nilai-nilai pendidikan islam dalam tradisi praja pada...
TRANSCRIPT
-
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI PRAJA PADA PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD DI KOTA MATARAM
oleh HANINATURRAHMAH
NIM. 15.1.13.1.219 \
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM 2017
-
ii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI PRAJA PADA PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD DI KOTA MATARAM
Skripsi Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk melengkapi
persyaratan mencapai gelar Sarjana Pendidikan
oleh
HANINATURRAHMAH NIM. 15.1.13.1.219
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITASISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM 2017
-
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Haninaturrahmah
NIM : 15.1.13.1.219
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam
Tradisi Praja pada Perayaan Maulid Nabi Muhammad di Kota Mataram ini secara
keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian
yang dirujuk sumbernya. Jika saya terbukti melakukan plagiat tulisan/ karya orang
lain, siap menerima sanksi yang telah ditentukan oleh lembaga.
Mataram, 11 Juli 2017
Saya yang Menyatakan
Haninaturrahmah
NIM. 15.1.13.1.219
-
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi oleh: Haninaturrahmah, NIM: 15.1.13.1.219. dengan judul, ”Nilai-Nilai
Pendidikan Islam dalam Tradisi Praja pada Perayaan Maulid Nabi Muhammad di
Kota Mataram” telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.
Disetujui pada tanggal: 11 Juli 2017
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Dr. Abdul Fattah, M.Fil.I Muhammad Taisir, M.Ag NIP:197808052003121002 NIP:197412312005011014
-
v
NOTA DINAS PEMBIMBING
Mataram, 12 Juli 2017
Hal : Ujian Skripsi
Yang Terhormat
Rektor UIN Mataram
di Mataram
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan bimbingan,
arahan, dan koreksi maka kami berpendapat bahwa skripsi saudara:
Nama : Haninaturrahmah
NIM : 151.131.219
Jurusan/Prodi : Pendidikan Agama Islam
Judul :“Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Praja
pada Perayaan Maulid Nabi Muhammad di Kota
Mataram”
telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam sidang munaqasyah skripsi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram.Oleh karena itu, kami
berharap agar skripsi ini dapat segera dimunaqasyahkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Abdul Fattah, M.Fil.I Muhammad Taisir, M.Ag NIP:197808052003121002 NIP:197412312005011014
-
vi
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi oleh: Haninaturrahmah, NIM: 15.1.13.1.219 dengan judul: Nilai-Nilai
Pendidikan Islam dalam Tradisi Praja pada Perayaan Maulid Nabi Muhammad di
Kota Mataram telah dipertahankan di depan dewan penguji Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram pada tanggal
2017
Dewan Penguji
1. Pembimbing I: Dr. Abdul Fattah, M.Fil.I ( )
NIP:197808052003121002
2. Pembimbing II: Muhammad Taisir, M.Ag ( ) NIP:197412312005011014
3. Penguji I: Prof. Dr. H. M. Taufik, M.Ag ( ) NIP: 195503251979021001
4. Penguji II: Dr. Ahmad Sulhan, M.pd.I ( ) NIP: 197207151998031004
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram,
Dr. Hj. Nurul Yakin M.Pd NIP. 196412311991032006
-
vii
MOTTO
Artinya, “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu. (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari
1(33): 21) Ahzab-(Q.S. Al ”.dan yang banyak mengingat AllahKiamat
1Kemenag RI, Mushaf Al-Fattah, (Bandung: CV Mikraj Kahazanah Ilmu, 2014), h. 221.
-
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Rabb Tuhan Semesta Alam dengan Karunia Iman dan Jalan Keselamatan
Sang Penghulu Zaman Rasulullah dan Para Sahabatnya yang Tiada Benci dan Sakit Membimbing Manusia kepada Kebenaran
Ayah dan Ibu Tercinta dengan Tulus Kasih dan Pengorbanan yang Tak Terhingga
Kakak dan Adikku Yang Selalu Meneduhkan Guru Kehidupan (Umi Nani dan Pak
Muhammad) Para Musafir Kelana (Sahabat PII) Yang
Saling Mencintai dalam Iman dan Perjuangan Sahabat-Sahabatku (Mutmainnah, Anita
Wulandari, Al-Aina Radiyah, Nurmiati, MariatunKibitia, Haerunisa) Yang Menguatkan dikala Gundah
Almamater Tercinta Tempat Aku Menempa Diri
-
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan
alambaginda Nabi besar Muhammad SAW. penghulu alam jagad raya beserta
keluarga dan paran sahabat.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang peneliti peroleh di lapangan,
sebagaimana peneliti ajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan
(S.Pd) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram. Selanjutnya
dalam penelitian skripsi ini sudah barang tentu peneliti tidak terlepas dari bantuan
orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada
kesempatan yang berbahagia ini, peneliti banyak mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Abdul Fattah, M.Fil.I selaku Dosen Pembimbing I,dan Bapak
Muhammad Taisir, M.Ag selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia
memberikan bimbingan kepada peneliti sehingga memperoleh kemudahan dan
kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. H. Maimun, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3. Ibu Dr. Hj. Nurul Yakin, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan. Terimakasih karena telah memfasilitasi segala sesuatu yang
menyangkut penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dr. H.Mutawalli, M.Ag selaku rektor UIN Mataram.
5. Bapak/Ibu Dosen yang telah banyak membina dan mendidik peneliti, sehingga
mempunyai kemampuan akademis untuk menyelesaikan skripsi ini.
