obat gagal jantung

26
1. INOTROPIK a. Glikosida Jantung Glikosida jantung mempunyai efek inotropik positif, yaitu memperkuat kontraksi otot jantung sehingga meningkatkan curah jantung. Efek inotropik positif terjadi melalui peningkatan konsentrasi ion Ca sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung. Glikosida jantung alamiah dapat diperoleh dari berbagai tanaman, yaitu: • Folia digitalis purpurea menghasilkan digitoksin, gitoksin, dan gitalin. • Folia digitalis lanata menghasilkan lanatosid A (hidrolisisnya menghasilkan digitoksin) lanatosid B (hidrolisisnya menghasilkan gitoksin) dan lanatosid C (hidrolisisnya menghasilkan digoksin) • Strofantus gratus menghasilkan glikosid ouabain dan Strofantus kombe menghasilkan glikosid strofantin. • Urginea maritime (ganggang laut) menghasilkan skilaren, yakni zat aktif yang memacu kerja jantung. Farmakodinamik, semua glikosida jantung mempunyai farmakodinamika yang sama, dan hanya berbeda dalam farmakokinetiknya, Glikosida jantung mempunyai efek : • Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (kerja inotropik positif). • Memperlambat frekuensi denyut jantung (kerja kronotropik negatif).

Upload: mohammad-fadel-satriansyah

Post on 10-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

obat gagal jantung

TRANSCRIPT

1. INOTROPIKa. Glikosida JantungGlikosida jantung mempunyai efek inotropik positif, yaitu memperkuat kontraksi otot jantung sehingga meningkatkan curah jantung. Efek inotropik positif terjadi melalui peningkatan konsentrasi ion Ca sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung.

Glikosida jantung alamiah dapat diperoleh dari berbagai tanaman, yaitu:

Folia digitalis purpurea menghasilkan digitoksin, gitoksin, dan gitalin.

Folia digitalis lanata menghasilkan lanatosid A (hidrolisisnya menghasilkan digitoksin) lanatosid B (hidrolisisnya menghasilkan gitoksin) dan lanatosid C (hidrolisisnya menghasilkan digoksin)

Strofantus gratus menghasilkan glikosid ouabain dan Strofantus kombe menghasilkan glikosid strofantin.

Urginea maritime (ganggang laut) menghasilkan skilaren, yakni zat aktif yang memacu kerja jantung.

Farmakodinamik, semua glikosida jantung mempunyai farmakodinamika yang sama, dan hanya berbeda dalam farmakokinetiknya, Glikosida jantung mempunyai efek :

Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung (kerja inotropik positif).

Memperlambat frekuensi denyut jantung (kerja kronotropik negatif).

Menekan hantaran rangsang (kerja dromotropik negatif).

Menurunkan nilai ambang rangsang. Hal ini akan mempermudah timbulnya rangsangan heterotropik, yang kemudian menyebabkan ekstrasistol.

Mekanisme Kerja, glikosida jantung bekerja menghambat enzim Natrium-Kalium ATP-ase pada reseptor di membran sel. Kemudian di miokardium, khususnya pertukaran ion-ion Na+- K+, diubah menjadi pertukaran ion-ion Na+ - Ca++ meningkatkan influx Ca++ menjadi protein kontraktil tergantung-Ca2+ pada sel otot jantung. Pada nodus AV, glikosida bekerja memperpanjang periode refrakter dan menurunkan kecepatan impuls supraventrikel yang ditransmisikan ke ventrikel. Mekanisme efek ini kurang dimengerti, tetapi tampaknya melibatkan peningkatan aktivitas vagal dan pengurangan sensitivitas nodus AV terhadap impuls simpatik; kedua hal ini menyebabkan penekanan konduksi yang melewati nodus.

Farmakokinetik, Bioavailabilitas sediaan oral sangat bervariasi sehingga perlu memantau kadarnya dalam serum. Absorbsinya dihambat oleh adanya makanan dalam saluran cerna, perlambatan pengosongan lambung, malabsorbsi, dan antibiotika. Ekskresi digitalis berbeda menurut jenisnya masing-masing. Ekskresi terutama melalui ginjal dalam bentuk utuh dan sebagian dalam bentuk yang telah diubah. Sediaan yang paling lambat diekskresikan adalah digitoksin dan yang paling cepat adalah ouabain.

