optimalisasi peran kpai sebagai state auxiliary...

90
i OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY ORGANS DALAM PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK TELANTAR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : RYAN CHANDRA ARDHYANTO NIM : 1111048000025 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/ 2015 M

Upload: duongkien

Post on 11-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

i

OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY

ORGANS DALAM PERLINDUNGAN TERHADAP

ANAK TELANTAR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi

Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

RYAN CHANDRA ARDHYANTO

NIM : 1111048000025

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1436 H/ 2015 M

Page 2: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

ii

Page 3: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

iii

Page 4: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

iv

Page 5: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

v

OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY

ORGANS DALAM PERLINDUNGAN TERHADAP

ANAK TELANTAR

Nama : Ryan Chandra Ardhyanto

NIM : 1111048000025

Jurusan/Konsentrasi : Ilmu Hukum/Hukum Kelembagaan Negara

Fakultas : Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Skripsi ini membahas mengenai peran dan kontribusi Komisi Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI) sebagai state auxiliary organs atau lembaga negara bantu

yang ditinjau dari pelaksanaan tugas dan wewenangnya dalam perlindungan

terhadap anak telantar. Dalam penelitian ini, penulis fokus pada peran KPAI

dalam menangani anak telantar dengan mengambil beberapa contoh kasus yaitu

kasus penelantaran anak di Cibubur dan kasus penelantaran disertai kekerasan

yang mengakibatkan terbunuhnya seorang anak bernama Angeline di Bali.

Hingga saat ini, eksistensi KPAI masih sering dipertanyakan dan sering

dikesankan sebagai lembaga yang belum optimal dalam pelaksanaan tugas dan

wewenangnya, khususnya dalam perlindungan terhadap anak telantar. Sehingga,

penelitian ini ditujukan untuk mengetahui usaha-usaha apa saja yang dilakukan

oleh KPAI dalam melindungi hak-hak anak khususnya hak-hak anak telantar.

Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas

KPAI sebagai state auxiliary organs pada kasus-kasus penelantaran anak.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif

sehingga sumber data diperoleh dari bahan kepustakaan yang berupa peraturan

perundang-undangan, buku, artikel, majalah dan jurnal ilmiah terkait

permasalahan yang penulis teliti. Namun selain bahan kepustakaan tersebut,

penulis juga menggunakan metode wawancara sebagai metode pendukung untuk

melengkapi data yang dibutuhkan. Pada teknik pengolahan dan analisis data,

penulis mengumpulkan seluruh bahan dari berbagai sumber, mengklasifikasikan

berdasarkan isu hukumnya, lalu menganalisis data tersebut untuk menjawab

permasalahan dalam penelitian.

Setelah dilakukan penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan

bahwa KPAI adalah lembaga yang diberikan tugas dan wewenang dalam ranah

pengawasan penyelenggaraan pemenuhan hak anak. Belum optimalnya kinerja

KPAI dalam perlindungan anak, khususnya dalam perlindungan terhadap anak

telantar disebabkan oleh beberapa hambatan. Beberapa hambatan tersebut

Page 6: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

vi

diantaranya keterbatasan kewenangan yang kadang tidak sebanding dengan

ekspektasi kerja, keterbatasan anggaran, sulitnya pembentukan KPAD di daerah,

dan kurangnya perhatian pemerintah, penegak hukum dan masyarakat mengenai

perlindungan anak, khususnya perlindungan terhadap anak telantar.

Kata Kunci : Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), State Auxiliary

Organs, Anak Telantar.

Page 7: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq

dan hidayahnya kepada kita semua khususnya kepada penulis. Karena atas izin-

Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “OPTIMALISASI

PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY ORGANS DALAM

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK TELANTAR”. Shalawat serta salam

juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta

para pengikutnya yang hingga sampai saat ini masih memegang teguh ajaran

beliau.

Skripsi ini merupakan hasil dari segala upaya dan kerja keras maksimal

dari penulis. Namun, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis

harapkan. Dukungan dari beberapa pihak juga turut berpengaruh dalam proses

pengerjaan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan

harapan. Skripsi ini khusus penulis persembahkan kepada kedua orangtua penulis

yaitu Bapak Wagino dan Ibu Woro yang selalu memberikan motivasi serta doa

yang tiada henti bagi penulis.

Penulis juga berterimakasih sebanyak-banyaknya kepada pihak-pihak yang

telah membantu penulis dalam proses penulisan skripsi ini atas dukungan

Page 8: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

viii

akademis maupun moril, sehingga rasa terimakasih tersebut sudah sepantasnya

penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. dan Drs. Abu Thamrin, S.H.,

M.Hum. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Asroru Ni’am Sholeh, Lc, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

4. Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

memberikan kesempatan bagi penulis untuk memperoleh data dan melakukan

penelitian.

5. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

6. Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan

bimbingan ilmu selama penulis berada dalam masa perkuliahan.

7. Orangtua penulis, yaitu Bapak Wagino dan Ibu Woro yang telah memberikan

kasih sayang, perhatian, doa dan banyak pengorbanan sehingga penulis

mampu berjalan dan sampai di tahap sejauh ini. Segala hasil yang penulis

peroleh khususnya skripsi dan gelar sarjana ini penulis persembahkan kepada

kedua orangtua penulis.

8. Adik penulis satu-satunya, Andika Yulyan Chandra yang selalu mampu

membuat penulis berusaha melatih kesabaran.

Page 9: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

ix

9. Asrama United Islamic Cultural Centre of Indonesia (UICCI), khususnya

asrama cabang Sulaimaniyah, terimakasih kepada abi-abi yang telah

memberikan banyak pelajaran berharga, perhatian dan kesabaran kepada

penulis dalam menuntut ilmu. Juga kepada kawan-kawan asrama yang selama

kurang lebih 4 tahun tinggal di asrama yang sama, terimakasih atas

kenyamanan yang telah diberikan.

10. Desi Aslutiana, terimakasih atas segala motivasi, perhatian dan pengertiannya

kepada penulis.

11. Senior penulis, khususnya kepada Kak Endah, Kak Cantika dan Kak Kendri

yang telah memberikan banyak pelajaran berharga dan suasana kekeluargaan

di kampus.

12. Para Legend MCC, Novita, Avivah, Afrita, Ummu, Tommi, dan Iwan yang

selalu multi fungsi, dapat menjadi sahabat, keluarga, teman diskusi dan

mampu memberikan motivasi kepada penulis.

13. Segenap pengurus dan anggota MootCourt Community (MCC) Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan

kenyamanan, keceriaan sekaligus ilmu dan pengalaman berharga yang

bermanfaat bagi penulis.

14. Teman seperjuangan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum angkatan

2011 khususnya konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara.

15. Septi Rosemalia dan sahabat-sahabat TK yang selalu memberikan motivasi

dan doa kepada penulis.

Page 10: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

x

Terakhir, atas segala motivasi dan doa yang telah diberikan berbagai pihak

kepada penulis, penulis berharap dan berdoa semoga Allah SWT membalas

dengan pahala yang setimpal dan dijadikan amal jariyah yang terus mengalir.

Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam bidang keilmuan

khususnya ilmu hukum serta bermanfaat untuk semua pihak, khususnya bagi

pembaca dan penulis.

Jakarta, 03 Oktober 2015

Penulis

Ryan Chandra Ardhyanto

Page 11: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

xi

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................V

KATA PENGANTAR .......................................................................................VII

DAFTAR ISI .......................................................................................................XI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ...............................................9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .....................................................10

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ...........................................11

E. Kerangka Teori dan Konseptual ...................................................13

F. Metode Penelitian .........................................................................17

G. Sistematika Penulisan ...................................................................21

BAB II KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA SEBAGAI

STATE AUXILIARY ORGANS DI INDONESIA

A. Gambaran Umum Tentang State Auxiliary Organs .....................23

B. Latar Belakang Pembentukan KPAI ............................................28

C. Kedudukan KPAI dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia ......31

D. Struktur Kepengurusan KPAI ......................................................33

E. Tugas dan Wewenang KPAI ........................................................35

Page 12: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

xii

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK TELANTAR

A. Pengertian Anak Telantar ............................................................41

B. Bentuk-Bentuk Tindakan yang Dapat Dikategorikan Penelantaran

Anak ............................................................................................47

C. Faktor Penyebab Penelantaran Anak ...........................................50

D. Dampak Tindakan Penelantaran Bagi Anak ................................52

E. Hukuman Bagi Pelaku Penelantaran Anak ..................................54

BAB IV KONTRIBUSI KPAI DALAM PERLINDUNGAN TERHADAP

ANAK TELANTAR

A. Tugas dan Wewenang KPAI dalam Penanganan Anak Telantar

........................................................................................58

B. Peran KPAI pada Penanganan Kasus Penelantaran Anak (Kasus

Penelantaran Anak Cibubur dan Kasus Pembunuhan Angeline)

.....................................................................................63

C. Hambatan dan Kendala KPAI ......................................................68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ..................................................................................72

B. Saran .............................................................................................73

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................75

Page 13: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah-masalah sosial di Indonesia yang kompleks dan muncul di

berbagai bidang menuntut pemerintah melalui lembaga-lembaga negara yang ada

untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Lembaga-lembaga negara yang

dimaksud adalah lembaga negara primer yaitu lembaga legislatif, eksekutif, dan

yudikatif sesuai dengan doktrin Trias Politica yang dikemukakan oleh John Locke

dan dikembangkan oleh Montesquieu.

Trias Politica adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri atas tiga

macam kekuasaan : Pertama, kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat

undang-undang; kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan

undang-undang; ketiga, kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas

pelanggaran undang-undang. Trias Politica adalah suatu prinsip normatif bahwa

kekuasaan-kekuasaan (functions) ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang

yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang

berkuasa.1 Doktrin ini berkembang cukup lama dan banyak diterapkan di

berbagai negara di dunia. Selain itu, bentuk kelembagaan negara seperti itu juga

menjadi model baku yang diterapkan dalam sistem ketatanegaraan di beberapa

negara.

1 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-8, (Jakarta :

PT.Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 282.

Page 14: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

2

Saat ini, negara-negara abad ke-20, apalagi negara yang sedang

berkembang di mana kehidupan ekonomi dan sosial telah menjadi demikian

kompleksnya serta badan eksekutif mengatur hampir semua aspek kehidupan

masyarakat, Trias Politika dalam arti “pemisahan ke dalam tiga kekuasaan” tidak

dapat dipertahankan lagi. Dengan berkembangnya konsep mengenai Negara

Kesejahteraan (Welfare State) di mana pemerintah bertanggung jawab atas

kesejahteraan seluruh rakyat, dan karena itu harus menyelenggarakan perencanaan

perkembangan ekonomi dan sosial secara menyeluruh, maka fungsi kenegaraan

sudah jauh melebihi tiga macam fungsi yang disebut oleh Montesquieu.2

Montesquieu mengidealkan bahwa ketiga fungsi kekuasaan negara itu

harus dilembagakan masing-masing dalam tiga lembaga atau organ negara. Satu

organ hanya boleh menjalankan satu fungsi dan tidak boleh saling mencampuri

urusan masing-masing dalam arti yang mutlak. Jika tidak demikian maka

kebebasan akan terancam. Hanya saja konsep trias politika yang diidealkan

Montesquieu ini jelas tidak relevan lagi dewasa ini, mengingat tidak mungkin lagi

mempertahankan bahwa ketiga organ negara hanya berurusan secara ekslusif

dengan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan tersebut. Kenyataan dewasa ini

menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu tidak mungkin tidak

saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat sederajat dan saling

mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip check and balances.3

2 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-8, h. 286.

3 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, (Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006), h. 35-36

Page 15: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

3

Ketika ketiga cabang kekuasaan utama negara tersebut tidak dapat lagi

bekerja secara maksimal akibat tuntutan pergerakan masyarakat yang semakin

dinamis dan masalah sosial yang semakin kompleks, maka diperlukan adanya

lembaga-lembaga baru yang lebih efektif dan bebas dari intervensi politik. Hal-hal

inilah yang melatarbelakangi lahirnya state auxiliary organs di beberapa negara

termasuk di Indonesia. Pasca reformasi dan pasca amandemen Undang-Undang

Dasar 1945, bermunculan lembaga-lembaga negara yang sifatnya mandiri dan

independen (state auxiliary organs) baik yang memiliki tupoksi dalam lingkup

eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, diantaranya4 :

Nama Lembaga E L Y Dasar Hukum

Komisi Yudisial X Pasal 24B UUD 1945 dan

UU No. 22 Tahun 2004

Komisi Pemberantasan Korupsi X X X UU No. 30 Tahun 2002

Komisi Penyiaran Indonesia X X UU No. 32 Tahun 2002

Komisi Kepolisian Nasional X UU No. 2 Tahun 2002

Komisi Perlindungan Anak Indonesia X X UU No. 23 Tahun 2002 dan

Keppres No. 77 Tahun 2003

Komisi Pemilihan Umum X Pasal 22E UUD 1945 dan

UU No. 12 Tahun 2003

Komisi Pengawas Persaingan Usaha X X X UU No. 5 Tahun 1999

Komisi Hukum Nasional X Keppres No. 15 Tahun 2000

4 Evy Trisulo, Konfigurasi State Auxiliary Bodies dalam Sistem Pemerintahan

Indonesia, Tesis, (Jakarta : Universitas Indonesia, 2012), h. 93 (dengan perubahan seperlunya oleh

penulis)

Page 16: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

4

Komisi Ombudsman X X UU No. 37 Tahun 2008

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia X X UU No. 39 Tahun 1999 dan

Keppres No. 48 Tahun 2001

Dewan Riset Nasional X Keppres No. 94 Tahun 1999

Dewan Gula Nasional X Keppres No. 23 Tahun 2003

Dewan Ketahanan Pangan X Keppres No. 132 Tahun

2001

Ket : (E) eksekutif, (L) legislatif, (Y) yudikatif

Istilah state auxiliary organs/states auxiliary bodies dipadankan dengan

lembaga yang melayani, lembaga penunjang, lembaga bantu, dan lembaga negara

pendukung5 atau dapat juga disebut lembaga negara sekunder. Di Indonesia,

biasanya istilah state auxiliary organs (selanjutnya disingkat SAO) merujuk

kepada Lembaga, Dewan, Badan atau Komisi. Salah satu tujuan utama

dibentuknya SAO adalah untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang

belum mampu diselesaikan oleh lembaga-lembaga negara primer yang sudah ada.

Karena itulah kemunculan SAO di suatu negara seharusnya efektif dan merupakan

jawaban dari permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat.

