orasi pengukuhan profesor...

69

Upload: others

Post on 10-Feb-2020

34 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

i

ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET BIDANG KESEHATAN LINGKUNGAN

REKAYASA SOSIAL DAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

UNTUK PENYELESAIAN MASALAH SANITASI

OLEH:

DEDE ANWAR MUSADAD

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA, 13 JUNI 2019

ii

iii

©2019 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Katalog Dalam Terbitan (KDT) Rekayasa Sosial dan Teknologi Tepat Guna untuk Penyelesaian Masalah Sanitasi/ Dede Anwar Musadad. Jakarta – Lembaga Penerbit Badan Litbangkes, 2019. x, 57p.; 14,87 x 21 cm ISBN 978-602-373-123-7 1. Kesehatan lingkungan 2. Sanitasi 3. Rekayasa sosial 4. Teknologi tepat guna Copy editor : Emiliana Tjitra Proof reader : Niniek Lely Pratiwi Penata Isi : Bagus Mardhianto Desainer Sampul : Ahdiyat Firmana Diterbitkan oleh: Lembaga Penerbit Badan Litbangkes Jl. Percetakan Negara No.23 Jakarta 10560 Telp. (021) 4261088, ext: 222, 223 Fax. (021) 4243933 E-mail: [email protected]

iv

v

BIODATA RINGKAS

Dede Anwar Musadad, lahir di Tasikmalaya, tanggal 15 September 1957, anak ke 5 dari 8 bersaudara dari Bapak H. Surdjo (alm.) dan Ibu Hj. Masriah (almh.). Menikah dengan Ema Rohaema dan dikaruniai 3 (tiga) anak yaitu Rindu Rachmiaty Anwar, Rizki Fadhilla Anwar, dan Nabila Anwar. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 54/M Tahun 2017 yang bersangkutan diangkat sebagai Peneliti Ahli Utama terhitung mulai tanggal 14 September 2017.

Menamatkan Sekolah Dasar Negeri tahun 1970, Sekolah Menengah Pertama Negeri IV tahun 1973 dan Sekolah Menengah Atas Negeri II tahun 1976. Semua diselesaikan di kota kelahirannya Tasikmalaya. Memperoleh gelar B.Sc dari Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi Jakarta tahun 1980, Sarjana Kesehatan Masyarakat tahun 1988, Magister Kesehatan Masyarakat tahun 1996, dan Doktor Epidemiologi pada tahun 2013, seluruhnya di Universitas Indonesia.

Mengikuti beberapa pelatihan terkait bidang kompetensi, antara lain Pelatihan Pembuatan Konstruksi dan Desain Sarana Penyediaan Air Bersih Perdesaan, Dasar-dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Medical Antrophology, Penanganan Senjata Bahan Kimia, dan Kebijakan Desentralisasi Bidang Kesehatan.

Pernah menduduki jabatan struktural sebagai Kepala Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat tahun 2011 sampai dengan 2016 dan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan

vi

Humaniora dan Manajemen Kesehatan Badan Litbangkes tahun 2016 sampai dengan 2017.

Jabatan fungsional peneliti diawali sebagai Asisten Peneliti Muda tahun 1990; Ajun Peneliti Madya tahun 1993; Peneliti Muda tahun 1998; Peneliti Madya tahun 2005, dan Peneliti Ahli Utama bidang kepakaran Kesehatan Lingkungan pada tahun 2017.

Menghasilkan 70 karya tulis ilmiah (KTI), baik yang ditulis sendiri maupun bersama penulis lain dalam bentuk buku, bagian dari buku, jurnal, dan prosiding. Enam KTI ditulis dalam Bahasa Inggris.

Ikut serta dalam pembinaan kader ilmiah, antara lain sebagai Ketua Panitia Pembina Ilmiah, Anggota Komisi Ilmiah, Koordinator Riset Iptekkes, Anggota Komisi Etik, Anggota Tim Koordinasi Penilai Ijin Peneliti Asing Kemenristekdikti, Anggota Redaksi Jurnal Ekologi Kesehatan, Anggota Redaksi Buletin Penelitian Pelayanan Kesehatan, serta Ketua Dewan Pengawas BLU Poltekkes Kemenkes Surakarta. Sebagai insan ilmiah, juga membimbing mahasiswa S2 dan S3 di Universitas Indonesia.

Aktif dalam beberapa organisasi profesi, seperti Himpunan Peneliti Indonesia, Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia, Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, dan Asosiasi Kesehatan Haji Indonesia.

Dalam perjalanan kariernya, pernah mendapatkan penghargaan Satyalancana Karya Satya 20 tahun dan 30 tahun dari Presiden Republik Indonesia.

vii

DAFTAR ISI

BIODATA RINGKAS ........................................................ v DAFTAR ISI ...................................................................... . vii PRAKATA PENGUKUHAN ............................................ ix I. PENDAHULUAN ...................................................... 1 II TRANSFORMASI PROGRAM KESEHATAN

LINGKUNGAN ……………………………………. 4 2.1 Periode Samijaga ............................................... 4 2.2 Periode Pemberdayaan Masyarakat .................. 6 2.3 Periode Kemandirian ......................................... 7

III. MODEL PENGENDALIAN KESEHATAN LINGKUNGAN ....................................................... 10 3.1 Pengendalian Penyakit Berbasis Lingkungan .. 10 3.2 Pengendalian Masalah Sanitasi dan Perilaku ... 12

IV. REKAYASA SOSIAL DAN PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA ................................ 15 4.1 Rekayasa Sosial ................................................ 15 4.2 Teknologi Tepat Guna ...................................... 17

V. KESIMPULAN .......................................................... 19 VI. PENUTUP .................................................................. 20 UCAPAN TERIMA KASIH ................................................ 22 DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 24 DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH ........................................ 34 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................. 45

viii

ix

PRAKATA PENGUKUHAN

Bismillaahirrrahmaanirrahiim. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang terhormat: Majelis Pengukuhan Profesor Riset, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Para Pejabat Eselon I, II dan Staf Khusus Menteri di lingkungan Kementerian Kesehatan, Para hadirin yang saya hormati, Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala nikmat, karunia, dan rahmat-Nya sehingga pada hari ini kita bisa bersilaturahmi dalam majelis ilmu yang mulia dan insya Allah penuh berkah ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini, dengan segala kerendahan hati perkenankan saya menyampaikan orasi ilmiah hasil pemikiran dan penelitian saya pada bidang kesehatan lingkungan dengan judul:

REKAYASA SOSIAL DAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK PENYELESAIAN

MASALAH SANITASI

x

1

I. PENDAHULUAN

Permasalahan kesehatan di Indonesia hingga kini masih tetap tinggi dan mengalami beban ganda. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kejadian beberapa penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes mellitus, jantung dan stroke, di samping masih tingginya penyakit menular (PM)1. Pada tahun 2017, 69,9% dari total beban penyakit di Indonesia adalah karena PTM, sedangkan 23,6% karena PM, maternal, neonatal dan gizi. Walaupun terjadi penurunan pada kelompok PM, maternal, neonatal dan gizi, penting untuk dicatat bahwa penyakit diare, tuberkulosis (TB) dan HIV menyebabkan disability-adjusted life years (DALY) lebih tinggi dari yang diperkirakan2. DALY adalah jumlah tahun yang hilang untuk hidup sehat yang disebabkan oleh kematian dini, penyakit atau cedera.

Di antara penyakit menular yang masih menjadi masalah adalah penyakit berbasis lingkungan seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), TB, diare, dan penyakit tular vektor1. Hasil analisis terhadap data Survei Kesehatan Rumah Tangga pada tahun 1995 menunjukkan bahwa Potential Years of Life Lost (PYLL) atau potensi tahun hidup yang hilang yang disebabkan penyakit berbasis lingkungan cukup tinggi, sehingga perlu perhatian khusus pada masalah kesehatan lingkungan3.

Menurut Blum (1974)4 faktor paling dominan yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat adalah faktor lingkungan, disusul oleh faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan (herediter). Faktor lingkungan berpengaruh sekitar 40% terhadap status kesehatan sedangkan faktor perilaku sebesar 30%4. Bila keduanya digabung maka lebih dari dua pertiga status kesehatan masyarakat dipengaruhi

2

oleh faktor lingkungan dan perilaku. Pengendalian kedua faktor tersebut menjadi sangat penting dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, termasuk perilaku/kebiasaan pola hidup sehat.

Pengaruh faktor lingkungan terhadap status kesehatan masyarakat tidak terbantahkan. Kesehatan lingkungan berpengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru, diare, dan morbiditas balita5,6,7. Faktor kualitas fisik air berkontribusi 65% terhadap kejadian karies gigi di Kepulauan Bangka Belitung8,9. Variabilitas iklim seperti suhu dan curah hujan juga menunjukkan pengaruh terhadap kejadian DBD dan malaria di beberapa daerah10,11,12. Pengaruh kesehatan lingkungan tidak hanya penyakit menular, tetapi juga penyakit tidak menular termasuk gizi kronis yang menyebabkan stunting13.

Penggunaan plastik berlebihan tanpa pengolahan secara benar telah menghasilkan sampah plastik penyebab kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia14. Perilaku tidak ramah lingkungan telah merugikan tidak hanya manusia tetapi juga makhluk hidup lainnya14.

Kesehatan lingkungan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 adalah upaya kesehatan untuk pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial15. Permasalahan kesehatan lingkungan berkembang sesuai perubahan sosial dan teknologi, demikian pula dengan upaya pengendaliannya mengalami perubahan dari masa ke masa.

