunan regulasi inhibitor

angiogenesis (Detmar, 2000).

Permulaan Angiogenesis

Pada permulaan angiogenesis, stimulus angiogenik yang diterima menyebabkan

sel endotel kapiler sekitar tumor teraktivasi, kontak yang erat dengan sel sekitar akan

menghilang dan mensekresi enzim proteolitik (protease) yang mempunyai efek

mendegradasi jaringan ekstraseluler. Ada banyak jenis enzim proteolitik tersebut, tetapi

secara garis besar dibagi menjadi matrix metalloproteases (MMPs) dan plasminogen

activator (PA)/sistem plasmin. Target awal protease adalah membran dasar. Setelah

terdegradasi, sel endotel akan dapat bergerak melalui gap yang ada pada membran

dasar menuju matriks ekstraseluler. Sel-sel endotel sekitar akan bergerak mengisi gap

pada membran dasar dan mengikuti sel-sel endotel sebelumnya menuju matriks

ekstraseluler. Karena itu, fungsi pertama faktor pertumbuhan angiogenik adalah

menstimulasi produksi protease oleh sel-sel endotel. Hal ini merupakan faktor kunci

pada rangkaian angiogenesis, sebab tanpa adanya aktivitas proteolitik, sel-sel endotel

akan dihambat oleh membran dasar hingga tidak dapat keluar dari kapiler (pembuluh)

induk (Plank dan Sleeman, 2003).

Migrasi Sel Endotel, Proliferasi dan Pembentukan Pembuluh

Setelah ekstravasasi, sel endotel terus mensekresi enzim proteolitik, yang akan

mendegradasi matriks ekstraseluler. Sel endotel terus bergerak menjauhi pembuluh

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 44: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

44

induk menuju tumor, membentuk tunas kecil. Sel endotel akan bertambah dari

pembuluh induk hingga tunas memanjang. Awalnya tunas-tunas ini bergerak paralel

satu sama lain, akan tetapi pada jarak tertentu dari pembuluh induk, mulai condong

menuju tunas lainnya. Hal ini akan membentuk loop tertutup (anastomose), yang akan

memungkinkan dimulainya sirkulasi pada pembuluh yang baru. Ini merupakan peristiwa

penting dalam pembentukan jaringan vaskular fungsional, akan tetapi stimulus yang

pasti terhadap perubahan arah tunas dan anastomosis masih belum diketahui (Plank

dan Sleeman, 2003).

Fase Vaskular

Dalam fase vaskular, pada angiogenesis fisiologis, ketika jaringan target telah

tervaskularisasi, ekspresi faktor pertumbuhan angiogenik akan berkurang. Migrasi,

proliferasi dan proteolisis sel-sel endotel akan berhenti dan pembuluh darah yang baru

terbentuk mengalami proses maturasi. Ikatan yang kuat antar sel distabilkan di endotel

dan sel endotel mensekresi protein (laminin, kolagen) untuk membentuk membran

dasar. Akhirnya sel-sel penyokong periendotel (perisit) direkrut dan pembuluh darah

baru menjadi bagian sistem vaskular yang stabil. Proses maturasi biasanya tidak terjadi

pada angiogenesis tumor, karena masih tetap terdapat daerah hipoksik di dalam tumor

yang tetap memproduksi faktor angiogenik. Selain itu, ketika daerah vaskularisasi yang

baru pada tumor terus bertambah, akan melebihi suplai darahnya sendiri sehingga

menimbulkan daerah hipoksik sendiri. Angiogenesis akan terus berlangsung dan

kapiler-kapiler baru terus tumbuh, meningkatkan suplai darah ke tumor yang sekarang

tumbuh pesat dan heterogen (Plank dan Sleeman, 2003).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 45: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

45

Akan tetapi, berlanjutnya angiogenesis akan meningkatkan pertumbuhan tumor,

yang akan membutuhkan suplai darah baru. Pada tumor yang sangat ganas, kebutuhan

akan pembuluh darah baru biasanya tidak pernah terpenuhi (Plank dan Sleeman, 2003).

Kapiler tumor biasanya tidak matang dan tidak stabil karena tidak terbentuknya

membran dasar, disebabkan faktor angiogenik terus diproduksi. Pembuluh baru akan

berbentuk ireguler, rapuh dan berliku-liku (Plank dan Sleeman, 2003).

2.2.3 Famili VEGF

Famili VEGF yang secara genetik berhubungan sebagai faktor pertumbuhan

angiogenik dan limfangiogenik terdiri dari 6 glikoprotein yaitu VEGF-A (biasa disebut

VEGF), VEGF-B, VEGF-C, VEGF-D, VEGF-E, dan placenta growth factor (PlGF)

(Hicklin dan Ellis, 2005).

In vivo, ekspresi VEGF-A telah menunjukkan peran kuncinya dalam

vaskulogenesis fisiologik dan angiogenesis. Pada tikus, delesi homozigot dan

heterozigot pada gen VEGF secara embrionik letal, menimbulkan defek pada

vaskulogenesis dan abnormalitas kardiovaskular. VEGF-A juga berperan penting dalam

proses angiogenik postnatal, termasuk penyembuhan luka, ovulasi, menstruasi,

mempertahankan tekanan darah serta kehamilan. VEGF-A juga telah dihubungkan

dengan berbagai kondisi patologis yang berkaitan dengan peningkatan angiogenesis,

seperti artritis, psoriasis, degenerasi makular dan retinopati diabetik (Hicklin dan Ellis,

2005).

Pada tikus, ketiadaan VEGF-B dan PlGF menunjukkan tidak ada defek pada

vaskulogenesis embrionik atau abnormalitas perkembangan embrionik yang

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 46: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

46

menyarankan bahwa peran VEGF-B dan PlGF mungkin berlebihan. Akan tetapi tidak

adanya PlGF akan mengganggu angiogenesis, ekstravasasi plasma, dan pertumbuhan

kolateral saat iskemia, peradangan, penyembuhan luka dan pertumbuhan tumor yang

menyarankan bahwa peran PlGF pada keadaan patologis yang terjadi pada orang

dewasa (Hicklin dan Ellis, 2005).

Homolog VEGF yaitu VEGF-C dan VEGF-D memegang peran kunci pada

limfangiogenesis saat embrionik dan postnatal. Delesi homozigot gen VEGF-C pada

tikus bersifat letal embrionik dan delesi heterozigot akan menyebabkan defek postnatal

yang berhubungan dengan defek perkembangan limfatik. VEGF-C dan VEGF-D

mungkin juga berperan dalam pertumbuhan pembuluh darah baru, terutama pada

keadaan patologik seperti pertumbuhan tumor. Akan tetapi perannya pada angiogenesis

tumor masih belum jelas. VEGF-E bukan homolog VEGF mamalia, tetapi protein viral

yang dikode virus Orf parapoxvirus (Hicklin dan Ellis, 2005; Guang, 2007).

2.2.4 Reseptor VEGF

Ligan VEGF menengahi efek angiogeniknya melalui reseptor yang berbeda. Dua

reseptor diidentifikasi pada sel endotel dikenal sebagai reseptor tirosin kinase spesifik

VEGFR-1 (fms-like tyrosine kinase1/Flt-1) dan VEGFR-2 (KDR/Flk-1). Saat ini VEGFR-3

(fms-like tyrosine kinase 4/Flt-4) telah diidentifikasi dan dihubungkan dengan proses

limfangiogenesis (Neufeld et al. 1999; Hicklin dan Ellis, 2005; Shibuya, 2006).

VEGFR-1 merupakan reseptor untuk VEGF-A dan mempunyai kemampuan untuk

mengikat VEGF-B dan PlGF. VEGFR-1 sangat penting untuk angiogenesis fisiologik

dan angiogenesis pertumbuhan. Beberapa studi juga mengindikasikan bahwa VEGFR-1

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 47: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

47

mempunyai peran fungsional positif pada beberapa tipe sel, yang berpartisipasi pada

migrasi monosit, rekrutmen progenitor sel endotel, meningkatkan sifat adesif sel-sel

natural killer, dan menginduksi faktor pertumbuhan dari sel-sel sinusoidal hati (Hicklin

dan Ellis, 2005; Shibuya, 2006).

Studi oleh Autiero dkk. menunjukkan aktivasi VEGFR-1 oleh PlGF menyebabkan

transfosforilasi VEGFR-2 pada sel endotel sehingga terjadi koekspresi terhadap

reseptor tersebut. Studi lain menunjukkan bahwa pada kondisi patologik seperti

tumorigenesis, VEGFR-1 merupakan regulator angiogenesis yang positif dan poten.

Bukti terakhir menyarankan fungsi VEGFR-1 berbeda sesuai tahap perkembangan,

berbagai kondisi patologik dan fisiologik, dan tipe sel dimana dia diekspresikan (Hicklin

dan Ellis, 2005; Shibuya, 2006).

VEGFR-2 menengahi mayoritas efek akhir VEGF-A pada angiogenesis, termasuk

permeabilitas mikrovaskular, proliferasi, invasi, migrasi dan survival sel endotel. Aktivasi

spesifik VEGFR-2 dengan VEGF-E telah menunjukkan aktivitas sel endotel yang poten

in vitro dan in vivo, dengan kuat menyokong gagasan bahwa aktivasi VEGFR-2 sendiri

dapat secara efisien menstimulasi angiogenesis. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,

aktivasi dan sinyal VEGFR-2 dapat secara positif atau negatif dipengaruhi ko-ekspresi

dan aktivasi VEGFR-1 (Hicklin dan Ellis, 2005; Shibuya, 2006; Tabernero, 2007).

VEGFR-3 adalah reseptor tirosin kinase yang berasal dari klon lapisan sel

leukemia dan plasenta manusia. VEGFR-3 condong berikatan dengan VEGF-C dan

VEGF-D. VEGFR-3 diekspresikan melalui vaskulatur embrionik, tapi saat perkembangan

dan ketika dewasa, ekspresinya terbatas pada sel-sel endotel limfatik. Pada manusia

dewasa, VEGFR-3 dipercaya mempunyai berbagai peran : membantu perkembangan

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 48: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

48

kardiovaskular dan pembentukan jaringan vaskular primer saat embriogenesis, dan

memfasilitasi limfangiogenesis ketika dewasa. Aktivasi dan peningkatan regulasi ligan

VEGFR-3 telah diobservasi pada beberapa neoplasma, seperti kanker payudara dan

melanoma, dengan peningkatan level VEGF-C dan VEGF-D yang berhubungan dengan

metastase kelenjar limfe pada pasien. Inhibisi sinyal VEGFR-3 dengan menggunakan

VEGFR-3 solubel menunjukkan pengurangan limfangiogenesis dan metastase kelenjar

limfe tumor (Hicklin dan Ellis, 2005; Shibuya, 2006).

2.2.5 Peran VEGF Pada Angiogenesis

Vascular Endothelial Growth Factor merupakan golongan faktor angiogenik

terbaik. Telah jelas ditemukan bahwa VEGF adalah kekuatan utama dibalik

angiogenesis tumor dan pembentukan seluruh pembuluh darah. Tiga aktivitas pokok sel

endotel dalam angiogenesis yaitu sekresi protease, migrasi dan proliferasi. VEGF

mampu memicu ketiga proses tersebut dan bekerja secara spesifik pada sel endotel

(VEGFR secara eksklusif terekspresi pada sel endotel). VEGF juga bertindak sebagai

faktor survival sel endotel dengan menghambat apoptosis. (Rosen, 2002; Plank dan

Sleeman, 2003). Fungsi VEGF pada sel endotel yaitu meningkatkan permeabilitas

vaskular 50.000 kali lebih poten dari histamin. VEGF mengaktivasi sel endotel dengan

efek perubahan morfologi sel endotel, perubahan cytoskeleton, dan menstimulasi

migrasi dan pertumbuhan sel endotel. VEGF bersifat mitogen terhadap sel endotel yang

menyebabkan proliferasi sel. VEGF juga menginduksi berbagai enzim dan protein yang

penting untuk proses degradasi membran dasar, yang berguna bagi sel endotel untuk

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 49: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

49

migrasi dan invasi yang merupakan tahap penting pada angiogenesis (Hicklin dan Ellis,

2005).