Salah satu masalah sosial yang dihadapi berbagai negara termasuk

Indonesia adalah masalah sosial anak. Berbicara mengenai anak adalah sangat

penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang. Dialah

yang ikut berperan menentukan sejarah bangsa sekaligus cermin sikap hidup

5 Arifin Firmansyah, dkk, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar

Lembaga Negara, (Jakarta : Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2005), h. 24.

Page 17: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

5

bangsa pada masa mendatang.6 Anak merupakan salah satu aset pembangunan

nasional, patut dipertimbangkan dan diperhitungkan dari segi kualitas dan masa

depannya. Tanpa kualitas yang handal dan masa depan yang jelas bagi anak,

pembangunan nasional akan sulit dilaksanakan dan nasib bangsa akan sulit pula

dibayangkan.7

Di Indonesia sendiri walaupun sudah ada peraturan perundang-undangan

yang mengatur mengenai anak, namun masih banyak anak yang dapat

dikategorikan ke dalam Anak Rawan. Anak Rawan sendiri pada dasarnya adalah

sebuah istilah untuk menggambarkan kelompok anak-anak yang karena situasi,

kondisi, dan tekanan-tekanan kultur maupun struktur menyebabkan mereka belum

atau tidak terpenuhi hak-haknya, dan bahkan acap kali pula dilanggar

hak-haknya.8

Beberapa kasus terhadap anak yang baru-baru ini menjadi sorotan publik

adalah kasus penelantaran dan kekerasan terhadap anak. Pada bulan Mei 2015

masyarakat dihebohkan dengan kasus penelantaran lima orang anak yang

dilakukan oleh kedua orangtuanya sendiri di perumahan Citra Grand Cibubur,

Bekasi. Lalu dilanjutkan oleh berita hilangnya seorang anak bernama Angeline

pada tanggal 16 Mei 2015 di Bali yang pada akhirnya anak tersebut ditemukan

tewas di pekarangan rumahnya sendiri pada tanggal 10 Juni 2015.

6 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung : PT Refika Aditama, 2006), h.

5.

7 Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, (Bandung : PT Alumni,

2010), h. 1.

8 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,

2010), h.4.

Page 18: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

6

Dari pemaparan tentang kasus-kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa

kekerasan bahkan pembunuhan dimana anak menjadi korban diawali karena

ketidakpedulian dan penelantaran yang dilakukan baik oleh orangtua, masyakarat,

dan pemerintah sehingga anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang dan

perhatian yang cukup dalam masa tumbuh kembangnya justru tidak dapat

memperoleh kebutuhan dasarnya tersebut dan hal ini dapat disebut penelantaran

anak. Penelantaran anak menjadi salah satu kasus yang dapat dikategorikan anak

rawan dan masih banyak terjadi di Indonesia, sehingga memerlukan perhatian

lebih, baik oleh pemerintah maupun masyarakat.

Dalam Buku Pedoman Pembinaan Anak Telantar yang dikeluarkan Dinas

Sosial Provinsi Jawa Timur (2001) disebutkan bahwa yang disebut anak telantar

adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya

dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.9 Seorang anak

dikatakan telantar, bukan sekedar karena ia sudah tidak lagi memiliki salah satu

orang tua atau kedua orang tuanya. Tetapi, telantar di sini juga dalam pengertian

ketika hak-hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar, untuk memperoleh

pendidikan yang layak, dan untuk memperoleh pelayanan kesehatan memadai,

tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidakmengertian orang tua, ketidakmampuan

atau kesengajaan.10

9 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 212.

10

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 213.

Page 19: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

7

Kasus penelantaran anak di Indonesia, termasuk kasus penelantaran yang

mengakibatkan kekerasan pada anak, tentu membutuhkan perhatian pemerintah

melalui lembaga-lembaga negaranya. Kewajiban pemeliharaan dan pemenuhan

kebutuhan dasar anak memang menjadi tanggung jawab utama orang tua, namun

apabila orang tua tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik karena faktor

kemiskinan, kelalaian atau karena gangguan psikologis, maka selanjutnya

pemerintah yang dituntut untuk mampu mengambil peran orang tua tersebut

melalui lembaga-lembaga negaranya. Bukan hanya kepolisian dan aparat penegak

hukum lain yang berwenang memberikan hukuman bagi pelaku, namun

diperlukan lembaga negara lain untuk memberikan perlindungan dan rehabilitasi

bagi anak sebagai korban penelantaran.

Melalui Pasal 74 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak yang berbunyi “dalam rangka meningkatkan efektivitas

penyelenggaraan perlindungan anak, dengan undang-undang ini dibentuk Komisi

Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen” serta dipertegas dengan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2003, maka lahirlah

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (selanjutnya disingkat KPAI).

Sebagai salah satu SAO di Indonesia yang bersifat independen, KPAI

memiliki tugas dan wewenang sebagai pengawas pemerintah dalam hal

pelaksanaan kebijakan terkait perlindungan anak. KPAI pada dasarnya adalah

lembaga negara yang independen, yang digolongkan sebagai lembaga

Page 20: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

8

non-struktural yang memiliki fungsi menjaga akuntabilitas pemerintahan terhadap

masyarakat.11

Selain tugas dan wewenang sebagai pengawas pemerintah, kedudukan

KPAI sebagai SAO juga diharapkan mampu memberikan kontribusi lebih dalam

rangka menciptakan situasi dan kondisi yang aman bagi anak, perlindungan

terhadap hak anak serta menjamin tercapainya masa depan anak sebagai generasi

penerus bangsa. Selama ini, peran dan kontribusi KPAI dikesankan hanya terlihat

pada kasus-kasus yang mendapat sorotan publik dan sifatnya represif, bertindak

setelah adanya kejadian.

Selain itu, tugas dan wewenang KPAI masih sangat terbatas pada tingkat

pengawasan sehingga kurang dapat memenuhi ekspektasi masyarakat, khususnya

pada penanganan anak terlantar. Padahal, mengingat kedudukannya sebagai SAO

atau lembaga negara independen, KPAI harus mampu mengatasi masalah sosial

yang diamanahkan padanya secara optimal. Maka atas dasar pemikiran dan latar

belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut

mengenai permasalahan tersebut untuk menjadi bahan skripsi yang berjudul

“OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY ORGANS

DALAM PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK TELANTAR”.

11

Enny Rosyidah Badawi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sebagai Pengawas

Penyelenggaraan Perlindungan Anak di Indonesia, (Jakarta : Komisi Perlindungan Anak

Indonesia, 2010), h.18.

Page 21: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

9

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang akan penulis bahas tidak terlalu meluas sehingga

dapat mengakibatkan ketidakjelasan maka penulis membuat pembatasan

masalah yakni, membahas peran dan kontribusi KPAI sebagai State Auxiliary

Organs yang ditinjau dari pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada

perlindungan terhadap anak telantar. Dalam penelitian ini penulis akan fokus

pada peran KPAI dalam menangani kasus-kasus penelantaran anak diantaranya

kasus penelantaran anak di Cibubur dan kasus penelantaran, kekerasan dan

pembunuhan Angeline di Bali sebagai gambaran umum terhadap kasus-kasus

penelantaran anak di Indonesia.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang kemunculannya, maka tujuan utama

pembentukan State Auxiliary Organs adalah untuk menyelesaikan

masalah-masalah sosial tertentu yang belum mampu diselesaikan oleh

lembaga negara primer yang sudah ada. Diantara sekian banyak masalah

sosial di Indonesia, masalah sosial anak khususnya anak telantar merupakan

masalah sosial yang harus segera diatasi. Maka, kemunculan KPAI sebagai

State Auxiliary Organs yang bebas dari intervensi politik diharapkan menjadi

jawaban atas permasalahan sosial anak khususnya anak telantar yang semakin

lama semakin kompleks.

Page 22: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

10

Namun kenyataannya, tugas dan kewenangan KPAI yang diatur

melalui Pasal 76 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

sangat terbatas. Hal ini mengakibatkan KPAI terkesan tidak optimal dalam

menyelesaikan masalah sosial anak, khususnya masalah anak telantar.

Rumusan masalah di atas, penulis rangkum dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut :

a. Bagaimana usaha KPAI dalam perlindungan terhadap anak, khususnya

anak telantar?

b. Bagaimana efektivitas KPAI sebagai State Auxiliary Organs pada

penanganan kasus penelantaran anak?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulisan

Secara umum tujuan penulisan adalah untuk mendalami tentang

permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan

masalah. Secara khusus tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai

berikut :

a. Untuk mengetahui usaha KPAI dalam perlindungan terhadap anak,

khususnya anak telantar.

b. Untuk mengetahui efektivitas KPAI sebagai State Auxiliary Organs

pada penanganan kasus penelantaran anak.

Page 23: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

11

2. Manfaat penulisan

Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dalam hukum kelembagaan di bidang lembaga negara

independen (state auxiliary organs), utamanya mengenai segala aspek

yang menyangkut eksistensi KPAI dalam struktur ketatanegaraan di

Indonesia. Selain itu adanya tulisan ini dapat menambah perbendaharaan

koleksi karya ilmiah dengan memberikan kontribusi bagi perkembangan

hukum kelembagaan di Indonesia.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka

acuan dan landasan bagi penulis lanjutan, dan mudah-mudahan dapat

memberikan bahan informasi dan masukan baik bagi pemerintah maupun

semua pihak yang terkait dalam rangka penyiapan dan penyempurnaan

perangkat hukum di bidang lembaga negara independen.

c. Manfaat Akademis

Penelitian ini merupakan syarat untuk meraih gelar Sarjana

Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah.

Page 24: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

12

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan

menyertakan beberapa hasil penilitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan

kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut:

Skripsi yang disusun oleh Rizky Pramustiko Putera dari Universitas

Indonesia pada tahun 2012 dengan judul Analisis Kewenangan Komisi

Perlindungan Anak Indonesia dalam Struktut Ketatanegaraan Republik Indonesia.

Skripsi ini menjelaskan tentang kedudukan dan fungsi KPAI sebagai lembaga

negara bantu dalam sistem ketatanegaraan Indonesia serta hubungannya dengan

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Skripsi kedua yang disusun oleh Hilman Reza dari Universitas UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tahun 2014 dengan judul Peran Komisi Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI) dalam Mengatasi Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Skripsi ini membahas mengenai peran KPAI sebagai lembaga pelindung anak

khususnya dalam hal anak sebagai pelaku atau korban kekerasan seksual. Dalam

skripsinya penulis juga mengkritisi peran KPAI yang pasif dan sering tertinggal

oleh Lembaga Swadaya Masyarakat lain dalam kasus-kasus kekerasan seksual

terhadap anak.

Buku yang ditulis Jimly Asshiddiqie dengan judul “Perkembangan dan

Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi” yang diterbitkan oleh Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI Tahun 2006. Buku tersebut

berisi tentang perkembangan lembaga negara secara universal dari waktu ke

Page 25: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

13

waktu, konsep lembaga negara, kategorisasi lembaga negara di Indonesia ke

dalam 34 kategori dan gambaran umum tentang State Auxiliary Organs.

Sebagai perbandingan sekaligus pembeda dari contoh skripsi yang ditulis

oleh Rizky Pramustiko Putera, dalam skripsi ini penulis membahas mengenai

optimalisasi KPAI yang berarti akan membahas lebih mendalam terhadap

kedudukannya dan efektivitasnya sebagai state auxiliary organs, tugas dan

wewenangnya serta lebih fokus pada penanganannya terhadap anak telantar.

Sedangkan dibandingkan contoh skripsi kedua yang ditulis oleh Hilman

Reza yang membahas tentang peran KPAI dalam mengatasi kekerasan seksual

terhadap anak, maka penulis lebih fokus pada peran KPAI dalam mengatasi anak

telantar. Selain itu, penulis juga akan membahas mengenai hambatan dan kendala

KPAI dalam melaksnakan tugas dan fungsinya karena mengingat kedudukannya

sebagai lembaga negara independen, KPAI seharusnya mampu menjalankan tugas

dan fungsinya secara optimal.

Sebagai pembeda dengan buku yang ditulis oleh Jimly Asshiddiqie, penulis

lebih fokus pada perkembangan State Auxiliary Organs di Indonesia, khususnya

lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan

tugas dan wewenang KPAI pada penanganan terhadap anak telantar yang

akhirnya akan melihat seberapa jauh kontribusi KPAI sebagai salah satu State

Auxiliary Organs di Indonesia.

Page 26: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

14

E. Kerangka Teori dan Konseptual

Dalam filsafat hukum dan kenegaraan dikenal adanya lima ajaran atau teori

yang biasa diperdebatkan dalam sejarah, yaitu kedaulatan Tuhan (Sovereignty of

God), kedaulatan raja (Sovereignty of the King), kedaulatan hukum (Sovereignty

of Law), kedaulatan rakyat (People’s Sovereignty), dan ajaran kedaulatan negara

(State’s Sovereignty). Prinsip kedaulatan rakyat selain diwujudkan dalam bentuk

peraturan perundang-undangan, juga tercermin dalam struktur dan mekanisme

kelembagaan negara dan pemerintahan yang menjamin tegaknya sistem hukum

dan berfungsinya sistem demokrasi.

Dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat itu biasanya

diorganisasikan melalui dua pilihan cara, yaitu melalui sistem pemisahan

kekuasaan (separation of power) atau pembagian kekuasaan (distribution atau

division of power). Pada intinya, prinsip-prinsip pemisahan atau pembagian

kekuasaan itu dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan negara dari kemungkinan

menjadi sumber penindasan dan tindakan sewenang-wenang pada penguasa.12

Secara visual, nampaklah bahwa kekuasaan dapat dibagi dengan dua cara :

A. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya dan dalam

hal ini yang dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat

pemerintahan. Carl J. Friedrich memakai istilah pembagian kekuasaan secara

teritorial (territorial division of power). Pembagian kekuasaan ini dengan

jelas dapat kita saksikan kalau kita bandingkan antara negara kesatuan,

negara federal serta konfederasi.

12

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2011), h.138.

Page 27: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

15

B. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya secara

horizontal. Pembagian ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi

pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang lebih

dikenal sebagai Trias Politica atau pembagian kekuasaan (division of

powers).13

Ketiga Undang-undang Dasar di Indonesia tidak secara eksplisit

mengatakan bahwa doktrin Trias Politika dianut, tetapi karena ketiga

Undang-undang Dasar menyelami jiwa dari demokrasi konstitusional, maka dapat

disimpulkan bahwa Indonesia menganut Trias Politika dalam arti pembagian

kekuasaan. Hal ini jelas dari pembagian Bab dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Misalnya Bab III tentang Kekuasaan Pemerintah Negara, Bab VII tentang Dewan

Perwakilan Rakyat, dan Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan

legislatif dijalankan oleh Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan

Rakyat. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh Presiden dibantu oleh

menteri-menteri sedangkan kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah

Agung dan lain-lain badan kehakiman.14

Namun, disebabkan karena dinamika ketatanegaraan dan adanya kebutuhan

baik karena faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya maka lembaga-lembaga

negara mengalami perkembangan. Salah satunya adalah munculnya state auxiliary

organs atau biasa disebut lembaga negara independen. Komisi Perlindungan Anak

Indonesia merupakan salah satu contoh lembaga negara independen untuk

menangani masalah sosial anak khususnya anak rawan di Indonesia. Untuk

13

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h 267.