Penelitian dan pengembangan untuk penyelesaian masalah kesehatan lingkungan menghasilkan berbagai model pengendalian penyakit berbasis lingkungan dan sanitasi. Masalah kesehatan lingkungan tidak dapat diselesaikan sendiri

3

oleh pemerintah dengan hanya menyediakan sarana sanitasi. Peran masyarakat dan kemajuan teknologi menjadi semakin penting sebagai bagian dari perubahan untuk menyelesaikan masalah. Rekayasa sosial dan teknologi tepat guna menjadi satu paket solusi yang efektif untuk penyelesaian masalah di masa sekarang dan mendatang.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama lebih dari 30 tahun, maka dalam orasi ini disampaikan transformasi program kesehatan lingkungan, model pengendalian penyakit berbasis lingkungan dan pengendalian masalah sanitasi dan perilaku yang sudah diterapkan selama ini, serta rekayasa sosial dan teknologi untuk penyelesaian masalah sanitasi, sehingga dampaknya menjadi lebih permanen dalam jangka panjang.

4

II. TRANSFORMASI PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN

Perkembangan program kesehatan lingkungan dirangkum dalam tiga periode, yaitu periode sarana air minum dan jamban keluarga (samijaga), periode pemberdayaan masyarakat, dan periode kemandirian.

2.1 Periode Samijaga

Permasalahan kesehatan lingkungan pada periode Samijaga didominasi oleh akses rendah masyarakat terhadap samijaga dan perilaku yang tidak higienis. Akses masyarakat terhadap air minum dan sanitasi sangat rendah terutama di daerah perdesaan16,17,18. Persediaan air minum buruk, baik kuantitas maupun kualitas dialami masyarakat di daerah sulit air, kepulauan, dan daerah gambut19,20,21.

Pemilikan samijaga terbatas pada rumah tangga dengan status sosial ekonomi tinggi. Ada kecenderungan semakin miskin rumah tangga semakin buruk keadaan sanitasinya. Rumah tangga miskin banyak menggunakan sarana air minum yang tidak terlindungi22. Kondisi ini menyebabkan tingginya prevalensi penyakit berbasis lingkungan seperti diare dan kolera23.

Penyediaan air minum dan sanitasi di fasilitas umum seperti rumah sakit (RS) dan tempat pengolahan makanan juga masih bermasalah, baik kualitas dan kuantitas24,25. Pencemaran air oleh bakteri patogen pada sumber air terbukti dengan ditemukannya bakteri seperti Escherichia coli, Pseudomonas sp., dan Staphylococcus sp.26. Fasilitas cuci tangan, pengelolaan air limbah dan pengelolaan sampah di RS masih belum memadai27. Pengelolaan

5

makanan pada jasaboga dan restoran banyak yang tidak memenuhi syarat kesehatan27,28.

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) belum dilakukan oleh sebagian masyarakat karena keterbatasan sumber air dan masalah kebiasaan. Berbagai penelitian menunjukkan bukti bahwa pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang penyakit berbasis lingkungan seperti kecacingan dan diare masih belum baik29,30. Banyak masyarakat di perdesaan tidak menjaga sarana sumber air minumnya sehingga rawan pencemaran16. Sebagian masyarakat masih buang air besar di tempat sembarangan seperti di sungai dan pantai31,32,33.

PHBS juga belum baik dilakukan sebagian petugas kesehatan. Beberapa tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan ditemukan masih lalai melakukan cuci tangan pada saat akan menangani pasien dan menyajikan makanan34,35,36. Uji usap tangan petugas kesehatan masih ditemukan beberapa jenis bakteri34.

Dalam rangka peningkatan sanitasi lingkungan telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1974 tentang Program Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan, termasuk bantuan Samijaga37. Bantuan diberikan kepada daerah dengan angka kejadian wabah kolera dan penyakit perut lain tinggi, serta ketersediaan air bersih dan tenaga higiene sanitasi masih rendah. Pemerintah menyediakan dan membangun sarana penampungan air dengan perpipaan, penampungan air hujan, perlindungan mata air, sumur artesis, sumur pompa tangan, dan jamban keluarga37.

Pendekatan program kesehatan lingkungan pada periode ini bersifat top down. Program Samijaga masih

6

mengandung kelemahan. Masyarakat sebagai pengguna kurang banyak dilibatkan sejak proses perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan pengelolaannya38.

2.2 Periode Pemberdayaan Masyarakat Kelemahan program Samijaga mendorong

dilakukannya pelembagaan upaya kesehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat melalui Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)39.

Pembentukan DPKL pada tahun 1991 pada dasarnya melembagakan kegiatan kesehatan lingkungan dalam wadah Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) untuk meningkatkan kondisi kesehatan lingkungan di tingkat desa dan kecamatan. DPKL dibentuk untuk menurunkan kejadian penyakit berbasis lingkungan. Peran LKMD adalah meningkatkan komunikasi, informasi, dan motivasi serta pelayanan lain untuk menggerakkan partisipasi masyarakat39.

Pelembagaan upaya kesehatan lingkungan mempunyai dua dimensi, fisik dan non fisik. Pelembagaan dalam arti fisik yakni secara struktural tersedia organisasi/kelompok yang khusus melakukan kegiatan pembangunan kesehatan lingkungan. Pelembagaan non fisik adalah pembudayaan hidup bersih dan sehat serta gerakan kesehatan lingkungan oleh masyarakat39. Pendekatan program kesehatan lingkungan pada periode ini sudah bersifat semi top down.

Berdasarkan hasil evaluasi program DPKL secara fisik telah terbentuk struktur kelembagaan yang menangani kegiatan kesehatan lingkungan di tingkat desa dan kecamatan berupa kelompok kerja operasional DPKL, sedangkan secara fungsional aktivitasnya belum jelas dan kurang melibatkan sektor lain di luar kesehatan. Peran

7

petugas kesehatan masih dominan dalam berbagai kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh kader dan masyarakat, sehingga tidak mendorong partisipasi masyarakat. Kondisi tersebut menghambat perkembangan pelembagaan upaya kesehatan lingkungan di tingkat masyarakat40. Bukti lain menunjukkan bahwa leadership kepala desa menentukan keberhasilan kegiatan kesehatan lingkungan di wilayah kerjanya41,42.

Pemberdayaan masyarakat untuk hidup bersih dan perbaikan sanitasi lingkungan telah dikembangkan dengan menggunakan Methodology for Partisipatory Assesment - Partisipatory Hygiene and Sanitation Transformation (MPA-PHAST). Metode ini melibatkan masyarakat secara aktif dengan fokus pada perencanaan sarana air bersih dan sanitasi, perubahan PHBS, serta pencegahan penyakit. Cara ini bertujuan agar masyarakat merasa ikut memiliki sarana sanitasi, sehingga ada kemauan untuk memanfaatkan dan memelihara dengan memberikan biaya untuk pengoperasian dan pemeliharaan sarana. Metode berbasis masyarakat ini melibatkan masyarakat miskin dan perempuan43. Hasil studi pengendalian kesehatan lingkungan menggunakan MPA-PHAST terbukti berhasil meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk menyelesaikan masalah kesehatan lingkungan di wilayahnya44,45, bahkan penggunaan MPA-PHAST telah meningkatkan pembangunan sarana sanitasi44.

2.3 Periode Kemandirian Periode ini sebagai tindak lanjut pemberdayaan

masyarakat menuju kemandirian dalam penyediaan air minum dan sanitasi. Upaya tersebut ditempuh antara lain melalui Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Perdesaan Berbasis Masyarakat (Pamsimas). Pamsimas

8

adalah program bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa dan masyarakat yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari tingkat provinsi, kabupaten sampai dengan desa dan komunitas dalam rangka meningkatkan ‘Akses Universal Air Minum dan Sanitasi Tahun 2019’46. Dengan demikian pendekatannya sudah buttom up dan terintegrasi.

Pengelolaan Program Pamsimas dibagi menjadi lima komponen, yaitu: 1) Pemberdayaan masyarakat, pengembangan kelembagaan daerah dan desa; 2) Peningkatan perilaku dan layanan hidup bersih dan sehat melalui sanitasi total berbasis masyarakat (STBM); 3) Penyediaan sarana air minum dan sanitasi; 4) Hibah insentif; dan 5) Dukungan pengelolaan dan pelaksanaan program. Peningkatan perilaku dan layanan hidup bersih dan sehat melalui STBM ditujukan untuk membantu masyarakat dan institusi lokal dalam pencegahan penyakit yang disebabkan dan atau ditularkan sanitasi buruk dan air yang tidak bersih (seperti diare), melalui perubahan perilaku menuju PHBS dan peningkatan akses sanitasi dasar46.

Keberhasilan program Pamsimas masih belum sesuai harapan. Hasil penelitian di Kabupaten Lumajang menunjukkan bahwa jumlah masyarakat yang mendapatkan akses terhadap air bersih dan jamban keluarga masih kurang dari 50%. Model perubahan perilaku masih memerlukan sosialisasi sebagai wujud dari pemberdayaan masyarakat47. Sebagai metode, STBM berhasil memicu kesadaran masyarakat tentang dampak dari sanitasi yang buruk terhadap kesehatan, dan telah diaplikasikan dalam program pengendalian penyakit tidak

9

menular, sehingga masyarakat bersedia memperbaiki akses sanitasi tanpa subsidi atau bantuan dari pemerintah48,49,50.

Penelitian menunjukkan bahwa realisasi organisasi pengelola STBM tingkat kecamatan dan desa tidak dapat memberikan perbedaan pada peningkatan akses sanitasi51. Terdapat ketimpangan dalam peningkatan sanitasi pada skala wilayah dalam provinsi dan antar provinsi52.

Transformasi program kesehatan lingkungan masih belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Pendekatan program kesehatan lingkungan masih bersifat semi top down dan belum memandirikan masyarakat. Perlu dikembangkan model pengendalian penyakit berbasis lingkungan dan pengendalian masalah sanitasi dan perilaku.

10

III. MODEL PENGENDALIAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Berdasarkan berbagai hasil penelitian, telah dikembangkan beberapa model pengendalian kesehatan lingkungan pada berbagai wahana. Model tersebut menjadi alternatif pemecahan masalah kesehatan lingkungan, dan dapat diterapkan sebagai bagian dari program kesehatan lingkungan.