-
x
6. Bapak Hambali, S. Sos selaku Kepala Lurah Dasan Agung beserta Jajarannya
yang bersedia membantu peneliti memberikan informasi dan data yang
dibutuhkan selama proses pengumpulan data.
7. Kepada para informan (Pak Jaelani, Pak Muaidi, Pak Jumaidi, dan Pak
Bunyamin) yang telah membagi ilmu dan pengalamannya selama proses
pengumpulan data.
8. Semua staff Civitas Akademika di lingkungan UIN Mataram yang telah
banyak memberikan layanan administrasi kepada peneliti, sehingga urusan
menjadi lancar.
Peneliti menyadari, bahwa penyusunan skripsi ini sangat jauh dari
kesempurnaan dan tidak terlepas dari kekhilafan dan kekurangan. Untuk itu saran
dan kritik yang membangun selalu peneliti nantikan guna sempurnanya penelitian
skripsi ini dimasa yang akan datang.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
semua pihak, dan tak ada kata yang lebih pantas peneliti sampaikan kecuali
ucapan terima kasih.
Mataram, 11 Juli 2017
Penulis,
Haninaturrahmah
-
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................... ii i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iv NOTA DINAS PEMBIMBING ..................................................................... v PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ........................................................... vi HALAMAN MOTTO .................................................................................... vii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................... ix DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv .......................................................................................................................... xv ABSTRAK DAFTAR LAMPIRAN .............................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................... 5 C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan ...................................................................... 6 2. Manfaat ..................................................................... 6
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian 1. Ruang Lingkup Penelitian ........................................... 7 2. Setting Penelitian ........................................................ 7
E. Telaah Pustaka ................................................................ 8 F. Kerangka Teori
1. Konsep Pendidikan Islam ........................................... 13 2. Karakteristik Pendidikan Islam ................................... 18 3. Tujuan Pendidikan Islam ............................................ 21 4. Nilai-Nilai Pendidikan Islam ...................................... 23 5. Nilai Pendidikan Islam dalam Kebudayaan ................. 30 6. Islam di Pulau Lombok ............................................... 32
G. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian ................................................ 36 2. Kehadiran Peneliti ..................................................... 38 3. Lokasi Penelitian ....................................................... 30 4. Sumber Data ............................................................. 41 5. Prosedur Pengumpulan Data ...................................... 42 6. Tehnik Analisis Data ................................................. 46 7. Pengecekan Keabsahan Data...................................... 48
H. Sistematika Penulisan ...................................................... 49
-
xii
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN A. Setting Sosio-Geografis .................................................. 51 B. Tradisi Praja di Dasan Agung ........................................ .61
1. Sejarah Tradisi Praja di Dasan Agung ...................... 61 2. Proses Pelaksanaan Tradisi Praja pada Perayaan
Maulid Nabi Muhammad di Dasan Agung ............... 66 3. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Praja
Pada Perayaan Maulid Nabi Muhammad di Dasan Agung ...................................................................... 74
BAB III PEMBAHASAN A. Islam dan Budaya di Kota Mataram ............................... 83 B. Tradisi Praja dalam Perayaan Maulid Nabi
Muhammad di DasanAgung ........................................... 88 C. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Praja
pada Perayaan Maulid Nabi Muhammad di Dasan Agung ................................................................. 96
BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan ................................................................... 107 2. Saran ............................................................................. 108
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nama-nama Lingkungan Kelurahan Dasan Agung ............................. 57
Tabel 2.2 Laporan Kependudukan Kelurahan Dasan Agung ............................... 58
Tabel 2.3 Mata Pencaharian (Unit Rata) ............................................................. 50
-
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Wilayah Kelurahan Dasan Agung ...................................... 51
Gambar 4.1 Setting Wilayah Dasan Agung diambil dari Google Map
Gambar 4.2 Pelaksanaan Praja (Dokumentasi Pribadi Narasumber)
Gambar 4.3 Pelaksanaan Praja (Dokumentasi Pribadi Narasumber)
Gambar 4.5 Wawancara dengan Pak Jaelani
Gambar 4.6 Wawancara dengan Pak Jumaidi
Gambar 4.7 Wawancara dengan Pak Bunyamin
-
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedomana Wawancara
Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi
Lampiran 3. Transkrip Wawancara
Lampiran 4. Foto Dokumentasi Penelitian
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dari BAKESBANGPOL
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari BALITBANG
Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
-
xvi
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI PRAJA PADA
PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD DI KOTA MATARAM
Oleh:
Haninaturrahmah NIM :15.1.13.1.219
ABSTRAK