14 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h 288.

Page 28: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

16

memahami hal tersebut dan memahami hubungan antara konsep-konsep yang

penulis akan teliti dan bahas dalam penelitian ini, maka diperlukan suatu kerangka

konseptual sebagai berikut :

1. State Auxiliary Organs dapat disebut lembaga negara independen, komisi

independen, komisi negara independen, lembaga negara bantu, lembaga

negara yang melayani, organ sampiran negara atau lembaga negara

penunjang. Beberapa negara juga mengenal lembaga ini dengan istilah state

auxiliary bodies, administrative agencies, independent regulatory agencies,

atau state auxiliary agencies. Menurut Jimly Asshidiqie, komisi negara

independen adalah organ negara (state organs) yang diidealkan independen

dan karenanya berada di luar cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun

yudikatif, namun justru mempunyai fungsi campur sari ketiganya.15

Pembentukan lembaga-lembaga negara bantu tersebut harus memiliki

landasan pijakan yang kuat dan paradigma yang jelas. Dengan demikian,

keberadaannya dapat membawa manfaat bagi kepentingan publik umumnya

serta bagi penataan sistem ketatanegaraan pada khususnya.16

2. Komisi Perlindungan Anak Indonesia adalah lembaga yang bersifat

independen yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas

penyelenggaraan anak.

15

Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada : Reformasi Hukum

Ketatanegaraan, (Jakarta: Kompas, 2008), h. 266.

16 Ni’matul Huda, Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, (Yogyakarta

: UII Press, 2007), h. 202.

Page 29: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

17

3. Anak Telantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi

kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun

sosial. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak menyebutkan bahwa Anak Telantar adalah anak yang tidak terpenuhi

kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spritual, maupun sosial.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam hukum dibedakan menjadi dua, yaitu penelitian

hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian normatif

merupakan penelitian dengan menggunakan data sekunder yakni data yang

diperoleh dari penelitian kepustakaan, sedangkan penelitian empiris adalah

penelitian yang dilakukan secara langsung di dalam masyarakat.17

Dalam

sebuah penelitian hukum, dapat digunakan salah satu jenis penelitian tersebut

ataupun kombinasi antara keduanya.

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Dalam

penelitian normatif yang diteliti hanya daftar pustaka atau data sekunder,

yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.18

Penelitian Hukum Normatif (yuridis normatif) adalah metode penelitian

hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder

17

Soerjono Soekanto dan Sri mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : PT

RajaGrafindo Persada, 2001), h. 14

18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penulisan Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), h. 52

Page 30: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

18

belaka.19

Namun dalam penelitian ini penulis juga akan menggunakan

metode wawancara sebagai metode pendukung. Penulis akan mengambil

contoh kasus terkait dengan isu yang dibahas sehingga metode wawancara

sangat diperlukan sebagai metode untuk mendapatkan data lapangan dalam

penelitian ini.

Dalam kaitannya dengan penelitian normatif, maka dalam penelitian

ini penulis akan menggunakan beberapa pendekatan, yaitu:20

a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach)

Pendekatan perundang-undangan yang akan penulis gunakan

dalam penelitian ini yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, Keputusan Presiden No. 77 Tahun 2003

tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

b. Pendekatan Konsep (conceptual approach)

Pendekatan konseptual digunakan untuk memahami beberapa

konsep yaitu konsep lembaga negara independen di Indonesia khususnya

KPAI dan konsep mengenai anak telantar.

c. Pendekatan Kasus (case approach)

Pendekatan kasus penulis gunakan untuk melihat contoh-contoh

kasus yang dapat dikategorikan anak telantar berikut penanganannya.

19

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 13-14.

20

Johnny Ibrahim, Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif, (Malang:

Bayumedia Publising, 2007), h. 300

Page 31: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

19

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan data yang bersumber

dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Data sekunder merupakan

data yang dikumpulkan dalam penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan

adalah teknik untuk mencari bahan-bahan atau data-data yang bersifat

sekunder yaitu data-data yang erat hubungannya dengan bahan primer dan

dapat dipakai untuk menganalisa permasalahan.

Pada penelitian kepustakaan, sarana yang digunakan untuk

mendapatkan data adalah bahan-bahan pustaka yang terdiri dari tiga macam

bahan hukum, yaitu sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat,21

yaitu Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 35 Tahun

2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia, Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003

tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, dan

peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.

21

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press,2010), h. 52.

Page 32: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

20

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer22

, yaitu berbagai buku yang

membahas tentang lembaga negara, berbagai buku yang membahas

tentang lembaga negara independen, berbagai buku yang membahas

tentang anak, berbagai artikel dan makalah di dalam jurnal dan majalah

maupun media lainnya.

c. Bahan hukum tersier, bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari

kamus hukum, jurnal hukum, ensiklopedi hukum, dan

dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan objek penelitian

untuk diterapkan dalam penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis akan mengumpulkan data dari berbagai

sumber baik melalui bahan hukum primer, sekunder, dan tersier serta

didukung dengan penelitian lapangan berupa wawancara dan permohonan

data kasus.

4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data dari berbagai sumber terkumpul, penulis akan

mengklasifikasikan berdasarkan isu hukum yang penulis bahas sehingga data

yang diperoleh sistematis. Setelah data disusun, maka penulis akan

menganalisa data tersebut untuk menjawab permasalahan dalam penelitian

ini. Teknik yang penulis gunakan untuk menganalisis data adalah analisis

22

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 53.

Page 33: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

21

deksriptif kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan

menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan

kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori, asas, dan kaidah hukum

yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas

permasalahan yang dirumuskan.

5. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman

Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, tahun 2012.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini berfungsi agar penelitian lebih sistematis. Penulis

akan mencoba membahas persoalan-persoalan dengan membaginya dalam

beberapa bab. Dari beberapa bab tersebut akan terbagi lagi menjadi beberapa

sub-sub bab sehingga mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini.

Bab pertama, penulis menguraikan tentang Latar Belakang Masalah,

Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan

(Review) Kajian Terdahulu, Kerangka Teori dan Konseptual, Metodologi

Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab kedua, yaitu tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia sebagai

State Auxiliary Organs di Indonesia yang terdiri dari gambaran umum tentang

State Auxiliary Organs, latar belakang pembentukan KPAI, kedudukan KPAI

Page 34: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

22

dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, strutur kepengurusan, serta tugas dan

wewenangnya sebagai State Auxiliary Organs.

Bab ketiga, yaitu tinjauan umum mengenai anak telantar, penulis akan

menjelaskan mengenai pengertian anak telantar, bentuk-bentuk tindakan yang

dapat dikategorikan penelantaran anak, faktor penyebab, dampak bagi anak, dan

hukuman bagi pelaku penelantaran anak.

Bab keempat, yaitu tentang kontribusi KPAI dalam perlindungan terhadap

anak telantar yang berisi tentang tugas dan wewenang KPAI secara umum pada

penanganan anak telantar, peran KPAI pada penanganan kasus penelantaran anak

diantaranya berisi mengenai uraian singkat tentang kasus penelantaran anak

Cibubur dan kasus penelantaran, kekerasan, disertai pembunuhan anak bernama

Angeline di Bali sebagai gambaran terhadap kasus-kasus penelantaran anak yang

terjadi di Indonesia. Pada bab ini dijelaskan pula mengenai hambatan KPAI dalam

memberikan perlindungan kepada anak khususnya dalam penanganan terhadap

anak telantar untuk mengetahui apakah KPAI sudah optimal dalam melaksanakan

tugas dan wewenangnya serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerjanya.

Bab kelima, yaitu penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian

dan saran-saran yang penulis uraikan sebagai solusi untuk menyelesaikan

permasalahan penelitian.

Page 35: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

23

BAB II

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA SEBAGAI

STATE AUXILIARY ORGANS DI INDONESIA

A. Gambaran Umum tentang State Auxiliary Organs

Dinamika ketatanegaraan di berbagai negara di dunia saat ini berkembang

cepat mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. Teori Trias Politika

sebagai konsep ketatanegaraan yang banyak diterapkan oleh berbagai negara di

dunia perlahan mulai bergeser. Kekuasaan legislatif sebagai pembentuk

undang-undang, kekuasaan eksekutif sebagai pelaksana undang-undang, dan

kekuasaan yudikatif sebagai yang mengadili atas pelanggaran undang-undang1

lambat laun mulai keluar dari fungsi asalnya.

Di Indonesia, sejak diadakannya Perubahan Pertama yang kemudian lebih

dilengkapi lagi oleh Perubahan Kedua, Ketiga, dan Keempat UUD 1945,

konstitusi negara kita meninggalkan doktrin pembagian kekuasaan dan

mengadopsi gagasan pemisahan kekuasaan dalam arti horizontal (horizontal

separation of power). Pemisahan kekuasaan itu dilakukan dengan menerapkan

prinsip check and balances di antara lembaga-lembaga konstitusional yang

sederajat yang diidealkan saling mengendalikan satu sama lain.2

Dalam

pembuatan undang-undang misalnya, bukan hanya legislatif yang bertugas untuk

1

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-8, (Jakarta :

PT.Gramedia Pustaka Utama, 2013), h.282.

2 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, (Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006), h. 45

Page 36: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

24

membuat undang-undang melainkan juga harus melibatkan eksekutif di dalam

proses pembuatannya.

Selain perkembangan atas fungsi ketiga lembaga tersebut, dinamika

ketatanegaraan yang terjadi juga mengakibatkan munculnya lembaga-lembaga

negara baru di beberapa negara yang berfungsi sebagai lembaga negara

penunjang. Lembaga-lembaga tersebut dikenal dengan nama lembaga negara

independen, komisi independen, komisi negara independen, lembaga negara

bantu, lembaga negara yang melayani, organ sampiran negara atau lembaga

negara penunjang. Lembaga-lembaga ini dapat juga disebut lembaga negara

sekunder karena berada di luar kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif

sebagai lembaga negara primer.

Di negara-negara demokrasi yang telah mapan, seperti di Amerika Serikat

dan Perancis, pada tiga dasawarsa terakhir abad ke-20, juga banyak bertumbuhan

lembaga-lembaga negara baru. Lembaga-lembaga baru tersebut biasa disebut

sebagai state auxiliary organs, atau auxiliary institutions sebagai lembaga negara

yang bersifat penunjang. Di antara lembaga-lembaga itu kadang-kadang ada juga

yang disebut sebagai self regulatory agencies, independent supervisory bodies,

atau lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi campuran (mix-function) antara

fungsi-fungsi regulatif, administratif, dan fungsi penghukuman yang biasanya

dipisahkan tetapi justru dilakukan secara bersamaan oleh lembaga-lembaga baru

tersebut.3

3 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, h. 339

Page 37: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

25

Di Amerika Serikat, kelahiran organ kekuasaan baru, yang kemudian

dikenal dengan istilah “komisi negara” atau administrative agencies,

sesungguhnya telah dimulai dengan pembentukan Interstate Commerce

Commission, yang berdiri dengan pengesahan Congress pada 1887. Kemudian

dilanjutkan pada 1914, ketika krisis ekonomi melanda dunia, Amerika Serikat

menghendaki sebuah lembaga yang secara khusus mengatur dunia bisnis, untuk

mengawasi bentuk-bentuk persaingan usaha. Maka lahirlah apa yang dinamakan

dengan Federal Trade Commission. Dalam periode berikutnya, di Amerika

Serikat bermunculan sejumlah komisi negara independen (independent

regulatory agencies). Hingga saat ini, setidaknya tercatat 30 komisi negara

independen yang dimiliki oleh Amerika Serikat.4

Sementara di negara-negara dunia ketiga, seperti Afrika Selatan, Thailand

dan Indonesia, pembentukan komisi-komisi negara, baru melembaga ketika

berlangsung proses transisi demokrasi. Afrika Selatan mungkin yang mula-mula

mengawali proyek re-demokratisasi ini, yang kemudian menjadi rujukan bagi

negara-negara dunia ketiga lainnya.5

Hingga saat ini, sudah banyak

negara-negara di dunia yang mengadopsi hal tersebut karena lembaga-lembaga

negara yang sudah ada belum cukup untuk menyelesaikan problematika

masyarakat yang semakin kompleks.

4 Titik Triwulan T dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2011), h. 120

5 Titik Triwulan T dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, h. 122

Page 38: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

26

Di Indonesia, pembentukan state auxiliary organs atau lembaga negara

penunjang mulai menjamur sejak runtuhnya rezim kekuasaan orde baru. Selain

karena kebutuhan akan sebuah lembaga baru yang mampu menangani

permasalahan sosial yang ada, kemunculan lembaga-lembaga ini juga dipicu oleh

trauma masyarakat terhadap pemerintahan orde baru yang bersifat sentralistik.

Maka pembentukan lembaga negara baru yang sifatnya independen dan solutif

terhadap permasalahan sosial yang ada menjadi solusi bagi negara Indonesia saat

itu.

Pembentukan lembaga-lembaga tersebut ada yang berdasarkan

Undang-undang Dasar seperti Komisi Yudisial melalui Pasal 24B UUD 1945 dan

ada yang dibentuk berdasarkan undang-undang seperti Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui UU No. 39 tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia serta ada pula yang dibentuk berdasarkan Keppres seperti Komisi

Hukum Nasional melalui Keppres No. 15 tahun 2000.

Denny Indrayana dalam bukunya yang berjudul Negara Antara Ada dan

Tiada : Reformasi Hukum Ketatanegaraan yang diterbitkan oleh Kompas Media

Nusantara memasukkan lima puluh tiga (53) lembaga negara yang dapat disebut

sebagai state auxiliary organs. Beliau membagi state auxiliary organs ke dalam

dua jenis yaitu independent regulatory bodies dan executive branch agencies.6

Jenis independent regulatory bodies mengacu pada lembaga-lembaga yang

sifatnya independen dan tidak termasuk dalam cabang kekuasaan apapun seperti

Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Komisi

6

Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada : Reformasi Hukum

Ketatanegaraan, (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2008), h. 270-273

Page 39: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

27

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sedangkan jenis executive branch

agencies mengacu pada lembaga negara yang berada di dalam kekuasaan

eksekutif dan memiliki tupoksi untuk membantu menjalankan fungsi eksekutif

yaitu menjalankan amanat undang-undang seperti Komisi Hukum Nasional,

Komisi Kepolisian dan Komisi Kejaksaan.

