obat gagal jantung
DESCRIPTION
Blok Cardiorespiratory disorderTRANSCRIPT
OBAT GAGAL JANTUNG
Jantung adalah salah satu organ paling vital di tubuh manusia. Di dalam tubuh, jantung
berfungsi sebagai alat pemompa darah melalui sistem pembuluh darah yang mempunyai
kapasitas volume terbatas. Jantung juga merupakan sistem penghantaran elektrik yang
memelihara frekuensi dan irama yang teratur. Bila melihat fungsi jantung dari sini, malfungsi
jantung dan intervensinya dapat dijelaskan sebagai berikut ;
Gagal Jantung
Terjadi bila jantung tidak dapat lagi memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh. Seperti setiap pompa mekanis, gagal jantung terjadi bila jantung bekerja
tidak terlalu keras untuk waktu yang lama. Dalam hal ini jantung tidak dapat memompa darah
beroksigen yang cukup untuk metabolik tubuh. Strategi pengobatan farmakologik meliputi
perbaikan kontraktilitas miokardial atau penurunan kerja jantung.
Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah:
1. Mengurangi beban jantung (istirahat, menurunkan berat badan, menghilangkan
penyebab, pambatasan asupan garam,dll).
2. Meningkatkan kontraktilitas miokard dengan senyawa-senyawa yang berefek
inotropik positif (glikosida jantung,dll).
3. Menekan preload dan afterload.
4. Antiaritmia untuk memperbaiki frekuensi dan kelainan irama jantung.
Berikut akan dijelaskan lebih lanjut tentang tujuan utama pengobatan gagal jantung:
1.1 Mengurangi beban jantung
Dengan istirahat, maka kerja jantung akan sedikit berkurang, dengan penurunan berat badan
maka dapat mengurangi bantalan-bantalan lemak di sekitar jantung yang menghimpitnya,
yang menyebabkan ruang detak jantung berkurang. Pembatasan asupan garam, karena asupan
garam dapat meningkatkan hipertensi (darah tinggi) dalam tubuh. Dengan adanya hipertensi
maka pacu jantung akan semakin cepat, jantung dipaksa untuk bekerja lebih cepat lagi dalam
mengedarkan darah, sehingga jantung mengalami kelelahan “weakness”.
1.2 Meningkatkan kontraktilitas miokardial dengan glikosida jantung
Glikosida jantung walupun mekanismenya belum jelas, namun terbukti obat-obat ini
menghambat ATPase natrium-kalium dan meningkatkan pelepasan kalsium intrasel dari
reticulum sarkoplasma.
1.3 Menekan preload dan afterload
Preload (menurunkan beban awal) adalah volume darah yang mengisi ventrikel selama
diastolik. Peningkatan beban awal menyebabkan pengisian berlebih pada jantung yang
meningkatkan beban kerja. Sedangkan afterload (menurunkan beban akhir) adalah
menunjukkan tekanan yang harus diatasi agar jantung dapat memompa darah yang baru
teroksigenasi ke dalam sistem arterial.
1.4 Antiaritmia untuk memperbaiki frekuensi dan kelainan irama jantung
Aritmia terjadi akibat meningkatnya otomatisitas (kemungkinan karena depolarisasi spontan),
blok jantung parsial atau total yang disebabkan efek perlambatan nodus AV.
Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan gagal jantung, dibedakan atas 3 golongan,
yaitu :
1. Obat-obat inotropik :
a) Glikosida jantung : digitalis, digoksin, digitoksin, quabain, strophantin K
b) Agonis β adrenergik : dobutamin
c) Inhibitor fosfodiesterase : milrinon, amrinon
2. Diuretika : furosemid, hidroklorotiazid, metolazon, bumetanid
3. Vasodilator : kaptropil, hidralazin, isosorbid, natrium nitroprusid, lisinopril
Penjelasan mengenai obat-obat tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
Glikosida Jantung
Glikosida jantung memiliki gugus gula khas pada strukturnya. Oleh penduduk Afrika dan
Amerika Selatan, glikosida jantung banyak digunakan untuk racun panah. Efek farmakologi
terutama terhadap jantung. Glikosida jantung ditemukan pada beberapa keluarga tumbuhan :
Apocynaceae, Liliaceae, Moraceae dan Ranunculaceae. Sumber glikosida jantung yang
utama dalam perdagangan adalah dari genus Digitalis dan Strophantus. Genus ini juga
merupakan sumber saponin. Contohnya senyawa digitonin (aglikon: digitoksigenin)
dari Digitalis purpurea.