Latar belakang masalah dalam penelitian ini berkaitan dengan pergeseran nilai-nilai pendidikan Islam dalam masyarakat yang terjadi di dalam tradisi praja pada perayaan maulid Nabi Muhamamd di kota Mataram, khususnya di Kelurahan Dasan Agung. Fakta-fakta yang menunjukkan adanya pergeseran nilai tersebut 1) Musik pengiring praja yang dulunya menggunakan musik-musik Islam diganti dengan musik modern, seperti disco, rege, rock, dan dangdut, 2) Media praja tidak lagi menggunakan media yang bernafaskan Islam seperti media masjid, melainkan media yang berbentuk motor harlay, binatang buas, dan lain-lain, 3) Proses arakan praja diiringi dengan joget-jogetan para pengusung praja dibarengi dengan aksi menenggak minuman keras dan campur baur antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penelitian ini memfokuskan penelitiannya menjadi tiga pokok permasalahan, yaitu 1) Sejarah tradisi praja pada perayaan maulid Nabi Muhammad di Kota Mataram, 2) Proses pelaksanaan tradisi praja pada perayaan maulid Nabi Muhammad di Kota Mataram, 3) Nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi praja pada perayaan maulid Nabi Muhammad di Kota Mataram.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan historis dan fenomenologis. Setting penelitian dilakukan di Kelurahan Dasan Agung di tiga lingkungan yaitu, lingkungan Arong-Arong Timur, lingkungan Gapuk Utara, dan lingkungan Gapuk Selatan. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi. Subyek yang diteliti merupakan pelaku dan pengamat Praja dengan menggunakan tipe purposive sampling. Untuk menjawab rumusan masalah yang ada peneliti menggunakan tekhnik analisa antisipatory, reduksi, display, dan verifikasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi praja di Kota Mataram sudah dilakukan sejak berabad silam oleh masyarakat muslim Sasak, khususnya di Dasan Agung. Tradisi ini merupakan tradisi yang dilakukan untuk menghibur anak-anak yang akan dikhitan dan dilakukan khusus pada bulan Rabiul Awwal bertepatan dengan perayaan maulid Nabi Muhammad S.a.w. Tradisi ini mengandung nilai-nilai pendidikan Islam, yaitu 1) Nilai tauhid, 2) Nilai kemasyarakatan, 3) Nilai keberanian, 4) Nilai syiar Islam, 5) Nilai syukur, 6) Nilai ikhlas-kasih sayang, dan 7) Nilai inovasi-kreasi.
Kata Kunci: Tradisi Praja, Nilai Pendidikan Islam
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam terminologi UU SISDIKNAS Indonesia adalah
upaya menciptakan kondisi dan suasana yang dapat mengantarkan peserta
didik pada pengenalan dan pengembangan potensi dan jati diri yang sesuai
dengan fitrahnya. Potensi dan jati diri yang dimaksud adalah kekuatan
spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan
bangsanya.1
Dalam konteks yang sederhana dan umum pendidikan dapat
diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas
dasar pandangan hidup bangsa (nilai dan norma masyarakat), yang
dijadikan sebagai falsafah, cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikan,
sekaligus menunjukkan bagaimana warga negara suatu bangsa berpikir
dan berperilaku secara turun temurun, yang dalam perkembangannya akan
sampai pada tingkat peradaban yang maju atau meningkatnya nilai-nilai
kehidupan dan pembinaan kehidupan yang lebih sempurna.2
Dalam dua pandangan tentang pendidikan di atas, baik yang
tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional maupun yang
dikemukakan oleh Fuad Ihsan terdapat kesamaan cara berpikir, bahwa
1Tim Penyusun, UU R.I. No 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS dan Peraturan
Pemerintah R.I. Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan serta Wajib Belajar (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 2-3.
2Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan (Jakarta: Rineke Cipta, 2011), h. 2.
-
2
pendidikan menduduki posisi sentral dalam menentukan bangun-
runtuhnya peradaban. Selain sebagai alat untuk membangun peradaban
juga sebagai cermin untuk melihat sejauh mana cara pandang berpikir
warga negara suatu bangsa.
Pendidikan memiliki cakupan ruang gerak yang luas. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun dalam bukunya
muqaddimah “barang siapa yang tidak dididik oleh orangtuanya, maka
akan dididik oleh zaman.”3
Kata “zaman” yang diungkapkan oleh Ibnu Khaldun di atas
memberikan sinyal pemaknaan terhadap eksistensi manusia sebagai
makhluk belajar yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Sebagai makhluk pembelajar manusia dapat belajar dari apa saja,
termasuk budaya yang ada disekitarnya. Manusia dan kebudayaan adalah
dua komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Manusia selalu
mewarisi nilai-nilai budaya kepada generasi penerusnya berupa tingkah
laku dan ucapan. Begitu pula budaya selalu dijadikan alat atau media
untuk menanamkan nilai-nilai kepada manusia.
Budaya adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia berupa keseluruhan yang kompleks yang termasuk di dalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat, dan segala kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.4 Berbeda dengan pengertian kebudayaan, ”Kebudayaan adalah
keseluruhan gagasan dan karya manusia yang dibiasakannya melalui
3Ibnu Khaldun, Mukaddimah, Terjemah Mastur Irham dkk., (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), h. xi.
4Tim Perumus, Falsafah gerakan PII, (Ambon: Muktamar PII ke-25, 2006), h. 11.
-
3
proses belajar (becoming process) yang teraktualisasi dalam tatanan
struktur kemasyarakatan.”5
Dengan demikian maka budaya dan kebudayaan adalah dua hal
yang sama-sama lahir melalui proses aktifitas dinamika manusia yang
berjalan terus menerus dan mempengaruhi keseluruhan aktifitas gerak
manusia dalam lingkup yang luas.
Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Sejak awal
penyebarannya sudah dilakukan oleh para mubaligh dengan cara-cara yang
ma’ruf tanpa ada tindakan pemaksaan atau penekanan yang mendorong
terjadinya kericuhan atau pemberontakan, termasuk dalam hal ini proses
penyebaran Islam di Indonesia yang bermula dari Aceh meluas hingga ke
Maluku-Sulawesi-Sumbawa, dan Lombok.6
Pulau Lombok adalah pulau yang terletak di antara
pulau Sumbawa dan Bali. Mayoritas penduduknya beragama Islam.