Jika ditinjau secara historis, maka dapat dilihat munculnya state auxiliary

organs di beberapa negara disebabkan karena ketidakmampuan lembaga negara

primer dalam menyelesaian permasalahan yang ada. Selain itu, kebutuhan

masyarakat yang semakin kompleks tidak sebanding dengan terbatasnya

kemampuan lembaga negara primer juga menjadi faktor utama munculnya

lembaga-lembaga negara yang sifatnya penunjang. Di Indonesia, menjamurnya

lembaga-lembaga penunjang juga dikarenakan jatuhnya rezim orde baru yang

otoriter dan sentralistik sehingga phobia masyarakat terhadap pemerintahan yang

bergaya otoriter dan sentralistik menjadi salah satu faktor mengapa muncul

lembaga-lembaga penunjang yang sifatnya independen tersebut.

Dalam perkembangannya hingga saat ini, tidak selamanya kemunculan

lembaga-lembaga penunjang dianggap menjadi solusi atas seluruh permasalahan

yang ada dalam suatu negara. Banyaknya lembaga penunjang di suatu negara

bahkan dapat disebut sebagai permasalahan baru apabila tidak memiliki alasan

dan landasan hukum yang kuat. Di Inggris, lembaga penunjang yang disebut

sebagai quango’s/quasi autonomus non govermental organization berjumlah

lebih dari 500 lembaga, di Perancis berjumlah ratusan lembaga dan di Italia

Page 40: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

28

lembaga yang biasa disebut enti pubblici berjumlah 40.000 buah.7 Bukan tidak

mungkin Indonesia juga mengalami hal yang sama dengan negara-negara

tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa lembaga negara penunjang yang dibentuk harus

dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal sebagai solusi atas

terbatasnya kemampuan dari lembaga negara primer dan hal ini tentu harus sesuai

dengan tujuan negara. Dalam tulisan Sri Sumanntri yang berjudul Lembaga

Negara dan State Auxiliary Bodies dalam Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD

1945 yang dikutip oleh Titik Triwulan Tutik, beliau mengatakan, bahwa dalam

negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia,

presidenlah yang pertama mengetahui, lembaga macam apa yang diperlukan

untuk menangani masalah-masalah tertentu dalam mewujudkan tujuan nasional

(negara).8

B. Latar Belakang Pembentukan KPAI

Keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi Hak Anak (KHA) dalam sidang

umum PBB tahun 1989 menunjukkan bahwa pemerintah berupaya untuk

menjamin kesejahteraan anak. Diratifikasinya konvensi tersebut melalui Keppres

No. 36 Tahun 1990 menunjukkan keseriusan pemerintah saat itu. Komitmen

pemerintah tersebut dilanjutkan dengan penandatanganan Deklarasi Konferensi

Tingkat Tinggi Anak (KTT Anak) di New York 30 September 1990 serta

7 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, h. 11

8

Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca

Amandemen UUD 1945, h. 183

Page 41: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

29

Deklarasi Stockholm untuk Agenda Aksi Menentang Eksploitasi Seksual

Komersial terhadap Anak pada tahun 1996.9

Hingga dibentuknya Undang-undang No. 23 tahun 2002 yang direvisi

menjadi Undang-undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

merupakan usaha sinkronasi KHA dan berbagai perjanjian internasional lain

dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pada akhirnya, kedua

Undang-undang Perlindungan Anak tersebut mengamanatkan dibentuknya

lembaga negara baru yakni Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Pasal 74 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyatakan :

1) Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan

pemenuhan Hak Anak, dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi

Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen.

2) Dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi

Perlindungan Anak Daerah atau lembaga lainnya yang sejenis untuk

mendukung pengawasan penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah salah satu state

auxiliary organs di Indonesia yang termasuk dalam jenis independent regulatory

bodies.10

Artinya, KPAI merupakan lembaga negara penunjang yang bersifat

independen di luar kekuasaan lembaga negara primer. KPAI merupakan lembaga

9 Ade Mega Suryani, Upaya Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)

dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual, Skripsi, (Jakarta :

UIN Jakarta, 2014), h.39

10 Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada : Reformasi Hukum

Ketatanegaraan, h. 273

Page 42: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

30

negara independen yang memiliki tugas dan wewenang dalam bidang

perlindungan hak-hak anak. Lembaga ini dibentuk karena permasalahan sosial

anak sebagai salah satu permasalahan sosial masyarakat sangat sulit untuk diatasi

sehingga diperlukan lembaga negara baru yang bersifat independen dan bebas

dari kepentingan pihak manapun untuk menjadi garda terdepan dalam

perlindungan hak-hak anak di Indonesia.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibentuk berdasarkan

amanat UU Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-undang

tersebut disahkan oleh Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002

dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarno Putri, pada tanggal 20 Oktober

2002. Setahun kemudian sesuai ketentuan Pasal 75 undang-undang tersebut,

Presiden menerbitkan Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan

Anak Indonesia. Diperlukan waktu sekitar 8 bulan untuk memilih dan

mengangkat Anggota KPAI seperti yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan tersebut.11

Dengan demikian KPAI dibentuk sekurang-kurangnya berlandaskan pada :

a. UUD 1945, pasal 27 dan 28 (hasil amandemen)

b. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

c. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 Tentang Ratifikasi KHA PBB

d. Keputusan Presiden No. 77 tahun 2003 Tentang KPAI

11

Website resmi Komisi Perlindungan Anak Indonesia,

http://www.kpai.go.id/profil/, diakes pada 21 Agustus 2015

Page 43: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

31

e. Keputusan Presiden No. 95 Tahun 2004 Tentang Pengangatan Anggota

KPAI.12

C. Kedudukan KPAI dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia

KPAI adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan pasal

74 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Kedudukan KPAI sejajar dengan komisi-komisi negara lainnya, seperti Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan

Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),

dan Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS), Komisi Kejaksaan, Komisi

Persaingan Usaha (KPPU), dan lain-lain.

KPAI merupakan salah satu dari tiga institusi nasional pengawal dan

pengawas implementasi HAM di Indonesia (NHRI/National Human Right

Institusion) yakni KPAI, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan.13

Jadi, dapat

dikatakan bahwa kedudukan KPAI dalam struktur ketatanegaraan di Indonesia

adalah sebagai lembaga pengawas pemerintah dalam hal ini adalah eksekutif

sebagai pelaksana kebijakan meskipun tidak menutup kemungkinan KPAI

memiliki kewenangan untuk mengawasi lembaga legislatif dan eksekutif serta

lembaga lain jika itu terkait dengan kepentingan anak.

12

Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk

Perlindungan Anak (Jakarta : KPAI, 2006), h. 15

13 Website resmi Komisi Perlindungan Anak Indonesia,

http://www.kpai.go.id/profil/, diakes pada 23 Agustus 2015

Page 44: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

32

Kedudukan KPAI sebagai lembaga negara pengawas bukan sebagai

lembaga pelaksana teknis perlindungan anak dikarenakan sebenarnya Indonesia

sudah memiliki lembaga-lembaga pelaksana teknis dalam hal perlindungan anak.

Untuk pembuat kebijakan sudah ada lembaga legislatif dan eksekutif khususnya

dalam pembuatan undang-undang. Di tingkat pelaksanaan kebijakan sudah ada

lembaga eksekutif melalui Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak. Sedangkan apabila ada pelanggaran terhadap hak-hak anak

sudah ada lembaga kepolisian, lembaga kejaksaan dan lembaga peradilan guna

menangani kasus-kasus tersebut.14

Berdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan KPAI

menjadi penting karena lembaga-lembaga yang sudah ada tidak mampu

menjalankan fungsinya sebagai pelaksana teknis perlindungan anak. Sehingga,

atas dasar hal tersebut diperlukan lembaga negara baru yang bersifat independen

untuk mengawasi lembaga-lembaga yang ada agar lebih optimal dalam

menjalankan fungsinya masing-masing khususnya pada upaya perlindungan anak.

Kewenangan KPAI di bidang pengawasan juga ditujukan agar kewenangannya

tidak tumpang tindih dengan lembaga lain yang sudah ada sebelumnnya sehingga

sangat diharapkan KPAI mampu berperan optimal dalam menjalankan tupoksinya

agar dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan pemenuhan hak anak.

14

Wawancara penulis dengan Retno Adji Prasetiaju, Kepala Sekretariat KPAI, 20

Agustus 2015.

Page 45: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

33

D. Struktur Kepengurusan KPAI

Sebagai salah satu state auxiliary organs yang bersifat independen di

Indonesia, KPAI memiliki struktur kepengurusan berupa komisioner yang

masing-masingnya memiliki hubungan kordinatif. Pasal 75 Undang-undang

Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak menjelaskan tentang struktur kepengurusan dan

keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia :

Ayat ;

(1) Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia terdiri atas 1 (satu) orang

ketua, 1 (satu) orang wakil ketua, dan 7 (tujuh) orang anggota.

(2) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas unsur

Pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan,

dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap Perlindungan

Anak.

(3) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, untuk masa jabatan 5 (lima)

tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelengkapan organisasi, mekanisme kerja,

dan pembiayaan diatur dengan Peraturan Presiden.15

15

Pasal 75 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Page 46: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

34

Dalam Pasal 5 Keputusan Presiden No. 77 tahun 2003 Tentang KPAI

menyatakan bahwa Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia terdiri

dari unsur :

a. Pemerintah;

b. Tokoh agama;

c. Tokoh masyarakat;

d. Organisasi sosial;

e. Organisasi kemasyarakatan;

f. Organisasi profesi;

g. Lembaga swadaya masyarakat;

h. Dunia usaha; dan

i. Kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak.16

Selanjutnya, pada Pasal 6 Keppres tersebut juga menjelaskan mengenai

mekanisme pengisian jabatan keanggotaan KPAI dipilih dan dilaksanakan sendiri

oleh para anggota KPAI. Penjelasan ini memperkuat posisi KPAI sebagai state

auxiliary organs yang bersifat independen dan bebas dari kepentingan politik

pihak manapun karena KPAI diberikan kebebasan dalam mekanisme pengisian

dan pemilihan keanggotaan. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap kinerja

KPAI agar lebih optimal dalam bekerja untuk melindungi kepentingan anak.

16

Pasal 5 Keputusan Presiden No. 77 tahun 2003 Tentang Komisi Perlindungan

Anak Indonesia

Page 47: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

35

E. Tugas dan Wewenang KPAI

Fungsi KPAI berbeda dengan fungsi Kementrian Pemberdayaan

Perempuan (KPP) dan Perlindungan Anak (PA). Fungsi KPP dan PA adalah

membuat kebijakan di wilayah eksekutif yang mensinkronkan berbagai aspek

perlindungan anak yang dijalankan oleh seluruh perangkat pemerintah baik di

pusat maupun di daerah. Dalam hal ini, KPP dan PA juga memiliki perangkat

pemantauan dan evaluasi sendiri, termasuk untuk menjatuhkan sanksi internal

dan memberikan penghargaan. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan

pengawasan yang dilakukan KPP dan PA memiliki makna yang berbeda dengan

yang dilakukan KPAI, dimana yang dilakukan KPP dan PA ada dalam wilayah

administratif dan dalam kerangka antar instansi sehingga lebih bersifat koordinasi

di dalam pemerintahan. Sedangkan yang dilakukan KPAI berada di luar wilayah

penyelenggara Negara dalam arti eksekutif. Meskipun KPAI adalah lembaga

negara, sifat independennya menyebabkan KPAI tidak berada dalam wilayah

koordinasi internal. KPAI bisa memberikan teguran, publikasi, rekomendasi, dan

hal-hal lain yang dianggap perlu kepada seluruh Penyelenggara Negara, namun

KPAI tidak bisa menjatuhkan sanksi internal atau administratif.

KPAI tidak menjalankan pelaksanaan teknis kegiatan perlindungan anak

seperti penyediaan pendidikan bagi anak, dan KPAI juga tidak seharusnya

menggantikan fungsi advokasi individual masyarakat yang pada prakteknya

dijalankan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan dan non pemerintah

lainnya, namun sebagai sebuah lembaga pengawas, penyeimbang, dan

penyanding penyelenggara perlindungan anak. KPAI mempunyai kewenangan

Page 48: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

36

untuk memberikan penanganan sementara dan segera memintakan instansi terkait

untuk menjalankan fungsinya terkait dengan masalah anak.17

Sistem ini dikenal

dengan nama Reveral System karena ada lembaga lain yang sebenarnya sudah

memiliki tupoksi sebagai eksekutor penyelesaian masalah atau kasus yang

melibatkan anak.

Berdasarkan beberapa dasar hukum pembentukan, kedudukan dalam

struktur ketatanegaraan Indonesia dan latar belakang terbentuknya, KPAI

memiliki rumusan visi, misi, dan strategi sebagai berikut :

Visi :

“terwujudnya Indonesia Ramah Anak”

Misi :

Meningkatkan komitmen para pemangku kepentingan yang terkait dengan

kebijakan perlindungan anak :

1. Meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat dalam perlindungan

anak;

2. Membangun sistem dan jejaring pengawasan perlindungan anak;

3. Meningkatkan jumlah dan kompetensi pengawasan perlindungan anak;

4. Meningkatkan kuantitas kualitas, dan utilitas laporan pengawasan

perlindungan anak;

5. Meningkatkan kapasitas, aksebilitas, dan kualitas layanan pengaduan

masyarakat;

6. Meningkatkan kinerja organisasi KPAI.

17 Andreas Ristanto Chang, Jurnal Skripsi Realisasi Peran Komisi Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI) dalam Menangani Anak yang Menjadi Pelaku Tindak Pidana

Penganiayaan, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014

Page 49: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

37

Strategi :

1) Penggunaan System Building Approach (SBA) sebagai basis pelaksanaan

tugas dan fungsi, yang meliputi tiga komponen sistem :

a. Sistem norma dan kebijakan, meliputi aturan dalam

perundang-undangan maupun kebijakan turunannya baik di tingkat

pusat maupun daerah;

b. Struktur dan pelayanan, meliputi bagaimana struktur organisasi,

kelembagaan dan tata laksananya, siapa saja aparatur yang bertanggung

jawab dan bagaimana kapasitasnya;

c. Proses, meliputi bagaimana prosedur, mekanisme kordinasi, dan SOP-

nya.