3.1 Pengendalian Penyakit Berbasis Lingkungan Sesuai dengan teori Blum, pengaruh lingkungan dan

perilaku tampak jelas pada penyakit seperti diare, karies gigi, dan penyakit tular vektor sehingga perlu pengendalian faktor risiko lingkungan. Pengendalian penyakit berbasis lingkungan dapat diawali dari identifikasi faktor risiko lingkungan, dan dari kejadian penyakit berbasis lingkungan. Pengendalian diare diterapkan di Kabupaten Tangerang, dan diketahui bahwa kualitas fisik air, jumlah pemakaian air, dan kemudahan memperoleh air dapat memprediksi variasi kejadian diare pada balita sebesar 83,1%45. Intervensi terhadap beberapa faktor tersebut dengan menggunakan metode MPA-PHAST menunjukkan terjadinya peningkatan PHBS dan persentase rumah tangga yang memiliki sumber air minum dan jamban keluarga44.

Pengendalian karies gigi dilakukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Analisis multilevel menunjukkan bahwa variabel individu, rumah tangga, dan wilayah memberi pengaruh terhadap kejadian karies gigi. Variabel tersebut meliputi frekuensi menggosok gigi, kebersihan gigi dan mulut, kebiasaan makan makanan asam/bercuka, jenis sumber air, keasaman (pH) air, rasio

11

tenaga perawat gigi per 100.000 penduduk, rasio dokter gigi per 100.000 penduduk, angka gizi buruk per 10.000 penduduk, dan besaran anggaran kesehatan per kapita. Kontrol terhadap faktor risiko lingkungan dan perilaku secara statistik terbukti berperan sebesar 73,6% dan efektif menurunkan prevalensi karies gigi di tingkat kabupaten/ kota53.

Sistem surveilans penyakit akibat perubahan iklim menunjukkan bahwa kejadian penyakit tular vektor seperti DBD dan malaria bervariasi menurut suhu, kelembapan, dan curah hujan. Pengembangan sistem surveilans yang memadukan data iklim dengan data penyakit tular vektor, telah memprediksi kemungkinan terjadinya wabah (outbreak) penyakit tular vektor dengan melakukan pengelolaan vektor penyakit secara terpadu (integrated vector management)54.

Pendekatan klinik sanitasi mengintegrasikan upaya promotif, preventif, dan kuratif. Klinik Sanitasi adalah suatu wahana bagi masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan untuk mencegah berbagai penyakit menular dengan bimbingan, konseling, penyuluhan, dan bantuan teknis dari petugas sanitasi puskesmas55. Konseling diberikan kepada mereka yang datang ke puskesmas untuk konsultasi atau karena menderita penyakit berbasis lingkungan. Cara tersebut mampu mendeteksi faktor risiko lingkungan untuk kemudian dilakukan perbaikan sehingga dapat menurunkan prevalensi penyakit berbasis lingkungan55. Metode konseling menggunakan ‘Panduan Konseling bagi Petugas Klinik Sanitasi di Puskesmas’56.

Berbagai bukti yang telah diuraikan di atas memberikan gambaran bahwa rekayasa sosial berupa

12

penyadaran, pemberdayaan dan pemberian motivasi, serta penerapan teknologi tepat guna dapat dilakukan sebagai solusi pengendalian penyakit berbasis lingkungan. Pengendalian penyakit berbasis lingkungan dapat dilakukan dengan cara intervensi terhadap aspek lingkungan seperti akses air minum, jamban keluarga, iklim dan perilaku higienis, dan lingkungan rumah. Semua pihak dituntut berwawasan lingkungan untuk mencegah dan menanggulangi berbagai penyakit dan gangguan kesehatan yang melibatkan faktor lingkungan57.

3.2 Pengendalian Masalah Sanitasi dan Perilaku Pengetahuan kurang, perilaku tidak higienis, dan

sarana sanitasi buruk pada pedagang makanan jajanan menyebabkan pengelolaan makanan tidak saniter58. Kemitraan antara pedagang makanan jajanan dan perusahaan produsen bahan makanan, telah menyadarkan pedagang makanan bahwa kondisi tersebut dapat menyebabkan risiko penyakit bagi konsumen, dan sekaligus merugikan pedagang sendiri. Sementara pihak produsen bahan makanan menjadi sadar dan peduli terhadap permasalahan sanitasi pedagang makanan jajanan, yang secara tidak langsung mempengaruhi omzet penjualan. Pola kemitraan tersebut telah dapat meningkatkan perilaku higienis dan sanitasi pengelolaan makanan berupa kebiasaan cuci tangan dan penggunaan celemek59.

Peningkatan perilaku hidup bersih dan sanitasi lingkungan dilakukan di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan MPA-PHAST di Kabupaten Tangerang, menunjukkan keberhasilan. Metode tersebut telah meningkatkan pengetahuan, sikap, dan

13

tindakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, serta meningkatnya penggunaan sarana air bersih yang saniter44. Pendekatan budaya berupa musyawarah dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama dilakukan di Kabupaten Banjar. Cara ini berhasil membangun komitmen dan motivasi untuk menyediakan jamban sehat, yang selama ini berada di tepi sungai60.

Kesehatan ibu dan bayi baru lahir terancam akibat asap pembakaran kayu pendiangan ibu pasca persalinan terjadi di Nusa Tenggara Timur. Riset intervensi kesehatan berbasis budaya mampu mengadvokasi dan mengubah perilaku serta kondisi fisik rumah adat Ume Khubu. Rumah adat yang semula berisiko terhadap kesehatan ibu dan bayi baru lahir, kini menjadi lebih ramah kesehatan karena dilengkapi ventilasi61.

Beberapa model pengendalian penyakit berbasis lingkungan masih semi top down, sedangkan pengendalian masalah sanitasi sudah terintegrasi. Pihak pemerintah (pusat dan daerah), swasta, para tokoh dan masyarakat sudah terlibat dalam penyelesaian masalah sanitasi. Beberapa model pengendalian tersebut sudah diaplikasikan dan menjadi program.

Perkembangan kehidupan masyarakat, lingkungan dan teknologi menyebabkan permasalahan kesehatan lingkungan semakin kompleks. Akselerasi kesehatan lingkungan melalui rekayasa sosial dan penerapan teknologi tepat guna merupakan aksi penting. Rekayasa sosial dan teknologi adalah upaya mempengaruhi sikap dan perilaku sosial yang disertai pengenalan dan pengembangan teknologi tepat guna untuk penyelesaian masalah masyarakat.

14

Pengendalian kesehatan lingkungan yang dilakukan melalui metode penyadaran dan pemberian motivasi masyarakat telah dapat menjadi model yang berhasil dalam menyelesaikan masalah kesehatan lingkungan.

15

IV. REKAYASA SOSIAL DAN PENERAPAN

TEKNOLOGI TEPAT GUNA

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan62. Masalah sanitasi antara lain meliputi penyediaan air bersih, tempat sampah, tempat pembuangan kotoran, sanitasi makanan dan sanitasi tempat-tempat umum. Penyelesaian masalah sanitasi bukan hanya melalui pembangunan fisik sarana sanitasi, tetapi juga mengupayakan agar masyarakat mau, mampu, dan intens melakukan perbaikan lingkungan serta berperilaku hidup bersih dan sehat. Untuk itu perlu dilakukan rekayasa sosial yang disertai penerapan teknologi tepat guna.

4.1 Rekayasa Sosial Rekayasa sosial adalah upaya mempengaruhi sikap

dan perilaku sosial baik oleh pemerintah atau kelompok swasta. Tanpa rekayasa sosial pengembangan infrastruktur adalah pemborosan63.

Cara kerja klinik sanitasi pada dasarnya adalah rekayasa sosial terhadap masyarakat dan pasien yang mengalami sakit karena penyakit berbasis lingkungan. Petugas sanitasi melakukan anamnesis dengan cara wawancara dan konseling kondisi lingkungan yang berkontribusi terhadap penyakit yang dideritanya. Konseling dan kunjungan ke rumah oleh petugas sanitasi telah mengubah kesadaran masyarakat sehingga mau memperbaiki kesehatan lingkungannya, antara lain berupa penyediaan air bersih, jamban keluarga, sarana pembuangan limbah, dan sanitasi rumah55.

Rekayasa sosial dilakukan melalui metode MPA-PHAST dan pendekatan budaya. Rekayasa sosial diawali

16

dengan pemotretan kondisi kesehatan lingkungan sebagai bahan diskusi dengan masyarakat terdampak. Fakta diolah, dianalisis, dan disampaikan kembali kepada masyarakat melalui pertemuan yang dihadiri para tokoh masyarakat, tokoh agama dan aparat desa. Cara tersebut mampu mengubah pemahaman dan mendorong aksi menghadapi masalah kesehatan lingkungan44.

Rekayasa sosial telah diterapkan dan menghasilkan pola kemitraan pedagang makanan jajanan dengan produsen bahan makanan. Pemicuan sosial telah menambah pemahaman pedagang makanan jajanan dan pengusaha produsen bahan makanan tentang PHBS, sanitasi makanan dan kerugian ekonomi akibat pengelolaan makanan tidak saniter. Pola kemitraan yang terjadi saling menguntungkan bagi pedagang makanan jajanan dan produsen bahan makanan, dan menjamin makanan sehat bagi konsumen59.

Masalah sanitasi tidak lepas dari permasalahan fisik dan teknologi. Pembangunan dan pemeliharaan kesehatan lingkungan memerlukan biaya cukup tinggi dan menjadi kendala khususnya di berbagai daerah terpencil dan miskin. Rekayasa sosial juga menyadarkan masyarakat bahwa untuk menjadi sehat perlu upaya dan biaya, sehingga dapat diperoleh solusi dalam ketiadaan dan keterbatasan anggaran pembangunan sarana sanitasi. Masyarakat disadarkan untuk menggali potensi lokal dengan membangkitkan keinginan dan motivasi yang besar terhadap kebutuhan sarana sanitasi.

