case report : penyakit paru obstruktif kronik (ppok)

32
BAB I PENDAHULUAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal da lam variasi hari ke hari Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untul penyakit ini mencapai $ 24 milyar pertahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. (IPD) Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. 1

Upload: puti-leviana

Post on 14-Feb-2015

199 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonal Disease (COPD) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUD Lubuk Basung

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan

karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif

nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel

atau gas yang berbahaya.

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan

kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam

perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk,

dan/atau sputum yang diluar batas normal da lam variasi hari ke hari

Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka

1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun

2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit

jantung, kanker dan penyakit serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untul penyakit ini

mencapai $ 24 milyar pertahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan

bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. (IPD)

Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK

bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam.

Case report session (CRS) ini membahas mengenai PPOK Eksaserbasi akut yang

pembahasannya kami batasi mengenai definisi, epidemiologi, factor risiko, diagnosis,

tatalaksana, dan komplikasi.

Penulisan CRS ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan tentang

PPOK Eksaserbasi Akut.

Penulisan CRS ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada

berbagai literatur.

1

Page 2: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PPOK

1. Definisi PPOK

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik

adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau

reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang

berbahaya1.

2. Epidemiologi

Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka

1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun

2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit

jantung, kanker dan penyakit serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untul penyakit ini

mencapai $ 24 milyar pertahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan

bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. 2

Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama

asma bronchial menduduki peringkat ke enam. 2

Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000 penduduk, dengan

perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1. Penderita PPOK umumnya

berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia

kurang dari 40 tahun3. Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS.

Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120

pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat

merokok, hampir semua pasien adalah bekas perokok yaitu 109 penderita dengan proporsi

sebesar 90,83%. Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak

ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita.4 Hasil Susenas (Survei Sosial

Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki

merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari

perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah

tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok

pasif. 5

2

Page 3: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Menurut hasil penelitian Shinta (2007) di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2006

menunjukkan bahwa dari 46 penderita yang paling banyak adalah penderita pada kelompok

umur lebih dari 60 tahun sebesar 39 penderita (84,8%), dan penderita yang merokok

sebanyak 29 penderita dengan proporsi 63,0%. 6

3. Faktor Risiko

Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang menyebabkan

terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi

faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor lingkungan. Faktor pejamu meliputi

genetik, hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik yang utama adalah

kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas

juga dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan

masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat

gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK7

Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalensi tertinggi

terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada perokok. Usia mulai

merokok, jumlah bungkus per tahun dan perokok aktif berhubungan dengan angka kematian.

Tidak semua perokok akan menderita PPOK, hal ini mungkin berhubungan juga dengan

faktor genetik. Perokok pasif dan merokok selama hamil juga merupakan faktor risiko PPOK.

Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang

muda yang bukan perokok.7 Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan

dose response, artinya lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama

kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.

Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada Indeks Brigman, yaitu jumlah konsumsi

batang rokok per hari dikalikan jumlah hari lamanya merokok (tahun), misalnya bronkitis 10

bungkus tahun artinya jika seseorang merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan

menderita bronkitis kronik minimal setelah 10 tahun merokok8.

Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap

kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain, polusi di luar ruangan (outdoor), seperti gas buang

industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat

kerja, seperti bahan kimia, debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain. Pajanan yang terus

menerus oleh polusi udara merupakan faktor risiko lain PPOK. Peran polusi luar ruangan

(outdoor polution) masih belum jelas tapi lebih kecil dibandingka n asap rokok. Polusi

dalam ruangan (indoor polution) yang disebabkan oleh bahan bakar biomassa yang

3

Page 4: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

digunakan untuk keperluan rumah tangga merupakan faktor risiko lainnya. Status

sosioekonomi merupakan faktor risiko untuk terjadinya PPOK, kemungkinan berkaitan

dengan polusi, ventilasi yang tidak adekuat pada tempat tinggal, gizi buruk atau faktor lain

yang berkaitan dengan sosioekonomi7.

4. Patogenesis

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen

untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil

metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi

adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran

gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang

sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan

pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran

napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital

(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa

detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas

vital paksa (VEP1/KVP)9.

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok

merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi

bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan

pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan

menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari

saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi

dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses

ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang

memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan1.

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada

paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di

paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi

berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi

akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila

tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara

kolaps1.

4

Page 5: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,

komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh

neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic

Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan

jaringan10. Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya

ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya

inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus. Kelainan perfusi

berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol11.