2) Penguatan kapasitas kelembagaan dan SDM yang profesional, kredibel dan

terstruktur, sehingga diharapkan tugas dan fungsi KPAI dapat berlangsung

dengan efektif dan efisien;

3) Penguatan kesadaran masyarakat untuk mendorong tersedianya sarana dan

prasarana pendukung yang memberikan kemudahan akses terhadap

penyelenggaraan perlindungan anak di semua sektor;

4) Perspektif dan pendekatan yang holistik, komprehensif dan bukan parsial

dalam merespon masalah atau kasus, karena masalah atau kasus anak tidak

pernah berdiri sendiri namun selalu beririsan dengan berbagai aspek

kehidupan yang kompleks;

5) Diseminasi konsep Indonesia Ramah Anak (IRA) pada berbagai pemangku

kewajiban dan penyelenggara perlindungan anak yang meniscayakan adanya

Page 50: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

38

child right mainstreaming dalam segala aspek dan level pembangunan secara

berkelanjutan;

6) Penguatan mekanisme sistem rujukan (reveral system) dalam penerimaan

pengaduan. Hal ini dipandang penting untuk memantapkan proses

penanganan masalah perlindungan anak yang bersumber dari pengaduan

masyarakat;

7) Kemitraan strategis dengan pemerintah dan civil society dalam setiap bidang

kerja dan isu agar setiap permasalahan bisa mendapatkan rekomendasi dan

solusinya yang tepat, serta terpantau perkembangannya.18

Selanjutnya, melalui Pasal 76 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak menyebutkan bahwa tugas Komisi Perlindungan Anak yaitu :

a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan

Hak Anak;

b. Memberikan masukan dan usulan dalam perumusan kebijakan tentang

penyelenggaraan Perlindungan Anak.

c. Mengumpulkan data dan informasi mengenai Perlindungan Anak;

d. Menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan Masyarakat mengenai

pelanggaran Hak Anak;

e. Melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran Hak Anak;

f. Melakukan kerja sama dengan lembaga yang dibentuk Masyarakat di bidang

Perlindungan Anak; dan

18 Website resmi Komisi Perlindungan Anak Indonesia,

http://www.kpai.go.id/profil/, diakes pada 23 Agustus 2015

Page 51: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

39

g. Memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan

pelanggaran terhadap Undang-Undang ini.19

Untuk mencapai visi dan misi, menunjang pelaksanaan tugas,

kewenangan, serta fungsi KPAI agar optimal, maka beberapa usaha yang

dilakukan KPAI diantaranya sebagai berikut :

Sosialisasi

Sosialisasi peraturan perundang-undangan merupakan salah satu tugas dan

fungsi (tupoksi) Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Metode sosialiasi yang

digunakan bervariasi yakni sosialisasi media massa baik cetak dan elektronik,

sosialisasi melalui brosur, pamplet, buku, spanduk, baliho dan media cetak

lainnya, serta sosialisasi melaui forum tatap buka, baik seminar, workshop dan

FGD.

Penerapan metode sosialisasi tersebut didasarkan atas analisis sasaran,

kebutuhan dan kepentingan, bila sasaran yang diinginkan adalah masyarakat

publik secara umum maka metode sosialisasi yang digunakan adalah media

massa baik cetak maupun elektronik dan media cetak, berupa buku, brosur,

pamplet, baliho, spanduk dan lain-lain. Namun bila sasaran sosialisasi adalah

audiens khusus seperti anak, orang tua ataupun masyarakat maka Komisi

Perlindungan Anak Indonesia melakukan sosialisasi melalui metode tatap muka.

19

Pasal 76 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Page 52: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

40

Kemitraan

Kemitraan adalah salah satu strategi yang digunakan Komisi Perlindungan

Anak Indonesia dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (tupoksi). Kemitraan

bertujuan untuk membangun jejaring perlindungan anak, baik untuk kepentingan

promotif, proventif, kuratif dan rehabilitative. Luasnya demografi wilayah

Indonesia membutuhkan sistem jejaring perlindungan anak yang massif dan

terkoordinir, agar pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak berjalan

efektif dan efisien.20

20

KPAI, Laporan Kinerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2010-2013, h. 193

Page 53: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

41

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK TELANTAR

A. Pengertian Anak Telantar

“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Bunyi Pasal

34 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 tersebut menjadi acuan dan pedoman bagi

negara dalam hal ini pemerintah melalui lembaga-lembaganya untuk menjamin

bahwa anak telantar harus dipelihara dan dijamin kelangsungan hidupnya serta

masa depannya. Selain kewajiban untuk melakukan perintah Undang-Undang

Dasar tersebut, kesadaran untuk memelihara dan menjamin kelangsungan hidup

serta masa depan anak memang harus dimiliki oleh seluruh elemen bangsa.

Secara umum, anak diartikan sebagai keturunan yang dilahirkan, juga

bisa diartikan sebagai manusia yang belum dewasa atau masih kecil.1 Sedangkan

menurut Undang-undang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.2

Undang-undang Kesejahteraan Anak juga memberikan definisi tentang anak, yaitu

seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum

pernah kawin.3

1 M. B. Ali dan T. Deli, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Bandung : Penabur

Ilmu, 2009), h. 32

2 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak

3 Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Page 54: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

42

Perbedaan batasan umur anak dalam berbagai ketentuan

perundang-undangan di Indonesia tersebut sering menimbulkan kerancuan untuk

mengetahui siapa saja yang dapat disebut sebagai anak. Menurut Konvensi Hak

Anak, anak berarti setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun

kecuali, berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan

telah dicapai lebih cepat.4 Ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa

batasan umur anak secara umum adalah dibawah delapan belas tahun namun

sekaligus mengakui bahwa setiap negara memiliki ketentuan masing-masing

mengenai batasan umur anak. Indonesia pun bahkan memiliki batasan umur yang

berbeda dalam berbagai peraturan perundang-undangannya tentang batas

kedewasaan seseorang.

Kata telantar mengandung arti tak terurus atau tak terpelihara.5

Sedangkan kata penelantaran sebagai kata kerja berasal dari kata lantar yang

berarti tidak terpelihara, terbengkalai, tidak terurus.6 Maka dari beberapa rumusan

tersebut dapat disimpulkan bahwa anak telantar adalah seseorang yang secara

umum berusia dibawah delapan belas tahun atau ditentukan lain menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan karena suatu sebab tidak

diberikan pemeliharaan yang layak, tidak terurus, dan terbengkalai sehingga

hak-hak dasarnya tidak terpenuhi.

4 Pasal 1 Konvensi Hak Anak

5 M. B. Ali dan T. Deli, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, h. 467

6 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,

1976), h. 564

Page 55: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

43

Menurut Undang-undang Perlindungan Anak, anak terlantar adalah anak

yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual,

maupun sosial.7 Sedangkan menurut Kementrian Sosial, anak telantar adalah

seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun,

meliputi anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang

tua/keluarga atau anak kehilangan hak asuh dari orang tua/keluarga.

Kriteria :

a. Berasal dari keluarga fakir miskin;

b. Anak yang dilalaikan oleh orang tuanya; dan

c. Anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.8

Anak telantar sesungguhnya adalah anak-anak yang termasuk kategori

anak rawan atau anak-anak membutuhkan perlindungan khusus (children in need

of special protection). Dalam Buku Pedoman Pembinaan Anak Telantar yang

dikeluarkan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur (2001) disebutkan bahwa yang

disebut anak telantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi

kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.9

7 Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak

8 Lampiran Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 08 tahun 2012 Tentang

Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi

dan Sumber Kesejahteraan Sosial

9 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,

2010), h.212.

Page 56: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

44

Seorang anak dikatakan telantar, bukan sekedar karena ia sudah tidak lagi

memiliki salah satu orang tua atau kedua orang tuanya. Tetapi, telantar di sini juga

dalam pengertian ketika hak-hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar, untuk

memperoleh pendidikan yang layak, dan untuk memperoleh pelayanan kesehatan

memadai, tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidakmengertian orang tua,

ketidakmampuan atau kesengajaan. Seorang anak yang kelahirannya tidak

dikehendaki, misalnya, mereka umumnya sangat rawan untuk ditelantarkan dan

bahkan diperlakukan salah (child abuse). Pada tingkat ekstrem, perilaku

penelantaran anak bisa berupa tindakan orang tua membuang anaknya, entah itu di

hutan, di selokan, di tempat sampah, dan sebagainya baik ingin menutupi aib atau

karena ketidaksiapan orang tua untuk melahirkan dan memelihara anaknya secara

wajar.10

Bukan hanya dalam hukum positif, melainkan dalam hukum Islam juga

diatur tentang hak-hak anak. Walaupun tidak dijelaskan secara mendetail

mengenai anak telantar, namun konsep perlindungan terhadap hak-hak anak juga

disebutkan dalam Al-Quran. Dalam Islam, perlindungan terhadap hak anak adalah

salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan khususnya oleh kedua orangtua

karena anak merupakan titipan Allah SWT yang dapat menjadi penyenang hati

bagi kedua orangtuanya. Hal ini terdapat dalam Surah Al-Furqon ayat 74,

10

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h.213.

Page 57: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

45

Artinya : "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan

kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi

orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furqon: 74)

Selain itu, anak merupakan amanah yang dititipkan oleh Allah SWT

kepada kedua orangtua, hal ini terdapat dalam Surah Al-Anfal ayat 27,

Artinya : ”Wahai orang-orang yang beriman,janganlah kalian mengkhianati

(amanat) Allah dan Amanat Rasul,dan janganlah kalian mengkhianati

amanat-amanat yang diamanatkan kepada kalian,sedangkan kamu mengetahui”.

(Q.S.al-Anfal/8:27)

Selanjutnya, kewajiban pemeliharaan anak sebagaimana dijelaskan dalam

Surah At-Tahrim ayat 6,

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu

dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya

malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai ( perintah )

Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu

mengerjakan apa yang diperintahkan”, (Q.S. A-Tahrim/66: 6)

Page 58: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

46

Ditegaskan pula bahwa anak merupakan bagian dari cobaan yang harus

dilalui kedua orangtua. Jika orangtua berhasil memelihara anak dengan baik maka

tentu pahala besar yang akan diperoleh, namun sebaliknya, jika anak tidak

dipelihara dengan baik dan ditelantarkan, maka dosa yang akan diperoleh

sebagaimana yang disebutkan dalam Surah Al-Anfal ayat 28,

Artinya :”Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai

cobaan dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar.”(QS.al-Anfal ayat

28).

Maka berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa baik dalam

hukum positif maupun dalam hukum Islam tindakan yang mengakibatkan anak

menjadi telantar sehingga tidak terpenuhi hak-hak dan kebutuhan dasarnya

merupakan tindakan yang dilarang. Anak adalah amanah yang diberikan kepada

kedua orangtua sehingga harus dipelihara dan dipenuhi kebutuhan dasarnya

dengan baik. Namun, selain peran orangtua, dibutuhkan pula peran pemerintah

dan masyarakat untuk mendukung serta menjamin terpenuhinya hak-hak dan

kebutuhan dasar anak.

Page 59: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

47

B. Bentuk-Bentuk Tindakan yang Dapat Dikategorikan Penelantaran Anak

Anak sebagai seseorang yang masih dapat dikatakan rentan baik karena

faktor psikologis yang belum matang atau karena fisiknya yang lemah sangat

membutuhkan bantuan dari orang dewasa disekitarnya untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya. Namun, sangat disayangkan sering pula orang dewasa yang

diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dasar anak agar dapat tumbuh dan

berkembang malah melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai sehingga

menyebabkan anak menjadi telantar.

Pengertian penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang

tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak,

misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga atau tidak diberikan

pendidikan dan kesehatan yang layak.11

Banyak kasus kekerasan terhadap anak

diawali dari tindakan penelantaran terhadap anak, sehingga penting untuk

mengenali tindakan-tindakan apa saja yang tergolong tindakan penelantaran

terhadap anak agar kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang sering muncul

sebagai tindak lanjut dari tindakan penelantaran dapat diantisipasi.

Bentuk penelantaran anak pada umumnya dilakukan dengan cara

membiarkan dalam situasi gizi buruk, kurang gizi, tidak mendapatkan perawatan

kesehatan yang memadai, memaksa anak menjadi pengemis atau pengamen, anak

jalanan, buruh pabrik, pembantu rumah tangga (PRT), pemulung dan jenis

pekerjaan lain yang membahayakan pertumbuhan dan perkembangan anak.12

11

Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung : Nuansa, 2006), h. 37

12 Abu Hurairah, Kekerasan Terhadap Anak, h. 55

Page 60: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

48

Penelantaran anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala keadaan

perhatian yang tidak memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Penelantaran anak

adalah di mana orang dewasa yang bertanggung jawab gagal untuk menyediakan

kebutuhan memadai untuk berbagai keperluan, termasuk fisik (kegagalan untuk

menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau kebersihan), emosional

(kegagalan utnuk memberikan pengasuhan atau kasih sayang), pendidikan

(kegagalan untuk mendaftarkan anak di sekolah), atau medis (kegagalan untuk

mengobati anak atau membawa anak ke dokter).13

Orang dewasa yang dimaksud

diantaranya orang tua sebagai pemegang tanggung jawab utama dan pertama

terhadap anak, lingkungan sekitar dan termasuk juga pemerintah melalui

lembaga-lembaga negaranya.

Sedangkan menurut undang-undang, yang termasuk tindakan penelantaran

yaitu :

a. Tindakan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak secara

wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial (Pasal 1 butir 6

Undang-undang Perlindungan Anak).

b. Tindakan atau perbuatan mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk

memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya (Pasal 13

ayat (1) huruf c Undang-undang Perlindungan Anak).

c. Tindakan yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,

padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau

perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan

13

Dewi Hapriyanti, Jurnal Ilmah, Penelantaran Anak oleh Orang Tua Ditinjau Dari

KUHP dan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindunga Anak, Universitas

Mataram, 2013, h. 3.

Page 61: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

49

kepada orang tersebut (Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

d. Tindakan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara

membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar

rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut (Pasal 9 ayat

(2) Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

Selain bentuk-bentuk tindakan di atas, ciri-ciri yang menandai seorang

anak dikategorikan telantar adalah: pertama, mereka biasanya berusia 5-18 tahun,

dan merupakan anak yatim, piatu, atau anak yatim piatu. Kedua, anak yang

telantar acap kali adalah anak yang lahir dari hubungan seks di luar nikah dan

kemudian mereka tidak ada yang mengurus karena orang tuanya tidak siap secara

psikologis maupun ekonomi untuk memelihara anak yang dilahirkannya. Ketiga,

anak yang kelahirannya tidak direncanakan atau tidak diinginkan oleh kedua

orang tuanya atau keluarga besarnya, sehingga rawan diperlakukan salah.