Permeabilitas

VEGF sebenarnya ditemukan karena kemampuannya membuat vena dan vena

kecil hiperpermeabel terhadap molekul makro dalam sirkulasi, sehingga pertama kali

disebut sebagai vascular permeability factor (VPF). Faktanya VEGF salah satu

penginduksi permeabilitas vaskular yang paling poten, 50.000 kali lebih poten dari

histamin. Kemampuannya untuk meningkatkan permeabilitas mikrovaskular merupakan

salah satu peran yang paling penting untuk VEGF, terutama dengan

mempertimbangkan hipermeabilitas pembuluh tumor yang diperkirakan berperan besar

untuk ekspresi VEGF pada sel-sel tumor (Hicklin dan Ellis, 2005).

Mekanisme pasti bagaimana VEGF meningkatkan permeabilitas mikrovaskular

belum sepenuhnya jelas. Studi terakhir menyarankan bahwa VEGF menginduksi

permeabilitas mungkin dimediasi via jalur calcium dependent yang melibatkan produksi

oksida nitrat dan aktivasi jalur Akt dan peningkatan cGMP, dengan aktivasi jalur Erk1/2

dengan cara stimulasi prostaglandin PGI2 (Hicklin dan Ellis, 2005).

Aktivasi Sel Endotel

VEGF menghasilkan berbagai efek yang berbeda pada sel-sel endotel dan

endotel vaskular. Efek-efek tersebut termasuk perubahan dalam morfologi sel endotel,

perubahan cytoskeleton, dan stimulasi pertumbuhan dan migrasi sel endotel. VEGF

menyebabkan peningkatan ekspresi berbagai gen-gen sel endotel yang berbeda,

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 50: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

50

termasuk faktor jaringan prokoagulan; protein jalur fibrinolitik, termasuk urokinase,

aktivator plasminogen tipe jaringan, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1, dan urokinase

inhibitor; matrix metalloprotease; GLUT-1 transporter glukosa; sintase oksida nitrat;

integrin; dan berbagai mitogen (Hicklin dan Ellis, 2005).

Survival

VEGF pertama kali tampak bekerja sebagai faktor survival pada sel-sel endotel

retina, dan sekarang telah menunjukkan kerjanya dalam menyokong survival beberapa

macam sel-sel endotel baik in vitro dan in vivo. In vitro, telah menunjukkan bahwa VEGF

menghambat apoptosis dengan mengaktivasi jalur PI3K-Akt yang juga meningkatkan

regulasi protein antiapoptotik seperti bcl-2 dan A1; hal ini akan menhambat aktivasi

caspase, dan meningkatkan regulasi anggota famili penghambat apoptosis termasuk

survivin dan XIAP. VEGF juga mengaktivasi focal adhesion kinase (FAK) dan protein

yang berhubungan yang telah menunjukkan kerjanya mempertahankan sinyal survival

sel-sel endotel (Hicklin dan Ellis, 2005).

In vivo, injeksi VEGF eksogen dapat mempertahankan pembuluh retina yang

belum matang dari kerusakan, dan ketergantungan terhadap VEGF telah didapati pada

sel-sel endotel pembuluh tumor yang baru terbentuk, tetapi tidak didapati pada

pembuluh tumor yang telah stabil (Hicklin dan Ellis, 2005).

Proliferasi

VEGF adalah suatu mitogen bagi sel-sel endotel. Proliferasi sel endotel ini

tampaknya melibatkan aktivasi Erk1/2 kinase yang dimediasi VEGFR-2. Aktivitas

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 51: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

51

mitogenik VEGF mungkin juga melibatkan jalur protein kinase C, yang sebagian

diregulasi oleh oksida nitrat. Walau peran mitogen VEGF penting bagi sel endotel,

penting dicatat bahwa faktor angiogenik lain peran mitogennya bagi sel endotel lebih

baik. Akan tetapi faktor angiogenik lain aktivitas pluripotennya kurang dibandingkan

VEGF untuk proses-proses lainnya dalam angiogenesis (Hicklin dan Ellis, 2005).

Invasi dan Migrasi

Degradasi membran dasar dibutuhkan untuk migrasi dan invasi sel endotel dan

merupakan langkah awal yang penting dalam memulai angiogenesis. VEGF

menginduksi berbagai macam enzim dan protein yang penting untuk proses degradasi,

termasuk matrix degrading metalloproteinases, metalloproteinase interstitial

collagenase, dan serin protease seperti urokinase-type plasminogen activator (uPA) dan

tissue-type plasminogen activator (TTPA). Aktivasi bahan-bahan tersebut mengarah ke

lingkungan yang prodegradasi yang memfasilitasi migrasi dan pertunasan sel endotel

(Hicklin dan Ellis, 2005).

Mekanisme intraselular dimana VEGF menyebabkan peningkatan migrasi sel

endotel belum sepenuhnya dimengerti, tetapi tampaknya melibatkan sinyal yang

berhubungan dengan FAK yang menyebabkan pergantian adhesi fokal dan organisasi

filamen actin serta reorganisasi actin yang diinduksi MAPK p38. Sebagai tambahan,

telah diusulkan bahwa oksida nitrat juga berperan penting dalam migrasi sel endotel

yang diinduksi VEGF. Oksida nitrat telah diimplikasikan dalam proses podokinesis sel

endotel dan aktivasi sintase oksida nitrat endotel yang tergantung pada Akt yang

dibutuhkan pada proses migrasi sel yang diinduksi VEGF (Hicklin dan Ellis, 2005).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 52: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

52

2.2.6 Regulasi VEGF

Berbagai mekanisme dapat meregulasi ekspresi VEGF, yang paling penting

adalah hipoksia. Studi menunjukkan hypoxia inducible factor-1(HIF-1) adalah mediator

utama terhadap respon hipoksia tersebut. Berbagai studi menunjukkan bahwa berbagai

faktor pertumbuhan dan sitokin dapat meregulasi ekspresi faktor angiogenik pada sel-

sel tumor hingga menginduksi angiogenesis secara tidak langsung, seperti EGFR dan

HER2, platelet-derived growth factor (PDGFs) dan COX-2. Beberapa onkogen berperan

dalam regulasi VEGF, seperti c-src, BCR-ABL, dan ras. Gen supresor tumor p53

berperan penting dalam regulasi VEGF. Perubahan genetik yang terjadi pada p53 akan

meningkatkan ekspresi VEGF (Rosen, 2002; Hicklin dan Ellis, 2005).

Hipoksia

Hipoksia berperan penting dalam regulasi ekspresi VEGF. Studi menunjukkan

hypoxia inducible factor-1(HIF-1) adalah mediator utama terhadap respon hipoksia

tersebut dan produk gen supresor tumor von Hippel Landau (vHL) juga berperan

penting. Pada kondisi normal, HIF-α akan segera diturunkan melalui jalur proteosom-

ubiquitin, suatu proses yang dikontrol oleh produk gen supresor tumor vHL. Dalam

kondisi hipoksia, atau saat ketiadaan/bermutasinya vHL, HIF-α akan berdimerisasi

dengan HIF-β, dan kompleks ini bertranslokasi ke nukleus dan berikatan dengan

promotor VEGF, menyebabkan peningkatan transkripsi VEGF (Neufeld et al. 1999;

Kerbel, 2000; Hicklin dan Ellis, 2005, Tabernero, 2007).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 53: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

53

Faktor Pertumbuhan dan Sitokin

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa faktor pertumbuhan dan sitokin dapat

meregulasi ekspresi faktor angiogenik pada sel tumor sehingga secara tidak langsung

menginduksi angiogenesis. Pentingnya sistem epidermal growth factor receptor

(EGFR;ErbB1) dan HER2/neu (ErbB2) dalam regulasi VEGF dan angiogenesis telah

divalidasi pada beberapa sistem tumor, termasuk karsinoma kolon, kanker pankreas,

kanker lambung, kanker payudara, glioblastoma multiforme, kanker paru, dan karsinoma

sel renal (Neufeld et al. 1999; Hicklin dan Ellis; 2005; Tabernero, 2007).

Insulin-like growth factor-I receptor (IGF-IR) sering overekspresi pada beberapa

kanker manusia, dan telah dihubungkan dengan agresivitas penyakit dan pembentukan

metastase. Sistem model eksperimental telah menunjukkan pentingnya aktivasi sistem

IGF-IR dalam menengahi angiogenesis dengan meningkatkan regulasi ekspresi VEGF

pada kanker payudara, endometrium, pankreas dan kolorektal (Hicklin dan Ellis, 2005).

Keluarga platelet-derived growth factors (PDGFs) memodulasi angiogenesis in

vivo dengan meregulasi survival sel endotel dan pengambilan perisit/sel otot lunak

vaskular, juga dengan menginduksi VEGF melalui beberapa sistem. Kerusakan sinyal

paracrine PDGF receptor-alpha (PDGFR-α) di antara sel tumor dan fibroblas stroma

pada suatu model sel tumor akan menghambat angiogenesis tumor dan pertumbuhan

tumor. Temuan ini menunjukkan bahwa sinyal PDGFR-α penting dalam rekrutmen

fibroblas stroma yang dihasilkan VEGF, dan menunjukkan pentingnya VEGF host untuk

mempertahankan angiogenesis (Hicklin dan Ellis, 2005).

Prostaglandin berperan penting dalam berbagai proses biologis, dan

prostaglandin tertentu saat ini mempunyai implikasi dalam angiogenesis tumor melalui

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 54: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

54

peningkatan regulasi ekspresi VEGF. Prostaglandin-endoperoxide synthase (juga

dikenal dengan cyclooxigenase [COX]) merupakan enzim terbatas yang terlibat dalam

transformasi oksidatif asam arakidonat menjadi berbagai senyawa prostaglandin

(Hicklin dan Ellis, 2005; Soo et al. 2005). Dalam dekade terakhir, berbagai studi telah

mengkonfirmasi hubungan antara overekspresi COX-2 dan dan progresi tumor serta

peningkatan angiogenesis (ekspresi VEGF) pada berbagai keganasan solid seperti

kanker lambung, colon, prostat, payudara dan pankreas. Sebagai tambahan, beberapa

studi in vivo menunjukkan COX-2 menengahi ekspresi VEGF pada berbagai lapisan sel,

akan tetapi hal ini kemungkinan bergantung pada jenis tumor, karena penghambat

COX-2 tidak mempunyai efek pada semua jenis tumor (Hicklin dan Ellis, 2005).

Murono et al. dalam penelitiannya menemukan bahwa LMP 1 menginduksi

produksi VEGF sebagian melalui jalur COX-2. Terapi pada sel-sel KNF yang

mengekspresikan LMP 1 dengan inhibitor spesifik COX-2 (NS-398) secara dramatis

mengurangi produksi VEGF, membuktikan bahwa LMP 1 menginduksi produksi VEGF

yang di mediasi oleh COX-2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa induksi COX-2

oleh LMP1 mungkin berperan dalam proses angiogenesis penderita KNF (Murono et al.

2001).

Lo et al. menemukan ekspresi protein vimentin dan VEGF meningkat pada

lapisan sel epitel nasofaring yang diimortalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa

peningkatan regulasi gen VEGF dan vimentin diinduksi oleh LMP 1 (Lo AKF, 2003).

Dinyatakan bahwasanya peningkatan transkripsi dan ekspresi VEGF pada sel-sel KNF

terjadi melalui jalur JAK 3/STAT 3 (Zheng et al. 2007).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 55: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

55

Onkogen dan Gen Supresor Tumor

Banyak onkogen telah mempunyai implikasi pada proses angiogenesis tumor

solid, sebagian karena kemampuannya menginduksi faktor pertumbuhan angiogenik

seperti VEGF. Protoonkogen c-src mengkode protein tyrosine kinase, yang terlibat

dalam regulasi ekspresi VEGF dan dalam memajukan neovaskularisasi tumor yang

sedang tumbuh. Onkogen BCR-ABL telah diidentifikasi mempunyai peran kunci dalam

patogenesis molekular leukemia, yang telah dipertimbangkan sebagai keganasan yang

tergantung pada angiogenesis (Hicklin dan Ellis, 2005).

