84652293 ppok penyakit paru obstruksi kronis

44
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 1.Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. (Silvia & Lorraine: 2006). POOK atau Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit-penyakit yang mengakibatkan kesulitan dalam bernapas atau sesak napas selain asma dan penyakit jantung. Yang digolongkan dalam penyakit ini adalah bronchitis kronik dengan sesak napas, emfisema, dan bronchitis dengan gejala mirip asma (asthmatic bronchitis) (djojodibroto.2003:93). Pada sumber lain juga disebutkan bahwa bronkioktasis dimasukkan dalam golongan ini (Kee, Joyce L. 1996: 435). Bronkitis kronik adalah penyakit dengan gejala batuk dan berdahak berlebihan setiap hari yang terjadi minimal tiga bulan dan telah berlangsung selama dua tahun berturut-turut. Penyebab bronchitis kronik adalah pejanan lama terhadap pencemaran udara baik oleh debu, ataupun asap industry, asap rokok, dll (djojodibroto.2001:93). Bronchitis kronik ditandai dengan batuk kronik produktif yang menghasilkan mukus selama paling sedikit 3 bulan setiap tahunnya selama 2 tahun. Pada bronchitis kronis ini terjadi perubahan peradangan di mukosa bronkus (Graber, Mark A. 2006:126-127). Peradangan bronchial dan

Upload: centika

Post on 26-Oct-2015

68 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

1. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering

digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi

utamanya. (Silvia & Lorraine: 2006). POOK atau Penyakit paru obstruksi kronik

adalah penyakit-penyakit yang mengakibatkan kesulitan dalam bernapas atau sesak

napas selain asma dan penyakit jantung. Yang digolongkan dalam penyakit ini adalah

bronchitis kronik dengan sesak napas, emfisema, dan bronchitis dengan gejala mirip

asma (asthmatic bronchitis) (djojodibroto.2003:93). Pada sumber lain juga disebutkan

bahwa bronkioktasis dimasukkan dalam golongan ini (Kee, Joyce L. 1996: 435).

Bronkitis kronik adalah penyakit dengan gejala batuk dan berdahak berlebihan

setiap hari yang terjadi minimal tiga bulan dan telah berlangsung selama dua tahun

berturut-turut. Penyebab bronchitis kronik adalah pejanan lama terhadap pencemaran

udara baik oleh debu, ataupun asap industry, asap rokok, dll (djojodibroto.2001:93).

Bronchitis kronik ditandai dengan batuk kronik produktif yang menghasilkan mukus

selama paling sedikit 3 bulan setiap tahunnya selama 2 tahun. Pada bronchitis kronis

ini terjadi perubahan peradangan di mukosa bronkus (Graber, Mark A. 2006:126-

127). Peradangan bronchial dan sekresi mukus yang berlebihan menyebabkan

obstruksi saluran napas. Batuk produktif adalah mekanisme respons untuk

mengeluarkan kelebihan produk mukus dan iritasi bronchial kronik. Ronki pada saat

inspirasi maupun ekspirasi akan terdengar pada pemeriksaan auskultasi. Hiperkapnia

(peningkatan retensi karbon dioksida) dan hipoksemia (penurunan oksigen darah)

menyebabkan asidosis respiratori.

Emfisema adalah penyakit paru progresif yang disebabkan oleh merokok,

kontaminan atmosfir, atau kekurangan protein alfa1-antiripsin yang menghambat

enzim proteolitik yang merusak alveoli (kantung udara). Enzim proteolitik dilepaskan

dalam paru oleh sel-sel fagosit atau bacteria. Bronkiolus terminal tersumbat oleh

mukus, menyebabkan hilangnya jaringan elastin dan serat dalam alveoli. Dengan

banyaknya dinding alveoli yang rusak maka alveoli akan membesar. Udara

terperangkap di dalam alveoli yang membesar, mengarah pada pertukaran gas (O2 dan

CO2) yang tidak adekuat (Kee, Joyce L. 1996: 435). Emfisema ini ditandai dengan

dekstruksi parenkim paru tanpa melibatkan bronkiolus terminalis dengan bersatunya

Page 2: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

alveoli. Pada temuan klinisnya, sebagian besar pasien tidak hanya mengalami

emfisema murni melainkan dibarengi oleh adanya bronchitis kronik. Emfisema ini

dapat digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu Panlobular, yang disebabkan oleh defisiensi

alfa1-antitripsinase, dan Sentrilobular, yang disebabkan oleh merokok dan bronchitis

kronik (Graber, Mark A. 2006:127).

Sedangkan asma bronchial adalah penyakit paru obstruktif yang ditandai oleh

periode bronkospasme yang menimbulkan penderita sukar bernapas dan mengi.

Bronkospasme, atau bronkokonstriksi, terjadi karena jaringan paru terpajan oleh

faktor ekstrinsik dan instrinsik yang merangsang respons bronkokonstriktif. Faktor-

faktor yang merangsang serangan asma (bronkospasme) mencakup kelembaban,

perubahan tekanan udara, perubahan temperature, asap, uap (debu asap, parfum),

kekecewaan emosi, dan alergi terhadap partikel dari bulu binatang, makanan, dan

obat-obatan seperti aspirin, indometasin, dan ibuprofen (Kee, Joyce L. 1996: 435).

Bronkioktasis adalah dilatasi dan peradangan kronik bronkus yang berukuran

sedang. Secara klinis bronkiostasis tampak serupa dengan bronchitis kronik dengan

pembentukan sputum mukopurulen. Namun, pembentukan sputum seringkali sangat

banyak dan mungkin mengandung kuman pseudomonas. Bronkioktasis ini paling

sering terjadi pada lobus bawah kiri, diikuti oleh lingual dan lobus tengah kanan.

