obat obatnya

Upload: dimas-swarahanura

Post on 29-Feb-2016

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jjjjjjjjjjjjjjjjj

TRANSCRIPT

2.3 Obat Blokade Neuromuskular Seperti acethylcholine, seluruh zat zat penghambat neuromuskular memiliki rantai ammonium yang secara positif mengisi nitrogen sebagai afinitas terhadap reseptor acethylcholine nikotinik.

2.3.1 Obat Blok Depolarisasi

Relaksan otot depolarisasi sangat mirip dengan acethylcholine dan oleh karena itu berikatan dengan reseptor acethylcholine, menimbulkan potensial aksi otot, tidak seperti acethylcholine, obat obat ini tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase, dan konsentrasi mereka pada celah sinaps tidak cepat menurun, mengakibatkan depolarisasi memanjang pada sel-sel otot (muscle end plate). Depolarisasi end-plate terus menerus menyebabkan relaksasi otot karena pembukaan gerbang bawah pada saluran natrium perijunctional adalah terbatas waktu. Setelah eksitasi inisial dan pembukaan (gambar 3b), saluran natrium ini menutup (gambar 3c) dan tidak bisa terbuka kembali sampai repolarisasi end-plate. End-plate tidak bisa repolarisasi sepanjang relaksan otot depolarisasi terus berikatan dengan reseptor acethylcholine ; hal ini disebut suatu blok fase I.

Setelah satu periode waktu, depolarisasi end-plate memanjang bisa menyebabkan perubahan ion pada reseptor acethylcholine yang menimbulkan blok fase II, yang secara klinis menggambarkan relaksan otot non depolarisasi.Skema saluran sodium.saluran sodium adalah protein transmembran yang mempunyai 2 gerbang fungsional.Ion sodium hanya lewat bila kedua gerbang terbuka.pembukaan gerbang bawah inaktivasi adalah tergantung waktu, dimana gerbang atas adalah tergantung voltase. Saluran ini mengalami tiga bagian fungsiaonal. Pada saat istirahat gerbang bawah terbuka tapi gerbang atas tertutup (A). jika membrane otot mencapai ambang batas depolarisasi, gerbang atas terbuka dan sodium bisa lewat (B). sesaat sterlah gerbang atas terbuka gerbang bawah yang tergantung waktu tertutup (C). ketika membrane kembali repolarisasi ke voltase istirahat gerbang atas tertutup dan gerbang bawah terbuka (A).

Suksinilkolin Sejarah Suksinilkolin

Lebih dari 100 tahun yang lalu, pada tahun 1906, SC pertama kali disintesa di laboratorium kesehatan di Washington D.C, sekarang dikenal sebagai Institusi Kesehatan Nasional. Reid Hunt, Kepala divisi farmakologi, dan asistennya, Renee de M. Taveau, menghasilkan 17 dari 19 kumpulan derivat kolin yang dipergunakan dalam percobaan mereka, satu diantaranya adalah suksinilkolin.1

Awal tahun 1950, segera setelah ditemukannya keberadaan penghambat neuromuskular, uji klinis suksinilkolin di seluruh dunia. Uji coba pertama yang tercatat di Amerika dilakukan oleh Foldes pada tahun 1952. Foldes dipercayai untuk memperkenalkan suksinilkolin kedalam praktek klinis di Amerika. Dalam laporan dari uji coba klinis suksinilkolin pertama, Foldes menjelaskan kriteria dari perelaksasi otot yang baik, dan menyimpulkan bahwa suksinilkolin adalah obat penghambat neuromuskular yang paling mendekati kriteria itu.1Walaupun sudah lebih dari 50 tahun sejak uji coba pertama itu, suksinilkolin adalah satu satunya deporalisasi perelaksasi otot yang dipergunakan di Amerika. Saat ini pun, suksinilkolin masih satu-satunya obat penghambat neuromuskular yang mempunyai karakteristik dari suatu perelaksasi otot ideal, termasuk (1) onset cepat, (2) kelumpuhan yang lengkap dan dapat diperkirakan, (3) pemulihan lengkap dan cepat, dan (4) tidak membutuhkan obat pembalik. Setelah beberapa dekade terlalui, banyak percobaan yang dilakukan untuk menggantikan suksinilkolin dengan perelaksasi otot yang lebih baru, tapi tidak ada yang dapat lebih menyamai karakteristik dari suatu perelaksasi otot ideal.1

