paper penawaran dan permintaan kelapa sawit fix
DESCRIPTION
penawaran dan permintaanTRANSCRIPT
ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN KELAPA SAWIT
Disusun Oleh:
Witia Nuraini Devasari
H0813174
Agribisnis 4A
Dosen Pengampu :
Setyowati, SP, MP
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2014/2015
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi yang diharapkan mampu
memberikan kontribusinya dalam perekonomian yang berasal dari sub-sektor
perkebunan. Kelapa sawit merupakan komoditi penting dalam mendorong
perekonomian Indonesia dan Sumatera Utara, sebagai penghasil devisa negara
kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang memberikan sumbangan yang
sangat berarti dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kelapa sawit sebagai
tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona
tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi
Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak
nabati dunia telah mendorong Pemerintah Indonesia untuk memacu
pengembangan ekspor minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit mempunyai
peran yang cukup strategis dalam perekonomian Indonesia. Minyak kelapa sawit
merupakan bahan baku utama minyak goreng, pasokan yang kontinyu ikut
menjaga kestabilan harga minyak goreng. Kestabiian harga minyak goreng
penting sebab minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan pokok
kebutuhan masyarakat sehingga harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Kelapa sawit juga merupakan komoditi pertanian andalan.
Pada tahun 1996, Pemerintahan Orde Baru merencanakan untuk
mengalahkan Malaysia sebagai eksportir minyak sawit terbesar di dunia dengan
cara menambah luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia dua kali lipat,
yaitu menjadi 5,5 juta hektar pada tahun 2000. Separuh dari luas perkebunan
kelapa sawit ini dialokasikan untuk perusahaan perkebunan swasta asing.
Pengembangan perkebunan kelapa sawit kebanyakan dibangun di Kalimantan,
Sumatera, Sulawesi dan Irian Jaya. Pertambahan luas areal perkebunan kelapa
sawit ini, pada awalnya (sebelum krisis ekonomi) diharapkan produksi minyak
sawit Indonesia meningkat menjadi 7.2 juta ton pada tahun 2000 dan 10.6 juta ton
pada tahun 2005. Komoditi kelapa sawit dengan produk primer Minyak Sawit
Kasar (Crude Palem Oil/CPO) dan Minyak Inti Sawit (Kernel Palm Oil/KPO)
berperan signifikan terhadap perekonomian nasional, kontribusi perolehan Produk
Domestik Bruto (PDRB) mencapai sekitar 20 triliun rupiah setiap tahun dan
cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu komoditi kelapa sawit
menyumbang lapangan kerja yang tidak sedikit, serta berperan penting dalam
mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah
pengembangan.
Saat ini total kebutuhan dunia disuplai oleh Indonesia sekitar 5 juta ton per
tahun. Pada tahun 1968 luas kebun kelapa sawit semakin bertambah besar.
Sampai dengan akhir tahun 1968 luas areal kelapa sawit mencapai 119.600
hektar. Pada tahun 1978 luas berkembang menjadi 250.116 hektar. Kemudian,
sejak tahun 1979 hingga tahun 1997 laju pertambahan areal kelapa sawit
mencapai rata-rata 150,000 hektar per tahun. Saat ini, total luas areal sawit di
Indonesia telah jauh berkembang hingga lebih dari tiga juta hektar. Hal itu, tentu
saja mempengaruhi tingkat produksi yang terus berkembang. Periode tahun 1979
hingga tahun 1991 laju produksi rata-rata per tahun mencapai sekitar 230.000 ton.
Sementara itu, laju pertumbuhan periode tahun 1992 hingga 1997 meningkat
hingga 420.000 ton per tahun. Pada masa itu produksi sawit Indonesia mencapai
lebih dari 5 juta ton per tahun.
2. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami materi permintaan dan penawaran.
2. Untuk mengetahui mekanisme permintaan dan penawaran komoditas kelapa
sawit.
3. Untuk mengetahui analisis permintaan dan penawaran komoditas kelapa sawit
di Indonesia.
