PARADIGMA PENUNTUTAN DALAM

TINDAK PIDANA UMUM

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum

Disampaikan dalam Diklat Pidum pada Badiklat Kejaksaan R.I.

TINDAK PIDANA UMUM

MELINDUNG

I NYAW

A

• ORHARDA

MELINDUNG

I BADAN/TUB

UH

•ORHARDA

MELINDUNG

I KEHORMATAN/KESUSILAAN

• KAMNEGTIBUM

MELINDUNG

I HART

A KEKAYAAN

• ORHARDA

MELINDUNG

I NEGARA & PEMERINTA

H

•

KAMNEGTIBUM

TINDAK PIDANA UMUM DIATUR DALAM:

1. KUHP BUKU I (Ketent. Umum), II (Kejahatan) dan III (Pelanggaran)

2. UU yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BEBERAPA ISSUE KEBIJAKAN DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA UMUM

1. Perbaikan bisnis proses yang disusun sesuai SOP yang diatur dalam Peraturan Menpan Reformasi BirokrasiNo. 21/2008 tentang Pedoman Penyusunan SOP Administrasi Pemerintahan. • SOP Bidang Pidana Umum ini sepenuhnya

berdasarkan Peraturan Jaksa Agung RI No. PER-036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum tertanggal 21 September 2011 dinilai Tim Asistensi RB Kejaksaan belum sesuai standar.

2. Persiapan Sistem Peradilan Pidana Anak pada Kejaksaan di seluruh Indonesia, membutuhkan persiapan:• PENYUSUNAN ANGGARAN SPPA DI KEJAKSAAN SELURUH INDONESIA

BIAYA RIIL YANG DIBUTUHKAN DENGAN BERLAKUNYA SPPA • BIAYA PEMBANGUNAN RUANG KHUSUS ANAK DENGAN

FASILITASNYA; • BIAYA PELAKSANAAN DIVERSI (BIAYA PANGGILAN PARA PIHAK,

BIAYA MEDIATOR, BIAYA PENDAMPINGAN PIHAK-PIHAK, (AHLI, ROHANIAWAN, DOKTER,BIAYA PENGAWASAN HASIL DIVERSI),

• BIAYA RIIL YANG DIBUTUHKAN UNTUK MERUJUK KE UPT TERDEKAT (BIAYA KOMUNIKASI, BIAYA TRANSPORTASI, LUNGSUMP); DLL

• PENYUSUNAN KEBIJAKAN/JUKNIS/JUKLAK/SOP SEDANG DILAKUKAN PENYUSUNAN PERJA PENANGANAN ABH

YANG DILAMPIRI UPT (UNIT PELAYANAN TERPADU) YANG ADA DI SELURUH INDONESIA, SOP PENANGANAN PERKARA ANAK DAN FORMULIR REGISTER KHUSUS ANAK

• PENYIAPAN SDM – SERTIFIKASI JAKSA ANAK SEDANG DILAKUKAN PERSIAPAN OLEH TIM MODUL PENANGANAN

PERKARA ABH YANG DIKOORDINASI OLEH DITJEN HAM UNTUK PERSIAPAN PELATIHAN

BEBERAPA KEBIJAKAN PENUNTUTAN PERKARA TINDAK PIDANA UMUM

PARADIGMA PENUNTUTAN DALAM TIPID NARKOTIKA

KEBIJAKAN PENUNTUTAN PECANDU NARKOTIKA

UU No. 35 Thn 2009 ttg NarkotikaSE JA No. SE-002/A/JA/02/2013

B-136/E/EJP/01/2012 tgl 12 Januari 2012

1. Implementasi pasal 54 UU Narkotika dengan“diversi” bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika

2. Diversi dilakukan dengan menempatkan korban dan pecandu ke Panti Rehabilitasi utk pengobatan medis dan sosial• Tempat Rujukan selain rehabilitasi medis yg ditunjuk

oleh Menteri dpt diselenggarakan masyarakat atas akreditasi dari Kemenkes dan sos (dg biaya sendiri) – Bedasar pasal 57 UU 35/2009

KEBIJAKAN PENUNTUTAN PECANDU NARKOTIKA

UU NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PASAL 54• Pecandu Narkotika dan korban

penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

SE JA NO. SE-002/A/JA/02/2013 TTG PENEMPATAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL

B-136/E/EJP/01/2012 TGL 12 JANUARI 2012 PERIHAL TUNTUTAN REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL BERDASARKAN PP NO. 25/2011 TTG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

DALAM PENUNTUTAN, JPU DAPAT:• Menempatkan

tersangka/terdakwa ke panti rehabilitasi medis dan / atau rehabilitasi sosial di luar Rutan

• Mengajukan tuntutan pidana berupa penempatan terdakwa ke panti rehabilitasi medis dan soial dengan merujuk kepada ketentuan peraturan perundangan dengan pertimbangan sosiologis dan filosofis

KEBIJAKAN PENUNTUTAN PECANDU NARKOTIKA

1. MEMBERI KEWENANGAN/DISKRESI KEPADA JPUUNTUK MENEMPATKAN TERSANGKA PECANDU NARKOTIKA YANG MENJALANI PROSES PERADILAN DITEMPATKAN DALAM LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN/ATAU SOSIAL

2. PECANDU DIPANDANG SEBAGAI KORBAN BUKAN PELAKU KRIMINAL

3. SYARAT DAN KETENTUAN BERLAKU

SURAT JAM PIDUM NO: B-601/E/EJP/02/2013 TGL 28 FEBR 2013 TTG PENEMPATAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL

SYARAT & KETENTUAN BERLAKU PENEMPATAN TERSANGKA/TERDAKWA PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN DI LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN/ATAU SOSIAL YANG PERKARANYA DALAM TAHAP PENUNTUTAN

• PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DIBUKTIKAN DENGAN “ASESMEN DOKTER” BAHWA IA ADALAH PECANDU (COBA PAKAI, TERATUR PAKAI, PECANDU SUNTIK ATAU BUKAN PECANDU SUNTIK

• ADA PENETAPAN PENGADILAN NEGERI YANG DIMINTA OLEH PENYIDIK• BILA TERSANGKA/TERDAKWA SUDAH DITEMPATKAN DI REHABILITASI, MAKA

SELAMA PROSES PERADILAN, PENEMPATAN ITU DILANJUTKAN• TERBATASNYA TEMPAT REHABILITASI MEMBUAT PENUNTUTAN ATAS PENEMPATAN

TSK/TDW SEBAGAIMANA DIATUR, DIBATASI UNTUK SEMENTARA ADA WILAYAH:• SEMUA KEJARI DI WILAYAH KEJATI DKI JAKARTA • KEJARI SUKABUMU DAN CIBINONG UNTUK WILAYAH KEJATI JAWA BARAT• KEJARI MAKASAR DAN MAROS UNTUK WILAYAH KEJATI SULAWESI

SELATAN,DA,;• KEJARI SAMARINDA & TENGGARONG UNTUK WILAYAH KEJATI KALIMANTAN

TIMUR

SYARAT & KETENTUAN BERLAKU PENUNTUTAN TERSANGKA/TERDAKWA PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN MENEMPATKAN DI LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN/ATAU SOSIAL YANG PERKARANYA DALAM TAHAP PENUNTUTAN

• Terdakwa pada saat ditangkap Penyidik dalam kondisi tertangka tangan

• BB dengan butir/gram tertentu• Surat Uji Laboratorium berdasarkan

permintaan penyidik yang menyatakan positif menggunakan narkotika

• Surat Keterangan dokter/jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk Hakim

• Tidak ada bukti keterlibatan peredaran gelap nakotika

• Bukan residiv

LAMANYA PENUNTUTAN

- DIDASARKAN PADA TARAF KECANDUAN TERDAKWA, YANG DIDUKUNG KETERANGAN AHLI.

- STANDAR PROSES TERAPI DAN REHABILITASI: PROGRAM DETOKSIFIKASI DAN STABILISASI LAMANYA 1

(SATU) BULAN PROGRAM PRIMER LAMANYA 6 (ENAM) BULAN PROGRAM RE-ENTRY LAMANYA 6 (ENAM) BULAN

SYARAT & KETENTUAN BERLAKU PENUNTUTAN TERSANGKA/TERDAKWA PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN MENEMPATKAN DI LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN/ATAU SOSIAL YANG PERKARANYA DALAM TAHAP PENUNTUTAN

PARADIGMA PENUNTUTAN PENANGANAN PERKARA ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

PENUNTUTAN PERKARA ANAKPADA TAHAP PENYERAHAN TERSANGKA & BARANG BUKTI TAHAP II

1. DALAM PENYERAHAN TAHAP II JAKSA HARUS BENAR-BENAR MENELITI DAN MEMPERTIMBANGKAN KESEHATAN, MASA DEPAN ANAK DAN PENGGUNAAN KEWENANGAN UNTUK MENAHAN ATAU TIDAK MENAHAN TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR.