Suatu penelitian yang paling mendekati untuk menghasilkan suatu perelaksasi otot ideal yang dikembangkan dari perelaksasi non depolarisasi. Pada tahun 1990, Rapacuronium dan Rocuronium telah diperkenalkan kedalam praktek klinis. Kedua obat ini memberikan harapan bagi klinisi bahwa suksinilkolin akan dapat digantikan. Rokuronium tertinggal dalam penggunaan klinis saat ini, bagaimanapun rokuronium tidak mempunyai onset secepat suksinilkolin, dan jangka waktu kerjanya juga lebih panjang, dan membutuhkan penggunaandari suatu obat pembalik.1

Rumus Kimia

Suksinilkolin juga disebut diacetylcholine atau suxamethonium memiliki 2 acethylcholine molekul yang bersatu (gambar 4). Suksinilkolin adalah inti dari 2 molekul asetilkolin dalam kelompol metil asetat. Formula kimianya adalah C14H30N204. Struktur yang menyerupai acethylcholine inilah yang bertanggung jawab terhadap mekanisme kerja dari suksinilkolin, efek sampingnya dan metabolismenya.

Farmakologi Suksinilkolin

Suksinilkolin bekerja di neuromuskular junction, meningkatkan transmisi neuromuskular. Mekanisme kerja ini membuat postjunctional dan prejunctional memberikan efek yang menyebabkan peningkatan depolarisasi obat. Struktur kimiawi suksinilkolin membuat proses eliminasi yang unik, yang memenuhi kriteria muscle relaxan yang ideal.1

Efek postjunctional Suksinilkolin dapat dibagi menjadi 2 fase, fase I dan fase II. Inilah yang dianggap sebagai akibat dari uniknya struktur kimia asetilkolin. Seperti asetilkolin, suksinilkolin terikat ke subunit di posjunctional nikotinik asetilkolin reseptor, menyebabkan reseptor terbuka dan ion sodium masuk sebanyak keluarnya potassium dan menyebabkan ion kalsium masuk. Sehingga suksinilkolin menyebabkan depolarisasi end plate dan menjadi pendepolarisasi neuromuskular blok disebut blok fase I,sementara blok fase II yaitu dengan paparan suksinilkolin yang kontiniu maka depolarisasi end plate berkurang dan membran akan mengalami repolarisasi tetapi membran menjadi tidak mudah mengalami depolarisasi kembali sehingga terjadi desensitasi. Tidak seperti Asetilkolin, suksinilkolin menjadi aktif di neuromuskular junction untuk waktu yang lama. Ini mencegah repolarisasi endplate dan timbulnya paralisa. Pemberian suksinilkolin menyebabkan efek agonis di reseptor asetil nikotinik, menyebabkan peningkatan pelepasan dari asetilkolin.

Banyak karekteristik suksinilkolin dapat melengkapi bagaimana obat ini tereleminasi. Studi ini memberi konstribusi penjelasan bagaimana tubuh mengeliminasi suksinilkolin, ini dimulai di awal tahun 1950. Pada tahun 1951, Whittaker, menemukan bahwa suksinilkolin di hidrolisa melalui 2 langkah oleh horse kolinesterase. Pertama sekali suksinilkolin dipecah menjadi suksinilmonokolin dan kolin, dan kemudian hidrolisa berkelanjutan menghasilkan asam suksinat dan kolin. Penelitian lebih lanjut tahun 1953 dan 1955 mendukung fakta bahwa suksinilkolin juga dapat dihidrolisa di plasma manusia oleh kolinesterase. Ini digambarkan bahwa kira-kira 150 mg suksinilkolin dapat dihidrolisa dalam waktu 1 menit. Bagaimanapun, sesuai dengan cepatnya difusi obat dari plasma ke neuromuskular junction, bagian kecil obatnya, kurang dari 10 % masih dapat mencapai neuromuskular junction, dan menyebabkan kelumpuhan saat konsentrasi di sinaps meningkat. Bentuk kimia suksinilkolin yang unik tidak langsung menyebabkan hidrolisa oleh asetilkolinesterase yang terdapat di neuromuscular junction. Efek paralisa suksinilkolin berkurang sejalan dengan obat yang masuk ke jaringan dan plasma, dimana butir kolinesterase meenghidrolisa dalam 2 langkah untuk mencapai hasil akhir asam suksinat dan kolin. Hidrolisa cepat ini terjadi di dalam plasma, mengusahakan distribusi yang cepat, memperlama kerja obat.Dosis Suksinilkolin