Ekspresi onkogen Ras mutan merupakan salah satu perubahan genetik yang

paling banyak terdeteksi, dan induksi ekspresi VEGF oleh onkogen H atau K ras mutan

telah dilaporkan pada berbagai macam sel seperti kanker pankreas, kanker kolon dan

kanker paru non small cell. Aktivasi ras juga bagian dari rangkaian sinyal yang diawali

beberapa reseptor faktor pertumbuhan seperti EGFR, dan mungkin merupakan satu

jalur sinyal penting dalam angiogenesis yang diinduksi faktor pertumbuhan serta

ekspresi VEGF (Hicklin dan Ellis, 2005).

Salah satu gen supresor tumor yang paling intensif dipelajari dalam patologi

molekular keganasan solid adalah p53, dan beberapa studi telah menunjukkan bahwa

p53 mempunyai peran penting dalam regulasi VEGF pada tumor ganas. Perubahan

genetik gen-gen supresor tumor , seperti p53, PTEN dan vHL dapat menginduksi

aktivitas HIF-1 dalam jaringan tumor menyebabkan peningkatan VEGF (Neufeld et al.

1999; Hicklin dan Ellis, 2005).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 56: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

56

2.2.7 Overekspresi VEGF

Overekspresi VEGF telah dihubungkan dengan progresivitas tumor dan

prognosis buruk dalam berbagai macam tumor, termasuk karsinoma kolorektal,

karsinoma lambung, karsinoma pankreas, kanker payudara, kanker paru dan

melanoma, acute myeloid leukemia, karsinoma hepar dan kanker ovarium (Rosen,

2002; Hicklin dan Ellis, 2005). Ekspresi VEGF dibandingkan antara sampel jaringan

yang diambil dari nasofaring normal, tumor jinak nasofaring dan KNF, dengan nilai

ekspresi VEGF 10%, 40% dan 80%. Ekspresi VEGF meningkat pada KNF stadium

lanjut dengan perbandingan statistik yang signifikan terhadap KNF stadium dini (dikutip

oleh Agulnik, Siu, 2005 dari Guang Wu, 2000).

Penelitian oleh Hui dkk. menjumpai 54 dari 90 kasus KNF (60%) yang diperiksa

secara imunohistokimia menunjukkan pewarnaan sitoplasma positif untuk VEGF.

Disimpulkan overekspresi HIF-1α, CA IX dan VEGF umum dijumpai pada KNF, yang

mungkin berhubungan dengan peningkatan regulasi ekspresi akibat hipoksia yang

melibatkan jalur yang bergantung pada HIF (Hui et al. 2002)

Satu studi di China untuk meneliti korelasi antara ekspresi VEGF, Flt-1 dan KDR

dengan gambaran klinis dan prognosis penderita KNF. Dari 127 spesimen KNF dengan

pemeriksaan imunohistokimia didapati nilai positif VEGF 66,9%, Flt-1 90,6% dan KDR

88,2%. Didapat kesimpulan bahwa VEGF, Flt-1 dan KDR terkspresi secara luas pada

jaringan KNF, dan positif berhubungan dengan gambaran klinis dan prognosis penderita

KNF (Sha dan He, 2006).

Penelitian di India untuk mengevaluasi korelasi antara ekspresi VEGF, status

EBV dan rekurensi pada KNF. Didapati overekspresi VEGF 67% dari 103 penderita

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 57: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

57

KNF. Hasil penelitian mengarah kepada potensi pola ekspresi VEGF sebagai marker

tumor untuk diagnosa dini metastase pada KNF dan adanya EBV berkaitan dengan

peningkatan regulasi VEGF (Khrisna et al. 2006). Penelitian sebelumnya di Singapura

dari 42 pasien KNF yang diperiksa secara imunohistokimia dijumpai overekspresi VEGF

pada seluruh sampel (Soo et al. 2005).

Penelitian oleh Li dkk. di China menemukan ekspresi survivin dan VEGF secara

signifikan berhubungan dengan stadium TNM pada KNF. Melalui pemeriksaan

imunohistokimia, overekspresi VEGF dijumpai pada 86 dari 188 kasus KNF (45,7 %),

sementara ekspresi rendah VEGF dijumpai pada 102 kasus (54,3%). Dari penelitian ini

disimpulkan overekspresi survivin dan VEGF merupakan faktor prognostik independen

pada pasien KNF (Li et al. 2008).

2.2.8 Anti VEGF

Karena peran sentralnya dalam angiogenesis tumor, jalur VEGF/VEGFR telah

menjadi fokus utama riset dasar dan pengembangan obat-obatan di bidang onkologi

(Hicklin dan Ellis, 2005). Berbagai strategi untuk anti VEGF telah dikembangkan,

termasuk antibodi yang menetralisir VEGF atau VEGFR, hibrida VEGF/VEGFR yang

terlarut, inhibitor tirosin kinase terhadap VEGFR, agen yang menghambat sinyal VEGFR

(Rosen, 2002; Ferrara et al. 2004; Hicklin dan Ellis, 2005). Dari beberapa penelitian

telah disimpulkan kombinasi anti VEGF dengan kemoterapi atau radioterapi

menghasilkan efek antitumor yang lebih baik daripada pemberian kemoterapi/radioterapi

sendiri. Antibodi anti VEGF bevacizumab (dikombinasi dengan kemoterapi) merupakan

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 58: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

58

agen anti VEGF pertama yang disetujui FDA sebagai lini pertama untuk terapi kanker

kolorektal disertai metastase (Ferrara et al. 2004; Hicklin dan Ellis, 2005).

Ketergantungan pertumbuhan dan metastasis tumor terhadap pembuluh darah

menyebabkan angiogenesis tumor menjadi target rasional untuk terapi. Berbagai

strategi telah dilakukan untuk menghambat neovaskularisasi dan/atau menghancurkan

pembuluh tumor yang telah ada, termasuk target langsung pada sel-sel endotel, dan

target tidak langsung dengan menghambat pelepasan faktor-faktor pertumbuhan

proangiogenik oleh sel-sel kanker atau stroma. Penambahan antibodi spesifik VEGF,

bevacizumab terhadap regimen sitotoksik, telah meningkatkan overall survival (OS)

pada pasien-pasien kanker kolorektal dan kanker paru yang belum mendapat terapi dan

pada pasien kanker kolorektal yang telah diterapi sebelumnya, dan juga telah

meningkatkan progression-free survival (PFS) pada pasien kanker payudara yang

belum mendapat terapi. Pemberian terapi tunggal menggunakan regimen multitarget

yang mempunyai spektrum yang lebih luas (sorafenib) dalam menghambat efek

reseptor VEGF serta beberapa jalur faktor pertumbuhan pada sel kanker telah

menghasilkan perpanjangan PFS yang signifikan pada pasien kanker sel renal dan

tumor stromal gastrointestinal. Selain itu, beberapa bahan dengan target pada jalur

sinyal onkogenik (seperti antibodi spesifik EGFR/HER2 cetuximab atau trastuzumab)

yang secara tidak langsung menghambat angiogenesis, telah menunjukkan peningkatan

OS dengan kemoterapi dalam uji klinis dan telah diizinkan penggunaannya pada

manusia di Eropa dan Amerika (Jain, et al. 2006; Homsi dan Daud, 2007; Tabernero,

2007).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 59: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

59

Radioterapi merupakan modalitas terapi yang penting untuk kanker kepala dan

leher. Pada suatu studi preklinik, produksi VEGF oleh sel tumor dapat diinduksi oleh

radiasi, dan VEGF sebaliknya akan melindungi sel-sel endotel dari efek mematikan

radiasi. Secara in vivo pemberian antibodi anti VEGF dengan radioterapi akan

menghasilkan efek antitumor tambahan pada xenograft tumor manusia. Temuan ini

menyokong kemungkinan terganggunya hubungan parakrin antara tumor dan endotel

yang dapat meningkatkan efikasi radioterapi. Suatu studi fase I telah dilakukan untuk

mengevaluasi keamanan dan efek bevacizumab yang dikombinasi dengan kemoradiasi

pada pasien kanker kepala dan leher lokal stadium lanjut atau rekuren. Sebagai

tambahan, suatu studi fase I/II yang mengkombinasikan bevacizumab dengan erlotinib

telah dilakukan (Chen, 2004). Terapi multitarget inhibitor tyrosine kinase VEGF untuk

KNF dengan metastase telah menunjukkan aktivitas pada studi fase I (Guigay et al.

2006)

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 60: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

60

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

Stadium Permeabilitas ↑ Histopatologi Sekresi protease Migrasi Progresivitas Proliferasi Metastase Anti apoptosis Prognosis

KNF

Hypoxia

Faktor Proangiogenik

VEGF

Pembuluh Darah

EGFR, HER-2 COX-2, BCR-ABL c-src, ras, p53

Angiogenesis

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 61: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

61

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional study) yang

bersifat deskriptif analitik.

4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita KNF berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan THT-KL dan hasil biopsi histopatologi yang berobat ke

RSUP H. Adam Malik Medan.

4.2.2 Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh penderita KNF berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan THT serta hasil biopsi histopatologi yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi sebagai berikut :

KRITERIA INKLUSI

1. Penderita KNF yang ditegakkan berdasarkan hasil biopsi histopatologi, baik laki-

laki maupun perempuan pada semua kelompok usia, yang belum pernah

mendapat pengobatan dengan radiasi atau kemoterapi.

2. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 62: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

62

KRITERIA EKSKLUSI

1. Penderita KNF yang ditegakkan berdasarkan hasil biopsi histopatologi, yang

sudah pernah mendapat pengobatan dengan radiasi atau kemoterapi.

2. Penderita diduga KNF dengan hasil histopatologi meragukan. Jika hasil

histopatologi biopsi ulang tetap meragukan masuk kriteria eksklusi.

4.2.3 Besar sampel

Penentuan jumlah minimal sampel berdasarkan pengamatan pendahuluan

dengan menggunakan rumus :

n > Z2α . P (1- P)

d2

n > (1,96)2 . 0,8.0,2

(0,15)2

n > 27,3 -- 28

n : jumlah sampel

Z : nilai standar distribusi statistik pada kesalahan tertentu

α Error 0,05 = 1,96

P : Proporsi VEGF pada penderita KNF = 80% (Guang-Wu, 2000)

d : tingkat akurasi nilai estimasi dengan nilai sebenarnya = 15%

Besar sampel yang didapat minimal 28 orang.

4.2.4 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan subjek penelitian secara non probability consecutive sampling.

Semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan

dalam penelitian sampai jumlah sampel terpenuhi.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 63: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

63

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Klasifikasi Variabel Penelitian

4.3.1.1 Variabel tergantung (dependent) : VEGF

4.3.1.2 Variabel bebas (independent) : jenis histopatologi, stadium.

4.3.2 Definisi Operasional Variabel

1. Karsinoma Nasofaring (KNF) : tumor ganas yang berasal dari sel epitel yang

melapisi nasofaring.

2. Biopsi nasofaring : tindakan biopsi terhadap massa di nasofaring melalui kavum nasi

dengan menggunakan Blakesley nasal forcep lurus/bengkok, dengan tuntunan

endoskopi kaku, 4 mm, 0˚.

3. Bentuk KNF : berdasarkan histopatologi biopsi tumor menurut kriteria WHO :

Tipe 1 : keratinizing squamous cell carcinoma

Tipe 2 : differentiated non keratinizing carcinoma

Tipe 3 : undifferentiated carcinoma

4. Pemeriksaan immunohistokimia : suatu cara mendeteksi antigen dalam jaringan

dengan menggunakan antibodi tertentu.

