oleh nurfadilah nomor pokok f 511 13 002 makassar 2018
TRANSCRIPT
NILAI SOLIDARITAS SOSIAL DALAM TRADISI MAPPADENDANG PADA
MASYARAKAT PACCEKKEQ DI KABUPATEN BARRU
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian
guna memperoleh gelar Sarjana Sastra
pada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Hasanuddin
Oleh
NURFADILAH
Nomor Pokok F 511 13 002
MAKASSAR
2018
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahi Rahmani Rahim,
Syukur Alhamdulillah segala puji bagi kehadirat Allah SWT atas segala limpahan dan
hidayahNya. Tuhan Yang Maha Pemurah yang kepadaNya segala munajat tertuju. Tak lupa
pula penulis panjatkan salam dan salawat kepada Nabi Muhammad SAW. Semoga tercurah
kasih dan sayang kepada beliau beserta keluarga, sahabat-sahabat dan pengikutnya.
Tulisan ini menandai suatu kurun waktu dalam sejarah panjang perjalanan hidup
penulis yang turut serta mewarnai kehidupan penulis selama menempuh studi pada jurusan
Sastra Daerah Bugis-Makassar Fakultas Ilmu Budaya.
Dalam Penyusunan skripsi ini, dibutuhkan perjuangan, kesabaran, dan semangat
untuk mencapai hasil yang maksimal. Selama penulisan skripsi berlangsung penulis
menyadari begitu banyak bantuan yang penulis terima sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Ada banyak kendala dan cobaan yang di lalui. Meskipun diakui penyelesaian
skripsi ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan jauh dari kesempurnaan yang
diharapkan, baik dari segi teoritis maupun dari segi pembahasan hasil penelitiannya. Namun
dengan ketekunan dan kerja keraslah yang menjadi pendorong penulis dalam menyelesaikan
segala proses tersebut. Juga berkat adanya berbagai bantuan moril dan materil dari berbagai
pihak yang telah membantu memudahkan penyelesaian dalam penyusunan skripsi ini. Skripsi
ini berjudul “Nilai Solidaritas Sosial Dalam Tradisi Mappadendang Pada Masyarakat
Paccekkeq : Tinjauan Struktural-Fungsionalisme”
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua
orang tua, ayahanda Baharuddin dan Ibunda Bahriah yang telah memberikan kasih sayang,
harapan dan doa yang tak henti-hentiya dipanjatkan untuk penulis dengan tulus dan ikhlas,
sehingga penulis bisa menjadi manusia yang berharga dan bermanfaat untuk kedua orang tua.
v
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr, Nurhayati Rahman, M.S. selaku pembimbing I dan
Dr.Muhlis Hadrawi, M.Hum selaku pembimbing II yang banyak memberikan masukan, yang
sangat berarti bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini, semoga mendapat balasan yang
setimpal dari allah SWT.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu M.A
sebagai pimpinan Universitas yang mencurahkan perhatiannya demi perkemb-angan
Universitas Hasanuddi;
2. Bapak Dekan, para Wakil Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Ketua dan Sekretaris
Departemen Sastra Daerah, serta seluruh statf dosen dan pegawai yang banyak
membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Hasanuddin;
3. Segenap informan yang begitu banyak memberikan informasi dan pengetahuan
kepada penulis atas penelitian ini;
4. Segenap keluarga serta saudara-saudari tercinta, Syamsul. Taufik, Uci, Nurul, Upi,
Lisa atas kasih sayang dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama
menjalankan kuliah;
5. Kepada Etta Sahe yang sangat penulis sanyangi yang begitu setia memberikan doa,
dukungan dan kasih sayang;
6. Kepada yang penulis sayangi Azis Nya’la yang selalu menjadi penyemangat dan
selalu setia menemani serta membantu penulis selama kuliah dan juga dalam
menyelesaikan tugas akhir;
7. Kepada teman seperjuangan Rindiani dan Irmawati dalam mengerjakan skripsi, dan
terima kasih atas tumpangannya untuk tingal di kosan miliknya selama beberapa
bulan untuk memberikan sedikit ruang dalam mengerjakan skripsi penulis, untuk
vi
berbagi cerita, meluapkan keluh kesah penulis yang di tempuh selama mengerjakan
skripsi;
8. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Hasanuddin (IMSAD-FIB-UH);
9. Teman-teman WARANI 2013; Iful, Afdal, Adi, Fajar, Yoko, Rindi, Ria, Yayu,
Yunita, Imma, Fatma, Tuti, Nisa, Janet, Kasma, Umroah yang telah menorehkan
cerita yang begitu berharga dalam kehidupan penulis selama masa kuliah di Jurusan
Sastra Daerah Universitas Hasanuddin.
Akhirnya kepada Allah SWT jugalah penulis memohon, semoga jasa-jasa baik
berbagai pihak dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Amin. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terbatas dari harapan. Olehnya itu kritik dan saran demi
perbaikan tulisan ini sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya, Khususnya di Departemen Sastra
Daerah Bugis-Makassar.
Makassar
Penulis
vii
Daftar Isi
Sampul Depan ...................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan ............................................................................................................ ii
Lembar Persetujuan .......................................................................................................... iii
Kata Pengantar .................................................................................................................. iv
Daftar Isi............................................................................................................................ vii
Abstrak ............................................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................................... 6
C. Batasan masalah ............................................................................................. 6
D. Rumusan Masalah .......................................................................................... 7
E. Tujuan Peneltiian ........................................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7
BAB II Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 9
A. Landasan Teori .............................................................................................. 9
B. Penelitian Relevan ....................................................................................... 23
C. Kerangka Pikir ............................................................................................. 26
D. Defenisi Operasional .................................................................................... 28
BAB III Metode Penelitian ...................................................................................................
A. Jenis Penelitian ............................................................................................ 30
B. Objek Penelitian ........................................................................................... 31
C. Lokasi Penelitian .......................................................................................... 31
viii
D. Data dan Sumber Data ................................................................................. 32
E. Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 32
F. Metode Analisi Data .................................................................................... 33
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................................. 33
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................................... 35
B. Tradisi Mappadendang Masyarakat Paccekkeq ................................................. 37
C. Fungsi Mappadendang Bagi Masyarakat Paccekke ............................................ 54
D. Nilai-Nilai Solidaritas sosial Tradisi Mappadendang ......................................... 59
BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 69
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 69
B. Saran ................................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 71
ix
ABSTRAK
Nurfadilah. 2018. Skripsi ini berjudul “Nilai Solidaritas Sosial dalam Tradisi
Mappadendang pada Masyarakat Paccekkeq”. Departemen Sastra Daerah Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin. Dibimbing oleh Nurhayati Rahman dan Muhlis
Hadrawi.
Skripsi ini mengkaji tradisi mappadendang yang dibina dalam masyarakat Desa Paccekkeq
dengan melihat aspek nilai solidaritas sosial yang terkandung di dalamnya. Mappadendang
bagi masyarakat Paccekkeq adalah sarana utama untuk membangun solidaritas sosial dan
juga sebagai pernyataan rasa syukur atas berkah yang didapatkan dari hasil panen padi.
Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan tradisi
mappadendanng pada masyaraka Desat Paccekkeq, menjelaskan nilai solidaritas yang
terkandung dalam pelaksanaan tradisi mappadendang pada masyarakat Paccekkeq terutama
nilai solidaritas serta mendeskripsikan fungsi soisial tradisi mappadendang pada masyarakat
Paccekkeq.
Pembahasan dalam tradisi mappadendang dilakukan dengan menerapkan teori struktural-
fungsionalisme Redcliffe-Brown. Metode pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan metode penelitia lapangan dengan cara obeservasi, wawancara, dokumentasi
dan metode penelitian pustaka. Analisis data dilakukan dengan menggunakan deskriptif
kualitatif, yakni menjelaskan data-data tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tradisi mappadendang menggambarkan nilai
solidaritas sosial dalam penelitian mencakup nilai kerjasama, gotong royong masyarakat yang
sangat kuat. Tradisi mappadendang mengandung nilai-nilai budaya yang luhur, serta seni
yang mencerminkan kepribadian masyarakatnya. Kepribadian yang utama adalah nilai
solidaritas sosial sebagai nilai utama yang sangat dijunjung tinggi dan ditopang oleh nilai-
nilai persatuan.
Kata kunci: Tradisi, Mappadendang, Solidaritas sosial
x
ABSTARCT
Nurfadilah. 2018. This thesis entitled “The value in solidarity on the Mappadendang
tradition of the Paccekkeq society”. Fakultas Ilmu budaya, Universitas Hasanuddin.
Guided by Mrs. Nurhayati Rahman and Mr. Muhlis Hadrawi.
This thesis examines about the mappadendang tradition, which is fostered in Paccekkeq
villager by focusing pont at the social solidarity value aspect contained in it. Mappadendang
for the Paccekkeq community is the primary pillar in building social solidarity as well as a
gratitude statement for the blessings wich gained in harvesting rice. The purpose of this study
is to explain how was the process of implementing mappadendanng tradition in the
Paccekkeq community and also explain the value of solidarity contained in the
implementating mappadendang tradition in Paccekkeq community, especially the value of
solidarity and describe the mappadendang tradition soisial function in Paccekkeq society.
The discussion in the mappadendang tradition is done by applying structural-functionalism
theory which is belongs to Radcliffe-Brown. This research uses qualitative research methods
by collecting data through obeservation, interview, documentation and library resources. Data
analysis is done by using qualitative descriptive, that is explaining the data according to
actual situation.
The results of the research show that the mappadendang tradition describes the solidarity of
a very strong community. The mappadendang tradition contains cultural values, as well as
art that reflects the personality of the community. The ultimate personality is the value of
solidarity as the ultimate value highly upheld and sustained by the values of unity and social
respect.
Keywords: Tradition, Mappadendang, Social solidarity
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan masyarakat tardisional tidak lepas dari beragam aktivitas yang
masih berhubungan dengan warisan leluhur. Warisan leluhur secara turun-
temurun memberi ciri penting dalam kehidupan yang bersifat agraris pada
masyarakat. Terkait dengan hal itu, Suryaningsi (2014: 3) mengatakan bahwa
apabila suatu kebiasaan yang bersumber dari warisan leluhur terus dipertahankan
maka akan tercipita tardisi dalam masyarakatnya. Salah satu tardisi yang
dimaksud adalah upacara alam, ritus-ritus tradisional yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan pertanian.
Upacara tradisional merupakan bagian yang integral dari kebudayaan
masyarakat pendukungnya sebagai norma-norma serta nilai-nilai budaya
masyarakatnya secara turun temurun. Norma-norma serta nilai-nilai budaya itu
kemudian ditampilkan dengan pemeragaan secara simbolis dalam bentuk upacara
yang dilakukan dengan penuh hidmat oleh warga masyarakat pendukungnya.
Upacara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat dikonsepsikan dapat
memenuhi kebutuhan ritus para anggotanya, baik secara individual maupun secara
komunal. Penyelenggaraan tradisi ini penting artinya bagi warga masyarakat
untuk pembinaan sosial-budaya. Tradisi semacam itu oleh Manyambeang
(1984:3) menyebutkan sebagai kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan warga
masyarakat dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama.
2
Berbagai suku yang ada di Indonesia misalnya suku Bugis di Sulawesi
Selatan mereka memiliki tradisi mappadendang yang telah dibina sejak beberapa
abad lampau. Mappadendang seperti yang diselenggarakan di Barru sebagai
tradisi yang melibatkan masyarakat luas sebagai pesta rakyat yang menjadi ciri
khas bagi masyarakat agraris khususnya di pedalaman. Selain di Barru tradisi
yang terkait langsung dengan pesta panen mappadendang juga dilakukan hampir
di berbagai daerah di Sulawesi Selatan seperti di Bone, Soppeng, Wajo, Pare pare
dan Sinjai yang seluruhnya sumber utama mata pencaharian yang berkaitan
langsung dengan kegiatan pertanian.
Mappadendang di berbagai daerah di Sulawesi Selatan merupakan tradisi
kuno yang seluruhnya berkaitan dengan sistem mata pencaharian masyarakat
sebagai petani. Pelaksanaan pesta rakyat bagi masyarakatnya merupakan
perwujudan kepercayaan yang berkaitan dengan pemuliaan dewi padi yaitu Datu
Sangiang Serri. Tradisi ini suatu penghargaan kepada dewi padi acara tersebut
agar manusia mendapat keberkahan yang lebih baik dari sebelumnya yaitu,
melimpahya hasil petanian.
Padi bagi masyarakat Barru, selain sebagai makanan pokok juga memiliki
mitos dan sejarah dalam masyarakatnya. Dari mitos tersebut masyarakat Barru
memaknai khusus terkait dengan kepercayaan dengan alam. Dalam mitos
Meompalo Karellae diceritakan bahwa pada saat Datu Sangiang Serri singgah di
Barru ia menceritakan bahwa penjaganya, seekor kucinng disiksa oleh penghuni
rumah yang ditempatinya dan Datu Sangiang Serri sangat marah pada saat itu.
Setelah Datu Sangiang Serriq memberikan berbagai macam nasehat kepada istri
3
Pabbicara dan penduduk Barru, ia dan rombongan lalu melanjutkan
perjalanannya naik menuju ke langit (Rahman, 2009:147).