5. Diagnosis

Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat

menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat

menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat penyakit.

1. Anamnesis

a. Ada faktor risiko

Faktor risiko yang penting adalah usia (biasanya usia pertengahan), dan adanya

riwayat pajanan, baik berupa asap rokok, polusi udara, maupun polus i tempat kerja.

Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh

lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok

perlu diperhatikan apakah pasien merupakan seorang perokok aktif, perokok pasif,

atau bekas perokok. Penentuan derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman

(IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama

merokok dalam tahun. Interpretasi hasilnya adalah derajat ringan (0-200), sedang

(200-600), dan berat (>600) 12.

b. Gejala klinis

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus

diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi

pada proses penuaan. Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang

tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Kadang-kadang pasien menyatakan

hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk. Selain itu, sesak napas

merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama pada saat melakukan

aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang

5

Page 6: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Untuk menilai

kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup digunakan ukuran sesak napas sesuai

skala sesak menurut British Medical Research Council (MRC)1.

Tabel 2.1 Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)

2. Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa bentuk dada seperti tong

(barrel chest), terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup),

terlihat penggunaan dan hipertrofi otot-otot bantu napas, pelebaran sela iga, dan bila

telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi vena jugularis dan edema tungkai.

Pada perkusi biasanya ditemukan adanya hipersonor. Pemeriksaan auskultasi dapat

ditemukan fremitus melemah, suara napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi

memanjang, ronki, dan mengi 12.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya

PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau

tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai

alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.1

b. Radiologi (foto toraks)

Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemuk an kelainan paru berupa hiperinflasi

atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung

pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil

6

Page 7: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan

radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya

atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien1.

c. Laboratorium darah rutin

d. Analisa gas darah

PaO2 < 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau Sa O2 < 90% dengan atau tanpa PaCO2 > 6,7

kPa (50 mmHg), saat bernafas dalam udara ruangan, mengindikasikan adanya

gagal nafas.

PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg), PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg) dan pH < 7,30, member

kesan episode ang mengancam jiwa dan perlu monitor ketat serta penanganan

intensif. 2

e. Mikrobiologi sputum 12

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan klasifikasi

(derajat) PPOK, yaitu 1:

Tabel 2.2. Klasifikasi PPOK

7

Page 8: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

6. Diagnosis Banding

PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis atau sindroma pasca TB paru,

namun seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau gagal jantung kronik. Perbedaan

klinis PPOK, asma bronkial dan gagal jantung kronik dapat dilihat pada Tabel 2.3 12

Tabel 2.3. Perbedaan klinis dan hasil pemeriksaan spirometri pada PPOK, asma bronkial dan

gagal jantung kronik

B. PPOK Eksaserbasi Akut

1. Definisi

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi

sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam perjalanan

alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas, batuk, dan/atau

sputum yang diluar batas normal da lam variasi hari ke hari 1.

2. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab eksaserbasi akut dapat primer yaitu infeksi trakeobronkial (biasanya karena

virus), atau sekunder berupa pneumonia, gagal jantung, aritmia, emboli paru, pneumotoraks

spontan, penggunaan oksigen yang tidak tepat, penggunaan obat-obatan (obat antidepresan,

diuretik) yang tidak tepat, penyakit metabolik (diabetes melitus, gangguan elektrolit), nutrisi

buruk, lingkungan memburuk atau polusi udara, aspirasi berulang, serta pada stadium akhir

penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi) 12.

8

Page 9: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Selain itu, terdapat faktor-faktor risiko yang menyebabkan pasien sering menjalani rawat

inap akibat eksaserbasi. Menurut penelitian Kessler dkk. (1999) terdapat faktor prediktif

eksaserbasi yang menyebabkan pasien dirawat inap. Faktor risiko yang signifikan adalah

Indeks Massa Tubuh yang rendah (IMT<20 kg/m2) dan pada pasien dengan jarak tempuh

berjalan enam menit yang terbatas (kurang dari 367 meter). Faktor risiko lainnya adalah

adanya gangguan pertukaran gas dan perburukan hemodinamik paru, yaitu PaO2≤65 mmHg,

PaCO2>44 mmHg, dan tekanan arteri pulmoner rata-rata (Ppa) pada waktu istirahat > 18

mmHg.