Digitalis, dalam darah digitalis berikatan dengan albumin plasma. Ikatan ini berbeda untuk tiap sediaan digitalis. Metabolismenya terutama terjadi dalam hepar, sehingga pada penderita payah jantung dengan fungsi hepar terganggu kemungkinan terjadinya intoksikasi digitalis lebih besar.

Digoksin, obat ini terikat dengan protein plasma sebanyak 25%; sebagian besar ekskresi melalui urine dalam bentuk utuh. Pada keadaan gagal ginjal dosisnya harus diturunkan. Waktu paruh sekitar 1,6 hari (40 jam).

Digitoksin, sebanyak 90% digitoksin diikat oleh protein plasma. Senyawa ini dimetabolisasi oleh enzim mikrosom hati (salah satu hasil metabolismenya adalah digoksin). Digitoksin mengalami sirkulasi enterohepatik yang nyata, dan waktu paruhnya 4-7 hari. Metabolit hepatik diekskresikan dalam urine.

Oubain, walaupun kerjanya cepat, obat ini jarang digunakan di klinik.

Indikasi Klinik Glikosida Digitalis, diindikasikan untuk (1) lemah jantung kongestif, dan (2) depresi nodus AV. Tujuan pemberian glikosida pada depresi nodus AV ialah untuk mengontrol respons ventrikel terhadap takikardi supraventrikel paroksimal, flutter atrial atau fibrilasi atrial. (katzung.2014)Efek Samping

Gejala saluran cerna, hilangnya nafsu makan dan mual/muntah merupakan gejala paling dini yang timbul pada keracunan digitalis.

Efek pada jantung, antara lain ekstrasistol, fibrilasi atrium, fibrilasi ventrikel (gangguan pembentukan rangsangan), serta dapat terjadi blok SA dan blok AV.

Susunan saraf, sakit kepala, trigeminal neuralgia, capai/lemah, disorientasi, afasia, delirium, konvulsi dan halusinasi.

Gangguan penglihatan, kromatopsia (buta warna sebagian atau seluruhnya); penglihatan kabur, diplopia dan skotomata (adanya daerah buta/sebagian buta dalam visus). Kromatopsia yang sering terjadi adalah warna hijau dan kuning (xantopsia).

Gejala lain: (1) pada laki-laki ada kalanya terjadi ginaekomastia (menyerupai efek estrogen), (2) kelainan kulit dapat berupa urtikaria (jarang sekali), (3) eosinofilia yang nyata dalam darah, dan (4) koagulasi darah, belum ada data-data yang jelas dari klinik.

Interaksi Obat

Hipokalemia dan hipomagnesemia merupakan predisposisi untuk intoksikasi digitalis.

Kalsium dan digitalis mempunyai efek yang sama pada miokard. Efek inotropik digitalis yang positif kemungkinan besar melalui efek Kalsium.

Barbiturat, rifampisin, fenilbutazon, dan fenitoin menginduksi enzim mikrosomal hati sehingga meningkatkan metabolisme digitoksin (metabolitnya digoksin).

Diuretik (potassium loosing diuretic), klortalidon, etakrinik, furosemid, dan golongan diuretik tiazid saling memperkuat efek glikosida jantung.

Obat simpatomimetik memudahkan terjadinya ectopic pacemaker.

Neomisin mengganggu absorbsi digitalis.

Verapamil, nifedipin, amiodaron, kuinidin, tetrasiklin, diazepam, eritromisin, dan hipotiroid dapat meningkatkan efek digoksin. Antasid, prednisone, rifampisin, dan hipertiroid dapat menurunkan efek digoksin. (katzung.2014)b. Dobutamin Dobutamin adalah suatu agonis -adrenergik yang bekerja sebagai inotropik positif pada jantung. Dalam dosis sedang, dopamine meningkatkan kontraktilitas miokard tanpa meningkatkan frekuensi denyut jantung, sedangkan dosis yang lebih tinggi meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Hal ini agaknya menunjukkan kerja yang relatif selektif pada otot ventrikel. Jadi, secara relatif, dobutamin lebih menonjol dalam hal meningkatkan kontraktilitas otot jantung daripada meningkatkan kontraktilitas otot jantung daripada meningkatkan frekuensi denyut janyung sehingga obat tersebut menghasilkan inotropik positif.