Glikosida jantung alamiah dapat diperoleh dari berbagai tanaman, antara lain:
a) Folia digitalis purpurea : digitoksin, gitoksin, gitalin
b) Folia digitalis lanata : Lanatosid A (hidrolisa menghasilkan digitoksin), lanatosid B
(hidrolisa menghasilkan gitoksin), lanatosid C (hidrolisa menghasilkan digoksin).
c) Stofantus gratus : quabain
d) Strofantus kombe : strofantin
e) Urginea maritma (ganggang laut) : skilaren (zat aktif yang memacu kerja jantung)
Digoksin meningkatkan influks kalsium ke dalam sel-sel miokardial. Digoksin adalah
glikosida jantung yang paling sering digunakan, terutama untuk alas an
farmakokinetik. Bila membandingkan obat-obat ini sangat berguna untuk mengaitkan
digitoksin dengan “lebih banyak dan lebih lama”(Digitoksin mempunyai huruf lebih
banyak disbanding digoksin, membuatnya menjadi kata yang lebih panjang).
Mekanisme kerjanya menghambat Na+ / K + - ATPase (pompa natrium) dan tinggi aliran Ca+
+ ke dalam. Kontraksi ditingkatkan dengan naiknya Ca++ intrasel. Naiknya curah jantung dan
berkurangnya ukuran jantung, aliran balik vena dan volume darah, menyebabkan diuresis
dengan meningkatnya perfusi ginjal. Memperlambat kecepatan ventrikel pada fibrilasi atau
fluter atrium dengan meningkatnya sensitivitas nodus AV terhadap penghambatan vagal.
Tingginya resistensi vascular perifer. Indikasinya gagal jantung, fibrilasi atrium, flutter
atrium, takikardi poroksimal, juga diindikasikan untuk hipoventilasi, syok kardiogenik dan
syok tirotoksik, sering diberikan dahulu dosis muatan untuk mencapai kadar terapeutik lebih
cepat. Efek yang tak diinginkan digoksin intoksikasi digitalis (tanda-tanda toksisitas terjadi
pada 10-25% pasien yang mendapat digitalis. Toksisitas sering kali fatal dan terjadi lebih
sering pada pasien yang mendapat tiazid/diuretic boros-kalium lain), bradikardi, blok nodus
AV/SA, aritmia. Juga anoreksia, mual, muntah, diare, sakit kepala, kelelahan, malaise,
gangguan visual dan ginekomastia. Peningkatan resistensi perifer dapat meningkatkan beban
kerja jantung, memperburuk kerusakan iskemik.
Digitoksin, mempunyai waktu paruh lebih panjang, lebih banyak diadsorbsi dari
saluran cerna, lebih banyak terikat protein dan dimetabolisme lebih luas sebelum
ekskresi. Sedangkan digoksin tidak dimetabolisme sama sekali. Mekanisme kerja dan
efek yang tak diinginkan sama dengan digoksin, sedangkan indikasinya jarang
digunakan karena waktu paruh panjang (bila timbul toksisitas, sulit mengeluarkan
obat aktif dari tubuh). Berguna pada pasien dengan gagal ginjal karena tidak dapat
mengekskresi digoksin.
Dobutamin, meningkatkan produksi cAMP dengan mengikat reseptor adrenergik β1.
Mekanisme kerjanya agonis adrenergik yang memilih reseptor β1. Dengan dosis
sedang, meningkatkan kontraktilitas tanpa meningkatkan frekuensi jantung atau
tekanan darah. Efek minimal pada pembuluh darah. Indikasinya untuk meningkatkan
curah jantung pada gagal jantung kronik. Dapat digunakan dengan obat penurun
beban akhir. Juga digunakan untuk mengobati syok. Efek tak diinginkan, takikardi,
hipotensi, mual, sakit kepala, palpitasi, gejala angina, dispnea aritmia ventrikel.
Amrinon, menghambat degradasi cAMP (cAMP adalah pembawa pesan biokimia
yang merangsang jantung. Mekanisme kerjanya menghambat fotodiesterase/enzim
yang memecahkan cAMP). cAMP meningkatkan ambilan kalsium, meningkatkan
kontraktilitas isi sekuncup, fraksi ejeksi dan kecepatan sinus. Menurunkan resistensi
perifer. Indikasinya ditambahkan pada terapi digoksin bila gagal jantung menetap
meskipun telah diberi digoksin. Efek tak diinginkan, intoleransi saluran cerna,
hepatotoksisitas, demam, trombositopenia reversibel (20%). Tidak aritmogenik.
Milrinon, mekanisme kerjanya 20 kali lebih paten disbanding amrinon. Kerjanya
sama. Indikasinya mirip amrinon, sedangkan efek tak diinginkannya efek samping
sangat sedikit. Pernah dilaporkan sakit kepala dan pemburukan angina.