Dosis standarnya dihitung berdasarkan respon otot, biasanya pada otot adductor, yang terstimulasi setelah pemberian obat. Teknik ini digunakan untuk menentukan potensi obat melalui respon gerakan otot adductor ketika terstimulasi. Respon gerakan kurang dari 0 % ketika terjadi kelumpuhan lengkap, dan akan 100 % ketika tidak ada hambatan neuromuskular.

Karena mula kerja yang cepat, durasi yang singkat dan murah, banyak klinisi yang memilih suksinilkolin sebagai obat yang rutin digunakan untuk intubasi pada dewasa. Dosis intubasi suksinilkolin dewasa biasanya 1 2 mg/kg intravena,onsetnya 35-45 detik,durasi 5-10 menit dan ED95 0,5 mg/kgBB suksinilkolin sebaiknya disimpan di lemari es ( 2 8C), dan sebaiknya digunakan dala 14 hari setelah dikeluarkan dari lemari es.1,4,5Efek Suksinilkolin

Efek samping suksinilkolin yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: 31

A. Fasikulasi otot

Lebih dari 50 tahun sejak memperkenalkan suksinilkolin dalam praktek klinik, fasikulasi otot dicatat sebagai efek samping pemberian suksinilkolin. Walaupun percobaan klinik pertama kali tahun 1950an, adanya gerakan otot atau kontraksi yang direkam muncul setelah pemberian suksinilkolin. Dalam beberapa laporan, faskulisasi digambarkan sebagai kesakitan, menyebabkan ketidaknyamanan dalam pemberian obat saat tidak dianastesi. Tahun 2005, Schreirber melaporkan hasil dari meta-analisis dari 52 percobaan acak dari tahun 1971-2003. Percobaan ini menggunakan berbagai jenis obat pencegah faskulisasi otot. Secara keseluruhan hasilnya adalah 95% peserta mengalami faskulisasi, dimana peserta ini tidak mendapatkan obat anti faskulisasi. Faskulisasi ini menjadi topik pembicaraan utama para klinisi dengan tujuannya adalah menurunkan insiden faskulisasi.11

A.1 Fisiologi Fasikulasi

Banyak pembelajaran terfokus pada mekanisme fisiologis suksinilkolin dapat menyebabkan faskulisasi. Dua mekanisme kerja yang dibicarakan adalah ikatan prejunctional dan postjunctional Suksinilkolin ke otot dan masing-masing reseptor asetilkolin nikotinik.

Mekanisme dari faskulisasi dilengkapi asetilkolin seperti efek suksinilkolin saat menyentuh reseptor asetilkon nikotinik di motor end plate. Ini menyebabkan channel ion sodium terbuka, dan otot memulai depolarisasinya, dimana jika ambang batas dicapai, hasil dari potensial aksi ini menyebabkan kontraksi otot yang terlihat sebagai faskulisasi. Karena suksinilkolin tidak didegradasi oleh asetilkolinesterase di klep junctional, maka akan mengikat reseptor berulang-ulang dan sodium channel menjadi tidak aktif walaupun otot paralisa.

Mekanisme prejunctional menjadi faskulisasi dilengkapi dengan ikatan molekul suksinilkolin ke reseptor asetilkolin nikotinik yang berada di presinaps neuromuskular junction yang berdepolarisasi dan menyebabkan aktifitas saraf yang berulang. Pengulangan aktifitas ini disebabkan oleh impuls saraf yang berjalan ke arah berlawanan dari normalnya (refleks akson antidromik) dari terminal saraf motor yang terstimulasi yang berjalan ke serat motor unit lainnya. Kecepatan dari blok neuromuskular muncul pada reseptor post junctional adalah berbanding terbalik dengan proporsional potensi obat dan fenomena yang mirip dapat terjadi pada reseptor prejunctional.