4. Sebagai tugas pada mata kuliah Tata Niaga Pertanian di semester empat.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Penawaran (Supply)
Penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada
suatu pasar tertentu, pada periode tertentu, dan pada tingkat harga tertentu. (Ari ,
2000).
Hukum Penawaran
Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa : “Semakin tinggi
harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh
para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang, semakin sedikit
jumlah barang tersebut yang ditawarkan.” (Ari, 2000).
Teori Penawaran
Yaitu teori yang menerangkan sifat penjual dalam menawarkan barang
yang akan dijual. Gerakan sepanjang dan pergeseran kurva penawaran. Perubahan
dalam jumlah yang ditawarkan dapat berlaku sebagai akibat dari pergeseran kurva
penawaran (Ari, 2000).
Kurva Penawaran
Kurva penawaran dapat didefinisikan sebagai :
“Yaitu suatu kurva yang menunjukkan hubungan diantara harga suatu barang
tertentu dengan jumlah barang tersebut yang ditawarkan”.
Kalau penawaran bertambah diakibatkan oleh faktor-faktor di luar harga,
maka supply bergeser ke kiri atas.
Kalau berkurang kurva supply bergeser ke kiri atas
Terbentuknya harga pasar ditentukan oleh mekanisme pasar. (Ari,2000).
Contoh :
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran diantaranya: Harga barang
tersebut, Harga barang lain, Harga Input, Teknologi , Tujuan Produsen, Dan
lain-lain
Ada beberaapa faktor yang menyebabkan penawaran terhadap barang
pertanian bersifat tidak elastis:
Barang-barang pertanian dihasilkan secara bermusim. Kita lihat saja sebagai
contoh masa menanam padi. Ia selalu dilakukan dalambulan-bulan tertentu
dan dari tahun ke tahun kebiasaan ini tidak akan berubah walaupun terjadi
perubahan harga yang cukup besar.
Kapasitas memproduksi sector pertanian cenderung untuk mencapai tingkat
yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan. Petani
cenderung untuk secara maksimal menggunakan tanah yang dimilikinya. Pada
waktu harga turun mereka akan bekerja giat dan berusaha mencapai produksi
yang tinggi agar pendapatan mereka tidak dapat menaikan produksi karena
kapasitas produksi mereka (dalam jangka pendek) telah mencapai tingkat
maksimal.
Beberapa jenis tanaman memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum hasilnya
dapat diperoleh. Tanaman seperti ini antara lain adalah tanaman buah-buahan
dan bahan-bahan mentah pertanian seperti minyak kelapa sawit dan karet.
Penawaran barang pertanian yang sukar berubah tersebut, yang diikuti pula
oleh ketidakelasitan permintaannya, dapat menyebabkan perubahan harga
yang sangat besar apabila berlaku perubahan permintaan. Hal ini dapat dengan
jelas ditunjukan secara grafik, yaitu yang seperti digambarkan dalam gambar
OP.
(Mielke, 2010)
(Mielke, 2010)
Di dalam gambar tersebut dibandingkan akibat perubahan permintaan
terhadap harga barang pertanian dan barang-barang industri. Gambar OP (i)
menunjukan keadaan permintaan dan penawaran barang pertanian, dan gambar
OP (ii) menunjukan permintaan dan penawaran barang industri.Misalkan, pada
mulanya permintaan dan penawaran terhadap barang pertanian berturut-turut
ditunjukan oleh kurva Dp dan Sp. Sesuai dengan sifat permintaan dan penawaran
barang pertanian, yaitu keduanya bersifat tidak elastis, kurva Dp dan Sp adalah
tidak elastis. Keseimbangan adalah di Ep dan berarti harga adalah P dan jumlah
barang yang diperjualbelikan adalah Q. Selanjutnya dimisalkan, oleh karena
beberapa faktor tertentu, perekonomian mengalami resesi kemunduran ekonomi
ini menyebabkan permintaan keatas barang pertanian pindah dari menjadi dp..
Karena penawaran tidak mengalami perubahan maka keseimbangan yang bari
dicapai di titik ep.. Dengan demikian harga barang pertanian telah merosot
menjadi P1 dan jumlah barang yang diperjualbelikan turun menjadi Q1.
