paru-ppok

17
TUGAS PRESENTASI KASUS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Tutor : Ngatwanto, Sp. P. Kelompok D G1A009048 Sri Wahyudi G1A009049 Prabawa Yogaswara G1A009050 Purindri Maharani G1A009051 Sudjati Adinugroho G1A009052 Femi Indriani JURUSAN KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

Upload: purindri-maharani

Post on 06-Aug-2015

30 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PARU-PPOK

TUGAS PRESENTASI KASUS

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Tutor :

Ngatwanto, Sp. P.

Kelompok D

G1A009048 Sri WahyudiG1A009049 Prabawa YogaswaraG1A009050 Purindri MaharaniG1A009051 Sudjati AdinugrohoG1A009052 Femi Indriani

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: PARU-PPOK

I. PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik yang biasa dikenal dengan PPOK adalah

salah satu penyakit yang dapat dicegah dan dirawat yang dapat mengakibatkan

tingkah keparahan yang berbeda pada tiap individu. Jumlah penderita PPOK di

daerah Asia-Pasifik mencapai jumlah 56,6 juta penderita dengan angka prevalensi

6,3 %. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalensi

5,6% (Slamet, 2006).

Perbandingan jumlah penderita pria dengan penderita wanita adalah 3 : 1.

Pekerjaan penderita sering kali berhubungan erat dengan faktor alergi dan

hiperreaktifitas bronkus. Di daerah perkotaan, insiden PPOK 1,5 kali lebih banyak

daripada di pedesaan. Selain itu, apabila seseorang diketahui sering batuk

berdahak dan sesak napas pada masa anak-anak, kelak pada masa tua sering

timbul emfisema paru (Alsagaff, 2009).

PPOK ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas

dan tidak selalu bersifat reversible. Berbagai jenis gangguan yang bersifat

progresif ini akan terjadi karena inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas

beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama

sesak napas, batuk, dan produksi sputum (Mangunnegara, 2004).

PPOK dikenal sebagai masalah global, karena menurut WHO, PPOK

diketahui sebagai penyakit dengan penyumbang kematian peringkat ke-4 di dunia.

Penyebab utama PPOK tidak dapat dipisahkan dari akibat polusi udara,

lingkungan yang tida higienis, dan kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok di

Indonesia merupakan sebuah perilaku yang masih sulit untuk diubah dan

dihentikan. Selain itu, polusi udara dan lingkungan di Indonesia belum dapat

dikendalikan dengan baik. Kebiasaan merokok saat ini terlihat semakin banyak

pada usia muda bahkan hingga sekolah dasar. Karena itu, PPOK merupakan

sebuah penyakit yang perlu menjadi perhatian dunia kedokteran (Mangunnegara,

2004).

Page 3: PARU-PPOK

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru

kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas

yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya

respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya

(GOLD,2009).

B. Etiologi

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan

denganfaktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

1) Merokok

2) Polusi udara

3) Infeksi paru berulang

4) Umur

5) Jenis kelamin

6) Ras

7) Riwayat Infeksi saluran nafas

8) Genetik

9) Defisiensi alfa-1 antitripsin

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK

saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan

(Mansjoer, 1999).

C. Patofisiologi

Faktor-faktor resiko terjadinya PPOK seperti merokok,

pencemaran udara, dan pencemaran lingkungan akan merangsang

perubahan pada sel-sel penghasil mukus pada bronkus dan silia. Silia yang

Page 4: PARU-PPOK

melapisi bronkus akan mengalamu kelumpuhan atau disfungsional serta

metaplasia. Perubahan pada sel penghasil muku dan silia akan

mengganggu sistem eskalator muosiliaris dan menyebabkan penumpukan

mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas

(Corwin, 2001).

Mukus berfungsi sebagai tempat tinggal mikroorganisme penyebab

infeksi dan menyebabkan mukus menjadi sangat purulen. Hal ini akan

menyebabkan timbulnya peradangan yang menyebabkan edema dan

pembengkakan jaringan, sehingga ventilasi, terutama ekspirasi akan

menjadi terhambat. Karena terjadi gangguan ventilasi, maka akan terjadi

hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan

akibat mukus yang kental dan ada peradangan (Corwin, 2001).