B. Mialgia postoperasi

Selama ujicoba klinis Suksinilkolin pertama pada tahun 1950, peneliti mengungkapkan fenomena dari timbulnya mialgia disertai rasa sakit dan tidak nyaman pada pasien post operasi. Kejadian pertama yang dilaporkan terhadap mialgia post operasi adalah pada tahun 1952, ketika Bourne fokus terhadap nyeri otot yang dianggap kaku otot yang disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat karena pemberian Suksinilkolin. Beberapa tahun kemudian, tahun 1954, Churchill Davidson mengajukan deskripsi awal dari sindrom mialgia postopearasi pada studi pertama yang mengkhususkan tentang mialgia, dimana dilaporkan bahwa nyeri otot yang dirasakan oleh pasien adalah hasil dari pemberian Suksinilkolin. Berbagai deskripsi keterbatasan fisik akibat efek yang disebabkan oleh mialgia postoperasi sering disebutkan pasien melalui literatur tersebut. Gejala yang sering dikeluhkan pasien antara lain adalah gejala yang menyerupai flu ( flu like symptom ), nyeri otot seperti telah melakukan olahraga berat, nyeri seperti ditendang kuda, terinjak oleh gajah atau pun terlibat dalam pertandingan.

Berdasarkan jawaban 218 pasien suatu penelitian (52%)yang mengeluh mengalami mialgia akibat suksinilkolin ,nyeri otot yang dirasakan paling banyak berturut turut berlikasi pada leher (54%), dada (28%), bahu (17% ),punggung (16 %)dan anggota tubuh (6 %).C. Kardiovaskular

Akibat miripnya relaksan otot ini dengan Acethylcholine, tidak mengejutkan bahwa mereka mempengaruhi reseptor kolinergik selain mempengaruhi junction neuromuskular. Sistem parasimpatis secara keseluruhan dan sebagian sistem saraf simpatis (ganglion simpatis, medula adrenal, dan kelenjar keringat) tergantung pada Acethylcholine sebagai neurotransmiter.

Suksinilkolin tidak hanya menstimulasi reseptor kolinergik nikotinik pada junction neuromuskular, ia menstimulasi seluruh reseptor Acethylcholine. Oleh karena itu, kerja suksinilkolin pada kardiovaskular sangat kompleks. Stimulasi reseptor nikotinik pada ganglia saraf parasimpatis dan simpatis dan reseptor muskarinik di nodus sinoatrial jantung bisa meningkatkan atau menurunkan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Dosis rendah suksinilkolin bisa menimbulkan efek kronotropik dan inotropik negatif, namun dosis yang lebih tinggi biasanya meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas dan meningkatkan kadar katekolamin yang beredar dalam sirkulasi.

Anak-anak biasanya rentan pada efek bradikardi yang timbul setelah pemberian suksinilkolin. Bradikardia biasanya muncul pada orang dewasa hanya jika bolus suksinilkolin yang kedua diberikan kira-kira 3-8 menit setelah dosis pertama. Suatu metabolit suksinilkolin, suksinilmonokolin, muncul untuk mensensitisasi reseptor kolinergik muskarinik pada nodus sinoatrial terhadap bolus kedua suksinilkolin, mengakibatkan bradikardia. Atropin intravena (0,02mg/kg pada anak-anak, 0,4 mg pada orang dewasa) biasanya diberikan sebagai profilaksis pada anak-anak sebelum dosis pertama dan selalu sebelum dosis yang kedua. Aritmia lain seperti bradikardi nodus dan ektopik ventrikel telah dilaporkan.D. Hiperkalemia

Otot normal melepaskan cukup kalium selama depolarisasi yang disebabkan suksinilkolin untuk meningkatkan kalium serum sebesar 0.5mEq/L. Walaupun hal ini biasanya tidak signifikan pada pasien-pasien dengan kadar kalium dasar normal, hal ini bisa mengancam jiwa pada pasien-pasien dengan hiperkalemia yang telah ada sebelumnya atau pasien dengan luka bakar, trauma masif, kelainan neurologi, dan beberapa kondisi lainnya. Henti jantung yang mengikuti bisa terbukti menjadi agak refrakter/bias terhadap resusitasi kardiopulmonar rutin, membutuhkan kalsium, insulin, glukosa, bikarbonat, epinefrin, kation-pertukaran resin, dantrolene, dan bahkan bypass kardiopulmonar untuk menurunkan asidosis metabolik dan kadar kalium serum.