Islam masuk di pulau Lombok menurut sejarah di bawa oleh Sunan
Prapen. Masyarakat muslim Sasak yang ada di Pulau Lombok merupakan
masyarakat yang memiliki ragam budaya yang khas. Budaya-budaya
tersebut lahir sebagai bentuk pengejawantahan dari nilai-nilai yang dianut,
yang dianggap penting, sehingga terus dilestarikan dari generasi ke
generasi. Budaya-budaya tersebut tidak lahir dengan serta merta,
melainkan penuh penghayatan. Salah satunya adalah budaya praja, praja
dalam istilah masyakat Sasak adalah “kegiatan pawai arak-arakan
5 Tim Perumus, Falsafah Gerakan,… h. 11. 6Ahmad Mansyur Surya Negara, Api Sejarah 1 (Bandung: PT Salamadani, 2010), h. 115.
-
4
mengusung anak-anak yang akan dikhitan keliling kampung.”7 Pawai
praja biasa dilaksanakan bersamaan dengan perayaan maulid, bahkan telah
menjadi identitas pelaksanaan maulid, sehingga tidak dapat dipisahkan
dari perayaan maulid. Praja bagi masyarakat Dasan Agung memiliki
pertalian makna dengan perayaan maulid. Oleh karena khitan merupakan
sarana mensucikan seorang anak, maka hal tersebut dikaitkan dengan
kesucian Rasulullah yang terlepas dari dosa. Ajaran yang berkaitan dengan
akhalak dan pribadi Rasulullah dihubungkan dengan nilai-nilai khitan
yang menjadi muara atau sasaran diadakan praja. Dibeberapa lingkungan
yang memiliki tradisi pawai praja, pawai biasa dilaksanakan pada malam
menjelang maupun siang hari pada saat perayaan maulid dilaksanakan di
masjid. Ketika sebagian orang melaksanakan pengajian di masjid, maka
sebagian anggota masyarakat lainnya merayakannya dengan mengusung
praja, yang secara khusus disiapkan untuk anak-anak yang akan dikhitan
keliling kampung.8
Sebagai sebuah tradisi, pawai praja banyak mengalami perubahan
dan bahkan ditinggalkan. Oleh karena munculnya pemahaman yang
menyatakan bahwa praja tidak lebih dari sebatas perkara bid’ah yang tidak
ada contohnya dari Rasulullah S.a.w., ditambah dengan banyaknya
perubahan pada bentuk-bentuk praja yang menunjukkan adanya pengaruh
budaya modern, seperti misalnya yang terjadi di Dasan Agung, salah satu
7Mustain dkk, Mempertahankan Tradisi di Tengah Arus Globalisasi: Kajian Tentang
Tradisi Praja Dalam Perayaan Maulid Nabi Pada Masyarakat Muslim Sasak di Kota Mataram, laporan penelitian (Mataram: Kementerian Agama, 2010), h. 3.
8Ibid.,h.4.
-
5
kampung yang terdapat di jantung Kota Mataram. Di antara perubahan-
perubahan yang nampak bentuk-bentuk praja yang diusung berupa tokoh-
tokoh film Holly Wood, Dinosaurus, Motor Harley, dan lain-lain.
Ditambah lagi dengan iringan musik-musik modern, misalnya Disco dan
Rege ala Bob Marley yang jauh dari nilai-nilai prinsip keagamaan.9 Tidak
hanya itu, pawai praja sudah dibumbui dengan kebiasaan menenggak
minuman keras para pengusung praja, baik sebelum maupun pada saat
pawai praja berlangsung. Hal ini telah menjadikan nilai-nilai asal dari
praja semakin terkikis dan jauh dari tujuan awal adanya.
Di dalam salah satu tulisan yang di up load oleh lomboknews
melalui jejaring internet disebutkan, bahwa praja mengalami perubahan
dari tahun ke tahunnya. Dua puluh tahun yang lalu kreasi praja hanya
berupa onta, gajah, atau masjid yang diiringi dengan musik rebana.10
Namun semakin memasuki modern, bentuk prajapun semakin mengikuti
kebiasaan masyarakatnya.
Dari beberapa fakta yang disebutkandi atas peneliti mengarahkan
skripsi ini untuk menggali latar belakang adanya praja dan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Sehingga masyarakat menyadari adanya
pergeseran budaya yang membawa dampak negatif dalam kehidupan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini
dirumuskan ke dalam beberapa pokok pertanyaan sebagai berikut:
9Ibid.,h.4. 10Lomboknews.com/2007/04/07/ada-praja-maulid-di-dasan-agung/ diambil tanggal 02
Desember 2016 pukul 13:32 WITA.
-
6
1. Bagaimana sejarah tradisi praja pada perayaan maulid Nabi
Muhammad S.a.w. di Kota Mataram?
2. Bagaimana pelaksanaan tradisi praja pada perayaan maulid Nabi
Muhammad S.a.w. di Kota Mataram?
3. Nilai-nilai pendidikan Islam apa yang terdapat dalam tradisi praja
pada perayaan maulid Nabi Muhammad S.a.w. di Kota Mataram?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui sejarah tradisi praja pada perayaan maulid Nabi
Muhammad S.a.w. di Kota Mataram.
2. Mengetahui tata cara masyarakat muslim Sasak melaksanakan praja
pada perayaan maulid Nabi Muhammad S.a.w. di Kota Mataram.
3. Mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam tradisi
praja pada perayaan maulid Nabi Muhammad S.a.w di Kota Mataram.
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis:
a. Menambah wawasan tentang kebudayaan lokal, serta aspek yang
melatar belakanginya.
b. Menyumbang suatu ide dan gagasan dalam ilmu pengetahuan,
khususnya yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai pendidikan
Islam pada tradisi praja pada perayaan maulid Nabi Muhammad
S.a.w. di Kota Mataram. Sehingga bagi peneliti yang sejenis dapat
-
7
dijadikan sebagai acuan atau kerangka pemikiran untuk penelitian
selanjutnya.
c. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk memperkaya khazanah
ilmu pengetahuan, mengembangkan strategi dan metode
pembelajaran yang berbasis budaya lokal.
2. Manfaat praktis:
a. Dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi untuk melestarikan
kebudayaan lokal.
b. Dijadikan sebagai ikon sosialisasi kebudayaan lokal di kancah
nasional, maupun internasional.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian bertujuan untuk membatasi penelitian
yang akan dibahas dan diteliti serta memperlancar proses penelitian.11
Adapun ruang lingkup penelitian ini meliputi sejarah
pelaksanaan tradisi praja pada masyarakat muslim Sasak yang
bertempat di Kelurahan Dasan Agung Kota Mataram, proses
pelaksanaan tradisi praja yang diadakan pada bulan Rabiul Awwal
bertepatan dengan maulid Nabi Muhammad S.a.w., dan nilai-nilai
pendidikan Islam yang terdapat dalam ritual pelaksanaan praja.
Melihat bahwa praja yang sekarang sudah mengalami pergeseran nilai
yang cukup signifikan, dari nilai-nilai Islam bergeser ke nilai-nilai
11Nashuddin dkk, Pedoman Penulisan Skripsi FITK IAIN (Mataram: IAIN, 2015), h. 15.
-
8
modern yang bertentangan dengan nilai Islam, sehingga penelitian ini
membatasi kajiannya pada apa yang menjadi proses pelaksanaan praja
sebelum abad ke 21, dan nilai-nilai pendidikan Islam yang dijaga oleh
generasi terdahulu dan diwariskan pada generasi sekarang.
2. Setting Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di komunitas Muslim
Masyarakat Dasan Agung Kecamatan Selaparang Kota Mataram
Pulau Lombok.
Dasan Agung memiliki sepak terjang sebagai wilayah yang
kuat akan Islamnya sejak zaman dahulu, sehingga ada beberapa
budaya yang diakui berawal dari Dasan Agung, dalam hal ini yaitu
praja. Oleh karena alasan tersebut, Dasan Agung menjadi satu-satunya
wilayah yang masih melaksanakan tradisi praja secara rutin tiap
tahunnya, khususnya pada perayaan maulid Nabi Muhammad S.a.w.
Selain itu Dasan Agung dalam melaksanakan tradisi praja
cenderung berbeda dengan pelaksanaan praja di wilayah pulau
Lombok lainnya, misalnya dengan bentuk praja yang diubah menjadi
patung-patung hewan, motor harlay,dan lain-lain yang tidak
mencerminkan nilai-nilai Islam.
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka memiliki fungsi untuk menjelaskan posisi
penelitian yang sedang dilaksanakan di antara hasil-hasil peneitian dan/
atau buku-buku terdahulu yang bertopik senada. Hal ini bertujuan untuk
-
9
menegaskan kebaruan, orisinalitas, dan urgensi penelitian bagi
pengembangan keilmuan terkait.12
Suprapto (2013)“Nilai-Nilai Kearifan Lokal bagi Upaya Resolusi
Konflik”. Secara umum jurnal ini bermaksud menghidupkan kembali
kearifan lokal suatu daerah sebagai sesuatu yang memiliki nilai-makna-
fungsi yang dapat meredam konflik yang terjadi di tubuh masyarakat,
dengan mengambil setting penelitian di daerah Lombok, dengan variabel
penelitian adalah budaya begibung (makan bersama). Ia mengatakan
bahwa budaya begibung adalah salah satu bentuk kearifan lokal yang
dapat dijadikan sebagai upaya meresolusi konflik di masyarakat, dengan
mendasari teorinya pada salah satu teori yang dikemukakan oleh Galtung
bahwa resolusi konflik dapat dilakukan dengan 3 model, yaitu: peace
keeping, peace building, dan peace making. Begibung (makan bersama)
dalam hal ini termasuk dalam model peace building,13 yang diartikan
sebagai langkah bina damai. Peace building diyakini sebagai model yang
lebih efektif dalam meretas konflik, karena sifatnya lebih mendidik dan
langsung menyentuh pada aspek afektif (emosi/kesadaran). Adapun letak
perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang diteliti oleh
peneliti adalah, pertama penelitian sebelumnya mengarahkan
penelitiannya untuk satu kemaslahatan saja dengan disesuaikan pada latar
belakang masalah banyaknya isu dan kasus konflik yang terjadi pada
masyarakat, sehingga peneliti yang bersangkutan berusaha mengangkat
12Nashuddin dkk, Pedoman Penulisan…, h. 19. 13Suprapto, Revitalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Bagi Upaya Resolusi Konflik, walisongo,
Volume 21, No. 21.
-
10
budaya lokal sebagai media kontrol sosial atas konflik yang terjadi secara
terus menerus, sedangkan penelitian kedua berusaha menggali secara
mendalam nilai-nilai penting dalam suatu kebudayaan untuk kemanfaatan
dan kemaslahatan yang lebih luas (tidak mengarahkan pada satu aspek
kemaslahatan), kedua penelitian di atas mengambil setting di Kota
Mataram secara umum, sedangkan penelitian ini mengkhususkan pada
bagian tertentu dari Kota Mataram, ketiga penelitian sebelumnya
mengumumkan praktik kebudayaannya, tidak menjelaskan perbedaan-
perbedaan tertentu tiap-tiap tempat yang ada di Kota Mataram.
Mustain, Mahmud Agus, dan Imran (2010) “Mempertahankan
Tradisi di Tengah Arus Globalisasi: Kajian Tentang Tradisi Praja dalam
Perayaan Maulid Nabi pada Masyarakat Muslim Sasak di Kota
Mataram.”14 Dalam laporan penelitiannya secara umum menjelaskan
bahwa tradisi praja yang dilakukan oleh masyarakat muslim Sasak di
Dasan Agung Kota Mataram adalah upaya masyarakat low class yang
tinggal di wilayah perkotaan mencari dan menunjukkan identitas dirinya di
tengah entitas masyarakat modern yang notabene memiliki persaingan
yang sangat kuat. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisa dalam
membedah akar masalahnya dengan mengambil tarikan antara nilai-nilai
budaya lokal, nilai-nilai keyakinan (agama), dengan nilai-nilai budaya
yang bersifat global, sesuai dengan pemahaman masyarakatnya. Letak
perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang diteliti oleh peneliti
14Mustain dkk, Mempertahankan...
-
11
terdapat pada kajian prajanya, di mana penelitian sebelumnya mengkaji
praja sebagai suatu fenomena budaya yang telah mengalami perubahan
sebagai akibat dari geseran dan tantangan zaman yang telah
memarginalkan masyarakat pemilik budaya tersebut dari persaingan
zaman. Sedangkan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti ini mengkaji
praja dari aspek nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam
praktiknya, serta berusaha mengembalikan budaya lokal pada posisi
aslinya sebagaimana tujuan adanya.
Zaenuddin Mansyur (2005) “Tradisi Maulid Nabi dalam
Masyarakat Sasak.”15 Secara umum mengemukakan bahwa perayaan
maulid Nabi yang dilakukan oleh masyarak muslim Sasak tidak hanya
berlangsung pada tanggal 12 Rabiul Awwal, melainkan seluruh hari yang
terdapat pada bulan tersebut. Di antara rangkain prosesinya salah satunya
adalah tradisi praja. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam tradisi
perayaan maulid masyarakat muslim Sasak didorong oleh semangat
teologis, filosofis-sosiologis, dan kesejarahan, yang turun-temurun.
Namun dilihat dari cara pelaksanaannya hal tersebut justru tidak bersinergi
dengan motiv yang melatar belakanginya. Hal ini disebabkan oleh
pemaknaan masyarakatnya yang sangat fanatis terhadap tradisi yang
dilakukan, yang kemudian melahirkan sikap kompetitif yang orientasinya
lebih condong ke arah negatif, misalnya dalam mengadakan perayaan
masyarakat muslim Sasak banyak mengeluarkan biaya untuk menyediakan
15Zaenuddin Mansyur, Tradisi Maulid Nabi Dalam Masyarakat Sasak, Ulumuna, Vol. IX,
Edisi 15 Nomor 1.
-
12
berbagai macam jenis makanan dan jajanan. Tidak membedakan apakah ia
berasal kelompok ekonomi bawah, menengah, atau atas. Dari sisi etika
Islam, hal tersebut menimbulkan sikap berlebih-lebihan dan tabdzir. Letak
perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang baru terdapat
pada lokasi penelitian dan kekhususan aspek yang yang diteliti. Dimana
penelitian sebelumnya mengambil lokasi penelitian di daerah Monjok,
sedangkan peneliti mengambil lokasi penelitian di Dasan Agung.
Kemudian dari segi keumuman yang dikaji, dimana peneliti sebelumnya
mengkaji budaya maulid secara umum, sedangkan peneliti mengkaji
fenomena tertentu yang terdapat pada budaya maulid.
Sebagaimana dipaparkan di atas, penelitian pertama membatasi
kajiannya pada aspek potensi tradisi lokal dalam merevolusi konflik pada
masyarakat muslim Sasak. Penelitian kedua mengkaji tradisi praja pada
komunitas low class yang dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan
eksistensi di tengah komunitas perkotaan yang cenderung modern.
Penelitian ketiga mendeskripsikan tradisi maulid secara umum, tidak fokus
pada fenomena tertentu dari tradisi maulid. Di sinilah letak perbedaan
yang akan dikaji, yaitu mencoba mendeskripsikan interpretasi nilai
pendidikan Islamyang terdapat di dalam fenomena tradisi praja pada
perayaan maulid Nabi Muhammad, yang dilakukan oleh kelompok
masyarakat muslim Sasak. Penelitian ini dirasa penting oleh peneliti,
sebab belum ada penelitian-penelitian sebelumnya yang mengkaji secara
mendalam hal ini.
-
13
F. Kerangka Teori
1. Konsep Pendidikan Islam
Pendidikan adalah “usaha melestarikan dan mewariskan nilai-
nilai yang ada dalam masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap
eksis.”16
Hal di atas merupakan kesimpulan yang dikemukakan oleh
Lismijar (2013) dari pernyataan Ibnu Khaldun dalam kitab
Muqaddimah yang menyatakan “barang siapa yang tidak dididik oleh
orangtuanya, maka akan dididik oleh zaman”.17
Pendidikan dalam terminology Islam menurut Syaikh Naquib
Al -Attas adalah “meresapkan dan menanamkan adab pada manusia
(ta’dib).”18 Adab dalam pengertinnya meliputi kehidupan spiritual dan
material manusia yang memberikan sifat kebaikan yang dicarinya.
Pendidikan menurut Imam Al-Gazali merupakan
sarana utama untuk menyiarkan ajaran Islam, memelihara jiwa, dan mendekatkan diri kepada Allah. Pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan jalan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.19 Pendidikan Islam memiliki ciri khas tertentu, yaitu
memprioritaskan penenaman nilai-nilai dalam prosesnya. Nilai dalam
kehidupan bermasyarakat selalu dijadikan sebagai sesuatu yang
berharga dan penting. Orang dianggap bernilai diukur dari akhlaknya.
16Lismijar, Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Ibnu Khaldun, PEURADAEN Vol.I,
No. 01, h. 176. 17Ibnu Khaldun, Mukaddimah..., h. xi. 18Syaikh M. Al-Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme (Bandung: Pustaka, 1981), h. 222. 19Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 87.
-
14
Hal ini sejalan dengan yang disebutkan oleh Allah S.w.t. dalam Al-
Qur’an,20 yang artinya
Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb yang Maha Penyayang itu (adalah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata yang baik.21
Kalimat “berjalan di atas bumi dengan rendah hati” dan
“mengucapkan kata yang baik” pada ayat di atas menunjukkan standar
akhlak dan karakter hamba yang baik menurut pandangan dan
kacamata Allah. Sehingga standar kebaikan (bernilainya) seseorang
diukur berdasarkan kadar-kadar penilaian Allah, yaitu Al-Qur’an dan
sunnah Rasul-Nya.
Sejak berabad silam Allah telah menurunkan Al-Qur’an sebagai
petunjuk, Islam sebagai jalan hidup,dan Rasul sebagai teladan dan
contoh. Dengan tiga hal tersebut, maka hidup dan kehidupan manusia
harus diatur dan berjalan pada koridor yang ditentukan oleh ketiganya.
Allah adalah Zat yang maha sempurna. Allah telah menjadikan
Islam sebagai satu-satunya agama yang diridoi dan sempurna untuk
umat sepanjang jaman.22 Islam dengan asal kata “as-salam” yang
berarti selamat mengandung makna merujuk pada suatu proses
mengembalikan manusia pada hakikat penciptaannya. Manusia dengan
karakter dasarnya sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an
20Lihat QS. Al-furqan (25): 63. 21Kemenag RI, Al-Quranul Karim Terjemahan Tafsir Per-kata (Bogor: Syaamil Al-Qur’an,
2007), h.365. 22Lihat QS. Al-Maidah (5):3.
-
15
tidak bersyukur, melalaikan ayat-ayat Allah,23 memiliki
kecenderungan condong pada hal-hal negatif dan sering kali
menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, sehingga perlu untuk
diselamatkan. Dan proses menyelamatkan tersebut diartikan sebagai
proses pendidikan.
Dengan demikian maka pendidikan Islam adalah proses
menyelamatkan dan mengembalikan manusia pada fitrah
penciptaannya dengan cara meresapkan adab dalam dirinya sesuai
dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Pendidikan dalam Islam mempunyai kedudukan yang sangat
penting dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Islam
kerana merupakan tuntutan dan kewajiban. Dalam pandangan Islam
mencari ilmu dan mengajarkannya adalah suatu kewajiban yang sangat
mulia, oleh karena itu mencari ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap
muslim. Lebih tegas lagi, Islam mewajibkan bagi setiap orang untuk
menuntut ilmu melalui sabda Rasulullah S.a.w. yang artinya:
“menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim,”24 dengan kata lain ilmu
merupakan syarat untuk menjadikan hidup lebih baik, sebagaimana
yang disebutkan dalam Al-Qur’an
23Lihat QS.Al-Baqarah (2):8, QS.Al-Baqarah (2):165, QS.Al-A’raf (7):187, dan QS.Hud
(11):17. 24(H.R. Ibnu Majah) disahihkan oleh al-Bani dalam sahih Ibn Majah (1 : 92) dengan Nomor
Hadith: 184.
-
16
bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.25
Pendidikan Islam mempunyai prinsip yang lebih unggul, yaitu
mengintegrasikan prinsip-prinsip mengenal Tuhan, alam semesta, dan
diri insan secara serentak tanpa terpisah antara satu sama lain.
Sebagaimana yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an yang pertama
diturunkan, bahwasanya ia tidak dimulai dengan perintah yang
berhubung dengan perkara lain, akan tetapi dimulai dengan perintah
yang berhubungan dengan perintah menuntut ilmu. Sesuai dengan
firman Allah S.w.t.26
bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar
25Kemenag RI, Al-Quranul…, h. 250. 26Lihat QS. Al-Alaq (96):1-5.