Masalah pembiayaan sanitasi perlu dimusyawarahkan, terutama untuk beberapa daerah yang kemampuan ekonomi masyarakatnya rendah. Sumber pembiayaan dapat berasal dari masyarakat sendiri, diajukan melalui

17

mekanisme perencanaan pembangunan wilayah, alokasi dana desa (ADD) dan anggaran pembangunan desa, sistem arisan, atau mengajukan pembiayaan dari swasta sebagai bagian Corporate Social Responsibility (CSR).

4.2 Teknologi Tepat Guna Secara umum teknologi tepat guna (TTG) merupakan

pilihan teknologi dan aplikasinya yang mempunyai kegunaan menyelesaikan masalah setempat, skala relatif kecil, hemat energi, bahan bakunya mudah diperoleh, sederhana dan sesuai dengan kondisi masyarakat lokal. TTG yang digunakan dapat dikembangkan sendiri atau mendayagunakan teknologi yang sudah ada.

Teknologi tepat guna sederhana terbukti bermanfaat mencegah pencemaran makanan. Pengenalan dan penerapan teknologi tepat guna celemek, sarung tangan dan tutup kepala oleh pedagang makanan saat mengelola makanan berguna untuk mencegah tercemarnya makanan oleh rambut dan tangan yang kotor59. Rekayasa sosial yang disertai penerapan teknologi tepat guna menunjukkan hasil dengan tersusunnya rencana pembangunan jamban oleh para tokoh masyarakat dan diikuti oleh anggota masyarakat lain60.

Teknologi sederhana yang diperkenalkan kepada pedagang makanan berupa celemek, sarung tangan dan tutup kepala mampu mengubah perilaku dalam mengelola makanan secara higienis59. Teknologi jamban pasang surut, penjernihan air sederhana dan pemasangan ventilasi pada rumah adat menjadi contoh alternatif teknologi tepat guna pemecahan masalah sanitasi di daerah terpencil dan pinggir sungai60,61.

18

Pemenuhan kebutuhan air untuk mandi, cuci dan masak terkendala di daerah sulit air karena sumber air hanya dari sungai yang keruh berwarna kecoklatan dan terasa asin saat air pasang. Masyarakat mengendapkan air selama 2-3 hari, tetapi hasilnya belum menghasilkan air yang layak konsumsi dan perlu direbus sampai mendidih. Ketiadaan sumber air lain seperti sumur gali, sumur artesis, atau pasokan dari perusahaan daerah air minum, menyebabkan masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan air sungai60.

Masyarakat berperilaku kurang sehat seringkali karena tidak mempunyai pilihan lain, di samping kurangnya pengetahuan dan sikap. Perubahan perilaku masyarakat membutuhkan waktu lama dan inisiasi perubahan dipicu melalui penelitian. Pengenalan dan penerapan teknologi tepat guna telah menumbuhkan wawasan dan pilihan bahwa ada teknologi lain yang dapat membantu menyelesaikan masalah mereka60. Pemberdayaan masyarakat dengan penerapan teknologi sederhana pengolahan minyak goreng bekas menjadi sabun telah dapat menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir64.

Rekayasa sosial dan teknologi tepat guna menjadi satu paket prasyarat dalam pengendalian masalah kesehatan lingkungan, terutama untuk penyelesaian masalah sanitasi di perdesaan.

19

IV. KESIMPULAN

Prevalensi penyakit berbasis lingkungan menjadi masalah yang belum terselesaikan secara tuntas. Faktor risiko lingkungan yang semakin kompleks menyebabkan masalah baru dan memerlukan penanganan yang komprehensif. Aspek kesadaran dan perilaku masyarakat menjadi kunci masuk keberhasilan program kesehatan lingkungan. Keterlibatan berbagai sektor terkait menjadi semakin penting untuk mempercepat keberhasilan. Pengembangan metode pengendalian penyakit berbasis lingkungan dan sanitasi belum sepenuhnya diterapkan sehingga masalah kesehatan masih terkendala. Perlu intervensi yang efektif sesuai kompleksitas dan karakteristik masalah dan daerah.

Transformasi program kesehatan lingkungan membutuhkan upaya akselerasi agar dapat mengejar kecepatan perkembangan permasalahan baru yang timbul. Kondisi geografis, demografi dan sosial ekonomi budaya serta kebijakan daerah turut mempengaruhi jenis, besaran serta penanganan masalah kesehatan lingkungan. Akselerasi kesehatan lingkungan melalui rekayasa sosial dan penerapan teknologi tepat guna telah meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terhadap kesehatan lingkungan. Pembangunan dan peningkatan ketersediaan sarana sanitasi menghindarkan masyarakat dari risiko penyakit dan gangguan kesehatan.

20

V. PENUTUP

Pembangunan kesehatan lingkungan pada dasarnya merupakan pembangunan sektor lingkungan dalam rangka memperbaiki serta meningkatkan status kesehatan dan kesejahteraan manusia. Permasalahan kesehatan lingkungan terjadi pada setiap jenjang, mulai dari tingkat individu, rumah, tangga, dan wilayah. Tanggung jawab pengendaliannya bukan hanya di sektor kesehatan, tetapi juga dilakukan bersama institusi/lembaga terkait yang berperan dan menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.

Tantangan ke depan adalah mewujudkan rekayasa sosial dan pemanfaatan teknologi tepat guna yang dapat meminimalkan pengaruh buruk faktor risiko lingkungan yang semakin kompleks. Masalah pemanasan global, penggunaan plastik dan styrofoam, serta bahan kimia yang tidak terkendali dapat mencemari lingkungan dan menjadi risiko tambahan munculnya berbagai masalah kesehatan baru. Masalah kesehatan lingkungan tidak hanya terjadi di rumah tangga, tetapi juga di fasilitas kesehatan.

Dalam kasus penggunaan kemasan plastik, perilaku masyarakat masih sulit untuk berubah. Rekayasa sosial harus disertai regulasi yang efektif, masyarakat dan berbagai pihak perlu diatur mulai dari produksi bahan (barang), penggunaan dan pemanfaatan ulangnya. Perlu dikembangkan lebih masif teknologi kemas non plastik dan penanganan daur ulang, serta dikembangkan teknologi pengganti plastik yang ramah lingkungan sehingga lebih mudah terurai di alam.

Harus ada kejelasan peran dan sinergisme antar kementerian dan sektor. Kementerian Kesehatan harus berperan aktif memberikan masukan dan feedback kepada berbagai sektor terkait agar masyarakat terhindar dari

21

gangguan kesehatan dan penyakit. Sektor lain seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Perindustrian dapat memfasilitasi teknologi alternatif tepat guna untuk penyelesaian masalah kesehatan lingkungan. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dan berbagai lembaga riset mendukung untuk menemukan inovasi pengendalian kesehatan lingkungan, termasuk masalah plastik.

Dalam upaya akselerasi kesehatan lingkungan, Kementerian Kesehatan perlu menyusun pedoman tahapan pembangunan kesehatan lingkungan yang dilakukan dengan menerapkan rekayasa sosial dan teknologi tepat guna kepada masyarakat, sektor, dan pemerintah daerah, sesuai dengan kompleksitas masalah dan wahana kesehatan lingkungan. Untuk itu menjadi semakin penting bagi petugas sanitasi puskesmas untuk memahami dan terampil dalam melakukan rekayasa sosial dan penerapan teknologi tepat guna.

Kompleksitas masalah kesehatan lingkungan menuntut aksi lebih aktif untuk melakukan riset inovasi, khususnya dalam menghasilkan model intervensi kesehatan lingkungan dan teknologi tepat guna sesuai kondisi dan karakteristik sosial budaya setempat. Agar lebih efektif dan dapat mempercepat penyelesaian masalah kesehatan, Kementerian Kesehatan harus selalu bermitra dengan sektor lain dalam mengendalikan masalah kesehatan lingkungan.

Rekayasa sosial dan penerapan teknologi tepat guna merupakan satu paket penting dan tidak terpisahkan untuk mempercepat proses perbaikan kesehatan lingkungan dan membudayakan perilaku higienis.

22

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan kasih dan karunia-Nya saya dapat menyampaikan orasi ini. Terima kasih saya haturkan kepada Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo atas penetapan diri saya menjadi Peneliti Ahli Utama, Menteri Kesehatan, Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp.M(K), dan Kepala Badan Litbangkes, dr. Siswanto, MHP, DTM yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan upacara pengukuhan Profesor Riset ini.

Terimakasih tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Kepala LIPI, Dr. Laksana Tri Handoko, selaku Pembina Jabatan Fungsional Peneliti. Ketua dan Anggota Majelis Profesor Riset, Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med(PH), Prof. Dr. Drs. Sudibyo Soepardi, Apt, M.Kes., Prof. Dr. drg. R. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes, serta Tim Penelaah Naskah Orasi sekaligus Anggota Majelis Pengukuhan Profesor Riset, Prof. dr. Emiliana Tjitra, M.Sc, Ph.D, Prof. Dr. drg. R. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes, dan Prof. Dr. Didik Widyatmoko, M.Sc., sehingga naskah orasi saya layak disampaikan pada sidang ini.

Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Sekretaris Badan Litbangkes, Dr. Nana Mulyana yang telah memberikan fasilitas dan dukungan pada pelaksanaan orasi ini. Kepada Kepala Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Sugianto, SKM, M.Sc.PH, Komisi Ilmiah Badan Litbangkes, PPI Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Kepala Bidang Manajemen Kesehatan dan Kepala Bidang Humaniora Kesehatan, atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan sehingga saya dapat mencapai

23

jenjang tertinggi yaitu Peneliti Ahli Utama dan dikukuhkan menjadi Profesor Riset hari ini.

