paper tjr fix
DESCRIPTION
Teknik jalan RayaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkerasan kaku adalah struktur perkerasan pada jalan raya yang terdiri dari plat
beton semen yang bersambung (tidak menerus) dengan atau tanpa tulangan, atau
menerus dengan tulangan. Perkerasan kaku ini terletak diatas lapis pondasi bawah, tanpa
atau dengan peraspalan sebagai lapis permukaan. Perkerasan kaku biasanya digunakan
pada jalan yang memiliki tanah dasar yang buruk. Contohnya tanah dasar mengandung
tanah lempung yang memiliki kembang susut yang tinggi, dan apabila tanah dasar
diganti dengan tanah yang baru maka biaya yang dikeluarkan akan sangat besar sehingga
dipilihlah metode perkerasan kaku.Selain itu perkerasan kaku biasanya digunakan pada
jalan yang dilewati oleh kendaraan berat karena perkerasan kaku memiliki kekuatan yang
lebih besar dibanding jalan dengan aspal. Perkerasan beton dapat menanggung beban
dari pejalan kaki hingga runway pesawat terbang 175 ton, dan dapat bertahan sampai
5,10,20 sampai 50 tahun.
Namun perkerasan kaku juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain
permukaan perkerasan beton semen mempunyai riding comfort yang lebih jelek dari
pada perkerasan aspal, sehingga akan sangat terasa melelahkan untuk perjalanan jauh,
warna permukaan yang keputih-putihan menyilaukan di siang hari, dan marka jalan
(putih/kuning) tidak kelihatan secara kontras, perbaikan kerusakan seringkali merupakan
perbaikan keseluruhan konstruksi perkerasan sehingga akan sangat mengganggu lalu
lintas, pelapisan ulang / overlay tidak mudah dilakukan, ketidaksempurnaan hasil
pekerjaan akibat kurang telitinya pelaksanaan pekerjaan di lapangan tidak mudah
diperbaiki, perbaikan permukaan yang sudah halus (polished) hanya bisa dilakukan
dengan grinding machine atau pelapisan ulang dengan campuran aspal, yang kedua-
duanya memerlukan biaya yang cukup mahal.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud disusunnya makalah ini adalah agar dapat mengetahui lebih mendalam tentang
perkerasan kaku, cara perencanaan dan pelaksanakannya dengan mempertimbangkan
dampak yang akan terjadi nantinya.
Sedangkan tujuan dari disusunnya makalah ini antara lain,
1. Untuk memenuhi syarat akademis dalam studi Teknik Jalan Raya II,
2. Memberikan pengetahuan tentang perkerasan kaku,
3. Menghasilkan sarjana teknik sipil yang dapat mengaplikasikan teori dilapangan.
1.3. Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan dalam makalah ini adalah
1. Pengertian Pekerasan kaku
2. Perbedaan antara perkerasan kaku (rigid pavement) dan perkerasan lentur
(flexible pavement)
3. Klasifikasi tipe perkerasan beton
4. Tegangan tegangan yang timbul pada pelat beton perkerasan kaku
5. Beberapa cara perencanaan tebal perkerasan kaku
6. Bahan – Bahan Yang Digunakan Pada Perkerasan Kaku
7. Penyiapan Tanah Dasar dan Lapis Pondasi Bawah
8. Pembuatan Beton
9. Sambungan dan Tulangan
10. Pengendalian Mutu di Lapangan
11. Faktor yang Mempengaruhi Pekerjaan Perkerasan Kaku
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku adalah struktur perkerasan pada jalan raya yang terdiri dari plat beton
semen yang bersambung (tidak menerus) dengan atau tanpa tulangan, atau menerus
dengan tulangan. Perkerasan kaku ini terletak diatas lapis pondasi bawah, tanpa atau
dengan peraspalan sebagai lapis permukaan. Perkerasan kaku terdiri atas lapisan
pondasi dan lapisan permukaan. Lapisan pondasi (Subbase) berfungsi sebagai:
1. Menyediakan lapisan yang seragam, stabil, dan permanen.
2. Menaikkan harga modulus reaksi tanah dasar (Modulus of Sub Grade Reaction = K )
menjadi modulus komposit (modulus of composit reaction)
3. Mengurangi kerusakan sebagai akibat pembekuan ( Frost reaction)
4. Melindungi gejala “pumping” butiran – butiran halus tanah pada daerah sambungan ,
retakan , dan ujung samping perkerasan.
Pumping : proses pengocokan butiran – butiran sub-grade atau sub-base pada
daerah sambungan ( basah atau kering) akibat gerakan vertical pelat,
karena beban lalu lintas akibat kejadian ini mengakibatkan turunnya
daya dukung lapisan tersebut.
5. Mengurangi terjadinya bahaya retak.
6. Menyediakan lantai kerja untuk alat berat.
2.2. Perbedaan antara perkerasan kaku (rigid pavement) dan perkerasan lentur
(flexible pavement) :
NO
.
Perkerasan Kaku (rigid pavement) Perkerasan Lentur (flexible pavement)
1 Pada sambungan perlu
pertimbangan – pertimbangan
lebih teliti. Bermanfaat untuk
keadaan traffic yang tinggi.
Perencanaan sederhana.
Bermanfaat terhadap jalan untuk semua
jenis tingkat traffic.
2 Design job mix lebih mudah untuk
ditelit , dapat digunakan teori elastic
Modulus young untuk tiap lapisan
sangat berbeda.
Quality control untuk job mix lebih rumit
karena harus diuji di laboratorium dan
hasil mix hamparan.
3 Air void dalam beton tidak mampu
mengurangi tegangan yang timbul
akibat perubahan volume beton.
Air void dapat mengurangi tegangan
yang timbul akibat perubahan volume
aspal beton.
4 Umumnya diperlukan sambungan
(joints) untuk memperkecil tegangan
“termal”.
Tidak diperlukan sambungan kecuali “
long tudinal construction joint”
5 Lebih bertahan pada kondisi drain yang
buruk.
Sulit bertahan pada kondisi drainase yang
buruk.
6 Umur rencana dapat mencapai 15-40
tahun.
Umur rencana relative 5 – 10 tahun.
7 Jika terjadi kerusakan, maka kerusakan Kerusakan tidak bersifat merambat
akan terjadi dengan cepat dalam waktu
singkat.
8 Serviceability indeks cukup baik apabila
dikerjakan transverse joints dengan baik.
Service ability index hanya baik saat
sekitar pelaksanaan.
9 Biaya konstruksi tinggi Umumnya biaya konstruksi rendah, tapi
hamper sama untuk konstruksi jalan
dengan tingkat ketajaman traffic yang
tinggi.
10 Pelaksanaan relative sederhana kecuali
sambungan.
Pelaksanaan cukup rumit disebabkan
quality control. Banyaknya jumlah varian
termasuk control temperature.
11 Pemeliharaan terhadap sambungan secara
tetap.
Biaya pemeliharaan yang dilakukan,
hamper 2 kali lebih besar daripada rigid
pavement.
12 Apabila lapisan permukaan akan di
overlay untuk mencegah retaknya refleksi
biasanya perkerasan dibuat lebih tebal 10
cm
Overlay dapat dilakukan pada semua
tingkat ketebalan lapisan perkerasan
jalan.
13 Sulit menetapkan saat diperlukan overlay. Lebih mudah diperkirakan saat harus
menentukan overlay.
14 Kekuatan konstruksi perkerasan tegar
tergantung dari konstruksi perkerasan
beton itu sendiri ( tanah dasar tidak begitu
menentukan).
Kekuatan konstruksi perkerasan lentur
ditentukan dari kemampuan penyebaran
tegangan tiap – tiap lapisan sehingga
ditentukan oleh tebal – tebal lapisan
tersebut, dan kekuatan tanah dasar yang
dipadatkan.
15 Perkerasan tegar adalah tebal lapisan
beton (tidak termasuk pondasi).
Tebal konstruksi perkerasan lentur adalah
tebal seluruh lapisan yang terdapat diatas
tanah dasar yang dipadatkan.
2.3. Klasifikasi tipe perkerasan beton :
Lapisan perkerasan beton diklasifikasikan atas empat type sebagai berikut :
1. Perkerasan beton tanpa tulangan dengan banyak menggunakan transverse joints.
2. Perkerasan beton bertulang dengan menggunakan secukupnya transverse joints.
3. Perkerasan beton bertulang menerus tanpa transverse joints kecuali pada sambungan
ke struktur lainnya.
4. Perkerasan beton pratekan dengan menggunakan beberapa transverse joints.
2.4. Tegangan tegangan yang timbul pada pelat beton perkerasan kaku :
1. Tegangan akibat pembebanan oleh roda lalu lintas.
Pembebanan ujung
Pembebanan pinggir
Pembebanan tengah
2. Tegangan akibat perubahan temperature dan kadar air.
Pengembangan
Penyusutan
Lipatan
3. Tegangan akibat perubahan volume pondasi akibat frost action.
4. Tegangan akibat timbulnya gejala “pumping”
Di Indonesia tegangan butir bisa diabaikan karena boleh dikatakan
frost action hamper tidak ada.