5. Ekspresi VEGF : kadar VEGF dalam sitoplasma sel dan/atau membran sel sesuai

hasil pemeriksaan imunohistokimia :

0 : negatif

1 : lemah ( < 10% ekspresi pada sel-sel tumor)

2 : sedang (10%-50% ekspresi pada sel-sel tumor)

3 : kuat ( >50% ekspresi pada sel-sel tumor)

Nilai 2-3 dianggap overekspresi VEGF

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 64: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

64

6. Stadium tumor : penentuan stadium penyakit berdasarkan klasifikasi AJCC/UICC

2002.

4.4 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah jaringan dari nasofaring

penderita KNF yang diambil dengan biopsi. Tindakan biopsi terhadap massa di

nasofaring melalui kavum nasi dengan menggunakan Blakesley nasal forcep

lurus/bengkok, dengan tuntunan endoskopi kaku, 4 mm, 0˚.

4.5 Instrumen Penelitian

Penelitian ini membutuhkan beberapa bahan, reagen dan peralatan sebagai

berikut :

a. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi

Formalin 10%, blok parafin, aqua destillata, hematoxyllin-eosin.

b. Bahan untuk pemeriksaan immunohistokimia

Xylol, alkohol absolut, alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, H2O2 0,5% dalam

methanol, phosphat buffer saline (PBS), antibodi VEGF, antibodi sekunder, Envision,

chromogen diamino benzidine (DAB), Lithium Carbonat jenuh, tris EDTA, hematoxyllin,

aqua destillata.

c. Alat untuk biopsi

Blakesley nasal forcep lurus/bengkok, endoskopi kaku, 4 mm, 0˚.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 65: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

65

d. Alat untuk pemeriksaan immunohistokimia

Sistem visualisasi immunohistokimia (Envision kit), mesin pemotong jaringan

(microtome), silanized slide.

Prosedur kerja imunohistokimia pada blok parafin :

1. Preparasi setelah potong jaringan (sediaan/slide) : sediaan dipanaskan di microwave

high level selama 5 menit.

2. Selanjutnya sediaan dideparafinisasi dengan xylol I – II – III masing-masing selama 5

menit, cuci dalam air mengalir selama 5 menit.

3. Bloking peroksidase endogen (H2O2 0,5% dalam metanol) selama 30 menit.

4. Selanjutnya cuci dengan air mengalir selama 5 menit.

5. Beri Tris EDTA untuk pretreatment dalam microwave :

Cook I : power level tinggi selama 5 menit.

Cook II : power level medium selama 5 menit.

Lalu didinginkan kurang lebih 45 menit.

6. Cuci dengan PBS pH 7,4, selanjutnya batasi jaringan dengan Pap-Pen.

7. Bloking aktivitas non spesifik dengan serum normal selama 20’.

8. Inkubasi sediaan dengan antibodi primer VEGF selama satu malam dalam suhu 4°

(dalam kulkas).

9. Cuci dengan PBS pH 7,4.

10. Selanjutnya inkubasi dengan Envision selama 30 menit.

11. Cuci dengan PBS pH 7,4 - Twin 20 lalu PBS masing-masing selama 5 menit.

12. Selanjutnya sediaan diberi chromogen agar berwarna dengan DAB (Diamino

Benzidin) selama kurang lebih 5 menit.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 66: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

66

13. Cuci dengan air mengalir.

14. Counterstain dengan Hematoxyllin Lilie Mayers.

15. Cuci dengan air mengalir.

16. Lithium Carbonat jenuh (5% dalam aquadest) selama 1-2 menit.

17. Cuci dengan air mengalir.

18. Selanjutnya lakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat (alkohol 80%, alkohol 96%,

alkohol absolut I dan II masing-masing selama 5 menit).

19. Clearing dengan xylol I, II dan III masing-masing selama 5 menit.

20. Tutup dengan Entellan dan cover glass.

21. Bisa langsung dibaca.

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik

Medan.

Pemeriksaan histopatologi jaringan hasil biopsi nasofaring dilakukan di

Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan.

Pemeriksaan imunohistokimia untuk VEGF dilakukan di Departemen Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran USU.

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2008 hingga jumlah sampel terpenuhi.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 67: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

67

4.7 Kerangka Kerja

Dug

KNF

Dugaan

KNF

Bi Biopsi

Po Negatif Positif

Eksklusi Immunohistokimia

Ekspresi

VEGF

Ekspresi

VEGF

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 68: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

68

4.8 Pelaksanaan Penelitian

Penderita yang diduga KNF yang akan diikutkan sebagai sampel (subjek

penelitian) akan menjalani pemeriksaan dan tindakan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan THT rutin oleh peneliti. Dilakukan anamnesa dan data dasar penderita

dicatat.

2. Dilakukan biopsi nasofaring dengan panduan endoskopi di Departemen THT-KL

RSUP HAM. Jaringan nasofaring dikirim ke Departemen Patologi Anatomi RSUP

HAM untuk pemeriksaan histopatologi.

3. Hasil histopatologi yang menyokong suatu KNF dicatat tipenya sesuai kriteria WHO.

4. Jaringan nasofaring penderita KNF dikirim ke Departemen Patologi Anatomi FK USU

untuk pemeriksaan imunohistokimia ekspresi VEGF.

5. Hasil data ekspresi VEGF yang didapat dicatat dan dimasukkan ke dalam tabel untuk

dianalisa.

4.9 Cara Analisa Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data yang

diperoleh dianalisa secara statistik untuk menilai persentase ekspresi VEGF pada

penderita KNF secara imunohistokimia. Untuk menilai hubungan kebermaknaan

dilakukan uji chi square dan uji korelasi Spearman.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 69: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

69

BAB 5

ANALISIS HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Maret 2008

hingga bulan September 2008. Sampel dikumpulkan sebanyak 28 orang yang

memenuhi kriteria dari penderita Karsinoma Nasofaring yang datang berobat ke RSUP

H. Adam Malik Medan.

Tabel 5.1 Distribusi Penderita KNF Berdasarkan Umur Usia (tahun) n %

20 – 29 2 7,1

30 – 39 6 21,4

40 – 49 10 35,8

50 – 59 4 14,3

60 – 69 4 14,3

> 70 2 7,1

Total 28 100,0

Dari tabel di atas diketahui penderita KNF terbanyak pada kelompok umur 40 –

49 tahun yaitu 10 kasus (35,8%) diikuti kelompok umur 30 – 39 tahun yaitu 6 kasus

(21,4%). Usia termuda 25 tahun dan usia tertua 88 tahun.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 70: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

70

Tabel 5.2 Distribusi Penderita KNF Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 20 71,4

Perempuan 8 28,6

Total 28 100,0

Dari tabel di atas diperoleh penderita KNF terbanyak pada laki-laki sebanyak 20

kasus (71,4%) sementara perempuan 8 kasus (28,6%). Perbandingan antara laki-laki

dan perempuan 2,5 : 1.

Tabel 5.3 Distribusi Penderita KNF Menurut Suku Bangsa

Suku Bangsa n %

Batak 12 42,9

Jawa 8 28,6

Melayu 4 14,2

Minang 2 7,1

Aceh 1 3,6

Banjar 1 3,6

Total 28 100,0

Dari tabel di atas didapati penderita KNF yang paling banyak dari suku Batak

sebanyak 12 kasus (42,9%) diikuti suku Jawa sebanyak 8 kasus (28,6%).

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 71: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

71

Tabel 5.4 Distribusi Penderita KNF Berdasarkan Jenis Histopatologi (WHO) Jenis Histopatologi n %

WHO Tipe 1 9 32,1

WHO Tipe 2 14 50,0

WHO Tipe 3 5 17,9

Total 28 100,0

Dari tabel di atas dijumpai jenis histopatologi terbanyak pada penderita KNF

adalah WHO tipe 2 (differentiated non keratinizing carcinoma) sebanyak 14 kasus (50

%).

Tabel 5.5 Distribusi Penderita KNF Berdasarkan Stadium Stadium n %

I 0 0

II 3 10,7

III 4 14,3

IV 21 75,0

Total 28 100,0

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar pasien datang pada stadium

lanjut (stadium III dan IV) sebanyak 25 kasus (89,3%), dimana stadium IV paling banyak

dijumpai yaitu 21 kasus (75,0%). Stadium dini (stadium I dan II) hanya dijumpai 3 kasus

(10,7%), seluruhnya pada stadium II.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 72: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

72

Tabel 5.6 Distribusi Penderita KNF Berdasarkan Ekspresi VEGF Ekspresi VEGF n %

0 7 25,0

1 11 39,3

2 6 21,4

3 4 14,3

Total 28 100,0

Dari tabel di atas dijumpai 21 kasus (75,0%) penderita KNF menunjukkan

ekspresi VEGF yang positif. Dari kasus yang positif tersebut dijumpai overekspresi

VEGF (derajat 2 dan 3) pada penderita KNF sebanyak 10 kasus (35,7%).

Tabel 5.7 Korelasi Stadium KNF dengan Ekspresi VEGF

VEGF Stadium

0

n

1

n

2

n

3

n

Total

II

III

IV

1

0

6

2

4

5

0

0

6

0

0

4

3

4

21

Total 7 11 6 4 28

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 73: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

73

Korelasi r* p

Stadium – VEGF 0,220 0,261

* Spearman’s rho

Dari tabel di atas dapat dilihat nilai r = 0,220, dimana nilai p = 0,261 (p > 0,05).

Tidak dijumpai korelasi yang bermakna antara stadium KNF dengan derajat ekspresi

VEGF.

Tabel 5.8 Ekspresi VEGF Berdasarkan Stadium KNF

VEGF Stadium

0

n %

1

n %

2

n %

3

n %

Total

n %

II

III

IV

1 (14,3)

0

6 (85,7)

2 (18,2)

4 (36,4)

5 (45,5)

0

0

6 (100,0)

0

0

4 (100,0)

3 (10,7)

4 (14,3)

21 (75,0)

Total 7 (100,0) 11 (100,0) 6 (100,0) 4 (100,0) 28 (100,0)

Dari tabel di atas tampak bahwa ekspresi VEGF positif (derajat 1, 2 dan 3)

terbanyak pada stadium lanjut (stadium III dan IV) sebanyak 19 kasus (67,9%), dimana

pada stadium IV dijumpai 15 kasus (53,6%). Overekspresi VEGF (derajat 2 dan 3)

seluruhnya dijumpai pada stadium IV sebanyak 10 kasus (35,7%). Pada stadium IV

dijumpai juga ekspresi VEGF negatif (derajat 0) sebanyak 6 kasus (21,4%). Pada

stadium dini tidak dijumpai overekspresi VEGF.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 74: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

74

Tabel 5.9 Hubungan Jenis Histopatologi Dengan Ekspresi VEGF

VEGF Jenis

Histopatologi 0

n %

1

n %

2

n %

3

n %

Total

n %

x2 p

WHO Tipe 1

WHO Tipe 2

WHO Tipe 3

1(14,3)

4 (57,1)

2 (28,6)

4 (36,4)

5 (45,5)

2 (18,2)

3 (50,0)

3 (50,0)

0

1 (25,0)

2 (50,0)

1 (25,0)

9 (32,1)

14 (50,0)

5 (17,9)

3,167 0,788

Total 7(100,0) 11(100,0) 6(100,0) 4(100,0) 28(100,0)

Dari tabel di atas terlihat bahwa WHO tipe 2 (differentiated non keratinizing

carcinoma) merupakan jenis histopatologi terbanyak dijumpai ekspresi VEGF positif

(derajat 1, 2 dan 3), yaitu 10 kasus (35,8%), diikuti WHO tipe 1 (keratinizing squamous

cell carcinoma) sebanyak 8 kasus (28,6%). Overekspresi VEGF (derajat 2 dan 3)

terbanyak dijumpai pada WHO tipe 2 sebanyak 5 kasus (17,9%) diikuti WHO tipe 1

sebanyak 4 kasus (14,3%). Dengan uji chi square didapat nilai x2 = 3,167, dimana nilai p

= 0,778 (p > 0,05). Tidak didapati hubungan yang bermakna antara jenis histopatologi

dengan derajat ekspresi VEGF.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 75: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

75

BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada 28 orang yang memenuhi kriteria dari penderita

Karsinoma Nasofaring yang datang berobat ke RSUP H. Adam Malik Medan.