Secara kimia, dobutamin mirip dengan dopamin, tetapi mempunyai gugus aromatik sebagai pengganti gugus amino. Katekolamin sintetik ini terutama bekerja pada 1-adrenoreseptor, sedikit memenuhi 2-reseptor dan serta tidak memengaruhi reseptor dopamin. Selain itu, dobutamin juga menambah otomatisitas sinus pada manusia;aksi ini tidak menonjol, seperti pada isoproterenol. Efek yang kontras dengan dopamin, dopamin tidak mempunyai efek reseptor dopaminergik dalam pembuluh darah ginjal sehingga tidak menyebabkan vasodilatasi ginjal.

Efek Samping :

Takikardia dan hipertensi, dalam hal ini dosis diturunkan.

Mual, sakit kepala, palpitasi, nyeri angina, sesak nafas, dan aritmia ventrikel kadang-kadang terjadi.

Fibrilasi atrium. Pada penderits dengan penyakit jantung koroner tanpa gagal jantung, dopamin dapat menyebabkan iskemik miokard.

Toksisitas, karena efek elektrofisiologi yang disebabkan oleh dobutamin tidak jauh berbeda dengan isoproterenol dan dopamin, aritmia kordis dapat terjadi. Dobutamin menambah konduksi AV dan dibarengi dengan fibrilasi atrial. 5 10% pasien memakai dobutamin, irama jantung dan tekanan sistoliknya meningkat. Efek tersebut segera berkurang bila dosis diturunkan. (katzung.2014)c. Inhibitor FosfodiesteraseObat yang termasuk dalam golongan ini adalah amrinon dan milrinon sebagai inhibitor fosfodiesterase yang memacu peningkatan konsentrasi siklik-AMP intrasel, dan meningkatkan kontraktilitas otot jantung atau bersifat inotropik positif. Akhir-akhir ini, hasil uji klinis menunjukkan bahwa obat-obat ini tidak dapat menurunkan angka kematian mendadak dan tidak dapat memperpanjang masa hidup penderita gagal jantung bendungan. (katzung.2014)Diuretik

A. Mekanisme Kerja

a. Farmakodinamik

Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2CI- di ansa Henle asendens bagian epitel tebal; tempat kedanya di permukaan sel epitel bagian lumina) (yang menghadap ke lumen tubuh). Pada pemberian secara IV obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal ini mengakibatkan menurunnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuh proksimal Serta meningkatnya efek awal diuresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini relatif hanya berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstrasel akibat diuresis, maka aliran darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuh proksimal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut yang mencapai bagian epitel tebal Henle asendens, dengan demikian akan mengurangi diuresis.

Masih dipertentangkan apakah diuretik kuat juga bekerja di tubuh proksimal. Furosemid dan bumetanid mempunyai days hambat enzim karbonik anhidrase karena keduanya merupakan derivat sulfonamid, seperti juga tiazid dan asetazolamid, tetapi aktivitasnya terlalu lemah untuk menyebabkan diuresis di tubuh proksimal. Asametakrinat tidak menghambat enzim karbonik anhidrase. Efek diuretik kuat terhadap segmen yang lebih distal dari ansa henle asendens epitel tebal belum dapat dipastikan, tetapi dari besarnya diuresis yang terjadi, diduga obat ini bekerja juga di segmen tubuh lain.

Diuretik kuat juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca++ dan Mg++ juga ditingkatkan sebanding dengan peningkatan ekskresi Na+. Berbeda dengan tiazid, golongan ini tidak meningkatkan re-absorpsi Ca++ di tubuh distal. Berdasarkan atas efek kalsiuria ini, golongan diuretik kuat digunakan untuk pengobatan simptomatik hiperkalsemia.

Diuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat dititrasi (fitrable acid) dan ammonia. Fenomena yang diduga terjadi karena efeknya di nefron distal ini merupakan salah sate faktor penyebab terjadinya alkalosis metabolik.