Tegangan butir akibat pumping dapat diatasi dengan sub base.
2.5. Beberapa cara perencanaan tebal perkerasan kaku :
1. Cara Portland Cement
Cara Portland cement berdasarkan teori Westeegard , dimana harga k
tidak mengalami koreksi terhadap kadar air.
Untuk menentukan kekuatan beton dimana ditentukan SF = Faktor
keamanan.
Bila ada gejala “pumping” , tebal sub-base disarankan 10 – 15 cm.
Bila ada gejala perubahan kerataan sub-grade maka disarankan tebal sub-
base 15-30 cm.
2. Cara Corps of Engineers
Cara – cara ini didasarkan pada pengalaman – pengalaman dan teori
Westegaard.
Harga K (Modulus Reaksi Tanah Dasar) diperoleh dari “ Plate Loading
Test” dan diadakan koreksi terhadap kadar air yang paling jelek.
Dengan mengetahui harga K, tegangan hancur beton, beban roda, maka
tebal pelat dapat dihitung.
Corps of Engineer juga telah menurunkan cara perencanaan tambahan
lapisan beton , sesuai dengan manual EM 110-45-303 , Engineering and
Design Rigid Arfield Pavement.
3. Cara NAVY
Cara ini hampir sama dengan cara Corps of Engineer
Harga K (Modulus Reaksi Terhadap Tanah Dasar) juga dikoreksi
terhadap kadar air.
Tebal sub base ditentukan berdasarkan “Loading Test” pada waktu
evaluasi subgrade (tanah dasar).
Untuk memudahkan perhitungan cara NAVY telah menurunkan grafik –
grafik perencanaan.
Dengan menentukan terlebih dahulu nilai – nilai K, tegangan hancur
beton, pembebanan, maka grafik – grafik dimaksud dapat digunakan
untuk perhitungan yang diinginkan.
4. Cara AASHTO
Cara ini juga diturunkan dari teori – teori DR.H.M. Westegaard .
Harga K ( Modulus of Subgrade Reaction) ditentukan dengan “Plate
Loading Test” tanpa koreksi terhadap kadar air.
Untuk memudahkan dalam perhitungan , telah disusun monogram –
monogram atas dasar analisa Traffic untuk Umur Rencana (UR=20
tahun).
Untuk beton ditentukan : Tegangan yang bekerja diambil sebesar 75%
dari Modulus Hancur Beton pada umur 28 hari.
Index permukaan ditentukan :
Pt =2,5 untuk Major Highway
Pt=2,0 untuk Secondary Highway
2.6. Bahan – Bahan Yang Digunakan Pada Perkerasan Kaku.
1. Semen
a. Semen harus merupakan semen portland jenis I, II atau III sesuai dengan
AASHTO M 85.
b. Kecuali diperkenankan lain, maka hanya produk dari satu pabrik atau satu
jenis merk semen portland tertentu yang harus digunakan di proyek.
2. Air
Air yang digunakan dalam pencampuran, perawatan atau penggunaan-
penggunaan tertentu lainnya harus bersih dan bebas dari bahan-bahan yang
merugikan seperti minyak, garam, asam, alkali, gula atau bahan-bahan
organik.Air harus diuji sesuai dengan dan harus memenuhi persyaratan
AASHTO T 26.
Air yang diketahui dapat diminum dapat dipakai dengan tanpa pengujian.
3. Persyaratan Gradasi Agregat
a. Gradasi agregat kasar dan halus harus memenuhi persyaratan yang diberikan
dalam Tabel 2.1
Bahan-bahan yang tidak memenuhi persyaratan gradasi ini dapat tidak
ditolak asalkan Kontraktor dapat menunjukkan bahwa persyaratan yang
dirinci dalam Butir 7.5.3.
dapat dipenuhi jika menggunakan bahan-bahan tersebut.
Tabel 2.1.: Persyaratan Gradasi Agregat.
Ukuran Ayakan Persentase Berat Yang Lolos
Standar (mm) Inch Agregat Halus Pilihan Agregat Kasar
(in)
50 2 - 100 - - -
37 1,5 - 95-100 100 - -
25 1 - - 95-100 100 -
19 ¾ - 35-70 - 90-100 100
13 ½ - - 25-60 - 90-100
10 3/8 100 10-30 - 20-55 40-70
4,75 #4 95-100 0-5 0-10 0-10 0-15
2,36 #8 - - 0-5 0-5 0-5
1,18 #16 45-80 - - - -
0,30 #50 10-30 - - - -
0,15 #100 2-10 - - - -
b. Agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
terbesar tidak lebih besar dari pada 3/4
jarak bersih minimum antara batang tulangan atau antara batang tersebut
dengan acuan atau antara batasan-batasan ruang lainnya dimana pekerjaan
beton harus ditempatkan.
c. Sifat Agregat
Agregat untuk pekerjaan beton harus terdiri dari partikel yang bersih dan
keras yang diperoleh dari pemecahan batu, atau dengan menyaring dan
mencuci (bila perlu) kerikil dan pasir sungai.
Agregat harus bebas dari bahan-bahan organik seperti yang dirinci dalam
AASHTO T21 dan seperti diberikan dalam Tabel 2.2.
bila diambil contoh dan diuji sesuai dengan ketentuan BS CP 114 dan
prosedur AASHTO yang relevan.
Agregat yang berupa bahan-bahan yang berukuran sama yang berasal dari
berbagai sumber harus ditimbun dalam timbunan terpisah dan hanya boleh
digunakan dalam struktur yang terpisah.
Tabel 2.2 .: Sifat Agregat Beton.
Sifat Pengujian
AASHTO
Batas maksimum yang
diijinkan
Agregat
halus
Agregat
kasar
Kehilangan akibat abrasi pada 500
putaran dengan mesin Los Angeles.T 96 - 40 %
Kehilangan akibat penentuan kualitas
dengan Sodium Sulfat setelah 5 siklus.T 104 10% 12 %
Persentase gumpalan tanah liat dan
pertikel yang dapat pecah dalam agregat.T 112 0,50 % 0,25 %
Bahan-bahan yang lolos ayakan #200. T 11 3 % 1 %
4. Bahan Tambah (Additive)
Penggunaan plastisator, bahan-bahan tambah untuk mengurangi air
atau bahan tambah lainnya, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu.Jika
digunakan, bahan yang bersangkutan harus memenuhi AASHTO M 154 atau
M 194.
Bahan tambahan yang bersifat mempercepat dan yang mengandung
Calcium Chlorida tidak boleh digunakan.
5. Membran Kedap Air
Lapisan bawah yang kedap air harus terdiri dari lembaran plastik yang
kedap setebal 125 mikron.Air tidak boleh tergenang di atas membran, dan
membran harus kedap air sepenuhnya waktu beton dicor.
Lapisan bawah yang kedap air tidak boleh digunakan di bawah
perkerasan jalan beton bertulang yang menerus.
6. Tulangan Baja
a. Tulangan baja untuk jalur kendaraan harus berupa anyaman baja atau batang
baja berulir sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar Rencana.
b. Baja tulangan harus merupakan batang baja polos atau berulir grade U24 atau
batang berulir grade U40 sesuai dengan persyaratan Sll 0136-84, kecuali jika
disetujui lain atau diperlihatkan lain dalam Gambar Rencana.
c. Tulangan anyaman kawat baja harus memenuhi persyaratan-persyaratan
AASHTO M 55. Tulangan ini harus disediakan dalam bentuk lembaran-
lembaran datar dan merupakan jenis yang disetujui.
d. Batang baja harus memenuhi persyaratan AASHTO M 54. Bagian-bagiannya
harus berukuran dan berjarak antara sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar
Rencana.
e. Batang baja untuk Ruji (Dowel) harus berupa batang bulat biasa sesuai
dengan AASHTO M 31. Batang dowel berlapis plastik yang memenuhi
AASHTO M 254 dapat digunakan.
f. Batang pengikat (Tie bar) harus berupa batang baja berulir sesuai dengan
AASHTO M 31.
7. Bahan-bahan untuk Sambungan
a. Bahan-bahan pengisi siar muai harus sesuai dengan persyaratan-
persyaratan AASHTO M 153 atau M 213. Bahan-bahan tersebut harus
dilubangi untuk dilalui dowel-dowel sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar
Rencana. Bahan pengisi untuk setiap sambungan harus disediakan dalam
bentuk satu kesatuan utuh untuk tebal dan lebar penuh yang diperlukan untuk
sambungan yang bersangkutan kecuali jika diijinkan lain. Di mana ujung-
ujung yang berbatasan diperkenankan, maka ujung-ujung tersebut harus diikat
satu sama lainnya dan dipertahankan dengan kokoh dan tepat ditempatnya
dengan jepitan kawat (stapling) atau penyambung / pengikat yang baik
lainnya.
b. Bahan penutup sambungan (joint sealant) harus berupa Expandite
Plastic, senyawa gabungan bitumen karet Grade 99 yang dituangkan dalam
keadaan panas, atau bahan serupa yang disetujui. Bahan sambungan harus
sebagaimana dianjurkan oleh pabrik pembuat bahan yang bersangkutan.