3. Manifestasi Klinis

Gejala eksaserbasi utama berupa peningkatan sesak, produksi sputum meningkat, dan

adanya perubahan konsistensi atau warna sputum. Menurut Anthonisen dkk. (1987),

eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe I (eksaserbasi berat) apabila

memiliki 3 gejala utama, tipe II (eksaserbasi sedang) apabila hanya memiliki 2 gejala utama,

dan tipe III (eksaserbasi ringan) apabila memiliki 1 gejala utama ditambah adanya infeksi

saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan

mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20%

baseline13.

Roisin membagi gejala klinis PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala

sistemik. Gejala respirasi yaitu berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat,

peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan nafas yang

dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan

denyut nadi serta gangguan status mental pasien2

4. Diagnosis

Penyakit paru obstruktif kronik sering diakitkan dengan gejala eksaserbasi akut. Pasien

PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan

yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variaso gejala harian

normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa digunakan.

Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme,

polusi udara atau obat golongan sedative. Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi akut ini

tidak diketahui. Pasien yang mengalami eksasebasi akut dapat ditandai dengan gejala yang

khas seperti sesak nafas yang semakin bertambah, batuk yang produktif dengan perubahan

9

Page 10: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

volume atau purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti

malaise, fatigue dan gangguan susah tidur. 2

5. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut

Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi

yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian dari eksaserbasi sangat

berhubungan dengan terjadinya asidosis respiratorik, adanya komorbid, dan kebutuhan akan

alat ventilasi1. Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi

yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan

eksaserbasi akut di rumahsakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan

dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU 12.

1. Bronkodilator

Bronkodilator yang lebih dipilih pada terapi eksaserbasi PPOK adalah short-acting

inhaled B2-agonists. Jika respon segera dari obat ini belum tercapai,

direkomendasikan menambahkan antikolinergik, walaupun bukti ilmiah efektivitas

kombinasi ini masih kontroversial. Walaupun penggunaan klinisnya yang luas,

peranan metilxantin dalam terapi eksaserbasi masih kontroversial. Sekarang

metilxantin (teofilin, aminofilin) dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua, ketika

tidak ada respon yang adekuat dari penggunaan short-acting inhaled B2-agonists.

Tidak ada penelitian klinis yang mengevaluasi penggunaan long-acting inhaled B2-

agonists dengan/tanpa inhalasi glukokortikosteroid selama eksaserbasi1.

Bila rawat jalan B2-agonis dan antikolinergik harus diberikan dengan peningkatan

dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunakan dengan cara yang tepat, nebulizer

dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan

nebulizer yang memakai oksigen sebagai kompresor, karena penggunaan oksigen 8-

10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin

dapat diberikan bersama-sama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek

memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan

secara intravena dan nebulizer, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat

terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator 12.

2. Kortikosteroid

Kortikosteroid oral/intravena direkomendasikan sebagai tambahan terapi pada

penanganan eksaserbasi PPOK. Dosis pasti yang direkomendasikan tidak diketahui,

10

Page 11: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

tetapi dosis tinggi berhubungan dengan risiko efek samping yang bermakna. Dosis

prednisolon oral sebesar 30-40 mg/hari selama 7-10 hari adalah efektif dan aman1.

Kortikosteroid tidakselalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada

eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu,

pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari dua minggu tidak

memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek

samping.12

3. Antibiotik

Berdasarkan bukti terkini yang ada, antibiotik harus diberikan kepada1:

a. Pasien eksaserbasi yang mempunyai tiga gejala kardinal, yaitu peningkatan

volume sputum, sputum menjadi semakin purulen, dan peningkatan sesak

b. Pasien eksaserbasi yang mempunyai dua gejala kardinal, jika peningkatan

purulensi merupakan salah satu dari dua gejala tersebut

c. Pasien eksaserbasi yang memerlukan ventilasi mekanik.

Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi

kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya

per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang

sebaiknya diberikan kombinasi dengan makrolid, dan bila ringan dapat diberikan

tunggal. Antibiotik yang dapat diberikan di Puskesmas yaitu lini I: Ampisilin,

Kotrimoksasol, Eritromisin, dan lini II: Ampisilin kombinasi Kloramfeniko l,

Eritromisin, kombinasi Kloramfenikol dengan Kotrimoksasol ditambah dengan

Eritromisin sebagai Makrolid 12.

4. Terapi Oksigen

Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama,

bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang mengancam

jiwa, dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Tingkat

oksigenasi yang adekuat (PaO2>8,0 kPa, 60 mmHg atau SaO2>90%) mudah tercapai

pada pasien PPOK yang tidak ada komplikasi, tetapi retensi CO2 dapat terjadi secara

perlahan-lahan dengan perubahan gejala yang sedikit sehingga perlu evaluasi ketat

hiperkapnia. Gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury mask)

24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau non-rebreathing,

11

Page 12: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

tergantung kadar PaCO2 dan PaO2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi

oksigenasi adekuat, harus

digunakan ventilasi mekanik12.