Keempat, meski kemiskinan bukan satu-satunya penyebab anak ditelantarkan dan

tidak selalu pula keluarga miskin akan menelantarkan anaknya. Tetapi,

bagaimanapun harus diakui bahwa tekanan kemiskinan dan kerentanan ekonomi

keluarga akan menyebabkan kemampuan mereka memberikan fasilitas dan

memenuhi hak anaknya menjadi sangat terbatas. Kelima, anak yang berasal dari

keluarga yang broken home, korban perceraian orang tuanya, anak yang hidup di

tengah kondisi keluarga yang bermasalah, pemabuk, kasar, korban PHK, terlibat

narkotika, dan sebagainya.14

14

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 216

Page 62: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

50

C. Faktor Penyebab Penelantaran Anak

Kasus-kasus penelantaran anak yang sering terjadi membutuhkan

penanganan yang tepat agar pelaku penelantaran mendapatkan hukuman yang

pantas dan anak sebagai korban penelantaran dapat direhabilitasi. Namun selain

itu, tentu penting pula untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan

terjadinya kasus penelantaran anak agar kasus-kasus serupa tidak terulang dan

hak-hak serta kebutuhan dasar anak dapat terjamin dengan baik. Banyaknya faktor

yang menyebabkan anak menjadi telantar membuat tindakan penelantaran sebagai

salah satu masalah sosial anak cukup sulit untuk diselesaikan.

Dalam buku Abu Huraerah disebutkan bahwa ketelantaran anak secara

umum dibagi dalam dua kelompok, yaitu :

1. Ketelantaran yang disebabkan kondisi keluarga yang miskin, tetapi hubungan

sosial dalam keluarga normal.

2. Ketelantaran yang disebabkan kesengajaan, gangguan jiwa dan atau

ketidakmengertian keluarga/orang tua, atau hubungan dalam keluarga tidak

normal.15

Harus diakui selama ini masih ada budaya dalam masyarakat yang kurang

menguntungkan terhadap anak. Meski tak ada data resmi mengenai budaya mana

saja yang merugikan anak, tetapi sejumlah studi telah membuktikan bahwa di

sekitar kita masih banyak dijumpai praktik-praktik budaya yang merugikan anak,

baik merugikan secara fisik maupun emosional. Ada ketentuan yang terlazim

dalam masyarakat kita, misalnya dalam praktik pengasuhan anak, pembiasaan

15

Abu Hurairah, Kekerasan Terhadap Anak, h. 56

Page 63: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

51

bekerja sejak kecil kepada anak dan masih banyak praktik-praktik lain yang

merugikan anak yang “berlindung” atas nama adat-budaya.16

Sementara itu, dalam buku yang berjudul “Masalah Sosial Anak” yang

ditulis oleh Bagong Suyanto, Lestari Basoeki (1999) mengemukakan bahwa di

luar faktor budaya, beberapa faktor penyebab lain mengapa banyak terjadi

penganiayaan anak dan penelantaran anak di antaranya adalah: pertama, orang tua

yang dahulu dibesarkan dengan kekerasan cenderung meneruskan pendidikan

tersebut kepada anak-anaknya. Kedua, kehidupan yang penuh stres seperti terlalu

padat kemiskinan, sering berkaitan dengan tingkah laku agresif, dan menyebabkan

terjadinya penganiayaan fisik terhadap anak. Ketiga, isolasi sosial, tidak adanya

dukungan yang cukup dari lingkungan sekitar, tekanan sosial akibat situasi krisis

ekonomi, tidak bekerja dan masalah perumahan akan meningkatkan kerentanan

keluarga yang akhirnya akan terjadi penganiayaan dan penelantaran anak.17

Berbagai faktor-faktor penyebab penelantaran anak di atas lebih sering

saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Dari berbagai kasus-kasus

penelantaran anak yang terjadi sangat jarang ditemukan hanya ada satu faktor

yang berdiri sendiri hingga memicu munculnya tindakan penelantaran terhadap

anak. Oleh sebab itu penanganan terhadap faktor penyebab penelantaran anak

harus dilakukan secara bersinergi dan menyeluruh agar tindakan penelantaran

dapat diminimalisir atau bahkan dicegah.

16

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 31.

17 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 32.

Page 64: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

52

D. Dampak Tindakan Penelantaran Bagi Anak

Dari segi penampakan fisik, perlakuan, dan ancaman yang dihadapi

anak-anak yang terlantar barangkali memang tidak sedramatis ketika kita

mendengar atau menyaksikan anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan,

seperti anak perempuan korban perkosaan atau anak-anak yang menjadi korban

tindak kekerasan: terluka fisik, atau bahkan dirinya dianiaya hingga tewas. Tetapi,

dari segi sosial dan psikologis, ancaman yang dihadapi anak-anak telantar

sesungguhnya tidak kalah berbahaya. Di tingkat individu, anak-anak yang sejak

dini terbiasa ditelantarkan, maka jangan heran jika mereka kemudian tumbuh

inferior, rendah diri, atau sebaliknya menjadi agresif dan nakal untuk menarik

perhatian orang-orang di sekitarnya. Bahkan, tidak mustahil anak-anak yang

ditelantarkan, kemudian terlibat dalam tindak kriminal karena salah asuhan dan

pergaulan.18

Selama ini, berbagai kasus telah membuktikan bahwa terjadinya child

abuse (penganiayaan anak) sering disertai dengan child neglect (penelantaran

anak). Baik child abuse maupun child neglect dapat memberikan dampak pada

kesehatan fisik dan mental anak.19

Beberapa kasus yang akhir-akhir ini terjadi

seperti kasus kekerasan dan pembunuhan Angeline di Bali juga membuktikan

bahwa tindakan penelantaran anak sangat berkaitan dan berpotensi meningkat

menjadi kasus kekerasan terhadap anak.

18

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 217.

19 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 99.

Page 65: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

53

Pada anak-anak yang mengalami penelantaran dapat terjadi kegagalan

dalam tumbuh kembangnya, malnutrisi, anak-anak ini kemungkinan fisiknya

kecil, kelaparan, terjadi infeksi kronis, hygienenya kurang, hormon pertumbuhan

turun. Apabila kegagalan tumbuh kembang anak tarafnya sangat berat maka

anak-anak akan menjadi kerdil dan apabila ini terjadi secara kronis maka anak

tidak bisa tumbuh meskipun kemudian diberi makan yang cukup. Anak-anak ini

proporsi tubuhnya normal, akan tetapi sangat kecil untuk anak seusianya. Kadang

ada dari mereka mengalami perbaikan hormon pertumbuhannya dan kemudian

mengejar ketinggalan pertumbuhan yang pernah dialaminya.20

Reaksi jangka lama dari anak-anak yang mengalami abuse dan neglect

berdasarkan hasil analisis retrospective menunjukkan bahwa apabila penelantaran

itu terjadi sejak masa awal dari kehidupan anak bisa menyebabkan kecenderungan

terjadinya depresi yang serius pada kehidupan di kemudian harinya. Anak-anak

yang dengan sengaja kurang diberi kasih sayang bisa mengalami perkembangan

struktur ego yang tidak stabil dan rentan untuk terjadinya psikosis pada kemudian

hari.21

Maka, berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa dampak tindakan

penelantaran pada anak dapat mengakibatkan proses tumbuh kembang anak

terganggu baik dari aspek fisik maupun mental anak. Selain itu, tindakan

penelantaran pada anak juga cenderung akan memicu munculnya tindakan

kekerasan terhadap anak.

20

Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 101

21 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 104

Page 66: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

54

E. Hukuman Bagi Pelaku Penelantaran Anak

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Negara

Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti bahwa setiap tindakan yang

dilakukan oleh setiap warga negara harus sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku termasuk tindakan terhadap anak. Berbagai

peraturan perundang-undangan telah mengatur mengenai tindakan apa saja yang

boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan kepada anak.

Salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur secara rinci

mengenai tindakan terhadap anak termasuk tindakan penelantaran anak adalah

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang tersebut

berisi keterangan mengenai hak-hak anak, aturan tentang tindakan yang harus

dilakukan dan tidak boleh dilakukan terhadap anak serta hukuman terhadap

pelakunya. Selain itu, beberapa peraturan perundang-undangan lain walaupun

tidak secara langsung membahas mengenai anak, tetapi mengandung substansi

yang dapat digunakan sebagai dasar hukum bagi tindakan penelantaran anak.

Pada Pasal 304 KUHP mengatakan “Barang siapa dengan sengaja

menyebabkan atau membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara, sedangkan

menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi

kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan

pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling

banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Page 67: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

55

Dari Pasal 304 di atas unsur-unsurnya yaitu, pertama pelaku penelantaran

yaitu orang tua. Kedua, adanya kesengajaan yang menyebabkan atau membiarkan

seseorang dalam kesengsaraan seperti tidak memberi penghidupan baginya.

Ketiga, sedang ia wajb memberi kehidupan, perawatan dan pemeliharaan.22

Selanjutnya, Pasal 305 KUHP mengatakan “Barang siapa menempatkan

anak yang berumur di bawah tujuh tahun untuk ditemukan atau meninggalkan

anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri dari padanya, diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”

Unsur-unsur yang terdapat dari Pasal 305 di atas yaitu pertama, pelaku

merupakan orang tua anak yang ditelantarkan. Kedua, adanya kesengajaan

menaruh atau menempatkan anak di bawah umur tujuh tahun, dengan maksud

supaya ditemukan atau dipungut oleh orang lain agar terbebas dari pemeliharaan

anak itu.23

Hukuman lebih berat terdapat dalam Pasal 306 ayat (1) KUHP mengatakan

“jika salah satu perbuatan tersebut dalam Pasal 304 dan 305 mengakibatkan

luka-luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama

tujuh tahun enam bulan.” Selanjutnya pada ayat (2) mengatakan “Jika

mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara

paling lama sembilan tahun.”24

22

Dewi Hapriyanti, Jurnal Ilmah, Penelantaran Anak oleh Orang Tua Ditinjau Dari

KUHP dan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindunga Anak, Universitas

Mataram, h. 4.

23 Dewi Hapriyanti, Jurnal Ilmah, Penelantaran Anak oleh Orang Tua Ditinjau Dari

KUHP dan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindunga Anak, h. 5.

24 Pasal 306 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Page 68: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

56

Dalam Pasal 307 KUHP terdapat pemberatan hukuman yang isinya “Jika

yang melakukan kejahatan tersebut dalam Pasal 305 ayah atau ibu anak itu, maka

pidana yang ditentukan dalam Pasal 305 dan 306 dapat ditambah dengan

sepertiga.”25

Pada Pasal 308 KUHP dikatakan secara jelas tindakan penelantaran bahwa

“Jika seorang ibu, karena takut akan diketahui orang bahwa dia telah melahirkan

anak, menempatkan anaknya itu untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan

maksud untuk melepaskan diri dari padanya, maka maksimum pidana tersebut

dalam Pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.”26

Selain itu, dalam undang-undang lain telah diatur pula sanksi pidana bagi

penelantaran anak yaitu :

1. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Bab VIII pasal 49 yang

berbunyi :

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling

banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :

a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);

b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).

2. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Bab

25

Pasal 307 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

26 Pasal 308 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Page 69: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

57

XII Pasal 77 yang berbunyi : “setiap orang yang dengan sengaja melakukan

tindakan :

a. Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami

kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi

sosialnya; atau

b. Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit

atau penderitaan, baik fisik, mental maupun sosial dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

3. Undang-undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia Pasal 58 ayat (2) : “dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak

melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran,

perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau

pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi maka harus

dikenakan pemberatan hukuman.

Page 70: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

58

BAB IV

KONTRIBUSI KPAI DALAM PERLINDUNGAN TERHADAP

ANAK TELANTAR

A. Tugas dan Wewenang KPAI dalam Penanganan Anak Telantar

Indonesia telah meratifikasi CRC ke dalam peraturan perundang-undangan

melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Di dalam mukaddimahnya

juga CRC menegaskan, karena alasan ketidakdewasaan fisik dan mentalnya, anak

membutuhkan perlindungan dan pengasuhan khusus, termasuk perlindungan

hukum yang tepat, baik sebelum maupun setelah kelahiran. Pernyataan ini

menunjukkan bahwa anak adalah manusia yang membutuhkan pemajuan dan

perlindungan HAM.

Ada empat butir pengakuan masyarakat internasional atas hak-hak yang

dimiliki oleh kaum anak, yakni (1) hak terhadap kelangsungan hidup anak

(survival rights); (2) hak terhadap perlindungan (protection rights); (3) hak untuk

tumbuh kembang (development rights) (4) hak untuk berpartisipasi (participation

rights).1 Hak-hak yang telah disebutkan di atas merupakan hak dasar yang harus

dipenuhi oleh negara-negara yang berpartisipasi dan meratifikasi konvensi

internasional seperti CRC/KHA termasuk Indonesia.

1 Majda El Muhtaj, Dimensi-dimensi HAM,Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2009), h. 229

Page 71: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

59

Melalui berbagai peraturan perundang-undangan khususnya melalui

Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pemerintah berupaya menjaga

agar hak-hak dasar anak dapat terjamin dalam masa tumbuh kembangnya. Selain

itu, Undang-undang Perlindungan Anak tersebut juga telah melahirkan lembaga

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai lembaga independen yang

berfungsi untuk meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan

pemenuhan hak anak.

KPAI sebagai lembaga negara independen diharapkan mampu secara

optimal melakukan tupoksinya agar pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak

anak terjamin. Sebagai lembaga pengawas, KPAI memang tidak memiliki tugas

dan wewenang langsung untuk melakukan kegiatan penyelenggara pemenuhan

hak anak termasuk dalam penanganan terhadap anak telantar. KPAI hanya mampu

menerima pengaduan, melakukan pengawasan, berkordinasi dengan lembaga

berwenang dan memberikan masukan, saran, serta pendapat kepada pemerintah

terkait penelantaran terhadap hak-hak anak.2

Secara teknis, KPAI dapat menerima pengaduan dari masyarakat terkait

pelanggaran terhadap hak-hak anak termasuk di dalamnya penelantaran anak.

Pengaduan dapat berupa pengaduan langsung, melalui surat, telepon atau melalui

email. Selain itu, KPAI dapat memperoleh data mengenai pelanggaran hak anak

melalui pemantauan media baik media cetak, media online, dan media elektronik.

