obat dan penggolongannya

Upload: yudhaignatiusyehuda

Post on 01-Jun-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    1/33

    BAB II

    MATERI PEMBELAJARAN

    A. OBAT DAN PENGGOLONGANNYA

    1. OBAT DAN JENIS OBAT YANG BEREDAR 

    Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan

    untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologis atau keadaan

    keadaan patologi , dalam rangka penetapan diagnosa, penceagahan,

    penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, kontrasepsi, dan sediaan

    biologis. Macam obat yang digunakan dalam pelayanan kesehatan adalah :

    a. Obat Paten : Obat dengan nama dagang dari pabrik yang

    memproduksinya.

    b. Obat Generik : Obat dengan nama generik yaitu nama resmi yang telah

    ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (Internasional Non

    Propietary Names) untuk zat yang berkhasiat yang dikandungnya.

    c. Obat Essensial adalah obat yang terpilih yang paling dibutuhkan untuk

    pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosa, profilaksi, terapi dan

    rehabilitasi, yang harus selalu tersedia pada unit pelayanan kesehatansesuai dengan tingkatnya.

    Beberapa pengertian mengenai obat:

    a. Obat Jadi : Sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk

    digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologis atau

    keadaan keadaan patologi , dalam rangka penetapan diagnosa,

    pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan

    kontrasepsi.

    b. Obat palsu : Obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak berdasarkan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku, obat yang tidak terdaftar,

    dan obat yang kadar zat berkhasiatnya menyimpang lebih dari 20% dari

    basis kadar yang ditetapkan.

    2. PENGGOLONGAN OBAT 

    Untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan obat serta

    pengamanan distribusinya, obat yang beredar di Indonesia digolongkan

    menjadi 6 golongan yaitu :

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    2/33

    1. Obat Bebas (OTC = Over The Counter)

    2. Obat Bebas Terbatas (daftar W = warschuwing)

    3. Obat Wajib Apotik (OWA)

    4. Obat Keras (Daftar G = Gevaarlijk)

    5. Psikotropika

    6. Narkotika

    Obat Bebas :

    Obat bebas adalah golongan obat yang dalam penggunaannya tidak

    membahayakan dan masyarakat dapat menggunakannya tanpa

    pengawasan dokter. Obat-obat dalam golongan ini dapat diperoleh bebas

    tanpa resep dokter dan dapat dibeli di Apotek, toko obat berijin maupun

    warung-warung kecil.

    Dalam rangka pengamanan dan peningkatan pengawasan obat yang

    beredar diperlukan penandaan yang mudah dikenal. Golongan obat bebas

    bebas memiliki tanda khusus lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi

    berwarna hitam. Termasuk dalam golongan obat bebas antara lain : tablet

    vitamin C, tablet vitamin B kompleks, obat gosok rhemason, bedak salicyldan sebagainya.

    Obat Bebas Terbatas

    Golongan obat ini dalam jumlah tertentu (jumlah terbatas)

    penggunaannya cukup aman, tetapi apabila terlalu banyak akan

    menimbulkan efek kurang baik. Pemakian obat ini tidak perlu pengawasan

    dokter sampai jumlah tertentu dan diperoleh tanpa resep dokter di Apotek,

    toko obat berijin dan warung-warung. Golongan obat bebas terbatas pada

    kemasannya bertanda khusus lingkaran berwarna biru dengan garis tepi

    berwarna hitam dan harus dilengkapi dengan tanda Peringatan PI sampai P6

    sebagai berikut:

    P1. Awas Obat Keras. Bacalah aturan memakainnya.

    Contoh : tablet Decolgen, Paramex, Neozep

    P2. Awas Obat keras. Hanya untuk kumur jangan ditelan

    Contoh : Obat kumur Betadin, Listerin

    P3. Awas Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan.

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    3/33

    Contoh : Betadin Solution, Kalpanax Tingtur

    P4. Awas Obat keras. Hanya untuk dibakar

    Contoh : Rokok Anti Asma

    P5. Awas Obat Keras. Tidak boleh ditelan

    Contoh : Rivanol kompres

    P6. Awas Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan

    Contoh : Anusol supositoria

    Untuk menjamin penggunaan obat secara tepat aman dan rasional,

    ditetapkan peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 919/Menkes/Per/X/1993

    tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi

    kriteria :

    a. Tidak dikontra indikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil,

    anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.

    b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan

    resiko kelanjutan penyakit.

    c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus

    yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

    d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggidi Indonesia,

    e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

    dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.

    3. OBAT WAJIB APOTEK 

    Untuk meninkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya

    sendiri guna mengatasi masalah kesehatan , dirasa perlu ditunjang dengan

    sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman

    dan rasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan nomor : 347 /

    Menkes / SK / VII 71990 tentang obat wajib Apotek.

    Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep

    dokter oleh Apoteker di Apotek.

    Contoh : OWA nomor 1 Metampiron maksimal 20 tablet

    Asam mefenamat maksimal 20 tablet.

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    4/33

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    5/33

     

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    6/33

    B. RESEP DAN SALINAN RESEP

    1. KELENGKAPAN DAN LEGALITAS RESEP DAN SALINAN RESEP 

    Pengertian resep

    Resep adalah permintaan tertulis dari dokter , dokter gigi, dokter hewan

    kepada Apoteker Pengelola Apotik untuk menyediakan dan menyerahkan

    obat bagi penderita sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

    Yang berhak menulis resep adalah

    a. Dokter

    b. Dokter gigi, terbatas pada penyakit gigi dan mulut.

    c. Dokter hewan, terbatas pada pengobatan untuk hewan.

    Resep yang lengkap dan syah harus ditulis dengan memuat:

    a. Nama dan alamat penulis resep serta Surat Ijin Praktek Dokter (SIP).

    b. Tanggal penulisan resep (date Prescribed) 

    c. Tanda buka penulisan resep yang berupa

    Simbul: R/ = resipe = ambillah

    Pada bagian kiri setiap penulisan resep (Super Scriptis)

    d. Nama setiap obat, jenis dan jumlah bahan yang terdiri dari : obat pokok =remedium cardinale atau zat aktif.

    Bahan tambahan = remidium adjuvan atau eksipien adalah bahan yang

    bersifat " inert " seperti corrigen Saporis, corrigen odoris, corrigen  

    coloris, vehiculum atau pembawa (inscriptio). 

    e. Macam bentuk sediaan dan jumlah nya yang harus dibuat (Subcriptio). 

    f. Aturan pemakian obat yang tertulis (Signature} = signa = tandailah.

    g. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep (Prescriber 's Signature). 

    h. Nama dan umur pasien, jenis hewan dan pemiliknya untuk dokter hewan.

    Apabila dokter menginginkan resep tersebut dibuat segera maka dokter

    diharuskan menulis tanda disebelah atas dari blanko resep ialah :

    a. Cito = segera atau

    b. Urgent = penting atau

    c. Statim = penting atau

    d. P.I.M. = Periculum In Mom = berbahaya jika ditunda.

    Jika dokter menginginkan resep tersebut dapat diulang, maka resep dokter

    diharuskan menuliskan tanda " her " atau "Iteratie" dan berapa kali resep

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    7/33

    tersebut boleh diulang. Misalnya Iter 3 X, berarti resep tersebut dapat

    dilayani 1 + 3. kali ulangan = 4 kali.

    Selain itu apabila dokter menghendaki resep tersebut dilarang untuk

    diulang, maka dokter harus menuliskan disebelah atas blanko resep tanda "

    N.I." atau " Ne Interetur " = tidak diulang (Pasal 48 W.G. ayat (3) ; SK.

    Men.Kes. R.I. Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/l 981).

    Untuk resep yang mengandung obat narkotika, tidak diperkenankan

    menggunakan iteratie, tetapi harus menggunakan resep yang baru.

    Apabila dokter dengan sengaja memberikan dosis obat melebihi takaran

    maksimum (Maksimal Dosis), maka dibelakang nama obat harus diberi

    tanda ! (tanda seru) atau paraf dokter

    HUBUNGAN DOKTER - APOTEKER – PASIEN

    Salinan resep = copy resep = apograph = Afschrift = Exemplum = Refill

    Prescripion. Merupakan salinan dari resep dokter yang ditanda tangani oleh

    seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan harus memuat keterangan

    yang terdapat dalam resep aslinya serta beberapa keterangan sesuai

    dengan ketentuan dalam SK.Men.Kes.R.I. Nomor : 280/MenKes/SK/V/1981

    yaitu sebagai berikut:

    1. Nama dan Alamat Apotek ;

    2. Nama dan Nomor Surat Ijin Apotek (S.I.A.) ;

    3. Nama, umur pasien ;

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    8/33

    4. Nama Dokter penulis resep ;

    5. Tanggal tertulis resep ;

    6. Tanggal dan Nomor urut pembuatan ;

    7. 7. TandaR/

    8. Tanda det atau detur untuk obat yang sudah diserahkan, tanda

    ne det atau ne detur untuk obat yang belum diserahkan. Apabila

    dalam resep asli terdapat tanda iter (diulang), diberikan tanda det

    orig atau detur originate untuk obat yang sudah diserahkan

    berdasarkan resep aslinya.

    9. Pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek yang menyalin

    dengan Tanda p.c.c =pro copy conform = sesuai dengan aslinya.

    10. Tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek

    11. Cap Apotek Keuntungan penggunaan Bahasa Latin dalam

    penulisan resep adalah :

    1. Bahasa Latin merupakan bahasa mati

    2. Bahasa Latin bahasa Medical Science seluruh dunia

    3. Nama latin obat adalah nama yang tetap dan yang sudah pasti.

    4. Dapat menjaga kerahasiaan isi resep.Beberapa contoh singkatan Bahasa Latin yang ditulis dalam

    resep Pada bagian Inscriptio :

    1. a. a = ana = masing-masing

    2. ad. = ad. = sampai

    3. add. = adde = tambahkan

    4. gtt. = guttae = tetes

    5. No = Numero = jumlah

    6. m.f. = miscefac = campur dan buatlan

    7. dtd. = da tales dosis = berikan sejumlah takaran

    8. dcf. = da cum formula = serahkan dengan resepnya / formulanya

    9. m.f.pot = micefacpotio = campur dan buatlah obat minum

    10. m.d.S.u.e. = misce da signa usus externum = campur dan berikan

    tanda untuk pemakaian luar.

    Pada bagian Signature :  

    1. S. t.d.d. = Signa ter de die = tandailah tiga kali sehari

    2. S.prn = Signa pro re nata_= tandailah jika perlu

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    9/33

    3. a.c. = ante coenam = sebelum makan

    4. a.n. = ante noctem = sebelum tengah malam

    5. S.t.d.d.C I = Signa ter de die Cockier unum = tandailah tiga kali sehari 1

    sendok makan.

    6. S.i.m.m = Signa in manus medicus = tandailah serahkan ketangan dokter

    7. S.lit.or = Signa litus oris = tandailah tutulkan / oleskan pada bibir.

    8. S.b.d.d.gtt.I o.d.et.s = Signa bis de die guttae unum oculo dexter et

    sinister =. tandailah dua kali sehari 1 tetes maka kanan dan kiri.

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    10/33

    Contoh Resep Dokter

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    11/33

    Contoh Salinan Resep Dokter

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    12/33

    C. DOSIS OBAT

    1. MACAM-MACAM DOSIS OBAT 

    Obat yang diberikan kepada pasien akan mengalami proses-proses

    sebelum tiba pada tempat aksi atau jaringan sasaran.

    Secara garis besar proses yang dialami obat dalam badan akan melalui

    fase-fase, yaitu :

    1. Fase biofarmasetik

    2. Fase farmakokinetik

    3. Fase farmakodinamik

    Skema perjalanan obat dalam badan digambarkan sebagai berikut:

    a. Ketersediaan farmassetik (obat siap diabsorpsi)

    b. Ketersediaan hayati (obat untuk memberikan efek)

    Untuk dapat menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus

    mencapai tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup. Tercapainya

    konsentrasi tersebut tergantung dari jumlah (dosis) obat yang diberikan,

    tergantung pada keadaan dan kecepatan obat diabsorpsi dan distribusinya

    oleh aliran darah kebagian lain dari badan.

    - Dosis atau takaran obat yang diberikan kepada pasien agar

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    13/33

    menghasilkan efek terapi yang diharapkan dosisnya harus tepat dan dapat

    digambarkan sebagai jumlah yang cukup tetapi tidak berlebihan.

    Apabila dosis obat yang diberikan kepada pasien tidak tepat akan merugikan

    pasien, seperti dosis obat yang terlalu kecil tidak akan memberikan efek

    terapi, terjadinya resistensi bakteri untuk obat golongan antibiotika. Dosis

    yang terlalu besar dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian.

    Beberapa ketetapan yang berhubungan dengan dosis obat yang tercantum

    dalam Farmakope Indonesia Edisi II tahun 1979 adalah :

    a. Dosis maksimal yang tertera dalam Farmakope adalah dosis untuk

    ornag dewasa, yang tidak boleh dilampui kecuali jika dibelakang

     jumlah obat dibubuhi tanda seru dan paraf dokter penulis resep.

    b. Dosis lazim yang tertera dalam Farmakope hanya merupakan petunjuk

    dan tidak mengikat.

    c. Selain dalam daftar dosis maksimum oral tertera juga pada monografi.

    Beberapa istilah yang digunakan untuk dosis obat antara lain :

    1. Dosis lazim adalah dosis obat yang biasa (lazim) yang diharapkan

    menhnbulkan efek yang diinginkan.

    2. Rentangan dosis lazim adalah suatu dosis obat yang menunjukkankisaran harga dosis lazim.

    3. Dosis awal, dosis pertama atau dosis muat adalah suatu dosis

    obat yang dibutuhkan guna tercapainya konsentrasi obat yang

    diinginkan dalam darah atau jaringan.

    4. Dosis perawatan adalah suatu dosis obat yang digunakan untuk

    mempertahankan konsentrasi obat yang diinginkan dalam

    darah/jaringan sepanjang jadwal terapi.

    5. Dosis pencegahan adalah dosis obat yang diberikan untuk

    melindungi agar pasien tidak terkena penyakit.

    6. Dosis toksik adalah dosis yang dapat mengakibatkan konsentrasi

    dalam darah/jaringan menimbulkan keracunan.

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    14/33

    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT

    Dosis atau takaran obat yang harus diberikan kepada pasien untuk

    menghasilkan efek yang diharapkan tergantung dari banyak factor, antara lain :

    Umur

    Berat badan

    Luas permukaan tubuh

    Jenis kelamin

    Status patologi

    Toleransi terhadap obat

    Waktu penggunaan obat

    Bentuk sediaan dan cara pemakaian obat

    Banyaknya faktor dan variasi biologi berbeda untuk tiap individu yang

    berpengaruh terhadap dosis obat, sehinggga digunakan istilah DOSIS LAZIM.

    Dosis lazim adalah dosis ang dibutuhkan bagi kebayakan pasien atau dosis rata-

    rata yang biasanya (lazim) memberikan efek yang diinginkan dan merupakan

    dosis awal bagi pasien yang menggunakan obat untuk pertama kali.

    KOMBINASI OBAT 

    Dua macam obat yang digunakan pada waktu bersamaan dapat saling

    mempengaruhi kerja masing-masing obat, kemungkinan dapat menunjukkan

    kerja sebagai berikut:

    a. Antagonisme terjadi apabila kerja / aksi kegiatan obat yang pertama

    dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat yang kedua yang memiliki

    khasiat farmakologi berlawanan.

    b. Sinergisme adalah kerjasama antara dua obat dan dikenal ada dua

    macam yaitu :

    Adisi (summasi), efek kombinasi adalah sama dengan jumlah kegiatan

    dari masing-masing obat.

    Potensiasi (=meningkatkan potensi)

    Kedua obat saling memperkuat khasiatnya, sehingga terjadi efek yang

    melebihi jumlah matematisnya.

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    15/33

    PERHITUNGAN DOSIS OBAT

    Cara perhitungan dosis obat pada pasien dewasa.

    a. Untuk obat tunggal

    Dihitung jumlah pemakaian obat untuk sekali pemakaian dan sehari

    pemakaian.

    Perlu diperhatikan apakah dalam bagian incripstio dari resep ada tanda aa., did,,

    ad, Dalam bentuk sediaan apa obat dalam resep tersebut dibuat (sediaan padat,

    semi padat, atau cair). Perlu diperhatikan juga signature atau aturan pemakaian

    obat seperti s.p.r.n., s.t.t.d., s b d d cth. 

    Hasil perhitungan jumlah pemakaian obat untuk sekali dan sehari dibandingkan

    dengan batasa maksimalnya seperti tercantum dalam Farmakope.

    b. Untuk obat ganda yang kerjanya sinergis (dosis ganda)

    Perhitungan untuk dosis ganda dengan cara dihitung terlebih dahulu

    dosis pemakian tunggal masing-masing obat untuk pemakaian sekali maupun

    sehari pemakaian. Dosis ganda dapat dihitung dengan menggunakan rumus

    sebagai berikut:

    Dosis pemekaian A Dosis pemakaian B Dosis pemakaian C

    DOSIS GANDA = ------------------------ + -------------------------- + ---------------------

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    16/33

    c. Rumus Coling (untuk anak umur 1-8 tahun)

    n+1

    ------- X Dosis maksimal dewasa.

    24

    d. Rumus Dilling (untuk anak umur 8-20 tahun)

    n

    ------ X Dosis maksimal dewasa.

    20

    n = umur dalam tahun

    Kriteria pengobatan yang rasional mencakup ketepatan dalam hal : tepat

    diagnosis, indikasi, pemilihan jenis obat, tepat dosis, cara dan jangka waktu

    pemberian, tepat penilaian terhadap kondisi pasien, tepat dalam pemberian

    informasi, tepat evaluasi dan tindak lanjutnya dengan beaya terjangkau dan

    waspada terhadap efek samping obat.

    Agar tercapai tujuan pengobatan yang efektif, aman dan ekonomis, obat

    haras diberikan dengan dosis yang tepat. Dosis yang diberikan kepada pasien

    haras dalam jumlah yang cukup. Pemberian dosis yang cukup berarti pemberian

    dosis sedemikian rupa, sehingga memberikan efek yang diinginkan tanpa dosisberlebihan dan dengan demikian tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan

    seperti timbuhiya toksisitas obat.

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    17/33

    D. INKOMPATIBILITAS FARMASETIS

    Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari

    lingkungan atau dengan obat lain. Interaksi antara obat dengan obat

    didefinisikan sebagai modifikasi efek dari suatu obat karena kehadiran obat yang

    lain, baik diberikan sebelumnya atau bersama-sama. Berdasarkan tempat

    terjadinya, interaksi dapat digolongkan:

    1. Diluar tubuh (Inkompatibilitas Farmasetis)

    2. Didalam tubuh (Inkompatibilitas Farmakologi)

    Berdasarkan mekanisme, interaksi obat dapat digolongkan :

    1. Interaksi Farmasetis atau inkompatibilitas.

    2. Interaksi Farmakokinetik.

    3. Interaksi Farmakodinamik.

    INKOMPATIBILITAS FARMASETIS 

    Inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan / diminum)

    antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat yang

    demikian ini menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimia,yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan

    warna, dan lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat dan interaksi ini biasanya

    akan berakibat in aktivasi obat.

    INKOMPATIBILITAS FARMASETIS

    Inkompatibilitas farmasetis dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

    a) Inkompatibilitas fisika

    b) Inkompatibilitas kimia

    a) Inkompatibilitas fisika

    Inkompatibilitas fisika atau tak tercampuraya obat secara fisika adalah

    peristiwa terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada waktu

    mencampurkan obat atau bahan obat secara fisika tanpa ada perubahan

    susunan kimianya. Bahan obat yang dicampurkan tidak menghasilkan suatu

    campuran yang homogen dan efek yang tidak sesuai dengan tujuan terapi.

    Beberapa peristiwa yang terjadi pada inkompatibilitas fisika antara lain yaitu :

    1. Obat tidak dapat larut (insolubility)

    2. Obat tidak dapat campur (immiscibility)

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    18/33

    3. Terjadinya pengendapan secara fisika (precipitation).

    4. Terjadinya pencairan zat padat (liquifaction)

    5. Pemadatan (solidification)

    6. Adsorpsi (Adsorption)

    b) Inkompatibilitas kimia

    Inkompatibilitas kimia atau tak tercampurkan obat secara kimia adalah

    peristiwa terjadinya perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada waktu

    mencampurkan obat atau bahan obat karena reaksi kimia sehingga terjadi

    perubahan susunan kimia. Bahan obat yang dicampurkan tiak memberikan hasil

    yang homogen dan efek yang tidak sesuai dengan tujuan terapi. Beberapa

    peristiwa yang terjadi pada inkompatibilitas kimia antara lain reaksi:

    1. Pengendapan

    2. asam dengan basa

    3. oksidasi atau reduksi

    4. terjadinya perubahan warna

    5. terjadinya peruraian

    6. reaksi dengan sediaan galenik

    Inkompatibilitas farmasetis dapat terjadi baik pada sediaan padat seperti sediaanpulveres, pulvis, kapsul, pil, supositoria maupun sediaan semi padat seperti

    unguenta dan sediaan cair.

    INKOMPATIBILITAS FARMASETIS PADA SEDIAAN PADAT DAN

    PENGATASANNYA 

    Sediaan Pulveres dan Pulvis 

    Pada prinsipnya sediaan pulveres dan pulvis harus memenuhi

    persyaratan yaitu halus, kering dan homogen, sehingga dapat dihasilkan suatu

    sediaan yang memenuhi persyaratan dan keadaannya tetap utuh sesuai dengan

    tertulis dalam suatu resep.

    Inkompatibilitas fisika yang sering terjadi pada sediaan pulveres dan

    pulvis adalah :

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    19/33

    1). Melelehnya atau melembabnya campuran serbut, akibat terjadinya proses.

    a. Penurunan titik lebur campuran serbuk

    Contoh:

    R/ Hexamin

    Acetosal aa 0.250

    Luminal 0,030

    s.l.q.s. 

    mJ.pulv.dtdNo. XV

    s.tdd pl  

    Rf Mentol 6

    Camphor 5

    Zinc Oxyd 5

    Talc, venetad 50

    m.f.pulv.ads.

    s.tdd pl

    b. Penurunan tekanan uap relatif

    Contoh:R/Kalii bromida 0,200

    Natriiiodida 0,400

    Sacch laktis q.s.

    s.l.q.s. 

    m.f.pulv.dtd No. XV

    s.tdd pl

    R/Natrii bromida 0,200

    Amm. chlorid 0,300

    E lacosacch minth.pip. 0,250

    m.f.pulv dtd No.XV

    s.tdd pl

    c. Bebasnya air hablur

    Contoh:

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    20/33

    R/Magnesii sulfat 10

    Natrii sulfat 15

    Natrii chlorida 5

    m.f.pulvis

    S.tdd CI  

    2).Terjadinya adsorbsi

    Contoh :

    R/CodeinHClO,010  

    Exh. Belladon 0,015

    Bolus alba 0,200

    m.f.pulv. dtd No. XII

    s.b dd Pulv I  

    Inkompatibilitas kimia pada sediaan pulveres dan pulvis terjadi akibat pengaruh

    dari sifat asam atau basa dari obat. Faktor yang berperan dalam reaksi mi antara

    lain adalah derajat keasaman atau kebasahan, kelembaban

    Contoh:

    R/Ephedrin 0,025

    Asetosal 0,400Luminal 0,015

    m.f.pulv. dtd No.XV

    S.t. dd pulv I  

    Inkompatibilitas farmastis yang terjadi pada sediaan pulveres dan pulvis dapat

    diatasi dengan cara:

    1. Memodifikasi cara pencampuran bahan.

    2. Mengganti bahan yang menyebabkan inkompatibilitas dengan bahan lain.

    3. Pemisahan obat secara langsung ataupun tidak langsung.

    Peristiwa inkompatibilitas farmasetis pada umumnya akan berakibat terjadinya

    a) Terjadinya peruraian (deterioration) 

    b) Perubahan warna

    c) Pengendapan (praecipitation) 

    d) Produk yang dihasilkan kurang atau tidak memuaskan (product

    unsatisfactory)

    Pengatasan yang dapat dilakukan apabila terjadi inkompabilitas farmasetis

    antara lain dengan cara:

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    21/33

    a) Memodifikasi urutan campuran

    b) Penggantian bentuk obat atau eksifien

    c) Merubah bahan pelarut

    d) Merubah volume

    e) Pembuatan emulsi

    f) Pembuatan suspense

    g) Penambahan atau pengurangan bahan

    h) Pemisahan obat secara langsung atau tidak langsung

    INKOMPATIBILITAS FARMAKOLOGI/TERAPETIS/INTERAKSI 

    Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari

    lingkungan atau dengan obat lain. Interaksi antara dengan obat didefinisikan

    sebagai efek dari suatu obat karena kehadiran obat lain baik yang diberikan

    sebelumnya atau bersama-sama. Interaksi antara dua obat yang diberikan

    secara bersamaan dapat menghasilkan efek yang bersifat potensiasi atau

    antagonisme (efek yang berlainan) satu dengan obat lain, yang berarti dapat

    menguntungkan atau merugikan.

    Contoh interaksi yang menguntungkan antara lain : kombinasi anti hipertensi, antiTBC, probenecid dengan penisilin, sedangkan yang merugikan antara

    lain kombinasi tetrasiklin dengan antacida, dan kombinasi yang bersifat seperti

    coffein dengan barbital.

    Inkompatibilitas farmakologi ini akan diberikan pada semester berikutnya.

    SUPOSITORIA 

    Inkompabilitas farmasetis pada sediaan supositoria yang dapat timbul

    adalah :

    Adanya obat yang dapat menurunkan ataupun menaikkan titik lebur basis

    oleum Cacao, adanya obat atau larutan obat yang tidak dapat campur dengan

    basis supositoria atau supositorianya menjadi lunak.

    Adapun pengatasannya dapat dilakukan antara lain dengan :

    a. Penambahan bahan yang dapat mempengaruhi titik lebur

    b. Penambahan bahan yang dapat membantu campurnya obat

    dengan basis supositoria

    c. Mengganti dengan basis yang cocok

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    22/33

    Contoh:

    R/ Hidras Chlorali mg. 100

    Ol.Cacao q.s

    m.f.supp.dtd.No.IV

    S. s. d. d. I.

    R/ Acidum Salisil 2

    P.E.G. 1000 7,5

    P.E.G. 4000 2,5

    m.f.Supositoria

    Inkompabilitas Farmasetis yang terjadi pada bentuk sediaan semi padat berupa

    unguenta (salep).

    Unguenta atau salep merupakan sediaan farmasi berbentuk setengah padat

    yang mempunyai persyaratan antara lain bahan obatnya hams larut atau

    terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok, tidak boleh berbau tengik

    dan mudah dioleskan atau digunakan serta halus.

    Inkompabilitas Farmasetis yang terjadi pada sediaan unguenta adalah :1. Keluarnya air (karena system emulsinya rusak / adanya air / larutan obat

    yang tidak terserap basis).

    2. Obat tidak / sukar larut dengan basis salep

    3. Terbentuknya senyawa lain, karena terjadi reaksi kimia.

    Adapun pengatasannya yang dapat dilakukan adalah :

    1. Penggantian sebagian basis dengan basis yang cocok.

    2. Menjaga system emulsi tetap baik / stabil.

    3. Penambahan suatu zat yang membantu tercampurnya obat dengan

    basis.

    4. Dicampur secara tak langsung.

    5. Menghilangkan salah satu bahan yang menimbulkan masalah.

    Contoh:

    R/AcidSalisil 5

     βNaphtol 2

    Sapo Kalimus 10

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    23/33

    Vaselin ad. 40

    m.f.ungt.

    R/Bals. Peruv 2

    Acid Salisil 1

    Vaselin ad. 20

    m.dS.u.e

    R/Iodii 0,6

    Calomel 2,5

    Vaselin 5

    m.dS.u.e

    INKOMPABILITAS FARMASETIS PADA BENTUK CAIR (LIQUID) 

    Pada sediaan cair dapat dijumpai problema inkompabilitas farmasetis

    baik fisis maupun khemis.

    Beberapa peristiwa inkompabilitas fisis pada bentuk sediaan cair antara lain :

    1. Obat tidak dapat larut dalam cairan pembawa (insolubility)  2. Obat tidak dapat campur (immiscibility) 

    3. Pengendapan karena cairan pembanwa.

    Contoh :

    RJSulfasomidin 5

    Phenobarbital 0,100

    PotMgr.c.Tuss 100

    m.d.S.t.d.d.C I  

    Inkompabilitas khemis pada sediaan cair pada umumnya terjadi karena hasil

    reaksi kimia pada waktu mencampur bahan-bahan obat dalam suatu resep.

    Peristiwa tersebut dapat terjadi dengan cepat atau lambat.

    Inkompabilitas khemis yang sering terjadi pada sediaan antara lain :

    1. Terbentuknya endapan (precipitation) 

    Contoh : R/ Syr Thymi 75  

    EphedrinHCl 0,300  

    Papaverin HCl 1 

    Sasa gtt.XV  

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    24/33

    Aqua ad. 300  

    m.f.potio  

    2. Reaksi yang terjadi karena oksidasi atau reduksi

    Adapun peristiwa Inkompabilitas tersebut sering terjadi adalah peristiwa

    oksidasi, sedangkan reduksi jarang terjadi. Oksidasi akan dipercepat de-

    gan adanya sinar, suhu penyimpangan yang berlebihan, pH yang kurang

    tepat, adanya katalis logam berat.

    Bahan-bahan obat yang mudah teroksidasi antara lain : andrenalin, dex-

    trose, vitamin C, Sulfacetamid (tetes mata), sulfonamid injeksi.

    3. Terjadinya perubahan wama.

    Contoh : phenol phthalein (laxative), andrenalin keduanya dalam suasana

    alkalis, senyawa fenol dengan berat logam.

    R/Fenolliq 2,0

    FerriChlorid 4,0

    Gliserin 5,0

    Aqua ment.pip 9,0

    m.f.S.sol.garggle  4. Tidak stabil dalam larutan (terjadi peruraian). Ketidak stabilan obat dalam

    air atau terjadinya peruraian kemungkinan dapat meyebabkan tejadinya

    inkompatibilitas farmakolgis atau interaksi.

    Contoh : Asetal didalam air akan terurai menjadi asam asetat dan asam

    salisilat.

    Phenobarbital sodium dalam air terurai menjadi fenil etil asenil

    ureum.

    R/ Elkosin 5

    Phenobarb.Na 1,6

    C.T.M. 0,050

    O.B.H. ad. 200

    M.f.l.apotio

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    25/33

    5. Pembentukan gas (efervescen)

    Contoh : reaksi antara karbonat dengan asam di dalam air

    R/ Pot.Riveri 200

    adde. 

    Magn.Citrat 5

    Extr.Belladon 0,03

    m. d, S. in. duab. viv. summend. o. m

    6. Tak tercampurkan dengan sediaan galenika

    Sari nabati pada umumnya bereaksi asam sehingga dapat menyebabkan

    keluarnya gas CO2 dengan karbonat atau hydrogen karbonat. Zat samak

    yang terdapat dalam sari nabati dengan garam logam berat menghasilkan

    persenyawaan yang tidak dapat larut.

    Pengatasan pada inkompabilitas farmasetis sediaan cair dapat dilakukan dengan

    cara :

    a. Modifikasi urutan pencampuran.

    b. Penambahan bahan yang sifatnya inert seperti bahan pensuspensi (untukdibuat sediaan suspensi) atau emulgatir (sediaan emulsi).

    c. Menghilangkan bahan yang menimbulkan inkompabilitas dan efeknya kecil

     /tidak berefek.

    d. Merubah bahan pelarut.

    e. Merubah volume.

    f. Penggantian bahan aktif atau eksipien.

    g. Pemisahan obat.

    Langkah-langkah yang dilakukan dalam memprediksi terjadinnya inkompatibiltas

    dan mengatasinya yaitu sebagai berikut:

    1. Tentukan bagaimana inkompatiblitas dapat terjadi

    2. Bahan yang secara spesifik menyebabkan inkompatibiltas dapat terjadi

    3. Tipe/macam inkompatibilitas

    4. Gunakan cara yang cocok untuk mengatasi inkompatibilitas tersebut

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    26/33

    E. PROSES PELAYANAN OBAT 

    ATAS RESEP DOKTER DAN SALINAN RESEP

    1. ALUR PELAYANAN RESEP DAN SALINAN RESEP 

    Alur pelayanan resep dan salainan resep di Apotek

    Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan

    kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

    kepada masyarakat (Permenkes No.l332/Menkes/SK/X/2002)

    Pelayanan resep sepenuhnya merupakan tanggung jawab Apoteker

    Pengelola Apotek.

    Alur Pelayanan resep ataupun salinan resep melalui tahap-tahap sebagai

    berikut:

    Pasien datang ke Apotek dengan membawa resep dokter dan

    diterima Apoteker/Asisten Apoteker.

    PENERIMAAN RESEP : 

    Dalam tahap ini dilakukan pembacaan resep, pengecekan

    syahnya/kelengkapan resep berdasarkan peraturan perundang-undangan

    yang berlaku sebagai seleksi awal apakah resep dapat dilayani atau ditolak

    berdasar pertimbangan antara lain:

    Resep meragukan,

    Obat tidak tersedia atau alasan yang lain.

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    27/33

    ANAIISIS RESEP dilakukan terhadap hal - hal antara lain :

    Dosis obat

    Adanya inkompatibilitas farmasetis maupun farmakologis kontrol rasionalitas

    isi resep.

    TAHAP PERACIKAN, PEMBUATAN 

    Obat disiapkan, diracik dan dibuat melalui proses penimbangan,

    pencampuran dan pengetiketan. Pemberian etiket warna putih untuk obat

    dalam dan warna biru untuk obat luar dengan mencantumkan :

    a. Nama dan alamat apotek

    b. Nomor Surat Ijin Apotek (SIA)

    c. Nomor resep dan tanggal pembuatan resep

    d. Nama pasien

    e. Aturan pemakaian

    f. Tanda lain yang diperlukan, contohnya "gojok dulu", "tidak boleh diulang

    tanpa resep dokter" dan sebagainya.

    PENYERAHAN OBAT Sebelum obat diserahkan kepada pasien dilakukan pengecekan

    kembali untuk mengetahui kemungkinan terjadikesalahan dalam

    peracikanm, oembuatan, pemberian etiket.

    Beberapa kesalahan yang sering terjadi pada rantai pelayanan resep

    ataupun salinan resep yang menyebabkan pemakaian obat tidak tepat dan

    merugikan pasien antara lain kesaiahan:

    1. Membaca dan memahami resep akibat tulisan dokter tidak jelas atau tidak

    terbaca.

    2. Perhitungan dosis obat

    3. Pengambilan obat

    4. Pengetiketan

    5. Penyerahan obat.

    Penyerahan obat kepada pasien dengan pemberian informasi mengenai

    cara penggunaan obat, efek samping obat dan lain-lain agar tujuan

    pengobatan dapat tercapai.

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    28/33

    Problema dalam pelayanan resep dapat diatasi dengan cara-cara

    sebagai berikut:

    A. Konsultasi dengan dokter penulis resep.

    Hal ini dilakukan apabila terjadi inkompatibilitas farmakologi,

    terjadinya senyawa yang lebih beracun, perubahan dosis obat,

    membuat secara terpisah, menghilangkan bahan yang

    mempunyai masalah dengan efek terapi, merubah bentuk

    sediaan, terjadinya koreksi kelengkapan dan legalitas resep.

    B. Pengatasan inkompatibilitas farmasetis yang dapat diatasi

    sendiri oleh Apoteker dengan kefarmasian antara lain : Merubah

    cara mencampur

    Penambahan bahan inert dapat dilakukan dengan maksud untuk

    mengatasi atau mencegah inkompatibilitas yang akan terjadi yaitu

    antara lain : bahan pensuspensi, emulgator, solubilizer atau

    bahan untuk membantu pencamuran, stabilizer, antioksidan, dan

    lain-lain.

    Menghilangkan bahan yang mempunyai efek terapi kecil / tidak

    berefe. Merubah pelarut, volume.Mengganti bentuk obat dengan bentuk obat yang lain yang tidak

    merubah efek terapinya dan dipilih untuk obatyang mempunyai sifat

    dapat campur dengan pembawa, larut serta dapat dijamin

    stabilitasnya. Membuat dengan bentuk sediaan yang terpisah.

    2. ANALISIS RESEP DAN SALINAN RESEP BERDASARKAN :

    a. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

    b. Inkompatibilitas farmasetis

    c. Dosis obat

    Agar mahasiswa dapat menganalisis resep baik berdasarkan legalitas,

    inkompatibilitas farmasetis, dan pengatasannya dan dapat menganalisis

    dosis obat serta dapat menghitung dosis obat, dapat menulis salinan resep

    dengan betul diberikan soal-soal latihan resep seperti contoh soal berikut ini:

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    29/33

    SOAL LATIHAN 

    Pertanyaan:

    1. Bagaimana analisis saudara dari resep-resep di bawah ini ?

    Mengenai:

    a. Problematik

    b. Perhitungan over dan tidaknya Dosis pemakaian terhadap dosis

    maksimum dan cara pembuatannya serta buatkan salinan resepnya.

    Diketahui:

    Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah

    Aminophyllin 500 mg /1,5 g

    Ephedrin 50 mg /150 mg

    Luminal 300 mg / 600 mg  

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    30/33

     

    Diketahui

    Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah

    Hexamin 1 g/ 4g

    Phenyl Salicyl 600 mg/5g

    Asetosal 1g/8g

    Extr.Belladonna 20 mg / 80 mg

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    31/33

     

    Diketahui:

    Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah

    Ephedrin 50 mg /150 mg

    Theophylin 500 mg /1 g  

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    32/33

     

    Diketahui:

    Dosis Maksimum Dewasa Farmakope Indonesia adalah

    Luminal 300 mg / 600 mg

    Asetosal 1 g  

  • 8/9/2019 Obat Dan Penggolongannya

    33/33

    PUSTAKA

    1. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan

    Republik Indonesia, Jakarta.

    2. Anonim, 1996, Kumpulan Perundang-undangan Bidang Sediaan

    Farmasi, Makanan, A lot Kesehatan dan Bahan Berbahaya (Umum),

    Dit.Jen.POM., Jakarta.

    3. Anonim, 1996, Kumpulan Peraturan Perudang-undangan Bidang Obat,

    Dit.Jen.POM., Jakarta.

    4. Alfonso R.Gennaro, 1995, Remington : The Science and Practice of

    Pharmacy, 19th Ed., Mack Publising Company, Easton, Pennsylvania.

    5. Ansel, H.C., Popovich, N.G., Alien, L.V., 1995,

    PharmaceuticalDosageForms and Drug Delivery Systems, 6th  Ed.,

    Williams & Wilkisns, Philadelphia.

    6. Jenkin G.L. et al., 1957, Scovitte's The Art Compounding, 19th  Ed.,

    Mc.Graw Hill Book Co, Inc., New York, Toronto, London.

    7. King R.E., (ED.)., 1984, Dispensing of Medication, Ninth Ed., Mack

    publishing Company, Easton, Pennylvania.