Point 1 & 2 memperhatikan prinsip Hak Anak:

Kepentingan terbaik bagi Anak (the

best interest of the child

•B-532/E/11/1995 TGL. 9 NOPEMBER 1995 PERIHAL PENUNTUTAN TERHADAP ANAK

•B-363/E/EJP/02/2010 TANGGAL 25 PEBRUARI 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

PENUNTUTAN

Point 1 , 2, 4 menunjukkan perlindungan khusus terhadap Anak Yang Berkonflik dengan hukum

Ponit 3 memperhatikan prinsip Hak Anak: Kepentingan terbaik bagi Anak (the best interest of the child

1. PERKARA ANAK DIPRIORITASKAN PENYELESAIANNYA.

2. TATA TERTIB SIDANG MENGIKUTI HUKUM ACARA PENGADILAN ANAK

3. DALAM PERSIDANGAN, AGAR ANAK DIDAMPINGI ORTU/WALI, PH DAN PK BAPAS

4. TUNTUTAN TERHADAP ANAK DILAKUKAN SEBAGAI BERIKUT :

APABILA TERDAKWA ANAK TIDAK DITAHAN, JPU DAPAT MENGAJUKAN TUNTUTAN AGAR ANAK TERSEBUT DIKEMBALIKAN KEPADA ORANGTUA/ WALIUNTUK DIDIDIK DAN KALAU ORANG TUA/WALI MENOLAK HENDAKNYA DITUNTUT UNTUK DISERAHKAN KEPADA PEMERINTAH SEBAGAI ANAK NEGARA ATAU DISERAHKAN KEPADA ORGANISASI/SUATU BADAN TERTENTU UNTUK MENDAPAT PENDIDIKAN SEBAGAIMANA MESTINYA TANPA, PIDANA APAPUN

DALAM HAL TERSANGKA DITAHAN, AGAR JAKSA PENUNTUT UMUM MENUNTUT PIDANA PENJARA MINIMUM SAMA DENGAN MASA SELAMA DALAM TAHANAN ATAU

5. DALAM HAL JAKSA PENUNTUT UMUM MEMANDANG PERLU MENUNTUT PIDANA BERSYARAT, SESUAI DENGAN SURAT EDARAN JAKSA AGUNG R‑1. NOMOR : SE001/JA/4/1995 TENTANG PEDOMAN TUNTUTAN PIDANA

•B-532/E/11/1995 TGL. 9 NOPEMBER 1995 PERIHAL PENUNTUTAN TERHADAP ANAK

•B-363/E/EJP/02/2010 TANGGAL 25 PEBRUARI 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

PERUBAHAN POLITIK HUKUM PENUNTUTAN ANAK

1995 S/D 2012, DALAM HAL TERSANGKA DITAHAN, AGAR JAKSA PENUNTUT UMUM MENUNTUT PIDANA PENJARA MINIMUM SAMA DENGAN MASA SELAMA DALAM TAHANAN ATAU BILA TIDAK DITAHAN MAKA JPU MENGAJUKAN TUT DISERAHKAN KEPADA ORTU ATAU PEMERINTAH/NEGARA

2012 S/D SKRG, TUT PIDANA ANAK ½ DARI ANCAMAN MINIMUM ORANG DEWASATUT MEMPERHATIKAN KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

Kebijakan PenuntutanANAK KORBAN TINDAK PIDANA

• B-741/E/Ep10.1/XII/1998 tanggal 15 Desember 1998 tentang “Pelaksanaan UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

• B-729/E.4/Epl.2/12/1998 tgl 4 Des 1998 perihal Legislasi Perlindungan Anak Hukum Pekerja Anak oleh Menteri Tenaga Kerja R.I.