Terjadinya bronkiektasis dapat dipengaruhi oleh faktor predisposisi antara lain,

pneumonia berulang, penyakit granulomatosa, karsinoma, atau setiap proses yang

dapat menyebabkan sekuesterasi lobus (Graber, Mark A. 2006:130).

2. Etiologi dan pembagian derajat

Penyebab terjadinya PPOK diantaranya adalah :

a. Asap Rokok

Penyebab utama dari PPOK adalah asap rokok, baik karena dihisap sendiri secara

langsung (perokok aktif) maupun karena menghisap asap rokok orang lain

(perokok pasif). Asap rokok dapat menekan sistem pertahan saluran napas,

paralisis pada silia dan penurunan aktivitas makrofag alveolus, dan produksi

mukus yang berlebihan sehingga terjadi obstruksi saluran napas.

b. Polusi Udara

Berbagai macam deb, zat kimia, dan serta dalam lingkungan kerja mempunyai

pengaruh merugikan pada sistem pernapasan. Selain itu hasil sampingan bahan

Page 3: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

bakar seperti minyak tanah, batu bara, kayu bakar, dan diesel dapat menjadi faktor

resiko PPOK

c. Infeksi Saluran Napas Bawah Berulang

d. Status Sosial Ekonomi

(Alsagaff, Hood dan Abdul Mukly (ed). 2005)

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan faal paru, PPOK dapat diklasifikasikan ke

dalam 4 stadium, yaitu :

a. Stadium 1 : Ringan

Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini

pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi paru mengalami penurunan. Hasil

spirometri menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan VEP1 ≥80% nilai prediksi.

b. Stadium 2 : Sedang

Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk

dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan

kesehatannya. Hasil spirometri menunjukkan VEP1 / KVP <70% dan VEP1 50% -

80 % nilai prediksi.

c. Stadium 3 : Berat

Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi

semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien. Hasil spirometri

menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan VEP1 30% - 50% nilai prediksi.

d. Stadium 4 : Sangat Berat

Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan

ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan

jikka eksaserbasi dapat mengancam jiwa. Hasil spirometri menunjukkan VEP1 /

KVP < 70% dan VEP1 < 30% nilai prediksi atau VEP1< 50% nilai prediksi

disertai gagal napas kronik.

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011; Alsagaff, Hood dan Abdul Mukly

(ed). 2005)

3. Epidemiologi

PPOK merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat yang menyebabkan 26.000

kematian/tahun di Inggris. Prevalensinya adalah > 600.000. angka ini lebih tinggi di

Negara maju, daerah perkotaan, kelompok masyarakat menengah kebawah, dan pada

manula (Davey, Patrick. 2006). Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di

Page 4: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di

rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian,

PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti

serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per

tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan

meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat

dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari

ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI

tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merokok

merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya

seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya (Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia. 2011).

4. Faktor Risiko

Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting,

jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok

perlu diperhatikan :

a. Riwayat merokok

- Perokok aktif

- Perokok pasif

- Bekas perokok

b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-

rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

- Ringan : 0-200

- Sedang : 200-600

- Berat : >600

c. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

d. Hipereaktiviti bronkus

e. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

f. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011)

PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan

hipersekresi mukus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Faktor-faktor risiko

Page 5: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres

oksidatif, infeksi saluran nafas, dan komorbiditas, berikut penjelasannya :

a. Genetik

PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi lingkungan

genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan telah di teliti

lama adalah defisiensi α1 antitripsin, yang merupakan protease serin inhibitor.

Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi α1 antitripsin adalah

emfisema paru yang dapat muncul baik pada perokok maupun bukan perokok,

tetapi memang akan diperberat oleh paparan rokok.

b. Paparan partikel inhalasi

Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama

hidupnya. Dari berbagai macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan,

hanya asap rokok dan debu-debu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang

diketahui sebagai penyebab PPOK. Polusi udara dalam ruangan yang dapat

berupa kayu-kayuan, kotoran hewan, sisa-sisa serangga, batubara, asap dari

kompor juga akan menyebabkan peningkatan insidensi PPOK khususnya pada

wanita. Selain itu, polusi udara diluar ruangan juga dapat menyebabkan

progresifitas kearah PPOK menjadi tinggi seperti seperti emisi bahan bakar

kendaraan bermotor. Kadar sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2)

juga dapat memberikan sumbatan pada saluran nafas kecil (Bronkiolitis) yang

semakin memberikan perburukan kepada fungsi paru.

c. Pertumbuhan dan perkembangan paru

Pertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada

terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status nutrisi bayi

bayi pada saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya.

Dimana pada suatu studi yang besar didapatkan hubungan yang positif antara

berat lahir dan VEP1 pada masa dewasanya.

d. Stres Oksidatif

Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami oleh

paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi yang cukup

baik secara enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan keseimbangan antara

oksidan dan anti oksidan yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-

paru. Hal ini akan mengaktivasi respon inflamasi pada paru-paru. Ketidak

Page 6: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

seimbangan inilah yang kemudian memainkan peranan yang penting terhadap

patogenesis PPOK.

e. Infeksi

Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan yang besar terhadap

patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi bakteri berhubungan dengan

terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan dan juga memberikan peranan yang

penting terhadap terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap infeksi virus juga

dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti rhinovirus pada

saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan jelas sekali

berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK. Riwayat tuberkulosis juga

dihubungkan dengan di temukannya obstruksi saluran nafas pada dewasa tua pada

saat umur diatas 40 tahun.

f. Komorbiditas

Asma memiliki faktor risiko terhadap kejadian PPOK, dimana didapatkan dari

suatu penelitian pada Tucson Epidemiologi Study of Airway Obstructive Disease,

bahwa orang dewasa dengan asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi risiko

menderita PPOK.