Semua glikosida jantung mempunyai efek :
1.Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (kerja inotropik positif)
2.Memperlambat frekuensi denyut jantung (kerja kronotropik negatif)
3.Menekan hantaran rangsang (kerja dramatropik negatif)
4.Menurunkan nilai ambang rangsang.
Mekanisme kerja :
Glikosida jantung bekerja menghambat enzim Natrium-kalium ATPase pada reseptor di
membran sel, khusunya di miokardium, pertukaran ion-ion Na+ – K+ diubah menjadi
pertukaran ion-ion Na+ – Ca++, meningkatkan influks Ca menjadi protein kontraktil Ca-
dependen pada sel otot jantung.
Farmakokinetik :
Bioavailabilitas preparat oral sangat bervariasi, sehingga perlu memonitor kadarnya dalam
serum. Adsorbsinya dihambat oleh adanya makanan dalam saluran cerna. Derajat adsorbsi
lanatosid C adalah 50%, tepung dan tincture digitalis 20%, digoksin 50%, digitoksin 100%.
Jadi, pada digitoksin seluruhnya diadsorbsi masuk ke dalam darah, sama seperti pada
pemberian IV. Ekskresi berbeda-beda menurut jenis masing-masing. Indikasi klinik glikosida
digitalis untuk lemah jantung kongestif dan untuk depresi nodus AV.
Diuretika
Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis) melalui
kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan
mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat
yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin,teofilin), memperbesar volume darah
(dekstran) atau merintangi sekresi hormone antidiuretik ADH (air, alkohol).
Ginjal memegang peranan penting dalam patogenesis gagal jantung, sebab pengurangan
volume cairan ekstrasel dengan diuretika akan menurunkan preload, mengurangi bendungan
paru dan edema di perifer, karena itu dewasa ini diuretika sering dipakai sebagai obat
pertama pada gagal jantung bendungan ringan dengan denyut jantung yang normal. Golongan
tiazid adalah obat terpilih untuk gagal jantung.
Pembentukan kemih, fungsi ginjal
Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan semua
zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah. Untuk ini, darah mengalami filtrasi, di
mana semua komponennya melintasi ‘saringan’ ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel
darah. Setiap ginjal mengandung lebih kurang 1 juta filter kecil ini (glomeruli) dan setiap 50
menit seluruh darah tubuh (ca 5 liter) sudah ‘dimurnikan’ dengan melewati saringan tersebut.
Fungsi penting lainnya adalah meregulasi kadar garam dan cairan tubuh. Ginjal merupakan
organ terpenting pada pengaturan homeostatis, yakni keseimbangan dinamis antara cairan
intra dan ekstrasel, serta pemeliharaan volume totaldan susunan cairan ekstrasel.
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler)
yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai
saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air, garam-gram dan glukosa. Ultrafiltrat,
yang diperoleh dari filtrasi dan berisi banyak air serta elektrolit akan ditampung di wadah
yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian
disalurkan ke pipa kecil. Tubuli ini terdiri dari bagian proksimal dan distal, yang letaknya
masing-masing dekat dan jauh dari glomerulus, kedua bagian ini dihubungi oleh sebuah
lengkungan (Henle’s loop). Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif air dan komponen
yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam, antara lain ion Na+. Zat-zat
ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli. Sisanya yang tak
berguna seperti ‘ampas’ perombakan metabolisme protein (ureum) untuk sebagian besar tidak
diserap kembali.
Akhirnya, filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus
colligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat disalurkan ke
kandung kemih dan ditimbun di sini sebaga urin. Dengan demikian, ultrafiltrat yang setiap
harinya dihasilkan rata-rata 180 liter oleh seorang dewasa, dipekatkan sampai hanya lebih
kurang 1 liter air kemih. Sisanya, lebih dari 99% direabsorpsi dan dikembalikan pada darah.
Dena, dipekatkan sampai hanya lebih kurang 1 liter air kemih.gan demikian, suatu obat yang
cuma sedikit mengurangi reabsorpsi tubuler, misalnya dengan 1% mampu melipatgandakan
volume kemih (menjadi ca 2,6 liter).
Mekanisme Kerja Diuretika
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga
pengeluarannya lewat kemih demikian juga dari air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja
khusus terhadap tubuli, tetapi juga di tempat lain, yakni di :
1.tubuli proksimal. Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi
secara aktif untuk lebih kurang 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan
ureum. Karena reabsorpsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak
berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol, sorbiotol) bekerja
dengan merintangi reabsorpsi air dan juga natrium.
2.lengkungan Henle. Di bagian menaik Henle’s loop ini ca 25%dari semua ion Cl- yang
telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+,
tetapi tanpa air hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan seperti furosemida,
bumetanida dan etakrinat bekerja terutama dengan merintangi transport Cl- dan demikian
reabsorpsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga diperbanyak.