Rasa hormat dan terimakasih tidak terhingga pada almarhum/ah kedua orang tua dan almarhum/ah mertua tercinta yang telah mendidik dan menjadi teladan untuk bekerja tekun, disiplin, tanggung jawab dan hidup sederhana. Terimakasih kepada isteri tercinta Ema Rochaema, anak dan menantuku Rindu, Handry, Rizki, Mona, Bella dan dua cucu tersayang Byan dan Kaesang atas pengertian, semangat dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan orasi ini.

Terimakasih saya sampaikan kepada dr. Triono Soendoro, MPH, Ph.D., Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, Sp.F(K); Dr.dr. Trihono, M.Sc.; dan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE, mantan pimpinan Badan Litbangkes tempat saya mengabdi.

Kepada seluruh rekan peneliti, fungsional umum dan staf di Badan Litbangkes, khususnya Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Panitia Penyelenggara Pengukuhan Profesor Riset, terutama Sdr. Indra Kurniawan, Bagus Mardhianto, dan Ika Kartika, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan kerjasamanya.

Saya ucapkan terima kasih atas kesabaran hadirin untuk mengikuti acara ini, dan mohon maaf apabila ada tingkah laku, sikap, tutur kata yang tidak berkenan. Semoga Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang melimpahkan nikmat dan berkahnya kepada kita semua.

Fabiaayyi ’aala’i robbikumaa tukadzdzibaan...

Wabillahit taufik walhidayah, Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riskesdas Tahun 2018. Laporan penelitian. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Litbangkes, 2019.

2. Kementerian Kesehatan RI. Analisis beban penyakit nasional dan sub nasional Indonesia 2017. Jakarta: Kerjasama Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan Badan Litbang Kesehatan dengan Institute for Health Metrics and Evaluation, 2018.

3. Djaja S, Setyowati T, Musadad DA, Wiryawan Y. Kehilangan waktu potensial akibat penyakit yang berbasis lingkungan. Jurnal Ekologi Kesehatan 2002; 1(2): 49-58.

4. Blum HL. Planning for health, development and aplication of social changes theory. New York: Human Sciences Press, 1974.

5. Musadad DA. Hubungan faktor lingkungan rumah dan TB paru. Jurnal Ekologi Kesehatan 2006; 5(3): 486-496.

6. Anwar A, Musadad DA. Pengaruh akses penyediaan air bersih terhadap kejadian diare pada balita. Jurnal Ekologi Kesehatan 2009; 8(2): 953-963.

7. Senewe PF, Musadad DA, Manalu SH. Pengaruh lingkungan terhadap status morbiditas balita di daerah tertinggal 2008. Jurnal Ekologi Kesehatan 2011; 10(1): 54-64.

25

8. Farihatini T, Dalea P, Daveya P, Johnson NW, Wulandari RA, Winanto SS, Musadad DA, Satrio R. Environmental risk factors associated with tooth decay in children: A Review of Four Studies in Indonesia. Tema Monografico: Los Ninosy La Salud Ambiental Revisiones 2013; 13(1): 53-61.

9. Musadad DA, Irianto J. Pengaruh penyediaan air minum terhadap kejadian karies gigi usia 12-65 tahun di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Nusa Tenggara Barat (Analisis Lanjut Riskesdas 2007). Jurnal Ekologi Kesehatan 2009; 8(3): 1032-1046.

10. Ariati J, Musadad DA. Kejadian demam berdarah dengue (DBD) dan faktor iklim di kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Ekologi Kesehatan 2012; 11(4): 279-286.

11. Mardiana, Musadad DA. Pengaruh perubahan iklim terhadap insiden malaria di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau dan Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan 2012; 11(1): 52-62.

12. Ariati J, Musadad DA. The relationship of climate to dengue cases in Manado. Health Science Journal Indonesia (HSJI) 2013; 4(1): 22-26.

13. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman pelaksanaan sanitasi total berbasis masyarakat dalam Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM). Jakarta: Millennium Challenge Account Indonesia – Kementerian Kesehatan RI., 2015.

26

14. Rustagi N, Pradhan SK, Ritesh S. Public health impact of plastics: An Overview. Indian Journal of Occupational and Environmental Medicine 2011; 15(3): 100-103.

15. Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan lingkungan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 184. Jakarta: Sekretariat Negara, 2015.

16. Musadad DA, Hananto M. Tingkat risiko sarana air minum di Kabupaten Sukabumi. Jurnal Ekologi Kesehatan 2008; 7(3): 819-828.

17. Musadad DA, Soetaryo, Indrasanto D. Masalah kesehatan di daerah terpencil. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1994; 4(1): 7-11.

18. Musadad DA, Cahyorini. Penyediaan air bersih di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Buku 2. Jurnal Lingkungan Tropis 2009; (Edisi Khusus): 595-604.

19. Anwar A, Musadad DA, Sukar. Risiko kesehatan masyarakat akibat konsumsi air bersih dan hasil laut yang mengandung cadmium di Kepulauan Seribu. Jurnal Ekologi Kesehatan 2008; 7(1): 678-688.

20. Musadad DA, Nampira Z. Pola pemakaian air per orang per hari masyarakat di daerah sulit air (Studi kasus dengan teknik recall 24 jam). Buku 1. Jurnal Lingkungan Tropis 2009; (Edisi Khusus): 261-272.

27

21. Musadad DA. Pengaruh air gambut terhadap kesehatan dan upaya pemecahannya. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1998; 8(1): 8-13.

22. Musadad DA. Kesehatan lingkungan dan kemiskinan. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1997; 6(1): 1-12.

23. Global Health Metrics. Global, regional, and national incidence, prevalence, and years lived with disability for 328 diseases and injuries for 135 countries, 1990-2016: A Systematic Analysis for The Global Burden of Disease Study 2016. The Lancet 2017; 390(10100): 1211-1259.

24. Musadad DA. Sistem penyediaan air bersih di beberapa rumah sakit. Cermin Dunia Kedokteran 1996; (109): 33-34.

25. Musadad DA, Lubis A, Wasito S, Kasnodihardjo, Zalbawi S, Djarismawati. Gambaran sanitasi rumah sakit di DKI Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 1991; 19(1): 25-33.

26. Musadad DA, Lubis A. Kejadian infeksi nosokomial saluran pencernaan di rumah sakit di DKI Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 1992; 20(2): 79-84.

27. Musadad DA, Setyowati T, Supraptini, Zalbawi S, Suklan. Gambaran keadaan sanitasi jasaboga di DKI Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 1991; 19(3): 1-10.

28. Supraptini, Djarismawati, Lubis A, Nainggolan R, Musadad DA. Penelitian sistem sanitasi makanan rumah makan/restoran di Kodya Bandung 1991.

28

Buletin Penelitian Kesehatan 1992; 20(4): 19-35.

29. Musadad DA. Pengetahuan dan sikap orangtua murid SD dalam pemberantasan penyakit cacing perut di Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 1989; 17(3): 33-41.

30. Kasnodihardjo, Musadad DA, Anorital, Manalu H. Perilaku masyarakat dalam penanggulangan diare di daerah perdesaan Jawa Barat. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia 1994; 22(5): 268-274.

31. Kasnodihardjo, Musadad DA. Perilaku hidup bersih dan sehat yang terkait dengan higiene perorangan, gaya hidup dan kondisi sanitasi lingkungan di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan 2009; 8(1): 886-894.

32. Musadad DA, Rahajeng E, Luthfi S, Notoatmodjo S. Perilaku pencarian pengobatan pada masyarakat Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1997; 7(3): 37-40.

33. Kasnodihardjo, Santoso SS, Zalbawi S, Musadad DA, Soesanto SS. Gambaran perilaku penduduk mengenai kesehatan lingkungan di daerah perdesaan Subang, Jawa Barat. Cermin Dunia Kedokteran 1997; (119): 58-61.

34. Musadad DA. Kebiasaan cuci tangan dalam hubungannya dengan kejadian infeksi nosokomial. Cermin Dunia Kedokteran 1993; (82): 28-31.

29

35. Musadad DA. Perilaku petugas dalam pengelolaan makanan di rumah sakit. Cermin Dunia Kedokteran 1995; (100): 41-43.

36. Musadad DA. Perilaku tenaga pengolah makanan jasaboga. Cermin Dunia Kedokteran 1994; (97): 11-15.

37. Indonesia. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1974 tentang Program bantuan pembangunan sarana kesehatan. Jakarta: Sekretariat Negara, 1975.

38. Maxi, YS. Pelembagaan upaya PABL. Makalah Disampaikan pada Seminar Aspek Penyuluhan Kesehatan dalam Meningkatkan Peran serta Masyarakat di Bidang PABL. Prosiding. Jakarta 27-28 November 1990. Jakarta: [s.n.], 1991.

39. Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Pola pedoman pelaksanaan dan program pembentukan dan pengembangan desa percontohan kesehatan lingkungan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI., 1991.

40. Musadad DA, Lubis A, Kasnodihardjo. Pelembagaan upaya kesehatan lingkungan pada masyarakat perdesaan. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1995; 5(4): 3-7.

41. Musadad DA. Pengembangan desa percontohan kesehatan lingkungan di Bengkulu dan Jawa Barat. Prosiding Ilmiah Pentaloka Rencana Induk APBL dan DPKL. Sukabumi 22-26 Agustus 1994. Jakarta: [s.n.], 1995.

30

42. Musadad DA. Pengembangan desa demo hubungannya dengan pembangunan sarana pembuangan kotoran. Prosiding Ilmiah Pentaloka Rencana Induk APBL dan DPKL. Sukabumi 22-26 Agustus 1994. Jakarta: [s.n.], 1995.

43. Japan International Cooperation Agency - Primary Health Care Project. Tool manual of Participatory Hygiene and Sanitation Transformation (PHAST). The Second Edition. Zambia: Lusaka District Health Management Team, 2007.

44. Musadad DA. Pengaruh pendekatan PHAST terhadap peningkatan sanitasi lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Teknik Lingkungan Tahun 2005. Jurnal Teknik Lingkungan 2005: 87-94.