Bila mobilisasi cairan edema terlalu cepat, alkalosis metabolik oleh diuretik kuat ini terutama terjadi akibat penyusutan volume cairan ekstrasel. Sebaliknya pada penggunaan yang kronik, faktor utama penyebab alkalosis ialah besarnya asupan garam dan ekskresi H+ dan K+. Alkalosis ini seringkali disertai dengan hiponatremia, tetapi masing-masing disebabkan oleh mekanisme yang berbeda.

b. Farmakokinetik

Diuretik kuat mudah diserap melalui saluran cema, dengan derajat yang agak berbeda-beda. Bioavailabilitas furosemid 65% sedangkan bumetenid hampir 100%. Obat golongan ini terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui sistem transpor asam organik di tubuh proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairar tubuh dan mungkin sekali ditempat kerja di daerah yang lebih distal lagi. Probenesid dapat menghambat sekresi furosemid, dan interaksi antara keduanya ini hanya terbatas pada tingkat sekresi tubuh, dan tidak pada tempat kerja diuretik. Torsemid memiliki mass kerja seclikit lebih panjang dad furosemid.

Kira-kira 2/3 clad asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati. Sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya Sebagian kecil dalam bentuk glukoronid. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit.

B. Kontraindikasi

Oleh karena penurunan curah jantung akibat deplesi cairan akan meningkatkan aktivasi neurohormonal yang akan memacu progresi gagal jantung, maka diuretik tidak boleh diberikan pada gagal jantung yang asimtomatik maupun yang tidak ada overload cairan, maka itu diuretic harus selalu diberikan dalam kombinasi dengan penghambat ACE.

C. Dosis

D. Efek Sampinga. Gangguan cairan dan elektrolit

b. Ototoksisitas

c. Hipotensi

d. Efek metabolik

e. Reaksi alergi

f. Nefritis interstisialis alergik

E. Interaksi

Seperti diuretik tiazid, hipopkalemia akibat pemberian diuretik kuat dapat meningkatkan risiko aritmia pada pasien yang juga mendapat digitalis atau obat antiaritmia.

Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida dan antikanker sisplatin akan meningkatkan risiko nefrotoksisitas.

Probenesid mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus sehingga efek diuresisnya berkurang.

Diuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin dan klofibrat melalui penggeseran ikatannya dengan protein. Pada penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat menurunkan klirens litium. Penggunaan bersama dengan sefalosporin dapat meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin. Anti-inflamasi non-steroid terutama indometasin dan kortikosteroid melawan kerja furosemid. (katzung.2014)4. VASODILATORVasodilator berperan penting dalam mengatasi gagl jantung berat, terutama yang disebabkan oleh hipertensi, penyakit jantung iskemik, insufisiensi mitral, dan insufiensi aorta.

Vasodiltor akan memperbaiki keseimbangan kardiovaskular. Pada gagal jantung bendungan, gangguan fungsi kontraksi jantung diperberat oleh peningkatan kompensasi pada preload dan afterload. Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole. Afterload adalah tekanan yang harus diatasi jantung pada saat memompa darah ke sistem arterial. Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung berlebihan. Peningkatan afterload menyebabkan jantung bekerja lebih kuat memompa darah ke sistem arterial. Pemberian vasodilator berguna untuk mengurangi preload dan afterload yang berlebihan. Dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena; vasodilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload.

Pemilihan vasodilator untuk penderita gagal jantung dilakukan berdasarkan gejala gagal jantung dan parameter yang ada. Pada penderita yang tekanan pengisiannya (filling pressure) tinggi sehingga sesak nafas yang menonjol, vasodilator akan membantu mengurangi gejala. Sebaliknya, penderita dengan curah jantung rendah yang ditandai dengan kelelahan umum (fatique) akan tertolong dengan arteriole dilator. Namun, pada penderita gagal jantung kronis yang kurang responsif terhadap pengobatan, biasanya kedua faktor di atas berperan sehingga diperlukan vasodilator yang sekaligus bekerja pada arteriol dan vena.

Vasodilator parenteral misalnya natrium nitroprusid atau nitrogliserin i.v, digunakan untuk mengobati gagal jantung kronis dan eksaserbasi akut yang berat.