3.tubuli distal. Na+ direabsorpsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair
dan lebih hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan
memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Kemudian ion Na+ ditukarkan dengan
ion K+ atau NH4+. Proses ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal aldosteron. Antagonis
aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren) bertitik kerja
di sini dengan mengakibatkan ekskresi Na+(kurang dari 5%) dan retensi K+.
4.saluran pengumpul. Hormon antidiuretika ADH (vasopresin) dari hipofise bertitik kerja di
sini dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.
Penggolongan
Pada umumnya diuretika dibagi dalam beberapa kelompok, yakni :
Diuretika lengkungan : furosemida, bumetanida dan etakrinat.
Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak digunakan pada
keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. memperlihatkan kurva dosis-efek
curam, artinya bila dosis dinaikkan efeknya (diuresis) senantiasa berubah.
Derivat thiazida : hidroklorothiazida, klortalidon, mefrusida, indapamida, xipamida
(Diurexan) dan klopamida.
Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan pada
terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung (decompensatio cordis). Obat-obat ini
memiliki kurva dosis-efek datar, artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi, efeknya (diuresis,
penurunan tekanan darah) tidak bertambah.
Diuretika penghemat kalium : antagonis aldosteron (spironolakton, kanrenoat),
amilorida dan triamteren.
Efek obat-obat ini hanya lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya
guna menghemat ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K,
proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis aldosteron. Amilorida dan triamteren
dalam keadaan normal hanya lemah efek sekresinya mengenai Na dan K, tetapi pada
penggunaan diuretika lengkungan dan thiazida yang mengekskresi kalium dengan kuat, zat-
zat penghemat kalium ini menghambat ekskresi K dengan kuat pula. Mungkin juga ekskresi
dari magnesium.
Diuretika osmotis : manitol dan sorbitol.
Obat-obat ini hanya direabsorpsi sedikit oleh tubuli, hingga reabsorpsi air juga terbatas.
Efeknya adalah diuresis osmotis dengan ekskresi air tinggi dan relative sedikit ekskresi Na.
Terutama manitol, hanya jarang digunakan sebagai infuse intravena untuk menurunkan cairan
dan tekanan intraokuler, juga untuk menurunkan volume CCS (cairan cerebrospinal) dan
tekanan intracranial (dalam tengkorak).
Perintang-karbonanhidrase : asetazolamida.
Zat ini merintangi enzim karboanhidrase di tubuli proksimal, sehingga di samping karbonat
juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air. hasiat diuretiknya hanya
lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu digunakan secara selang-seling
(intermittens).
Penggunaan
Diuretika digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air,
khususnya pada hipertensi dan gagal jantung.
a) Hipertensi. Guna mengurangi volume darah seluruhnya hingga tekanan darah (tensi)
menurun. Khususnya derivat thiazida digunakn untuk indikasi ini. Diuretika lengkungan pada
jangka panjang ternyata lebih ringan efek antihipertensifnya, maka hanya digunakan bila ada
kontraindikasi untuk thiazida, seperti pada insufiensi ginjal. Mekanisme kerjanya
diperkirakan berdasarkan penurunan daya tahan pembuluh perifer. Dosis yang diperlukan
untuk efek antihipertensi adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretic. Thiazida
memperkuat efek obat-obat hipertensi beta-blockers dan ACE-inhibitors, sehingga sering
dikombinasi dengannya. Penghentian pemberian thiazida pada lansia tidak boleh secara
mendadak, karena risiko timbulnya gejala kelemahan jantung dan peningkatan tensi.
b) Gagal jantung (decompensatio cordis), yang bercirikan peredaran darah tak sempurna
lagi dan terdapat cairan berlebihan di jaringan, akibatnya air tertimbun dan terjadi udema,
misalnya dalam paru-paru (udema paru). Begitu pula pada sindrom nefrotis, yang bercirikan
udema tersebar akibat proteinuria hebat karena permeabilitas dipertinggi dari membran
gromeruli, atau pada busung perut (ascites) dengan air tertumpuk di rongga perut akibat
cirrosis hati (hati mengeras). Untuk indikasi ini terutama digunakan diuretika lengkungan,
dalam keadaan parah akut secara intravena (asthma cardiale, udema paru). Thiazida dapat
memperbaiki efeknya pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Selain itu, thiazida juga
digunakan dalam situasi di mana diuresis pesat bisa mengakibtkan kesulitan, seperti
pada hipertrofi prostat.
Penyalahgunaan
Tak jarang diuretika disalahgunakan dalam kur melangsingkan tubuh bagi orang gemuk
(overwight) dengan jalan mengeluarkan cairannya. Penyustan berat badan yang diperoleh
hanya bersifat sementara. Begitu pula penggunaanya pada udema kehamilan, yang umumnya
tidak dianjurkan karena dapat membahayakan penyaluran darah ke janin.