• B-129/E.3/Epo.1/2/1999 tanggal 15 Desember 1999 tentang “Pelaksanaan UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

• Kep. Ber Ketua MA RI, JA RI, Kapolri, Menkumham R.I., Menteri Sosial R.I., Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Nomor: 148/A/JA/12/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum

• B-363/E/EJP/02/2010 Tanggal 25 Pebruari 2010 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Anak Yang Berhadapan dengan Hukum

KEBIJAKAN PENUNTUTANPERSIAPAN UU SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK NO. 11 TH. 2012

ANAK KORBAN TINDAK PIDANA

• Kepja Nomor: KEP-115/A/JA/06/2011 tgl. 8 Juni 2011 pendelegasian wewenang menetapkan JPU yang menangani perkara ABH dari Jaksa Agung R.I kepada Kepala Kejaksaan Tinggi di seluruh Indonesia

• B-136/E/EJP/01/2012 tgl. 12 Januari 2012 perihal Tuntutan Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2011 ttg Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika

• Surat Edaran Nomor: SE-002/A/JA/02/2013 ttg Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial

• B-601/E/EJP/02/2013 tgl 28 Feb 2013 perihal Penempatan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial

KEBIJAKAN PENUNTUTANPERSIAPAN UU SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK NO. 11 TH. 2012

ANAK SAKSI TINDAK PIDANA

• Kep. Ber Ketua MA RI, JA RI, Kapolri, Menkumham R.I., Menteri Sosial R.I., Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Nomor: 148/A/JA/12/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum

• B-363/E/EJP/02/2010 Tanggal 25 Pebruari 2010 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Anak Yang Berhadapan dengan Hukum

PENUNTUTAN1. DALAM PERSIDANGAN JPU

MEMPERHATIKAN SITUASI & KONDISI KORBAN

2. ORTU/WALI/ORG YG DIPERCAYA ANAK DAPAT MENDAMPINGI ANAK SAAT MEMBERIKAN KETERANGAN DI PERSIDANGAN, KECUALI BILA ORTU/WALI TERLIBAT DALAM TIPID

3. BERHAK MENDAPATKAN PERLINDUNGAN DARI LPSK, TERMASUK GANTI RUGI, DAN BILA MERASA TERANCAM DAPAT MEMBERIKAN KESAKSIAN TANPA HADIR DI PERSIDANGAN

4. BERHAK MENDAPATKAN PERLINDUNGAN DARI LPSK

Kep. Ber Ketua MA RI, JA RI, Kapolri, Menkumham R.I., Menteri Sosial R.I., Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Nomor: 148/A/JA/12/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum

B-363/E/EJP/02/2010 Tanggal 25 Pebruari 2010 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Anak Yang Berhadapan dengan Hukum

POINT 1 MEMPERHATIKAN KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

POINT 2 MEMPERKENALKAN HAK ANAK UNTUK DIDENGAR

POINT 3 PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YG MENJADI SAKSI TIPID

PARADIGMA PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PEMILU

PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PEMILU

PEMILU

PILPRESUU No. 42 Thn. 2008

KUHAP & PASAL 195-200 UU 42/2008

PILKADAUU No. 32 Thn. 2004 jo. UU No. 12 Thn. 2008 (Perub. Kedua)