2.7. Penyiapan Tanah Dasar dan Lapis Pondasi Bawah
a) Pembentukan Permukaan
Persyaratan tanah dasar untuk perkerasan kaku sama dengan persyaratan tanah
dasar untuk perkerasan lentur, baik mengenai daya dukung, kepadatan maupun
kerataannya.
Lapis pondasi bawah untuk perkerasan kaku dapat berupa lean concrete (beton
kurus), atau bahan berbutir yang bisa berupa agregat atau lapisan pasir (sand bedding).
Lapis pondasi bawah tidak dimaksudkan untuk ikut menahan beban lalu lintas, tetapi
lebih berfungsi sebagai lantai kerja dan sebagai fasilitas drainase agar air dapat bebas
bergerak di bawah plat beton tanpa mengerosi butir-butir tanah yang membentuk
tanah dasar. Oleh karena itu biasanya lapis pondasi bawah dari bahan berbutir harus
memenuhi persyaratan sebagai filter material.
Persiapan penting yang harus dilakukan sebelum penghamparan plat beton
meliputi berbagai hal seperti membentuk, membuat penyesuaian-penyesuaian
seperlunya pada permukaan tanah dasar atau lapis pondasi bawah, dan bila perlu,
menambahkan air dan memadatkan kembali permukaan disesuaikan dengan
alinyemen dan potongan melintang seperti ditunjukkan dalam Gambar Rencana.
Pembentukan permukaan secara teliti sangat penting bagi pelaksanaan ditinjau dari
segi jumlah beton yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Bila digunakan metode dengan acuan tetap (fixed form) dianjurkan agar lapis
pondasi bawah dibuat paling sedikit 30 cm lebih lebar dari pada lebar plat beton yang
akan dicor, pada masing-masing sisi memanjang hamparan, yang akan berguna
sebagai landasan acuan tetap. Bila digunakan metode dengan acuan gelincir (slip
form) hal tersebut tidak diperlukan, karena biasanya alat penghampar sudah
dilengkapi peralatan otomatis untuk mengatur ketinggian penghamparan sesuai
dengan yang direncanakan (string control).
Bagian-bagian permukaan yang menonjol harus dikupas.Bagian-bagian, yang
rendah harus diisi dan dipadatkan sesuai dengan persyaratan kepadatan. Bila alat
pengupas dilengkapi dengan sistem pengatur ketinggian otomatis, maka alat tersebut
dapat langsung dioperasikan di atas permukaan yang akan dibentuk.
b) Persyaratan dan Pemeriksaan Bentuk Akhir
Sebelum dilakukan penghamparan beton, tanah dasar atau lapisan pondasi
bawah diperiksa kepadatan dan bentuk penampang melintangnya.
Permukaan lapisan yang akan dicor beton harus senantiasa bebas dari benda-
benda asing, sisa-sisa beton, dan kotoran-kotoran lainnya.
c) Pemasangan Membran Kedap Air
Membran kedap air harus terdiri dari lembaran plastik yang kedap air setebal
125 micron yang berguna agar air semen dari plat beton yang dicor tidak meresap ke
dalam lapisan di bawahnya, dan juga untuk mencegah adanya ikatan antara plat beton
dengan lapis pondasi bawah yang akan mengakibatkan terjadinya retak-retak pada plat
beton setelah terjadinya penyusutan pada waktu pengerasan beton.
Membran kedap air tersebut dipasang di atas permukaan lapis pondasi bawah
yang telah siap. Lembar-lembar yang berdampingan dipasang overlap,
dengan lebar tumpang-tindih tidak kurang dari 10 cm pada arah lebar dan 30 cm pada
arah memanjang.
Pemasangan lembar kedap air harus dilakukan secara hati-hati untuk
mencegah sobeknya lembar-lembar tersebut, dan harus dipaku ke permukaan lapis
pondasi bawah agar tidak mudah tergulung akibat tiupan angin.
d) Acuan
Persyaratan
Acuan (bekisting / form) yang digunakan harus cukup kuat untuk menahan
beban-beban selama pelaksanaan. Kekuatan acuan yang terbuat dari baja lurus, harus
diuji, dan harus memenuhi persyaratan bahwa acuan harus tidak melendut lebih besar
dari 6,4 mm (1/4 inch) bila diuji sebagai balok biasa dengan bentang 3 m (10 ft) dan
beban yang sama dengan berat mesin penghampar atau peralatan pelaksanaan lainnya
yang mungkin akan bergerak di atasnya.
Tebal baja yang biasanya digunakan adalah 6,4 mm (1/4 inch) dan 8 mm (5/16
inch). Bila acuan harus mendukung alat penghampar beton yang berat, ketebalannya
tidak boleh kurang dari 8 mm (5/16 inch). Dianjurkan agar acuan mempunyai tinggi
yang sama dengan tebal rencana pelat beton dan lebar dasar acuan sama dengan 0,75
kali tebal pelat beton tapi kurang dari 200 mm (8 inch).
Acuan harus dipasang sedemikian rupa sehingga cukup kokoh, tidak melentur
atau turun akibat tumbukan dan getaran alat penghampar dan alat pemadat.Lebar flens
penguat yang dipasang pada dasar acuan harus menonjol keluar dari acuan tidak
kurang dari 2/3 tinggi acuan.
Dalam pemeriksaan kelurusan dan kerataan acuan variasi kerataan bidang atas
acuan tidak boleh lebih dari 0,32 cm (1/8 inch) untuk setiap 3 m (10 ft) panjang dan
kerataan bidang dalam acuan tidak boleh lebih dari 0,64 cm (1/4 inch) untuk setiap 3
m (10 ft) panjang.
Ujung-ujung acuan yang berdampingan harus mempunyai sistem penguncian
untuk menyambung dan mengikat erat acuan-acuan tersebut.Pada lengkungan dengan
jari-jari kecil dianjurkan untuk menggunakan acuan yang dapat dibengkokkan
(flexible form) atau acuan melengkung.
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang relatif kecil, yang bersifat padat karya, maka
acuan dari kayu dapat digunakan, untuk alat perata dapat menggunakan vibrator
perata biasa (besi profil yang dilengkapi mesin penggetar dan ditarik tenaga manusia).
Kayu untuk keperluan ini dibuat dari kayu yang cukup kuat dengan baja siku dipasang
di atasnya, dengan angkur pemegang setiap 0,5 meter.
Pemasangan Acuan
Pemasangan acuan baja maupun kayu pada prinsipnya harus mengikuti
ketentuan-ketentuan di bawah ini.
Pondasi acuan harus dipadatkan dan dibentuk sesuai dengan alinyemen dan
ketinggian jalan yang bersangkutan sehingga acuan yang dipasang dapat disangga
secara seragam pada seluruh panjangnya dan terletak pada elevasi yang benar.
Pembuatan galian untuk meletakkan acuan pada ketinggian yang tepat,
sebaiknva dilakukan, dengan cara mengupas / mengeruk. Bekas galian di kiri dan
kanan pondasi acuan, harus diisi dan dipadatkan kembali.Alinyemen acuan baru harus
diperiksa dan bila perlu diperbaiki memanjang penghamparan beton.
Bila terdapat acuan yang rusak atau sesudah perbaikan pondasi yang tidak
stabil, acuan harus disetel kembali. Acuan harus dipasang cukup jauh di depan tempat
penghamparan beton sehingga memungkinkan pemeriksaan dan perbaikan acuan
tanpa mengganggu kelancaran penghamparan beton.
Acuan dipasang pada posisi yang benar, dan tanah dasar atau lapis pondasi
bawah pada kedua sisi luar dan dalam harus dipadatkan dengan baik menggunakan
alat pemadat mesin atau manual.Acuan harus disangga pada tempatnya, paling sedikit
setiap 3 m (10 ft).
Pembongkaran Acuan
Acuan harus tetap dipasang selama paling sedikit 8 jam setelah penghamparan
beton. Setelah acuan dibongkar, permukaan beton yang terbuka harus segera dirawat.
2.8. PEMBUATAN BETON
a. Pencampuran dan Penakaran
Perbandingan bahan dan berat penakaran harus menggunakan cara yang
ditetapkan dalam BS CP 114.
Proporsi bahan dan berat penakaran harus sesuai dengan batas-batas yang
diberikan dalam Tabel 5.1.
b. Campuran Percobaan
Kontraktor harus memastikan perbandingan campuran dan bahan-bahan yang
diusulkan dengan membuat dan menguji campuran-campuran percobaan dengan
menggunakan instalasi dan peralatan yang sama seperti yang akan digunakan nanti.