45. Kasnodihardjo, Musadad DA. Perilaku hidup bersih dan sehat serta kondisi sanitasi lingkungan di Kecamatan Teluk Naga dan Kosambi, Tangerang, Banten. Medika (Jurnal Kedokteran Indonesia) 2011; 37(3): 164-173.

46. The World Bank. Menjawab tantangan air minum dan sanitasi di wilayah perdesaan Indonesia. Jakarta: Publikasi Bank Dunia, 2014.

47. Abdillah D, Isyandi B, Sujianto. Dampak program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) terhadap perubahan perilaku masyarakat pada lingkungan di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau, 2013; 151-164.

48. Nugraha MF. Dampak program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) pilar pertama di Desa Gucialit

31

Kecamatan Gucialit Kabupaten Lumajang. Kebijakan dan Manajemen Publik 2015; 3(2): 44-53.

49. Ichwanudin. Kajian dampak sanitasi total berbasis masyarakat terhadap akses sanitasi di Kabupaten Wonogiri. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia 2016; 15(2): 46-49.

50. Kartika V, Rachmawaty T. Peranan agen perubahan dalam pengendalian penyakit tidak menular di Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 2017; 20(4): 182-191.

51. Mukti DA, Raharjo M, Dewanti NAY. Hubungan antara penerapan program sanitasi total berbasis masyarakat dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Jatibogor Kabupaten Tegal. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2016; 4(3): 767-775.

52. Afifah T, Nuryetty MT, Cahyorini, Musadad DA, Schlotheuber A, Bergen N, Jhonston R. Subnational regional inequality in access to improved drinking water and sanitation in Indonesia: Results from the 2015 Indonesian National Socio-Economic Survey (SUSENAS). Global Health Action 2018; 11(S1): 31-40.

53. Musadad DA. Model pengendalian karies gigi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Disertasi. Universitas Indonesia, 2013.

54. Anwar A, Musadad DA. Penelitian/pengembangan model/sistem surveilans dampak kesehatan perubahan iklim. Buletin Penelitian Kesehatan 2014; 42(1): 46-58.

32

55. Sutjipto, Musadad DA, Muhadjir, Suprapto, Aini N, Sukoco B, Adelia A. Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi untuk Puskesmas. Terbitan Klinik Sanitasi Seri-4. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI., 2002.

56. Suhartini N, Sutjipto, Suprapto, Sudarko, Muhadjir, Musadad DA, Aini N, Sukoco B, Adelia A. Panduan konseling bagi petugas klinik sanitasi di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI., 2001.

57. Achmadi, UF. Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers., 2011.

58. Musadad DA. Pemberdayaan pedagang makanan jajanan dalam sanitasi pengelolaan makanan. Prosiding Seminar Nasional, Teknik Lingkungan ITB. Bandung: Institut Teknologi Bandung, 2000.

59. Musadad DA. Penelitian peningkatan sanitasi pengelolaan makanan jajanan pada pedagang kaki lima keliling melalui kemitraan dengan produsen makanan minuman. Laporan Penelitian. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi Kesehatan, 1998.

60. Musadad DA. Syarifah N, Zain P, Primasari. Peningkatan perilaku higienis dan kesehatan lingkungan di Desa Podok Kecamatan Aluh-aluh Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Laporan Penelitian Tahap I. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan

33

Kesehatan, 2018.

61. Prasodjo R, Musadad DA, Muhidin S, Pardosi J, Silalahi M. Advocate program for healthy traditional houses, Ume Kbubu, in a Timor Community: preserving traditional behavior and promoting improved health outcomes. Journal of Health Communication 2015; 20(1): 10-19.

62. Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI., 2005.

63. Bassey S. Social engineering a tool for sustainable development in Nigeria. International Journal of Engineering and Technology 2016; 1(1): 8-16.

64. Kusumaningtyas, RD, Qudus N, Putri RDA, Kusumawardani R. Penerapan teknologi pengolahan limbah minyak goreng bekas menjadi sabun cuci piring untuk pengendalian pencemaran dan pemberdayaan masyarakat. Jurnal Abdimas 2018; 22(2): 201-209.

34

DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH

Buku Nasional

1. Suhartini N, Sutjipto, Suprapto, Sudarko, Muhadjir, Musadad DA, Aini N, Sukoco B, Adelia A. Standar Prosedur Operasional klinik sanitasi untuk Puskesmas. Terbitan Klinik Sanitasi Seri 4. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI., 2002.

2. Sutjipto, Musadad DA, Muhadjir, Suprapto, Aini N, Sukoco B, Adelia A. Panduan konseling bagi petugas klinik sanitasi di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI., 2001.

Bagian dari Buku Nasional

3. Musadad, DA. Kebijakan pelayanan kesehatan jemaah umrah. Bagian dari Buku Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan pada Ibadah Umrah. Jakarta: LIPI Press., 2018.

35

Jurnal Internasional

4. Afifah T, Nuryetty MT, Cahyorini, Musadad DA, Schlotheuber A, Bergen N, Jhonston R. Subnational regional inequality in access to improved drinking water and sanitation in Indonesia: Results from the 2015 Indonesian National Socio-Economic Survey (SUSENAS). Global Health Action 2018; 11(S1): 31-40.

5. Prasodjo R, Musadad DA, Muhidin S, Pardosi J, Silalahi M. Advocate program for healthy traditional houses, Ume Khubu, in a Timor Community: preserving traditional behavior and promoting improved health outcomes. Journal of Health Communication 2015; 20(1): 10-19.

6. Farihatini T, Dalea P, Daveya P, Johnson NW, Wulandari RA, Winanto SS, Musadad DA, Satrio R. Environmental risk factors associated with tooth decay in children: A review of rour studies in Indonesia. Tema Monografico: Los Ninosy La Salud Ambiental Revisiones 2013; 13(1): 53-61.

7. Musadad DA. The mother's breast feeding pattern and the influencing factors in Indonesia. Family Health and Child Survival, Demographic Health Survey. [s.l.]: [s.n.], 1993.

36

Jurnal Nasional

8. Perwitasari D, Musadad DA, Manalu SH, Munif A. Pengaruh beberapa dosis Bacillus thuringiensis var Israelensis serotype H14 terhadap larva Aedes aegypti di Kalimantan Barat. Jurnal Ekologi Kesehatan 2015; 14(3): 229-237.

9. Anwar A, Musadad DA. Penelitian/Pengembangan Model/sistem surveilans dampak kesehatan perubahan iklim. Buletin Penelitian Kesehatan 2014; 42(1): 46-58.

10. Munif A, Musadad DA, Kasnodihardjo. Model intervensi pengendalian demam berdarah dengue di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Jurnal Ekologi Kesehatan 2013; 12(4): 253-268.

11. Ariati J, Musadad DA. The realtionship of climate to dengue cases in Manado. Health Science Journal Indonesia 2013; 4(1): 22-26.

12. Ariati J, Musadad DA. Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dan faktor iklim di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Ekologi Kesehatan 2012; 11(4): 279-286.

13. Mardiana, Musadad DA. Pengaruh perubahan iklim terhadap insiden malaria di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau dan Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan 2012; 11(1): 52-62.

14. Kasnodihardjo, Musadad DA. Perilaku hidup bersih dan sehat serta kondisi sanitasi lingkungan di Kecamatan Teluk Naga dan Kosambi, Tangerang,

37

Banten. Medika (Jurnal Kedokteran Indonesia) 2011; 37(3): 164-173.

15. Senewe FP, Musadad DA, Manalu HSP. Pengaruh lingkungan terhadap status morbiditas balita di daerah tertinggal 2008. Jurnal Ekologi Kesehatan 2011; 10 (1): 54-64.

16. Sukana B, Musadad DA. Model peningkatan higiene sanitasi pondok pesantren di Kabupaten Tangerang. Jurnal Ekologi Kesehatan 2010; 9(1): 1132-1138.

17. Anwar A, Musadad DA. Pengaruh akses penyediaan air bersih terhadap kejadian diare pada balita. Jurnal Ekologi Kesehatan 2009; 8(2): 953-963.

18. Musadad DA, Cahyorini. Penyediaan air bersih di Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Buku 2. Jurnal Lingkungan Tropis 2009; (Edisi Khusus): 595-604.

19. Musadad DA, Nampira Z. Pola pemakaian air per orang per hari masyarakat di daerah sulit air (Studi kasus dengan teknik recall 24 jam). Buku 1. Jurnal Lingkungan Tropis 2009; (Edisi Khusus): 261-272.

20. Kasnodihardjo, Prasodjo R, Musadad DA. Gambaran perilaku masyarakat kaitannya dengan penularan dan upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Ekologi Kesehatan 2009; 8(4): 1084-1093.

21. Irianto J, Musadad DA, Wiryawan Y. Angka kematian di berbagai provinsi di Indonesia (Data Riskesdas 2007). Jurnal Ekologi Kesehatan 2009; 8(3): 1047-1056.

38

22. Musadad DA, Irianto J. Pengaruh penyediaan air minum terhadap kejadian karies gigi usia 12-65 tahun di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Nusa Tenggara Barat (Analisis Lanjut Riskesdas 2007). Jurnal Ekologi Kesehatan 2009; 8(3): 1032-1046.

23. Anwar A, Musadad DA. Pengaruh akses penyediaan air bersih terhadap kejadian diare pada balita. Jurnal Ekologi Kesehatan 2009; 8(2): 953-963.

24. Kasnodihardjo, Musadad DA. Perilaku hidup bersih dan sehat yang terkait dengan higiene perorangan, gaya hidup dan kondisi sanitasi lingkungan di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan 2009; 8(1): 886-894.

25. Musadad DA, Hananto M. Tingkat risiko sarana air minum di Kabupaten Sukabumi. Jurnal Ekologi Kesehatan 2008; 7(3): 819-828.

26. Anwar A, Musadad DA, Sukar. Risiko kesehatan masyarakat akibat konsumsi air bersih dan hasil laut yang mengandung cadmium di Kepulauan Seribu. Jurnal Ekologi Kesehatan 2008; 7(1): 678-688.