KUHAP

PIL DPR. DPD, DPRDUU No. 8 Th. 2012

KUHAP & PASAL 261-266 UU 8/2012

TINDAK PIDANA PEMILU

TERDIRI DARI

HUKUM ACARA YANG BERLAKU

PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PEMILUPRESIDEN-WAKIL PRESIDEN-DPR-DPD-DPRD

PENYIDIKAN14 Hari

PENELIT BPMenentukan sikap 3 Hari

PENGEMBALIAN KEPADA PENYIDIK

Apabila kurang lengkap dikembalikan dalam waktu 3 Hari setelah BP diterima

DITERIMA KEMBALI OLEH JAKSA P-16Penyidik harus sdh

mengembalikan 3 Hari sejak diterima dari Jaksa

TAHAP IIPaling lama hari ke-4 setelah

diterima dari Penyidik BP harus dinyatakan lengkap

dan dilakukan Tahap II

PELIMPAHAN KE PNHari ke-5 sejak diterima

dari Penyidik BP, Perkara dilimpahkan ke

PN

SIDANGDiperiksa dan diputus

hari ke-7 setelah perkara dilimpahkan dari Jaksa

ke PN

BANDINGDiajukan paling

lama 3 Hari setelah Putusan

PUTUSAN BANDING SBG FINAL BINDING

Paling lama 7 Hari sudah harus diputus setelah Banding

diterima dan merupakan pengadilan terakhir

PENUNTUTAN TINDAK PIDANA PEMILUPRESIDEN-WAKIL PRESIDEN-DPR-DPD-DPRD

MENGINGAT MINIMNYA BATAS WAKTU PENYIDIKAN DAN PENELITIAN BERKAS PERKARA, MAKA PENUNTUTAN PERLU

DILAKUKAN DALAM ARAH:

- MENGAMBIL LANGKAH-LANGKAH KOORDINASI YANG EFEKTIF DENGAN PENYIDIK

- MENGOPTIMALKAN FORUM SENTRA GAKKUMDU SEHINGGA SETIAP PELANGGARAN PEMILU YANG BERINDIKASI PIDANA

TELAH SEJAK DINI DITANGANI DAN DAPAT SEGERA DISELESAIKAN

- PEMBERKASAN BERKAS PERKARA DAPAT LEBIH SEDERHANA DAN DIUTAMAKAN DIARAHKAN PADA PEMBUKTIAN MATERIIL UNSUR TERPENUHI DENGAN DIDUKUNG DOKUMENFORMAL

SEBAGAI UNSUR PENDUKUNG LANGKAH-LANGKAH PENYIDIKAN YANG LEGAL

PARADIGMA PENUNTUTAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

PENUNTUTAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

PENERAPAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

TIPID YANG TERJADI KARENA KEPUTUSAN PENGURUS KORPORASI

TIPID YG MENGGUNAKAN SARANA PRASARANA , SDM, DANA ATAU SGL BENTUK DUKUNGAN DARI KORPORASI

TUT & SANKSI PIDANADITERAPKAN PASAL 59 KUHP

DILAKUKAN OLEH PIHAK KETIGA ATAS PERMINTAAN ATAU PERINTAH KORPORASI DAN ATAU PENGURUS KORPORASI

TIPID YANG DIATUR SECARA KHUSUS DALAM UU

TUT & SANKSI PIDANA DITERAPKAN UU YG MENGATUR KHUSUS

PENJATUHAN PIDANA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

SIAPA YG BISA DIJATUHKAN PIDANA

KORPORASI

BADAN HUKUM

BUKAN BADAN HUKUM

PERSONIL PENGENDALI KORPORASI

MEMILIKI WEWENANG YG SAH TANPA HRS MENDAPAT PERSETUJUAN DARI ATASANNYA LAGI

PENGURUS KORPORASI/PEMBERI PERINTAH

PEMEGANG FIDUCIARY OF DUTY (RING 1 DALAM KORPORASI/DIREKSI/KOMISARIS/SEKUTU AKTIF)

PEMIMPIN KEGIATAN DALAM TINDAK PIDANA KORPORASI

ORG YANG DIBERI KUASA YG SAH OLEH PENGURUS KORPORASI YG MELAKUKAN PERBUATAN YANG TERKAIT LANGSUNG DG TINDAK PIDANAKEPALA CABANG/PERWAKILAN DARI KORPORASI

PARADIGMA PENUNTUTAN PENEGAKAN HUKUM HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN PENDEKATAN MULTI DOOR

DALAM MENDUKUNG REDUCTION EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND

FOREST DEGRADATION (REDD)

PENERAPAN PENEGAKAN HUKUM DENGAN PENDEKATAN MULTI DOOR DALAM TINDAK PIDANA SUMBER DAYA ALAM DI ATAS

HUTAN DAN LAHAN GAMBUT

• PENDEKATAN MULTIDOOR ADALAH ,

“PENDEKATAN PENEGAKAN HUKUM ATAS RANGKAIAN/GABUNGAN TINDAK PIDANA TERKAIT SUMBER DAYA ALAM-LINGKUNGAN HIDUP

(SDA-LH) DI ATAS HUTAN DAN LAHAN GAMBUT YANG MENGANDALKAN BERBAGAI PERATURAN PERUNDANGAN ANTARA

LAIN LINGKUNGAN HIDUP, KEHUTANAN, TATA RUANG, PERKEBUNAN, PERTAMBANGAN, PERPAJAKAN, TINDAK PIDANA

KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG.”