Seterusnya perhatikanlah keadaan permintaan dan penawaran terhadap
barang industri. Pada mulanya dimisalkan, permintaan dan penawarannya
berturut-turut adalah Di dan Si. Berdasarkan pemisalan ini pada mulanya
keseimbangan dicapai di titik Ei. Sesuai dengan sifat permintaan dan penawaran
barang industri maka kedua kurva tersebut adalah relatif lebih elastis. Apabila
berlaku kemerosotan ekonomi, perubahan permintaan ke atas barang industri
telah memindahkan kurva dari Di menjadi di . Maka keseimbangan yang baru
adalah adalah pada ei , yang berarti harga telah turun ke Pi dan jumlah barang
yang diperjualbelikan berkurang menjadi Qi.
Jelas kelihatan bahwa PP1 dalam grafik (i) adalah jauh lebih besar daripada
PPi dalam grafik (ii) (walaupun digambarkan bahwa perubahan permintaan
terhadap barang industri adalah kira-kira sama besar dengan perubahan terhadap
barang pertanian). Ini membuktikan bahwa perubahan permintaan menimbulkan
perubahan harga yang lebih besar terhadap harga barang pertanian daripada
terhadap harga barang industri.
Untuk melihat bagaimana elastisitas permintaan dapat mempengaruhi
insiden pajak akan dimisalkan bahwa penawaran adalah sama sifatnya pada kedua
keadaan yang dibandingkan. Dengan pemisalan ini selanjutnya akan
dibandingkan keadaan di mana permintaan adalah elastis dengan permintaan
adalah tidak elastis. Keadaan seperti itu ditunjukan dalam Gambar XX, yaitu
bagian (i) menggambarkan insiden pajak apabila permintaan elastis di bagian (ii)
menggambarkan keadaan apabila permintaan tidak elastis. Coba perhatikan
keadaan itu secara satu demi satu. (Pahan,2007).
2. Permintaan (Demand)
Permintan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar
tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam
periode tertentu.
Hukum Permintaan (the low of demand)
Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang
menyatakan: “Hubungan antara barang yang diminta dengan harga barang
tersebut dimana hubungan berbanding terbalik yaitu ketika harga meningkat atau
naik maka jumlah barang yang diminta akan menurun dan sebaliknya apabila
harga turun jumlah barang meningkat. (Sukirno,2002)
Kurva Permintaan
Kurva Permintaan dapat didefinisikan sebagai :“Suatu kurva yang
menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah
barang tersebut yang diminta para pembeli.” Kurva permintaan berbagai jenis
barang pada umumnya menurun dari kiri ke kanan bawah. Kurva yang demikian
disebabkan oleh sifat hubungan antara harga dan jumlah yang diminta yang
mempunyai sifat hubungan terbalik. (Sukirno,2002)
Teori Permintaan
Dapat dinyatakan :“Perbandingan lurus antara permintaan terhadap harganya
yaitu apabila permintaan naik, maka harga relatif akan naik, sebaliknya bila
permintaan turun, maka harga relatif akan turun.” Gerakan sepanjang “dan
perubahan kurva permintaan. (Sukirno,2002)
Gerakan sepanjang kurva permintaan
Perubahan sepanjang kurva permintaan berlaku apabila harga barang yang
diminta menjadi makin tinggi atau makin menurun. Pergeseran kurva permintaan
Kurva permintaan akan bergerak kekanan atau kekiri apabila terdapat perubahan
– perubahan terhadap permintaan yang ditimbulkan oleh faktorfaktor bukan
harga, sekiranya harga baranglain, pendapatan para pembeli dan berbagai faktor
bukan harga lainnya mengalami perubahan, maka perubahan itu akan
menyebabkan kurva permintaan akan pindah ke kanan atau ke kiri.