27. Musadad DA. Hubungan faktor lingkungan rumah dengan penularan TB paru kontak serumah. Jurnal Ekologi Kesehatan 2006; 5(3): 486-496.

28. Hasyimi, Munif A, Soekirno M, Musadad DA. Dampak fogging insektisida malathion, fendona, cynoff dan icon terhadap angka jentik nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Ekologi Kesehatan 2006; 16(2): 22-27.

39

29. Supraptini, Bisara D, Musadad DA. Jender di bidang sosial dan kesehatan. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2005; 15(2): 45-51.

30. Musadad DA. Pengaruh pendekatan PHAST terhadap peningkatan sanitasi lingkungan. Jurnal Teknik Lingkungan 2005; 87-94.

31. Herryanto, Musadad DA, Komalig FM. Perilaku pengobatan penderita TB paru meninggal di Kabupaten Bandung. Jurnal Ekologi Kesehatan 2004; 3(1): 1-6.

32. Herryanto, Komalig FM, Sukana B, Musadad DA. Peran Pengawas Minum Obat (PMO) pada kejadian putus berobat penderita TB Paru di DKI Jakarta tahun 2002. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2004; 14(2):13-19.

33. Herman, MJ, Muktiningsih SR, Gita R, Sampurno OD, Musadad DA, Suhardi. Pencatatan dan pelaporan penyalahgunaan napza di enam provinsi di Indonesia. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2004; 14(2):1-8.

34. Musadad DA. Studi kualitatif kematian bayi di Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ekologi Kesehatan 2004; 2(2).

35. Anwar A, Musadad DA, Martono H, Muhasim. Kandungan Pb, Cd, Hg dalam air minum dari depot air minum isi ulang di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Jurnal Ekologi Kesehatan 2004; 3(3): 148-152.

40

36. Musadad DA, Prasodjo R, Rahajeng E. Pengambilan keputusan dalam pertolongan persalinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ekologi Kesehatan 2003; 2(1): 200-208.

37. Irianti S, Musadad DA, Djarismawati, Manalu H, Sukana B, Santoso SS. Factors affecting knowledge, attitude, and practice of rural community in managing water supply in the project areas of rembang, Bungo Tebo, Serang, and West Lombok Districts. Jurnal Ekologi Kesehatan 2002; 1(3): 94-105.

38. Musadad DA, Prasodjo R, Kasnodihardjo, Rahajeng E. Latar belakang kejadian kematian ibu di Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ekologi Kesehatan 2002; 1(3): 136-145.

39. Musadad DA. Pengaruh air gambut terhadap kesehatan dan upaya pemecahannya. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1998; 7(1): 8-13.

40. Musadad DA, Soemantri S. Pola pencarian pengobatan (Suatu analisis pada balita yang meninggal). Jurnal Epidemiologi Indonesia 1998; 2(1): 13-18.

41. Musadad DA. Perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan dan faktor-faktor yang berpengaruh. Universitas Atmajaya. Jurnal Kesehatan Perkotaan 1998.

42. Musadad DA. Pola pencarian pengobatan, studi analisis pada balita yang meninggal. Universitas Atmajaya. Jurnal Kesehatan Perkotaan 1998.

41

43. Musadad DA. Kesehatan lingkungan dan kemiskinan. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1997; 6(1): 1-12.

44. Kasnodihardjo, Santoso SS, Zalbawi S, Musadad DA, Soesanto SS. Gambaran perilaku penduduk mengenai kesehatan lingkungan di daerah Perdesaan Subang, Jawa Barat. Cermin Dunia Kedokteran 1997; (119): 58-61.

45. Musadad DA, Rahajeng E, Luthfi S, Notoatmodjo S. Perilaku pencarian pengobatan pada masyarakat Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1997; 7(3): 37-40.

46. Musadad DA. Sistem penyediaan air bersih di beberapa rumah sakit. Cermin Dunia Kedokteran 1996; (109): 33-34.

47. Musadad DA, Lubis A, Kasnodihardjo. Pelembagaan upaya kesehatan lingkungan pada masyarakat perdesaan. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1995; 5(4): 3-7.

48. Musadad DA. Perilaku petugas dalam pengelolaan makanan di rumah sakit. Cermin Dunia Kedokteran 1995; (100): 41-53.

49. Musadad DA. Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan sanitasi jasaboga. Cermin Dunia Kedokteran 1994; (97): 8-10.

42

50. Musadad DA. Perilaku tenaga pengolah makanan jasaboga, Cermin Dunia Kedokteran 1994; (97): 11-15.

51. Musadad DA. Sikap masyarakat dalam pemberantasan penyakit diare di daerah Perdesaan di Provinsi Jawa Barat, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia 1994; 12(5).

52. Musadad DA, Soetaryo, Indrasanto D. Masalah kesehatan di daerah terpencil. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1994; 4(1): 7-11.

53. Musadad DA. Analisis lanjut survei demografi dan kesehatan Indonesia 1991. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 1993; 3(1): 25-27.

54. Musadad DA. Sanitasi rumah sakit sebagai investasi. Cermin Dunia Kedokteran 1993; (83): 26-28.

55. Musadad DA, Lubis A, Kasnodihardjo. Kebiasaan cuci tangan dalam pencegahan infeksi nosokomial. Cermin Dunia Kedokteran 1993; (82): 28-31.

56. Musadad DA, Lubis A. Kejadian infeksi nosokomial saluran pencernaan di rumah sakit di DKI Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 1992; 20(2): 79-84.

57. Supraptini, Djarismawati, Lubis A, Nainggolan R, Musadad DA. Penelitian sistem sanitasi makanan rumah makan/restoran di Kodya Bandung 1991. Bulletin Penelitian Kesehatan 1992; 20(4): 19-35.

58. Supardi S, Jamal S, Musadad DA. Obat yang disalahgunakan oleh pasien ketergantungan obat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan Inabah.

43

Cermin Dunia Kedokteran 1992; (75): 49-51.

59. Musadad DA, Lubis A, Wasito S, Kasnodihardjo, Zalbawi S, Djarismawati. Gambaran sanitasi rumah sakit di DKI Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 1991; 19(1): 25-33.

60. Musadad DA, Setyowati S, Supraptini, Zalbawi S, Suklan. Gambaran keadaan sanitasi jasaboga di DKI Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 1991; 19(3): 1-10.

61. Musadad DA. Pengetahuan dan sikap orangtua murid SD dalam pemberantasan penyakit cacing perut di Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 1989; 17(3): 33-41.

62. Musadad DA. Kesehatan kerja pada industri rumah tangga di Jabotabek. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia 1985; 17(4).

63. Musadad DA. Lima langkah utama pengembangan daerah kerja intensif penyuluhan kesehatan masyarakat. Warta Kesehatan Masyarakat 1983; 1(1): 1-7.

Prosiding Nasional

64. Musadad DA, Suparmi. Gambaran kanker di Indonesia dan faktor risikonya. Prosiding: Status Boron Neutron Capture Cancer Therapy di Indonesia. Jogjakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2014.

65. Zahra, Musadad DA, Muhasim. Analisis konsentrasi TSP dan NOx di udara ambien Jakarta. Prosiding Seminar Nasional Teknik Lingkungan Tahun 2007.

44

Buku 2. Jakarta: [s.n.], 2007.

66. Musadad DA. Pemberdayaan pedagang makanan jajanan dalam sanitasi pengelolaan makanan. Prosiding Seminar Nasional, Teknik Lingkungan ITB. Bandung: Institut Teknologi Bandung, 2000.

67. Musadad DA. Peran suami dalam pertolongan persalinan. Prosiding KIPPNAS di Serpong. Serpong: [s.n.], 1999.

68. Musadad DA. Pengembangan desa percontohan kesehatan lingkungan di Bengkulu dan Jawa Barat. Prosiding Ilmiah Pentaloka Rencana Induk APBL dan DPKL. Sukabumi 22-26 Agustus 1994. Jakarta: [s.n.], 1995.

69. Musadad DA. Pengembangan desa demo hubungannya dengan pembangunan sarana pembuangan kotoran. Prosiding Ilmiah, Pentaloka Rencana Induk APBL dan DPKL. Sukabumi 22-26 Agustus 1994. Jakarta: [s.n.], 1995.

70. Musadad DA. Review penelitian pencemaran debu di ruang kerja industri di Indonesia, Prosiding Seminar Hasil Penelitian PPEK Tahun 1989. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,1990.

45

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Dede Anwar Musadad Tempat/Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 15 September 1957 Anak ke : Lima Nama Ayah Kandung : H. Surdjo (Alm) Nama Ibu Kandung : Hj. Masriah (Almh) Nama Isteri : Ema Rochaema Jumlah Anak : 3 (tiga) orang Nama Anak : 1. Rindu Rachmiaty Anwar 2. Rizki Fadhilla Anwar 3. Nabila Anwar Nama Instansi : Puslitbang Humaniora dan

Manajemen Kesehatan, Badan Litbangkes, Kemenkes RI

Alamat Instansi : Jalan Percetakan Negara 29 Jakarta Pusat

Judul Orasi : Rekayasa Sosial dan Teknologi Tepat Guna untuk Penyelesaian Masalah Sanitasi