Setelah cedera saraf, reseptor Acethylcholine isoform, imatur bisa diekspresikan didalam dan diluar junction neuromuskular (up-regulation). Reseptor extrajunctional ini membiarkan suksinilkolin untuk menimbulkan efek depolarisasi yang luas dan pelepasan kalium yang ekstensif. Pelepasan kalium yang mengancam jiwa tidak bisa dicegah dengan terapi awal menggunakan relaksan non depolarisasi. Risiko hiperkalemia biasanya tampak memuncak dalam 7-10 hari setelah cedera, namun waktu onset pasti dan durasi periode risiko bervariasi.E. Peningkatan Tekanan Intragastrik

Fasikulasi otot dinding abdomen meningkatkan tekanan intragastrik, yang diimbangi dengan peningkatan tonus sfingter osoefagus bawah. Oleh karena itu, resiko refluk lambung atau aspirasi pulmonar mungkin tidak ditingkatkan oleh suksinilkolin. Walaupun terapi awal dengan relaksan non depolarisasi meniadakan peningkatan tekanan lambung, ia juga mencegah peningkatan tonus sfingter esofagus.F. Peningkatan Tekanan Intraokular

Otot-otot ekstra-okular berbeda dari otot lurik lain dimana ia memiliki motor end-plate multipel pada tiap sel. Depolarisasi membran yang memanjang dan kontraksi otot ekstra-okular setelah pemberian suksinilkolin meningkatkan tekanan intraokular sementara dan bisa membahayakan mata yang cedera. Peningkatan tekanan intraokular tidak bisa selalu dicegah dengan terapi awal dengan relaksan non-depolarisasi.

G. Kekuatan otot Masetter

Suksinilkolin sementara meningkatkan tonus otot masetter. Beberapa kesulitan bisa pada awalnya dijumpai pada pembukaan rongga mulut karena relaksasi rahang yang tidak lengkap. Suatu peningkatan bermakna pada tonus yang mencegah laringoskopi tidak normal dan bisa merupakan tanda awal hipertermia maligna.

H. Hipertensi Maligna

Suksinilkolin merupakan obat perangsang yang poten pada pasien-pasien yang rentan terhadap malignan hipertemia, suatu kelainan hipermetabolik otot skeletal. Walaupun tanda dan gejala sindroma neurolepti malignan (NMS) menyerupai hipertermia maligna, patogenesisnya berbeda secara keseluruhan dan tidak perlu menghindari penggunaan suksinilkolin pada pasien-pasien dengan NMS.

I.P aralisis yang memanjang

Sebagaimana didiskusikan sebelumnya, pasien dengan kadar pseudokolinesterase rendah menimbulkan durasi kerja yang lebih lama, dimana pasien dengan pseudokolinesterase atipikal akan mengalami paralisis memanjang yang bermakna.J.Tekanan Intrakranial

Suksinilkolin bisa menimbulkan aktivasi pada elektroensefalograf dan sedikit meningkatkan aliran darah serebral dan tekanan intrakranial pada beberapa pasien. Fasikulasi otot meningkatkan reseptor otot yang selanjutnya meningkatkan aktivitas serebral. Peningkatan tekanan intrakranial bisa dilemahkan dengan menjaga kontrol jalan nafas yang baik dan memberikan hiperventilasi. Hal ini bisa dicegah dengan terapi awal menggunakan relaksan relaksan otot non depolarisasi dan memberikan lidokain intravena (1,5-2.0 mg/kg) 2-3 menit sebelum intubasi. Efek intubasi pada tekanan intrakranial jauh lebih penting daripada peningkatan akibat suksinilkolin.