PENDEKATAN INI DIMAKSUDKAN UNTUK MENGOPTIMALKAN EFEK JERA TERHADAP PELAKU INTELEKTUAL TINDAK PIDANA TERKAIT SDA-LH,

MENCEGAH POTENSI DILAKUKANNYA TINDAK PIDANA TERKAIT SDA-LH, MENGEMBALIKAN ASET NEGARA DAN KEUNTUNGAN YANG

DIDAPAT DARI KEJAHATAN YANG DILAKUKAN.

KARAKTER PENANGANAN PERKARA DENGAN PENDEKATAN MULTIDOOR ADALAH:

MENDAYAGUNAKAN SECARA OPTIMAL BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENDALILKAN SANKSI PIDANA ATAS RANGKAIAN KEJAHATAN YANG DILAKUKAN

DIATAS KAWASAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT

OPTIMALISASI TUGAS POKOK DAN FUNGSI APARAT PENEGAK HUKUM YANG TERKAIT DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA DALAM PENGELOLAAN SDA-LH, YAITU

POLISI, PPNS DAN PENUNTUT UMUM SERTA LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAIN YANG RELEVAN SEPERTI PPATK DENGAN POLA DAN MEKANISME KOORDINASI YANG DAPAT

BERFUNGSI SECARA OPERASIONAL

MEMASTIKAN TERJADINYA RESTORASI HUTAN DAN KEMBALINYA SELURUH ASET NEGARA SERTA KEUNTUNGAN YANG DIDAPAT

DARI KEJAHATAN YANG DILAKUKAN

KEMAMPUAN UNTUK MENIMBULKAN EFEK JERA

MAMPU MENGOPTIMALKAN PERAN PENEGAK HUKUM YANG TERKAIT DENGAN PENANGANAN KEJAHATAN DI KAWASAN

HUTAN DALAM SUATU KESATUAN KERJA YANG TERKOORDINASI

PENGGUNAAN PENDEKATAN MULTIDOOR INI TIDAK HANYA MENGGABUNGKAN BERBAGAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, TETAPI JUGA MELIBATKAN PERANGKAT PENEGAKAN

HUKUM SEPERTI PPNS LINGKUNGAN HIDUP, PPNS KEHUTANAN, PPNS PAJAK, PPNS BEA CUKAI, PPNS PENATAAN RUANG, PPNS PERKEBUNAN, TERMASUK LEMBAGA LAIN MISALNYA PPATK.

PERISTIWA PIDANA YANG MENGANDUNG “PERBARENGAN” ATAU CONCURSUS

CONCURSUS IDEALIS, PASAL 63 KUHP

CONCURSUS REALIS, PASAL 65 KUHP

PASAL 66 KUHP

SUATU PERBUATAN, TERNYATA MASUK DALAM BEBERAPA KETENTUAN PIDANA YG MEMBENTUK SATU PERISTIWA PIDANA YANG TIDAK TERPISAHKAN, MAKA HANYA DIKENAKAN SALAH SATU DARI KETENTUAN ITU, YG TERBERAT HUKUMAN POKOKNYA

GABUNGAN BEBERAPA PERBUATAN (MASING-MASING MASUK DALAM KETENTUAN PIDANA YG BERBEDA DAN MASING-MASING MEMILIKI ANCAMAN PIDANA POKOK YANG SEJENIS, ,MAKA DIKENAKAN HUKUMAN MAKSIMUM=ANCAMAN PIDANA TERBERAT + 1/3

GABUNGAN BEBERAPA PERBUATAN YANG ANCAMAN PIDANA POKOKNYA TIDAK SEJENIS, MAKA DIKENAKAN HUKUMAN YANG MERUPAKAN PENJUMLAHAN DARI HUKUMAN ITU TETAPI TIDAK BOLEH LEBIH DARI ANCAMAN PIDANA YANG TERBERAT + 1/3

BENTUK DAKWAAN KUMULASI

CONTOH: Concursus Realis

“PERBARENGAN BEBERAPA PERBUATAN PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG BERDIRI SENDIRI-

SENDIRI DAN DIANCAM MASING-MASING OLEH KETENTUAN PIDANA TERSENDIRI, YANG HUKUMAN POKOKNYA SEJENIS

ATAU HUKUMAN POKOKNYA TIDAK SEJENIS”