Berdasarkan usia seperti yang terlihat pada tabel 5.1, penderita KNF terbanyak pada

penelitian ini adalah pada kelompok umur 40–49 tahun yaitu 35,8% dan kelompok umur

30-39 tahun yaitu 21,4%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian lain di RSUP H.

Adam Malik Medan, seperti Lutan (2003) mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok

umur 40-49 tahun sebanyak 40% dari 130 kasus. Henny (2006) mendapatkan insiden

tertinggi pada kelompok umur 41-50 tahun sebesar 44,1% dari 34 kasus. Aliandri (2007)

mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 41-50 tahun dan 51-60 tahun

masing-masing sebesar 30,4% dari 79 kasus. Hasil yang berbeda didapat oleh Nasution

(2007) mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 50-59 tahun sebesar 29,2%

dari 96 kasus. Sementara Delfitri M (2007) juga mendapatkan insiden tertinggi pada

kelompok umur 50-59 tahun sebesar 29,090% dari 55 kasus.

Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian sentra lain di Indonesia,

seperti di RSCM Jakarta oleh Roezin (1996) mendapatkan insiden tertinggi pada

kelompok umur 30-39 tahun dan 40-49 tahun masing-masing sebesar 25,92%.

Muyassaroh et al. (1999) di RSUP dr. Kariadi Semarang mendapatkan insiden tertinggi

pada kelompok umur 40-49 tahun dan 50-59 tahun masing-masing sebesar 24,8% dari

141 kasus. Hasil yang berbeda didapat oleh Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr.

Soetomo Surabaya mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 51-60 tahun

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 76: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

76

yaitu 39 dari 129 kasus (30,23%) diikuti kelompok umur 41-50 tahun yaitu 31 dari 129

kasus (24,03%).

Di kepustakaan disebutkan umur penderita bervariasi mulai kurang dari 10 tahun

hingga lebih 80 tahun, dengan puncak insiden pada usia 40-50 tahun (Erkal et al. 2001;

Lee, 2003) ataupun 40-60 tahun (Thompson, 2005). Insiden umumnya meningkat dari

usia 20 hingga 50 tahun (Cho, 2007). Mengapa puncak insiden pada kelompok usia 40-

60 tahun tidak jelas disebutkan dalam kepustakaan. Sel kanker timbul dari sel normal

yang mengalami transformasi menjadi ganas, karena adanya mutasi spontan atau

induksi karsinogen. Dari adanya kontak dengan karsinogen sampai timbulnya sel kanker

diperlukan waktu induksi yang cukup lama, dapat sampai 15-30 tahun (Sukardja, 2000).

Infeksi VEB sebagai satu faktor risiko KNF memiliki masa laten untuk mempertahankan

episom VEB dalam sel nasofaring yang terinfeksi, sekitar 20-25 tahun tanpa gejala. Hal

ini menyebabkan infeksi VEB menyediakan kumpulan sel-sel target pada nasofaring

yang rentan terhadap paparan karsinogen lingkungan serta perubahan genetik

selanjutnya pada onkogen dan gen supresor tumor yang berperan dalam transformasi

keganasan menjadi KNF (Niedobitek, 2000; Richardson, 2005). Proses keganasan pada

KNF terjadi setelah infeksi laten, inilah yang mungkin menyebabkan insiden yang tinggi

didapati pada usia 40-60 tahun.

Berdasarkan jenis kelamin seperti terlihat pada tabel 5.2, dari 28 orang penderita

KNF 20 orang (71,4%) berjenis kelamin laki-laki dan 8 orang (28,6%) perempuan.

Perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2,5 : 1. Hasil penelitian ini hampir sama

dengan penelitian lain di RSUP H. Adam Malik Medan seperti penelitian oleh Lutan

(2003) mendapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan 2,3 : 1, Henny (2006)

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 77: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

77

mendapatkan perbandingan 2,4 : 1, Nasution (2007) mendapatkan perbandingan 2,69 :

1. Hasil yang berbeda didapat oleh Aliandri (2007) dengan perbandingan laki-laki dan

perempuan 1,63 : 1, Zahara (2007) dengan perbandingan 1,40 : 1, serta Delfitri M

(2007) mendapatkan perbandingan 3 : 2.

Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian di sentra lain di

Indonesia, seperti oleh Hutagalung et al. (1996) di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

mendapatkan perbandingan 2,47 : 1. Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr. Soetomo

Surabaya mendapatkan perbandingan 2,1 : 1. Muyassaroh et al. (1999) di RSUP dr.

Kariadi Semarang mendapatkan perbandingan 3 : 1. Hasil yang berbeda didapat di

RSCM oleh Roezin (1996) mendapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan 1,8 : 1.

Punagi (2007) di Makassar mendapatkan perbandingan 5,43 : 1.

Di kepustakaan disebutkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2-3 : 1

(Chew, 1997). Banyak penulis menyatakan perbandingan antara laki-laki dan

perempuan 3 : 1 (Cottrill dan Nutting, 2003; Thompson, 2005; Lin, 2006). Perbandingan

antara laki-laki dan wanita hampir sama untuk seluruh Indonesia, berkisar antara 2-3

berbanding 1 (Roezin, 1995). Tingginya insiden pada laki-laki mungkin disebabkan

perbedaan kebiasaan hidup serta pekerjaan yang menyebabkan laki-laki lebih sering

kontak dengan karsinogen penyebab KNF. Kebiasaan hidup seperti merokok yang

meningkatkan resiko KNF 2-6 kali. Paparan uap, asap debu dan gas kimia di tempat

kerja juga meningkatkan resiko KNF 2-6 kali. Sementara paparan formaldehid di tempat

kerja meningkatkan resiko KNF 2-4 kali. Peningkatan resiko juga terjadi pada pekerja

yang menghirup uap kayu, dan resiko meningkat 2 kali pada pekerja yang terpapar

panas industri dan produk pembakaran (Chang dan Adami, 2006)

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 78: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

78

Berikutnya dari tabel 5.3 tampak penderita KNF paling banyak berasal dari suku

Batak (42,9%), diikuti suku Jawa (28,6%), Melayu (14,2%) serta jarang pada suku

Minang (7,1%), Aceh dan Banjar (masing-masing 3,6%). Keadaan ini sama dengan

hasil yang didapat peneliti lain di Medan, seperti Lutan (2003) mendapatkan angka

43,08% pada suku Batak, Aliandri (2007) mendapatkan 51,9% penderita suku Batak,

Nasution (2007) mendapatkan 56,3% pada suku Batak diikuti suku Jawa 29,2%, Zahara

(2007) mendapatkan penderita suku Batak sebesar 54,2%.

Sebagai perbandingan dengan hasil penelitian di sentra lain di Indonesia seperti

Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr. Soetomo Surabaya mendapatkan suku terbanyak

adalah suku Jawa (73,64%) diikuti suku Madura (13,94%). Punagi (2007) di Makassar

mendapatkan angka 46,67% pada suku Bugis, diikuti Makassar sebesar 26,67%.

Di kepustakaan disebutkan KNF banyak ditemukan pada suku Inuit di Alaska dan

etnik Cina terutama pada Cina bagian Selatan, khususnya dari provinsi Guangdong

(Wei dan Sham, 2005; Wei, 2006). Banyak penelitian mendapatkan angka insiden yang

tinggi di Asia Tenggara, Eskimo di Artika dan Arab di Afrika Utara (McDermott et al.

2000; Ganguly et al. 2003). Indonesia termasuk kelompok Malayo Polinesia dari ras

Mongoloid mempunyai kekerapan yang cukup tinggi (Roezin, 1995; Chew, 1997).

Perbedaan yang didapat pada penelitian ini mungkin disebabkan lokasi penelitian

dimana suku terbanyak dari penduduk di kota Medan adalah suku Batak dan suku

Jawa. Pada suku Batak telah ditemukan alel gen yang potensial sebagai penyebab

kerentanan timbulnya KNF yaitu alel gen HLA-DRB*08 (Delfitri M, 2007)

Selanjutnya dari tabel 5.4 dijumpai jenis histopatologi terbanyak pada penderita

KNF adalah WHO tipe 2 (differentiated non keratinizing carcinoma) sebesar 50,0%.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 79: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

79

Kemudian diikuti WHO tipe 1 (keratinizing squamous cell carcinoma) sebesar 32,1% dan

WHO tipe 3 (undifferentiated carcinoma) sebesar 17,9%. Hasil ini berbeda dengan

penelitian-penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian di Medan seperti Henny (2006)

mendapatkan jenis histopatologi terbanyak adalah WHO tipe 3 (47,1%) diikuti WHO tipe

2 (41,2%) dan WHO tipe 1 (11,6%). Aliandri (2007) mendapatkan WHO tipe 3 yang

terbanyak (54,4%), diikuti WHO tipe 2 (41,8%) dan WHO tipe 1 (3,8%). Zahara (2007)

mendapatkan jenis histopatologi terbanyak WHO tipe 3 (58,3%), diikuti WHO tipe 2

(37,5%) dan WHO tipe 1 (4,2%). Nasution (2007) mendapatkan WHO tipe 3 yang

terbanyak (38,6%), diikuti WHO tipe 2 (33,3%) dan WHO tipe 1 (28,1%). Delfitri M

(2007) mendapatkan WHO tipe 3 sebesar 54,545%, diikuti WHO tipe 1 (29,091%) dan

WHO tipe 2 (16,364%).

Penelitian lain di Indonesia antara lain oleh Sudyartono dan Wiratno (1996) di

RSUP dr. Kariadi Semarang mendapatkan WHO tipe 3 yang terbanyak (60,9%), WHO

tipe 2 (29,7%) dan WHO tipe 1 (9,4%). Hutagalung et al. (1996) di RSUP dr. Sardjito

Yogyakarta mendapatkan WHO tipe 3 (88,98%), WHO tipe 1 (7,26%) dan WHO tipe 2

(3,74%). Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr Soetomo Surabaya mendapatkan jenis

terbanyak adalah WHO tipe 3 (78,28%), diikuti WHO tipe 2 (10,84%) dan WHO tipe 1

(9,32%). Punagi (2007) di Makassar mendapatkan WHO tipe 3 (66,67%) diikuti WHO

tipe 2 (33,33%), tidak dijumpai WHO tipe 1. Dari uraian di atas tampak jenis

histopatologi yang terbanyak adalah WHO tipe 3, diikuti WHO tipe 2 dan WHO tipe 1,

kecuali yang didapatkan dari penelitian Hutagalung et al. (1996) dan Delfitri M (2007)

yang mendapatkan jenis histopatologi WHO tipe 3 yang terbanyak, diikuti WHO tipe 1

dan WHO tipe 2.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 80: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

80

Dalam kepustakaan distribusi jenis histopatologi adalah WHO tipe 1 (10%), WHO

tipe 2 (20%) dan WHO tipe 3 (70%) (Lin, 2007). Di Amerika Utara didapati WHO tipe 1

(25%), WHO tipe 2 (12%) dan WHO tipe 3 (63%). Sementara itu distribusi histopatologi

di Cina Selatan WHO tipe 1 (3%), WHO tipe 2 (2%), dan WHO tipe 3 (95%) (Wei dan

Sham, 2005; Wei, 2006). Erkal et al. (2001) di Turki mendapatkan WHO tipe 1 (35%),

WHO tipe 2 (20%) dan WHO tipe 3 (61%) dari 155 penderita KNF. WHO tipe 2 dan tipe

3 paling banyak dijumpai di daerah endemik KNF, seperti di Cina Selatan, Asia

Tenggara dan Afrika Utara. Sementara WHO tipe 1 lebih sering dijumpai di Eropa

dengan prognosis yang lebih buruk (Licitra et al. 2003; Guigay et al. 2006). Adanya

perbedaan distribusi jenis histopatologi sesuai lokasi penelitian membutuhkan penelitian

lebih lanjut untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi jenis histopatologi.