5. Patofisiologi

Page 7: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

6. Manifestasi klinisGejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga

berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan samapai ditemukan kelaianan

yang jelas dan tanda inflasi paru, berikut diantaranya :

a. Batuk

Gejala batuk cenderung meningkat bersifat kronik. Batuk bersifat hilang timbul

dan mungkin tidak berdahak. Setiap batuk kronik berdahak dapat

mengindikasikan PPOK. Batuk produktif awalnya intermitten kemudian terjadi

hampir tiap hari seiring waktu. Sputum berwarna bening dan mukoid, namun

dapat pula menjadi tebal, kuning, bahkan kadang ditemukan darah selama

terjadinya infeksi bakteri respiratorik.

b. Sesak

Sesak bersifat progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu). Sesak

napas bertambah berat setelah beraktivitas berat. Pada keadaan yang berat, sesak

napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat

akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara.

c. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, PPOK dini umumnya tidak ada kelainan. Pada inspeksi

dapat ditemukan pursed-lips breathing, barrel chest, penggunaan otot bantu

nafas,hipertrofi otot bantu nafas, pelebaran sel iga, bila telah terjadi gagal jantung

kanan terlihat denyut vena jugularis dileher dan edema tungkai, penampilan pink

puffer atau blue bloater. Pada palpasi dapat ditemukan fremitus melemah,sel iga

melebar. Perkusi pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diapragma rendah,hepar terdorong ke bawah. Pada auskultasi dapat ditemukan

suara nafas vesikuler normal, atau melemah, terdapat ronki dan atau mengi pada

waktu bernafas biasa atau ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang dan bunti jantung

terdengan jauh.

(Prasetya, Ifan. 2011)

7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :

a. Gagal napas

Pada gagal napas ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu gagal napas kronik dan gagal

napas akut pada gagal napaskronik, berikut penjelasannya:

1) Gagal napas kronik

Page 8: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH

normal, penatalaksanaan :

Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2

Bronkodilator adekuat

Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

Antioksidan

Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

2) Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Dapat ditandai dengan :

Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

Sputum bertambah dan purulen

Demam

Kesadaran menurun

b. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk

koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik

ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit

darah.

c. Kor pulmonal

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal

jantung kanan

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011)

8. Pemeriksaan diagnostik

Berikut beberapa tes diagnostic yang digunakan untuk menunjang ditegakkannya

diagnose PPOK, yaitu :

a. Tes fungsi paru

Tes fungsi paru digunakan untuk menunjukkan obstruksi aliran napas dan

menurunnya pertukaran udara akibat dekstruksi jaringan paru. Kapasitas total paru

bisa normal atau meningkat akibat udara yang terperangkap. Dilakukan

pemeriksaan reversibilitas karena 20% pasien mengalami perbaikan dari

pemberian bronkodilator.

b. Foto toraks

Page 9: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Hasil dari foto toraks ini bisa normal, namun pada emfisema, akan menunjukkan

hiperinflasi disertai hilangnya batas paru serta jantung tampak kecil

c. Analisa gas darah

Analisa gas darah harus dilakukan jika ada kecurigaan gagal napas. Pada keadaan

hipoksemia kronis akan ditemukan kadar hemoglobin yang meningkat.

d. Computed tomography

Digunakannya pemeriksaan tomography ini dapat digunakan untuk memastikan

adanya pembentukan bula emfisematosa.

(Davey, Patrick. 2006).

9. Penatalaksanaan

Jenis piñata laksanaan pada penderita dengan PPOK, dapat dibagi menjadi beberapa

jenis yaitu :

a. Umum

Penatalak sanaan dari penderita POOK yang diberikan secara umum melalui

edukasi. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada

PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena

PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi

adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan

fungsi paru.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1) Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2) Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3) Mencapai aktiviti optimal

4) Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang

pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya.

Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat

ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik

rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan

memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi

kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan

keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu

cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian

Page 10: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,

lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :

1) Pengetahuan dasar tentang PPOK

2) Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3) Cara pencegahan perburukan penyakit

4) Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5) Penyesuaian aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung

ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi

sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak

pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan

jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik

progresif yang ireversibel. Berikut daftar pemberian edukasi berdasar derajat

penyakit yang harus diberikan pada saat pemberian edukasi bergantung pada

derajat keparahan penyakit :

Ringan

Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara

lain berhenti merokok

Segera berobat bila timbul gejala

Sedang

Menggunakan obat dengan tepat

Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

Program latihan fisik dan pernapasan

Berat

Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan

Penggunaan oksigen di rumah

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011)

b. Obat

Penatalaksanaan pasien dengan PPOK secara farmakologis mempunyai banyak

pilihan, diantaranya adalah :

1) Bronkodilator

Page 11: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Bronkodilator digunakan untuk mengontrol gejala. Pemilihan pengobatan

didasarkan pada kepatuhan pasien, respon individu dan dan efek samping.