Inhibitor ACE dan vasodilator oral jangka panjang, ditujukan untuk gagal jantung kronik yang berat refrakter. Nitrogliserin yang digunakan untuk angina pektoris dapat pula digunakan untuk mengurangi preload sehingga akan mengurangi edema paru. (katzung.2014)a. Natrium Nitroprusid

Karena berefek arteriodilator dan vasodilator, obat ini mengurangi tekanan pengisian dan meningkatkan curah jantung pada penderita gagal jantung dengan gangguan pompa yang berat

Obat ini lebih efektif dan lebih cepat kerjanya. Isi sekuncup yang ditimbulkan dapat mengimbangi turunnya resistensi perifer sehingga tekanan darah biasanya tidak banyak berubah. Kombinasi dengan zat inotropik, misalnya dobutamin akan meningkatkan efektivitasnya, terutama pada penderita dengan komplikasi hipotensi. Dosis yang biasa diberikan adalah 15-20 g/menit pada orang dewasa dan 0,1-8 g/kg BB/menit pada anak-anak. (katzung.2014)

b. Nitrogliserin

Indikasi utama obat ini ialah untuk angina pectoris, tetapi karena dapat mengurangi preload, obat ini bermanfaat untuk menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri dan mengurangi edema paru akut.

Hidralazin

Merupakan arteriodilator. Dalam penggunaan jangka panjang pada gagal jantung bendungan akan memperbaiki hemodinamik walaupun efeknya terhadap kebertahanan hidup masih belum jelas. Refleks takikardi yang sering timbul pada penderita hipertensi jarang terjadi pada pengobatan gagal jantung.

Cara kerja, hidralazin merelaksasi otot polos arteriol secara langsung dan vasodilatasi yang terjadi dapat menimbulkan reaksi kompensasi yang kuat berupa peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung, serta peningkatan renin plasma dan retensi cairan yang akan melawan efek hipotensi obat. Penurunan tekanan diastolik lebih besar daripada tekanan sistolik. Absorbsinya melalui saluran cerna dan hampir sempurna.

Efek samping, dapat berupa :

1. Retensi natrium dan air. Untuk mengatasinya, berikan diuretic.

2. Sakit kepala dan takikardi, dapat diatasi dengan menurunkan dosis.

3. Iskemik otot jantung, gangguan saluran cerna, kulit dan muka memerah, nyeri otot, nyeri sendi, pembesaran limfa, edema, dan toksik hepar. Semuanya dapat pulih kembali bila obat dihentikan. (katzung.2014)

c. Inhibitor ACE (kaptopril, enalapril)

Kaptopril adalah suatu medilator yang bekerja menghambat enzim konversi angiotensin (angitensin Converting Enzyme, ACE). Inhibitor ACE merupakan obat pilihan untuk gagal jantung bendungan, dan lebih baik daripada vasodilator lain. Efek farmakologi inhibitor ACE adalah pada sistem renin-angiotensin, yaitu menghambat perubahan angiotensin I inaktif menjadi angiotensin II yang aktif. Inhibitor ACE ini sangat spesifik. Obat ini tidak berinteraksi secara langsung dengan komponen lain dari sistem renin-angiotensin termasuk reseptor peptide. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat dan merupakan salah satu perangsang kuat terhadap kelenjar adrenal untuk sekresi aldosteron yang merangsang reabsorbsi Na+ dan Cl- dalam ginjal. Karena sistem arteriolar mengalami dilatasi, inhibitor ACE akan mengurangi afterload dan jantung curah meningkat (inotropik positif). Inhibitor ACE bukan hanya menyebabkan dilatasi arteriol sehingga mengurangi afterload melainkan juga menyebabkan venodilatasi sehingga mengurangi retensi cairan dan mengurangi preload. Frekuensi jantung umumnya berkurang, inhibitor ACE ini juga mengurangi tahanan pembuluh darah paru dan tahanan atrial kiri dan ventrikel kiri (preload). Aliran darah otak dan jantung tidak berubah walaupun tekanan darah menurun. Pada pemberian oral, absorbsinya cepat.

Bioavailabilitas rata-rata 60% dan berkurang karena makanan. Obat diberikan 1 jam sebelum makan. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam 1 jam dan waktu paruhnya kira-kira 2 jam. Kurang lebih 95% obat ini dikeluarkan melalui urine. 50% sebagai kaptopril dan sisanya sebagai metabolit. Ekskresi obat ini lambat pada pasien ginjal.

Efek samping

1. Hipotensi, terutama bila diberikan bersama dengan diuretik. Berikan dosis awal sekecil mungkin, lalu lanjutkan sesuai kebutuhan.