5. Ventilasi Mekanik

Tujuan utama penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat adalah

mengurangi mortalitas da n morbiditas, serta memperbaiki gejala. Ventilasi mekanik

terdiri dari ventilasi intermiten non invasif (NIV), baik yang menggunakan tekanan

negatif ataupun positif (NIPPV), dan ventilasi mekanik invasif dengan oro-tracheal

tube atau trakeostomi. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan

penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi.

Penggunaan NIV telah dipelajari dalam beberapa Randomized Controlled Trials pada

kasus gagal napas akut, yang secara konsisten menunjukkan hasil positif dengan

angka keberhasilan 80-85%. Hasil ini menunjukkan bukti bahwa NIV memperbaiki

asidosis respiratorik, menurunkan frekuensi pernapasan, derajat keparahan sesak, dan

lamanya rawat inap1.

6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal napas akut

pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale. Gagal napas kronik

ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg,

serta pH dapat normal. Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas

dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran

menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk

koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi kronik

ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.

Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat

disertai gagal jantung kanan12.

  

12

Page 13: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

BAB III

ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. W

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 52 tahun

Pekerjaan : Pegawai swasta

Alamat : Lubuk Basung

No. RM :

II. Anamnesis

Telah dirawat seorang pasien laki-laki usia 52 tahun pada tanggal 23 Maret 2013

di bangsal pria Bagian Penyakit Dalam RSUD Lubuk Basung dengan :

Keluhan Utama : Sesak nafas yang bertambah berat sejak ± 6 jam sebelum masuk

rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Sesak nafas yang bertambah berat sejak ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit.

Pasien sudah sering merasakan sesak nafas dalam ± 1 tahun terakhir

- Sesak nafas berbunyi menciut (+) tidak dipengaruhi oleh suhu, cuaca,

makanan dan aktifitas

- Batuk (+) sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, dahak (+)

- Riwayat merokok ± 20 tahun, banyaknya 1 bungkus/hari

- BAK - BAB normal

Riwayat Penyakit Dahulu : sesak nafas dalam ± 1 tahun terakhir

Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit

yang sama

Riwayat Pekerjaan / Sosial Ekonomi : os adalah seorang pegawai swasta

13

Page 14: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis Kooperatif

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 92 x / menit

Nafas : 34 x / menit

Suhu : 36,8 ºC

Kepala : Normochepal, Rambut hitam, Tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH20, tidak terdapat pembesaran KGB

Dada : Inspeksi : Barrel Chest (-), Sela iga melebar (-)

- Paru

Inspeksi : Gerakan pernafasann simetris kiri dan kanan dalam

keadaan statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus kiri sama kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Bronkovesikuler, rhonkhi (-/-), wheezing (+/+)

- Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba 1 jari medial linea media clavicula

sinistra RIC V

Perkusi : Batas-batas Jantung : Kanan : Linea Sternalis Dextra

Kiri : 1 jari medial linea media clavicula sinistra RIC V,

Atas : RIC II

Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

Abdomen :

Inspeksi : Tidak tampak membuncit

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

14

Page 15: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

III. Pemeriksaan Laboratorium

Darah : Hb : 17,3 gr/dl

Hematokrit : 46%

Leukosit : 9900 / mm3

Trombosit : 219.000 / mm3

Eritrosit : 5.400.000 / mm3

Gula Darah Sewaktu : 138 mg/dl

Ureum : 25 mg/dl

Creatinin : 1,1 mg/dl

Diagnosis Kerja : PPOK Eksasebasi akut

Terapi :

- Istirahat / Diet MB / O2 2L/menit

- Nebulisasi combivent 1 resp ekstra

- IVFD D5% + drip aminopilin 8 jam / kolf

- Injeksi Ceftriaxon 1 x 2 gr IV (skin test)

- Injeksi Methylprednisolon 2 x ½ amp IV

- Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp IV

- Ambroxol 3 x 1 tab

Anjuran Pemeriksaan :

- Spirometri

- Rontgent Thorax

- Cek darah rutin

- Analisa Gas Darah

- Cek Mikrobiologi Sputum

Follow Up

Minggu, 24 Maret 2012

S/ Sesak berbunyi menciut (+)

Batuk (+)

O/ Keadaan Umum : Sakit sedang

15

Page 16: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Kesadaran : Komposmentis kooperatif