Keuntungan klinis bronkodilator termasuk peningkatan kapasitas latihan

fisik, penurunan terperangkapnya udara, dan peredaran gejala seperti

dispnea. (Sukandar, Erlin Y. 2009). Diberikan secara tunggal atau

kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan

klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan

inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada

derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau

obat berefek panjang ( long

acting ). Macam-macam bronkodilator yaitu :

a) Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai

bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali

perhari ). Ketika diberikan secara inhalasi, agen antikolinergik

memproduksi bronkodilatasi dengan menginhibisi reseptor kolinergik

secara kompetitif pada otot polos bronchial. Aktivitas ini memblok

asetilkolin, yang efek selanjutnya adalah pengurangan guanosin

monofosfat siklik (cGMP), yang umumnya mengkostriksi otot polos

bronchial. Contoh dari golongan antikolinergik yaitu :

Ipatropium bromida, memiliki onset yang yang agak lambat

yaitu 15-20 menit. Efek puncaknya muncul pada 1,5 hingga 2

jam dan durasinya adalah 4 hingga 6 jam. Dosis yang

direkomendasikan menggunakan MDI adalah 2 hirup empat

kali sehari dengan peningkatan bertahap yang sering hingga 24

hirup/hari. Zat ini juga tersedia dalam bentuk larutan untuk

nebulisasi. Keluhan dari pasien adalah mulut kering, mual dan

kadang rasa seperti logam. Karena antikolinergik tidak diserap

baik secara sistemik, efek sampingnya jarang terlihat

(pandangan kabur, retensi urinaria, mual dan takikardi).

Tiotropium bromida, merupakan agen aksi panjang yang

memberikan perlindungan terhadap bronkokonstriksi kolinergik

selama lebih dari 24 jam. Onset terjadi dalam 30 menit dan efek

puncak tercapai dalam 3 jam. Zat ini diberikan menggunakan

Page 12: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

HandiHaler, suatu alat nafas beraktuator untuk sekali isi

serbuk-kering. Dosis yang direkomendasikan adalah inhalasi isi

satu kapsul satu kali sehari menggunakan alat inhalasi

HandiHaler. Karena efeknya yang lokal, tiotropium ditolerans

dengan baik.

b) Golongan agonis beta – 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah

penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai

obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek

panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi

eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.

Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

Golongan agonis bata-2 menyebabkan relaksasi otot polos bronchial

dan bronkodilatasi dengan menstimulasi enzim adenil siklik (cAMP),

zat ini juga dapat meningkatkan klirens mukosiliar. Golongan agonis

beta-2 dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

Golongan agonis aksi pendek

Albuterol, levalbuterol, bitolterol, pirbuterol, dan terbutalin

merupakan agen aksi pendek yang lebih disukai karena

mempunyai selektivitas beta-2 lebih besar dan durasi aksi lebih

panjang dibandingkan dengan agen aksi pendek lainnya

(isoproterenol, metaprotelenol, dan isoetarin). Rute inhalasi

lebih diminati dibandingkan rute oral dan parental dalam hal

efikasi dan efek samping. Agen aksi pendek dapat digunakan

untuk meredakan gejala secara akut atau berdasarkan jadwal

untuk mencegah atau meredakan gejala. Durasi aksi agonis

beta-2 aksi pendek adalah 4-6 jam.

Golongan agonis aksi panjang

Formoterol dan salmeterol merupakan agonis beta-2 inhalasi

aksi panjang yang diberikan setiap 12 jam berdasarkan jadwal

dan menghasilkan bronkodilatasi selama interval dosis.

Penggunaan agen ini sebaiknya dipertimbangkan untuk pasien

yang memperlihatkan kebutuhan yang sering akan agen aksi

pendek.

Page 13: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

c) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek

bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang

berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana

dan mempermudah penderita. Kombinasi ini sering digunakan

terutama ketika perkembangan penyakit dan gejala semakin memburuk

seiring waktu. Mengkombinasikan bronkodilator dengan mekanisme

yang berbeda membuat dosis efektif terendah dapat digunakan dan

mengurangi efek samping dari masing-masing zat. Kombinasi kedua

agonis beta-2 aksi pendek dan aksi panjang dengan ipratropium

menunjukkan pertambahan peredaan gejala dan peningkatan fungsi

paru-paru.

d) Golongan Xantin/Metilxantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka

panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa

atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan

bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka

panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah. Teofilin dan

aminofilin dapat menghasilkan bronkodilatasi dengan menghibisi

fosfodiesterase (yang kemudian meningkatkan kadar cAMP), inhibisi

infulks ion kalsium ke dalam oto polos, antagonis prostaglandin,

stimulasi katekolamin endogen, antagonis reseptor adenosine, dan

inhibisin pelepasan mediator dari sel mast dan leukosit. Penggunaan

kronik teofilin dalam PPOK menunjukkan peningkatan fungsi paru-

paru, termasuk kapasitas vital dan FEV. Secara subjektif, teofilin

mengurangi dipsnea, meningkatkan toleransi terhadap latihan, dan

memperbaiki kendali respirasi. Efek nonpulmonari yang yang mungkin

berkontribusi terhadap kapasitas fungsional yang lebih baik termasuk

peningkatan fungsi kardiak dan penurunan tekanan arteri pulmonary.

Peranan teofilin dalam PPOK adalah sebagai terapi pemeliharaan pada

pasien sakit bukan akut. Terapi diawali pada dosis 200 mg dua kali

sehari dan ditingkatkan bertahap setiap 3 sampai 5 hari sampai dosis

target. Efek smaping teofilin yang paling umum termasuk dyspepsia,

Page 14: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, dan takikardi. Aritmia dan

seizure dapat muncul, terutama pada konsentrasi toksik.