Bidang Kepakaran : Kesehatan Lingkungan Nomor SK Pangkat Terakhir

: 000026/KEP/AA/12017/15 Tanggal 3 September 2015

Nomor SK Peneliti Ahli Utama

: 54/M Tahun 2017 Tanggal 14 September 2017

46

B. Pendidikan Formal

No. Jenjang Pendidikan

Nama Sekolah

Tempat/ Kota

Tahun Lulus

1 SD SD Negeri II Tasikmalaya 1970

2 SMP SMP Negeri IV

Tasikmalaya 1973

3 SMA SMA Negeri II

Tasikmalaya 1976

4 D3 APK Teknologi Sanitasi

Jakarta 1980

5 S1 Universitas Indonesia

Jakarta 1988

6 S2 Universitas Indonesia

Depok 1996

7 S3 Universitas Indonesia

Depok 2013

C. Pendidikan Nonformal

No. Nama Kursus/Pelatihan Tempat Tahun

1 Pelatihan Pembuatan Konstruksi dan Desain Sarana Penyediaan Air Bersih Perdesaan

Purwakarta 1982

2 Pelatihan Orientasi Kesehatan Jiwa

Jakarta 1985

47

No. Nama Kursus/ Pelatihan Tempat Tahun

3 Kursus Dasar-dasar Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Jakarta 1987

4 Short Course on Medical Antrophology

Jakarta 1989

5 Special Training Course on Poverty Analysis and Policy Formulation Using Susenas Data.

Jakarta 1993

6 Pelatihan Tenaga Kesehatan Haji Indonesia

Jakarta 1999

7 Pelatihan Penanganan Senjata Bahan Kimia

Jakarta 2000

8 Pelatihan Tenaga Kesehatan Haji Indonesia

Jakarta 2002

9 Pelatihan Analisis Data Kemiskinan

Jakarta 2004

10 Pelatihan Kebijakan Desentralisasi bidang Kesehatan

Jakarta 2004

11 Pelatihan Tenaga Kesehatan Haji Indonesia

Jakarta 2005

12 Pelatihan Tenaga Pelatih Riskesdas 2007

Bandung 2007

13 Pelatihan Tenaga Pelatih Riskesdas

Bekasi 2018

48

D. Jabatan Struktural

No. Jabatan Tempat Tahun

1 Kepala Subsi Kesehatan Lingkungan

Kuningan, Jawa Barat

1982-1984

2 Kepala Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat

Jakarta 2011-2016

3 Kepala Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan

Jakarta 2016-2017

E. Jabatan Fungsional

No. Jenjang Jabatan Tahun

1 Asisten Peneliti Muda 1990 2 Ajun Peneliti Madya 1993 3 Peneliti Muda 1998 4 Peneliti Madya 2005 5 Peneliti Ahli Utama 2017

49

F. Penugasan Khusus Nasional/Internasional

No. Penugasan Pemberi Tugas Tahun

1 Anggota Tim Kesehatan Haji Indonesia di Arab Saudi

Menteri Kesehatan

1999

2 Tim Pembina Risbinkes Kepala Badan Litbangkes

2000

3 Anggota Tim Kesehatan Haji Indonesia di Arab Saudi

Menteri Kesehatan

2002

4 Anggota Tim Kesehatan Haji Indonesia di Arab Saudi

Menteri Kesehatan

2005

5 Ketua Kelompok Program Penelitian Kesehatan Lingkungan, PESK

Kepala Puslitbang

2009

6 Anggota Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan

Kepala Badan Litbangkes

2009

7 Anggota Komisi Ilmiah Badan Litbang Kesehatan

Kepala Badan Litbangkes

2009

8 Ketua Panitia Pembina Ilmiah Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan

Kepala Puslitbang

2010

9 Anggota Tim Pengawasan dan Pengendalian Kese-hatan Haji di Arab Saudi

Menteri Kesehatan

2010

10 Ketua Tim Asesor Reformasi Birokrasi Badan Litbangkes

Kepala Badan Litbangkes

2010

50

No. Penugasan Pemberi Tugas Tahun

11 Anggota Delegasi Indonesia Sidang World Health Assembly di New York

Menteri Kesehatan 2011

12 Anggota Delegasi Indonesia pada Pertemuan Climate Change WHO Searo di Bangladesh

Sekretaris Jenderal

2012

13 Pertemuan CRVS Regional Asia

Sekretaris Jenderal

2013

14 Anggota Komisi Pestisida Nasional

Menteri Pertanian

2013

15 Ketua Delegasi Indonesia untuk Harmonisasi Data Asean

Sekretaris Jenderal

2014

16 Ketua Komisi Pengembangan SDM Kesehatan Badan Litbangkes

Kepala Badan Litbangkes

2014

17 Ketua Tim Project Kerjasama Balitbangkes-USAID Analisis Komprehensif Kesehatan Maternal dan Neonatal

Kepala Badan Litbangkes

2017

18 Anggota Tim Koordinasi Pemberian Ijin Peneliti Asing Kemenristekdikti

Dirjen Risbang Kemenristek-dikti

2017

51

No. Penugasan Pemberi Tugas Tahun

19 Koordinator Tim Evaluasi Kelembagaan Badan Litbangkes

Kepala Badan Litbangkes 2017

20 Ketua Dewan Pengawas BLU Poltekkes Kemenkes Surakarta

Menteri Kesehatan 2017

G. Keikutsertaan dalam Kegiatan Ilmiah

No Nama Kegiatan

Peran/Tugas Penyelenggara (Kota, Negara) Tahun

1 Kuliah Umum Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

Narasumber UNAIR Surabaya

2013

2 Kick-off Meeting Project ICCTF

Narasumber Bappenas, Jakarta

2013

3 Reformasi Perencanaan Kesehatan

Narasumber Kemenkes, Jakarta

2014

52

No Nama Kegiatan

Peran/Tugas Penyelenggara (Kota, Negara)

Tahun

4 Kuliah Umum

Narasumber Univ. Negeri Siliwangi Tasikmalaya

2015

5 Dies Natalis Narasumber STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

2015

6 Panel Diskusi Pakar Keaneka-ragaman Hayati

Narasumber KLHK, Jakarta 2015

7 Diskusi Ilmiah Minyak Sawit

Narasumber IPB Bogor 2015

8 Workshop Revitalisasi Jejaring Litbangkes

Narasumber Kemenkes, Yogyakarta

2016

9 FGD Penyusunan Rencana Induk Penelitian UIN Jakarta

Narasumber UIN Jakarta 2017

10 Evaluasi Program Gizi

Narasumber Bappenas 2017

53

No Nama Kegiatan

Peran/Tugas Penyelenggara (Kota, Negara)

Tahun

11 Penyusunan roadmap dan rapat kerja penelitian

Narasumber Poltekkes Kemenkes Makassar

2018

12 Rapat Kerja BBTKL Batam

Narasumber BTKL Batam 2018

13 Penguatan Riset Kesehatan

Narasumber UGM Yogyakarta

2018

H. Keterlibatan dalam Pengelolaan Jurnal Ilmiah

No. Nama Jurnal

Penerbit Peran/Tugas Tahun

1 Warta Kesehatan Masyarakat

Dinas Kesehatan Kuningan

Ketua Dewan Redaksi

1983-1984

2 Jurnal Ekologi Kesehatan

Puslit Ekologi Kesehatan

Wakil Ketua Dewan Redaksi

2001-2003

3 Jurnal Ekologi Kesehatan

Puslit Ekologi dan Status Kesehatan

Ketua Dewan Redaksi

2003-2010

54

No. Nama Jurnal

Penerbit Peran/Tugas Tahun

4 Buletin Penelitian Kesehatan

Badan Litbangkes

Anggota Dewan Redaksi

2009-2010

5 Jurnal Kesehatan Reproduksi

Pustek Intervensi Kesehatan Masyarakat

Pembina Dewan Redaksi

2011-2016

6 Buletin Penelitian Pelayanan Kesehatan

Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan

Anggota Dewan Redaksi

2016-sekarang

7 Jurnal Ekologi Kesehatan

Puslitbang Ukesmas

Anggota Dewan Redaksi

2017-sekarang

I. Karya Tulis Ilmiah

No. Kualifikasi Penulis Jumlah

1 Penulis Tunggal 24 2 Bersama Penulis lain 46 Total 70

55

No. Kualifikasi Bahasa Jumlah

1 Bahasa Indonesia 64 2 Bahasa Inggris 6 3 Bahasa lainnya - Total 70

J. Pembinaan Kader Ilmiah

Pejabat Fungsional Peneliti

No. Nama Instansi Peran/ Tugas Tahun

1 Hijaz Nuhung Balai Litbangkes Tanah Bumbu

Mentor 2015

2 Tety Rachmawati

Balitbangkes Mentor 2016

3 Ristiyanto B2P2PRV Salatiga

Mentor 2016

4 Tri Juni Angkasawati

Balitbangkes Mentor 2017

Mahasiswa

No. Nama PT/Universitas Peran/ Tugas Tahun

1 Adelia Universitas Indonesia

Penguji 2009

2 Moh. Rum Universitas Indonesia

Penguji 2010

3 Novita Universitas Indonesia

Penguji 2019

56

K. Organisasi Profesi Ilmiah

No. Jabatan/Kedudukan Nama Organisasi Tahun

1 Ketua Bidang Penelitian

Persatuan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI)

1992-1995

2 Anggota Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

1988-sekarang

3 Ketua III Pengurus Pusat Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI)

2000-2012

4 Ketua Umum Pengurus HAKLI DKI Jakarta

2010-2015

5 Anggota Asosiasi Peneliti Kesehatan Seluruh Indonesia

2009-sekarang

6 Anggota Himpunan Peneliti Indonesia

2013-sekarang

7 Sekretaris Umum Asosiasi Kesehatan Haji Indonesia (AKHI)

2015-2019

57

L. Tanda Penghargaan

No. Nama Penghargaan Pemberi Penghargaan

Tahun

1 Satya Lencana Karya Satya XX Tahun

Presiden RI 2004

2 Satya Lencana Karya Satya XXX Tahun

Presiden RI 2014

M. Pengalaman sebagai Konsultan

No Jenis/Bidang Konsultan Pemberi Jasa Tahun

1 Technical Assistance on Water Supply and Sanitation for the Low Income Group of Community (WSSLIC), Ditjen P2PL, Depkes RI.

WHO 1993

2 Consultant on Early Detection of Food Contamination, Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes RI.

WHO 1997-1998

3 Consultant on Sanitation Clinic Program, Ditjen P2PL Depkes RI.

WHO 2001

4 WHO National Consultant on Water Use In Selected Water Scarcity Areas, Ditjen P2PL, Depkes RI.

WHO 2006

58