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x / menit

Nafas : 34 x / menit

Suhu : 36ºC

Dada : Paru : I : simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis

Pa : fremitus kiri = kanan

Pe : Sonor

Au : Bronkovesikuler (+/+) Rhonkhi (-/-) Wheezing (+/+)

WD/ PPOK Eksaserbasi Akut

Th/

- Istirahat / Diet MB / O2 2L/menit

- Nebu ventolin / 8 jam

- IVFD D5% + drip aminopilin 8 jam / kolf

- Injeksi Ceftriaxon 1 x 2 gr IV

- Injeksi Methylprednisolon 2 x ½ amp IV

- Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp IV

- Ambroxol 3 x 1 tab

Senin, 25 Maret 2012

S/ Sesak berbunyi menciut (+)

Batuk (+)

O/ Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis kooperatif

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 88 x / menit

Nafas : 32 x / menit

Suhu : 36, 2 ºC

Dada : Paru : I : simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis

16

Page 17: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Pa : fremitus kiri = kanan

Pe : Sonor

Au : Bronkovesikuler (+/+) Rhonkhi (-/-) Wheezing (+/+)

WD/ PPOK Eksaserbasi Akut

Th/

- Istirahat / Diet MB / O2 2L/menit

- Nebulisasi ventolin / 8 jam

- IVFD D5% + drip aminopilin 8 jam / kolf

- Injeksi Ceftriaxon 1 x 2 gr IV (skin test)

- Injeksi Methylprednisolon 125 mg 1 x 1 amp IV

- Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp IV

- Ambroxol 3 x 1 tab

Selasa, 26 Maret 2012

S/ Sesak berbunyi menciut (+)

Batuk (+)

O/ Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis kooperatif

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 82 x / menit

Nafas : 32 x /menit

Suhu : 36,1 ºC

Dada : Paru : I : simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis

Pa : fremitus kiri = kanan

Pe : sonor

Au : Bronkovesikuler (+/+) Rhonkhi (-/-) Wheezing (+/+)

Pemeriksaan Laboratorium

LED : 18

Differential Count : B/E/NB/NS/L/M : 0/0/2/78/16/4

WD/ PPOK Eksaserbasi Akut

17

Page 18: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Th/

- Istirahat / O2 2L/menit

- Nebulisasi ventolin / 8 jam

- IVFD D5% + drip aminopilin 8 jam / kolf

- Injeksi Ceftriaxon 1 x 2 gr IV

- Injeksi Methylprednisolon 125 mg 1 x 1 amp IV

- Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp IV

- Ambroxol 3 x 1 tab

Rabu, 27 Maret 2012

S/ Sesak berbunyi menciut (-)

Batuk (+)

O/ Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis kooperatif

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 86 x / menit

Nafas : 28 x /menit

Suhu : 36 ºC

Dada : Paru : I : simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis

Pa : fremitus kiri = kanan

Pe : sonor

Au : Bronkovesikuler (+/+) Rhonkhi (-/-) Wheezing (-/-)

WD/ PPOK Eksaserbasi Akut

Kesan : Perbaikan

Th/

- Istirahat / O2 2L/menit

- Nebulisasi ventolin / 8 jam

- IVFD D5% + drip aminopilin 8 jam / kolf

- Injeksi Ceftriaxon 1 x 2 gr IV

- Injeksi Methylprednisolon 125 mg 1 x 1 amp IV

- Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp IV

18

Page 19: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

- Ambroxol 3 x 1 tab

- Salbutamol 3 x 1 tab

- Aminofilin 3 x 80 mg

Kamis, 28 Maret 2012

S/ Sesak berbunyi menciut (-)

Batuk (+)

O/ Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis kooperatif

Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg

Nadi : 90 x / menit

Nafas : 24 x / menit

Suhu : 36, 2 ºC

Dada : Paru : I : simetris kiri = kanan dalam keadaan statis dan dinamis

Pa : fremitus kiri = kanan

Pe : sonor

Au : Bronkovesikuler (+/+) Rhonkhi (-/-) Wheezing (-/-)

WD/ PPOK Eksaserbasi Akut

Th/

- Istirahat / O2 2L/menit

- Nebulisasi ventolin k/p

- Injeksi Ceftriaxon 1 x 2 gr IV

- Injeksi Methylprednisolon 125 mg 1 x1 amp IV

- Ambroxol 3 x 1 tab

- Salbutamol 3 x 1 tab

- Aminofilin 3 x 80 mg

19

Page 20: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

BAB IV

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki dengan umur 52 tahun mulai dirawat pada tanggal 23Maret

2013 di bagian Penyakit Dalam RSUD Lubuk Basung dengan diagnosis PPOK eksaserbasi

akut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dimana pasien merasakan sesak nafas

yang bertambah berat sejak ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien sudah sering

merasakan sesak nafas dalam ± 1 tahun terakhir. Sesak nafas berbunyi menciut dan tidak

diperngaruhi oleh perubahan suhu, cuaca, makanan dan aktifitas. Pasien batuk berdahak sejak

1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak 20 tahun

yang lalu, banyaknya ± 1 bungkus per hari.