2) Antiinflamasi

Agen antiinflamasi yang sering digunakan adalah golongan kortikosteroid ,

dimana kortikosteroid memberikan efek yang menguntungkan selain sebagai

antiinflamasi, yaitu sebagai penurun permeabilitas kapiler untuk mengurangi

mukus, inhibisi pelepasan enzim proteolitik dari leukosit, dan inhibisi

prostaglandin. Situasi yang sesuai untuk pemberian kortikosteroid untuk

PPOK termasuk penggunaan sistemik jangka pendek untuk kondisi buruk

akut, dan terapi inhalasi untuk PPOK kronik stabil. Efek samping

kortikosteroid inhalasi relative ringan dan termasuk parau, tenggorokan

kering, kandidiasis oral, dan memar pada kulit. Efek samping yang parah

seperti supresi adrenal, osteoporosis dan pembentukan katarak lebih jarang

dilaporkan dibandigkan kortikosteroid sistemik, tetapi klinis harus

memperhatikan pasien yang menerima terapi inhalasi dosis tinggi kronik.

(Sukandar, Yulinah Erlin.2009)

3) Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

Lini I : amoksisilin dan makrolid

Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon dan

makrolid baru

Jika pasien masih dalam perawatan di Rumah Sakit maka dapat dipilih

Amoksilin dan klavulanat, Sefalosporin generasi II & III injeksi, Kuinolon per

oral dan ditambah dengan yang anti pseudomonas yaitu Aminoglikose per

injeksi, Kuinolon per injeksi atau Sefalosporin generasi IV per injeksi

4) Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,

tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011)

5) Mukolitik

Mukolitik bekerja seperti deterjen dengan mencairkan dan mengencerkan

secret mukosa yang kental sehingga dapat dikeluarkan. Asetilsistein

(Mucomyst) diberikan dengan cara nebulisasi. Obat ini tidak boleh dicampur

Page 15: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

dengan obat-obat lain. Pengobatan harus diberikan bersama-sama dengan

bronkodilator. Efek sampingnya meliputi mual, dan muntah, stomatitis (tukak

mulut), dan “hidung berair”.

6) Antimikroba

Antibiotic hanya dipakai jika terjadi infeksi akibat tertahannya sekresi mukus.

(Kee, Joyce L. 1996)

c. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat

penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel

baik di otot maupun organ - organ lainnya. Manfaat terapi oksigen ini diantaranya

adalah :

Mengurangi sesak

Memperbaiki aktiviti

Mengurangi hipertensi pulmonal

Mengurangi vasokonstriksi

Mengurangi hematokrit

Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi dari penggunaan terapi oksigen ini yaitu :

Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,

perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan,

sleep apnea, penyakit paru lain

Macam terapi oksigen :

Pemberian oksigen jangka panjang

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi

oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan

gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK

eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian

oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dapat dibedakan menjadi :

Page 16: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen Therapy = LTOT)

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil

terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari,

pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu

tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.

Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan

meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas

darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di

atas 90%. Dimana ada bermacam-macam jenis alat bantu pemberian oksigen,

yaitu :

Nasal kanul

Sungkup venturi

Sungkup rebreathing

Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi

analisis gas darah pada waktu tersebut.

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011)

Namun penggunaan terapi oksigen ini dapat menimbulkan komplikasi,

diantaranya yaitu :

Toksisitas oksigen dalam paru antara lain, pengeringan mukosa, disfungsi

mukosiliaris, atelektasis, edema interstitial dan alveolar, serta perdarahan

alveolar

Penurunan daya pernapasan, retensi karbon dioksida, dan kegagalan

pernapasan pada pasien hipoksemia kronik, yang daya pernapasannya

berdasar pada hipoksia (seperti pada pasien PPOK)

Fibroplasias retrolental pada neonates dengan berat lahir rendah atau usia

kehamilan <34 minggu

Dysplasia bronkopulmonal pada bayi yang memerlukan ventilasi mekanik

setelah lahir

Risiko terbakar dan meledak

(Graber, Mark A. 2006)

d. Rehabilitasi

Page 17: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan

memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan ke dalam

program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal

yang disertai dengan Simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat

darurat, dan kualiti hidup yang menurun. Program dilaksanakan di dalam maupun

diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi,

respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen

yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan

pernapasan.

Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen.

Latihan

fisis yang baik akan menghasilkan :

Peningkatan VO2 max

Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik

Peningkatan cardiac output dan stroke volume

Peningkatan efisiensi distribusi darah

Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

Hal tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

1) Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan

Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan

pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi

yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan

khusus pada otot pernapasan akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan

ventilasi maksimum, memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas.

Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot

pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut

bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu

bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan

kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan

diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan

ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan.

2) Endurance exercise

Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK.

Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar

Page 18: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

pada orang sehat. Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat

meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya toleransi kapasiti kerja

maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan

merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari

toleransi terhadap asam laktat. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki

mungkin merupakan faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya.

Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan

fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan

penurunan kekuatan otot, diameter serat otot, penyimpangan energi dan

activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu yang

lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan control kardiovaskuler.

e. Asuhan keperawatan

1) Pengkajian

A. Identitas Klien

Nama : Tn. K

Usia : 65 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Tgl. Pengkajian : 29/2/2012

Alamat : - Sumber informasi : Anak Tn. K

No. telepon : -

Status pernikahan : sudah menikah

B. Status kesehatan Saat Ini

1. Keluhan utama : sesak napas dan napas berbunyi

2. Lama keluhan : sejak kemarin malam jam 23.15

3. Faktor pencetus : kehujanan satu hari yang lalu

4. Faktor pemberat : kebiasaan merokok selama 20 tahun

5. Upaya yg telah dilakukan : membawa kerumah sakit

C. Riwayat Kesehatan Saat Ini

Napas sesak dan berbunyi, semakin bertambah sesak bila digunakan untuk berjalan dan

mengangkat benda-benda berat, dan mengalami batuk berdahak dengan dahak warna putih

kental

D. Riwayat Kesehatan Terdahulu

1. Penyakit yg pernah dialami : batuk selama 5 tahun

E. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum: klien sadar dan terlihat cemas