(Sukirno,2002)
Contoh:
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan diantaranya: Harga barang
tersebut, Harga barang lain, Pendapatan, Populasi ,Selera, Dan lain-lain
Untuk melihat bagaimana elastisitas permintaan dapat mempengaruhi
insiden pajak akan dimisalkan bahwa penawaran adalah sama sifatnya pada kedua
keadaan yang dibandingkan. Dengan pemisalan ini selanjutnya akan
dibandingkan keadaan di mana permintaan adalah elastis dengan permintaan
adalah tidak elastis. Keadaan seperti itu ditunjukan dalam Gambar XX, yaitu
bagian (i) menggambarkan insiden pajak apabila permintaan elastis di bagian (ii)
menggambarkan keadaan apabila permintaan tidak elastis. Coba perhatikan
keadaan itu secara satu demi satu. (Pahan,2007).
(Pahan,2007)
Kasus Permintaan Elastis
Dalam Gambar XX (i) dimisalkan sebelum adanya pajak penjualan, kurva
permintaan dan penawaran berturut-turut adalah DD dan SS. Maka keseimbangan
adalah pada titik E dan keseimbangan ini menunjukan bahwa harga adalah P dan
jumlah barang yang diperjualbelikan adalah Q. Kemudian misalkan pemerintah
mengenakan pajak penjualan sebanyak T. Akibatnya pajak penjualan ini kurva
penawaran akan berubah dai SS menjadi SiSi yang selanjutnya mengakibatkan
perubahan keseimbangan dari E kepada E1. Dapat dilihat bahwa harga naik
menjadi P1 dan jumlah barang yang diperjualbelikan hanya mencapai jumalh Q1.
Kalau dibandingkan harga sebelum adanya pajak penjualan dan harga
sesudah pajak tersebut dikenakan, uraian di atas menunjukan bahwa harga naik
sebanyak PP1 dan selebihnya yaitu (T-PP1)=PA ditanggung oleh penjual.
(Pahan,2007)
Kasus Permitaan Tidak Elastis
Dalam Gambar XX (ii) dimisalkan sebelum pemerintahan memungit pajak
penjualan, permintaan dan penawaran adalah DD dan SS. Kurva penawaran SS
Gambar XX (ii) adalah sama dengan kurva penawaran Gambar XX (i). Akan
tetapi kurva permintaan D1D1 lebih tidak elastis darpada kurva permintaan DD.
Berdasarkan pemisalan yang dibuat keseimbangan pemulaan adalah pada titik E,
yaitu pada harga P dan jumlah barang yang diperjualbelikan adalah Q. Seperti
dakan Gambar XX (i), dimisalkan pemerintah mengenakan pajak penjualan
sebesar T dan akibatnya kurva penawaran begeser dari SS menjadi S1S1 serta
keseimbangan dari menjadi E1.
Keadaan keseimbangan yang baru menunjukan harga telah naik menjadi P1
dan jumlah barang yang dipejualbelikan turun menjadi Q1. Gambar XX (ii)
menunjukan oajak penjualan dibayar konsumen adalah PP1 dan produsen
membayar sebanyak PA. Dalam grafik jelas terlibat P1P > PA, yang berarti beban
pajak yang ditanggung konsumen adalah lebih besar dari yang ditanggung
produsen. Dengan demikian minyak sawit adalah produk inelastis, hal ini dapat
dijelaskan karena minyak sawit selama ini merupakan barang komoditas yang
sebagian besar diolah lebih lanjut sebagai bahan pangan.
Secara teoritis pengaruh peningkatan pajak ekspor terhadap minyak goreng
sawit domestik disajikan pada Gambar ini
(Gustone,2009)
Pengenaan pajak ekspor CPO akan menggeser kurva penawaran ekspor dari
Se1 menjadi Se. Harga ekspor akan naik, sedangkan harga di pasar domestik akan
turun (Gambar 1a). Volume CPO dalam negeri akan meningkat dari dari OQ2
menjadi OQ (Gambar 1b dan c), volume ekspor CPO Indonesia menurun dari AB
menjadi CD (Gambar 1b). Dengan meningkatnya ketersediaan CPO sebagai
input bagi industri minyak goreng maka penawaran minyak goreng sawit
domestik meningkat dari QCPOt MG ke QMGt (Gambar 1d) Pergeseran kurva
penawaran minyak goreng tersebut akan mengakibatkan harga minyak goreng
turun (Gambar 1e). Jika pajak ekspor CPO naik, maka harga ekspor akan naik
dan volume ekspor CPO akan turun, dan harga CPO domestik akan turun dan
jumlah permintaan CPO akan meningkat. Peningkatan CPO berpengaruh positif
terhadap penawaran minyak goreng dan menurunkan harga minyak goreng.