Pemeriksaan fisik umum ditemukan peningkatan frekuensi nafas karena sesak yang

dialami pasien. Pada auskultasi paru ditemukan suara nafas bronkovesikuler dengan expirasi

memanjang dan terdengar bunyi menciut (wheezing) di kedua lapangan paru. Menurut teori,

pada pemeriksaan fisik pasien dengan PPOK akan ditemukan bentuk dada barrel chest, sela

iga melebar dan tulang iga mendatar, tetapi keadaan klinis seperti ini tidak ditemukan pada

pasien ini.

Pada pemeriksaan laboratorium differential count (hitung jenis) ditemukan netrofil

segmen meningkat yaitu 78, dimana nilai netrofil batang normal adalah 50-70. Tidak

ditemukan adanya peningkatan dari eosinofil. Hal ini dapat menyingkirkan asma bronchial

sebagai diagnosis banding dari PPOK.

Pasien ini diberikan terapi istirahat , Diet MB, O2 2L/menit, Nebulisasi combivent,

IVFD D5% + drip aminopilin 8 jam / kolf, Injeksi Ceftriaxon 1 x 2 gr IV (skin test), Injeksi

Methylprednisolon 2 x ½ amp IV, Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp IV dan Ambroxol 3 x 1 tab.

Anjuran pemeriksaan untuk pasien ini adalah pemeriksaan spirometri, radiologi rontgent

thorax, cek darah rutin, analisa gas darah dan pemeriksaan mikrobiologi sputum.

20

Page 21: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for

The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary

Disease. Barcelona: Medical Communications Resources. Available from:

http://www.goldcopd.org

2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V, Jakarta : Interna Publishing, 2009

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001. Survey Kesehatan Rumah Tangga.

4. Setiyanto, H., Yunus, F., Soepandi, P.Z., Wiyono, W.H., Hartono, S., dan

Karuniawati, A., 2008. Pola dan Sensitivitas Kuman PPOK Eksaserbasi Akut yang

Mendapat Pengobatan Echinacea Purpurea dan Antibiotik Siprofloksasin. Dalam:

Wiyono, W.H. (eds). 2008. Jurnal Respirologi Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, Jakarta 28 (3):107-125.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Profil Kesehatan Indonesia 2001.

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).

6. Shinta, dan Wara, D., 2007. Studi Penggunaan Antibiotik pada Eksaserbasi Akut

Penyakit Paru Obstruktif Kronik: Studi pada Pasien IRNA Medik di Ruang Paru Laki

dan Paru Wanita RSU dr. Soetomo Surabaya. Universitas Airlangga. Available from:

http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2008-

shintadewi9128&PHPSESSID=04b240b8e11c4efa33cfe7d5fc244c0d

7. Helmersen, D., Ford, G., Bryan, S., Jone, A., and Little, C., 2002. Risk Factors. In:

Bourbeau, J., ed. Comprehensive Management of Chronic Obstructive Pulmonary

Disease. London: BC Decker Inc, 33-44

8. Suradi. 2009. Pengaruh Rokok Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Tinjauan Patogenesis, Klinis dan Sosial. Pidato Guru Besar, Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Available from :

http://www.uns.ac.id/2009/penelitian.php?act=det&idA=263

9. Sherwood, L., 2001. Sistem Pernapasan. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2.

Jakarta: EGC, 410-460.

10. Kamangar, N., 2010. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. EMedicine.com.

Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/297664-overview

11. Chojnowski, D., 2003. “GOLD” Standards for Acute Exacerbation in COPD. The

Nurse Practitioner. EBSCO Publishing 28 (5): 26-36.

21

Page 22: Case Report : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),

Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Available from:

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf

13. Vestbo, J., 2006. Clinical Assessment, Staging, and Epidemiology of Chronic

Obstructive Pulmonary Disease Exacerbations. Proceedings Of The American

Thoracic Society. Proc Am Thorac Soc 3: 252–256.

22