Dari mitos Meompalo Karellae itu, masyarakat Barru mempercayai bahwa itu
semua ada kaitanya dengan padi. Untuk itu mitos tersebut merepresentasikan
masyarakat Barru sebagai masyarakat yang sangat menghargai dan membutuhkan
padi sebagai mata pencaharian utama dan sebagai makanan pokoknya. Merujuk
dari mitos tersebut masyarakat Barru mempercayai bahwa padi harus
diperlakukan secara bijak agar tidak gagal panen. Untuk menjaga hasil pertanian
maka masyarakat Barru melakukan ritual pasca panen setiap tahunnya yang
berupa tradisi Mappadendang.
Tradisi mappadendang di desa Paccekkeq biasanya dilaksanakan sekali
dalam tiga tahun yaitu pada musim kemarau dan biasanya dilakukan masyarakat
setempat secara bersama-sama. Ritual pelaksanaan mappadendang dilakukan oleh
kalangan perempuan dan laki-laki. Mereka bersama-sama menumbuk padi dalam
lesung( palungeng) mengunakan antan (alu). Mereka yang Mappadendang
menggunakan pakaian adat tradisional seperti baju bodo bagi perempuan dan
destar (passapu) bagi laki-laki. Dalam tradisi mappadendang ada beberapa
rangkaian acara yaitu mattojang dan massauang. Dari beberapa rangkaian itulah
terlihat jelas adanya kerjasama yang terbina kuat membangun masyarakatnya
dalam melaksanakan tradisi mappadendang tersebut.
Salah satu daerah yang masih mengadakan mappadendang di Kabupaten
Barru adalah Desa Paccekkeq. Masyarakat Desa Paccekkeq melaksanakan
4
mappadendang setiap tiga tahun sekali. Pandangan hidup masyarakat Desa
Paccekkeq termasuk nilai-nilai yang mendasari hubungan antara individu di
dalam kelompoknya memiliki relevansi dengan ajaran-ajaran kehidupan yang
bersumber dari mitologi Meompalo Karellae. Ajaran-ajaran kehidupan tersebut
terkait dengan prinsip-prinsip sosial, etika dan moralitas hidup masih dijunjung
tinggi oleh masyarakat paccekkeq. Namun hal yang lebih penting bagi mereka
adalah nilai-nilai atau prinsip-prinsip kehidupan sosial masyarakatnya melalui
upacara atau tradisil mappadendang seperti yang telah diucapkan sebelumnya.
Kedudukan tradisi mappadendang bagi masyarakat Desa Paccekkeq memiliki
segi penting, sehingga menarik untuk dikakji secara mendalam. Hal yang lebih
menarik dan penting lagi bahwa tradisi tersebut berfungsi sebagai media
pengetahuan nilai-nilai kehidupan bagi masyarakatnya. Hal yang lebih utama lagi
adalah fenomena nilai solidaritas (Assiwolomplongeng) masyarakat Desa
Paccekkeq hidup dan terpelihara melalui tradisi mappadendang tersebut. Hal-hal
itulah yang mendasari tradisi mappadendang menarik sekaligus penting untuk
diteliti secara ilmiah untuk mengungkapkan nilai-nilai kehidupan masyarakat
yang lebih mendalam dan lebih meluas.
Masyarakat Desa Paccekkeq menjadikan kegiatan mappadendang sebagai
tradisi sekaligus hiburan melepas lelah setelah mengolah pertanian dalam setiap
siklus musim tanam dan panen. Hal itu dapat dilihat pada setiap persiapan tradisi
tersebut dan pertunjukan musik mappadendang. Dalam pelaksanaan
mappadendang terjadi hubungan interkasi sosial, bekerjasama, gotongroyong
antara masyarakat. Dalam Desa Paccekkeq masyarakat yang sudah berusia tua
5
maupun masih muda, wanita dan laki-laki berbondong-bondong menyaksikan
tradisi tersebut. mappadendang menjadi hal penting di dalam masyarakat Desa
Pacekkeq.
Perihal mappadendang sebelumnya sudah dikaji tetapi nilai solidaritas belum
ada yang mengkajinya. Pandangan masyarakat terhadap mappadendang di Desa
Paccekkeq masih kurang maka dari itu perlu di kaji dari segi ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan nilai-nilai yang tersirat di dalam tradisi mappadendang.
Hal tersebut menjadi penting dikaji disebabkan tradisi mappadendang
mengandung nilai-nilai sosial budaya yang dimiliki masyarakat Paccekkeq,
sementara itu banyak generasi yang kurang pengetahuan tentang tradisi ini
sehingga tradisi mappadendang terancam punah. hal ini disebabkan kurangnya
rasa ingi tahu generasi muda dan masyarakat untuk mengenal budaya yang ada di
daerahnya sendiri.
B. Identifikasi masalah
Dalam tradisi mappadendang mengandung beberapa nilai sosial yang sampai
pada saat ini masih terus dilaksanakan oleh masyarakat Desa Paccekkeq, oleh
karena itu nilai-nilai tersebut perlu diungkap lebih jelas melalui kajian ilmiah.
1. Tradisi mappadendang mengandung nilai pendidikan. Proses pendidikan
mengalami perkembangan dari tahun ke tahun yang memilki dampak
positif maupun negatif . dampak-dampak itulah perlu diungkap melalui
kajian ilmiah.
6
2. Dalam tradisi mappadendang mengandung nilai agama sejalan dengan
perkembangan agama islam, khususnya pengaruh paham islam
muhammadiyah dalam system kepercayaan dan organisasi agama
keberadaan mappadendang diposisikan sebagai tradisi yang kontroversi.
3. Nilai solidaritas sosial dari hari ke hari semakin memudar seiring dengan
partisipasi masyarakat terhadap upacara-upacara lokal sendiri menipis.
C. Batasan masalah
Sebagai mana yang telah dikemukakan pada identifikasi masalah di atas,
penulis tidak membahas secara keseluruhan karena adanya keterbatasan penulis.
Penulis memfokuskan penelitian ini pada nilai solidaritas dalam tradisi
mappadendang.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pelaksanaan tradisi mappadendang yang dilaksanaka
n oleh masyarakat Paccekkeq Kabupaten Barru?
2. Bagaimana
bentuk pelaksanaan tradisi mappadendang yang dilaksanakan
oleh masyarakat Paccekkeq Kabupaten Barru?
3. Fungsi sosial apakah yang terdapat dalam tradisi mappadendang bagi
masyarakat Paccekkeq ?
7
E. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan tradisi mappadendang pada
masrakat Paccekkeq.
2. Menjelaskan bagaimana bentuk pelaksanaan tradisi mappadendang pada
masrakat Paccekkeq.
3. Mendeskripsikan fungsi sosial tradisi mappadendang pada masyarakat
Paccekkeq.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu manfaat teoritis
daan praktis.
1. Manfaat Teoritis
1. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan pengetahuan kebudayaan
dalam bentuk tradisi mappadendang.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi ilmiah
mengenai gambaran tentang tradisi khususnya tradisi mappadendang.
2. Manfaat Praktis
8
1. Untuk memberikan atau menambah pengetahuan bagi penulis atau
pembaca.
2. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dokumentasi sebagai usaha untuk
melestarikan dan mengembangkan budaya yang telah ada.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Teori merupakan alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori maka
hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja. Teori adalah landasan
dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukakn
utama dalam pemecahan masalah penelitian di dalam ilmu pengetahuan. Sebagai
pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis menggunakan teori yang
berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan
ini. Untuk melihat nilai-nilai ataupun fungsi-fungsi upacara kebudayaan
masyarakat, penulis menggunakan teori fungsionalisme struktural.
Antropologi budaya sebagai cabang ilmu menyoroti kebudayaan manusia.
Antropologi budaya, merupakan ilmu atau disiplin ilmu yang kahir-akhir ini
semakin meluas cakupannya. Bidang-bidang perhatian yang menekuni segi-segi
tertentu dari kehidupan manusia semakin bertambah dengan semakin
kompleksnya kehidupan manusia.
Antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji umat manusia sebagai
mahluk masyarakat. Perhatiaanya terutama ditunjukka kepada sifat khas ragawi,
cara produksi, tradisi dan nilai-nilai yang membuat pergaulan hidup yang satu
berbeda dengan pergaulan hidup lainnya. Dengan demikian dari sudut pandang
ilmu antroplogi, manusia dipandang dari sisi manusia sebagai mahluk primat
(biologi ) dan manusia sebagai mahluk sosial budaya (Wiranata, 2002:32)
10
1. Struktural-Fungsionalisme
Untuk melihat nilai-nilai, ataupun fungsi-fungsi upacara kebudayaan
masyarakat, penulis menggunakan teori fungsionalisme struktural.
Seperti halnya dengan semua teori, fungsionalisme struktural juga bertumpu
pada sejumlah asumsi tentang hakikat manusia dan masyarakat. Asumsi-asumis
tersebut cenderung bersifat konservatif lebih terpusat pada struktur sosial yang
ada darpada perubahan sosial. Masyarakat dianggap terdiri dari bagian-bagian
yang secara teratur saling berkaitan (Polama, 2007: 42)
Struktural-fungsionalisme merupakan teori yang menafsirkan masyarakat
sebagai sebuah struktur atau system dengan bagian-bagianyang memiliki
fungsinya masing-masing yang saling berhubungan. Berbicara tentang pendekatan
fungsional-struktural, maka dapat dimulai dengan melihat keanekaragaman yang
terdapat dalam masyarakat. Keanekaragaman tersebut dapat dilihat dalam struktur
social masyarakat. Struktur social adalah sebuah entitas atau kelompok
masyarakat yang berhubungan satu sama lain, yaitu pola yang relatif dan
hubungannya di dalam sistem sosial, ataukepada institusi sosial dan norma norma
menjadi penting dalam sistem sosial tersebut sebagai landasan masyarakat untuk
berperilaku dalam system sosial tersebut.
Untuk melihat dan memahami pendekatan fungsional-struktural orang harus
melihat sejarah perkembangan pendekatan fungsgional. Malinowski (1884-1942)
dididik di Polandia sebagai seorang ahli matematika. Kemudian mempelajari
antropologi di Inggris selama 4 tahun dan selama perang dunia I tinggal di antara
11
penduduk asli pulai Trobriand. Malinowski mengajukan sebuah orientasi teori
yang dinamakan Fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua
unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsure itu terdapat.
Kata lain pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan
bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan
dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat.
Memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan bersangkutan. Menurut
Malinowski fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk
memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari
kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat
(Ihromi 1981: 59).
Pemikiran fungsionalisme struktural sangat dipengaruhi oleh pemikiran
biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri
atas organ-organ yang saling tergantung. Ketergantungan tersebut merupakan
hasil atau konsekuensi agar organism tersebut tetap dapat bertahan hidup,
Fungsional struktural juga bertujuan mencapai kesatuan sosial. Ahli lainnya
adalah Radclife-Brown (1881-1955), seorang ahli lain dalam antropologi sosial
mendasarkan teorinya mengenai perilaku manusia pada konsep fungsionalisme.
Deskripsi etnografi The Andaman Islander itu merupakan suatu contoh lain dari
suatu deskripsi terintegrasi secara fungsional, berbagai upacara agama dikaitkan
dengan mitologi atau dengan dongeng suci yang bersangkutan, dan pengaruh dan
efeknya terhadap struktur hubungan antara warga dalam suatu komunitas desa
Andaman yang kecil menjadi tampak jelas (Koendjaraningrat 2007:174)
12
Metodologi deskripsi tersebut dengan sengaja dan sadar dipergunakannya,
bahkan dirumusan pada bagian pertama dari bab mengenai upacara sebagai
berikut:
1. Agar suatu masyarakat dapat hidup, maka harus ada suatu sentimen dalam
jiwa para warganya yang merangsang mereka untuk berperilaku sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
2. Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang dengan
demikian mempunyai efek pada solidaritas masyarakat, menjadi pokok
orientasi dari sentiment tersebut.
3. Sentimen itu ditimbulkan dalam pikiran individu warga masyarakat
sebagai akibat pengaruh hidup masyarakatnya.
4. Adat istiadat upacara adalah wahana yang dengan sintimen-sintimen itu
dapat diekspresikan secara kolektif dan berulang pada saat-saat tertentu.
5. Exspresi kolektif dari sentimen memelihara intensitas sentiment itu dalam
jiwa warga masyarakat, dan bertujuan meneruskannya kepada warga-
warga dalam generasi berikutnya (Koendjaraningrat 1922: 233-234)
Radcliffe-Brown kemudian menyarankan untuk memakai istilah fungsi
sosial guna menyatakan efek dari suatu keyakinan, adat, atau pranata, kepada
solidaritas sosial dalam masyarakat itu (Koenjaraningrat 2007:175)
Berlainan dengan Malinowski, Redcliffe-Brown berpendapat bahwa berbagai
aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan
individual, tetapi justru timbul untuk mempertahankan struktur sosial masyarakat.
13
Struktur sosial dari suatu masyarakat adalah keseluruhan jaringan dari hubungan-
hubungan sosial yang ada. Dalam biologi, sumbangan dari suatu organ terhadap
kesehatan tubuh manusia atau kehidupan binatang dapat dinilai dengan misalnya
mencoba menghilangkan organ tersebut.
Berbeda dengan unsur budaya dari satu masyarakat untuk melihat datkah
unsur itu memberi jasa dalam pemeliharaan struktur masyarakat bersangkutan.
Mungkin saja suatu kebiasaan tertentu tidak ada kaitan apa-apa dengan
pemeliharaan struktur masyarakat atau mungkin malahan merugikan bagi hal itu.
(Ihromi 1981:61).