Hasil investigasi kasus dan data dari berbagai lembaga Mitra KPAI Se-Indonesia

2 Wawancara penulis dengan Retno Adji Prasetiaju, Kepala Sekretariat KPAI, 20

Agustus 2015.

Page 72: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

60

juga menjadi sumber rujukan bagi KPAI untuk memperoleh data mengenai

pelanggaran hak anak.3

Data statistik kasus-kasus perlindungan anak KPAI periode tahun 2011

hingga Juli 2015 menyebutkan jumlah kasus yang termasuk kategori penelantaran

anak sebagai berikut4 :

Kasus 2011 2012 2013 2014 2015

(Juli)

Jumlah

Anak telantar (Anak PMKS) 54 39 69 84 24 270

Anak korban penelantaran

ekonomi (hak nafkah)

94 154 237 223 91 799

Anak korban kebijakan

bidang pendidikan

88 195 89 76 27 475

Anak sebagai korban kelalaian

orangtua atau lingkungan

10 10 173 158 36 387

Jumlah 246 398 568 541 178 1931

3 Wawancara Penulis tanggal 20 Agustus 2015 kepada Bidang Data dan Informasi

KPAI

4 Bidang Data Informasi dan Pengaduan, Data Statistik Kasus-Kasus Perlindungan

Anak Tahun 2011-2015 KPAI (bentuk tabel disesuaikan oleh penulis)

Page 73: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

61

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kasus-kasus yang dapat

dikategorikan penelantaran anak sejak tahun 2011 hingga 2015 berjumlah 1931.

Jumlah yang sangat besar jika kita menyadari bahwa tindakan penelantaran anak

sebenarnya memiliki pengertian yang lebih luas dari keempat kategori di atas.

Pada dasarnya anak telantar menurut Undang-undang Perlindungan Anak adalah

anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual,

maupun sosial5 sehingga banyak kasus yang sebenarnya mengandung unsur

penelantaran terhadap anak.

Dalam kasus konflik masyarakat dan kasus anak menggunakan Napza

(narkotika, rokok, minuman keras, dsb) misalnya, sebenarnya terdapat pula unsur

adanya penelantaran terhadap anak. Namun, berdasarkan data yang penulis

peroleh, maka penulis mengkategorikan empat jenis kasus yang dapat langsung

disebut penelantaran anak.

Anak sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah

anak sebagai perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang karena

suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi

sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani,

rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar.6 Selanjutnya anak korban

penelantaran ekonomi (hak nafkah) adalah anak yang akibat tidak dinafkahi

5 Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak

6 Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Sosial RI No. 8 Tahun 2012 Tentang Pedoman

Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial

Page 74: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

62

secara layak secara ekonomi maka akan mengganggu pemenuhan terhadap hak

dasarnya.

Anak korban kebijakan di bidang pendidikan dapat berupa anak yang tidak

memperoleh hak dasarnya di bidang pendidikan akibat adanya pungli di sekolah,

penyegelan sekolah, tidak boleh ikut ujian, anak putus sekolah, dan lain

sebagainya. Sementara anak korban kelalaian orangtua atau lingkungan tentu

mengakibatkan terganggunya pemenuhan hak dasar anak karena ketidakpedulian

orangtua dan lingkungan sekitarnya.

Dari sekian banyak kasus penelantaran anak yang terjadi di Indonesia,

maka dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya di bidang pengawasan

penyelenggaraan pemenuhan hak anak, khususnya anak telantar, KPAI melakukan

kordinasi dan bersinergi dengan lembaga-lembaga lain yang terkait. KPAI dapat

berkordinasi dengan Kementrian Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak untuk menangani anak sebagai korban penelantaran. KPAI dapat pula

berkordinasi dengan lembaga hukum seperti kepolisian untuk melakukan tindakan

lebih lanjut kepada pelaku penelantaran. Lembaga-lembaga lain seperti

pemerintah daerah atau lembaga swadaya masyarakat yang fokus terhadap

permasalahan anak dapat pula berkordinasi dengan KPAI apabila hal tersebut

dirasa perlu.7

7 Wawancara penulis dengan Retno Adji Prasetiaju, Kepala Sekretariat KPAI, 20

Agustus 2015.

Page 75: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

63

B. Peran KPAI pada Penanganan Kasus Penelantaran Anak (Kasus

Penelantaran Anak Cibubur dan Kasus Pembunuhan Angeline)

Dalam berbagai kajian tentang tindak pelanggaran terhadap hak anak,

kasus penelantaran anak sebenarnya masih termasuk dalam kategori child abuse.

Secara teoritis, penelantaran adalah sebuah tindakan baik disengaja maupun tidak

disengaja yang membiarkan anak tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya (sandang,

pangan, papan). Penelantaran terhadap anak tidak mengenal motivasi/intensi.

Disengaja maupun tidak, jika ada anak dibiarkan tidak memperoleh makan, tidak

mendapatkan tempat tinggal yang layak, dan pakaian yang layak untuk

melindunginya dari berbagai penyakit dan bahaya, maka insiden ini dikatakan

penelantaran dan akan dikenakan sanksi.8

Melihat realita sosial yang ada, penelantaran anak memang kurang

mendapat perhatian masyarakat dan pemerintah. Kasus penelantaran akan

mendapat sorotan apabila telah berkembang menjadi kasus kekerasaan atau

bahkan kasus pembunuhan terhadap anak. Padahal, tidak dapat dipungkiri

kasus-kasus kekerasan, eksploitasi dan bahkan pembunuhan anak selalu diawali

oleh ketidakpedulian terhadap anak. Tindakan ketidakpedulian tersebut dapat

dikategorikan penelantaran anak karena tindakan tersebut dapat menyebabkan

kebutuhan dasar anak tidak terpenuhi.

Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa menyebutkan bahwa jumlah

anak telantar di Indonesia masih banyak terjadi. Mensos merincikan, ada 4,1 juta

anak terlantar, diantaranya 5.900 anak yang jadi korban perdagangan manusia,

8 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,

2010), h. 215

Page 76: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

64

3.600 anak bermasalah dengan hukum, 1,2 juta balita terlantar dan 34.000 anak

jalanan.9 Dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha pemerintah melalui peraturan

perundang-undangan serta pelaksanaannya masih belum efektif dalam

penanganan masalah anak telantar di Indonesia.

Bulan Mei 2015 muncul kasus penelantaran anak di perumahan Citra

Grand Cibubur, Bekasi. Kasus ini berawal dari informasi yang diperoleh KPAI

tentang adanya kasus penelantaran anak Cibubur pada Rabu, 13 Mei 2015 malam.

Pada hari Kamis, 14 Mei 2015 Sekjen KPAI, Erlinda berkoordinasi dengan ketua

RT setempat, Kementrian Sosial dan Dinas Sosial untuk menindaklanjuti laporan

dengan berusaha ke lokasi yaitu Perumahan Citra Gran Cluster Nusa II Blok E

nomor 37, Cibubur, Pondok Gede, Bekasi.

Kunjungan tersebut diawali niat untuk melakukan mediasi kepada pihak

keluarga korban. Namun setelah tiba di lokasi, ternyata D, salah satu putra dari

lima anak Utomo yang berusia delapan tahun ditelantarkan dengan tidak diberi

makan, pendidikan yang layak bahkan D harus tidur di pos jaga perumahan

tersebut. Mediasi yang dilakukan pun gagal karena Utomo melakukan perlawanan

dan bahkan mengancam sehingga tim harus berkoordinasi dengan aparat polsek

dan polres setempat.

9 Media Antara Jateng, 15 Mei 2015, “Mensos: Jumlah Anak Terlantar di Indonesia

Mencapai 4,1 Juta”, diakses pada 1 September 2015

Page 77: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

65

Tim Jatanras Polda Metro Jaya harus turun langsung ke lokasi kejadian

dan akhirnya dilakukan penggeledahan.10

Utomo dan istrinya, Nurindria Sari

diamankan oleh aparat sedangkan kelima anaknya diamankan oleh tim lalu

ditempatkan di safe house. Dalam penggeladahan, selain kondisi rumah yang

tidak terurus, ditemukan pula narkoba jenis sabu-sabu di dalam rumah Utomo

Punomo dan Nurindria Sari sehingga menimbulkan spekulasi adanya pengaruh

narkoba terhadap tindakan penelantaran yang dilakukan oleh kedua pelaku.11

Pada kasus penelantaran anak di Cibubur, kontribusi KPAI sangat jelas

terlihat. Respon cepat dalam menanggapi laporan yang masuk mengenai

penelantaran anak dengan melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga yang

berwenang menunjukkan komitmen KPAI sebagai salah satu lembaga negara

yang fokus pada kepentingan anak. Tindakan selanjutnya dari KPAI adalah

pemantauan dan pengawasan terhadap penanganan kasus oleh lembaga hukum

seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan serta eksekusi putusannya. Hal ini

bertujuan agar proses penegakan hukum dilaksanakan dengan dasar supremasi

hukum yang adil.

Selain itu, atas dasar amanat Pasal 76 Undang-undang No. 35 tahun 2014

Tentang Perlindungan Anak, KPAI juga berwenang melakukan mediasi untuk

menentukan kuasa asuh untuk kelima anak tersebut. Prosedur pengalihan kuasa

asuh diawali dengan dilaksanakannya rapat koordinasi antara KPAI dengan

beberapa lembaga terkait (stake holder) diantaranya Kementrian Sosial,

10

Metrotvnews.com, 15 Mei 2015, “Kronologi Kasus Orangtua „Usir‟ Anak

Terungkap”, (dengan pendeskripsian kembali oleh penulis), diakses pada 2 September 2015.

11 CNN Indonesia, 16 Mei 2015, “KPAI : Narkoba Bisa Jadi Biang Keladi

Penelantaran Anak”, diakses pada 2 September 2015.

Page 78: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

66

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pihak kepolisian,

dan pihak rumah aman (save house). Selanjutnya, Kementrian Sosial sebagai

lembaga yang berwenang melakukan penilaian terhadap pihak keluarga baik dari

pihak ayah maupun pihak ibu sebagai calon penanggung jawab kuasa asuh.

Setelah dilakukan rapat kordinasi maka berdasarkan pertimbangan yang

mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, maka yang berhak menerima

kuasa asuh pengganti adalah nenek korban dari pihak keluarga ayah.

Pengalihan kuasa asuh tidak memiliki batasan waktu, melainkan hingga

orangtua sebagai penanggung jawab kuasa asuh yang sebenarnya sudah mampu

menerima kembali kuasa asuhnya secara bertanggung jawab. Sedangkan

pengalihan kuasa asuh sendiri memiliki batas masa uji coba untuk menilai apakah

pihak penerima kuasa asuh pengganti mampu menerima hak kuasa asuh atau

tidak. Masa uji coba tersebut selama 3 bulan dan jika diperlukan dapat

diperpanjang selama 3 bulan.

Selama masa uji coba pihak Kementrian Sosial melakukan kunjungan

rutin, pendampingan, pelayanan, dan penguatan psikologis bagi anak. Selama

masa itu pula KPAI dalam rangka melaksanakan fungsi dan wewenangnya di

bidang pengawasan melakukan kunjungan dan komunikasi baik dengan pihak

nenek untuk melakukan pemantauan ataupun dengan pihak Kementrian Sosial

yang bersifat kordinatif.12

12

Wawancara penulis dengan Naswardi, bidang Keluarga dan Pengalihan Kuasa

KPAI, 18 September 2015.

Page 79: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

67

Selanjutnya, pada tanggal 16 Mei 2015 dilaporkan kasus hilangnya anak

berumur delapan tahun bernama Angeline di Bali. Satu bulan berikutnya, pada

tanggal 10 Juni 2015 Angeline ditemukan tewas di pekarangan rumahnya sendiri.

Hingga saat ini, kasus tersebut masih berjalan namun telah ditentukan beberapa

tersangka diantaranya penjaga rumah dan ibu angkat Angeline. Kasus ini menjadi

sorotan publik dan menjadi berita utama di berbagai media. Seorang anak yang

seharusnya mendapat perlindungan dan kasih sayang tewas dengan kondisi yang

mengenaskan di pekarangan rumahnya sendiri.

Dalam tahap penyidikan, ditemukan indikasi kuat bahwa dalang

pembunuhan adalah orang dalam rumah Angeline. Beberapa saksi diantaranya

tetangga korban dan guru korban memberikan keterangan bahwa Angeline sering

ditelantarkan oleh ibu angkatnya selama beberapa waktu terakhir sebelum hilang

hingga akhirnya ditemukan tewas. Ciri-ciri bahwa Angeline ditelantarkan dapat

dilihat dari tubuh yang kurus, pucat, rambut kusam, pakaian tidak rapi, datang ke

sekolah telat dengan jalan kaki walau jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh

dan bahkan saksi pernah melihat Angeline memakan makanan ternak.

Pada kasus ini, KPAI menjalankan fungsi pengawasannya pada

pelaksanaan penegakan hukum baik oleh aparat kepolisian, kejaksaan dan

lembaga peradilan. Selain itu, KPAI juga melakukan penelaahan pada pangkal

kasus yaitu prosedur dan mekanisme pengangkatan anak/adopsi yang tidak sesuai

dengan hukum yang berlaku karena proses adopsi Angeline oleh ibu angkatnya

hanya berdasarkan akta notaris.13

13

Wawancara penulis dengan Naswardi, bidang Keluarga dan Pengalihan Kuasa

KPAI, 18 September 2015.

Page 80: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

68

Baik pada kasus penelantaran anak di Cibubur, maupun pada kasus

Angeline, KPAI sebenarnya memiliki tupoksi yang sama, yaitu berwenang

memantau dan mengawasi jalannya kasus dengan tetap berkoordinasi dengan

lembaga-lembaga terkait, seperti lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan,

kementrian dan lembaga swadaya masyarakat seperti Komnas PA. Tupoksi KPAI

sebagai lembaga pengawas menjadi penting pada kedua kasus tersebut agar tidak

adanya lembaga-lembaga terkait dapat optimal menjalankan tugas dan

wewenangnya. Namun, banyak masyarakat tidak mengetahui hal tersebut,

sehingga kritik terhadap lembaga KPAI sering muncul.

C. Hambatan dan Kendala KPAI

Direvisinya Undang-undang No. 23 tahun 2002 menjadi Undang-undang

No. 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak disambut positif oleh berbagai

kalangan. Hal ini dikarenakan pemerintah, baik lembaga eksekutif maupun

yudikatif memiliki itikad baik untuk meningkatkan perlindungan terhadap anak

melalui penguatan produk hukum yaitu undang-undang.