Efek Samping
Efek-efek samping utama yang dapat diakibatkan diuretika adalah :
a)hipokaliemia, yakni kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretika dengan titik kerja di
bagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion K+ dan H+ karena ditukarkan dengan ion
Na+. Akibatnya adalah kadar kalium plasma dapat turun di bawah 3,5 mmol/liter. Keadaan ini
terutama dapat terjadi pada penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi furosemida atau
bumetanida, mungkin bersama thiazida. Gejala kekurangan kalium ini berupa kelemahan
otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga aritmia jantung, tetapi gejala
ini tidak selalu menjadi nyata.
Thiazida yang digunakan pada hipertensi dengan dosis rendah (HCT dan klortalidon 12,5 mg
sehari) hanya sedikit menurunkan kadar kalium. Oleh karena itu, tak perlu disuplei kalium
(slow-K 600 mg) yang dahulu agak sering dilakukan. Kombinasinya dengan suatu zat
penghemat kalium sudah mencukupi.
Pasien jantung dengan ganguan ritme atau yang diobati dengan digitalis, harus dimonitor
dengan seksama, karena kekurangan kalium dapat memperhebat keluhan dan meningkatkan
toksisitas digoksin. Pada mereka juga dikhawatirkan peningkatan risiko kematian mendadak
(sudden inert deathi).
b)hiperurikemia akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua diuretiak,
kecuali amilorida. Menurut dugaan, hal ini disebabkan oleh adanya persaingan antara
diuretikum dengan asam urat mengenai transpornya di tubuli, terutama klortalidon
memberikan risiko lebih tinggi untuk retensi asam urat dan serangan encok pada pasien yang
peka.
c)hiperglikemia, dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi akibat
dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama thiazida
terkenal menyebabkan efek ini (efek antidiabetika oral diperlemah olehnya).
d)hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar kolesterol total (juga LDL
dan VLDL) dan trigliserida. Kadar kolesterol-HDL yang dianggap sebagai factor pelindung
untuk PJP justru diturunkan, terutama oleh klortalidon. Pengecualian adalah indapamida yang
praktis tidak meningkatkan kadar lipida tersebut. Arti klinis dari efek samping ini pada
penggunaan jangka panjang belum jelas.
e)hiponatriemia. Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretika lengkungan,
kadar Na plasma dapat menurun keras dengan akibat hiponatriemia. Gejalanya berupa
gelisah, kejang otot, haus, letargi (selalu mengantuk), juga kolaps. Terutama lansia peka
untuk dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis pemakaian rendah yang berangsur-angsur
dinaikkan, atau obat diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali seminggu. Terutama pada
furosemida dan etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan alkali dalam darah).
f)lain-lain: ganguan lambung-usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala, pusing dan
jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan
furosemida/bumetanida dalam dosis tinggi.
Interaksi
Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang tidak
dikehendaki, seperti :
penghambat ACE dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru
diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.
obat-obat rema (NSAID’s) dapat agak meperlemah efek diuretis dan antihipertensif
akibat sifat retensi natrium dan airnya.
kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.
aminoglikosida: ototoksisitas diperkuat, berhubung diuretika sendiri dapat
menyebabkan ketulian (reversibel).
antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia.
litium klorida dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.
Zat-zat Tersendiri
1. Furosemida: frusemide, Lasix, Impugan
Turunan sulfonamide ini berdaya diuretic kuat dan bertitik kerja di lengkungan Henle bagian
menaik. Sangat efektif pada keadaan udema di otak dan paru-paru yang akut. Mulai kerjanya
pesat, oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam, intravena dalam beberapa menit dan 2,5
jam lamanya.
Resorpsinya dari usus hanya lebih kurang 50%, PP-nya ca 97%, plasma t-1/2 nya 30-60
menit; ekskresinya melalui kemih secara utuh; pada dosis tinggi juga lewat empedu.
Efek sampingnya berupa umum, pada injeksi i.v. terlalu cepat dan jarang terjadi ketulian
(reversibel) dan hipotensi. Hipokaliemia reversibel dapat terjadi pula.
Dosis : pada udema: oral 40-80 mg pagi p.c., jika perluatau pada insufisiensi ginjal sampai
250-4000 mg sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi i.v. (perlahan) 20-40 mg, pada keadaan kemelut
hipertensi samapi 500 mg. Penggunaan i.m. tidak dianjurkan.
Bumetanida (Burinex) adalah juga derivat sulfamoyl dengan kerja diuretis yang 50
kali lebih kuat. Sifat-sifat kinetiknya lebih kurang sama dengan furosemdia, juga
pengunaannya.