Contoh Kasus : Seorang Pengusaha Pertambangan tidak memiliki IUP, melakukan pencucian produksi

pertambangan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, lalu mencemari air tanah dan melakukan

pembuangan limbah di lahan terbuka tidak berijin dan tidak dilakukan pengelolaan

CONTOH PENERAPAN CONCURSUS IDEALIS PADA KASUS “KEBAKARAN LAHAN DI WILAYAH YANG MASUK SUAKA ALAM”KASUS KEBAKARAN LAHAN

MEMBUKA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN CARA MEMBAKAR

MELANGGAR PASAL 108 JO. 69 AYAT (1) HURUF H UUPPLH, “SETIAP ORANG YANG MELAKUKAN PEMBAKARAN LAHAN” JO. “SETIAP ORANG DILARANG MEMBUKA LAHAN DENGAN CARA

MEMBAKAR”

LAHAN TERSEBUT MASUK DALAM KAWASAN HUTAN SUAKA ALAM KARENA PERBEDAAN RTRWP DAN TGHKMELANGGAR 50 AYAT (3) HURUF D UU KEHUTANAN “SETIAP ORANG DILARANG

MEMBAKAR HUTAN”MELANGGAR PASAL 48 AYAT (1) UU PERKEBUNAN NO. 18 TAHUN 2004 “SETIAP

ORANG YANG DENGAN SENGAJA MEMBUKA DAN/ATAU MENGOLAH LAHAN DENGAN CARA PEMBAKARAN LAHAN YANG BERAKIBAT TERJADINYA PENCEMARAN DAN

KERUSAKAN FUNGSI LH”.

BANYAK VEGETASI TUMBUHAN DAN SATWA YANG IKUT TERBAKAR

MELANGGAR PASAL 40 AYAT (2) JO. PASAL 21 AYAT (1) HURUF A DAN PASAL 21 AYAT (2) HURUF A UU KSDA,”MELAKUKAN PERBUATAN

MERUSAK TUMBUHAN DAN SATWA YANG DILINDUNGI”

KEBAKARAN ITU MENYEBABKAN ASAP YANG MENCEMARI UDARA SEKITARNYA

MELANGGAR PASAL 98 AYAT (1) SUBS PASAL 99 AYAT (1) UUPLH, “MELAKUKAN PERBUATAN YANG MENGAKIBATKAN DILAMPAUINYA BAKU MUTU UDARA AMBIEN”. SUBS “MELAKUKAN PERBUATAN YANG MENGAKIBATKAN

BAGAIMANA PENJATUHAN PIDANA?PASAL 108 JO. 69 AYAT (1) HURUF H (MELAKUKAN PEMBAKARAN LAHAN) UUPPLH

10 TAHUN + DENDA 3 MILIAR

50 AYAT (3) HURUF D UU KEHUTANAN (DILARANG MEMBAKAR HUTAN)

5 TAHUN + DENDA 1,5 MILIAR

PASAL 40 AYAT (2) JO. PASAL 21 AYAT (1) HURUF A DAN PASAL 21 AYAT (2) HURUF A UU KSDA (MELAKUKAN PERBUATAN MERUSAK TANAMAN YG DILINDUNGI DAN SATWA YANG DILINDUNGI)

5 TAHUN + DENDA RP. 100 JUTA

PASAL 98 AYAT (1) SUBS PASAL 99 AYAT (1) UUPPLH PENCEMARAN UDARA

10 TAHUN DAN DENDA 10 MILIAR RUPIAH

PENJATUHAN HUKUMAN : DIPILIH YG TERBERAT ANCAMAN POKOKNYA YAKNI KETENTUAN PADA PASAL PENCEMARAN UDARA DIMANA MAKSIMAL HUKUMAN ADALAH 10 TAHUN DAN DENDA 10 MILIAR

TERIMA KASIH

•Laksanakan tugas melaksanakan penegakan hukum yang

berkepastian hukum, bermoral dan berhati nurani

•Tajamkan pengetahuan hukum.•Tingkatkan esprit de corps agar

menjadi insan Adhyaksa yang berharkat dan berwibawa