(Gustone,2009)
Grafik di atas menggambarkan kondisi demand dan supply pasar minyak
goreng domestik. Karena minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok bagi
masyarakat, maka kurva demand-nya inelastis. Sementara itu, karena minyak
goreng berasal dari kelapa sawit, yang mana membutuhkan waktu untuk panen,
maka dalam jangka pendek, kurva supply juga inelastis. Sebelum ada pajak,
keseimbangan pada pasar minyak goreng akan terjadi pada titik E. Lalu, ketika
pemerintah menetapkan pajak sebesar T pada produsen, kurva supply akan
bergeser dari S1 menjadi S2. Akibat pergeseran kurva supply, tercipta
keseimbangan baru di E’, dengan tingkat harga yang lebih tinggi dan jumlah
barang yang lebih rendah.
PEMBAHASAN
ANALISA PENAWARAN
Penawaran Minyak Sawit
Pasar minyak sawit dunia hingga pada tahun 2005 mencapai total produksi
lebih dari 33 juta ton, lebih dari 85% diantaranya diproduksi oleh Malaysia dan
Indonesia. Pertumbuhan produksi minyak sawit oleh Malaysia dan Indonesia terus
tumbuh secara signifikan dalam sepuluh tahun terakhir sejalan dengan ekspansi lahan
perkebunan kelapa sawit yang meningkat dengan tingkat pertumbuhan di atas 7% per
tahun (BPS. 2005).
Dari tabel produksi minyak sawit dunia selama kurun waktu 1995-2005 dapat
diketahui bahwa empat besar produsen di tahun 2005 adalah Malaysia, Indonesia,
Nigeria dan Thailand. Namun demikian, Thailand baru masuk ke dalam jajaran 4
besar sejak tahun 1998 setelah sebelumnya berada di bawah Kolombia.
Gambar 1. Produksi Minyak Sawit Dunia 2005
Empat produsen utama minyak sawit dunia pada tahun 2005 adalah Malaysia,
Indonesia, Nigeria dan Thailand. Masing-masing dengan jumlah produksi minyak
sawit sebesar 14,96 juta ton, 13,60 juta ton, 0,8 juta ton dan 0,685 juta ton. Total
produksi minyak sawit dari keempat produsen tersebut adalah sejumlah 30,05 juta
ton, sedangkan total produksi minyak sawit dunia pada tahun 2005 adalah sebesar
33,33 juta ton.
Gambar 2. Produksi Minyak Sawit oleh Empat Produsen Terbesar (000, Ton)
Berdasarkan data produksi dari seluruh produsen minyak sawit dunia tahun
2005 dapat dihitung konsentrasi industri dalam formulasi Four Firm Concentration
Ratio (C4) yang mengacu kepada empat produsen terbesar dan Herfindahl-Hirschman
Index (HHI) yang dihitung dari seluruh produsen.
Four Firm Concentration Ratio (C4)
Pangsa pasar dari keempat produsen utama minyak sawit dunia dapat
dihitung: Four firm concentration ratio (C4) = 30.05/33.33 = 0.90. Dengan demikian
pasar minyak sawit merupakan pasar oligopoly.
Herfindahl-Hirschman Index (HHI)
Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dapat dihitung dengan formulasi sebagai
berikut: HHI = [ 10000 * Sigma-w]
Dengan menggunakan data produksi minyak sawit dunia tahun 2005, maka diperoleh
hasil HHI = 3708. Dengan demikian dapat disimpulkan industri minyak sawit adalah
concentrated.