K.Pelepasan Histamin

Sedikit pelepasan histamin bisa terlihat setelah pemberian suksinilkolin pada beberapa pasien.2.3.2 Obat Blok Non Depolarisasi

Obat golongan ini mencegah depolarisasi dengan jalan bereaksi dengan reseptor asetilkolin dengan cara:

a. Mencegah asetilkolin berikatan dengan reseptor,sehingga mencegah depolarisasi motor end plate.

b. Molekul relaksan akan masuk ke terowongan reseptor, menyebabkan blockade channel c. Relaksan non depolarisasi bekerja pada presynaptik site, memblok terowongan Na+ dan mencegah pergerakan asetilkolin dari sintesa site ke release site. Atrakurium Penemuan di awal tahun 1980-an terhadap dua jenis pelumpuh otot, atrakurium dan vecuronium, menciptakan revolusi terhadap penggunaan klinis pelumpuh otot yang tidak tergantung kepada eliminasi melalui ginjal, onsetnya lebih cepat, masa pulih lebih cepat, dan obat antagonisnya lebih komplit dan lebih cepat. Perkembangan atrakurium dan vecuronium menyebabkan :

1. Menambah keberanian dalam melakukan intubasi trakea dengan penggunaan relaksan nondepolarisasi,

2. Membuat paralisis lebih mudah melalui infus relaksan yang berkelanjutan, dan

3. Yang paling penting, secara signifikan mengembalikan fungsi neuromuskular post operatif, yang menyebabkan periode resiko kelemahan yang lebih pendek pada unit perawatan post anestetik.

Rumus kimia

Atrakurium termasuk pelumpuh otot nondepolarisasi golongan bisquaternary benzylisoquinolineum, dengan berat molekul 1243,5 DA (dengan gabungan dari 10 isomer geometrik), dengan ED95-nya 0,25 mg/kgBB menimbulkan mula kerja 3-5 menit, dan lama kerja 20-35 menit. Ditemukan oleh Stenlake dan sejawatnya pada pertengahan 1970, yang dirancang untuk menghasilkan relaksasi nondepolarisasi dan mengalami eliminasi Hofmann. Dalam reaksi kimia ini, suatu siklus pengelompokan nitrogen quartenary di bawah pH dan temperature yang tinggi terlepas menjadi amine tersier. Obat ini pertama sekali diperkenalkan dalam penggunaan klinis di Inggris oleh Payne dan Hughes pada tahun 1981 dan di Amerika Serikat oleh Basta pada tahun 1982.3,4,5

Mekanisme kerja

Tempat kerja atrakurium sama seperti obat pelumpuh otot nondepolarisasi lainnya, adalah pada tempat presinaps dan postsinaps reseptor kolinergik. Atrakurium dapat juga menghasilkan blokade neuromuskular dengan secara langsung mempengaruhi jalan masuk ion melalui chanel reseptor kolinergik nikotinik, dan diperkirakan 82% atrakurium berikatan pada protein, yang diduga albumin. Atrakurium dirancang secara khusus agar dapat didegradasi (eliminasi Hofmann) dalam tubuh pada temperature dan pH yang normal. Garam iodida besylate menghasilkan kelarutan dalam air, dan meningkatkan pH pada larutan yang dipasarkan dari 3,25 hingga 3,65 untuk menghindari proses degradasi yang spontan. Tampilan pH yang asam pada in vitro, atrakurium sebaiknya tidak dicampur dengan larutan alkali seperti barbiturate atau bercampur dengan larutan yang lebih alkalis pada saat digunakan di dalam infus set atau cairan infus. Terpaparnya atrakurium dengan zat yang lebih alkalis sebelum masuk ke sirkulasi secara teoritisnya akan menyebabkan pemecahan obat secara premature. Potensi atrakurium yang disimpan pada temperatur ruangan akan terus berkurang kira-kira 5% setiap 30 hari, dengan ED95-nya 0,25 mg/kgBB menimbulkan mula kerja 3-5 menit, dan lama kerja 20-35 menit.3,4,5