Campuran percobaan dapat dianggap dapat diterima asal memenuhi semua
persyaratan sifat campuran yang ditetapkan dalam Butir 7.5.3.
di bawah ini.
c. Persyaratan Sifat Campuran
a. Seluruh beton yang digunakan dalam pekerjaan harus memenuhi kuat tekan
dan "slump" yang dibutuhkan seperti yang disyaratkan dalam Tabel 5.3,
bila pengambilan contoh, perawatan dan pengujian sesuai dengan SNI 03-1974-19
90 (AASHTO T22), Pd M-16-1996-03 (AASHTO T23), SNI 03-2493-1991
(AASHTO T126), SNI 03-2458-1991 (AASHTO T141).
b. Kuat tekan karateristik beton harus sesuai dengan persyaratan-persyaratan
.Tabel 5.3. Dengan menggunakan cara pengujian "the third point" kuat lentur
karakteristik harus tidak kurang dari 45 kg/cm2
c. Beton tersebut harus merupakan jenis yang memiliki sifat kemudahan
pengerjaan yang sesuai untuk mencapai pemadatan penuh dengan instalasi yang
digunakan dengan tanpa pengaliran yang tak semestinya. Slump optimum
sebagaimana diukur dengan cara pengujian AASHTO T 199 harus tidak kurang
dari 20 mm dan tidak lebih besar dan 60 mm. Slump tersebut harus dipertahankan
dalam batas toleransi ± 20 mm dari slump optimum yang disetujui. Beton yang
tidak memenuhi persyaratan-persyaratan slump tersebut tidak boleh digunakan
untuk plat beton perkerasan.
e. Bilamana pengujian beton berumur 7 hari menghasilkan kuat beton di bawah
kekuatan yang disyaratkan dalam Tabel 5.3.,
maka Kontraktor tidak diperkenankan mengecor beton lebih lanjut sampai
penyebab dari hasil yang tidak memenuhi persyaratan tersebut dapat diketahui
dengan pasti dan sampai telah diambil tindakan-tindakan yang menjamin bahwa
produksi beton memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Kuat tekan beton berumur
28 hari yang tidak memenuhi ketentuan harus diperbaiki sebagaimana
disyaratkan.Kekuatan beton dianggap lebih kecil dari yang disyaratkan bilamana
hasil pengujian serangkaian benda uji dari suatu bagian pekerjaan lebih kecil dari
kuat tekan karakteristik yang diperoleh dari rumus.yang diuraikan dalam Butir
7.6.2.c.
Tabel 2. 8.1.: Batasan proporsi takaran campuran
Mutu
Beton
Ukuran Agregat
Maksimum
(mm)
Rasio Air / Semen
(terhadap berat)
Kadar Semen
Minimum
(kg/m3 dari
campuran)
K500 - 0,375 450
K400
37
25
19
0,45
0,45
0,45
356
370
400
K350
37
25
19
0,45
0,45
0,45
315
335
365
K300
37
25
19
0,45
0,45
0,45
300
320
350
K250 37 0,50 290
25
19
0,50
0,50
310
340
K175 - 0,57 300
K125 - 0,60 250
Tabel 2.8.2 .: Ketentuan sifat campuran
Mutu Beton
Kuat Tekan Karakteristik min. (kg/cm2) Slump (cm)
Benda Uji Kubus
15 x 15 x 15 cm
Benda Uji Silinder
15 cm x 30 cm Digetarkan Tidak Digetarkan
7 hari 28 hari 7 hari 28 hari
K600 390 600 325 500 20 – 50 -
K500 325 500 260 400 20 – 50 -
K400 285 400 240 330 20 – 50 -
K350 250 350 210 290 20 – 50 50 – 100
K300 215 300 180 250 20 – 50 50 – 100
K250 180 250 150 210 20 – 50 50 – 100
K225 150 225 125 190 20 – 50 50 – 100
K175 115 175 95 145 30 – 60 50 – 100
K125 80 125 70 105 20 – 50 50 – 100
Catatan : bila menggunakan concrete pump, slump bisa berkisar antara 75 ± 25mm
f. Pekerjaan dapat pula dihentikan dan atau memerintahkan Kontraktor
mengambil tindakan perbaikan untuk meningkatkan mutu campuran atas dasar
hasil pengujian kuat tekan beton berumur 3 hari. Dalam keadaan demikian,
Kontraktor harus segera menghentikan pengecoran beton yang dipertanyakan
tetapi dapat memilih menunggu sampai hasil pengujian kuat tekan beton berumur
7 hari diperoleh, sebelum menerapkan tindakan perbaikan.
g. Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi ketentuan dapat
mencakup pembongkaran dan penggantian seluruh beton tidak boleh berdasarkan
pada hasil pengujian kuat tekan beton berumur 3 hari saja, perlu analisis teknis.
d. Kekuatan beton
Beton harus mempunyai kekuatan lentur karakteristik sebesar 45 kg/cm2 pada
umur 28 hari bila diuji sesuai dengan ASSHTO T 97.
Bila pengujian dilakukan pada kubus 15 cm, kekuatan tekan karakteristik
harus sebesar 350 kg/cm2 pada umur 28 hari.
Kekuatan beton 7 hari harus sebesar 0,7 x kekuatan lentur karakteristik.
e. Penyesuaian campuran
a. Penyesuaian sifat kelecakan (workability)
Bilamana sulit memperoleh sifat kelecakan beton dengan proporsi
yang semula dirancang, maka Kontraktor akan melakukan perubahan pada
berat agregat sebagaimana diperlukan, asalkan dalam hal apa pun kadar
semen yang semula dirancang tidak berubah, juga rasio air / semen yang
telah ditentukan berdasarkan pengujian kuat tekan yang menghasilkan kuat
tekan yang memenuhi, tidak dinaikkan.
Pengadukan kembali beton yang telah dicampur dengan cara
menambah air atau cara lain tidak diperkenankan. Bahan tambah (aditiv)
untuk meningkatkan sifat kelecakan hanya diijinkan bila secara khusus telah
disetujui.
b. Penyesuaian kekuatan
Bilamana beton tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan atau
disetujui, kadar semen harus ditingkatkan.
c. Penyesuaian untuk bahan-bahan baru
Perubahan sumber bahan atau karakteristik bahan tidak boleh
dilakukan tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu.
f. Penakaran agregat
a. Seluruh komponen beton harus ditakar menurut beratnya. Bila
digunakan semen kemasan dalam zak, kuantitas penakaran harus sedemikian
sehingga kuantitas semen yang digunakan adalah setara dengan satu satuan
atau pembulatan dari jumlah zak semen. Agregat harus diukur beratnya
secara terpisah.Ukuran setiap penakaran tidak boleh melebihi kapasitas alat
pencampur.
b. Sebelum penakaran, agregat harus dibasahi sampai jenuh dan
dipertahankan dalam kondisi lembab, pada kadar yang mendekati keadaan
jenuh-kering permukaan, dengan menyemprot tumpukan agregat dengan air
secara berkala. Pada saat penakaran, agregat harus telah dibasahi paling
sedikit 12 jam sebelumnya untuk menjamin pengaliran yang memadai dari
tumpukan agregat.
g. Pencampuran
a. Beton harus dicampur dalam mesin yang dijalankan secara mekanis
dari jenis dan ukuran yang disetujui sehingga dapat menjamin campuran
yang merata dari seluruh bahan.
b. Pencampur harus dilengkapi dengan tangki air yang memadai dan alat
ukur yang akurat untuk mengukur dan mengendalikan jumlah air yang
digunakan dalam setiap penakaran.
c. Pertama-tama alat pencampur harus diisi dengan agregat dan semen
yang telah ditakar, dan selanjutnya alat pencampur dijalankan sebelum air
ditambahkan.
d. Waktu pencampuran harus diukur pada saat air mulai dimasukkan ke
dalam campuran bahan kering. Seluruh air yang diperlukan harus
dimasukkan sebelum waktu pencampuran berlangsung seperempat bagian.
Waktu pencampuran untuk mesin berkapasitas 3/4
m3 atau kurang haruslah 1,5 menit; untuk mesin yang lebih besar waktu harus
ditingkatkan 15 detik untuk tiap penambahan 0,5 m3.
2.9. SAMBUNGAN DAN TULANGAN
a) Sambungan Memanjang dan Melintang
Sambungan (joint) dipasang pada perkerasan beton semen untuk mengendalikan
penyebaran retakan akibat susut serta untuk menampung lenting pelat beton akibat
perubahan suhu siang dan malam hari dan kelembaban.
Sambungan melintang dapat berupa sambungan susut, sambungan muai dan juga
sambungan pelaksanaan.