2. Insufisiensi ginjal pada pasien stenosis ginjal bilateral. Hal ini disebabkan oleh pengurangan angiotensin II yang diperlukan dalam keadaan tersebut untuk mengonstriksi pembuluh arterial eferens glomerulus sehingga filtrasi memadai.

3. Kulit memerah, indra pengecap terganggu/hilang sama sekali, vertigo, sakit kepala, dan berbagai gejala saluran cerna, proteinemia, dan batuk kering mengendap.

4. Kaptopril tidak dianjurkan untuk wanita hamil.

Indikasi, pasien gagal ventrikel kiri (semua tingkat), termasuk infark miokard. Saat infark miokard terjadi, pengobatan harus dimulai sendiri, mungkin setelah infark miokard. (katzung.2014)II. OBAT ANTIARITMIA

JENIS-JENIS ARITMIAAritmia yang paling sering ditemukan adalah :

1. Flutter Atrium. Pada keadaan ini, kecepatan irama regular yang dikeluarkan oleh jaringan atrium adalah 220-350/menit. Fokus penyebabnya mungkin dari pacemaker atau re-entry circuit. Curah darah atrium tetap bertahan, tetapi kemudian berkurang secara bermakna dan progresif sesuai dengan meningkatnya frekuensi.

2. Fibrilasi Atrium. Dalam hal ini, terdapat irama yang cepat dan tidak teratur (frekuensi atrium 350-1000/menit atau lebih); dan frekuensi irama ventrikel bergantung pada derajat blok AV, biasanya 50-250/menit). Tidak lama kemudian, atrium berkontraksi dalam ragam yang sinkron dan darah mengalami penumpukan kemudian berkumpul di sekitar trabekula dinding atrium.

3. Blok AV. Penekanan konduksi impuls nodus AV dapat memperlambat frekuensi impuls dengan perbandingan konduksi 1:1 (derajat blok I), blok 1 atau lebih impuls atrium merambat secara intermiten sehingga rasio antara denyut atrium terhadap ventrikel menjadi 2:1, 3:2 dan seterusnya (derajat blok xII) atau blok sempurna (derajat blok III). Pada kasus terakhir pacemaker, ventricular (baik natural maupun elektris) harus ada untuk mempertahankan fungsi ventrikel.

4. Ritme hubungan antarventrikular. Iramanya cepat diatur dalam nodus AV atau dalam saraf. Hal ini sering disebabkan oleh digitalis tetapi dapat pula hilang sendiri.

5. Takikardi Supraventrikular. Iramanya cepat yang melibatkan nodus AV dan bagian jaringan trium, serta ventrikel dalam sirkuit re-entry. Berkas penghantar yang ganjil berada di antara atrium dan ventrikel.

6. Debar ventrikel premature. Irama ini terdiri atas debar sinus yang teratur dengan diselingi debar Purkinje atau dari sumber sel ventrikel. Berbagai macam mekanisme menggarisbawahi aritmia ini. Debar ventrikular prematur dapat memacu aritmia ventrikular yang lebih berbahaya. Irama bigeminus merupakan variasi antara gabungan irama sinus yang teratur dan debar ventrikular premature, biasanya dalam rasio 1:1.

7. Takikardi ventrikuler. Irama ini sering diikuti oleh suatu focus jantung atau keracunan digitalis yang berat. Hal ini disebabkan oleh fokus (baik pacemaker maupun re-entry) yang mendominasi ventrikel. Debar sinus dapat berada atau tidak ada di dalam atrium. Takikardi ventrikuler yang cepat, biasanya secara mekanik tidak efisien dan mengurangi curah jantung. Aritmia ini juga merupakan predisposisi berkembangnya fibrilasi ventrikular.

8. Fibrilasi ventrikular. Aritmia ini merupakan kelainan irama yang paling berbahaya dari semua jenis aritmia karena tidak lagi ada curah jantung. Sirkulasi harus segera diatasi dengan defibrilasi atau dengan memijit jantung dari luar dalam sekejap untuk mencegah kerusakan otak atau jantung secara permanen.