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat irreversibel dan terjadi

karena perubahan struktural pada saluran napas seperti inflamasi, fibrosis,

metaplasi sel goblet, dan hipertrofi otot polos yang akan menyebabkan

obstruksi jalan napas. Inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK biasanya

memiliki karakteristik terjadinya peningkatan jumlah neutrofil pada lumen

saluran nafas, makrofag pada lumen dan dinding saluran nafas, serta

parenkim paru, dan adanya limfosit CD 8+ pada dinding saluran napas dan

parenkim paru (Corwin, 2001).

Destruksi jaringan paru menyebabkan terjadinya hiperinflasi,

terperangkapnya idara, dan peningkatan usaha untuk bernapas, sehingga

terjadi sesak napas. Dengan berkembangnya penyakit kadar CO2

meningkat dan dorongan respirasi berubah menjadi hipoksemia. Jika

terjadi kehilangan dorongan pernapasan, maka dapat terjadi gagal napas

(Davey, 2006).

D. Penegakkan diagnosis

a. Anamnesis

1. Usia

2. Riwayat Pajanan

Page 5: PARU-PPOK

Asap rokok

Polusi udara

Polusi tempat kerja

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan auskultasi sering kali tidak di dapatkan

kelainan yang jelas terutama pada PPOK ringan, karena sudah

mulai terdapat hiperinflasi alveoli . sedangkan pada PPOK

derajat sedang dan berat sering terlihat perubahan pernafasan

atau perubahan anatomi thorax.

1. Inspeksi :

- Bentuk dada barrel chest

- Terdapat cara bernafas purse lips breathing (seperti

orang meniup)

- Terlihat penggunan dan hipertrofi otot pernafasan

- Pelebaran sela iga

2. Perkusi :

- Hipersonor

3. Palpasi :

- Fremitus melemah

4. Auskultasi :

- Suara nafas vesikuler

- Ekspirasi memanjang

- Mengi

- Ronki

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis

PPOK antara lain :

a. Radiologi (foto toraks)

b. Spirometri

Page 6: PARU-PPOK

c.Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan

telah terjadi hipoksia kronik)

d. Analisa gas darah

e. Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik

bila terjadi eksaserbasi)

Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih

normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini

berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru

lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.

Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan:

a. Paru hiperinflasi atau hiperlusen

b. Diafragma mendatar

c. Corakan bronkovaskuler meningkat

d. Bulla

e. Jantung pendulum

Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-

kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan

faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas

terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang

berusia pertengahan atau yang lebih tua.

d. Gold Standar Diagnosis

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

A. Edukasi

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

pengetahuan dasar tentang PPOK, obat-obatan baik manfaat dan efek

sampingnya, cara pencegahan perburukan penyakit, menghidari

pencetus (berheni merokok), penyesuaian aktivitas.

B. Berhenti Merokok

Page 7: PARU-PPOK

C. Obat-Obatan

1. Bronkodilator

2. Anti inflamasi

3. Antibiotika

4. Mukolitik

5. Antitusif

D. Rehabilitasi

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan tleransi terhadap

latihan dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Pasien yang

dimasukan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah

mendapatkan pengobatan optimal yang disertai : simptom pernafasan

berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat, kualitas hidup

menurun.

E. Terapi Oksigen

1. Indikasi pemberian oksigen yaitu pao2 <60 mmhg atau Sat O2 <90%

2. Pao2 diantara 55-59 mmhg atau Sat O2 >89% disertai korpulmonale,

perubahan P pulmonal, Ht >55% dan tanda-anda gagal jantung

kanan, sleep apnea, dan penyakut paru lain.

F. Ventiasi Mekanis

Ventilasi mekanis pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan

gagal nafas akut, gagal nafas akut pada gagal nafas kronik, atau pada

pasien PPOK derajat berat dengan gagal nafas kronik. Ventilasi

mekanis dapat dilakukan dengan cara ventilasi mekanis tanpa intubasi

dan dengan intubasi.

G. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena

bertambahnya kebutuhan energ akibat kerja muskulus respirasi yang

meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapna menyebabkan

terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah

mortalitas PPOK karena berkorelasi dengan derajat penurunan faal paru

dan perubahan analisis gas darah.

Page 8: PARU-PPOK

Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan

Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI)/Gold tahun 2005 sebagai

berikut:

1. PPOK Ringan

Gejala klinis:

-Dengan atau tanpa batuk

-Dengan atau tanpa produksi sputum.

-Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1

Spirometri:

-VEP1 ≥80% prediksi ( normal spirometri ) atau

-VEP1/KVP<70%

2. PPOK Sedang

Gejala klinis:

-Dengan atau tanpa batuk

-Dengan atau tanpa produksi sputum.

-Sesak napas : derajat sesak 2 ( sesak timbul pada saat aktivitas ).

Spirometri:

-VEP1/KVP <70% atau

-50%< VEP1 <80% prediksi.

3. PPOK Berat

Gejala klinis:

- Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.

- Eksaserbasi lebih sering terjadi

- Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.

Spirometri:

- VEP1/KVP <70%,

- VEP1 <30% prediksi atau

- VEP1 > 30 % dengan gagal napas kronik

Page 9: PARU-PPOK

Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan

analisa gas darah, dengan kriteria:

- Hipoksemia dengan normokapnia, atau

- Hipoksemia dengan hiperkapnia

F. Komplikasi

Pada penyakit paru obstruktif kronik, dapat terjadi berbagai macam

komplikasi, seperti gagal napas kronik, gagal napas akut, infeksi berulang,

dan kor pulmonal. Gagal napas kronik dapat diketahui melalui hasil

analisis gas darah dengan PO2 < 60 mmHg dan PCO2 < 60 mmHg, dan pH

normal. Namun gagal napas kronik dapat ditangani dengan memberikan

bronkodilator adekuat, terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan

atau waktu tidur, antioksidan, dan latihan pernapasan dengan pursed lips

breathing (PDPI, 2003).

Gagal napas akut ditandai dengan sesak napas dengan atau tanpa

sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam, kesadaran menurun, dan

infeksi berulang. Pada pasien PPOK, maka produksi sputum akan

menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan untuk

terjadinya infeksi berulang. Pada kondisi kronik, imunitas tubuh akan

menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah

(PDPI, 2003).

Kor pulmonal ditandai dengan gelombang P pulmonal pada EKG.

Kemudian selain itu, sering kali ditemukan hematokrit > 50 %, dan dapat

pula disertai dengan gagal jantung kanan (PDPI, 2003).

G. Prognosis

Prognosis penyakit ini bervariasi. Bila pasien tidak menghindari

faktor resiko seperti merokok dan polusi udara, penurunan fungsi paru

akan lebih cepat daripada bila pasien berhenti merokok. Terapi oksigen

Page 10: PARU-PPOK

jangka panjang merupakan satu-satunya terapi yang terbukti dapat

memperbaiki angka harapan hidup (Davey, 2006).

Page 11: PARU-PPOK

III. KESIMPULAN

Page 12: PARU-PPOK

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood, Mukty, H. Abdul. 2009. Dasar-dasar Penyakit Paru. Surabaya :

Airlangga University Press. Hal : 231-232.

Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. Hal : 437-438.

Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series.

Hal : 181-183.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pengendalian Paru Obstruktif Kronik.

Jakarta : Depkes RI. Hal : 8-10.

GOLD. 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of

Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/   .   Diakses tanggal 5 desember 2012.

Mangunnegara, Hadiarto. 2004. PPOK : Pedoman Praktis Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia.. Jakarta : PDPI Hal : 7.

Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Hal :

480.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Konsensus Penyakit Paru Obstruktif

Kronik. Jakarta : PDPI. Hal : 25.

Rahmawati, Indah. 2011. Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK (Penyakit Paru

Obstruktif Kronik). Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Hal :

31-49.

Slamet H. 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan

di Indonesia. Jakarta: PDPI. Hal : 1-18.