Sambungan melintang dipasang tegak lurus sumbu jalan.
a. Semua sambungan memanjang dan melintang harus dibuat sesuai dengan
detail dan letak pada Gambar Rencana.
b. Semua sambungan melintang harus dibuat segaris untuk seluruh lebar
perkerasan. Bidang-bidang permukaan sambungan harus diusahakan tegak lurus
terhadap bidang permukaan perkerasan.
c. Dalam pembuatan sambungan, perhatian khusus perlu diberikan, guna
menghindari ketidakrataan permukaan pada sambungan tersebut. Apabila pada
sambungan diperlukan, maka harus digunakan mistar 3 m (10 ft) untuk menjamin
kerataan pada sambungan tersebut. Pembentukan sambungan yang ditempatkan di
depan perata (screed) dapat dibuat tenggelam (tip), sedangkan apabila
ditempatkan di belakang perata dapat dipasang menonjol pada permukaan.
d. Sambungan dengan lidah-alur, harus dicetak secara teliti dengan bahan
cetakan yang cukup kuat agar didapat bentuk lidah-alur yang sempurna.
Sambungan lidah-alur, dapat juga dibentuk secara sempurna dengan
menggunakan mesin penghampar acuan gelincir.
e. Apabila sambungan melintang dilakukan dengan cara menggergaji, maka
penggergajian sambungan melintang harus diusahakan sebelum retak awal terjadi.
1.Sambungan Memanjang (Longitudinal Joints)
Batang baja ulir (deformed bar), sebagai batang pengikat (tie bars),
dengan panjang, ukuran, dan jarak seperti yang ditentukan harus diletakkan tegak
lurus sambungan memanjang memakai alat mekanik atau dipasang dengan besi
dudukan (chair), untuk mencegah perubahan tempat.
Batang pengikat tersebut tidak boleh di cat atau dilapisi aspal atau material
lain atau dimasukkan tabung, kecuali untuk keperluan pelebaran nantinya.
Bila tertera dalam Gambar Rencana dan bila lajur perkerasan yang berdekatan
dilaksanakan terpisah, acuan baja harus digunakan untuk membentuk keyway
(takikan) sepanjang sambungan memanjang.
Tie bar dapat dibengkokkan dengan sudut tegak lurus acuan dari lajur yang
dilaksanakan dan diluruskan kembali sampai posisi tertentu sebelum beton lajur yang
berdekatan dihamparkan atau sebagai pengganti tie bar yang dibengkokkan dapat
digunakan 2 batang tie bar yang disambung (two-piece connectors).
Sambungan memanjang acuan (longitudinal form joint) terdiri dari takikan /
alur ke bawah memanjang pada permukaan jalan.Sambungan tersebut harus dibentuk
dengan alat mekanis atau dibuat secara manual dengan ukuran dan garis sesuai
Gambar Rencana sewaktu beton masih mudah dibentuk. Alur ini harus diisi dengan
kepingan (filler) material yang telah tercetak sebelumnya (premolded) atau dicor
(poured) dengan material penutup sesuai yang disyaratkan.
Sambungan memanjang tengah (longitudinal centre joint) harus dibuat
sedemikian rupa sehingga ujungnya berhubungan dengan sambungan melintang
(transverse joint), bila ada.
Sambungan memanjang
gergajian (longitudinal sawn joint) harus dibuat dengan pemotong beton dengan
gergaji beton yang disetujui sampai kedalaman, lebar dan garis sesuai Gambar
Rencana. Untuk menjamin pemotongan sesuai dengan garis pada Gambar Rencana,
harus digunakan alat bantu atau garis bantu yang memadai. Sambungan memanjang
ini harus digergaji sebelum berakhimya masa perawatan beton, atau segera
sesudahnya sebelum peralatan atau kendaraan diperbolehkan memasuki perkerasan
beton baru tersebut. Daerah yang akan digergaji harus dibersihkan dan sambungan
harus segera diisi dengan material penutup (sealer) sesuai dengan yang disyaratkan.
Sambungan memanjang tipe sisip permanen (longitudinal permanent insert
type joints) harus dibentuk dengan menempatkan lembaran plastik yang tidak akan
bereaksi secara kimiawi dengan bahan beton. Lebar lembaran ini harus cukup untuk
membentuk bidang yang diperlemah dengan kedalaman sesuai Gambar Rencana.
Sambungan dengan bentuk bidang lemah (weaken plane type joint) tidak perlu
dipotong (digergaji). Ketebalan kepingan tidak boleh kurang dari 0,5 mm dan harus
disisipkan memakai alat mekanis sehingga dijamin tetap berada pada posisi yang
tepat. Ujung atas lembaran ini harus berada di bawah permukaan akhir (finished
surface) perkerasan sesuai yang tertera pada Gambar Rencana.
Kepingan sisipan ini tidak boleh rusak selama pemasangan atau karena
pekerjaan finishing pada beton.Garis sambungan harus sejajar dengan garis sumbu
(centre line) jalan dan jangan terlalu besar perbedaan kerataannya.Alat pemasangan
mekanis harus menggetarkan beton selama kepingan itu disisipkan sedemikian rupa
agar beton yang terganggu kembali rata sepanjang pinggiran kepingan tanpa
menimbulkan segregasi.
2.Sambungan Ekspansi Melintang (Transverse Expansion Joints)
Filler (bahan pengisi) untuk sambungan ekspansi (expansion joint filler) harus
menerus dari acuan ke acuan, dibentuk sesuai dengan tanah dasar,
dan takikan sepanjang acuan. Filler sambungan pracetak (preform joint filler) harus
disediakan dengan panjang yang sama dengan lebar jalan atau sama dengan lebar satu
lajur. Filler yang rusak atau yang sudah diperbaiki tidak boleh digunakan, kecuali bila
disetujui.
Filler sambungan ini harus ditempatkan pada posisi vertikal. Alat bantu atau
pemegang yang disetujui harus digunakan untuk menjaga agar filler tetap pada garis
dan alinyemen yang semestinya selama penghamparan dan finishing beton. Perubahan
posisi akhir sambungan tidak boleh lebih dari 5 mm pada alinyemen horisontalnya
menurut garis lurus.Bila filler dipasang berupa bagian-bagian, maka di antara unit-unit
yang berdekatan tidak boleh ada celah.
Pada sambungan ekspansi itu tidak boleh ada sumbatan atau gumpalan beton.
3. Sambungan Kontraksi Melintang (Transverse Contraction Joints)
Sambungan ini terdiri dari bidang-bidang yang diperlemah dengan membuat
takikan / alur dengan penggergajian permukaan perkerasan, disamping itu bila tertera
pada Gambar Rencana juga harus mencakup pasangan alat transfer beban (load
transfer assembly).
a. Sambungan Kontraksi Kepingan Melintang (Transverse Strip Contraction
Joints)
Sambungan ini harus dibentuk dengan memasang kepingan sebagaimana
tertera pada Gambar Rencana.
b. Takikan / Alur (Formed Grooves)
Takikan ini harus dibuat dengan menekankan alat ke dalam beton yang masih
plastis.Alat tersebut harus tetap di tempat sekurang-kurangnya sampai beton
mencapai pengerasan awal, dan kemudian harus dilepas tanpa merusak beton di
dekatnya, kecuali bila alat itu memang didesain untuk tetap terpasang pada
sambungan.
c. Sambungan Gergajian (Sawn Contraction Joints)
Sambungan ini harus dibuat dengan membuat alur dengan gergaji pada
permukaan perkerasan dengan lebar, kedalaman, jarak dan garis sesuai yang
tercantum pada Gambar Rencana, dengan gergaji beton yang disetujui.Setelah
sambungan digergaji, bekas gergajian dan permukaan beton yang berdekatan harus
dibersihkan.
Penggergajian harus dilakukan secepatnya setelah beton cukup keras agar
penggergajian tidak menimbulkan keretakan, dan jangan lebih dari 18 jam setelah
pemadatan akhir beton. Sambungan harus dibuat / dipotong sebelum terjadi retakan
karena susut. Bila perlu, penggergajian dapat dilakukan pada waktu siang atau
malam hari dalam cuaca apa pun. Penggergajian harus ditangguhkan bila di dekat
tempat sambungan ada retakan. Penggergajian harus dihentikan bila retakan terjadi
di depan gergajian. Bila retakan sulit dicegah ketika dimulai penggergajian, maka
pembuatan sambungan kontraksi harus dibuat dengan takikan / alur sebelum beton
mencapai pengeringan tahap awal sebagaimana dijelaskan di atas.Secara umum,
penggergajian harus dilakukan berurutan.
d. Sambungan Kontraksi Acuan Melintang (Tranverse Formed Contraction
Joints)
Sambungan ini harus sesuai dengan ketentuan untuk sambungan acuan
longitudinal (longitudinal formed joints).
e. Sambungan Konstruksi Melintang (Transverse Construction Joints)
Sambungan ini harus dibuat bila pengecoran beton berhenti lebih dari 30
menit.Sambungan konstruksi melintang tidak boleh dibuat pada jarak kurang dari 3
m dari sambungan ekspansi, sambungan kontraksi, atau bidang yang diperlemah
lainnya.