Eliminasi Hofmann menunjukkan mekanisme eliminasi kimia, dimana hidrolisis ester merupakan mekanisme biologik. Kedua rute metabolisme ini tidak tergantung pada fungsi hepar dan renal, seperti juga aktifitas dari kolinesterase plasma. Sama seperti pasien normal, maka durasi blockade neuromuscular atrakurium pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hepar adalah sama. Tidak terdapatnya blokade neuromuskular yang lama setelah penggunaan atrakurium terhadap pasien dengan kolinesterase atipikal meningkatkan ketergantungan terhadap hidrolisis ester dari atrakurium pada esterase plasma nonspesifik yang tidak berhubungan dengan kolinesterase plasma. Eliminasi Hofmann dan hidrolisis ester juga menunjukkan efek kumulatif obat yang sedikit dengan dosis berulang atau infuse atrakurium yang berkelanjutan. Di atas semuanya itu, hidrolisis ester bernilai untuk sekitar 2/3 Atrakurium yang didegradasi, dimana eliminasi Hofmann memberikan jaring yang aman, khususnya terhadap pasien dengan fungsi hepar dan/atau ginjal yang terganggu.3,4,5

Walaupun eliminasi Hofmann tergantung pada pH (dipercepat oleh alkalosis dan diperlambat oleh asidosis), ini tidak seperti bahwa kisaran perubahan pH yang bermakna secara klinis adalah cukup besar untuk merubah kecepatan eliminasi Hofmann dan durasi dari blokade neuromuscular yang diinduksi oleh atrakurium. Lebih jauh lagi, perubahan pH mempengaruhi kecepatan hidrolisis ester dalam arah yang berlawanan terhadap perubahan kecepatan eliminasi Hofmann, yang memperlambat eliminasi Hofmann akan dijelaskan secara teoritis melalui peningkatan kecepatan hidrolisis ester.3,4,5

Konsistensi dari mula kerja hingga masa penyembuhan setelah dosis penunjang atrakurium yang berulang merupakan karakteristik dari obat ini dan menunjukkan tidak terdapatnya efek kumulatif obat yang signifikan. Tidak terdapatnya efek kumulatif obat yang signifikan karena klirens atrakurium yang cepat dari plasma yang mana tidak tergantung pada fungsi renal atau hepatic. Sedikitnya efek kumulatif obat yang signifikan memperkecil kecenderungan blokade neuromuskular yang persisten ketika prosedur pembedahan yang lama membutuhkan dosis berulang atau infuse kontinu atrakurium.3,4,5

Efek Kardiovaskular

Perubahan tekanan darah sistemik dan denyut jantung tidak menyertai pemberian cepat atrakurium secara IV dalam dosis > 2 x ED95 dengan latar belakang anestesi mencakup nitrogen oksida, fentanyl dan isoflurane. Selama anestesi nitrogen oksida-fentanyl, pemberian atrakurium yang cepat secara IV sebanyak 3 x ED95 meningkatkan denyut jantung sekitar 8,3 % dan menurunkan MAP sekitar 21,5 %. Perubahan sirkulasi ini sementara, berlangsung selama 60-90 detik setelah pemberian atrakurium dan menghilang dalam 5 menit. Kemerahan pada fasial dan trunkal pada beberapa pasien menandakan pelepasan histamine bersamaan dengan mekanisme perubahan sirkulasi menyertai pemberian cepat Atrakurium dengan dosis yang tinggi. Pada kenyataannya, konsentrasi histamin dalam plasma meningkat sementara dan perubahan parallel denyut jantung dan tekanan darah sistemik ketika 0,6 mg/kg/IV

Pelepasan histamin yang dicetuskan oleh Atrakurium dan mivacurium tidak terjadi dengan penyuntikan berulang obat ini dalam waktu yang singkat karena cadangan histamin jaringan tidak dipecah dalam beberapa hari. Oleh karena itu, penurunan tekanan darah sistemik yang disebabkan oleh pelepasan histamin yang diinduksi oleh obat lebih jarang terjadi terhadap hal yang sama pada dosis yang berulang. Efek kardiovaskular yang sebelumnya menyertai pelepasan histamin yang diinduksi oleh obat dapat menunjukkan pelepasan prostasiklin dan efek vasodilasinya pada vascular perifer yang diperantarai oleh reseptor H1 dan H2. 3,4,5Dosis

8u7