Page 19: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Kesadaran: GCS : 456

Tanda-tanda vital: - Tekanan darah : 145/100 mmHg - Suhu : 37,5 oC

- Nadi : 115 x/meni - RR : 29 x/menit

Tinggi badan: - cm Berat Badan:- kg

2. Kepala & Leher

a. Mulut & tenggorokan:

Sianosis pada mukosa bibir

3. Thorak & Dada:

Paru

- Inspeksi: bentuk dada barrel chest, pernafasan cuping hidung, terdapat

penggunaan otot bantu pernafasan reaksi otot area supraklavikular dan

sternoclaidomastoideus

- Palpasi: -

- Perkusi: -

- Auskultasi: ronki dan wheezing di kedua paru

4. Ekstermitas

Atas: -

Bawah: akral dingin dan berkeringat

10. Kulit & Kuku

Kulit: -

Kuku: CRT : 3”

F. Hasil Pemeriksaan Penunjang

Rongent toraks: terdapat pelebaran antar iga, diafragma letak rendah, penumpukan udara

daerah retrosternal, tampak penurunan vaskuler dan peningkatan bentuk bronkovaskuler,

jantung tampak membesar. ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P pada lead II, III tinggi

dan lebih panjang. Spirometri : FEV1/FVC 60%, BGA: Pa CO2: 52 mmHg, Pa O2: 70

mmHg, Sa O2: 79%, PH: 7,25, H CO3 -: 20 mEq/L

G. Terapi

IV Line Na Cl 0,9% : 20 tts/menit, Amofilin 250 mg IV (5 mg/kg BB), Metilpredisolon

260 mg IV (4 mg/kg BB), Nebulizer: Ventolin : Bisolvon : Na CL 0,9% = 1:1:2, Venturi

Masker 6 lpm.

2) Analisa Data

DATA ETIOLOGIMASALAH

KEPERAWATAN

Page 20: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

DO : RR: 29 x/mnt, rhonki

dan wheezing dikedua paru

DS : sesak, semakin

bertambah saat pagi hari dan

mengangkat benda berat,

batuk dengan dahak putih dan

kental

Merokok (infeksi scr inhalan)

Hipertrofi kel. Mukosa bronkus

+ peningkatan jumlah & ukuran sel goblet

Hipersekresi mukus

Menyumbat saluran nafas

Ketidak efektifan bersihan jalan napas

Ketidak efektifan bersihan jalan napas

DO : RR: 29 x/mnt, rhonki

dan wheezing, dipsnea, bentuk

dada barrel chest, napas

cuping hidung, otot bantu

pernapasan, akral dingin dan

berkeringat, rhonki dan

wheezing

DS : sesak napas yang

semakin bertambah saat pagi

hari dan saat mengangkat

beban berat

Sumbatan saluran napas

Hiperinflasi paru

fragmentasi jar.elastis interalveolar dan Rusaknya sekat interalveolar

Area difusi berkurang

Gangguan pertukaran gas

Gangguan pertukaran

gas

DO : dipsnea setelah

beraktivitas, tampak gelisah,

RR:29 x/mnt

DS : sesak napas yang

semakain bertambah saat pagi

dan setelah menganggkat

benda berat

Sumbatan saluran napas

Hiperinflasi paru

fragmentasi jar.elastis interalveolar dan Rusaknya sekat interalveolar

Area difusi berkurang

Hipoksia

Intoleransi aktivitas

Intoleransi aktivitas

3) Diagnosa Keperawatan:

Ketidak efektifan bersihan jalan napas

Gangguan pertukaran gas

Intoleransi aktifitas

a) Ketidak efektifan bersihan jalan napas

Tujuan : dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi

kebersihan jalan napas kembali efektif

Page 21: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Kriteria hasil :

Klien mampu melakukan batuk efektif

Pernapasan klien normal (16-20 x /menit) tanpa ada

penggunaan otot bantu napas. Bunyi napas normal, Rh- dan

pergerakan pernapasan normal

Intervensi Rasional

MandiriKaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas).

Ronkhi menunjukkan akumulasi secret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu napas dan peningkatan kerja pernapasan

Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum dan adanya hemoptisis

Pengeluaran akan sulit bila secret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat

Berikan posisi fowler/semifowler tinggi dan bantu klien berlatih napas dalam dan batuk efektif

Posisi fowler/semifowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya napas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan seklet ke jalan napas besar untuk dikeluarkan

Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan

Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas

Bersihkan secret dari dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan penghisapan (suction)

Mencegah obstruksi dan aspirasi. Penghisapan perlu dilakukan bila klien tidak mampu mengeluarkan sekret

KolaborasiAgen mukolitik

Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan

Pemberian bronkodilatorBronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan trakeabronkhial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara

KortikosteroidKortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan

b) Gangguan pertukaran gas

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan, gangguan

pertukaran gas tidak terjadi

Kriteria hasil :

Klien melaporkan tidak adanya/penurunan dispnea

Klien menunjukkan tidak ada gejala distress pernapasan

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen

jaringan adekuat dengan gas darah arteri dalam rentang

normal

Intervensi RasionalMandiriKaji dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thoraks, dan kelemahan

Pada PPOK terjadi hiperinflasi paru. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan, dispnea berat, sampai distress pernapasan

Page 22: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, dan perubahan warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku

Akumulasi secret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh

Tunjukkan dan dukung pernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan kerusakan parenkim paru

Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas sehingga membantu menyabarkan udara melalui paru dan mengurangi napas pendek

Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas Menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan pernapasan dan dapat menurunkan beratnya gejala

KolaborasiPemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan

Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru

c) Intoleransi aktivitas

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan, intoleransi

aktivitas tidak lagi terjadi

Kriteria hasil :

Klien mendemonstrasikan peningkatan toleransi terhadap

aktivitas

Klien dapan melakukan aktivitas, dapat berjalan jauh tanpa

mengalami napas tersengal-sengal, sesak napas, dan

kelelahan.