Aliansi Strategis Produsen Minyak Sawit Malaysia dan Indonesia
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, penawaran minyak sawit dunia
85% diantaranya diproduksi oleh Malaysia dan Indonesia. Penguasaan pasar yang
signifikan ini telah menyebabkan strategi kolusi secara indikatif telah dilakukan oleh
Malaysia dan Indonesia. Hal ini perlu dilakukan dalam upaya untuk mengamankan
pasar industri yang bagi kedua negara tersebut sangat strategis.
Untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antara Malaysia dan Indonesia,
pemerintah kedua negara telah sepakat melakukan kerjasama strategis. Bentuknya
melakukan ekspansi dalam produksi dan pamasaran hasil produksi perkebunan kelapa
sawit di kedua negara. Kesepakatan itu dihasilkan dari pertemuan Wakil Presiden
Indonesia Jusuf Kalla dengan Wakil Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Mohammad
Najib bin Tuan Abdul Razak di Kuala Lumpur, Malaysia, pada tanggal 29 Maret
2006 .
Model Penawaran Minyak Sawit Malaysia dan Indonesia
Penawaran minyak sawit dunia oleh Malaysia dan Indonesia dimodelkan sebagai:
QS = a + CPS(t-1) + CPP(t-1) + SOP(t-1)
Dimana:
QS = jumlah produksi minyak sawit (CPO) pada tahun t dalam Juta Ton
CPS(t-1) = jumlah produksi minyak sawit (CPO) pada tahun (t-1)
CPP(t-1) = harga minyak sawit pada tahun (t-1)
SOP(t-1) = harga minyak kedelai pada tahun (t-1)
Hasil analisa produksi minyak sawit selama periode tahun 1995-2005 yang dihasilkan
oleh Malaysia dan Indonesia terlihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Regresi Penawaran Minyak Sawit Malaysia dan Indonesia 1995-2005
Dari hasil regresi penawaran minyak sawit oleh Malaysia dan Indonesia dapat
diambil kesimpulan:
1. Untuk total Malaysia dan Indonesia, hanya variabel jumlah produksi minyak sawit
tahun sebelumnya yang terbukti secara statistik berpengaruh terhadap produksi
minyak sawit.
2. Untuk Malaysia, ketiga variabel dipilih tidak secara nyata memberikan pengaruh
kepada model yang dibentuk.
3. Untuk Indonesia, harga minyak sawit tahun sebelumnya terbukti signifikan
berpengaruh terhadap produksi minyak sawit.
ANALISA PERMINTAAN
Permintaan Komoditas Minyak Sawit oleh China dan India
Konsumsi minyak sawit sebagai bahan pangan tentunya berbanding lurus
dengan jumlah penduduk suatu wilayah. Total jumlah penduduk China dan India
mencapai sekitar 2,38 milyar orang di tahun 2005. Oleh karena itu, sangat relevan
jika pasar minyak sawit China dan India diteliti guna memahami perilaku permintaan
minyak sawit di kedua negara tersebut.
Tabel 2. Permintaan Minyak Sawit oleh China dan India, 1995-2005 (000 Ton).
Model Permintaan Minyak Sawit China dan India
Permintaan minyak sawit oleh China dan India dimodelkan sebagai:
QD = a + b.CPP + c.SOP + d.PUP + e. GDP
Dimana:
QD = jumlah minyak sawit (CPO) yang diimpor
CPP = harga minyak sawit, CIF Rotterdam dalam US$ per Ton
SOP = harga minyak kedelai, CIF Rotterdam, dalam US$ per Ton
POP = jumlah penduduk dalam Juta
GDP = GDP per capita, dalam US$
Hasil analisa dengan mengamati data permintaan minyak sawit oleh China dan India
selama periode tahun 1995 – 2005 dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang
mempengaruhinya, terlihat dalam Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Regresi Permintaan Minyak Sawit oleh China dan India 1995-2005
Dari Tabel 3 di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Fungsi permintaan minyak sawit untuk China dapat dituliskan sebagai:
Q = 29,793.97 – 2.48*CPP + 4.37* SOP – 27.06*POP + 5.05*GDP
Namun demikian, karena variabel CPP tidak signifikan, fungsi permintaan dapat
diteliti lebih lanjut dengan mengeluarkan variabel CPP.