Radcliffe-Brown adalah orang yang dianggap sangat berpengaruh, baik dalam
antropologi maupun sosiologi. Aspek fungsionalisme Radcliffe-Brown
digabungkan dengan dengan pendekatan strukturnya yang kemudian
menghasilkan pendekatan fungsionalisme struktural baik dalam pemikiran
sosiologi maupun antroplogi sosial (Gising, 2008: 262).
Satu masalah terbesar dari pendekatan teori fungsionalis-struktural ini, adalah
sulitnya untuk menentukan apakah satu kebiasaan tertentu pada nyatanya
berfungsi dalam arti membantu pemelirahaan sistem sosial masyarakat.
Ada tiga konsep vital yang sering digunakan Radcliffe-Brown yaitu proses
(process), fungsi (function ), dan struktur (structure). Proses sosial mengacu pada
sebuah unit aktifitas sosial sehingga regularitas proses sosial menjadi sangat
penting. Radcliffe-Brown mengangkat konsep fungsi dari psikologi. Dia percaya
bahwa istilah fungsi dalam ilmu sosial sama dengan istilah proses dalam psikologi
14
yang menghubungkan antara struktur dengan kehidupan dalam kasus
bermasyarakat, fungsinya terletak pada struktur sosial dengan kehidupan sosial.
Fungsi menurut Brown, mengacu pada hubungan antara prosses dengan struktur
sosial. Dapa juga dikatakan bahwa fungsi merupakan kontribusi suatu elemen
yang membentuk keseluruhan sistem sosial (Gising, 2008: 263).
Struktur (structure) mengacu pada sejumlah bahagian pengaturan organisasi.
Dalam struktur sosial, bahagian kepribadian inilah yang mendorong seseorang
untuk berpartisipasi di dalam kehidupan sosial, sehingga menduduki status dalam
jaringan sosial (social network). Jaringan sosial terbentuk dari hubungan sosial
antara manusia di dalam sebuah masyarakat, yang dikontrol oleh norma-norma
atau pola-pola (Gising, 2008: 264).
2. Konsep Nilai
Nilai adalah alat yang menunjukkan alasan dasar bahwa cara pelaksanaan
atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara
pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan. Nilai memuat elemen
pertimbangan yang membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang
benar, baik, atau diinginkan. Batasan nilai dapat mengacu kepada berbagai hal
seperti minat, kesukaan, tugas, kewajiban agama, kebutuhan, daya tarik( atraksi)
dan yang lain-lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.
Akan tetapi, segala sesuatu yang sifatnya merupakan manifestasi perilaku reflex
atau hasil proses kimia di dalam tubuh, itu bukan merupakan nilai.
15
Nilai adalah sesuatu yang berharga, brguna, bermutu, menunjukkan kualitas,
dan berguna bagi manusia. Sesuatu bernilai berarti sesatu itu berharga atau
berguna bagi kehidupan manusia. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak dan
hanya bisa dipikirkan, dipahami, dan dihayati. Nilai berkaitan dengan cita-cita,
harapan, keyakinan, dan hal-hal yang bersifat batiniah. Jadi nilai adalah suatu
kualitas yang merujuk pada sifat yang ideal dan berkaitan dengan istilah “apa
yang seharusnya” atau sollen (Rafiek, 2012:67).
Nilai adalah prinsip umum tingkah laku abstrak yang ada dalam alam pikiran
anggota-anggota kelompok yang merupakan komitmen yang positif dan standar
untuk mempertimbangkan tindakan dan tujuan tertentu. Fungsi nilai adalah
sebagai pedoman, dorongan tingkah laku manusia dalam hidup (Rafiek, 2012:68).
Jenis nilai menurut intensitasnya, ada yang disebut nilai-nilai yang
tercernakan nilai-nilai yang dominan, nilai-nilai yang tercernakan (interalized
values ) merupakan suatu landasan bagia reaksi yang diberikan secara otomatis
terhadap situasi-situasi tingkah laku eksistensi. Nilai-nilai tercernakan tidak dapat
dipisahkan dari individu, serta bentuk landasan bagi hati nuraninya, dan timbul
apabila terjadi penyimpangan terhadap nilai- nilai tersebut maka akan timbul
perasaan malu atau bersalah yang sulit dihapuskan. Nilai-nilai tercernakan bagi
individu-individu artinya individu itu menghayati atau menjiwai suatu nilai
sehingga ia akan memandang keliru pola perilaku yang tidak sesuai dengan nilai
tersebut. Sedangkan nilai yang dominan artinya nilai-nilai yang lebih diutamakan
dari pada nilai-nilai lain (Sukirma, 1999: 134)
16
Fungsi nilai-nilai dominan adalah sebagai suatu latar belakang atau kerangka
patokan bagi tingkah laku sehari-hari. Kriteria suatu nilai itu dominan, ditentukan
oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Luas tidaknya rung lingkup itu pengaruh nilai tersebut nilai tersebut dalam
aktivitas total dari sistem nilai.
2. Luas tidaknya pengaruh nilai itu dirasakan oleh kelompok masyarakat.
3. Gigih tidaknya (intensitas) nilai tersebut diperjuangkan atau
dipertahankan.
Sementara, Djahri (suparlan, 1981) memaknai nilai dalam dua arti, yaitu:
1. Nilai merupakan harga yang diberikan seseorang atau kelompok orang
terhadap sesuatu yang didasarkan pada tuturan nila (value sistem) dan
tatanan keyakinan ( Belief sistem) yang ada dalam diri kita atau kelompok
manusia yang bersangkutan. Harga yang dimaksud dalam defenisi adalah
harga afektual, yakni harga yang menyangkut dunia afektif manusia.
2. Nilai merupakan isi pesan, semangat atau jiwa, kebermaknaan (fungsi
peran yang tersirat atau dibawakan sesuatu.
Berdasarkan pengertian nilai diatas dapa disimpulkan bahwa nilai adalah
harga yang diberikan sesorang atau kelompok gterhadap sesuatu (materil,
immateril, personal, kondisional) atau harga yang dibawakan / tersurat atau
menjadi jati diri manusia. Dari berbagai pendapat tentang nilai diatas, maka dapat
dikemukakan batasan nilai, yaitu nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia
17
sebagai subjek, menyangkutsegala sesuatu yang baik atau buruk sebagai abstraksi,
pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dan seleksi perilaku yang
ketat..
4. Nilai Solidaritas Dalam Masyarakat
Solidaritas adalah sesuatu yang sangat identik di masyarakat karena
dibutuhkan dalam sebuah kelompok untuk kepentingan bersama dan menjaga
kelangsungan hidup para anggota kelompok. Solidaritas sosial adalah
kesetiakawanan yang menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan
kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut
bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama (Jhonson, 1986:
181)
Solidaritas dalam sebuah tradisi sangat di perlukan kerja sama antar anggota
atau kelompok. Solidaritas identik dengan interaksi pada masyarakat, solidaritas
masyarakat dapat dilihat diberbagai perayaan ritual dan permainan. Dalam
solidaritas kebudayaan atau tradisi ada rasa yang meliputi jiwa manusia
mewujudkan kaidah dan nilai-nilai kemasyarakatan dalam arti luas misalnya
agama, ideology kebatinan kesenian dan semua ekspresi dari jiwa manusia
sebagai anggota masyarakat (Hartono, 1993: 38)
Durkheim menguraikan dua tipe utama solidaritas, yaitu solidaritas mekanis
dan solidaritas organis. Dia berasal dari golongan masyarakat tradisional yang
pembagian kerja dalam masyarakatnya masih rendah, norma-norma yang
18
cenderung refresif dan masih adanya kesatuan sosial dalam tingkat yang tinggi.
Solidaritas organik disisi lain adalah sifat yang lebih maju, sebuah masyarakat
industry dalam pembagian kerja yang begitu kompleks (tidak sama),
meningkatnya hubungan kontrak (yang diikat dengan perjanjian) dan memiliki
tingkat integrasi sosial yang lebih rendah. Dalam hal ini, upaya kontrol individu
menjadi lemah menuju suatu keadaan berkurangnya norma-norma (normless)
yang lebih tinggi dalam masyarakat (Kinloch, 2009: 90)
Durkheim melihat bahwa masyarakat berkembang dari masyarakat tradisional
menuju masyarakat modern, salah satu komponen utama masyarakat yang
menjadi perhatian Durkheim dalam memperhatikan perkembangan masyarakat
adalah bentuk solidaritas sosialnya. Masyarakat sederhana memiliki bentuk
solidaritas sosial yang berbeda dengan bentuk solidaritas sosial pada masyarakat
modern. Jadi berdasarkan bentuknya solidaritas sosial masyarakat di bedakan
menjadi solidaritas sosial mekanik dan solidaritas sosial organik.
a. Solidaritas sosial (mekanis)
Durkhem percaya bahwa solidaritas yang dianut adalah masyarakat primitive
adalah solidaritas mekanis, sebab manusianya belum berbagi-bagi dan masih
terikat oleh persahabatan, ketetanggaan dan kekerabatan seolah-olah mereka
diikat dengan kekuatan eksternal (external force) saja. Solidaritas masyarakat di
pandang oleh Durkhem sebagai kesatuan integrasi dari fakta-fakta sosial.
Masyarakat memiliki kesadaran kolektif yang membuahkan nilai-nilai dan
19
menjadikan nilai nilai tersebut sebagai sesuatu yang ideal bagi individu (Bachtiar,
2006: 88).
Masyarakat yang menganut solidaritas mekanik, yang diutamakan adalah
perilaku dan sikap. Perbedaan tidak dibenarkan. Menurut Durkheim, seluruh
anggota masyarakat diikat oleh kesadaran kolektif, hati nurani kolektif yaitu suatu
kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan
kelompok, dan bersifat ekstrim serta memaksa. Kondisi seperti ini biasanya
dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana. Belum terdapat saling
ketergantungan diantara kelompok yang berbeda karena masing-masing kelompok
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri karena masih didominasi oleh kesadaran
kelompok atau kesadaran kolektif. (Sunarto, 2004:128).
b. Solidaritas sosial (Organik)
Solidaritas organik menurut Durkhem dikarakteristik dengan spesialisasi,
divisi buruh dan saling ketergantungan. Durkhem menyajikan sosiologi
pengetahuan dan fakta-fakta moral memiliki dualitas. Fakta-fakta ini
menimbulkan respek dan rasa memiliki kewajiban. Durkhem berpenderian bahwa
pemikiran bergantung pada bahasa dan bahasa bergantung pada masyarakat (
Bachtiar, 2006: 90)
Masyarakat dengan solidaritas organik tingkat heterogenitas semakin tinggi,
karena masyarakat semakin plural. Penghargaan baru terhadap kebebasan, bakat,
prestasi, dan karir individual menjadi dasar masyarakat pluralistik. Masyarakat
20
yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru karena adanya
perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki
pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda (Ritzer & Goodman, 2008: 90-
91)
Durkheim menegaskan bahwa perkembangan pembagian kerja pun akan
didikuti integrasi masyarakat melalui “solidaritas organik” yang menimbulkan
ikatan yang saling menguntungkan dan kontribusi anggota masyarakat akan saling
melengkapi.
Dengan demikian tidak terdapat saling ketergantungan antara kelompok
berbeda, karena masing-masing kelompok dapat memenuhi kebutuhanya sendiri
dan masing-masing kelompok pun terpisah satu dengan yang lain. Tipe solidaritas
yang didasarkan atas kepercayaan dan setiakawan ini diikat oleh apa yang oleh
Durkheim dinamakan conscience collective yaitu suatu system kepercayaan dan
perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat. Lambat laun
pembagian kerja dalam masyarakat semakin berkembang sehingga solidaritas
mekanik berubah menjadi solidaritas organik. Pada masyarakat dengan solidaritas
organik masing-masing anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua
kebutuhanya sendiri melainkan ditandai oleh saling ketergantungan yang besar
dengan orang atau kelompok lain. (M. Setiadi 2007: 89).
Suatu upacara atau ritual berfungsi untuk menetapkan solidarias sosial. Dan
solidaritas sosial ini dipertahankan untuk memungkinkan masyarakat memainkan
peranannya yang telah disepakati bersama, yakni memelihara keberlangsungan
21
sistem sosial. Disisi lain dalam kehidupan sehari-hari kata struktural digunakan
dalam kaitanya dengan petanda dan penanda.
Disimpulkan bahwa solidaritas merupakan alat yang seharusnya dijadikan
anggota masyarakat sebagai alat untuk memupuk rasa persaudaraan antar anggota
masyarakat. Dengan adanya solidaritas masyarakat menjadi lebih bisa mengerti
keadaan sesama warga, selain itu mereka juga bisa saling tolong menolong antara
warga masyarakat. Di dalam bersolidaritas sosial juga sangat diperlukan sekali
interaksi sosial karena pada umumnya saat melakukan solidaritas sosial kita sudah
melakukan interaksi sosial pula, dan rasanya sangat tidak mungkin apabila dalam
bersolidaritas tidak ada sama sekali interaksi di dalamnya yang terjadi antar
sesama anggota masyarakat, sehingga apabila solidaritas sosial telah terjadi maka
secara tidak langsung telah terjadi interaksi sosial di dalamnya.