Jadi, aritmia adalah hasil otomatisasi yang tidak normal (aktivitas pacemaker ektopik) atau konduksi yang tidak normal (blok atau re-entry). Hasil abnormalitas ini pada gilirannya, berasal dari perubahan pada saluran membran, terutama permeabilitas saluran natrium, kalsium, dan kalium. (katzung.2014)OBAT-OBAT ANTIARITMIAObat antiaritmia memengaruhi aksi potensial dan konduksinya dengan beberapa cara. Secara klinis, hal ini direfleksasikan dalam denyut nadi dan tekanan darah yang sama baiknya, seperti pada EKG.

Obat antiaritmia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas menurut efek elektrofisiologiknya, penggolongan ini tidak selalu dapat dipakai dalam klinik karena tiap obat dapat menunjukkan lebih dari 1 efek elektrofisiologik.

1. KuinidinFarmakologi, merupakan dekstroisomer dari kuinin, absorbsinya cepat pada pemberian oral, dimetabolisasi oleh hati dan diekskresi dengan cepat oleh ginjal.

Efek Elektrofisiologik, (1) Meningkatkan konduksi nodus AV (vagolitik), dan (2) Menurunkan otomatisitas dan memperpanjang aksi potensial pada otot ventrikel, serabut Purkinje, dan otot atrium.

Indikasi Klinik, (1) Aritmia ventrikel dan ektopik ventrikel, (2) Menghilangkan flutter atau fibrilasi atrial. Sebelumnya, penderita harus diobati dulu dengan digitalis atau -blocker untuk menghindari efek vagolitik pada nodus AV dengan mengakibatkan peningkatan respons pada ventrikel sehingga terjadi disritmia atrial, dan (3) Kontraksi prematur atrial.

Efek samping dan Toksisitas, (1) Pada EKG, tampak QT dan QRS sangat memanjang, nodus SA terhenti, blok AV tingkat tinggi, takiaritmia ventrikel, asistol, perlambatan/pemendekan nodus AV, dan dapat mengubah fibrilasi atrium menjadi fibrilasi ventrikel. (2) Hipotensi disebabkan oleh vasodilatasi perifer dan efek inotropik negatif. (3) Gejala saluran cerna berupa mual, muntah, dan diare. (4) Reaksi imunologik berupa drug fever, reaksi anafilaksis, trombositopenia. (5) Sinkonisme, dengan gejala tinnitus, pandangan kabur, gangguan saluran cerna, dan delirium. (6) Sinkop.

Interaksi Obat, (1) Barbiturat, fenitoin, primidon, dan rifampisin dapat meningkatkan metabolisme kuinidin. (2) Simetidin dapat menurunkan metabolisme kuinidin. (3) Amiodaron dapat meningkatkan efek kuinidin. (4) Kuinidin dapat meningkatkan efek digoksin, digitoksin, dan dapat menghambat neuromuscular. (katzung.2014)2. ProkainamidSifat Farmakologis. Struktur kimia prokainamid mirip dengan prokain. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral.

Indikasi Klinik, hampir sama dengan kuinidin. Prokainamid atau kuinidin dapat dipakai salah satu jika yang lain tidak efektif. Prokainamid juga merupakan obat yang baik untuk disritmia ventrikular.

Efek samping dan Toksisitas, dapat berupa; (1) Bradikardi dan blok AV, tingkat blok dan bradikardia pada prokainamid tinggi, (2) Dapat terjadi perubahan fibrilasi atrial menjadi fibrilasi ventrikular, (3) Hipotensi, (4) Delirium, (5) Reaksi imunologik: drug fever, agranulositosis, sindrom mirip-lupus (terutama atralgia dan perikarditis). Berbeda dengan SLE sebenarnya, kecendrungan (predileksi) kurang pada wanita; melibatkan otak dan ginjal, leucopenia, anemia, trombositopenia. Asetilator lambat lebih mudah dipengaruhi (lebih sensitif). (katzung.2014)3. DisopiramidSifat Farmakoligi, Absorbsinya baik pada pemberian oral. Senyawa induk dan metabolitnya diekskresikan melalui ginjal. Kira-kira separuh dari obat mengalami metabolisme lintas-pertama dihati.

Indikasi klinik, Pemberian per oral berperanan penting dalam pengobatan dan pencegahan takikardia ventrikel dan kontraksi ektopik ventrikel.