Intervensi RasionalMonitor aktivitas jika frekuensi nadi dan napas sebelum dan sesudah aktivitas

Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan

Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan napas meningkat secara cepat dan klien mengeluh sesak napas dan kelelahan, tingkatkan aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan toleransi

Gejala-gejala tersebut merupakan tanda adnya intoleransi aktivitas. Konsumsi oksigen meningkat jika aktivitas meningkat dan daya tahan tubuh klien dapat bertahan lebih lama jika ada waktu istirahat di antara aktivitas

Bantu klien dalam melaksanakan aktivitas sesuai dengan kebutuhannya. Beri klien waktu beristirahat tanpa diganggu berbagai aktivitas

Membantu menurunkan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat peningkatan aktivitas

Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas dan lakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi akibat imobilisasi jika klien dianjurkan tirah baring lama

Aktivitas fisik meningkatkan kebutuhan oksigen dan sistem tubuh akan berusaha menyesuaikan. Keseluruhan sistem berlangsung dalam tempo yang lebih lambat saat tidak ada aktivitas fisik (tirah baring). Tindakan perawatan yang spesifik dapat meminimalkan komplikasi imobilisasi

Konsultasikan dengan dokter jika sesak napas tetap ada atau bertambah berat saat istirahat

Hal tersebut dapat merupakan tanda awal dari komplikasi khususnya gagal napas

(Muttaqin, Arif. 2008)

4) Evaluasi

Diagnosis Evaluasi

Ketidak efektifan bersihan

jalan napas

S: klien tidak lagi merasakan sesak dan dapat melakukan batuk efektif

O: tidak ada penggunaan otot bantu napas, bunyi napas normal, Rh-

Page 23: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

A: masalah teratasi

P: lanjutkan intervensi dan selalu memantau kepatenan jalan napas klien

Gangguan pertukaran gas S: klien tidak lagi merasakan sesak setelah beraktivitas

O: penurunan/ hilangnya dipsnea, tidak ada distress pernapasan

A: masalah teratasi

P: lanjutkan intervensi dan memonitor klien b.d. dipsnea yg dialami klien

Intoleransi aktifitas S: tidak lagi merasa sesak setelah beraktivitas

O: dapat melakukan aktivitas tanpa disertai dipsnea, dapat mentoleransi

aktivitas dengan baik

A: masalah teratasi

P: lanjutkan intervensi, dan tunjang kemandirian klien

10.SAP PPOK

PPOK ( Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

Pokok bahasan : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

Sasaran : penderita dan keluarga

Tempat : ruang pertemuan balai desa Tamanharjo

Hari/tanggal : Kamis/30 Februari 2012

Alokasi waktu : 75 menit

Metode : ceramah, tanya jawab, dan diskusi

Pertemuan ke : satu

Pemateri : Aliyah Adek Rahmah

A. Tujuan lnstruksional

a. Umum :

setelah mengikuti kegiatan penyuluhan, peserta mengerti dan memahami tentang

penyakit

b. Khusus :

1. Peserta dapat menyebutkan definisi dari PPOK

2. Peserta dapat menjelaskan penyebab dari PPOK

3. Peserta dapat membedakan tingkat keparahan derajat PPOK

4. Peserta dapat menyebutkan faktor-faktor yang meningkatkan kejadian PPOK

5. Peserta dapat menjelaskan komplikasi dari PPOK

6. Peserta dapat menyebutkan penatalaksanaan (pengobatan) pasien PPOK

B. Sub Pokok Bahasan

Page 24: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

1. Pengertian

2. Etiologi

3. Pembagian derajat

4. Faktor risiko

5. Tanda dan gejala

6. Komplikasi

7. Penatalaksanaan

C. Kegiatan Penyuluhan

Tahap Waktu Kegiatan Pemateri Kegiatan Peserta Metode Media

Pendahuluan 10 menit Pembukaan :

1. Salam pembukaan

2. Memperkenalkan diri

3. Menjelaskan maksud

dan tujuan

4. Membagikan leaflet

1. Menjawab salam

2.Mendengarkan

keterangan

Penyaji

Ceramah Microphone

Penyajian 60 menit Pelaksanaan :

Menjelaskan tentang

definisi, etiologi,

pembagian derajat, faktor

risiko, tanda dan gejala,

komplikasi,

penatalaksanaan POOK,

dan tanya jawab

1. Memperhatikan

dan

mendengarkan

keterangan

penyaji

2. Memperhatikan

video dan

peragaan model

3. Bertanya dan

menjawab

pertanyaan

penyaji

1. Ceramah

2. Peragaan

Model

3. Pemutaran

video

4. Diskusi

Microphon

Proyektor

Laptop

Leaflet

Penutup 5 menit Penutupan:

Evaluasi peserta tentang

materi, penyampaian

kesimpulan, dan

penutupan

1. Mendengarkan

penyaji

2. Menjawab

pertanyaan

penyaji

1. Diskusi

2. Tanya

jawab

Microphon

D. Evaluasi

1. Evaluasi Proses :

a) perserta mengikuti kegiatan pengajaran dengan baik

b) perserta terlibat aktif dalam pembelajaran

Page 25: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

c) perserta aktif bertanya

2. Evaluasi hasil :

a) perserta mampu memahami tentang penyakit PPOK

b) perserta mampu menyebutkan faktor risiko PPOK

c) perserta mampu menyebutkan penatalaksanaan PPOK

d) perserta mampu maenjawab pertanyaan penyaji

E. Materi (terlampir)

F. Daftar Pustaka

Djojodibroto, Darmanto. 2003. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (General

Medicine Check Up): Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Jakarta: Pustaka

Populer Obor

Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC

Alsagaff, Hood dan Abdul Mukley (ed). 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ed/3.