5. Tradisi
Tradisi berasal dari kata traditium pada dasarnya berarti segala sesuatu yang
diwarisi dari masa lalu. Tradisi merupakan hasil cipta rasa dan karya manusia
objek manterial, kepercayaan, khayalan, kejadian, atau lemabaga yang diwariskan
dari satu generasi ke genari berikutnya. Sesuatu yang diwariskan tidak berarti
harus diterima, dihargai, diasimilasi, atau disimpan sampai manti. Bagi para
pewaris setiap apa yang mereka warisi tidak dilihat sebagai tradisi, tardisi yang
diuterima akan menjadi unsur yang akan hidup didalam kejhidupan para
pendukungnya. Ia menjadi bagia dari masa lalu yang akan dipertahankan sampai
sekarang dan mempunyai kedudukan yang sama dengan inovasi-inovasi baru.
22
Tradisi adalah suatu kebiasaan, suatu kepercayaan yang sudah sangat
mendarah daging pada suatu masyarakat, yang apa bila tidak dilaksanakan atau
menyimpang akan mengakibatkan suatu kejelekan (Rafiek 2011:38).
Tradisi merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat pendukungny
a. Oleh karena itu pelaksanaannya sangat penting artinya bagi pembinaan sosial
budaya masyarakat yang bersangkutan. Hal itu disebabkan salah satu fungsi dari
tradisi adalah sebagai penguat norma-norma serta nilai-nilai budaya yang telah
berlaku (Supanto, 1992: 221-222).
Teori merupakan alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori, maka
hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja. Teori adalah landasan
dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan
utama dalam memecahan masalah penelitian di dalam ilmu pengetahuan. Sebagai
pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis menggunakan teori yang
berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
tulisan ini. Adapun teori yang penulis gunakan adalah seperti yang telah diuraikan
diatas.
B. Penelitian Relevan
Sistem nilai budaya adalah tingkat tertinggi dan paling abstrak dari adat
istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai budaya tediri dari konsep-konsep
mengenai segala sesuatu yang dinilai berharga dan penting oleh warga suatu
masyarakat yang bersangkutan. Dalam sistem masyarakat, baik yang kompleks
23
maupun yang sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang saling berkaitan dan
bahkan telah menjadi sitem.
Upacara tradisional merupakan bagian yang integral dari kebuyaan
masyarakat pendukungnya yang berfungsi sebagai pengokohan norma-norma
serta nilai-nilai budaya masyarakat secara turun-temurun. Kerjasama dalam
penyelenggaraan upacara tradisional jelas dapat mengikat rasa solidaritas warga
masyarakat yang merasa memiliki kepentingan bersama.
Perihal Mappadendang sebelumnya sudah dikaji tetapi nilai solidaritas belum
ada yang mengkajinya. mappadendang di desa paccekke sudah lama dilaksanakan
tetapi di kaji secara khusus dari segi ilmu pengetahuan belum pernah. Pandangan
masyarakat terhadap Mappadendang di Desa Paccekke masih kurang maka dari
itu perlu di kaji dari segi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan nilai-nilai yang
tersirat di dalam tradisi Mappadendang.
Diantara beberapa penelitian yang telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti
diantaranya sebagai berikikut.
Thomas Schewer (2000) dalam gerbang Jurnal pemikiran Agama dan
Demokrasi dengan judul materi “Solidaritas dan Ritualisme Orang Jawa”. Dalam
jurnal ini Thomas Schewer menulis tentang acara ritual slametan di pedesaan
yang merupakan ritual pokok yang dirayakan oleh para petani Jawa. Serta
slametan yang merupakan sarana utama masyarakat jawa untuk membangun
solidaritas sosial.
24
Muhannis (2009) upacara adat Mappogau Hanua: tradisi megalitik dalam
kepercayaan adat karampuang Kabupaten Sinjai. Pada umumnya dalam
penulisannya belum masuk kedalam ranah pemaknaan berbagai ritual adat yang
dilakukan oleh komunitas yang bersagkutan. Serta upacara-upacara tradisional
lainnya yang dituliskan oleh Muhannis, (2004) yang menuliskan tentang sejarah
Karampuang. Upacara dan ritual-ritual adatnya, serta Lembaga Adat Karampuang
di Kabupaten Sinjai. Penelitian itu digarap dalam buku yang berjudul “
Karampuang dan Bunga Rampai Sinjai” dari pembahasan secara lengkap dalm
buku-buku yang pernah ditulis oleh Muhannis adalah tentang sejarah, arsitektur,
serta upacara-upacara tradisional Karampuang saja.
Firmansyah (2012) membicarakan tentang nilai solidaritas dalam upacara
Macceraq Tappareng beserta nilai solidaritas yang terkandung dalam upacara
tersebut di Kabupaten Wajo. Upacara tradisional ini berkaitan dengan alam dan
kepercayaan pada masyarakat Danau Tempe yang hampir puna. Hasil penelitian
ini membahas tentang proses pelaksanaan upacara adat macceraq tappareng dan
nilai solidaritas masyarakat Wajo disetiap proses pelaksanaan upacara macceraq
tappareng di Kabupaten Wajo.
Emminarti (2012) Disfungsi Pesta Rakyat Mappadendang Pada Masyarakat
Talepu di Kabupaten Soppeng. Dalam penelitiannya Emminarti membahas
disfungsi pesta rakyat mappadendang, dan fungsi-fungsi yang mengalami
pergeseran yang masing-masing memiliki hubungan antara yang satu dengan yang
lainnya.
25
Hardianti Hasyim (2013) Nilai Gotong Royong Dalam Ritual Adat
Masyarakat Karamapuang Di Kabupaten Sinjai. Pada penelitiannya Hardianti
Hasyim membahas tentang Nilai Gotong Royong pada ritual adat masyarakat
Karampuang di Kabupaten Sinjai. Fokus yang dikaji dalam penelitian ini dalah
prosesi pelaksanaan ritual-ritual adat yang terjadi dalam upacara Mappogau
Sihanua, Ritual Maddui’, serta acara Mappattinro Resse’ pada masyarakat
Karampuang. Hasil penelitian ini mengimpormasikan prosesi pelaksanaan upacara
dalam ritual-ritual adat Karampuang di Kabupaten Sinjai yang terdiri atas Upacara
adat Mappogau Sihanua, Ritual Maddui’, serta acara Mappattinro Resse’. Nilai
gotong-royong dalam ketiga ritual adat tersebut dapat terlihatpada setiap tahap
prosesi pelaksanaannya ritual dengan adanya kebersamaan, kerjasama, dan
solidaritas yang terjalin dalam masyarakat yang ikut aktif dan meramaikan dalam
prosesi pelaksanaan ritual mulai tahap persiapan sampai tahapakhir.
Melihat kelima penelitian di atas, tradisi mappadendang sebelumnya sudah
diteliti di berbagai tempat meskipun dengan kajian yang berbeda akan tetapi
penulis lebih tertarik pada nilai solidaritas. Nilai solidaritas sosial dari hari ke hari
semakin memudar seiring dengan partisipasi masyarakat terhadap upacara-
upacara lokal sendiri menipis.
Melihat kemajuan teknologi dewasa ini semakin mempengaruhi kehidupan
masyarakat, sistem pengetahuan dan teknologi bersama unsur-unsur budaya asing
telah masuk ke dalam masyarakat pedesaan, bahkan turut mengembangkan dan
memberi dorongan agar terselenggaranya kehidupan modern, maka dari itu
26
penulis tertarik mengungkap nilai solidaritas masyarakat melalui kajian ilmiah
terhadap tradisi mappadendang.
Penulis ingin menguraikan secara meluas aktivitas dan wujud tradisi
Mappadendang serta bagaimana perilaku masyarakat dalam tradisi
Mappadendang yang menjadikan penguatan solidaritas sosial.
Nilai-nilai kehidupan yang mula-mula menjadi acuan suatu kelompok,
masyarakat atau bangsa menjadi goyah akibat masuknya pengaruh nilai-nilai dari
luar. Nilai-nilai budaya lama yang bersipat tradisi lambat laun akan pudar dan
hilang. Untuk menghindari penulisan yang tumpang tindih, penulis mengkaji nilai
solidaritas sosial masyarakat Bugis dalam tradisi mappadendang. Adapun lokasi
penelitiannya yaitu terletak tepat di Kecamatan Soppeng riaja, Desa Paccekke
Kabupaten Barru.
C. Kerangka Pikir
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini yaitu mengetahui Bagaimana proses
tradisi mappadendang, bagaimana nilai sosial yang tergambar dalam pelaksanaan
tradisi mappadendang dan mengetahui apa fungsi tradisi mappadendang bagi
masyarakat Paccekke. Berdasarkan masalah yang akan dibahas dalam penelitian
ini, penulis akan memaparkan bagaimana proses tradisi mappadendang,
bagaimana nilai sosial yang tergambar dalam pelaksanaan tradisi
mappadendang dan mengetahui apa fungsi tradisi mappadendang bagi
27
masyarakat Paccekke. Kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada skema
berikut ini:
Masyarakat Paccekkeq
Tradisi Mappadendang
Proses Tradisi
Mappadendang
Bentuk Tradisi
Mappadendang
Fungsi Tradisi
Mappadendang
Nilai solidaritas sosial tradisi
Mappadendang
Teori Brown
Nilai Solidaritas sosial
dalam Tradisi
mappadendang
kerjasama
Gotong Royong
Perekat Sosial
28
D. Definisi Operasional
Dalam penulisan penelitian ini, penulis akan mengutarakan atau
mengungkapkan penjelasan-penjelasan segala sesuatu yang terkait di dalamnya.
Sehubungan dengan hal ini, penulis akan memberi batasan-batasan pengertian
dalam penelitian ini.
1. Nilai adalah sesuatu yang berharga, brguna, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu bernilai berarti sesatu itu
berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
2. Solidaritas adalah kesepakan bersama dan dukungan, kepentingan dan
tanggung jawab antara individu dalam kelompok, terutama karena
diwujudkan dalam dukungan suara bulat dan tindakatan kolektif untuk
suatu hal.
3. Tradisi adalah suatu kebiasaan, suatu kepercayaan yang sudah sangat
mendarah daging pada suatu masyarakat, yang apa bila tidak dilaksanakan
atau menyimpang akan mengakibatkan suatu kejelekan.
4. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terkait
dalam suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
5. Fungsi mengacu pada struktur sosial dengan kehidupan sosial dapat juga
dikatakan bahwa fungsi merupakan kontribusi suatu elemen yang
membentuk keseluruhan sistem sosial.
6. Proses tradisi mappadendang adalah urutan pelaksanaan dari tahap
persiapan hingga tahap pelaksanaan
29
7. Bentuk tradisi mappadendang merupakan aktivitas masyarakat yang
berupa kerjasama gotong royong dan perekat sosial.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini mengunakan pendekatan struktural-fungsionalisme Redcliffe-
Brown dengan analisis yang bersifat deskriptif kualitatif. Oleh karena itu, data
yang dikumpulkan berupa gambaran tentang tradisi mappadendang yang terbina
dalam upacara yang dilakukan oleh masyarakat Paccekkeq.
Penelitian deskriptif yaitu penelitan yang berusaha menuturkan pemecahan
masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data. Penelitian ini bertujuan untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Dengan metode deskriftif peneliti dapat menggambarkan nilai-nilai sosial yang
ada pada uapacara Mappadendang yang teknik penelitiannya berupa studi
literatus, studi dokumentasi, serta wawancara.
Penelitian kualitatif adalah mengamati orang-orang dalam lingkungan
hidupnya. Berinteraksi dengan mereka, berusaha untuk memahami bahasa mereka
dan tafsiran mereka, tentang dunia sekitarnya. Penelitian kualitatif pada
hakekatnya adalah tradisi tertentu Dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan manusia
Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian pada kondisi alamiah dan
bersifat penemuan tentang tradisi mappadendang. Penelitian ini menekankan pada
31
wujud mappadendang serta nilai Solidaritas sosial yang ada dalam pelaksanaan
tradisi mappadendang.
Inti dari metode ini adalah upaya untuk membuat gambaran mengenai situasi
atau kejadian dan memperlihatkan nilai-nilai solidaritas dan tindakan dari
kejadian yang menimpa orang atau masyarakat yang ingin kita pahami.
B. Objek Penelitian
Objek yang diteliti adalah tradisi mappadendang pada masyarakat Paccekkeq.
Penelitian ini fokus pada nilai solidaritas sosial masyarakat Paccekeq sebagai nilai
utama yang tergambar disetiap pelaksanaan mappadendang.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Paccekkeq, Kecamatan Soppeng Riaja,
Kabupaten Barru Sulawesi Selatan sebagai lokasi untuk mengumpulkan data.
Penetapan lokasi tersebut dilatarbelakangi dengan berbagai pertimbangan. Salah
satunya adalah masyarakat lokasi penelitian ini masih rutin melaksanakan tradisi
mappadendang sampai saat ini.
D. Data dan Sumber Data
Data pada dasarnya bahan mentah yang dikumpulkan oleh peneliti dari
dunia yang dipelajari (Sutopo, 2002: 73). Adapun data dalam penelitian ini adalah
data yang berwujud segala informasi yang diperoleh dari wawancara dengan
informan berkaitan dengan tradisi Mappadendang.
32
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sumber data
primer dan sumber data sekunder.
1) Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang paling utama dalam penelitian ini,
yang digunakan penulis sebagai acuan penelitian ini. Sumber data penelitian
ini adalah tokoh masyarakat.
2) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang berkedudukan sebagai
penunjang penelitian. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah
buku-buku, jurnal-jurnal, skripsi dan lain-lainnya yang relevan mengenai
tradisi Mauduq Lompoa.