Toksisitas, Obat ini memberikan efek inotropik negatif terbesar, dapat memperberat payah jantung kongestif. Sifat parasimpatolegiknya menimbulkan retensi urin, konstipasi, dan glaucoma sudut tertutup. Seperti kuinidin dan prokainamid, disopiramid obat ini dapat mengeksaserbasi disritmia ventrikel (jarang). (katzung.2014)4. LidokainSifat Farmakologi, lidokain adalah obat yang banyak digunakan sebagai obat anestesi lokal. Metabolisme terjadi di hati (mengalami de-etilasi), dan diekskresi melalui ginjal.

Indikasi klinik, lidokain merupakan terapi primer untuk disritmia ventrikel (diberikan secara i.v) dan juga digunakan untuk pencegahan disritmia ventricular pada keadaan infark miocard akut (pemberian i.v dan i.m).

Efek samping dan Toksisitas, efek samping yang menonjol pada lidokain adalah : (1) gejala SSP berupa mengantuk, disorientasi, kejang, dan psikosis (terutama pada pasien lanjut usia dan penderita payah jantung kronis); dan (2) Hipotensi.

Interaksi obat, Simetidin dan propranolol dapat meningkatkan toksisitas lidokain.(katzung.2014)5. FenitoinSifat Farmakologis, Fenitoin merupakan derivat hidantoin. Obat ini diabsorbsi dengan baik pada pemberian oral, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Fenitoin dalam darah terikat dengan protein sebesar 90%. Ekskresi melalui ginjal dalam bentuk metabolit terkonjugasi.(katzung.2014)6. BreteliumFarmakokinetik, metabolismenya tidak jelas, dan ekskresi melalui ginjal.

Indikasi klinik, aritmia ventrikularnya di unit perawatan intensif (ICU) atau keadaan henti jantung.

Toksisitas, dapat berupa: (1) Hipotensi (akibat blockade cabang aferen refleks baroreseptor), (2) mual dan muntah, (3) vertigo dan pusing, dan (4) hipertensi dengan golongan simpatomimetik.

7. -BlockerFarmakokinetik, -blocker memiliki ikatan protein yang tinggi, dimetabolisasi di hati dan diekskresikan dalam urine.

Indikasi klinik, -blocker digunakan untuk: (1) Takiaritmia supraventrikular paroksimal, (2) Infark pascamiocard, untuk menurunkan resiko re-infark dan kematian mendadak, dan (3) Pada keadaan tertentu dari miokard infark akut.

Toksisitas, toksisitas yang berhubungan dengan blokade beta pada daerah nonvascular, berupa bronkospasme; eksaserbasi penyakit hipoglikemia; terselubungnya respons simpatik terhadap hipoglikemia;efek inotropik negatif, eksaserbasi dan presipitasi payah jantung kongestif; dan blokade jantung. Toksisitas pada SSP berupa halusinasi, mimpi buruk, dan depresi.(katzung.2014)8. Verapamil dan Inhibitor Kanal Kalsium LainnyaSifat Farmakologis, (1) Obat ini dapat diabsorbsi secara sempurna pada pemberian per oral, tetapi mengalami metabolisme lintas pertama substansia oleh hati dan lebih dari 70% diekskresikan melalui ginjal.

Indikasi klinik, Obat ini akan mengakibatkan takikardia supraventrikular paroksimal (termasuk sindrom Wolf-Parkinson-White) dan fibrilasi atrial.

Toksisitas, efeknya dapat berupa hipotensi, asistolik, dan blok AV.(katzung.2014)9. AmiodaronSifat Farmakologis, pada pemberian amiodaron secara i.v atau per oral, dibutuhkan waktu 2-4 minggu untuk mencapai keadaan yang mantap. Metabolismenya terjadi di hati, dan waktu paruhnya berkisar antara 10-50 hari.

Indikasi klinik, disritmia atrial dan ventricular yang resisten terhadap obat.

Toksisitas, amiodaron dapat menimbulkan efek samping mikrodeposit pada kornea; hiper-dan hipotiroidisme; hepatotoksik; alveolitis dan/atau fibrosis paru; meningkatnya kadar digitalis dan aktivitas obat golongan warfarin, menurunnya fungsi ventrikel kiri; fotosensitivitas; deposit pada kulit sehingga berwarna kebiruan.(katzung.2014)