Dosis: oral 0,5-1 mg pagi, bila perlu 3-4 dd. I.m./i.v. 0,5-2 mg.
2. Asam etakrinat: Edecrin
Derivat fenoksiasetat ini juga bertitik kerja di lengkungan Henle. Efeknya pesat dan kuat,
bertahan 6-8 jam. Ekskresinya berlangsung melalui empedu dan kemih. Berhubung
ototoksisitasnya dan seringnya mengakibatkan gangguan lambung usus, zat ini tidak boleh
diberikan pada anak-anak di bawah usia 2 tahun.
Dosis: oral 1-3 dd 50 mg p.c. i.v. (perlahan) 50 mg garam Na.
3. Hidroklorthiazida
Senyawa sulfamoyl ini diturunkan dari klorthiazida yang dikembangkan dari sulfanilamide.
Bekerja di bagian muka tubuli distal, efek diuretisnya lebih ringan dari diuretika lengkungan
tetapi bertahan lebih lama, 6-12 jam. Daya hipotensifnya lebih kuat (pada jangka panjang),
maka banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang.
Seringkali pada kasus yang lebih berat dikombinasikan dengan obat-obat lain untuk
memperkuat efeknya, khususnya beta-blockers. Efek optimal ditetapkan pada dosis 12,5 mg
dan dosis di atasnya tidak akan memperoleh penurunan tensi lagi (kurva dosis efek datar).
Zat induknya klorthiazida berkhasiat 10 kali lebih lemah, maka kini tidak digunakn lagi.
Resorpsinya dari usus sampai 80%, PP-nya ca 70% dengan plasma-t1/2 6-15 jam.
Ekskresinya terutama lewat kemih secara utuh.
Dosis: hipertensi: 12,5 mg pagi p.c., udema: 1-2 dd 25-100 mg, pemeliharaan 25-100 mg 2-
3x seminggu.
Sediaan kombinasi:
- Lorinid, Moduretic = HCT 50 + amilorida 5 mg
- Dytenzide = HCT 25 + triamteren 50 mg
*Derivat HCT telah banyak sekali disintesa, senyawa ini memiliki daya kerjasama dan
hanya berlainan mengenai potensi dan lama kerjanya, rata-rata 12-18 jam. Khususnya
digunakan dalam kombinasi dengan obat-obat hipertensi lain, antara lain:
* Aldazide = buthiazida 2,5 + spironolakton 25 mg
* Dyta-urese = epitizida 4 + triamteren 50 mg.
* Inderetic = bendroflumethiazida 2,5 + propranolol 80 mg.
4. Klortalidon: Hygroton
Derivat sulfonamide ini rumusnya mirip dengan thiazida, begitu pula khasiat diuretis sedang.
Mulai kerjanya sesudah 2 jam dan bertahan sangat lama, antara 24-72 jam tergantung pada
tingginya dosis. Efek hipotensifnya bertambah secara berangsur-angsur dan baru optimal
sesudah 2-4 minggu.
Resorpsinya dari usus tak menentu, rata-rata 50% dan mengalami FPE dari 10-15%. Plasma-
t1/2nya amat tinggi, lebih kurang 54 jam, mungkin berhubung terikat kuat pada eritrosit.
Ekskresinya lewat kemih lebih kurang 45% secara utuh.
Dosis: hipertensi: 12,5 mg pagi p.c. (dosis optimal), udema: setiap 2 hari 100-200 mg,
pemeliharaan 25-50 mg sehari.
Sediaan kombinasi:
*Trasitensisn = klortalidon 10 + oksprenolol 80 mg
*Tenoretic 50 = klortalidon 12,5 + atenolol 50 mg
5. Indapamida (Natrilix, Fludex)
Adalah derivat sulfamoyl long-acting dengan efek hipotensif kuat pada dosis sub-diuretis,
yang baru optimal setelah 2-4 bulan. Efeknya bertahan beberapa minggu sesudah terapi
dihentikan, tanpa terjadi rebound effect.
Resorpsinya lengkap, bersifat sangat lipofil dan terikat kuat pada eritrosit.
Vasodilator
Vasodilator didefinisikan sebagai zat-zat yang berkhasiat melebarkan pembuluh secara
langsung. Zat-zat dengan khasiat vasodilatasi tak langsung tidak termasuk definisi ini,
misalnya obat-obat hipertensi yang menimbulkan vasodilatasi melalui blockade saraf-saraf
perifer, aktivasi saraf-saraf otak atau mekanisme lainnya, seperti alfa dan beta blockers,
penghambat ACE dan antagonis kalsium. Vasodilator berperan penting dalam mengatasi
gagal jantung berat, lebih-lebih karena hipertensi, penyakit jantung iskemik dan aorta
insufisiensi. Vasodilator akan memperbaiki keseimbangan kardiovaskuler. Contohnya
natrium nitroprusid, nitrogliserin, hidralazin, kaptropil.