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian, ini metode pengumpulan data yang akan digunakna penulis
dalam mengembangkan sistem informasi akademik ini meliputi:
1. Metode Penelitian Pustaka
Metode penelitan pustaka yaitu mengumpulkan sejumlah sumber tertulis,
seperti buku-buku, jurnal-jurnal, skripsi yang diperlukan dalam membahas objek
penelitian. Tujuan dari metode ini adaah memperoleh acuan pengetahuan dalam
memahami lebih lengkap objek penelitian yang menjadi pengamatan kajian.
2. Metode Penelitian Lapangan
a. Observasi
33
Penulis melakukan pengumpulan data dengan mengadakan pemantauan
langsung objek masalah yang diteliti yaitu pada masyarakat Desa Paccekkeq
beserta upacara adatnya, dengan mengadakan langsung pengamatan dengan hal
yang terkait dengan masalah yang diteiliti yaitu mengamati langsunng segala
prosesi tradisi mappadendang
b. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik yang dapat digunakan untuk memperoleh
keterangan tentang kejadian yang oleh ahli antropologi tak dapat diamati sendiri
secara langsung.
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara Tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Wawancara pada penelitian ini dilakukan secara langsung untuk mendapatkan
informasi dari informan yang berkaitan dengan masalah penelitian tentang nilai
solidaritas sosial dalam tradisi mappadendang di Kecamatan Soppeng Riaja,
Kabupaten Barru. Adapaun informan yang penilis wawancarai yaitu Kepala Desa,
Tokoh Masyarakat, Sanro Wanua,
c. Perekaman
Studi dokumentasi, yaitu studi yang dilakukan terhadap sumber-sumber
gambar. Hal ini bertujuan guna untuk mengumpulkan foto-foto serta hasil
rekaman dari responden-responden guna memperlihatkan kondisi nyata dari
34
tempat penelitian da hasil penelitian atau hal-hal yang biasa dipakai sebaai bukti
keterangan.
F. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam
pola, kategori dan satuan urai dasar. Tujuan analisis adalah untuk
menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan inflementasikan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunkana teknik pendekatan deskriptif kualitatif
yang merupakan suatu proses menggambarkan teknik pendekatan sasaran yang
sebenarnya, penelitian secara apa adanbya sejahuh peneliti dapatkan dari hasil
observasi, wawancara maupun dokumentasi.
Langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam pennelitian ini,
yaitu:
1. Mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi mengenai prosesi tradisi
mappadendang.
2. Mengelompokkan data yang sesuai dengan permasalahan, seperti
pproses pelaksanaan upacara tradisi mappadendang, struktur
fungsi dan nilai-nilai solidaritas yang terkandung didalamnya.
3. Menganalisis data, tahap menganalisis data setelah data-data
terkumpul dari hasil penelitian, analisis dilakukan dengan melihat
hasil penelitian tentang pelaksanaan tradisi mappadendang dengan
35
menerapkan teori fungsionalisme-struktural yang berkaitan
dengan masalah sehingga dapat menghasilkan jawaban dan
kesimpulan yang diteliti.
4. Memaparkan atau mendeskripsikan laporan yang merupakan
kegiatan akhir dari penelitian.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Masyarakat Paccekkeq
Lokasi Desa Paccekkeq berada di dalam wilayah Kecamatan Soppeng Riaja
Kabupaten Barru. Data potensi Desa Paccekkeq (tahun 2016) menyebutkan bahwa
wilayah Paccekkeq memiliki luas 24 𝑘𝑚2 dengan jumlah penduduk 846 jiwa.
Secara administratif Desa Paccekkeq terdiri dari dua dusun yaitu dusun
Paccekkeq itu sendiri dan dusun Kading.
Desa yang jaraknya ±15 km ke arah timur dari jalan poros Makassar Pare-
Pare melalui Mangkoso bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua atau kendaraan
roda empat. Jalanan menuju Desa Pacccekkeq cukup baik, tetapi penuh dengan
kelokan dan tanjakan yang cukup menantang. Adapun batas administrasi desa
paccekkeq sebagai berikut:
a. Sebelah Utara :berbatasan dengan Desa Laubuluq
b. Sebelah Timur :berbatasan dengan Desa Kiru-kiru
c. Sebelah selatan :berbatasan dengan Desa Kading
d. Sebelah Barat :berbatasan dengan Desa Manuba
37
Iklim Desa Paccekkeq, sebagaimana Desa-Desa lainnya di wilayah Indonesia
mempunyai iklim kemarau dan penhujan. Sehingga hal tersebut mempunyai
pengaruh langsung terhadap pola tanam dan keadaan masyarakat Desa Paccekkeq.
Masyarakat Desa Paccekkeq adalah berlatar suku Bugis yang seluruhnya
beragama islam. Penyelenggaraan ibadah masyarakat desa Paccekkeq pada
umumnya didukung oleh sarana beribadah berupa masjid. Upacara-upacara
keagamaan yang banyak dilakukan, seperti upacara Maulid dan upacara Israq
Mijraj Nabi Muhammad SAW. Selain upacara besar islam lainnya seperti Idul
Fitri dan Idul Adha.
Secara resmi masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan adalah penganut agama
islam, namun beberapa kelompok penduduk Bugis yang walaupun mengaku
menganut agama islam, akan tetapi pada inti kepercayaanya terdapat konsep-
konsep kepercayaan lama, seperti kaum ToLotang dengan konsep-konsep Dewa
tertinggi yang disebut ToPalanroe. Konsep kepercayaaan mereka tersebut adalah
kepercayaan yang ada pada periode Galigo, zaman pemerintahan raja-raja Bugis-
Makassar yang tertua. Kepercayaan tersebut juga terdapat di Kajang, yang disebut
dengan kepercayaan Patunntung, yang dipimpin oleh seorang pemimpin
kepercayaan yang disebut dengan Ammatoa. Tetapi di Kalangan masyarakat
Bugis yang sudah menjadi penganut agama islam semenjak permulaan abad ke-
17, terutama di pedesaan masih terdapat tanggapan-tanggapan terhadap dunia gaib
yang berasal dari religi zaman pra islam. (Mattulada1985:59)
38
Selain kepercayaan di atas, sebagian besar masyarakat Desa Paccekkeq masih
mempercayai hal-hal gaib. Kepercayaan gaib itu merupakan kepercayaan
dinamisme dan animisme yang menganggap roh nenek moyang masih dapat
mempengaruhi keadaan keluarga yang masih hidup. Oleh karena itu agar
kekuatan-kekuatan gaib yang berada di sekelilingnya dapat memberikan mereka
ketenangan hidup. Mereka berusaha mententramkan hidupnya dengan kekuatan-
kekuatan gaib tersebut, untuk mencapai ketenangan ini mereka berusaha
mengadakan upacara karena menganggap dengan ucapan itu memberikan
kehidupan yang tenang dan sejahtera dalam keluarganya.
B. Tradisi Mappadendang Pada Masyarakat Paccekkeq
Tradisi mappadendang dilaksanakan masyarakat Desa Paccekkeq sebagai
bentuk rasa syukur setelah melakukan panen serta sebagai bentuk penghormatan
kepada Dewi Padi (Sangiyang Sèrri) agar mendapat keberkahan yang lebih dari
sebelummnya dari sang kuasa. Pelaksanaan mappadendang khususnya di
Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru sering dilaksanakan di Desa
Lampoko, Desa Siddo, Desa Kading dan Desa Paccekkeq.
Tradisi mappadendang pada suku Bugis atau bisa disebut sebagai pesta panen
adat Bugis di Sulawesi Selatan. Pesta ini disebut sebagai pesta kaum tani pada
suku Bugis dan pesta rasa syukur atas keberhasilan dalam proses penanaman padi.
Pesta tani ini dilakukan dengan cara besar-besaran oleh kelompok masyarakat dan
diyakini mengandung makna yang mendalam bagi penganutnya.
39
Mappadendang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, yaitu setiap setelah
panen raya atau setelah panen berlangsung. Padi tahunan biasannya dituai pada
panen kedua musim timur (timoroq) dalam siklus waktu satu tahun. Pelaksanaan
mappadendang dilaksanakan selama empat hari. Selama empat hari tersebut
masyarakat dari Desa Paccekkeq maupun dari luar desa tersebut datang dan turut
meramaikan, bahkan masyarakat yang berada di luar daerah menyempatkan hadir
untuk menyaksikan acara tersebut.
1. Proses Tradisi Mappadēndang
Kumpulan data yang dianalisis dalam skripsi ini bersumber dari hasil
wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat langsung dalam proses
pelaksanaan tardisi mappadēndang dan dilengkapi pula dengan dokumen-
dokumemn yang mengacu pada fokus penelitian dalam skripsi ini, maka penulis
akan menyajikan berikut ini hasil-hasil analisis data secara sistematis tentang
pelaksanaan tradisi mappadendang di Desa Paccekkeq Kabupaten Barru dan nilai
solidaritas sosial pada pelaksanaan tradisi mappadendang.
a. Tahap Persiapan
Pelaksanaan tradisi mappadēndang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan. Tahap persiapan adalah tahap yang berguna untuk
memutuskan dan mengumpulkan alat serta bahan yang akan digunakan dalam
pelaksanaan tradisi mappadendang. Adapun tahapan dalam prosesi persiapan
tersebut seperti berikut:
40
Musyawarah dalam tradisi mappadēndang. yaitu berembuk menyatukan
pendapat, yang ikut dalam musyawarah adalah para laki-laki dari Desa Paccekkeq
dan biasanya dilaksanakan di rumah kepala Desa Paccekkeq. Pelaksanaan
musyawarah tersebut guna membicarakan tentang penentuan hari baik dan juga
membicarakan tentang kondisi ekonomi dari masyarakat Desa Paccekkeq. Dalam
musyawarah juga dibentuk panitia pelaksana mappadēndang. agar acara tersebut
berjalan lancar.
Dalam pembentukan panitia mappadēndang biasanya panitia berasal dari
warga Desa Paccekkeq. Dalam hal ini panitia dari masyarakat terdiri dari panitia
perlengkapan bahan misalnya bahan utuk membuat kue dan berbagai macam
makanan lainnya yang akan mereka suguhkan untuk para tamu ataupun sanak
keluarga yang datang menyaksikan mappadēndang.
Panitia anggaran, misalnya pantia pencarian dana berupa sumbangan dari
masyarakat setempat, panitia penyediaan alat, misalnya panitia yang menyediaan
lawasuji,palungeng, alu. tojang.
41
Gambar 4.1 Musyawarah Masyarakat Desa Paccekkeq
42
Gambar 4.2 Pembuatan Ayunan (Tojang)
Gambar 4.3 Pembuatan Palungeng yang Berbentuk Perahu
43
b. Tahap pelaksanaan
Setelah mempersiapkan perlengkapan maupun peralatannya maka masuklah
pada tahap pelaksanaan mappadēndang. Adapun acara yang dilaksanakan dalam
tahap pelaksaaan adalah
1. Ma’baca Doang (baca doa)
Maqbaca Doang (baca doa ) merupakan proses berdoa bersama sebagai
tanda rasa syukur dan doa keselamatan bagi keluarga yang sudah meninggal
maupun yang masih hidup menurut kepercayaan mabsyarakat setempat. Dalam
pelaksanaan maqbaca doang masyarakat Desa Paccekkeq berkumpul di rumah
induk untuk mengikuti acara tersebut. Rumah induk yang dimaksud adalah rumah
yang ditunjuk oleh mamsyarakat setempat saat musyawarah, biasanya rumah
dekat dengan lapangan atau lahan kosong yang cukup luas. Maqbaca Doang
dilaksanakan pada saat sehari sebelum acara puncak, masyarakat melaksanakan
maqbaca doang karena mereka meyakini bahwa doa bersama tersebut merupakan
tanda rasa syukur masyarakat setempat serta doa keselamatan bagi keluarga yang
sudah meningggal maupun yang masih hidup.
44
Gambar 4.4 Maqbaca Doang (baca doa)
2. Mappadēndang
Mappadēndang. atau yang lebih dikenal dengan sebutan pesta tani pada suku
Bugis merupakan suatu pesta syukur atas keberhasilannya dalam menanam padi
kepada Tuhan. Mappadēndang sendiri merupakan suatu pesta yang diadaakan
dalam rangka besar-besaran. Yakni acara penumbukan gabah pada lesung dengan
tongkat besar (Alu) sebagai penumbuknya. Mappadēndang adalah tradisi
menumbuk padi karena dulu tidak pakai mesin giling makanya mappadēndang.
45
pun sebagai sesuatu yang sering dilakukan masyarakat untuk mengolah gabah
menjadi beras.
Pesta rakyat ini umumnya dilaksanakan oleh tujuh orang, yaitu terdiri dari
empat orang perempuan yang berperan sebagai Indoq padēndang dan 3 orang
laki-laki, yang dua berperan sebagai passeppi’ padēndang (sayap di kepala
lesung) dan satu lagi berperan sebagai Passere.
Bunyi ketukan alu yang berulang-ulang dan berirama yang diciptakan oleh
tujuh orang ini merupakan puncak dari tradisi mappad’ndang. Yang sangat
berperan dalam mapppadēndang ini adalah Passērē. Passērē dituntut untuk dapat
menciptakan suatu suasana yang meriah setelah panen tiba. Passērē dalam hal ini
akan menjadi suatu pusat perhatian yang akan menghibur semua penonton dengan
segala kelucuan yang akan ditampilkan untuk menghibur penonton. Bunyi
ketukan alu terus berlangsung sampai rangkaian acara tersebut selesai.