Selanjutnya dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien datang

pada stadium lanjut (stadium III dan IV) sebesar 89,3%, dimana stadium IV paling

banyak dijumpai yaitu 75,0% dan stadium III 14,3%. Stadium dini (stadium I dan II)

hanya dijumpai 3 kasus (10,7%), seluruhnya pada stadium II. Hasil tersebut hampir

sama dengan penelitian lain di Medan, antara lain oleh Nasution (2007) melaporkan

penderita KNF pada stadium lanjut sebesar 99%, yaitu stadium III 58,4% dan stadium IV

40,6%. Stadium dini yaitu hanya pada stadium II yaitu 1,0%. Zahara (2007)

mendapatkan penderita KNF stadium lanjut sebesar 70,8%, yaitu stadium III 41,7% dan

stadium IV 29,1%. Stadium dini dijumpai 29,2% yaitu stadium I 4,2% dan stadium II

25,0%. Delfitri M (2007) mendapatkan penderita KNF stadium lanjut sebesar 92,728%,

dan stadium dini 7,273%. Henny (2006) mendapatkan seluruhnya pada stadium lanjut

(stadium III dan IV) masing – masing sebesar 50%. Aliandri (2007) juga mendapatkan

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 81: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

81

seluruh penderita KNF dalam stadium lanjut, dimana stadium III 70,9 % dan stadium IV

29,1%.

Hasil penelitian ini didapati hampir sama dengan penelitian lain di Indonesia

seperti penelitian Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr. Soetomo Surabaya yang

mendapatkan penderita stadium lanjut 95,29% yaitu stadium III 10,85% dan stadium IV

84,44%, sementara stadium dini hanya 4,66% yaitu stadium I 0,78% dan stadium II

3,88%. Hutagalung et al. (1996) di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta mendapatkan

penderita KNF stadium lanjut sebesar 74,44% yaitu stadium III 37,66% dan stadium IV

36,78%. Stadium dini sebesar 25,54% yaitu stadium I 2,86% dan stadium II 22,68%.

Punagi (2007) mendapatkan hasil pada stadium lanjut sebesar 73,33% yaitu stadium III

42,22% dan stadium IV 31,11%. Sementara stadium dini dijumpai sebesar 26,66% yaitu

stadium I 4,44% dan stadium II 22,22%. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Sudyartono

dan Wiratno (1996) di RS dr. Kariadi Semarang mendapatkan penderita KNF stadium

lanjut 50,0% yaitu stadium III 46,9% dan stadium IV 3,1%. Sementara stadium dini

50,0% yaitu stadium I 20,3% dan stadium II 29,7%.

Dalam kepustakaan disebutkan kasus dini (stadium I dan II) hanya ditemukan

antara 3,8-13,9% dibandingkan dengan kasus lanjut (stadium III dan IV) sekitar 88,1-

96,2% (Soetjipto, 1993). Penulis lain menyatakan sebanyak 70% pasien yang baru

terdiagnosa KNF datang pada stadium III dan IV (Agulnik dan Siu, 2005). Walau dalam

2 dekade terakhir telah dicapai kemajuan pada metode pemeriksaan dan edukasi

kesehatan, hanya sedikit perubahan yang didapat dalam menegakkan diagnosa dini

KNF. Stadium I masih berkisar kurang dari 10% dari seluruh kasus. (Chew, 1997).

Diagnosis dini sulit dilakukan karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 82: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

82

langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah

penting di dalam tengkorak maupu leher. Letaknya tidak mudah diperiksa oleh mereka

yang bukan ahli sehingga seringkali ditemukan sudah terlambat sehingga metastase

leher sering ditemukan sebagai gejala pertama. Selain itu KNF seringkali menunjukkan

gejala-gejala minimal atau gejala lokal yang tidak spesifik, dan dapat tetap diam dalam

jangka waktu lama (Roezin, 1995; Chew, 1997; Lutzky et al. 2008).

Selanjutnya dari tabel 5.6 diperoleh hasil 75,0% penderita KNF menunjukkan

ekspresi VEGF yang positif (derajat 1,2 dan 3). Dari penderita yang positif tersebut

dijumpai 36,7% menunjukkan overekspresi VEGF (derajat 2 dan 3). Hal ini sesuai

dengan hasil beberapa penelitian sebelumnya. Guang Wu et al. (2000) mendapatkan

80% ekspresi VEGF dari 73 penderita KNF. Zhang et al. (2001) mendapatkan 54,7%

ekspresi VEGF dari 75 penderita KNF. Hui et al. (2002) melaporkan VEGF positif

sebesar 60% dari 90 penderita KNF. Zhao dan Wang (2003) melaporkan VEGF positif

sebesar 68,0% dari 47 penderita KNF. Sha dan He (2006) mendapatkan angka 66,9%

VEGF positif dari 127 penderita KNF. Soo et al. (2005) mendapatkan overekspresi pada

seluruh sampel KNF (42 penderita). Krishna et al. (2006) mendapatkan overekspresi

VEGF sebesar 67% dari 103 penderita KNF. Li et al. (2008) mendapatkan overekspresi

VEGF sebesar 45,7% dari 188 penderita KNF.

Hasil penelitian ini menunjukkan ekspresi VEGF yang cukup besar pada

penderita KNF. Kemungkinan VEGF berperan dalam proses angiogenesis KNF pada

penelitian ini. Dalam kepustakaan disebutkan potensi pola ekspresi VEGF sebagai

marker tumor untuk diagnosis dini terjadinya metastase pada KNF. Pemeriksaan

immunohistokimia pada VEGF dan reseptornya dilaporkan berhubungan dengan

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 83: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

83

gambaran klinis dan prognosis penderita KNF (Cho, 2007). Zhao dan Wang (2003)

melaporkan bahwa VEGF mungkin berperan dalam patogenesis KNF.

Pada stadium lanjut (stadium IV) ditemukan ekspresi VEGF yang negatif. Hal ini

mungkin disebabkan proses angiogenesis pada kasus tersebut dipengaruhi oleh faktor-

faktor angiogenik selain VEGF, seperti IL-8 atau bFGF (basic Fibroblast Growth Factor)

(Yoshizaki et al. 2001). Pada stadium dini (stadium II) dijumpai ekspresi VEGF positif

(derajat 1). Ini disebabkan karena proses angiogenesis diperlukan tumor sejak dini

untuk pertumbuhan dan perkembangan tumor (Hicklin dan Ellis, 2005). Diperlukan

penelitian lanjutan untuk memastikan peran VEGF dalam patogenesis KNF.

Dari tabel 5.7 tidak dijumpai korelasi yang bermakna antara stadium KNF dengan

derajat ekspresi VEGF, dimana nilai p = 0,261 (p > 0,05). Hasil ini berbeda dengan

penelitian-penelitian sebelumnya. Li et al. (2008) melaporkan bahwa overekspresi VEGF

berkorelasi secara bermakna dengan stadium klinis lanjut, rekurensi lokal dan

metastase jauh, serta prognosis yang jelek pada penderita KNF. Sha dan He (2006)

melaporkan ekspresi VEGF berhubungan dengan lokasi tumor primer, metastase

kelenjar limfe, dan stadium klinis, serta berhubungan positif dengan prognosis pasien.

Zhao dan Wang (2003) melaporkan hubungan yang bermakna antara derajat ekspresi

VEGF dengan stadium KNF. Mereka juga mencatat bahwa deteksi VEGF pada jaringan

KNF mungkin berguna untuk memperhitungkan metastase kelenjar limfe dan rekurensi,

menilai stadium klinis, dan mengevaluasi prognosis KNF. Perbedaan yang didapat dari

penelitian ini mungkin disebabkan jumlah sampel yang minimal. Perlu dilakukan

penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang optimal untuk melihat peran VEGF pada

progresivitas dan prognosis KNF.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 84: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

84

Selanjutnya dari tabel 5.8 dijumpai ekspresi VEGF positif (derajat 1, 2 dan 3)

pada stadium lanjut (stadium III dan IV) sebesar 67,9% dan pada stadium dini (stadium I

dan II) sebesar 7,1%. Overekspresi VEGF seluruhnya dijumpai pada stadium lanjut yaitu

pada stadium IV sebesar 35,7%. Pada stadium dini tidak dijumpai overekspresi VEGF.

Hasil ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya. Li et al. (2008) mendapatkan

ekspresi VEGF positif pada stadium lanjut sebesar 77,7% dan pada stadium dini 22,3%.

Overekspresi pada stadium lanjut dijumpai 38,8% dan pada stadium dini 6,9%.

Walaupun hasil penelitian ini tidak mendapatkan korelasi yang bermakna, akan tetapi

distribusi ekspresi VEGF pada stadium KNF cenderung sesuai dengan hasil penelitian

lainnya yang menemukan korelasi yang bermakna antara ekspresi VEGF dan stadium

KNF. Dapat dilihat ekspresi VEGF positif pada stadium lanjut sebesar 67,9% dan

overekspresi VEGF seluruhnya dijumpai pada stadium IV sebesar 35,7%. Satu kasus

dengan stadium IVC menunjukkan ekspresi VEGF derajat 3.

Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa WHO tipe 2 merupakan jenis histopatologi

terbanyak dijumpai ekspresi VEGF positif yaitu 35,8%, diikuti WHO tipe 1 sebesar

28,6%. Overekspresi VEGF terbanyak dijumpai pada WHO tipe 2 sebesar 17,9% diikuti

WHO tipe 1 sebesar 14,3%. Dengan uji chi square tidak didapat hubungan yang

bermakna antara jenis histopatologi dengan derajat ekspresi VEGF (p > 0,05). Hasil ini

sesuai dengan penelitian sebelumnya yang tidak mendapatkan hubungan yang

bermakna antara jenis histopatologi dengan ekspresi VEGF (Li et al. 2008). Sebagai

perbandingan, Kyzas et al. (2005) tidak menemukan hubungan yang bermakna antara

ekspresi VEGF dengan jenis histologi pada kanker kepala dan leher.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 85: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

85

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN

1. Ekspresi VEGF dijumpai 75,0% dari 28 kasus KNF. Overekspresi VEGF dijumpai

35,7% dari 28 kasus KNF.

2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara stadium tumor dengan ekspresi

VEGF pada KNF.

3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis histopatologi dengan

ekspresi VEGF pada KNF

7.2 SARAN

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat lebih memahami peran VEGF

dalam patogenesis KNF.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat memahami peran VEGF dalam

progresivitas dan prognosis penyakit pada penderita KNF sehingga dapat

digunakan untuk memberikan terapi yang optimal.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 86: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

86

DAFTAR PUSTAKA

Agulnik, M., Siu, L.L., 2005, ‘State-of-the-art management Of Nasopharyngeal Carcinoma : Current and Future Directions’, Brit J Cancer, 92, 799-806

Ahmad, A., 2002, ‘Diagnosis dan Tindakan Operatif pada Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring, dalam Simposium Perkembangan Multimodalitas Penatalaksanaan Kanker Nasofaring dan Pengobatan Suportif’, Jakarta, FK-UI, 1-13

Aliandri, 2007, ‘Efek Samping Hematologis Pemberian Kemoterapi Pada Penderita Karsinoma Nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan’, Tesis, FK USU, Medan

Brennan, B., 2006, ‘Nasopharyngeal carcinoma’, Orphanet Journal of Rare Diseases, 1:23, 1-5.

Chang, E.T., Adami, H., 2006, ‘The Enigmatic Epidemiology of Nasopharyngeal Carcinoma’, Cancer Epidemiol Biomarkers Prev ;15(10), 1765-77

Chen, H.X., 2004, ‘Expanding the Clinical Development of Bevacizumab’, The Oncologist; 9(suppl 1), 27-35.

Chew, C.T., 1997, ‘Nasopharynx (The Post Nasal Space)’ Scott-Brown’s Otolaryngology, vol.5, 6th edition, Butterworth Heinemann, Oxford, 5/13/1-22.

Chiesa, F., Paoli, F.D., 2001, ‘Distant Metastases from Nasopharyngeal Cancer’, Journal for Oto-Rhino-Laryngology and Its Related Specialties, 63, 4, 214-6.