Bila dalam waktu penghentian itu campuran beton tidak cukup untuk membuat
perkerasan sepanjang minimum 3 m, maka kelebihan beton pada sambungan
sebelumnya harus dipotong dan dibuang sesuai instruksi.
4. Sambungan Pelaksanaan (Construction Joint)
Sambungan pelaksanaan dengan lidah-alur biasanya digunakan pada
sambungan arah memanjang (di antara jalur-jalur penghamparan yang terpisah) dapat
dibentuk dengan cara acuan gelincir atau dengan baja cetakan standar.
Apabila digunakan lapis pondasi bawah dengan stabilisasi, maka sambungan
lidah alur dapat ditiadakan.
Pada sambungan pelaksanaan dengan lidah-alur perlu disediakan tempat untuk
pemasang batang pengikat.Apabila diperlukan atau diijinkan maka batang pengikat
dapat menggunakan batang berulir atau batang pengikat jadi.Apabila digunakan
batang pengikat yang dapat dibengkokkan dan diluruskan kembali, maka batang
tersebut harus mengikuti persyaratan ASTM untuk menjamin bahwa tulangan dapat
dibengkokkan dan diluruskan kembali tanpa mengalami kerusakan / pecah.
Dengan demikian, apabila metoda tersebut disyaratkan, maka harus dilakukan
langkah-langkah pencegahan untuk menjamin hasil yang baik. Salah satu cara untuk
mencegah kerusakan batang pengikat akibat pembengkokan dan pelurusan kembali
adalah sebagai berikut.
2.10. PENGENDALIAN MUTU Dl LAPANGAN
a) Pengujian untuk kelecakan (workability)
Satu atau lebih pengujian "slump", harus dilaksanakan pada setiap takaran beton yang
dihasilkan.
b) Pengujian kuat tekan
Kontraktor harus melaksanakan tidak kurang dari 1 pengujian kuat tekan untuk setiap
60 m3 beton yang dicor.Setiap pengujian harus termasuk 3 contoh yang identik untuk
diuji pada umur 3, 7 dan 28 hari.Tetapi bila jumlah beton yang dicor dalam satu hari
memberikan kurang dari 5 contoh untuk diuji, maka contoh-contoh harus diambil dari
5 takaran yang dipilih secara acak.Contoh pertama dari contoh-contoh ini harus diuji
pada umur 3 hari disusul dua oleh pengujian lebih lanjut pada umur 7 dan 28 hari.
c) Pengujian tambahan
Kontraktor harus melaksanakan pengujian tambahan yang diperlukan untuk
menentukan mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir, pengujian
tambahan tersebut meliputi :
• Pengujian yang tidak merusak menggunakan "sclerometer" atau perangkat
penguji lainnya.
• Pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton.
• Pengujian lainnya sebagaimana ditentukan secara khusus.
2.11. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEKERJAAN PERKERASAN KAKU
Ada beberapa parameter yang harus diperhatikan dalam pekerjaan perkerasan kaku.
Bahan
1. Sumber Bahan
Bahan yang digunakan harus berasal dari sumber yang telah diketahui dan dibuktikan,
baik mutu maupun jumlahnya. Bahan yang digunakan harus mengikuti persyaratan
yang telah ditetapkan.
2. Bahan Tambah
Setiap bahan tambah yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut:
a. ASTM C - 260/AASHTO M154- 79 Spesifikasi bahan tambah "air entraining".
b. ASTM C - 618 Spesifikasi untuk Fly Ash atau Calcined Natural Pozzolan yang
digunakan dalam Beton semen Portland.
c. ASTM D - 98/AASHTO M144 - 78 Spesifikasi untuk Calsium Chloride.
d. ASTM C - 49/AASHTOM194- 82 Spesifikasi untuk bahan tambah kimia.
3. Agregat
a) Persyaratan Muta dan Gradasi Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan
1) Persyaratan Ukuran Agregat Kasar Agregat kasar terdiri dari kerikil atau batu
pecah yang mempunyai ukuran butir 10,20 dan 40 mm dengan perbandingan dan
berat ideal adalah sebagai berikut :
- Fraksi 10 min : Fraksi20 nmm = 1: 2
- Fraksi 10 mm : Fraksi 20 : Fraksi 40 mm = 1 : 1'/2 : 3.
2) Persyaratan Ukuran Maksimuin Agregat
Ukuran maksimum agregat harus lebih kecil atau sama dengan '/3 tebal pelat dan
lebih kecil atau sama dengan 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan.
b) Cara Pengelolaan
Agregat harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat mencegah pemisahan
butir/agregat, penurunan mutu, pengotoran atau pencampuran antar fraksi dan jenis
yang berbeda.
Tiap fraksi agregat, harus disimpan secara terpisah. Apabila diperlukan pengoperasian
peralatan di atas tumpukan, maka seluruh jalan untuk peralatan yang melalui tumpukan harus
ditutup dengan terpal atau papan. Apabila ada bahan yang mengalami pemisahan butir,
penurunan mutu, atau pengotoran, maka sebelum digunakan bahan tersebut harus diperbaiki
dengan cara pencampuran dan pengayakan ulang, pencucian atau cara-cara lainnya. Pada
waktu agregat dimasukkan ke dalam mesin pengaduk, agregat tersebut harus mempunyai
kadar air yang seragam. Pembahasan agregat kering sebelum penimbangan yang kurang teliti
akan mengakibatkan varian kadar air. Bila pembasahan dilakukan secara teliti, maka variasi
kadar air serta penyerapan yang berlebihan akan dapat dikruangi.
4. Semen
Semen yang digunakan harus memenuhi persyaratan SII 0013-18 sebagaimana tercantum
pada Lampiran 11-2. Jenis semen, penggunaan dan komposisi kehalusannya dapat dilihat
pada Lampiran 11-3. Cara penyimpanan semen harus dilakukan sebagaimana tercantum pada
Lampiran 11-4.
5. Bahan Perawat
Bahan perawat harus memenuhi persyaratan di bawah ini:
a) Lembar penutup yang terbuat dari goni, pada wkatu digunakan harus dalam keadaan
baik, tidak berlobang, tidak kotor, tidak berlumpur atau tidak mengandung bahan
lain yang mengganggu daya serap terhadap air. Lembar penutup tersebut juga harus
tidak mengandung bahan-bahan yang dapat mengganggu merusak beton. Lembar
penutup yang tidak segera menyerap air (bisa disemprot atau direndam) atau yang
beratnya kurang dari 240 gram/M2(dalam keadaan bersih dan kering) tidak boleh
digunakan. Lembar penutup yang berbentuk jaringan kasar harus digunakan secara
hati-hati untuk menghindari cacat pada permukaan.
b) Kertas atau lembar yang kedap air harus dapat mencegah penguapan air dalam beton,
sesuai dengan ketentuan ASTM C-171/AASHTO M 171-79.
c) Selaput air (liquid membrance-forcing compounds) harus sesuai dengan persyaratan
ASTM C-309/AASHTO M 171-79.
Jenis 2, berwarna putih, umumnya digunakan untuk perkerasan kaku. Jenis 1, bening
atau tembus cahaya, dan Jenis 3, warna abu-abu muda, juga dapat digunakan.
6. Bahan Pengisi Sambungan Muai (Expansion Joint Filler)
Tergantung pada keperluannya bahan pengisi sambungan muai harus dari jenis yang
a) ditetapkan dan memenuhi salah satu spesifikasi di bawah ini: ASTM
D-1751/AASHTO M 213-81, spesifikasi untuk bahan pengisi sambungan muai yang
siap pakai.
b) ASTM D-1752, spesifikasi untukbahan pengisi sambungan-muai yangberbentuk tirus
dan karet berongga yang siap pakai (Preformed Sponge Rubber and Cork).
c) ASTM D-994/AASHTO M 33-81, spesifikasi untuk bahan pengisi sambungan muai
yang siap pakai (dari jenis aspal).
7. Bahan Penutup Sambungan (Joint Sealers)
Spesifikasi bahan penutup sambungan yang berlaku dewasa ini, di antaranya:
a) ASTM D-1850, spesifikasi untuk bahan penutup sambungan-pelaksanaan dingin
(Cold Application Type).
b) ASTM D-1190/AASHTO M 173-60, spesifikasi untuk bahan pengisi sambungan
pelaksanaan panes (Hot Poured Elastic Type).
c) ASTM D-2628, spesifikasi untuk bahan penutup sambungan Polychloropren
Elastomeric dan ASTM D-2835, spesifikasi untuk pelumasan dalam pemasangan
bahan penutup jadi yang ditekan (Lubricant for Installation of Performed-
Compression Seal in Concrete Pavement).