Mapppadēndang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali pada saat selesai
panen. Mapppadēndang terus dilaksanakan hingga saat ini karena masyarakat
tetap mempertahankan kepercayaan dan keyakinannya terhadap Dewi Padi
(Sangiyang Serri).
46
Gambar 4.5 Mappadēndang
3. Mattojang (berayun)
Mattojang berasal dari bahasa bugis yang berarti ayunan. Mattojang
merupakan salah satu rangkaian yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam
pelaksanaan tradisi mappadēndang. yang telah menjadi tradisi masyarakat
setempat. Menurut kepercayaan masyarakat Desa Paccekkeq konon turunnya
47
Batara guru dari Boting Langi’ (negri khayangan ) dengan menggunakan tojang
pulaweng (ayunan emas). Tojang Pulaweng yang berarti ayunan emas. “Mitos
inilah yang kemudian berkembang dan menjadi kepercayaan masyarakat sehingga
melaksanakan Mattojang dalam acara mappadēndang.
Mattojang dilaksanakan dilapangan terbuka atau tempat yang telah ditentukan
saat musyawarah, mattojang dilaksanakan pada saat acara puncak. Sebelum
tojang digunakan oleh masyarakat setempat terlebih dahulu sanro kampong
membacakan mantra untuk keselamatan para gadis agar tidak terjadi sesuatu pada
saat tradisi sedang berlangsung dan juga mendapat keberkahan. Dalam
pelaksanaan mattojang anak-anak yang diayun harus menggunakna baju bodo
yang merupakan baju adat suku bugis.
Ayunan tersebut terbuat dari pohon randu yang kemudian di ikatkan pada
beberapa batang bambu sebagai penyangga serta bambu lainnya digunakan
sebagai tempat bergantungnya tali ayunan. Tali yang digunakan terbuat dari kulit
kerbau yang telah disimpan dan digunakan warga Desa Paccekkeq ketika ada
acara ritual saja.
Tradisi mattojang telah menjadi ritual yang turun temurun dan menjadi
simbol kedewasaan bagi masyarakat desa paccekkeq. Dengan adanya mattojang
dalam rangkaian mappadēndang mempunyai arti dan nilai tersendiri bagi
masyarakat Desa Paccekke’ dan terus mempertahankan pemahaman mereka
mengenai budaya tersebut dan terus melestarikannya.
48
Gambar 4.6 Pembacaan Mantra Oleh Sanro Kampong Agar Ayunan
Tersebut Dapat Digunakan Oleh Masyarakat
4. Mappabbittē Manuq (sabung ayam )
Mappabbitē Manuq (sabung ayam ) yaitu adu antara dua ekor ayam dalam
sebuah arena. Mappabittē manuq atau lasim disebut sabung ayam sering
berkonotasi jelek. Kegiatan itu biasanya diidentikkan dengan perjudian. Namun di
Desa Paccekkeq mappabittē manuq menjadi simbol perdamaian.
Mappabittē manuq dilaksanakan oleh dua orng yang telah di tunjuk untuk
memulainya. Mappabittē manuq dilaksanakan di lapangan yang tidak jauh dari
49
tempat mappadendang dan mattojang. Seluruh masyrakat Desa Paccekkeq
maupun orng yang berasala dari luar Desa Paccekkeq menyaksikan dan
menikmati acara tersebut.
Mappabbittē manuq merupakan simbol pengganti pertikaian, menurut
kepercayaan masyarakat Desa Paccekkeq. Dalam acara ini tidak ada ayam yang
dinyatakan menang atau kalah, baik ayam yang kalah dan menang sama-sama
disembelih untuk dinikmati bersama.
Gambar 4.7 Mappabittē Manuq (Sabung Ayam)
2. Bentuk Tradisi Mappadendang
Bentuk tradisi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah aktifitas masyarakat,
masyarakat dalam mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan
mappadeēndang. Agar terlaksananya dengan lancar pelaksanaan mappadendang
biasanya dilaksanakan oleh masyarakat setempat secara bersama-sama dengan
melibatkan segenap masyarakat dan berbagai lapisan sosial dan umum. Perbedaan
status sosial yang melekat pada masyarakat melebur menjadi satu. Berkumpul,
bekerja sama untuk mempermudah pekerjaan, sesekali bercengkrama demi
50
mencapai tujuan tertentu yang sudah direncanakan. Masyarakat hidup
berdampingan dan berinteraksi karena manusia akan selalu hidup bergantung
dengan yang lainnya.
Sehari sebelum pelaksanaa mappadendang masyarakat khususnya kaum
wanita berbondong-bondong kerumah induk untuk mempersiapkan keperluan
mappadendang serta bahan makanan. Adapun peran yang diambil kaum laki-laki
yaitu mempersiapkan palungeng yang berbentuk perahu, lawasuji, tiang untuk
membuat ayunan.
Pesta syukur panen ini sangat dinanti oleh masyarakat setempat yakni
acara penumbukan gabah pada lesung (palungeng) dengan tongkat besar (alu)
sebagai penumbuknya. Kondisi sosial masyarakat yang kehidupan sosial
kebudayaannya dipengaruhi oleh pemahaman-pemahan warisan terdahulu
akan mempengaruhi keberlangsungan hidup dan bergantung pada kepercayaan-
kepercayaan terdahulu dengan mempertahankan budaya-budaya dilingkungan
akan menjadi basis sosial untuk kelangsungan hidup.
Upaya yang dilakukan untuk menjaga atau mempertahankan solidaritas
dalam sebuah tradisi diantara mereka berbeda-beda, dari kelas satu dengan kelas
lainnya. Misalnya masyarakat yang sebagai penyelenggara dan ketua adat dan
masyarakat yang memberikan sumbansi kepada penyelenggara semua yang turut
terlibat dalam acara ritual dan tradisi. Biasanya mereka saling melengkapi saling
menghormati diantara sesama saling membantu dan lain sebagainnya. Adapun
bentuk aktivitas masyarakat dalah tradisi mappadendang adalah:
51
a. Kerjasama
Kerjasama adalah kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang atau
kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Ketika kerjasama dalam masyarakat
tidak terjalin dengan baik maka hubungan masyarakat akan mengalami ketidak
harmonisan. Aktivitas tradisi mappadendang di Desa Paccekkeq selalu
bekerjasama dalam pelaksanaan ritual baik persiapan ritual dan pelaksanaan ritual
tersebut. Mereka mengutus perwakilan untuk mendatangi rumah warga.
Perwakilan tersebut meminta sumbangsi kepada warga. Bentuk kerjasama itu bisa
terlihat dari pembagian tugas yang dilakukan pada saat proses persiapan acara
sampai acara selesai.
b. Gotong Royong
Kegiatan gotongroyong pada saat pelaksanaan mappadendang akan
dilaksanakan yaitu membersihkan peralatan yang akan digunakan pada saat
melaksanakan tradisi mappadendang dan pada saat proses penyembeliyan hewan
semua di kerjakan secara bersama-sama.
Bentuk solidaritas yang dihasilkan dari hubungan sosial antar sesama
masyarakat yaitu saling tolong menolong disaat mereka yang berbeda stratifikasi
tapi menjalankan tradisi yang sama maka mereka akan senantiasa saling
membantu untuk melanjacarkan pelaksanaan tradisi sampai selesai di laksanakan.
Unsur kepercayaan masyarakat setempat yang menghormati padi sebagai
keberkahan dari langit, menjadi pedoman bagi seluruh warga Desa Paccekkeq.
Mereka dituntun untuk mengolah bumi bukan hanya mengikuti kepentingan
52
peribadi, namun juga mementingkan kelanjutan alam yang lestari. Menjaga
keseimbangan bumi sesungguhnya adalah jalan terbaik bagi kehidupan manusia
demikian juga dengan lahan-lahan pertanian di Desa Paccekkeq setelah masa
tanam padi.
Mappadēndang merupakan tradisi khas dalam masyarakat Bugis yang
kebudayaanya berlatar belakang kehidupan yang bersifat agrasis. Tradisi ini sudah
sejak lama dilaksanakan oleh masyarakat Paccekkeq di sebuah desa di dalam
wilayah Kabupaten Barru. Tradisi mappadēndang pada dasarnya adalah bagian
dari sistem kepercayaan masyarakat Bugis pada masa lampau sebagai sistem
kepercayaan tentang Dewi, yakni Dewi Padi yang dalam hal ini disebut Sangiyang
Sērri.
Penamaan Dewi padi masyarakat Paccekkeq seperti halnya dengan seluruh
masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan dinamakan Sangiyang Sērri. Masyarakat
beranggapan bahwa Sangiyang sērri patutlah diberi perlakuan, jamuan dan rayuan
agar dia merasa senang atas manusia. Para petani sawah sangat mengenalnya
dengan akrab, bahkan banyak di antara mereka yang menganggapnya sebagai padi
itu sendiri. Sangiyang Sērri memang dipandang sebagai salah satu dewa yang
mengisi biji padi hingga kemudian menjadi beras. Itulah sebabnya mengapa,
seperti yang masih kita temukan di sejumlah kalangan petani, beras atau padi
pantang disia-siakan, karena itu berarti menyepelekan Sangiyang Sērri.
Itulah sebabnya dalam teks Mēommpalo Karellae atau mēompalo Bolongngē
sebagai teks yang terkait langsung dengan sistem kepercayaan Sangiyang Sērri di
53
dalamnya secara tersurat mengajarkan moralitas dan etika masyarakat agar dapat
memuliakan Sangiyang Sērri untuk mencapai penghasilan padi yang baik, maka
dari itu masyarakat sepatutnya melakukan komunikasi dengan Sangiyang Sērri,
termasuk menghindari perilaku yang tidak disenanginya.
Ajaran moralitas Sangiyang Sērri ialah menghendaki manusia menjadi
pemurah, gemar tolong menolong, tidak pelit dan menghindari pergaulan bebas.
Pada sisi lain, Sangiyang Sērri pun memiliki hasrat untuk dimuliahkan melalui
ritus-ritus khusus yang dipersembahkan oleh masyarakat. Kepercayaan
masyarakat Bugis mengungkapkan bahwa, apabila petani memberikan
persembahan untuk pemuliaan terhadap Sangiyang Sērri selaku Dewi Padi, maka
dipercaya akan mendatangkan keberhasilan panen.
Padi akan tumbuh subur, tidak terkena hama penyakit serta tikus tidak akan
mengganggu tanaman padi. Bentuk persembahan untuk memberi jamuan pada
Sangiyang Sērri sebagai penguasa Padi, maka masyarakat Desa Paccekkeq
melaksanakan acara mappadēndang. Sebaliknya, apabila tidak melakukan ritual
pemujaan tersebut, maka situasi sebaliknya akan terjadi, yakni panen dipercayai
tidak akan berhasil atau gagal. Tradisi mappadendang pada masyarakat Desa
Paccekkeq sudah ada sejak berabad-abad dan rutin dilaksanakan setiap tiga tahun
sebagai ritus kolektif. Ritual mappadēndang terus-menerus berlangsung hingga
menembus abad ke- 21 ini.
Desa Paccekkeq adalah desa yang masih melestarikan kebudayaannya.
Upacara-upacara adat ritual kuno tetap menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari
54
masyarakatnya, walaupun saat ini teknologi dan pola hidup modern mulai
merambah kawasan desa tersebut. Segala macam tradisi terus dilaksanakan
masyarakatnya salah satunya adalah mappadēndang. Mappadēndang yang pada
proses pelaksanaannya terdiri atas beberapa proses
C. Fungsi-Fungsi Sosial Dalam Tradsisi Mappadendang
Tradisi sebagai kepercayaan yang melekat dalam kehidupan masyarakat
memilki tiga komponen dasar yaitu kepercayaan, ritus dan komunikasi menjadi
salah satu aktivitas penting bagi masyarakat dalam hidupnya yang selalu
dilaksanakan. Segala bentuk dan fungsinya berkaitan erat dengan masyarakat
dimana tradisi tersebut hidup, tumbuh dan berkembang. Tradisi yang diciptakan
oleh masyarakat mempunyai makna dan arti penting bagi kehidupan
masyarakatnya, dengan demikian tradisi yang hidup dalam masyarakat tertentu
memiliki fungsi tertentu.
Tradisi mappadēndang yang rutin dilaksanakan oleh masyarakat Paccekkeq
setiap tiga tahun sekali merupakan ritual perayaan rasa syukur yang diadakan oleh
masyarakat atas perolehan hasil pertaniannya.
Fungsi mappadēndang di Kabupaten Barru terdiri atas ; penghormatan
terhadap Sangiang Serri, pernyataan rasa syukur, media komunikasi sosial budaya
dan perekat sosial. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut dibawah ini akan diulas
tentang fungsi-fungsi pelaksanaan tradisi mappadēndang yang diadakan setiap
tiga tahun sekali.
55
1. Penghormatan Terhadap Sangiang Serri
Sangiang atau Sangiang Serri adalah nama yang diberikan untuk Dewi Padi,
yang di percaya sebagai gadis muda dan cantik. Ada beberapa tradisi lisan yang
berkaitan dengan dewi yang sepintas tampak saling bertentangan. Versi yang
paling banyak dikenal adalah cerita siklus la galigo tentang turunnya Batara Guru
ke bumi. Anak pertamanya adalah seorang perempun bernama We Oddang
Nriwu’, yang meninggal tidak lama setelah lahir dan kemudian dimakamkan.