Cho, W.C., 2007, ‘Nasopharyngeal Carcinoma : Molecular Biomarker Discovery And Progress’, Molecular Cancer, 6, 1-9

Cottrill, C.P., Nutting, C.M., 2003, ‘Tumours of The Nasopharynx’, dalam Evans PHR, Montgomery PQ, Gullane PJ (Eds) Principles and Practice of Head and Neck Oncology, Martin-Dunitz, UK, 473-81.

Delfitri, M., 2007, ‘Asosiasi Antara Alel Gen HLA-DRB1 dan HLA-DQB1 Dengan Kerentanan Timbulnya Karsinoma Nasofaring Pada Suku Batak’, Disertasi, Sekolah Pascasarjana USU, Medan.

Detmar, M., 2000, ‘Tumor Angiogenesis’, Journal of Investigate Dermatology, Vol. 1, No. 1, 20-3

Fachiroh, J., Schouten, T., Hariwiyanto, B., 2004, ‘Molecular Diversity of Epsteinn Barr Virus IgG and IgA Antibody Responses in Nasopharyngeal Carcinoma : A Comparison of Indonesian, Chinese and European Subject’, The Journal of Infectious Diseases, Vol. 190(1), 53-62

Ferrara, N., 2002, ‘VEGF and the quest for tumour angiogenesis factors’, Nature Reviews/Cancer, Volume 2, 795-803.

Ferrara, N., et al., 2004, ‘Discovery and Development of Bevacizumab, an Anti VEGF Antibody for Treating Cancer’, Nature Reviews/Drug Discovery, Vol. 3, 391-8

Ganguly, N.K., Satyanarayana, K., Srivastava, V.K., et al. 2003, ‘Epidemiological And Etiological Factors Associated With Nasopharyngeal Carcinoma’, ICMR Bulletin, Vol. 33, No. 9.

Guang, Z.G., Juan, X.X., Jian, H.Y., 2006, ‘Expression and Clinical Significance of Vascular Endothelial Growth Factor C and D in Nasopharyngeal Carcinoma’, Chinese Journal of Cancer, 26(1), 90-5.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 87: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

87

Guigay. J., Temam, S., Bourhis, J., et al., 2006, ‘Nasopharyngeal carcinoma and therapeutic management : the place of chemotherapy’, Annals of Oncology 17, doi : 10.1093/annonc/mdl278, 304-7

Hadi, W., Kusuma, H., 1999, ‘Aspek Klinis dan Histopatologi Karsinoma Nasofaring’, Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional Perhati, Semarang, 1001-7

Henny, F., 2006, ‘Ekspresi Protein Mutan p53 pada Karsinoma Nasofaring’, Tesis, FK USU, Medan.

Hicklin, D.J., Ellis, L.M., 2005, ‘Role of the Vascular Endothelial Growth Factor Pathway in Tumor Growth and Angiogenesis’, Journal of Clinical Oncology, Vol. 23, No. 5, 1-12.

Homsi, J., Daud, A.I., 2007, ‘Spectrum of Activity and Mechanism of Action of VEGF/PDGF Inhibitors’, Cancer Control, Vol. 14, No. 3, 285-94.

Hui, E.P., Chan, A.T.C., Pezzella, F., et al. 2002, ‘Coexpression of Hypoxia-inducible Factors 1α and 2α, Carbonic Anhydrase IX, and Vascular Endothelial Growth Factor in Nasopharyngeal Carcinoma and Relationship to Survival’, Clinical Cancer Research, Vol. 8, 2595-604.

Hutagalung, M., Tjakra, I.G.M., Dhaeng, Y., 1996, ‘Tinjauan Lima Besar Tumor Ganas THT di RSUP dr. Sardjito Selama Lima Tahun (1991-1995)’, Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati, Malang, 952-63.

Jain, R.K., Duda, D.G., Clark, J.W., et al. 2006, ‘Lessons From Phase III Clinical Trials on Anti-VEGF Therapy For Cancer’, Nat Clin Pract Oncol. 3(1), 24-40.

Josko, J., et al. 2000, ‘Vascular endothelial growth factor (VEGF) and its effect on angiogenesis’, Med Sci Monit, 6(5), 1047-52

Kerbel, R.S., 2000, ‘Tumor angiogenesis : past, present and the near future’, Carcinogenesis, 21, 3, 505-12.

Khrisna, S.M., James, S., Balaram, P., 2006, ‘Expression of VEGF as prognosticator in primary nasopharyngeal cancer and its relation to EBV status’, Virus Res, 115

Kyzas, P.A., Stefanou, D., Batistatou, A., et al., 2005, ‘Prognostic significance of VEGF immunohistochemical expression and tumor angiogenesis in head and neck squamous cell carcinoma’, J Cancer Res Clin Oncol, 131: 624-30

Lee, A.W.M., 2003, ‘Contribution of Radiotherapy to Function Preservation and Cancer Outcome in Primary Treatment of Nasopharyngeal Carcinoma’, World Journal Of Surgery, 27, 838-43.

Li, Y.H., Hu, C.F., Shao, Q., et al. 2008, ‘Elevated expressions of survivin and VEGF protein are strong independent predictors of survival in advanced nasopharyngeal carcinoma’, Journal of Translational Medicine, 6:1, 1-11

Licitra, L., Bernier, J., Cvitkovic, E., 2003, ‘Cancer of the nasopharynx’, Critical Reviews in Oncology/Hematology 45, 199-214

Licitra, L., Locati, L., Bossi, P., 2006, ‘Biological agents in head and neck cancer’, Annals of Oncology 17, doi : 10.1093/annonc/mdl235, 45-8

Lin, H.S., Fee, W.E., 2006, ‘Malignant Nasopharyngeal Tumors’, emedicine.com, 1-19 Lo, A.K.F., Liu, Y., Wang, X.H., et al. 2003. ’Alteration of Biologic Properties and Gene

Expresión in Nasopharyngeal Epithelial Cells by the Epstein-Barr Virus-Encoded Latent Membrana Protein 1’. Laboratory Investigation. May. Vol 83. No 5, 697-709

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 88: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

88

Lubis, M.N.D., 1993, ‘The Technical Procedure And The Value Of Fine Needle Aspiration Biopsy Of The Nasopharynx’, Pathology, 25, 35-8.

Lutan, R., 2003, ‘Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring’, Dalam Kumpulan Naskah KONAS XIII PERHATI, Bali, 16.

Lutzky, V.P., Moss, D.J., Chin, D., et al. 2008, ‘Biomarkers for Cancers of the Head and Neck’, Clinical Medicine : Ear, Nose and Throat : I, 5-15.

McDermott, A.L., Dutt, S.N., Watkinson, J.C., 2001, ‘The aetiology of nasopharyngeal carcinoma’, Clin Otolaryngol 26, 82-92.

Marzaini, D.S., 2002, ‘Perkembangan Radioterapi dalam Penatalaksanaan Kanker Nasofaring, dalam Simposium Perkembangan Multimodalitas Penatalaksanaan Kanker Nasofaring dan Pengobatan Suportif’, Jakarta, FK-UI, 1-9

Medinger, M., Drevs, J., 2005, ‘Receptor Tyrosine Kinases and Anticancer Therapy’, Current Parmaceutical Design, 11, 1139-49

Mould, R.F., Tai, T.H.P., 2002, ‘Nasopharyngeal carcinoma : treatments and outcomes in the 20th century’, The British Journal of Radiology, 75, 307-39.

Murono, S., Inoue, H., Tanabe, T., et al. 2001, ‘Induction of cyclooxygenase-2 by Epstein-Barr virus latent membrane protein 1 is involved in vascular endothelial factor production in nasopharyngeal carcinoma cells’, PNAS, vol. 98, no. 12, 6905-10.

Muyassaroh, Samsudin, Soetedjo, 1999, ‘Kelainan Neurologik pada Karsinoma Nasofaring di SMF Kesehatan THT RSUP dr. Kariadi Semarang Tahun 1996-1998’, Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional Perhati, Semarang, 1132-40

Nasution, I.I., 2007, ‘Hubungan Merokok dengan Karsinoma Nasofaring’, Tesis, FK USU, Medan.

Neufeld, G., Cohen, T., Gengrinovitch, S., 1999, ‘Vascular endothelial growth factor (VEGF) and its receptors, The FASEB Journal, Vol. 13, 9-22.

Niedobitek, G., 2000, ‘Epstein Barr virus infection in the pathogenesis of nasopharyngeal carcinoma’, J Clin Pathol: Mol Pathol ;53:248–54

Plank, M.J., Sleeman, B.D., 2003, ‘Tumour-induced Angiogenesis: A Review’, Journal of Theoretical Medicine, Vol. 5, 137-53

Punagi, A.Q., 2007, ‘Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Receptor (VEGFR Flt-4) dan Latent Membrane Protein (LMP-1) pada Karsinoma Nasofaring’, Otorhinolaryngologica Indonesiana, Vol. XXXVII, No. 4, 31-6

Richardson, C.D., 2005, ‘Viruses and Cancer’, dalam The Basic Science of Oncology, 4th Edition, The Mc-Graw Hill Companies, Inc. Singapore, 100-20

Roezin, A., 1995, ‘Deteksi dan Pencegahan Karsinoma Nasofaring’, dalam Pencegahan dan Deteksi Dini Penyakit Kanker, Perhimpunan Onkologi Indonesia, 274-88.

Roezin, A., 1996, Faktor Predisposisi Kanker Nasofaring’, Kumpulan Naskah Ilmiah PIT PERHATI, Malang, 833-9.

Rosen, L.S., 2002, ‘Clinical Experience With Angiogenesis Signaling Inhibitors : Focus on Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Blockers’, Cancer Control, Vol. 9, No. 2, 36-44

Sha, D., He, Y.J., 2006, ‘Expression and clinical significance of VEGF and its receptors Flt-1 and KDR in nasopharyngeal carcinoma’, Ai Zheng, 25

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 89: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

89

Shibuya, M., 2006, ‘Differential Roles of Vascular Endothelial Factor Receptor-1 and Receptor-2 in Angiogenesis’, Journal of Biochemistry and Molecular Biology, Vol. 39, No. 5, 469-78.

Soetjipto, D., 1993, ‘Karsinoma Nasofaring, Mungkinkah Melakukan Diagnosis Dini?’ Dalam Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati, Bukit Tinggi, 284-96.

Soo, R., et al. 2005, ‘Overexpression of Cyclooxygenase-2 in Nasopharyngeal Carcinoma and Association With Epidermal Growth Factor Receptor Expression’, Arch Otolaryngol Head Neck Surg, Vol. 131, 147-52

Sudyartono, T., Wiratno, 1996, ‘Manifestasi Klinik Sebagai Dasar Diagnosis Karsinoma Nasofaring’, Kumpulan Naskah Ilmiah PIT PERHATI, Malang, 841-59.

Sukardja, I.D.G., 2000, ‘Onkologi Klinik’, Airlangga University Press, Surabaya, 111-2 Tabernero, T., 2007, ‘The Role of VEGF and EGFR Inhibition : Implications for

Combining Anti-VEGF and Anti-EGFR Agents’, Mol Cancer Res; 5(3), 203-16. Thompson, L.D.R., 2005, ‘Nasopharyngeal carcinoma’, Ear Nose and Throat Journal,

84, 404-5. Wei, W.I., 2003, ‘Cancer of the Nasopharynx : Functional Surgical Salvage’, World

Journal Of Surgery, 27, 844-8. Wei, W.I., 2006, ‘Nasopharyngeal Cancer’ dalam Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck

Surgery Otolaryngology, 4th edition, Lippincot Williams and Wilkins, Philadelphia, 1657-71

Wei, W.I., Sham, J.S.T., 2005, ‘Nasopharyngeal Carcinoma’, The Lancet, Vol. 365, no.9476, 2041-54

Yoshizaki,T., Horikawa, T., Qing-chun, R., et al. 2001, ‘Induction of Interleukin-8 by Epstein-Barr Virus Latent Membrane Protein-1 and Its Correlation to Angiogenesis in Nasopharyngeal Carcinoma’, Clinical Cancer Research, Vol.7, 1946-51.