Berdasarkan penggunaannya dapat dibedakan tiga kelompok vasodilator, yaitu :
a) obat-obat hipertensi: (di)hidralazin dan minoksidil.
b) vasodilator koroner (obat angina pectoris): nitrat dan nitrit.
c) vasodilator perifer (obat gangguan sirkulasi): buflomedil, pentoxifilin, ekstrak Ginko
biloba, siklandelat, isoksuprin dan turunan nikotinat.
Ditinjau dari sudut farmakodinamika, vasodilator perifer dan obat-obat antihipertensi dengan
daya vasodilatasi tidak dapat dipisahkan dengan tegas. Perbedaannya terutama terletak pada
penggunaannya, yakni vasodilator perifer terutama diperuntukkan perbaikan sirkulasi pada
keadaan peredaran darah terhalang (ischemia). Akan tetapi, sejumlah obat hipertensi tertentu
juga digunakan sebagai vasodilator perifer, misalnya antagonis kalsium dan alfa-blockers.
Penggolongan Vasodilator
Vasodilator dapat digolongkan secara kimiawi dan menurut titik kerjanya, yaitu:
1. alfa-blockers: prazosin, buflomedil dan kodergokrin.
Zat-zat ini merintangi reseptor alfa-adrenergik dengan efek memperlemah daya
vasokonstriksi noradrenalin terhadap arteriole.
2. beta-adrenergika: isoxuprin.
Zat ini menstimulasi reseptor beta-adrenergik di arteriole dengan efek vasodilatasi di
bronchia dan otot, tetapi terutama di bagian yang tidak sakit.
3. antagonis Ca: nifedipin dan nimodipin, bensiklan, flunarizin dan sinarizin.
Obat-obat ini memblok saluran Ca (calcium channels) di sel otot jantung dan otot-otot
pembuluh, sehingga menghindarkan kontraksi dengan efek vasodilatasi di arteriole. Dinding
vena tidak dipengaruhi karena jauh kurang sensitif.
4. derivat nikotinat: nikotinilalkohol, xantinol-, inositol-, metal-, dan tokoferol-
nikotinat.
Asam nikotinat dan derivat-derivatnya terutama mendilatasi pembuluh kulit di muka, leher
dan otot lengan, sedangkan penyaluran darah ke bagian bawah tubuh justru berkurang. Maka
itu, zat ini kurang berguna terhadap gangguan sirkulasi di betis atau kaki (claudicatio), lebih
efektif pada vasospasme di kulit (S. Raynaud).
5. obat-obat lainnya: iloprost, pentoksifilin, ekstrak Gingko
biloba dan siklandelat(Cycloslasmol).
Efek Samping
Semua vasodilator menimbulkan bebrapa efek samping yang bertalian dengan vasodilatasi,
yakni:
turunnya tekanan darah (hipotensi) dengan pusing dan nyeri kepala berdenyut-
denyut. efek hipotensif dari obat-obat hipertensi dapat diperkuat.
tachycardia reflektoris (frekuensi jantung naik akibat aksi balasan) dengan gejala
debar jantung (palpitasi), peraaan panas di muka (flushing) dan gatal-gatal.
gangguan lambung-usus, seperti mual dan muntah-muntah. Guna mengurangi efek
yang tak diinginkan ini, vasodilator sebaiknya diminum pada waktu atau sesudah
makan.
Zat-zat Tersendiri
1. Buflomedil: Loftyl
Derivat pyrrolidin ini berkhasiat alfa-adrenolitik (alfa-blocker), menghambat agregasi
trombosit dan memperbaiki kelenturan eritrosit dengan efek meningkatkan sirkulasi darah
perifer. Efektif pada claudicatio dengan memperbaiki jarak jalan tanpa nyeri dan total
efeknya baru nyata setelah 2-4 minggu.
Efek sampingnya berupa umum; pada dosis terlampaui tinggi dapat terjadi agitasi, rasa
kantuk, malah konvulsi.
Dosis: oral 2 dd 150 mg selama minimal 12 minggu. Setengah dosis pada gangguan hati dan
ginjal serta lansia.
2. Kodergokrin: DH3, dihidroergotoksin, Hydergin.
Campuran tiga derivat-dihidro dari ergotoksin (= ergokornin + ergokristin + ergokriptin)
berdaya memblok reseptor alfa-adrenolitik dengan efek vasodilatasi dan tidak bekerja
oxytocic. Sifat ini berlawanan dengan zat induknya yang berkhasiat vasokonstriksi dan
mengakibatkan kontraksi rahim.