Inilah peristiwa kematian pertama di muka bumi. Beberapa hari kemudian, ketika
Batara Guru sendiri tidak perlu memakan tanaman baru itu, cukup dengan
menikmati sagu, sekoi (betteng) dan jelai (bata). Lama berselang, ketika
Sawerigading berkunjung ke dunia akhirat, ia melihat rumah Sanggiang Serri
disana dan diberitahu oleh pemandu bahwa sementara jasadnya tinggal di dunia,
jiwanya (banappatti) bersemayam di tempat itu bersama anak-anak yang
meninggal sewaktu kecil (Pelras 2005:107).
Sengiang Serri adalah keturunan Datu Patoto anak Datu Palinge yang
menjelma menjadi padi untuk makanan manusia di dunia. Kejengkelan Sangiang
Serri itulah menyebabkan dia tinggal di langit selama 7 tahun, dan 70 tahun
lamanya tidak menampakkan dirinya di Luwu. Selama itu puluhan padi-padian
tak menjadi sehingga yang menjadi makanan sehari-hari orang Luwu pada waktu
itu hanyalah sagu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 2001:306).
56
Kehadiran Sangiang Serri dalam kehidupan masyarakat petani di Paccekkeq
dianggap sebagai berkah yang diturunkan oleh Allah SWT kepada seseorang yang
dianggap memiliki suatu akidah dan akhlak yang baik terhadap sesama manusia.
Padi bagi masyarakat Barru, selain sebagai makanan pokok juga memiliki
mitos dan sejarah dalam masyarakatnya. Dari mitos tersebut masyarakat Barru
memaknai khusus terkait dengan kepercayaan dengan alam. Pada saat itulah
masyarakat Barru sampai saat ini melaksanakan mappadendang .
2. Pernyataan Rasa Syukur
Pernyataan rasa syukur atas hasil kerja yang didapatkan dalam kehidupan
bermasyarakat merupakan suatu bentuk ungkapan yang dilakukan semua orang.
Begitu juga yang dilakukan oleh petani di Paccekkeq Kabupaten Barru yang
mengungkapkan rasa syukur dengan mengadakan ritual mappadēndang atas hasil
panen padi yang diperoleh.
Pernyataan rasa syukur yang dilakukan oleh masyarakat Paccekkeq kepada
Allah SWT, hal ini dapat dilihat dari adanya maqbaca doang yang dilakukan oleh
masyarakat. Maqbaca doang pada umumnya dikenal oleh masyarakat islam
karena di dalam maqbaca doang terdapat bacaan Alquran sehingga
mappadēndang yang akan dilaksanakan bukanlah suatu bentuk kegiatan musyrik
(menyembah selain Allah ).
Selain itu bentuk penyataan rasa syukur yang dilaksanakan oleh masyarakat
juga dapat dijadikan tolak ukur perekonomian masyarakat yang melaksanakan
tradisi mappadēndang. Contohnya yaitu apabila masyarakat mendapat hasil panen
57
yang banyak maka tradisi mappadēndang akan dilaksanakan secara besar-besaran.
Namun apabila pendapatannya sedikit maka tradisi mappadēndang juga akan
dilaksanakan secara sederhana.
Kehidupan masyarakat Paccekkeq sekarang ini, mereka beranggapan bahwa
para petani yang memiliki Sangiyang Seri di dalam rumahnya berarti mereka
wajib untuk melaksanakan mappadēndang sebagai bentuk penghormatan. Hal
tersebut disebabkan oleh anggapan bahwa padi merupakan sumber kehidupan
sehingga mereka patut melaksanakan mappadēndang sebagai wujud pernyataan
rasa syukur.
3. Perekat Sosial
Perekat sosial membentuk ikatan dan persatuan sosial masyarakat Desa
Paccekkeq, menciptakan perasaan kebersamaan dan saling bergotongroyong antar
masyarakat merupakan ciri khas masyarakat Desa Paccekkeq dalam
melaksanakan tradisi mappadendang. Tradisi mappadēndang masih dilaksanakan
sampai saat ini, tradisi yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat sebagai perekat
hubungan sosial yang terbukti efektif untuk tujuan yang dimaksud. Tradisi
mappadēndang merupakan bentuk penghormatan dan rasa syukur. Maka dari itu
masyarakat merasa penting untuk tetap mempertahankan tradisi tersebut.
Mappadēndang dan masyarakat mempunyai hubungan yang saling berkaitan,
kehadirannya dirasa penting bagi masyarakat. Karena memilki fungsi, makna dan
arti bagi masyarakat Paccekke’ sehingga tradisi mappadēndang masih rutin
dilaksanakan setiap tiga tahun sekali oleh masyarakat Paaccekkeq.
58
Tradisi mappadēndang sebagai perekat sosial yaitu pengikat solidaritas
masyaraka Desa Paccekkeq, hal ini tampak pada proses penyelenggaraannya yang
melibatkan seluruh masyarakat Desa Paccekkeq, segala persiapan mulai dari awal
sampai akhir melibatkan semangat kebersamaan dan gotong-royong
masyarakatnya. Melalui tradisi tersebut akan terwujud suatu keakraban dan
kerukunan bersama.
Tradisi mappadēndang juga sebagai media sosialisasi, penyelenggaraan
mappadēndang merupakan sarana sosialisai, terutama bagi generasi mudah yang
utuk menjadi lebih dewasa. Dengan dilaksanakannya tradisi mappadēndang yang
dalam pelaksanaannya melibatkan anak-anak,remaja, tua dan muda tentunya dapat
menjadi pelajaran tentang tradisi milik masyarakat Desa Paccekkeq, agar
kedepannya generasi-generasi dari sekumpulan masyarakat paccekke’ tersebut
mampu meneruskan tradisi tersebut.
4. Media Komunikasi Sosial Budaya
Berbagai alasan tentunya menjadi pemicu mengapa hingga saat ini ritual atau
upacara semacam itu hingga saat ini masih dipertahankan. Salah satu faktor
tersebut karena tradisi mappadendang ini memiliki fungsi sebagai sarana
komunikasi budaya bagi masyarakat. Fungsi yang dimaksudkan dalam hal ini
bahwa acara tersebut akan menjadi salah satu cara untuk mewariskan nilai-nilai
budaya yang dimiliki kepada generasi muda agar mereka mampu mengenal dan
menjaga kekayaan budaya yang dimilikinya.
59
Sebagai media komunikasi sosial budaya mappadendang secara tidak
langsung akan memperkuat identitas masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan
dalalm pelaksanaan acara tersebut tersirat pesan bahwa masyarakat Desa
Paccekkeq memiliki identitas kuat di tengah perkembangan zaman dan masuknya
teknologi di tengah-tengah masyarakat yang tidak menutup kemungkinan akan
menguras nilai-nilai modal sosial (social capital) masyarakat. Dengan adanya
tradisi mappadendang yang memilki fungsi utama bagi masyarakat Desa
Paccekkeq yaitu sebagai alat komunikasi budaya demi mewariskan kekayaan
budaya yang dimiliki.
D. Solidaritas Sosial Sebagai Nilai Utama di Balik Tradisi Mappadendang
Nilai merupakan sesuatu yang dihargai atau dihormati atau sesuatu yang
diinginkan dicapai karena dianggap sesuatu yang berharga dan bernilai. Nilai
terbentuk atas dasar pertimbangan cipta, rasa, dan karsa dan keyakinan seseorang
dan sekelompok masyarakat. Secara teoritis terbentuknya suatu nilai melalui suatu
proses tertentu atas dasar kesadaran dan keyakinan, jadi tihdak dapat dipaksakan.
Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam
perbuatannya.
Solidaritas bisa didefenisikan sebagai perasaan atau ungkapan dalam sebuah
kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama. Solidaritas adalah kesepakan
bersama dan dukungan, kepentingan dan tanggung jawab antara individu dalam
kelompok, terutama karena diwujudkan dalam dukungan suara bulat dan
60
tindakatan kolektif untuk suatu hal. Apa yang membentuk dasar dari solidaritas
bervariasi antara masyarakat.
Dalam suatu sistem sosial, solidaritas menjadi hal yang sangat penting demi
mencapai kelangsungan dan eksistensi dari sistem sosial tersebut. Sebagai suatu
sistem sosial, tradisi mappadendang memiliki peran yang sangat penting dalam
mewujudkan solidaritas masyarakat di Desa Paccekkeq diantaranya :
a. Menghimpun Keturunan Masyarakat Desa Paccekkeq
Fungsi solidaritas sosial yang bisa dilihat dari pelaksanaan tradisi
mappadendang adalah kemampuan untuk menghimpun kembali penduduk asli
Desa Paccekkeq yang berada di luar daerah. Setiap acara ini dilaksanakan,
mereka akan kembali ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga
meskipun mereka harus menempuh jarak yang sangat jauh untuk tiba di kampung
halaman untuk menyaksikan tradisi ini. Solidaritas yang juga nampak pada tradisi
mappadendang yaitui dimana mereka saling membantu satu sama lain
mempersiapkan perlengkapan yang di perlukan, yang nampak pada saat itu
adalah dari segi konsumsi, dimana para wanita sibuk memasak dan para lelaki
sibuk mengurus keperluan di luar, dalam sosiologi di kenal sebagai solidaritas
mekanik yaitu dimana solidaritas yang terjalin karena adanya kesamaan ras, suku,
dan agama (Durkheim).
b. Media Harmoni Kehidupan Sosial
Nilai solidaritas tampak dengan berbaurnya segenap lapisan masyarakat pada
saat puncak acara mappadēndang berlangsung. Seolah-olah mereka menjadikan
61
sebagai ajang paling efektif untuk menumbuhkan rasa solidaritas, saling mengenal
pribadi atau individu lainnya demi membangun nilai-nilai kemanusiaan yang
harmonis, saling menghormati dan mengahargai sesama peserta tamu undangan
tradisi mappadēndang yang datang dari berbagai daerah.
Dengan demikian tidak terdapat saling ketergantungan antara kelompok
berbeda, karena masing-masing kelompok dapat memenuhi kebutuhanya sendiri
dan masing-masing kelompok pun terpisah satu dengan yang lain. Tipe solidaritas
yang didasarkan atas kepercayaan dan setiakawan ini diikat oleh apa yang oleh
Durkheim namakan conscience collective yaitu suatu system kepercayaan dan
perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat. Lambat laun
pembagian kerja dalam masyarakat semakin berkembang sehingga solidaritas
mekanik berubah menjadi solidaritas organik. Pada masyarakat dengan solidaritas
organik masing-masing anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua
kebutuhanya sendiri melainkan ditandai oleh saling ketergantungan yang besar
dengan orang atau kelompok lain. (M. Setiadi 2007: 89).
Setelah melihat proses-proses pelaksanaan upacara mappadēndang dari tahap
pelaksanaan hingga tahap penyelesaian dari hasil penelitian, dapat terlihat jelas
bahwa nilai kebersamaan atau nilai solidaritas masyarakat sangat terjalin mulai
dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan sampai pada tahap penyelesaian. Dalam
tradsi mappadēndang dapat terbentuk rasa persatuan, kekeluargaan, kepedulian,
dan gotongroyong antar masyarakat Desa Paccekkeq karena masyarakat bahu-
membahu dalam menyukseskan acara tersebut yang telah diwariskan para leluhur
terdahulu secara turun-temurun. Sumbangsi moral maupun materi dari seluruh
62
warga secara tidak langsung telah memupuk rasa persaudaraan masyarakat
setempat.
c. Media Musyawarah
Hal menunjukkan nilai solidaritas dalam tradisi mappadēndang adalah
musyawarah atau biasa disebut tudang sipulung. Tudang sipulung berarti
berkumpul. Secara bahasa tudang sipulung berarti duduk berkumpul. Adapun
yang dimaksud dalam istilah adalah duduk berkumpul kumpul untuk
bermusyawarah dan berdiskusi membicarakan masalah pertanian yang akan
dihadapi. Dengan demikian tudang sipulung dibicarakan dan didiskusikan segala
sesuatu yang berhubungan dengan mappadēndang. Dalam musyawarah
masyarakat menetapkan waktu pelaksanaan dan mempersiapkan bahan dan
perlengkapan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan mappadendang.
Dalam musyawarah dibentuk suatu kepanitiaan yang mengurus segala hal
yang berkaitan dengan pelaksanaan mappadēndang, contohnya panitia pencarian
dana dan panitia perlengkapan, panitia konsumsi. Dalam pembentukan panitia ini,
warga yang ditunjuk dan yang telah ditentukkan tugasnya adalah dari hasil
kesepakatan bersama, masing-masing mempertanggung jawabkan tugas yang
diberikan karena tampa tanggung jawab prosesi pelaksanaan mappadēndang tak
akan berjalan sesuai dengan yang dikehendaki masyarakat.
Dari musyawarah tersebut tercipta interaksi sosial antar masyarakat, dalam
sebuah interaksi manusia membutuhkan komunikasi untuk keberlanggsungan
hidup kelompoknya.
63
Interaksi sosial merupakan dasar dari proses sosial, yang menunjuk pada
hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Kehidupan sosial tidak mungkin ada
tanpa kehidupan bersama karena interaksi sosial merupakan syarat terjadinya
aktivitas aktivitas sosial. Individu atau kelompok-kelompok bekerja sama,
semuanya itu menimbulkan kesan di dalam pikiran seseorang yang kemudian
menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya (Soekanto, 2012: 55)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa musyawarah yang diadakan dalam
mappadēndang adalah suatu upaya untuk memecahkan permasalahan dan mencari
jalan keluarnya guna mengambil keputusan bersama dalam anggota masyarakat.