Surabaya: Airlangga University Perss

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi

Kronik) Pedoman Praktis Diagnosis Dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Prasetya, Irfan. 2011. Seorangan Laki-laki Usia 55 Tahun dengan PPOK

Ekstraserbasi Akut.Pdf. Surakarta

Materi

1. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering

digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi

utamanya. (Silvia & Lorraine: 2006). Yang digolongkan dalam penyakit ini adalah

bronchitis kronik dengan sesak napas, emfisema, dan bronchitis dengan gejala mirip

asma (asthmatic bronchitis) (djojodibroto.2003:93). Pada sumber lain juga disebutkan

bahwa bronkioktasis dimasukkan dalam golongan ini (Kee, Joyce L. 1996: 435).

2. Etiologi

Page 26: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

a. Asap Rokok

Asap rokok dapat menekan sistem pertahan saluran napas, paralisis pada silia dan

penurunan aktivitas makrofag alveolus, dan produksi mukus yang berlebihan

sehingga terjadi obstruksi saluran napas.

b. Polusi udara

Berbagai macam deb, zat kimia, dan serta dalam lingkungan kerja mempunyai

pengaruh merugikan pada sistem pernapasan

c. Infeksi saluran napas bawah

d. Status sosial ekonomi

(Alsagaff, Hood dan Abdul Mukly (ed). 2005)

3. Pembagian derajat

Dapat dibagi menjadi 4 kategori, berdasarkan hasil spirometri, yaitu :

a. Ringan

Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering. Hasil spirometri

menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan VEP1 ≥80% nilai prediksi.

b. Sedang

Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan

produksi sputum. Hasil spirometri menunjukkan VEP1 / KVP <70% dan VEP1 50%

- 80 % nilai prediksi.

c. Berat

Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi

semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien. Hasil spirometri

menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan VEP1 30% - 50% nilai prediksi.

d. Sangat berat

Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan

ketergantungan oksigen. Hasil spirometri menunjukkan VEP1 / KVP < 70% dan

VEP1 < 30% nilai prediksi atau VEP1< 50% nilai prediksi disertai gagal napas

kronik.

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011)

3. Faktor risiko

Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting,

jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok

perlu diperhatikan :

a. Riwayat merokok

Page 27: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

- Perokok aktif

- Perokok pasif

- Bekas perokok

b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-

rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

- Ringan : 0-200

- Sedang : 200-600

- Berat : >600

c. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

d. Hipereaktiviti bronkus

e. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

f. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011)

4. Tanda dan gejala

a. Batuk

Gejala batuk cenderung meningkat bersifat kronik. Batuk bersifat hilang timbul

dan mungkin tidak berdahak. Setiap batuk kronik berdahak dapat

mengindikasikan PPOK. Batuk produktif awalnya intermitten kemudian terjadi

hampir tiap hari seiring waktu. Sputum berwarna bening dan mukoid, namun

dapat pula menjadi tebal, kuning, bahkan kadang ditemukan darah selama

terjadinya infeksi bakteri respiratorik.

b. Sesak

Sesak bersifat progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu). Sesak

napas bertambah berat setelah beraktivitas berat. Pada keadaan yang berat, sesak

napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat

akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara.

(Prasetya, Ifan. 2011)

5. Komplikasi

a. Gagal napas

Ketidak mampuan dalam bernapas secara normal, biasanya napas banyak dan

pendek

b. Infeksi berulang

Dapat terjadi bila seseorang mengalami infeksi saluran pernapasan berulangkali

6. Penata laksanaan

Page 28: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

a. Bronkodilator

Bronkodilator digunakan untuk mengontrol gejala, dan mengurangi sesak napas.

b. Antiinflamasi

Digunakan apabila dideteksi adanya infeksi. Dapat digunakan sebagai sebagai

penurun permeabilitas kapiler untuk mengurangi mukus, inhibisi pelepasan enzim

proteolitik dari leukosit, dan inhibisi prostaglandin.

c. Mukolitik

Mukolitik bekerja untuk mencairkan dan mengencerkan secret mukosa yang

kental sehingga dapat dikeluarkan

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan Abdul Mukley (ed). 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ed/3.

Surabaya: Airlangga University Perss

Davey, Patrick. 2003. At a Glance Medecine. Jakarta: EGC

Djojodibroto, Darmanto. 2003. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (General Medicine

Check Up): Bagaimana Menyikapi Hasilnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi: Respiratory medicine. Jakarta: EGC

Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga, Jakarta: EGC

Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC

Page 29: 84652293 Ppok Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Muttaqin, Arif. 2008. Penyakit Dalam: Perawatan Dan Keperawatan Sistem Pernafasan.

Jakarta: Salemba Medika

NANDA Internasional. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-

2011. Jakarta: EGC

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2011. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi

Kronik) Pedoman Praktis Diagnosis Dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Prasetya, Irfan. 2011. Seorangan Laki-laki Usia 55 Tahun dengan PPOK Ekstraserbasi

Akut.Pdf. Surakarta

Sukandar, Elin Yulinah, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan