nyktth

49
PENDAHULUAN Nyeri kepala merupakan masalah umum yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Nyeri kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bagian tubuh di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bukan hanya masalah fisik semata sebagai sebab nyeri kepala tersebut namun masalah psikis juga sebagai sebab dominan. Untuk nyeri kepala yang disebabkan oleh faktor fisik lebih mudah didiagnosis karena pada pasien akan ditemukan gejala fisik lain yang menyertai sakit kepala, namun tidak begitu halnya dengan nyeri kepala yang disebabkan oleh faktor psikis. Nyeri kepala yang sering timbul di masyarakat adalah nyeri kepala tanpa kelainan organik, dengan kata lain adalah nyeri kepala yang disebabkan oleh faktor psikis. Dalam anamnesis akan ditanyakan kualitas nyeri, intensitas, lokasi, durasi, frekuensi, gejala yang mnyertai serta perjalanan penyakitnya. Nyeri kepala yang berlangsung kronik dan sering kambuh tentu berbeda dengan nyeri dengan nyeri yang akut. Nyeri yang kronik dan sering kambuh cenderung ke penyebab vaskuler dan psikogenik, sedangkan yang akut dan 1

Upload: radenwijaya

Post on 05-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hfhjgjn

TRANSCRIPT

Page 1: NYKTTH

PENDAHULUAN

Nyeri kepala merupakan masalah umum yang sering dijumpai

dalam praktek sehari-hari. Nyeri kepala timbul sebagai hasil

perangsangan terhadap bagian tubuh di wilayah kepala dan leher yang

peka terhadap nyeri. Bukan hanya masalah fisik semata sebagai sebab

nyeri kepala tersebut namun masalah psikis juga sebagai sebab dominan.

Untuk nyeri kepala yang disebabkan oleh faktor fisik lebih mudah

didiagnosis karena pada pasien akan ditemukan gejala fisik lain yang

menyertai sakit kepala, namun tidak begitu halnya dengan nyeri kepala

yang disebabkan oleh faktor psikis. Nyeri kepala yang sering timbul di

masyarakat adalah nyeri kepala tanpa kelainan organik, dengan kata lain

adalah nyeri kepala yang disebabkan oleh faktor psikis.

Dalam anamnesis akan ditanyakan kualitas nyeri, intensitas, lokasi,

durasi, frekuensi, gejala yang mnyertai serta perjalanan penyakitnya. Nyeri

kepala yang berlangsung kronik dan sering kambuh tentu berbeda dengan nyeri

dengan nyeri yang akut. Nyeri yang kronik dan sering kambuh cenderung ke

penyebab vaskuler dan psikogenik, sedangkan yang akut dan berat mungkin

mempunyai latar belakang yang lebih serius.

Secara garis besar nyeri kepala dibagi menjadi dua macam; primer dan

sekunder. Pada nyeri kepala primer, nyeri kepala merupakan keluhan utama,

artinya nyeri kepala tersebut bukan timbul karena ada kelainan yang mendasari.

Dengan kata lain, nyeri kepala merupakan ‘penyakit’ tersendiri, dengan

patofiologi tersendiri pula. Nyeri kepala primer yang utama berdasarkan

klasifikasi dari IHS adalah: (1) migren dengan dan tanpa aura, (2) nyeri kepala

tipe tegang (tension-type headache), dan (3) nyeri kepala berkelompok (cluster

headache). Sedangkan nyeri kepala sekunder dapat dibagi menjadi nyeri kepala

yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, nyeri kepala akibat

kelainan vaskular kranial dan servikal, nyeri kepala yang bukan disebabkan

kelainan vaskular intrakranial, nyeri kepala akibat adanya zat atauwithdrawal,

1

Page 2: NYKTTH

nyeri kepala akibat infeksi, nyeri kepala akibat gangguan homeostasis, sakit

kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung,

dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat

kelainan psikiatri.

Klasifikasi dan perbedaan nyeri kepala primer:

Nyeri kepala

Sifat nyeri Lokasi Lama nyeri

Frekuensi Gejala ikutan

Migren umum

Berdenyut Unilateral atau bilateral

6-48 jam Sporadik, beberapa kali sebulan

Mual, muntah, malaise, fotofobia

Migren klasik

Berdenyut Unilateral 3-12 jam Sporadik, beberapa kali sebulan

Prodoma visual, mual, muntah, malaise, fotofobia

Klaster Menjemukan, tajam

Unilateral, orbita

15-120 menit

Serangan berkelompok dengan remisi lama

Lakrimasi ipsilateral, wajah merah, hidung tersumbat, horner

Tipe tegang

Tumpul, ditekan

Difus, bilateral

Terus menerus

Konstan Depresi, ansietas

2

Page 3: NYKTTH

MIGREN

A. Definisi

Migren merupakan nyeri kepala akibat gangguan pembuluh darah

yang biasanya bersifat unilateral dan seringkali memiliki kualitas

berdenyut.  Seringkali berasosiasi dengan mual, muntah, fotofobia,

fonofobia.

B. Prevalensi

Prevalensi migren ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur

dan jenis kelamin. Migren dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai

dewasa. Dari penelitian dengan mengunakan titik terang diungkapkan

migren lebih sering ditemui pada wanita daibandingkan pria yaitu 2:12.

Wanita hamil pun tidak luput dari serangan migren yang biasanya

menyerang pada trimester I kehamilan. Migren biasanya jarang terjadi

seteah usia 40 tahun. Risiko mengalami migren semakin besar pada orang

yang mempunyai riwayat keluarga penderita migren.

C. Klasifikasi

3

Page 4: NYKTTH

Menurut Headache Classification Committee of the International

Headache Society 2nd Edition, migren dibagi atas:

1. Migrain wihout aura

2. Migrain with aura

2.1 Typical aura with migrain headache

2.2 Typical aura with non-migrain headache

2.3 Typical aura without headache

2.4 Familial hemiplegic migrain (FHM)

2.5 Sporadic hemiplegic migrain

2.6 Basilar type migrain

3. Childhood periodic syndromes that are commonly precursor of

migrain

3.1 Cyclical vomiting

3.2 Abdominal migrain

3.3 Benign paroxysmal vertigo of childhood

4. Retinal migren

5. Complication of migrain

5.1 Chronic migrain

5.2 Status migrainosus

5.3 Persisten aura without infarction

5.4 Migrainous infarction

5.5 Migrain triggered seizure

6. Probable migrain

6.1 Probable migrain without aura

6.2 Probable migrain with aura

6.3 Probable chronic migraine

D. Etiologi

1. Teori vaskular

4

Page 5: NYKTTH

Menyatakan bahwa nyeri kepala migren disebabkan oleh pelebaran

pembuluh darah di kepala. Sehingga banyak pengobatan yang

digunakan berefek pada vasokonstriksi pembuluh darah.

2. Teori neurologis

Edward Living (1873) mengajukan teori bahwa migren disebabkan

oleh kekacauan saraf diotak.

3. Neurotransmiter

Berdasarkan penelitian, perubahan konsentrasi serotonin (5-

hydroxytryptamine atau 5HT) selama berlangsungnya serangan

migren ketika dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di dalam

tubuh.

E. Faktor pemicu

1. Perubahan hormon estrogen

Hormon estrogen yang banyak terdapat pada wanita dapat memicu

migren. Khususnya pada saat jumlah estogen sedang tidak stabil,

misalnya pada saat sebelum dan selama masa haid, selama masa

kehamilan, penggunaan alat kontrasepsi atau jika sedang menjalani

terapi hormon.

2. Stimulasi indra tubuh

Cahaya yang terlalu terang, suara yang terlalu keras,atau bau tertentu

yang sangat menyengat seperti bau parfum dan asap rokok dapat

menjadi pemicu.

3. Perubahan cuaca

Perubahan cuaca yang ekstrem atau tidak menentu serta perubahan

tekanan udara dapat menjadi pemicu migren.

4. Jadwal tidur yang tidak biasa

Jika pola tidur Anda tidak seperti biasanya. Misalnya, jangka waktu

tidur yang sebentar bahkan tidur terlalu lama bisa membuat Anda

5

Page 6: NYKTTH

mengalami migren. Jika Anda baru berpergian, jet lag juga dapat

menjadi penyebabnya.

5. Kelelahan

Berolahraga atau melakukan aktivitas fisik yang lebih berat dari

biasanya dapat memperbesar kemungkinan terkena migren.

6. Makanan dan Minuman

Kandungan yang terdapat pada makanan dan minuman dapat menjadi

pemicu. Minuman beralkohol seperti bir dan wine atau kandungan

kafein yang terdapat pada kopi sebaiknya dihindari. Mengkonsusmsi

coklat, keju tua, makanan yang banyak mengandung MSG atau

pengawet juga merupakan pemicu migrain.

F. Patofisiologi

Cutaneous allodynia (CA) adalah nafsu nyeri yang ditimbulkan

oleh stimulus non noxious terhadap kulit normal. Saat serangan/migren

79% pasien menunjukkan cutaneus allodynia (CA) di daerah kepala

ipsilateral dan kemudian dapat menyebar kedaerah kontralateral dan

kedua lengan.

Allodynia biasanya terbatas pada daerah ipsilateral kepala, yang

menandakan sensitivitas yang meninggi dari neuron trigeminal sentral

(second-order) yang menerima input secara konvergen. Jika allodynia

lebih menyebar lagi, ini disebabkan karena adanya kenaikan sementara

daripada sensitivitas third order neuron yang menerima pemusatan input

dari kulit pada sisi yang berbeda, seperti sama baiknya dengan dari

duramater maupun kulit yang sebelumnya.

Ada 3 hipotesa dalam hal patofisiologi migren yaitu:

a. Pada migren yang tidak disertai CA, berarti sensitisasi neuron

ganglion trigeminal sensoris yang menginervasi duramater

6

Page 7: NYKTTH

b. Pada migren yang menunjukkan adanya CA hanya pada daerah

referred pain, berarti terjadi sensitisasi perifer dari reseptor meningeal

(first order) dan sensitisasi sentral dari neuron komu dorsalis medula

spinalis (second order) dengan daerah reseptif periorbital.

c. Pada migren yang disertai CA yang meluas keluar dari area referred

pain, terdiri atas penumpukan dan pertambahan sensitisasi neuron

talamik (third order) yang meliputi daerah reseptif seluruh tubuh.

Pada penderita migren, disamping terdapat nyeri intrakranial juga

disertai peninggian sensitivitas kulit. Sehingga patofisiologi migren

diduga bukan hanya adanya iritasi pain fiber perifer yang terdapat di

pembuluh darah intrakranial, akan tetapi juga terjadi kenaikan sensitisasi

set safar sentral terutama pada sistem trigeminal, yang memproses

informasi yang berasal dari struktur intrakranial dan kulit.

Pada beberapa penelitian terhadap penderita migren dengan aura,

pada saat paling awal serangan migren diketemukan adanya penurunan

cerebral blood flow (CBF) yang dimulai pada daerah oksipital dan

meluas pelan-pelan ke depan sebagai seperti suatu gelombang

("spreading oligemia'; dan dapat menyeberang korteks dengan kecepatan

2-3 mm per menit. Hal ini berlangsung beberapa jam dan kemudian

barulah diikuti proses hiperemia. Pembuluh darah vasodilatasi, blood

flow berkurang, kemudian terjadi reaktif hiperglikemia dan oligemia pada

daerah oksipital, kejadian depolarisasi set saraf menghasilkan gejala

scintillating aura, kemudian aktifitas set safar menurun menimbulkan

gejala skotoma. Peristiwa kejadian tersebut disebut suatu cortical

spreading depression (CDS). CDS menyebabkan hiperemia yang berlama

didalam duramater, edema neurogenik didalam meningens dan aktivasi

neuronal didalam TNC (trigeminal nucleus caudalis) ipsilateral.

Timbulnya CSD dan aura migren tersebut mempunyai kontribusi pada

aktivasi trigeminal, yang akan mencetuskan timbulnya nyeri kepala. Pada

7

Page 8: NYKTTH

serangan migren, akan terjadi fenomena pain pathway pada sistem

trigeminovaskuler, dimana terjadi aktivasi reseptor NMDA, yang

kemudian diikuti peninggian Ca sebagai penghantar yang menaikkan

aktivasi proteinkinase seperti misalnya 5-HT, bradykinine, prostaglandin,

dan juga mengaktivasi enzim NOS. Proses tersebutlah sebagai penyebab

adanya penyebaran nyeri, allodynia dan hiperalgesia pada penderita

migren.

8

Page 9: NYKTTH

G. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis yang sering ditemui antara lain:

1. Nyeri kepala : bersifat unilateral (pada salah satu sisi), bentuknya

berdenyut menandakan adanya rangsangan aferean pada pembuluh

darah.

2. Mual : mual adalah gejala yang paling sering dikemukakan oleh

penderita, menunjukkan adanya ekstravasasi protein.

3. Aura : aura yang timbul biasanya berupa gangguan penglihatan

(fotofobia atau fonofobia), bunyi atau bebauan tertentu, menandakan

adanya proyeksi difus locus ceruleus ke korteks serebri, adanya

gejala produksi monocular pada retina dan produksi bilateral yang

tidak normal.

4. Rasa kebal / baal

5. Vertigo : pusing, karena gerakan otot yang tidak

terkontrol,menandakan adanya gejala neurologic yang berasal dari

korteks serebri dan batang otak.

9

Page 10: NYKTTH

6. Rasa lemas waktu berdiri : disebabkan oleh turunnya tekanan darah

waktu berdiri (postural hypotension).

7. Kontraksi otot-otot : disekitar dahi, pipi, leher, dan bahu,

menandakan adanya ganguan mekanisme internal tubuh yang

disebut jam biologis (biological clock).

H. Diagnosis

Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendukung penegakan

diagnosis migren. Migren kadangkala sulit untuk didiagnosis karena

gejalanya dapat menyerupai gejala sakit kepala lainnya. Pemeriksaan

standar yang dilakukan adalah dengan menggunakan kriteria

International Headache Society yaitu, seseorang didiagnosis migren jika

mengalami 5 atau lebih serangan sakit kepala tanpa aura (atau 2 serangan

dengan aura) yang sembuh dalam 4 sampai 72 jam tanpa pengobatan dan

diikuti dengan gejala mual, muntah, atau sensitif terhadap sinar dan suara.

Kriteria diagnosis bagi migren tanpa aura dikemukakan oleh HIS

sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan, diantaranya :

a. Nyeri kepala berlangsung 4-74 jam (bila tidak diobati atau

pengobatan gagal)

b. Nyeri kepala sekurang-kurangnya memenuhi 2 kriteria:

10

Page 11: NYKTTH

- Lokasi unilateral

- Sifat berdenyut

- Intensitas nyerinya sedang atau berat

- Agravasi (bertambah berat) atau mengganggu aktivitas

c. Sewaktu berlangsung nyeri nyeri kepala terdapat sekurang-

kurangnya satu gejala:

- Nausea dan/atau muntah

- Fatofobia dan fonofobia

d. Tidak disebabkan gejala lain

Kriteria diagnosis bagi migren dengan aura dikemukakan oleh HIS

sekurangnya terdapat 2 serangan, diantaranya:

a. Aura terdiri dari satu gejala berikut (tanpa kelemahan motorik):

- Gejala visual: cahaya berkunang-kunang, bercak atau garis,

atau penglihatan hilang

- Gejala sensoris: semutan atau rasa baal

- Gejala gangguan bicara

b. Sekurangnya ada 2 gejala berikut:

- Gejala visual homonim dan/atau gejala sensorik unilateral

- Sekurangnya 1 gejala aura yang muncul gradual ≥ 5 menit

dan/atau berbagai gejala aura muncul berurutan selama ≥ 5

menit

- Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit, namun ≤ 60 menit

c. Nyeri kepala mulai sewaktu aura atau mengikuti aura dalam

waktu 60 menit

d. Tidak disebabkan gangguan lain

Gejala migren yang timbul perlu diuji dengan melakukan

pemeriksaan lanjutan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain

11

Page 12: NYKTTH

dan kemungkinan lain yang menyebabkan sakit kepala. Pemeriksaan

lanjutan tersebut adalah:

1. MRI atau CT Scan, yang dapat digunakan untuk menyingkirkan

tumor dan perdarahan otak.

2. Punksi Lumbal, dilakukan jika diperkirakan ada meningitis atau

perdarahan otak

I. Diagnosis banding

Nyeri kepala migren tanpa aura sering kali sulit dibedakan dengan

nyeri kepala tegang (tension headache), nyeri kepala claster (clusther

headache), dan gangguan peredaran darah sepintas (transient ischemic

attacks).

J. Penatalaksanaan

a. Terapi umum

1. Menghindari pencetus

2. Jika ada factor psikogenik, harus dihilangkan

3. Pada sepertiga wanita sebabnya ialah kontrasepsi oral, ini dapat

diganti

b. Terapi abortif dan simtomatik

1. Anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID), misalnya aspirin, ibuprofen,

yang merupakan obat lini pertama untuk mengurangi gejala

migraine.

2. Triptan (agonis reseptor serotonin). Obat ini diberikan untuk

menghentikan serangan migrain akut secara cepat. Triptan juga

digunakan untk mencegah migrain haid.

3. Ergotamin, misalnya Cafegot, obat ini tidak seefektif triptan dalam

mengobati migrain.

12

Page 13: NYKTTH

Dosis: 1 mg pada awalnya, diikuti 1 mg tiap ½ jam, maksimal 5

mg tiap serangan atau 10 mg/ minggu

4. Midrin, merupakan obat yang terdiri dari isometheptana,

asetaminofen, dan dikloralfenazon.

Dosis isometheptana: 2 kapsul pada awalnya, diikuti 1 kapsul/jam,

maksimal 5 kapsul tiap serangan.

5. Analgesik, mengandung butalbital yang sering memuaskan pada

terapi

6. Opioid analgesik, pada umumnya lapang perantaranya memberikan

hasil yang mengecewakan

7. Korticosteroid unsur yang membutuhkan waktu singkat untuk

mengurangi tingkat nyeri migraine

8. Isometheptene, tidak dapat digunakan pada vasokonstriktor

c. Terapi preventif

1. Pencegahan farmakologi, diantaranya :

- Ergotamine 1 mg, 2 kali sehari

- Bellergal (ergotamine 0,3 mg, belladonna 0,1 mg, fenobarbital

20 mg) 2-4 kali perhari

- Metisergid 4-8 mg perhari, dosis terbagi

- β-bloker (propanolol) 80-160 mg, terbagi

- Amitriptilin 50-75 mg, dosis terbagi atau diminum saat akan

tidur

- Fenitoin 200-400 mg/hari

- Ibufrofen 400 mg, 3 kali perhari

2. Pencegahan non-farmakologi, diantaranya :

- Terapi relaksasi

- Terapi tingkah laku

13

Page 14: NYKTTH

Nyeri Kepala Klaster

A. Definisi

Nyeri kepala tipe klaster adalah jenis nyeri kepala yang berat,

unilateral yang timbul dalam serangan-serangan mendadak, sering

disertai dengan rasa hidung tersumbat, rinore, lakrimasi dan injeksi

konjungtiva di sisi nyeri. Dalam klinik dikenal dua tipe yaitu tipe

episodik orang yang menderita tipe ini mengalami masa serangan nyeri

selama waktu tertentu (periode klaster), kemudian diseling dengan masa

bebas nyeri (remisi) yang lamanya bervariasi; sedangkan tipe khronik

ialah bila serangan-serangan nyeri tersebut masih tetap timbul selama

sedikitnya 12 bulan.

Jenis nyeri kepala ini pertama-tama dideskripsikan oleh Romberg

(1840) dan Eulenberg (1874) secara sendiri-sendiri; disebut sebagai

migrainous neuralgia oleh Harris (1936) dan rnulai dikenal sebagai

sindrom tersendiri oleh Horton dkk. (1939). Sifat periodiknya dikenali

oleh Ekbom (1947) dan sifat clustering (serangan dalam

kelompok/periode tertentu) dideskrip- sikan oleh Kunkle dkk. (1954)

sejak saat itu nyeri kepala ini dikenal sebagai nyeri kepala kiaster (cluster

headache). Istilah nyeri kepala kiaster ini telah dikenal dan dideskrip-

sikan sejak tahun 1962 dan terakhir disempurnakan dalam klasifikasi

menurut International Headache Society (1988)

B. Prevalensi

Secara pasti tidak diketahui; dan catatan beberapa klinik nyeri

kepala, diperkirakan sebesar 0,04% sampai 1,5%. Diderita terutama oleh

pria; perbandingan antara pria: wanita antara 4,5: 1 sampai 6,7: 1. Mulai

diderita umumnya pada usia 2730 tahun, meskipun ada beberapa laporan

yang menemukan kasus nyeri kepala tipe kiaster pada anak usia 1 tahun

sampai pada dewasa usia sekitar 60 tahun. Dibandingkan dengan migren,

14

Page 15: NYKTTH

prevalensinya berkisar an- tara 1: 5,6 sampai 1:47,1. Pada nyeri tipe

episodik, 70% pasien menderita serangan 12 kali setahun; dan pada

penelitian lain diketahui bahwa lamaperiode nyeri antara 24 bulan (rata-

rata 3 bulan) pada 84% pasien. Lamanya remisi rata-rata kurang dari 2

tahun; dan catatan 428 pasien nyeri kepala tipe klaster, 19,2% masa

remisinya 16 bulan, 47,7% antara 712 bulan, 14,3% selama 2 tahun dan

sisanya mengalami remisi lebih dari 2 tahun.

C. Etiologi

D. Patogenesis

1. Perubahan vaskuler dan hemodinamik

Horton salah satu ahli yang banyak meneliti penyakit ini beranggapan

bahwa gejala klinis disebabkan oleh dilatasi arteri karotis eksterna

yang dicetuskan oleh kenaikan kadar histamin dalam darah. Dia

mengamati adanya kemerahan wajah bersamaan dengan kenaikan

suhu kulit 12°C; meskipun demikian, peneliti lain menganggap bahwa

kemerahan wajah bukanlah gejala yang karakteristik untuk nyeri

kepala kiaster. Perubahan-perubahan pada arteri karotis interna juga

diteliti, tetapi temyata tidak dijumpai perubahan aliran darah pada saat

serangan. Penelitian menggunakan angiografi karotis dan Doppler

juga tidak menghasilkan kesimpulan yang bermakna. Pengukuran

aliran darah serebral (cerebral blood flow CBF) menunjukkan adanya

peningkatan selama serangan, mungkin disebabkan gangguan

autoregulasi, hiperemi reaktif atau akibat reaksi terhadap nyeri; ada

juga yang mengaitkannya dengan reaksi terhadap perubahan kadar gas

darah.

2. Gangguan aktivitas saraf simpatis

Beberapa peneliti mengaitkan perubahan vaskuier dengan aktifitas

susunan saraf otonom; Fanciullaci dkk (1982) mendemonstrasikan

15

Page 16: NYKTTH

gangguan sistim simpatis yang terbukti dari perbedaan respons pupil

terhadap penetesan larutan tiramin 2%; peneliti lain juga mendapatkan

perubahan EKG yang juga dikaitkan dengan perubahan aktifitas sistim

sataf simpatis. Aktifitas tersebut juga dapat diduga dari berkeringatnya

sebagian wajah selama serangan.

3. Perubahan biokimiawi dan hormonal

Dugaan Horton atas peranan histamin diperkuat oleh Sjaastad (1970)

yang mendapatkan peningkatan kadar histamin dalam urine selama

serangan nyeri; peningkatan kadarhistamin ini juga telah dibuktikan

oleh beberapa peneliti lain. Pengukuran kadar histamin darahjuga

menunjukkan adanya perbedaan antara pada saat remisi dengan pada

saat nyeri; kenaikan kadarnya dapat mencapai 20,5%. Meskipun

demikian, pemberian antagonis H2 ataupun H1 tidak mengurangi

serangan nyeri. Kadar testosteron dan LH plasma juga dilaporkan

menurun selama periode klaster; tetapi penurunan serupa juga terjadi

di kalangan penderita neuralgia trigeminal dan di kalangan penderita

migren dengan aura; oleh karena itu ada yang berpendapat bahwa

perubahan tersebut lebih berkaitan dengan rasa nyeri, bukan pada

sindrom tertentu. Teori lain mengaitkan perubahan kadar testosteron

dengan irama sirkadian; ada yang berpendapat bahwa siklus nyeri

pada nyeri kepala kiaster berkaitan dengan gangguan irama sirkadian

dan zat-zat neurohormonal.

4. Perubahan sistim saraf

Kunkle (1959) menganggap bahwa serangan-serangan nyeri kepala

klaster disebabkan oleh gangguan parasimpatis n. Fasialis dan n.

glosofaringeus, yang ditandai dengan ditemukannya zat mirip

asetilkolin di cairan serebrospinal; peneliti lain menganggap adanya

peranan n. petrosus superfisialis magnus karena reseksi saraf ini

menyembuhkan 25% pasiennya dan 50% lainnya mengalami

16

Page 17: NYKTTH

pengurangan serangan. Peranan n. trigeminus juga diteliti; Moskowitz

(1984) menganggap ada reaksi inflamasi n. trigeminus, mungkin di

daerah sinus kavernosus. Dari hasil-hasil pengamatan di atas, muncul

pendapat bahwa asetilkolin yang berasal dari sistim parasimpatis

merangsang pelepasan histamin dan sel mast, menyebabkan respons

antidromik n. trigeminus dengan pelepasan substance P yang

menyebabkan degranulasi sel mast lebih lanjut, dengan akibat

timbulnya reaksi inflamasi dan nyeri.

E. Manifestasi Klinis

Nyeri umumnya didahului oleh rasa penuh di telinga yang kadang-

kadang meluas ke seluruh kepala, disusul beberapa menit kemudian

dengan serangan-serangan mendadak berupa rasa seperti tertusuk,

biasanya unilateral di daerah okulofrontal atau okulotemporal; serangan

tersebut sangat hebat (excruciating) dan menetap, tidak berdenyut, hilang

timbul secara tiba-tiba, dapat berpindah-pindah tempat. Serangan-

serangan nyeri tersebut membuat penderitanya gelisah, mondar-mandir

dan kadang-kadang memukuli kepalanya sendiri; beberapa penderita

bahkan merasa ingin bunuh diri untuk mengakhiri nyeninya. Perilaku

yang demikian jelas berbeda dengan penderita migren yang justru

menghindani aktivitaslkeramaian. Nyeri disertai dengan rinore, laknimasi

dan pelebaran pembuluh darah konjungtiva; kadang-kadang disertai rasa

bengkak di wajah dan sekitar mata di sisi nyeri, dapat disertai sindrom

Homer di sisi sama. Selama serangan wajah menjadi pucat, sebaliknya

konjungtiva tampak kemerahan dan berair. Nyeri dapat dirasakan di

'belakang mata', seolah-olah mendorong mata ke luar. Umumnya dimulai

saat bangun tidur siang atau di malam hari, biasanya dalam 90 menit

setelah tertidur. Serangan nycri dapat dicetuskàn oleh nitrogliserin,

histamin atau alkohol.

17

Page 18: NYKTTH

Sifat periodisitas

Sifat peniodisitas ini khas pada nyeri kepala klaster; terdapat

periode tertentu (periode kiaster) saat penderitanya mengalami serangan-

serangan nyeri dan rentan terhadap pencetus tertentu; kemudian disusul

dengan periode remisi saat penderitanya bebas nyeri sama sekali

meskipun terpapar pada hal-hal yang biasanya mencetuskan nyeri di saat

periode klaster. Periode klaster umumnya berkisar antara 24 bulan,

kemudian disusul dengan masa remisi yang Iamanya antara 12 tahun pada

70% pasien. Periode kiaster cenderung berulang pada selang waktu yang

teratur.

F. Diagnosis

Tabel. Diagnostic Criteria

Cluster headache and chronic paroxysmal hemicrania

3.1. Cluster headache

A. At least 5 attacks fulfilling B-D.

B. Severe unilateral orbital. supraorbital and/or temporal pain lasting 15

to 180

minutes untreated.

C. Headache is associated with at least one of the following signs which

have to

be present on the pain-side:

1. Conjunctival injection

2. Lacrimation

3. Nasal congestion

4. Rhinorrhea

5. Forehead and facial sweating

6. Miosis

18

Page 19: NYKTTH

7. Ptosis

8. Eyelid edema

D. Frequency of attacks: from 1 every other day to 8 per day.

3.1.1 Cluster headache periodicily undetermined

A. Criteria for 3.1 fulfilled

B. Tooearlytocla.ssify as 3

3.1.2 Episodic cluster headache

A. All the letter headings of 3.1.

B. At least 2 periods of headaches (cluster periods) lasting

(untreated patients)

from 7 days to one year, separated by remissions of at least 14

days.

3.1.3 Chronic cluster headache

A. All letter headings of 3.1

B. Absence of remission phases for one year or more or with

remissions

lasting less than 14 days.

3.2. Chronic paroxysmal hemicrania

A. At least 50 attacks fulfilling B-E.

B. Attacks of severe unilateral orbital, supraorbital and/or temporal pain

always on the same side lasting 2 to 45 minutes.

C. Attack frequency above 5 a day for more than half of the time.

D. Pain is associated with at least one of the following signs/symptoms

on the

pain side:

1. Conjunctival injection

2. Lacrimation

3. Nasal congestion

4. Rhinorrhea

19

Page 20: NYKTTH

5. Ptosis

6. Eyelid edema

E. Absolute effectiveness of indomethacin (150 mg/day or less).

3.3. Cluster headache-like disorder not fulfilling above criteria

G. Diagnosis Banding

Bila serangan nyeri kepalanya khas, umumnya diagnosis hampir

dapat dipastikan. Beberapa keadaan yang mungkin mirip gainbaran

klinisnya ialah chronic paroxysmal hemicrania, migren, neuralgia

trigeminal, arteritis temporalis, faeokhromo- sitoma dan sindrom Raeder.

1. Chronic paroxysmal hemicrania

Pertama dilaporkan oleh Sjaastad dan Dale (1974). Berbeda dari nyeri

kepala tipe kiaster dalam hal serangan nyeri yang lebih sering, tetapi

lebih singkat dan kurang menyebabkan kegelisahan. Jenis nyeri

kepala ini tidak dapat diatasi dengan obat-obatan yang biasanya

efektif untuk nyeri kepala kiaster, sebaliknya responsif terhadap

indometasin.

2. Migren

Serangan migren umumnya 13 kali sebulan, berlangsung selama 13

hari dan rasa nyeni memberat secara berangsur-angsur; : terutama di

satu sisi kepala di daerah temporal. Nyeri bersifat berdenyut disertai

mual, muntah, fotofobi dan fonofobi. Serangan migren yang khas

didahului oleh aura.

3. Neuralgia trigeminal

Penyakit ini dijumpai baik pada pria maupun wanita, umumnya pada

usia yang lebih lanjut. Nyeri bersifat tajam, seperti teriris.dan

mendadak; dirasakan berat. Dapat dicetuskan oleh sentuhan, bahkan

kadang-kadang oleh tiupan angin, di daerah wajah tertentu; umumnya

20

Page 21: NYKTTH

di dekat lipatan nasolabial. Kadang-kadangjugadicetuskan oleh

gerakan mengunyah.

4. Arteritis temporalis

Umumnya dijumpai pada kelompok usia yang lebih lanjut; mengenai

terutama anteri temporalis, arteri vertebralis dan/atau arteri oftaimika.

Pada 50% kasus didahului dengan rasa kaku leher dan bahu, atau di

daerah panggul (polimialgia reumatika). Nyeri kepala pada kasus ini

bersifat persisten, berfluktuasi sepanjang hari, unilateral dan berkaitan

dengan daerah arteri temporalis superfisialis. Pada awalnya terasa

berdenyut, rasa terbakar yang hebat, kemudian berangsur-angsur rasa

berdenyutnya mereda. Diagnosis pasti ditetapkan melalui biopsi arteri

temporalis.

5. Faeokromositoma

Pada penyakit ini terjadi pelepasan katekolaniin berlebihan yang

menyebabkan episode hipertensi yang mendadak, disertai nyeni

kepala, pucat, takikardi dan keringat berlebihan; nyeri bersifat

mendadak, berat dan panoksismal, sering menyebabkan pasien

terbangun dari tidurnya. Nyeri dirasakan berdenyut, bilateral dan di

oksipital; diperberat bila batuk, bersin, mengejan atau membungkuk.

Serangan-serangan nyeri dapat dirasakan setiap hari, umumnya

singkat, kurang dari satu jam.

6. Sindrom paratrigeminal Raeder

Nyeri pada sindrom ini bersifat menetap (persisten), dapat

berlangsung sampai beberapa bulan. Pada minggu-niinggu awal,

pasien sering terbangun dari tidur akibat nyeri unilateral yang bersifat

membakan(burning), berdenyut atau menetap yang sangat berat;

berangsur-angsur nyeri makin berat dan menetap terasa terus sampai

beberapa saat lamanya. Sering disertai dengan ptosis dan miosis di

sisi nyeri, sehingga sering dianggap sebagai nyeri kepala tipe klaster;

21

Page 22: NYKTTH

perbedaannya ialah pada sindrom ini nyeri bersifat menetap,

dibandingkan dengan nyeri kepala tipe kiaster yang sifatnya

paroksismal.

H. Penatalaksanaan

1. Penjelasan kepada pasien

Pada kebanyakan pasien, ditemukan anxietas dan rasa kuatir

akan timbulnya periode nyeri berikut, anxietas juga sering ditemukan

pada periode klaster yang berkepanjangan. Perlu dipahami bahwa

kebanyakan serangan nyeri dapat dihindari atau

diperpendek/diperingan, meskipun lamanya periode nyeri sampai saat

ini belum dapat dipersingkat atau dihilangkan. Para pasien dianjurkan

untuk menghindari tidur siang, minuman alkohol, zat mudah

menguap, terutama pada periode klaster; sedangkan pengaruh diet

sangat kecil. Gangguan emosional seperti rasa marah, frustrasi

ataupun aktifitas fisik yang berat dapat mencetuskan serangan atau

memulai periode nyeri. Pengaruh ketinggian juga disebut-sebut dapat

mencetuskan serangan, sehingga harus diwaspadai bila berada di

ketinggian/pegunungan atau naik pesawat terbang; ada yang

menganjurkan penggunaan asetazolamid 2 dd 250 mg. dimulai 2 hari

sebelum nya untuk mencegah serangan tersebut. Perubahan siklus

tidur juga dapat mencetuskan serangan, misalnya akibat perubahan

shift kerja, atau perubahan cara hidup.

2. Pengobatan pencegahan

Serangan saat tidur dapat dicegah dengan 2 mg. Ergotamin

tartrat 12 jam sebelum tidur; penggunaan ergotamin ini harus hati-hati

padapasien-pasien dengan gangguan vaskuler,jantung, serebral, atau

pada kehamilan, adanya penyakit ginjal atau hati, infeksi dan masa

pasca bedah. Serangan di saat lain dapat diatasi dengan metisergid 34

dd 40 mg., verapamil 4 dd 80 mg., lithium 2 dd 300 mg. Atau

22

Page 23: NYKTTH

prednison 40 mg./hari selama 3 minggu. Metisergid terutama efektif

bila digunakan sejak awal, efektivitasnya kira-kira 65%; obat ini

mempunyai efek samping gastrointestinal, parestesi dan nyeri

ekstremitas bawah dan kemungkinan fibrosis retroperitoneal,

endomiokardial atau pulmonal yang berbahaya; obat ini tidak tersedia

di Indonesia. Verapamil cukup efektif untuk kebanyakan pasien,

digunakan selama periode nyeri. Penggunaan lithium hams disertai

dengan pengamatan efek samping seperti tremor karena obat ini

mempunyai rentang dosis terapeutik yang relatif sempit. Kombinasi

empat obat di atas dapat mengatasi kira-kira 90% kasus episodik;

dalam hal resistensi, dapat dicoba penambahan prednison 40 mg./hari

selama 5 hari, kemudian diturunkan dosisnya selama 3 minggu

(tapering off); penggunaan prednison harus hati-hati pada pasien

dengan ulkus peptikum, hipertensi atau diabetes melitus. Pasien-

pasien khronik dapat resisten terhadap pengobatan, mungkin

berkaitan dengan sifatlkepribadian tertentu; ada peneliti yang

mencoba Na valproat 6002000 mgihari sebagai profilaktik.

Pengobatan eksperimental berupa gangliolisis trigeminal, atau

penggunaan cahaya terang untuk mengubah siklus sirkadian.

3. Pengobatan saat serangan

Serangan klaster akut dapat diatasi dengan inhalasi oksigen;

untuk memperoleh manfaat maksimum, oksigen diberikan segera di

awal serangan sebanyak 7-ll menit menggunakan facial mask; pasien

duduk, dianjurkan bemapas biasa selama 15 menit. Alternatif lain

ialah menggunakan 1 tablet (1 mg.) ergota mm sublingual, dapat

diulang sampai dua kali setelah 15 menit; dosis maksimum 2 mg./24

jam. Ergotaniin juga dapat diberikan secara intramuskuler dalani

bentuk dihidroergotamin 1 mg. Atau ergotamin tartrat 0,5 mg.; atau

secara inhalasi sebanyak 2 kali dengan interval 5 menit. Dosis

23

Page 24: NYKTTH

maksimum 4 mg./24 jam. Obat simtomatik lain ialah kokain HCI 5%

atau lidokain HCI 4% intranasal.

I. Prognosis

Suatu studi longitudinal menunjukkan bahwa setelah 20 tahun, 1/3

pasien akan mengalami remisi total, 1/3 pasien serangannya makin ringan

dan pada 1/3 lainnya sifat serangannya menetap. Serangan-serangan nyeri

dapat diperingan atau dihindari dengan meniperhatikan faktor-faktor

pencetus.

Tension Type Headache (TTH)

A. Definisi

Tension type headache disebut pula muscle contraction headache

merupakan nyeri tegang otot yang timbul karena kontraksi terus menerus

otot-otot kepala dan tengkuk (m.Splenius kapitis, m.Temporalis,

m.Maseter, m.Sternokleidomastoideus, m.Trapezius, m.Servikalis

posterior, dan m.Levator skapule). Sakit kepala tipe ini banyak terdapat

pada wanita masa menopause dan premenstrual.

TTH didefinisikan sebagai serangan nyeri kepala berulang yang

berlangsung dalam hitungan menit sampai hari, dengan sifat nyeri yang

biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan sampai berat,

dirasakan di seluruh kepala, tidak dipicu oleh aktifitas fisik dan gejala

penyerta nya tidak menonjol.

B. Prevalensi

Penelitian yang dilakukan di Surabaya (1984) menunjukkan bahwa

di antara 6488 pasien baru, 1227 (18,9%) datang karena keluhan nyeri

kepala; 180 di antaranya didiagnosis sebagai migren. Sedangkan di RS

Cipto Mangunkusumo, Jakarta(1986)

24

Page 25: NYKTTH

didapatkan 273 (17,4%) pasien baru dengan nyeri kepala di antara 1298

pasien baru yang berkunjung selama Januari sd. Mei 1986. Di Amerika

Serikat, dalam satu tahun lebih dari 70% penduduknya (pernah)

mengalami nyeri kepala, lebih dari 5% mencari/mengusahakan

pengobatan, tetapi hanya ± 1% yang datang ke dokter/rumah sakit khusus

untuk keluhan nyeri kepalanya.

C. Klasifikasi

1. Episodik , jika serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan (12

hari dalam 1 tahun).

2. Kronik, jika serangan minimal 15 hari perbulan selama paling sedikit

3 bulan (180 hari dalam 1 tahun).

Tension headache kronik dibagi 2 macam, yaitu:

a) Short-duration, jika Serangan terjadi kurang dari 4 jam.

b) Long-duration, jika Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.

D. Etiologi

Faktor-faktor penyebab dari TTH bukan merupakan infeksi virus

ataupun bakteri melainkan tetapi keadaan-keadaan seperti Stres,

Kecemasan, Depresi, Konflik emosional, Kelelahan.

Nyeri kepala yang timbul adalah manifestasi dari reaksi tubuh

terhadap stres, kecemasan, depresi, konflik emosional atau kelelahan.

Respon fisiologis yang terjadi meliputi refleks vasodilatasi pembuluh

darah ekstrakranial serta kontraksi otot-otot skelet kulit kepala (scalp),

wajah, leher dan bahu secara terus menerus.

E. Patofisiologi

Meskipun nyeri kepala tegang otot ini sangat umum

ditemukan, patofisiologinya masih tetap tidak jelas. Penelitian

25

Page 26: NYKTTH

menunjukkan bahwa mekanisme nyeri kepala ini tergantung

terhadap otot yang terlibat yakni otot wajah,leher dan bahu.

Patomekanisme nyeri kepala tegang otot ini masih menjadi bahan

penilitian tetapi telah ada beebrapa teori-teori yang diduga

menyebabkan nyeri kepala jenis ini.

Salah satu teori yang paling populer mengenai penyebab

nyeri kepala ini adalah kontraksi otot wajah, leher, dan bahu. Otot-

otot yang biasanya terlibat antara lain m. splenius capitis, m.

temporalis, m. masseter, m. sternocleidomastoideus, m. trapezius,

m. cervicalis posterior, dan m. levator scapulae. Penelitian

mengatakan bahwa para penderita nyeri kepala ini mungkin

mempunyai ketegangan otot wajah dan kepala yang lebih besar

daripada orang lain yang menyebabkan mereka lebih mudah

terserang sakit kepala setelah adanya kontraksi otot. Kontraksi ini

dapat dipicu oleh posisi tubuh yang dipertahankan lama sehingga

menyebabkan ketegangan pada otot ataupun posisi tidur yang salah.

Ada juga yang mengatakan bahwa pasien dengan sakit kepala

kronis bisa sangat sensitif terhadap nyeri secara umum atau terjadi

peningkatan nyeri terhadap kontraksi otot.

Sebuah teori juga mengatakan ketegangan atau stres yang

menghasilkan kontraksi otot di sekitar tulang tengkorak

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah sehingga aliran darah

berkurang yang menyebabkan terhambatnya oksigen dan

menumpuknya hasil metabolisme yang akhirnya akan

menyebabkan nyeri.

Para peneliti sekarang mulai percaya bahwa nyeri kepala ini

bisa timbul akibat perubahan dari zat kimia tertentu di otak -

serotonin, endorphin, dan beberapa zat kimia lain - yang membantu

dalam komunikasi saraf. Ini serupa dengan perubahan biokimia

26

Page 27: NYKTTH

yang berhubungan dengan migren. Meskipun belum diketahui

bagaimana zat-zat kimia ini berfluktuasi, ada anggapan bahwa

proses ini mengaktifkan jalur nyeri terhadap otak dan mengganggu

kemampuan otak untuk menekan nyeri. Pada satu sisi, ketegangan

otot di leher dan kulit kepala bisa menyebabkan sakit kepala pada

orang dengan gangguan zat kimia. Di sisi lain, ketegangan otot bisa

merupakan hasil dari perubahan zat kimia ini.