Dari segi ekonomi nilai solidaritas juga dilihat dari pengumpulan dana
masyarakat. Setiap kepala keluarga menyumbang sekitar ± 200.000 untuk acara
mappadēndang. Sanak keluarga yang berada di luar daerah pun juga ikut memberi
sumbangsi agar terlaksananya acara tersebut.
d. Merawat Kerjasama dan Gotong Royong
Nilai solidaritas juga dapat dilihat dari segi persiapan bahan dan perlengkapan,
contohnya dalam pembuatan makanan dan pembuatan. Nilai solidaritas dapat
dilihat secara kongkret dari pembuatan makanan sesaji ataupun makanan yang
akan disajikan untuk para peserta dan tamu undangan dalam pelaksanaan
mappadēndang di Desa Paccekkeq. Dalam proses pembuatan makanan,
masyarakat yang umumnya perempuan berbondong-bondong ke rumah induk
untuk pembuatan bahan makanan tersebut dan dilakukannya secara bersama-
sama.
64
Gambar 4.8 Suasana Memasak
Solidaritas dalam sebuah tradisi sangat di perlukan gotongroyong dan
kerjasama antar anggota atau kelompok. Aktivitas manusia sebagai makhluk
hidup yang berkelompok hampir seluruh waktunya digunakan untuk
kelompoknya. Mansuia selalu hidup berdampingan satu dengan yang lainnya,
saling bekerja sama dan saling ketergantungan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Dengan adanya tradisi mappadēndang dapat disimpulkan bahwa dalam
masyarakat terjalin simbiosis mutualisme yang terjadi dalam interaksi antar
65
penduduk antara tujuan hajat dan juga tamu undangan/kehadiran tanpa undangan.
Maksudnya tradisi mappadendang dapat dilihat sebagai satu sebab terbentuknya
interaksi sosial yang berdampak pada kepentingan. Kepentingan ini yang
kemudian memberikan dampak pada masyarakat berupa solidaritas sosial.
Solidaritas kemudian menjadi nilai yang mengendap dalam jiwa masyarakat
yang diimplementasikan dalam kehidupan sosial mereka. Solidaritas yang
terbentuk dikalangan masyarakat Desa Paccekkeq dikarenakan adanya sebuah
bentuk kepentingan bersama. Bentuk kepentingan bersama terbentuk dikarenakan
adanya aktivitas tradisi. Tradisi mappadēnddang berdampak pada meningkatnya
kehidupan sosial dan ekonomi pada masyarakata Desa Paccekkeq. Keberadaan
tradisi mappadēndang tentunya banyak dikenal oleh masyarakat luar karena kaya
akan kebudayaan yang menyebabkan meningkatkan solidaritas sosial masyarakat.
Nilai solidaritas yang terlihat dalam Maqbaca doang (baca doa) adalah
masyarakat mengumpulkan bahan makanan yang akan disajikan, benda-benda
seperti payung hitam, kain kafan, sarung, rotan dan lain-lain. Setelah semua bahan
terkumpul barulah masyarakat membuat bahan yang telah dikumpulkan bersama
untuk membuat sesajian untuk digunakakn dalam acara Maqbaca doang serta
makanan untuk disuguhkan kepada tamu undangan serta masyarakat Desa
Paccekkeq.
Nilai solidaritas yang ada dalam mappadēndang itu sendiri, kita dapat melihat
dari bagaimana antusias masyarakat mempersiapkan segala perlengkapan.
Masyarakat bergotongroyong mengerjakan lesung yang berbentuk perahu
66
(palungeng), mempersiapkan kayu yang panjangnya ± 2m yang digunakan untuk
menumbuk padi (alu), membuat rumah-rumah yang terbuat dari kayu dengan
tiang sebagai penyangga dan tiangnya dan di kelilingi daun kelapa sebagai
hiasannya. Masyarakat bekerja sama membinyikan antan yang kemudian
menciptakakn irama. Itu semua adalah bentuk solidaritas masyarakat Desa
Paccekkeq agar terlaksananya dengan lancar acara tersebut.
Nilai solidaritas yang ada dalam mattojang adalah bekerja sama. Masyarakat
tradisional dikenal memiliki sifat kerja sama yang sangat baik. Selain
gotongroyong solidaritas sosial adalah kerja sama. Kerjasama merupakan
kumpulan individu atau kelompok yang saling berinteraksi satu dengan yang lain
yang hasilnya bisa dinikmati bersama.
Masyarakat bekerjasama untuk membuat ayunan yang tingginya sekitar ±10
meter, akan tetapi sebelum itu masyarakat memilih pohon randu yang bisa
digunakan untuk tiang ayunan. Setelah itu barulah masyarakat mendirikan tiang
tersebut untuk dijadian tiang ayunan sedangkan tali yang digunakan adalah
menggunakan tali yang terbuat dari kulit sapi yang telah masyarakat simpat
bertahun-tahun lamanya. Tali tersebut digunakan oleh masyarakat ketika ada
ritual-ritual.
Jika berbicara mappaqbitte manuq (sabung ayam ) hal itu terdengar negatif di
telinga peendengarnya, maka berbeda halnya dengan masyarakat Desa Paccekkeq.
Masyarakat Desa Paccekkeq memasukkan mappaqbitte manuq kedalam rangkaian
67
mappadēndang karena masyarakat masih memegang teguh kepercayaan seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Nilai solidaritas yang terlihat dalam mappaqbitte manuq adalah bagaimana
kedua orang yang telah ditunjuk untuk memulai acara mappaqbitte manuq. Pada
saat kedua ayam tersebut berkelahi, tidak ada ayam yang dinyatakan menang
maupun kalah. Ketika salah satu dari ayam tersebut terluka pada saat itu pula
acara mappaqbitte manuq telah selesai dan kedua ayam tersebut disembelih
kemudian diolah untuk dijadikan santapan oleh masyarakat maupun tamu
undangan.
68
Gambar 4.9 Suasana Makan Bersama
Nilai solidaritas juga dapat dilihat pada acara makan bersama dimana
masyarakat yang turut berpartisipasi dalam tradisi mappadēndang maupun
masyarakat yang datang menyaksikan tradisi tersebut tanpa terkecuali turut
diundang untuk menyantap makanan yang telah dihidangkan. Dalam acara makan
bersama tersebut segala perbedaan status sosial yang melekat di masyarakat
sekarang ini melebur menjadi satu rasa yaitiu rasa kebersamaa. Berkumpul,
berbahagia, dan menyantap makanan dalam satu tempat yang telah ditentukan dan
mendapatkan menu makanan yang sama tanpa adanya sekat pemisah antara yang
kaya dan miskin adalah kepuasan tersendiri bagi masyarakat. Acara makan
bersama juga menunjukkan kerukunan antara masyarakat tanpa terkecuali dan
merupakan fenomena kebersamaan yang menunjukkan kekuatan persatuan dan
kesatuan masyarakat peserta mappadēndang yang diikat oleh rasa persaudaraan
yang kokoh.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka, penulis dapat menyimpulkan hasil
penelitian sebagai berikut :
1. Proses tradisi mappadendang di Desa Paccekkeq Kecamatan soppeng Riaja
Kabupaten Barru meliputi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan. Dalam tahap persiapapn masyarakat bersama-sama
mengadakan persiapan untuk tradisi mappadendang. Persiapannya antara
lain adalah musyawarah, penyediaan bahan untuk makanan para tamu
undangan dan masyarakat Desa Paccekkeq, dan alat upacara misalnya
walasuji, lesung yang berbentuk perahu dan batang pohon randu untuk
dijadikan tiang penyangga untuk membuat ayunan. Sedangkan tahap
pelaksanaannya , tradisi mappadendang diawali dengan maqbaca doang,
mappadendang dimana Passere dituntut untuk menciptakan suasana yang
meriah setelah panen tiba dan menjadi pusat perhatian karena menghibur
semua penonton dengan segala keluacuan yang akan ditampilkan untuk
menghibur penonton. pembacaan mantra untuk ayunan dan mappaqbitte
manuq
2. Adapun bentuk-bentuk yang dimaksud adalah aktivitas masyarakat yaitu
kerja sama dan gotong royong masyarakat dalam pelaksaan tradisi
mappadendang.
71
3. Nilai solidaritas yanag terkandung dalam proses tradisi mappadendang
Nilai solidaritas merupakan kesepakatan bersama dan dukungan, kepentingan
dan tanggung jawab antara individu dalam kelompok karena diwujudkan dalam
tindakan kolektif. Adapun nilai solidaritas sosial yang terkandung dalam tradisi
mappadendang nilai kerjasama, gotong royong dan perekat sosial.
Setelah melihat proses pelaksanaan tradisi mappadendang, maka terlihat jelas
bahwa nilai solidaritas dalam tradisi mappadendang sangat terjalin mulai dari
tahap persiapan sampai tahap pelaksanaannya. Tradisi mappadendang membentuk
rasa persatuan, kekeluargaan, kepedulian dan gotong royong antar masyarakat
Desa Paccekkeq karena mereka saling bahu-membahu dalam menyukseskan acara
tersebut. Sumbangsi moral maupun materil dari seluruh masyarakat secara tidak
langsung telah memupuk rasa persaudaraan masyarakat setempat.
B. Saran
Diharapkan studi tentang nilai-nilai solidaritas sosial pada pelaksanaan tradisi
mappadendang dapat disempurnakan dengan mengadakan penelitian lebih lanjut
dari segi lain sehingga dapat memberikan gambaran yang lengkap mengenai
pelaksanaan tradisi mappadendang dalam skala yang makin luas.
Peran pemerintah dalam melestarikan tradisi mappadendang dalam hal ini
sangatlah penting, untuk itu alangkah baiknya jika pemerintah ikut berpartisipasi
untuk membangun suatu lembaga yang membina kesenian-kesenian budaya
tradisional seperti mappadendang agar kelestariaannya terjaga.
72
DAFTAR PUSTAKA
Alih, Media, Sawerigading. 2001 (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan).
Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah. Prov. Sul-Sel
Darmapoetra, Juma. 2014. Suku Bugis. Makassar. Arus Timur.
Emmynarti. 2012. Disfungsi Pesta Rakyat Mappadendang Pada Masyarakat
Talepu Kabupaten Soppeng. Skripsi Sarjana. Makassar. Fakultas Ilmu
Budaya. Universitas Hasanuddin.
Firmansyah. 2012. Nilai-nilai Solidaritas Dalama Upacara Maccera Tappareng
di Kabupaten Wajo. Skripsi Sarjana. Makassar. Fakultas Ilmu Budaya.
Universitas Hasanuddin.
Gissing, Basrah. 2008. Ilmu Budaya Sebuah Pengantar. Makassar. Penerbit
@Roby Press.
Gunawan, Ary. H. 2010. Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Tentang Pelbagai
Problem Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta.
Hartono. H. 1993. Ilmu Sosiologi Dasar. Jakarta. Bumi Aksara
Hasyim, Hardianti. 2013. Nilai Gotong Royong Dalam Ritual Adat Masyarakat
Karampuang Di Kabupaten Sinjai. Skripsi Sarjana. Makassar.
Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Hasanuddin.
Ihromi. T. O. 1981, Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Yayasan Obor Indonesia.
Johnson. D. P. 1986. Teori Sosiologi Klasik & Modern. Jilid I. Jakarta. Gramedia
Koenjaraningrat. 2007. Sejarah Antropologi Budaya 1. Jakarta. UI Press.
Kunloch, Graham. C. 2009. Perkembangan dan Paradigma Utama Teori
Sosiologi. Cetakan II. Bandung. CV Pustaka Setia
M. Setiadi, Elly. Dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung. Prenada
Media Group.
Manyambeang, K. 1984. Upacara Tradisional Dalama Kaitannya Dengan
Peristiwa Alam dan Kepercayaan Propensi Sulawesi Selatan.
Mattulada. 1985. Latoa. Lembaga Penebrbitan Universitas hasanuddin. Ujung
Pandang
73
Monohartono, Gunawan. dkk. 2004. Seni Tradisional Sulawesi Selatan. Makassar.
Lamacca Press.
Pelras, Christian. 2006 Manusia Bugis , Forum Jakarta-Paris.
Polama, Magaret. M. 2007. Sosiologi Kontenporer. Jakarta. PT Raja Grapindo
Persada.
Rafiek. M.2012. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Yogyakarta. Aswaja Pressindo
Rahman, Nurhayati.2009. Kearifan lingkungan Hidup Manusia Bugis
Berdasarkan Naskah Meong Mpaloe. Makassar. La Galigo Press.
Ritzer, George & Godman, Doglas. J. 2008. Teori Sosiologi Modernn. Jakarta.
Kencana Prenada Media
Sajogyo. 1995. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta. Gadja Mada University press.
Sukirma, A. R. 1999. Sejarah Islam di Daerah Wajo. Balai Kajian sejarah dan
Nilai Tradisional. Ujung Pandang.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi (edisi revisi). Jakarta. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Supanto, dkk. 1992.Upacara Tradisional Sekaten Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yogyakarta: Proyek Inventerisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya.
Suryaningsi, Tini. Dkk. 2014. Ritual Kago-ago. Makassar. Pustaka
Sawwerigading.
Wiramata, A.B, Gede, I. 2002. Antropologi Budaya. Bandung. PT.Citra Aditya
Bakti.