Zahara, D., 2007, ‘Ekspresi Epidermal Growth Factor Receptor pada Karsinoma Nasofaring’, Tesis, FK USU, Medan.

Zakifman, A., Harryanto, R., 2002, ‘Perkembangan Kemoterapi dalam Penatalaksanaan Kanker Nasofaring’, dalam Simposium Perkembangan Multimodalitas Penatalaksanaan Kanker Nasofaring dan Pengobatan Suportif, Jakarta, FK-UI, 1-11

Zhang G., Zeng J., Gong L., et al. 2001, ‘Expression of vascular endothelial growth factor and nm23 as prognostic factors in nasopharyngeal carcinoma’, 36(5):372-5

Zhao, S.P., Wang, C.L., 2003, ‘Expression and clinical significance of vascular endothelial growth factor in nasopharyngeal carcinoma’, Hunan Yi Ke Da Xue Xue Bao, 28(2):114-6

Zheng, H., Li, L., Hu, D. et al. 2007, ‘Role of Epstein-Barr Virus Latent Membrane Protein 1 in the Carcinogenesis of Nasopharyngeal Carcinoma’, Cellular & Molecular Immunology, Vol. 4 No. 3, 185-92.

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 90: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

90

LAMPIRAN

Lampiran 1

Data Sampel Penelitian No MR Nama Sex Usia Suku Std PA VEGF 1 35.20.50 Z Lk 42 Minang IVB Tipe 2 3 2 35.22.08 J Lk 57 Jawa III Tipe 3 1 3 35.12.93 DP Lk 37 Batak III Tipe 1 1 4 35.10.81 R Pr 49 Melayu IVC Tipe 1 3 5 35.26.03 A Lk 49 Melayu IVB Tipe 1 2 6 35.20.05 NS Lk 85 Batak IVB Tipe 2 2 7 35.34.77 AA Lk 55 Jawa IIB Tipe 2 1 8 35.50.37 MS Lk 38 Batak IVB Tipe 2 1 9 35.49.03 GH Lk 30 Batak III Tipe 2 1 10 35.54.08 S Pr 25 Aceh IVB Tipe 1 1 11 35.58.69 YM Pr 42 Batak III Tipe 1 1 12 35.67.90 MM Pr 36 Batak IVB Tipe 3 3 13 35.79.32 MT Lk 43 Batak IIB Tipe 3 1 14 35.73.79 S Lk 50 Melayu IVB Tipe 3 0 15 35.85.61 DDA Lk 27 Jawa IVB Tipe 3 0 16 35.83.05 R Lk 67 Melayu IIB Tipe 1 0 17 35.90.43 UB Lk 41 Banjar IVB Tipe 2 2 18 35.61.31 SR Pr 62 Minang IVB Tipe 2 0 19 35.91.06 SN Pr 67 Batak IVB Tipe 2 0 20 35.95.72 M Lk 52 Jawa IVB Tipe 1 1 21 36.02.43 SB Lk 88 Jawa IVB Tipe 2 1 22 36.00.46 P Lk 62 Jawa IVA Tipe 1 2 23 35.93.92 PS Lk 42 Batak IVB Tipe 2 0 24 36.27.79 S Lk 46 Jawa IVB Tipe 2 2 25 36.32.89 SA Pr 35 Jawa IVB Tipe 1 2 26 36.53.74 S Lk 45 Batak IVB Tipe 2 1 27 36.76.52 EB Lk 46 Batak IVA Tipe 2 3 28 36.76.89 IN Pr 36 Batak IVB Tipe 2 0 No : nomor urut. MR : nomor rekam medik. Nama : inisial nama subyek penelitian. Sex : jenis kelamin. Usia : umur dalam tahun. Suku : jenis suku bangsa. Std : stadium KNF sesuai AJCC 2002. PA : jenis histopatologi sesuai WHO. VEGF : derajat ekspresi VEGF

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 91: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

91

Lampiran 2 STATUS PENELITIAN

Tanggal : No. Penelitian : No. Rekam Medik :

Nama : Nama orang tua/wali : Umur : Tanggal lahir : Jenis kelamin : Pendidikan : Agama : Tempat kelahiran : Suku : Pekerjaan : Alamat ANAMNESIS : Benjolan leher uni/bilat/kontral +/- lama : Hidung tersumbat uni/bilat +/- lama : Ingus bercampur darah +/- lama : Mimisan (sedikit/banyak) +/- lama : Post nasal drip +/- lama : Penglihatan ganda +/- lama : Parese syaraf kranial +/- lama :

Gangguan dengar unilat +/- lama : Gangguan dengar bilat +/- lama : Telinga berdengung +/- lama : Nyeri telinga +/- lama : Cairan telinga +/- lama : Sakit kepala unilateral +/- lama :

ANAMNESIS UMUM Bagaimana keadaan organ-organ lainnya ? Paru-paru : sesak nafas/batuk-batuk/batuk darah : +/-, berapa lama: Saluran cerna : makan / minum lancar ? +/- Enek / muntah-muntah / buang air besar : +/-, lama : Saluran kemih : Susunan skeletal : Mata : Pendengaran : Demam : Makan obat : Malaria : Penurunan berat badan : Sakit kepala : Kebas di wajah : Trismus : Gangguan bicara :

Page 92: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

92

Tanda metastase ke tempat lain : Lesi kulit : Riwayat paparan zat karsinogenik : ANAMNESIS KELUARGA : Apakah ada yang menderita kanker? +/- Dimana lokasi? Kakek / nenek / ayah / ibu / paman / bibi / anak / keponakan / cucu / kakak / adik : +/- Sekarang : Sembuh +/- Lokasi tumor : ANAMNESIS ETIOLOGI Perokok aktif : +/- sigaret/cerutu : +/- banyak/hari lama : Perokok pasif dalam satu rumah : +/- siapa ? banyak/hari : lama : Makan sirih : +/- lama : Alkohol : +/- lama : Makan ikan asin : +/- lama : Paparan sinar matahari : +/- lama : RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU (mungkin ada korelasi dengan kanker yang diderita sekarang) RIWAYAT PENGOBATAN TERDAHULU Pernah dilakukan biopsi? dimana? Pengobatan yang pernah didapat? Penyinaran Operasi Sitostatika Bagaimana hasil pengobatan ? RIWAYAT PEKERJAAN STATUS LOKALISATA 1. TELINGA DAUN TELINGA

LIANG TELINGA MEMBRANA TIMPANI 2. HIDUNG RINOSKOPI ANTERIOR

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 93: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

93

RINOSKOPI POSTERIOR 3. MULUT Bibir Gigi Lidah Palatum Faring Tonsil 4. LARINGOSKOPI 5. NASOFARINGOSKOPI 6. LEHER Pembesaran kelenjar regional Ukuran 7. MATA Strabismus Diplopia Ptosis

M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008

Page 94: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

94

PEMERIKSAN PENUNJANG Foto Rontgen : Foto thorak : CT - Scan : Audiogram :

HISTOPATOLOGI Aspirasi biopsi Biopsi jaringan STAGING TUMOR (TNM) T 1 2 3 4 N 0 1 2 3 M 0 1 EKSPRESI VEGF 0 1 2 3

Page 95: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

95

Lampiran 3 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN

Assalamualaikum wr. wb. / Selamat pagi.

Saya dr. M. Pahala yang sedang menjalani pendididikan spesialis THT di RSUP

HAM. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul Ekspresi Vascular Endothelial

Growth Factor pada Karsinoma Nasofaring. Saya mengikutsertakan Anda dalam

penelitian ini yang bertujuan untuk melihat adanya satu zat yang menyebabkan

bertambahnya pembuluh darah pada kanker yang berada di hidung bagian belakang.

Dalam penelitian ini Anda akan menjalani pemeriksaan jaringan yang diambil

dari hidung bagian belakang untuk memastikan diagnosa dan jenis kanker hidung bagian

belakang, sebab dari gejala dan tanda hasil pemeriksaan THT yang kami lakukan Anda

diduga menderita kanker tesebut. Pada saat yang bersamaan jaringan yang telah diambil

tadi kami lakukan pemeriksaan satu zat yang menyebabkan bertambahnya pembuluh

darah pada kanker tersebut. Jika jumlah zat tersebut meningkat merupakan pertanda

bahwa keadaan penyakit Anda lebih buruk dan ketahanan hidup lebih rendah.

Kemungkinan komplikasi adalah perdarahan, jika terjadi dapat dihentikan dengan

pemasangan tampon di hidung. Sebagai kompensasi biaya yang dibutuhkan untuk

mengatasi perdarahan akan ditanggung oleh peneliti.

Dengan mengikuti penelitian ini, akan dapat ditentukan apakah zat yang kami

periksa berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan kanker tersebut, sehingga dapat

mengetahui keadaan penyakit yang Anda derita. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar

untuk mengembangkan obat terhadap zat tersebut sehingga kualitas hidup penderita

kanker hidung bagian belakang ini dapat lebih baik.

Saya akan mencatat identitas Anda (nama, alamat, usia, suku, jenis kelamin,

nomor rekam medis), gejala dan tanda penyakit yang Anda derita pada lembaran

penelitian. Selanjutnya saya akan mencatat hasil pemeriksaan jaringan, pembacaan foto

rongen Scan , ukuran benjolan di leher bila ada, serta hasil pemeriksaan zat tersebut.

Partisipasi Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan terjadi

perubahan mutu pelayanan dari dokter Anda bila Anda tidak bersedia mengikuti

penelitian ini. Anda akan tetap mendapatkan pelayanan kesehatan standar rutin sesuai

Page 96: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

96

dengan standar prosedur pelayanan. Sebagai tanda terima kasih kami akan memberikan

makan siang kepada Anda.

Pada penelitian identitas Anda disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota

peneliti, dan anggota komisi etik yang bisa melihat data Anda. Kerahasiaan data Anda

akan dijamin sepenuhnya. Bila data Anda dipublikasikan kerahasiaan tetap dijaga.

Jika terjadi keluhan setelah pengambilan jaringan atau untuk mendapat

keterangan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi saya dr. M. Pahala Harahap di

Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan dari jam 8.00 – 14.00 WIB, atau

pada no 061-7030071/08126536585, Jl. Tanah Lapang Kecil no. 11 Medan. Peneliti akan

bertanggung jawab dan membantu mengatasi keluhan Anda.

Page 97: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

97

Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang namanya tersebut di bawah ini

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan

penuh kesadaran dan tanpa paksaan Saya menandatangani dan menyatakan bersedia

berpartisipasi pada penelitian ini. Bila Saya ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut

saya akan bisa mendapatkannya dari dokter peneliti

Medan, / / 20

Dokter peneliti Peserta Penelitian

Dr. M. Pahala H. Harahap _______________________

Dept. THT-KL RSUP-HAM

Jl. Tanah Lapang Kecil 11 Medan

Telp : 061-7030071/08126536585

Page 98: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

98

Lampiran 5

Page 99: ekspresi vascular endothelial growth factor pada karsinoma

99

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : M. Pahala Hanafi Harahap, dr

Tempat/ Tanggal lahir : Medan, 16 Juni 1974

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

Nama Istri : Ns. Cholina Trisa Siregar, MKep. Sp.KMB

Nama Anak : M. Faiz Zuhairi Harahap

Alamat : Jl. Tanah Lapang Kecil no. 11 Medan

PENDIDIKAN FORMAL

1980 – 1986 : SD Kemala Bhayangkari Medan

1986 – 1989 : SMP Negeri 1 Medan

1989 – 1992 : SMA Negeri 1 Medan

1994 – 2000 : Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara

2004 – 2009 : Asisten dokter (PPDS) Telinga Hidung Tenggorok

Bedah Kepala Leher Fak. Kedokteran USU / RSUP

H. Adam Malik Medan.

RIWAYAT PEKERJAAN

2000 – 2003 : Dokter PTT Puskesmas Singkuang, Kecamatan

Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal,

Sumut