Karena nyeri kepala tipe ini dan migren melibatkan

perubahan yang mirip pada otak, beberapa peneliti percaya bahwa

kedua tipe sakit kepala ini berhubungan. Beberapa ahli berpendapat

bahwa migren bisa disebabkan oleh nyeri kepala tegang otot yang

berulang. Migren bisa dibedakan saat nyeri yang terasa menjadi

sangat hebat. Ada juga yang beranggapan migren yang ringan

adalah suatu jenis nyeri kepala tegang otot yang ringan.

F. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala yang bisa digolongkan dalam nyeri kepala tipe tegang

adalah :

Nyeri kepala bersifat konstan dan terus menerus.

Terasa berat seperti tertekan atau seperti terikat, diperas, mau

meledak.

Tempat sakitnya tidak dapat ditentukan

Frekuensi, fluktuasi, dan intensitas nyeri sangat bervariasi. Biasanya

akan bertambah pd masa2 penuh tekanan seperti pubertas, pindah

sekolah, masalah pekerjaan atau perkawinan.

  Biasanya nyeri kepala tipe tegang dikaitkan dgn kelainan yg

disebut spasmohilia. Kelainan ini adalah kecenderungan seseorang yg

otot2nya lebih mudah utk kontraksi (tegang). Spasmohilia memiliki

27

Page 28: NYKTTH

kemungkinan diturunkan atau ada faktor keluarga. Selain itu juga akan

ditanyakan mengenai kemungkinan adanya stres fisik maupun psikis.

G. Diagnosis

Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang-

kurangnya dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2)

intensitas ringan ± sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk

aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari

fotofobia dan fonofobia.

Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang ± berat, tumpul

seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat

pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan,

memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan

konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher,

rahang serta temporomandibular.

Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat

dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH

biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CTsc an kepala

maupun MRI.

H. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-

artrosis deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca

punksi lumbal, migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit

kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial,

sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.

I. Penatalaksanaan

Tindakan umum

28

Page 29: NYKTTH

Pembinaan hubungan empati awal yang hangat antara dokter dan

pasien merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk

keberhasilan pengobatan. Penjelasan dokter yang meyakinkan

pasien bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga kepal

atau dalam otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan adanya

tumor otak atau penyakit intrakranial lainnya.

Penilaian adanya kecemasan atau depresi harus segera dilakukan.

Sebagian pasien menerima bahwa nyeri kepalanya berkaitan

berkaitan dengan penyakit depresinya dan bersedia ikut program

pengobatan sedangkan sebagian pasien lain berusaha

menyangkalnya. Oleh sebab itu pengobatan harus ditujukan kepada

penyakit yang mendasari dengan obat anti cemas atau anti depresi

serta modifikasi pola hidup yang salah, disamping pengobatan

nyeri kepala. Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri

maka pasien harus dirujuk ke ahli jiwa.

Farmakoterapi nyeri kepala tipe tegang

Analgesik

Pemakaian tablet analgetik harian dapat memacu timbulnya

rebound headache sebagai efek wears off dan akan menjadi

predisposisi timbulnya nyeri kepala harian yang kronis (Lance &

Goadsby, 1988)

Amitriptilin

Digunakan juga pada pasien migren, terutama yang berhubungan

dengan nyeri kepala tipe tegang. Mekanismenya tidak berhubungan

dengan aktivitasnya sebagai antidepresan. Amitriptilin bekerja

memodulasi neurotransmiter, menghambat pengambilan kembali

(reuptake) noradrenalin dan serotonin serta mengurangi fungsi β-

adrenergik dan reseptor serotonin sentral (Pryse-Phillips, 1997).

29

Page 30: NYKTTH

Dosisnya dimulai dengan 10 mg atau setengah dari tablet

amitriptilin 25 mg pada malam hari, kemudian ditanyakan pada

pasien jika akan menaikkan dosisnya secara perlahan sampai

mencapai dosis 75 mg tiap malam jika pasien dapat mentolerir

tanpa mengantuk pada pagi harinya (Lance & Goadsby, 1998).

Sodium valproat

Sebuah studi melaporkan bahwa sodium valproat dalam dosis

1000-2000 mg per hari yang diberikan selama 3 bulan menurunkan

indeks nyeri kepala harian yang kronis sampai setengahnya tau

menurun pada 18 pasien (dari 30 pasien) dengan rata-rata bebas

nyeri kepala hariannya tiap bulan meningkat 5,5 sampai 17,7

(Lance & Goadsby, 1998).

Bezodiazepin

Pemakaian benzodiazepin juga banyak menolong tetapi

mempunyai resiko tinggi untuk kebiasaan untuk meneruskan

penggunaannya (adiktif) (Lance & Goadsby, 1998).

Tizanidin

Aslan (1996) telah melakukan studi terhadap tizanidin secara acak

ganda tersamar untuk nyeri kepala tipe tegang. Hasil studi tersebut

menyimpulkan bahwa tizanidin ternyata efektif untuk nyeri kepala

tipe tegang. Pada studi lainnya, Saper et. al. (2001) dengan open-

label study pemberian tinzanidin ternyata efikasius, aman dan

dapat ditoleransi pada terapi profilaksis nyeri kepala harian.

Botulin toksin

Botulin toksin A adalah obat yang poten untuk beberapa penyakit

berat yang berhubungan dengan kenaikan tonus otot, seperti

tortikolis spasmodik, blefarospasm, distoni anggota gerak,

hemispasm facial dan spastisitas. Botulinum toksin juga dapat

digunakan pada terapi nyeri spasme otot dan miofacial pain

30

Page 31: NYKTTH

syndrome. Beberapa studi juga menyarankan bahwa botulinum

toksin dapat dipakai untuk terapi tension headache (Zwart et. al.

1994; Rejla, 1997; Wheeler, 1998 cit. Rolnik, 2000). Sebuah studi

acak buta ganda terkendali pada terapi botulinum toksik A telah

dilakukan Rollink et. al. (2000) untuk terapi nyeri kepala tension

headache. Kelompok terapi diberi obat (injeksi intrakranial 10x20

mu botulin toksin A) dan hasilnya adalah tidak ada perbedaan

bermakna antara kelompok plasebo dan kelompok terapi.

31

Page 32: NYKTTH

32