8. Pita Polyethylene
Pengendalian retak pada sambungan memanjang atau sambungan lainnya dapat 4
dilakukan dengan mernasang pita polyethylene yang mempunyai tebal cukup. Pita
ditanam dengan menggunakan rnesin, lie dalam beton yang masih plastis sampai
kedalaman tertentu (lihat butir 6.7).
9. Kertas Penutup Tanah Dasar dan Pencegah Penguapan (Subgrade Paper and
Vapor Barriers)
Bila diperlukan kertas atau lembar kedap air yang harus dipasang di bawah plat, maka
lembar tersebut harus memenuhi spesifikasi ASHTO M-74 atau ASTM C171.
10. Air
Air yang digunakan untuk campuran atau perawatan harus bersih dan bebas dari
minyak, garam, asam, bahan nabati, lanau, lumpur atau bahan-bahan lain yang dalam
jumlah tertentu dapat membahayakan. Air harus berasal dari sumber yang telah terbukti
baik.
11. Bahan Tambab (Additive) dan Bahan Pencampur (Admixture).
Penggunaan bahan tambah dapat dilakukan, apabila pekerjaan tertentu memerlukan
perubahan sifat beton yang lebih cocok seperti :
a. Kemudahan pengerjaan (workability) yang lebih tinggi, atau
b. Pengikatan beton yang lebih cepat, sehingga penyelesaian akhir (finishing),
pembukaan acuan dan pembukaan jalur lalu lintas dapat dipercepat, atau
c. Pengikatan yang lebih lambat, misal pada pembetonan masal.
Berhubung bahan tambah sangat peka terhadap komponen beton lainnya, maka
sebelum bahan tersebut digunakan harus dilakukan percobaan/pengujian agar dapat
diperoleh proporsi campuran yang tepat.
2.12.TATA CARA PEMELIHARAAN PERKERASAN KAKU (RIGID
PAVEMENT)
Tanpa pemeliharaan dan perbaikan jalan secara memadai, baik rutin maupun berkala,
akan dapat mengakibatkan kerusakan yang besar pada jalan, sehingga jalan akan lebih cepat
kehilangan fungsinya.
Jalan beton semen atau perkerasan kaku terdiri dari slab dan lapis pondasi beton.
Apabila perkerasan kaku dipelihara dengan baik dan tetap dalam kondisi yang baik, maka
jalan beton semen tersebut akan mempunyai umur lebih lama dari pada jalan aspal. Tetapi
sekali jalan beton ini mulai rusak, maka kerusakan itu berlangsung sangat cepat. Oleh karena
itu sangat penting untuk melakukan pemeliharaan yang bersifat pencegahan seperti menutup
sambungan atau retak-retak dan memperbaiki kerusakan-kerusakan, yang timbul, dan
menemukan penyebab-penyebabnya dengan melakukan pemeriksaan (inspeksi) secara rutin.
PEMERIKSAAN RUTIN DALAM PEMELIHARAAN JALAN
Tujuan Pemeriksaan Rutin
Tiga hal yang menjadi tujuan pemeriksaan rutin dalam pemeliharaan jalan, adalah :
1) Menghilangkan penyebab kerusakan perkerasan jalan dan membuat langkah-
langkah pencegahan.
2) Menemukan lokasi kerusakan jalan pada tahap sedini mungkin, untuk dilakukan
penanganan sementara dan merencanakan perbaikan secepat mungkin.
3) Mempertimbangkan pengaruh pelaksanaan perbaikan terhadap lalu-lintas dan
lingkungan di sepanjang jalan.
Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan rutin yang dilakukan secara teratur oleh petugas Penilik Jalan sangat
penting dalam melakukan pemeliharaan jalan secara efektif.
Dalam Pemeriksaan Rutin antara lain juga termasuk :
1) Menemukan kelainan-kelainan dan kerusakan jalan.
2) Mencari hambatan-hambatan atau sesuatu yang dapat menjadi hambatan demi menjaga
kelancaran lalu-lintas.
3) Menerapkan jenis penanganan sementara dalam keadaan darurat.
KERUSAKAN PERKERASAN KAKU DAN PENYEBABNYA
Dalam melakukan pemeliharaan dan perbaikan perkerasan kaku.sangat penting
diketahui penyebab kerusakannya. Jalan beton dapat mengalami kerusakan pada slab, lapis
pondasi dan tanah dasarnya.
Definisi/pengertian kerusakan pada perkerasan kaku :
Kerusakan Disebabkan Oleh Karakteristik Permukaan
1) Retak setempat, yaitu retak yang tidak mencapai bagian bawah dari slab.
2) Patahan (faulting), adalah kerusakan yang disebabkan oleh tidak teraturnya susunan di
sekitar atau di sepanjang lapisan bawah tanah dan patahan pada sambungan slab, atau retak-
retak.
3) Deformasi, yaitu ketidakrataan pada arah memanjang jalan.
PEMERIKSAAN TERHADAP PERMUKAAN JALAN
Untuk mengetahui dengan saksama tentang keadaan permukaan jalan, perlu
ditentukan terlebih dahulu sasaran-sasaran yang akan diteliti, kondisi permukaan pada saat
penelitian dan membuat laporan mengenai tujuan penelitian. Pemeriksaan dapat dilakukan
secara efektif apabila sasaran penelitian sudah ditetapkan sesuai dengan klasifikasi jalan.
Sasaran pemeriksaan ditentukan dengan pertimbangan organisasi Cabang Dinas PU yang
menangani, keadaan daerah
dan kondisi lalulintas.
PENELITIAN PERMUKAAN JALAN
Permukaan jalan harus diteliti untuk mengetahui kondisi, proses serta sebab-sebab terjadinya
kerusakan permukaan jalan.
1) Retak-retak
Penyelidikan terhadap retak-retak mutlak diperlukan untuk mengetahui tingkat
kerusakan jalan dan untuk menetapkan waktu, metode dan ketebalan pelapisan ulang
(overlay) dan/atau untuk menggantikan bagian-bagian yang rusak.
2) Pelepasan Butir (Raveling)
Untuk mengukur Pelepasan Butir digunakan alat "Transverse Profilometer".
3) Kekasaran dan Gelombang Arah Memanjang.
Kekasaran dan gelombang pada arah memanjang jalan diukur dengan alat
"Longitudinal Profilometer.
METODE PERAWATAN
Perawatan digunakan guna memperbaiki kerusakan perkerasan jalan tanpa melakukan
perbaikan besar. Perawatan di klasifikasikan sebagai berikut :
1. Injeksi material penutup (sealant)
Injeksi material penutup ke dalam sambungan dan keretakan-keretakan.
Penggunaan metoda injeksi material penutup ini dilaksanakan pada sambungan dan
retak-retak yang disebabkan oleh lepasnya material penutup atau material tersebut
sudah waktunya diganti.
(1) Apabila pada injeksi material penutup terdapat berlebihan yang mengakibatkan tidak
ratanya permukaan jalan maka material tersebut harus diratakan sedemikian rupa sehingga
tidak terlepas akibat lindasan kendaraan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
pekerjaan :
a. Bersihkan alur sambungan dan buanglah sisa-sisa material penutup dan material yang
lain. Apabila material penutup masih berfungsi dengan baik maka material tersebut
tidak perlu dibuang.
b. Sapu, sikat kawat, pahat, kompresor dan pembersih sambungan dapat dipergunakan
untuk membersihkan sambungan.
c. Sambungan harus dikeringkan sebelum diisi guna menjamin lekatan yang baik dari
material pengisi (sealing material).
(2) Injeksi Retak Proses injeksi ke dalam hampir sama dengan proses merekatkan
sambungan. Apabila penyebab kerusakan diketahui, sangat efektif bila menghilangkan
penyebab kerusakan dalam waktu yang sama, seperti merekatkan sambungan. Retak-retak
yang tidak berkembang yaitu dengan lebar kurang dari 0,5 mm, ditambal dengan
menggunakan latex berkekentalan rendah atau damar epoxy (epoxy resin) dengan kekentalan
rendah. Retak yang berkembang seharusnya ditambal dengan campuran perekat sambungan
sesudah membuat aluran sepanjang retak.
2. Penambalan Dengan Bahan Semen
Bahan semen adalah yang paling sering dipilih untuk perbaikan slab beton karena
campuran ini mudah ditangani dan dapat memenuhi hasil yang diharapkan, akan tetapi
mempunyai kerugian yaitu dalam meruncingkan sulit dan memerlukan waktu untuk
curing.
(1)Material
Dengan mempertimbangkan kondisi lalu-lintas, semen yang paling cocok dipilih dari
mulai semen biasa,semen dengan kekuatan kekuatan awal yang tinggi, semen dengan
kekuatan awal yang super tinggi, semen alumina. Dalam hal dimana lapisan tipis yang akan
diterapkan, mortarlah yang seharusnya digunakan, sedangkan apabila hal ketebalan lapisan
agak besar, digunakan beton dengan ukuran agregat kasar lebih kecil dari sepertiga tebalnya.