Di samping itu, zat ini juga menstimulasi neurotransmisi di otak dengan mengaktifkan
reseptor dopamine dan serotonin dan dikatakan memperbaiki metabolisme sel-sel otak yang
terganggu. Atas dasar ini, kodergokrin digunakan pada keadaan dementia dengan efek yang
tak menentu, juga digunakan pada gangguan sirkulasi perifer dan sebagai profilaksis pada
pelbagai jenis sakit kepala, antara lain migrain. Pada M.Alzheimer tidak berguna. Lama
kerjanya hanya singkat, ca.3 jam.
Resorpsinya dari usus 30% dengan FPE besar, hingga BA-nya hanya ca 10%. PP-nya 80%,
plasma t-1/2nya lebih kurang 2 jam. Ekskresinya terutama melalui tinja dan hanya 2% lewat
kemih secara utuh.
Efek sampingnya yang paling sering terjadi adalah hidung tersumbat, jarang mual dan
muntah, kulit menjadi merah dan bradycardia.
Dosis: oral sebagai (mesilat) 3 dd1,5 mg a.c, i.v. 1-2 dd 0,3 mg
3. Isoxsuprin: Duvadilan
Derivat-fenoksi ini adalah adrenergikum dengan kerja antikolinergenik, juga berkhasiat
vasodilatasi dan menurunkan viskositas darah dengan memperbaiki kelenturan eritrosit.
Terutama bekerja terhadap pembuluh otot di beberapa organ, termasuk uterus dan bekerja
lebih ringan terhadap pembuluh kulit. isoxsuprin mengurangi frekuensi dan intensitas
kontraksi uterus (spontan atau akibat oxytocin). Digunakan pada S.Raynaud dan juga pada
abortus mengancam serta nyeri haid dengan kejang-kejang.
Resorpsinya dari usus baik, BA-nya hanya 3%, plasma t-1/2nya ca 2 jam. Ekskresinya
terutama lewat kemih. Efek sampingnya jarang terjadi dan bersifat umum. Obat ini aman bagi
wanita hamil dan menyusui.
Dosis: oral pada vasospasme perifer dan dysmenorroe 3-4 dd 10-20 mg (klorida) p.c., i.m. 3
dd 10 mg.
4. Nifedipin: Adalat/retard
Derivat dihidropiridin ini termasuk kelompok antagonis kalsium (calcium entry blockers)
yang berdaya menghambat masuknya Ca ke dalam sel-sel otot jantung dan sel-sel otot polos
dinding arteri. Oleh karena itu, kontraktilitas sel-sel tersebut dihambat dengan efek
vasodilatasi. Banyak digunakan antara lain pada penyakit jantung angina pectoris dengan
menghindarkan terjadinya kejang hingga penyaluran darah ke otot jantung meningkat, juga
pada hipertensi berkat daya vasodilatasi perifernya dan pada S.Raynaud guna meniadakan
kejang di jari-jari tangan.
Dosis: pada S.Raynaud oral 2 dd 10-40 mg tablet retard.
5. Nimodipin (Nimotop) adalah derivat lipofil dengan khasiat dan penggunaan yang sama. Di
samping indikasi di atas, zat ini digunakan pula setelah pendarahan otak untuk mencegah
keluhan ischemia akibat kejang pembuluh otak. Dianjurkan pula pada kelemahan fungsi otak
(ingatan dan pikiran).
Pada suatu studi dengan 755 lansia (Perrugia Nimodipine Study Group,1993) telah
dibuktikan efek baiknya terhadap daya belajar dan ingatan lemah. Cara kerjanya berdasarkan
teori bahwa pada proses menua metabolisme kalsium terganggu dan tidak berlangsung
normal lagi. Antagonis Ca nimodipin berdaya menormalisasi pertukaran zat yang terganggu
itu.
Dosis: oral 4-6 dd 60 mg.
DAFTAR PUSTAKA
Djamhuri, Dr.Agus. 1995. FARMAKOLOGI DENGAN TERAPAN KHUSUS DI KLINIK
DAN PERAWATAN. Jakarta: Hipokrates.
Gan, Sulistia. 1987. FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI III . Jakarta: FKUI.
Katzung, Bertram G. 1998. FARMAKOLOGI DASAR DAN KLINIK EDISI VI-BOOK
I..Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mycek, Mary J. dkk. 2001. FARMAKOLOGI ULASAN BERGAMBAR EDISI II. Jakarta:
Widya Medika..
Syamsuir. 1994. CATATAN KULIAH FARMAKOLOGI BAGIAN II. Jakarta: FKU Sriwijaya.