Pada tahun 2013 sempat berkembang wacana untuk meleburkan KPAI

dalam Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak karena

KPAI dinilai lamban merespon masalah-masalah anak. Bahkan saat fit and proper

test anggota KPAI periode 2013-2016, hal-hal terkait pembubaran, kinerja serta

hambatan bagi KPAI sempat ditanyakan oleh Komisi VIII DPR RI.

Page 81: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

69

Dr. HM. Asrorun Ni‟am Sholeh, MA yang pada saat itu menjadi wakil

ketua KPAI menanggapi bahwa terganggunya kelincahan KPAI dalam bergerak

dikarenakan basis kewenangan KPAI yang berada pada level pengawasan bukan

eksekutor. Sering ekspektasi KPAI yang tinggi terbentur pada kewenangannya

yang tidak boleh mengeksekusi atau bertindak. Selain itu, dukungan anggaran

juga menjadi salah satu sebab belum maksimalnya kinerja KPAI.14

Hal senada juga pernah dikatakan oleh Ida Fauziyah, Ketua Komisi VIII

DPR RI pada 25 April 2014. Beliau mengatakan beberapa hal yang perlu direvisi

dari Undang-undang No.23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah

menyangkut kewenangan KPAI agar tidak sekedar melakukan kordinasi. Bahkan,

pada saat itu beliau mengatakan untuk meningkatkan anggaran KPAI agar bisa

menjangkau seluruh wilayah Indonesia karena keterbatasan anggaran terkadang

menjadi hambatan bagi KPAI untuk dapat menjangkau seluruh wilayah

Indonesia.15

Namun, menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak pada tahun 2014, Linda Amalia Sari Gumelar, kewenangan Komisi

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tidak bisa disamakan dengan Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bisa menindak pelaku kejahatan korupsi.

Pernyataan tersebut adalah tanggapan untuk usulan dari sejumlah pengacara yang

menamakan diri sebagai “lawyer sahabat anak” yang mendorong KPAI memiliki

kedudukan hukum yang sama dengan KPK.

14

batamtoday.com, 2 Desember 2013, “Dinilai Gagal Tuntaskan Persoalan Anak

Ada Wacana KPAI Dibubarkan”, diakses pada 06 September 2015

15 Pikiran Rakyat Online, 26 April 2014, “Mendesak Revisi RUU Perlindungan

Anak”, diakses pada 6 September 2015

Page 82: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

70

Beliau beralasan, apabila KPAI diberi kewenangan dapat menindak pelaku

kejahatan anak, dikhawatirkan tumpang tindih dengan tugas penegak hukum dan

institusi-institusi lainnya seperti kepolisian, kejaksaan, Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia (Komnas HAM) yang bisa menindak langsung para pelaku

kejahatan terhadap anak.

Anggota Komisi VIII DPR, Soemintarsih Muntoro juga mengatakan,

argumentasinya bukan bisa atau tidak bisa kewenangan KPAI bisa seperti KPK.

Melainkan, kebutuhan lembaga ini didirikan jika fungsi dan kewenangannya tidak

mampu menghasilkan hasil-hasil yang signifikan, maka harus ditinjau ulang.

Beliau menambahkan, saat ini yang dibutuhkan KPAI agar kewenangannya

berjalan dengan baik adalah integrasi, koordinasi dan sosialisasi.16

Reza Indragiri, seorang akademisi dan konsultan ahli sebagai expert

judicial psychology di beberapa lembaga negara dalam salah satu tulisannya

mengatakan, bahwa masih berbedanya pemahaman tentang tupoksi Komisi

Perlindungan Anak Indonesia sebagai salah satu lembaga yang mendapat

penekanan ekstra di dalam UUPA. KPAI (bedakan dengan Komnas Perlindungan

Anak yang merupakan LSM) lebih sebagai lembaga pengawasan dan koodinator,

bukan lembaga eksekutor. Salah kaprah dalam memandang KPAI pada gilirannya

memunculkan ekspektasi-ekspektasi yang tidak proporsional, sehingga tolak ukur

keberhasilan kerja KPAI pun menjadi bias.17

16

harianterbit.com, 21 Juni 2014, “Meneg PP & PA : KPAI Tak Bisa Seperti KPK”,

diakses pada 7 September 2015

17

Kriminalitas.com, 2 Juli 2015, “Kendala Implementasi UU Perlindungan Anak”,

diakses pada 7 September 2015

Page 83: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

71

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa

hambatan yang menjadikan kinerja KPAI tidak optimal yaitu : Pertama,

terbatasnya kewenangan KPAI yang hanya bertindak sebagai lembaga pengawas

dan pemantau pelaksanaan perlindungan anak. Kedua, terbatasnya anggaran yang

diperuntukkan bagi KPAI sementara kasus pelanggaran hak anak tersebar di

seluruh wilayah Indonesia. Ketiga, terkendalanya pembentukan KPAD sebagai

mitra KPAI di daerah untuk mendukung tugas KPAI ditengah permasalahan sosial

anak yang semakin kompleks. Keempat, masih minimnya perhatian pemerintah,

penegak hukum, dan masyarakat mengenai perlindungan anak.

Dalam menghadapi beberapa hambatan tersebut, beberapa langkah yang

ditempuh KPAI adalah : Pertama, dengan direvisinya Undang-undang No. 23

tahun 2002 menjadi Undang-undang No. 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan

Anak maka KPAI memiliki kewenangan untuk melakukan mediasi atas sengketa

pelanggaran hak anak. Kedua, adanya peningkatan anggaran dalam rangka

peningkatan kualitas pelaksanaan tugas dan fungsi KPAI. Ketiga, KPAI

menerbitkan pedoman pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD).

Untuk mendukung hal tersebut, KPAI mengeluarkan Surat Edaran (SE) kepada

Gubernur, Bupati, dan Walikota. Selain itu, KPAI juga memprakarsai

terlaksananya Rakornas KPAD pada 10-12 September 2015 dengan visi untuk

membentuk KPAD di berbagai daerah di Indonesia.

Page 84: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

72

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis penulis terhadap permasalahan dalam

penelitian ini, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Usaha Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam memberikan

perlindungan terhadap anak telantar adalah dengan cara mengawasi dan

memantau pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan dasar anak,

memberikan masukan dalam rumusan kebijakan, mengumpulkan data dan

informasi mengenai pelanggaran hak anak, menerima dan melakukan

penelaahan atas pengaduan masyarakat, melakukan mediasi pelanggaran hak

anak, melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga eksekutor atau dengan

kata lain KPAI menggunakan reveral system, yaitu penanganan sementara lalu

mengalihkan ke lembaga-lembaga yang berwenang seperti kementrian, aparat

penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan, lembaga negara lain seperti

Komnas HAM atau lembaga swadaya masyarakat seperti Komnas PA.

2. Efektivitas KPAI sebagai salah satu state auxiliary organs di Indonesia masih

belum optimal. Banyak hambatan yang menyebabkan kinerja KPAI sebagai

lembaga negara penunjang masih jauh dari yang diharapkan. Beberapa

hambatan tersebut adalah pertama, terbatasnya kewenangan KPAI yang

hanya bertindak sebagai lembaga pengawas dan pemantau pelaksanaan

perlindungan anak. Kedua, terbatasnya anggaran yang diperuntukkan bagi

Page 85: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

73

KPAI sementara kasus pelanggaran hak anak tersebar di seluruh wilayah

Indonesia. Ketiga, terkendalanya pembentukan KPAD sebagai mitra KPAI di

daerah untuk mendukung tugas KPAI ditengah permasalahan sosial anak yang

semakin kompleks. Keempat, masih minimnya perhatian pemerintah,

penegak hukum, dan masyarakat mengenai perlindungan anak. Beberapa

hambatan tersebut membuat KPAI hanya mampu menangani beberapa isu

anak yang besar dan kasus penelantaran anak yang sifatnya masif sehingga

KPAI sebagai state auxiliary organs belum efektif menyentuh permasalah

anak secara menyeluruh.

B. Saran

Setelah mengamati dan menganalisis tugas dan wewenang KPAI,

kedudukannya sebagai salah satu state auxiliary organs, serta kontribusinya dalam

pelaksanaan perlindungan terhadap anak telantar, ada beberapa hal penting yang

dapat dipertimbangkan KPAI dan para pengambil kebijakan, yaitu sebagai berikut :

1. Pembuatan undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai

lembaga negara khususnya tentang state auxiliary organs atau lembaga

negara penunjang agar lembaga-lembaga negara yang ada dapat

bersinergi dalam mencapai tujuan negara.

2. Menambah kewenangan, dana operasional, serta memperjelas kedudukan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) agar kinerja KPAI lebih

optimal dalam rangka pengawasan pelaksanaan perlindungan anak

khususnya dalam penanganan anak telantar.

Page 86: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

74

3. Membentuk KPAD di berbagai daerah di Indonesia sebagai mitra KPAI

dalam rangka meningkatkan pelaksanaan perlindungan anak di daerah.

Page 87: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

74

75

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul Karim

Buku, Makalah, Jurnal, dan Skripsi

Ali, M. B. dan T. Deli. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung : Penabur

Ilmu, 2009.

Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta : Sinar

Grafika, 2011.

________________. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi. Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi, 2006.

Bidang Data Informasi dan Pengaduan. Data Statistik Kasus-Kasus Perlindungan

Anak Tahun 2011-2015 KPAI. 2015.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-8, Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2013.

_______________. Dasar-Dasar Ilmu Politik , Jakarta : PT.Gramedia Pustaka

Utama, 2010.

Chang, Andreas Ristanto. Jurnal Skripsi Realisasi Peran Komisi Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI) dalam Menangani Anak yang Menjadi Pelaku

Tindak Pidana Penganiayaan. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 2014.

Firmansyah, Arifin dkk. Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar

Lembaga Negara, Jakarta : Konsorsium Reformasi Hukum Nasional,

2005.

Hapriyanti, Dewi. “Penelantaran Anak oleh Orang Tua Ditinjau Dari KUHP dan

Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindunga Anak.”

Universitas Mataram. 2013.

Hidayat, Bunadi. Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, Bandung : PT Alumni,

2010.

Huda, Ni‟matul. Lembaga Negara Dalam Masa Transisi Demokrasi, Yogyakarta

: UII Press, 2007.

Huraerah, Abu. Kekerasan Terhadap Anak. Bandung : Nuansa, 2006.

Page 88: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

76

Ibrahim, Johnny. Teori, Metode dan Penelitian Hukum Normatif. Malang :

Bayumedia Publising, 2007.

Indrayana, Denny. Negara Antara Ada dan Tiada : Reformasi Hukum

Ketatanegaraan. Jakarta: Kompas, 2008.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Lembaga Negara Independen untuk

Perlindungan Anak. Jakarta : KPAI, 2006.

KPAI. Laporan Kinerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2010-2013.

Muhtaj, Majda El. Dimensi-dimensi HAM,Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2009.

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai

Pustaka, 1976.

Rosyidah Badawi, Enny. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sebagai

Pengawas Penyelenggaraan Perlindungan Anak di Indonesia, Jakarta :

Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2010.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penulisan Hukum, Jakarta : UI Press, 1986.

_______________. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 2010.

Soekanto, Soerjono dan Sri mamudji. Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : PT

RajaGrafindo Persada, 2001.

_______________________________. Penelitian Hukum Normatif (Suatu

Tinjauan Singkat), Jakarta: Rajawali Pers, 2001.

Soetodjo, Wagiati. Hukum Pidana Anak, Bandung : PT Refika Aditama, 2006.

Suyanto, Bagong. Masalah Sosial Anak, Jakarta : Kencana Prenada Media Group,

2010.

Trisulo, Evy. Konfigurasi State Auxiliary Bodies dalam Sistem Pemerintahan

Indonesia. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia, 2012.

Tutik, Titik Triwulan. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca

Amandemen UUD 1945. Jakarta : Kencana, 2011.

Page 89: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

77

Tutik, Titik Triwulan dan Ismu Gunadi Widodo. Hukum Tata Usaha Negara dan

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia. Jakarta : Kencana,

2011.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak

Konvensi Hak Anak

Peraturan Menteri Sosial RI No. 8 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendataan dan

Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi

dan Sumber Kesejahteraan Sosial

Lampiran Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 08 tahun 2012 Tentang

Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

Keputusan Presiden No. 77 tahun 2003 Tentang Komisi Perlindungan Anak

Indonesia

Page 90: OPTIMALISASI PERAN KPAI SEBAGAI STATE AUXILIARY …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30039/1/RYAN... · Lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

78

Media Internet

batamtoday.com, “Dinilai Gagal Tuntaskan Persoalan Anak Ada Wacana KPAI

Dibubarkan,” artikel ini diakses pada 6 Desember 2015 dari

http://www.batamtoday.com/berita36521-Dinilai-Gagal-Tuntaskan-Persoa

lan-Anak,-Ada-Wacana-KPAI-Dibubarkan.html.

CNN Indonesia, “KPAI : Narkoba Bisa Jadi Biang Keladi Penelantaran Anak,”

artikel ini diakses pada 2 September 2015 dari

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150515213159-12-53546/kpai-n

arkoba-bisa-jadi-biang-keladi-penelantaran-anak/.

harianterbit.com, “Meneg PP & PA : KPAI Tak Bisa Seperti KPK,” artikel ini

diakses pada 7 September 2015 dari

http://harianterbit.com/hanterekonomi/read/2014/06/21/4042/29/29/Meneg

-PP-PA-KPAI-Tak-Bisa-Seperti-KPK.

Kriminalitas.com, “Kendala Implementasi UU Perlindungan Anak, artikel ini

diakses pada 7 September 2015 dari

http://kriminalitas.com/kendala-implementasi-uu-perlindungan-anak/.

Pikiran Rakyat Online, “Mendesak Revisi RUU Perlindungan Anak,” artikel ini

diakses pada 6 September 2015 dari

http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2014/04/26/279242/mendesak-rev

isi-uu-perlindungan-anak.

Website resmi Komisi Perlindungan Anak Indonesia, artikel ini diakes pada 21

Agustus 2015 dari http://www.kpai.go.id/profil/,

Metrotvnews.com, “Kronologi Kasus Orangtua „Usir‟ Anak Terungkap,” artikel

ini diakses pada 2 September 2015 dari

http://news.metrotvnews.com/read/2015/05/15/126338/kronologi-kasus-or

angtua-usir-anak-terungkap.

Media Antara Jateng, “Mensos: Jumlah Anak Terlantar di Indonesia Mencapai

4,1 Juta,” artikel ini diakses pada 1 September 2015 dari

http://www.antarajateng.com/detail/mensos-jumlah-anak-terlantar-di-indo

nesia-mencapai-41-juta.html.