Dalam mencampur mortar dan semen, harus diperhatikan agar kadar semen tidak terlalu
berlebihan dari yang diperlukan, akan tetapi keras. Suatu Bahan Tambah dapat digunakan
dalam pencampuran untuk mencegah masuknya udara guna mengurangi air, untuk
mempercepat atau memperlambat pengerasan beton, sesuai keperluan.
(2)Pelaksananan Penambalan
Pelaksanaan penambalan dilaksanakan sebagai berikut:
a) Buang bagian yang rusak dari slab, hancurkan konstruksi sambungan dengan pahat
dan jaga agar keadaannya basah, serta bersihkan bubuk beton. Dalam pelaksanaan
penghancuran, kalau terjadi pemotongan tulangan beton dan tulangan susut harus
dapat tersambung kembali.
b) Tebarkan adukan semen atau mortar selagi permukaan yang ditambal masih dalam
keaddaan jenuh air - keadaan kering.
c) Sebelum adukan semen atau mortar mengeras, bentuk dan tempatkan campuran
mortar yang sudah siap atau adukan, tanpa menambah air lagi.
d) Padatkan dan gelarkan mortar atau adukan serta ratakan dengan alat pengaci. Tinggi
akhir harus lebih tinggi dari yang direncanakan.
e) Sesudah 30 - 60 menit kemudian, padatkan lagi mortar atau adukan beton dan ratakan
sampai pada ketinggian yang diinginkan. Peraturan mengenai leveling senarusnya
digunakan dalam pekerjaan finishing demi menjamin kerataan. Tekstur permukaan
harus dibuat sedemikian rupa sehingga sama dengan tektur permukaan di sekitarnya
f) Perawatan (curing) basah dilaksanakan dengan menggunakan kain basah atau karung
basah . Jangka waktu perawatan tergantung dari jenis semen.
3. Perawatan permukaan jalan.
4. Pelaksanaan konstruksi sebagian.
5. Grouting
6. Lain-lain.
CARA-CARA PERBAIKAN
Pada dasarnya ada dua cara perbaikan yaitu :
1. Cara pelapisan (overlay).
2. Cara dengan penggantian.
Dalam hal diterapkan cara pelapisan, perbaikan yang dilakukan adalah kombinasi dari injeksi
dan pengontrolan retak refleksi sesuai dengan tingkat kerusakan slab. Metoda yang akan
digunakan harus ditentukan setelah dilakukan pemeriksaan secara teliti terhadap kondisi
kerusakannya.
- Metoda Pelapisan
Dalam hal kerusakan berupa retak-retak, kerusakan-kerusakan permukaan atau karena
keausan permukaan atau karena keausan permukaan terlalu banyak (stripping) maka umur
beton dapat diperpanjang dengan melakukan pelapisan, baik dengan campuran aspal
maupun dengan beton.
- Pencegahan Retak Refleksi
Apabila pelapisan tipis, retak refleksi sering kali muncul di permukaan aspal karena
sambungan-sambungan dan retakretak yang ada pada slab. Ada dua cara untuk mencegah
hal ini. Pertama dengan metoda lembaran (sheet methode). Kedua dengan menggunakan
gradasi terbuka sebagai lapis pengikat (binder course). Dengan metoda lembaran, aspal
dipoleskan pada kedua sisi bahan lembaran kain katun atau polypropylene sebagai bahan
pengikat guna meredam pergerakan/pergeseran antara slab beton dengan lapisan. Dalam
melaksanakan metoda ini lembaran harus benar-benar melekat pada permukaan yang
akan dilapis aspal, karena apabila tidak melekat dengan baik akan menyebabkan retak
pada waktu pemadatan lapisan overlay aspal.
SISTEM MANAJEMEN PEMELIHARAAN JALAN SECARA UMUM
Maksud dari sistem manajemen pemeliharaan perkerasan jalan adalah:
1. Untuk melaksanakan pemeliharaan jalan yang ada dengan penggunaan dana yang
terbatas dan seefektif mungkin.
2. Memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jalan, serta biaya perkerasan
yang ekonomis.
3. Data Yang Diperlukan Untuk Suatu Sistem Manajemen Pemeliharaan.
Untuk membuat suatu Sistem Managemen Pemeliharaan, perlu penelitian kondisi
perkerasan dilapangan dan semua datadata ini dimasukkan ke dalam Bank Data. Pada
umumnya informasi yang disimpan dalam Bank Data perkerasan terdiri dari data-data
seperti di bawah ini (kemungkinan data yang disampaikan atau yang diperlukan dari
setiap daerah akan bervariasi).
a. Sifat-sifat dari permukaan perkerasan.
Hal ini meliputi ratio retak, kekasaran memanjang, ketahanan gesek, lendutan, adanya
patahan-patahan, dan catatan mengenai kecelakaan.
b. Data konstruksi perkerasan.
Meliputi tahun konstruksi, metoda konstruksi, tebal perkerasan, material yang
digunakan,
kekuatan tanah dasar dan data lalu-lintas yang kesemuanya itu diperlukan untuk
desain.
c. Data Sejarah.
Hal ini termasuk bulan dan tahun pemeliharaan dan perbaikan, metoda perbaikan,
bahan yang digunakan dan kondisi jalan sebelum diperbaiki.
d. Data-data lain (eksternal).
Meliputi volume lalu-lintas (persentase kendaraan berat, berat kendaraan dan
pertumbuhan), biaya dan keuntungan(cost and benefit) dari pemeliharaan dan biaya
perbaikan, biaya oprasi kendaraan serta.biayamkehilangan waktu.
4. Penyelidikan Perkerasan
Penyelidikan perkerasan diperlukan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi
perkerasan sebagai masukan data bank.
5. Prakiraan Kemampuan Pelayanan Jangka Panjang Perkerasan
Untuk menyusun suatu program pemeliharaan dan perbaikan yang effektif perlu suatu
prakiraan kemampuan pelayanan perkerasan berdasarkan hasil-hasil penyelidikan untuk
memperkirakan waktu untuk melakukan perbaikan. Hasil ini digunakan untuk
menetapkan bagian-bagian yang mana yang mempunyai prioritas tertinggi untuk
perbaikan dengan
memperhatikan kepentingan secara keseluruhan dari setiap rute.
6. Pemilihan Cara Perbaikan
Perhitungan biaya total (life cycle cost) perkerasan diperlukan guna menentukan
metoda perbaikan. Parameter-parameter dalam menentukan biaya total adalah sebagai
berikut
a. Biaya Perencanaan.
b. Biaya Konstruksi.
c. Biaya Pemeliharaan.
d. Biaya Perbaikan, yang relatip berskala besar.
e. Biaya Pemakai Jalan.
Biaya-biaya yang dikeluarkan selama kendaraan bergerak melewati jalan dan kerugian-
kerugian waktu akibat adanya detour. Semakin besar kerusakan semakin tinggi biaya
yang dibutuhkan pemakai jalan.
f. Nilai Sisa
Hal ini menyangkut nilai sisa perkerasan setelah akhir umur rencananya. Nilai ini positip
apabila material perkerasan dapat didaur ulang, dan negatif apabila material tersebut tidak
dapat
digunakan lagi. Umumnya periode analisa untuk perhitungan biaya toal perkerasan jalan
adalah sekitar 20 sampai 40 tahun. Biaya total selama umur rencana ini dihitung berdasarkan
asumsi adanya pemeliharaan dan perbaikan dengan metodametoda tertentu. Modelmodel lain
tersedia untuk memilih suatu methode yang optimal, yang paling mudah di adopsi sebagai
pilihan optimum, yaitu metoda yang membuat biaya terendah malalui periode analisa.
Berbagai model telah tersedia untuk menentukan metoda yang paling optimum. Tetapi masih
perlu disusun petunjuk, standar, manual untuk melaksanakan Sistem Manajemen
Pemeliharaan Jalan sesuai dengan kondisi daerah.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jadi perkerasan kaku adalah suatu metode perencanaan perkerasan jalan yang
terdiri atas campuran agregat kasar dan halus yang dicampur dengan semen baik
dengan tulangan atau tanpa tulangan. Metode perkerasan kaku ini digunakan pada
jalan yang tanah dasarnya tidak bisa memenuhi daya dukung yang diinginkan, antara
lain jenis tanah dasarnya merupakan tanah lempung yang memiliki kembang susut
yang tinggi. Selain itu juga perkerasan ini digunakan pada jalan yang memiliki
kondisi lalu lintas yang cukup padat dan memiliki distribusi beban yang besar.
Perkerasan kaku juga tidak memerlukan perawatan berkala seperti halnya dengan
perkerasan lentur.
DAFTAR PUSTAKA
Manu, Agus Iqbal. 1995. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement). Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta.
www.tekniksipil.com
www.ilmutekniksipil.com