2. Fungsi permintaan minyak sawit untuk India dapat dituliskan sebagai:
Q = – 32,649.00 – 7.46*CPP + 3.98* SOP + 45.81*POP – 18.19*GDP
Dari tabel dapat dilihat bahwa variabel GDP tidak signifikan. Fungsi yang lebih
tepat untuk India dapat diteliti lebih lanjut dengan mengeluarkan variabel GDP
dari fungsi regresi.
3. Fungsi permintaan minyak sawit untuk China dan India secara bersama-sama dapat
dituliskan sebagai:
Q = – 34,651.50 – 11.46*CPP + 10.89* SOP + 17.58*POP – 0.22*GDP
Permintaan minyak sawit oleh China dan India secara bersama-sama dipengaruhi
oleh Harga Minyak Sawit, Harga Minyak Kedelai dan Jumlah Penduduk.
Sedangkan untuk variabel GDP per capita, tidak terbukti secara statistik
berpengaruh.
Elastisitas Permintaan
Dengan diketahuinya fungsi permintaan minyak sawit, maka elastisitas
permintaan dapat dihitung untuk tahun 2005 sebagai berikut:
China, Ep_C = (dQ/dCPP)*(CPP/Q) = -2.48*(433.76/4,350) = -0.247
India, Ep_I = (dQ/dCPP)*(CPP/Q) = -7.46*(433.76/3,326) = -0.972
China+India, Ep_CI = (dQ/dCPP)*(CPP/Q) = -11.46*(433.76/7,676) = -0.647
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa minyak sawit adalah produk inelastis, hal
ini dapat dijelaskan karena minyak sawit selama ini merupakan barang komoditas
yang sebagian besar diolah lebih lanjut sebagai bahan pangan.
\
PENUTUP
Kesimpulan
Permintan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar
tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam
periode tertentu.
Penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada suatu
pasar tertentu, pada periode tertentu, dan pada tingkat harga tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan diantaranya:
1. Harga barang tersebut
2. Harga barang lain
3. Pendapatan
4. Populasi
5. Selera
6. Dan lain-lain
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran diantaranya:
1. Harga barang tersebut
2. Harga barang lain
3. Harga Input
4. Teknologi
5. Tujuan Produsen
6. Dan lain-lain
Dapat disimpulkan bahwa dengan demikian minyak sawit adalah produk inelastis,
hal ini dapat dijelaskan karena minyak sawit selama ini merupakan barang
komoditas yang sebagian besar diolah lebih lanjut sebagai bahan pangan.
Kajian ini telah memperlihatkan mekanisme ekonomi dari pasar minyak sawit,
yaitu dari sisi penawaran oleh dua produsen utama minyak sawit dunia, Malaysia
dan Indonesia, dan dari sisi permintaan oleh pasar China dan India. Pemahaman
mengenai mekanisme ekonomi ini seyogyanya dapat dijadikan acuan untuk
pengkajian lebih lanjut yang terkait dengan strategi pengembangan industri kelapa
sawit Indonesia, baik dari sisi geo-strategis maupun sisi aliansi strategis.
Pada saat ini, masa depan pengembangan industri minyak sawit mengarah pada
konversi minyak sawit sebagai bahan bakar. Hal ini telah menyebabkan peta
industri minyak sawit bergeser dari industri minyak makan menjadi industri
energi. Oleh karenanya strategi pengembangan industri dan mekanisme ekonomi
minyak sawit harus dilihat kembali dengan memasukkan faktor bahan bakar fosil
sebagai salah satu variabel penentu dalam kajian ekonomi minyak sawit.
DAFTAR PUSTAKA
Ari. 2000. Pengantar Ekonomi Pertanian. BPFE. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2004. BPS. Jakarta.
Gunstone. 2009. Commodity Oils and Fats Palm Oil. The Lipid Library. USA
Mielke. 2010. World Supply,Demand for Palm and Laurics Oils. USA
Pahan. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Depok
Sukirno. 2002. Pengantar Ekonomi pertanian. Grafindo Persada. Jakarta