-
17
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.27
Ayat di atas merupakan ayat yang pertama diturunkan di
Makkah untuk menjelaskan keutamaan Allah S.w.t. menciptakan
manusia dari yang lemah sehingga menjadi kuat, yaitu dengan perintah
atau kewajiban untuk membaca dan menulis, agar terlihat perbedaan
antara manusia dengan makhluk-makhluk yang lain.
Wahyu yang pertama ini mengandung perintah yang menyuruh
manusia agar belajar, mengenal Tuhan, memahami fenomena alam,
dan memahami diri sendiri. Oleh kerana itu semua perkara ini menjadi
prinsip hidup manusia dalam mencapai “al-insan al-kamil”.
Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa perintah membaca diikuti
dengan kata “bismi robbika lladzi kholak”, yang artinya dengan
menyebut nama Tuhan-Mu. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu erat
kaitannya dengan ketauhidan. Semakin tinggi tingkat keilmuan
seorang hamba, maka semakin dekat ia dengan Tuhan-Nya. Syaikh
Muhammad Abduh dikutib oleh Hamka dalam tafsirnya menjelaskan,
maka kalau kaum muslimin tidak mendapat petunjuk dengan ayat ini dan tidak mereka perhatikan jalan-jalan buat maju, merobek segala selubung pembungkus yang menutup penglihatan mereka selama ini terhadap ilmu pengetahuan, atau merampalkan pintu yang selama ini terkunci sehingga mereka terkurung dalam bilik gelap, sebab dikunci erat-erat oleh pemuka-pemuka mereka sampai mereka meraba-raba dalam kegelapan bodoh, dan kalau ayat pembukaan wahyu ini tidak menggetarkan hati mereka, maka tidaklah mereka akan bangun lagi selama-lamanya.28
27Kemenag RI, Al-Quranul…, h. 597. 28Hamka,TafsirAl-Azhar,h.5/collected/didownload dari
http://groups.yahoo.com/group/rezaervani/tanggal 29 Januari 2017 pukul 12:23 WITA.
http://groups.yahoo.com/group/rezaervani/
-
18
Muhammad Abduh menyebutkan dalam tafsirnya bahwa ayat
tersebut menjadi pintu pertama manusia mengenal yang Haq. Pintu
yang dimaksud adalah ilmu.Ilmu yang sari-pati dan pembungkusnya
adalah pengagungan kepada Rabb semesta alam. Ini adalah ayat-ayat
pertama yang diturunkan Allah S.w.t. dan merupakan rahmat terbesar
untuk umat manusia. Dan inilah yang menjadi dasar terbentuknya
pendidikan Islam bagi umat manusia.
2. Karakteristik Pendidikan Islam
Pendidikan Islam memiliki ciri khas tersendiri, termasuk dari segi
materi yang diajarkan. Ditinjau dari sumber pokok ajaran Islam, materi
pendidikan Islam diambil dari Al-Quran langsung. Al-Qur’an yang
merupakan sumber ajaran Islam merupakan wahyu dari Allah S.w.t. yang
diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad S.a.w.
Dalam hal ini ada tiga materi pokok yang terdapat di dalam Al-Qur’an,
antara lain;
a. Aqidah
Aqidah adalah “keyakinan seorang atau masyarakat muslim
terhadap Allah, Malaikat-malikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-
Nya, hari akhir, dan takdir-Nya.”29 Pendidikan aqidah merupakan
pendidikan tentang tauhid, yaitu cara mengesakan Allah dengan
semurni-murninya tanpa menduakannya dengan sesuatu apapun.
29Tim Perumus, Falsafah…, h. 8.
-
19
Pendidikan aqidah menjadi pendidikan yang utama, karena menjadi
landasan utama dalam pembentukan karakteristik dan moral anak.
a. Syariah
Syariah adalah “aturan-aturan hukum yang mengatur tata
hubungan manusia dengan Allah (ibadah mahdhah) dan tata
hubungan dengan sesama manusia atau dengan lingkungannya
(ibadah ghairu mahdhah/mu’amalah).”30
Istilah lain daripada syariah adalah ibadah. Ibadah merupakan
manifestasi dari ketauhidan seorang hamba. Bukti dari ketundukan
seorang hamba kepada Allah S.w.t., serta rasa syukur atas nikmat
yang sudah diberikan melalui ritual-ritual yang sudah disyariatkan dan
dicontohkan oleh Rasulullah S.a.w.
Sesuai dengan jenisnya ibadah dibagi menjadi dua, ibadah
mahdhah dan ghairu mahdhah;
1) Ibadah mahdhah ialah ibadah dalam arti sempit, yaitu aktifitas atau
perbuatan yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya. Maksud
daripada syarat adalah hal-hal yang perlu dipenuhi sebelum suatu
kegiatan ibadah dilakukan. Sedangkan rukun adalah hal-hal, cara,
tahapan, atau urutan yang harus dilakukan dalam melaksanakan
30Ibid., h. 8.
-
20
ibadah. Contoh ibadah mahdhah adalah shalat, puasa, zakat,
taharah, dan haji.31
2) Ibadah ghairu mahdhah ialah ibadah secara umum, mencakup
semua perilaku manusia yang hubungannya dengan sesama
manusia, yaitu dalam semua aspek kehidupan yang sesuai dengan
ketentuan Allah S.w.t. atau sering disebut sebagai ibadah
muamalah, yaitu segala sesuatu yang dicintai Allah S.w.t. baik
berupa perkataan maupun perbuatan, lahir maupun batin yang
mencakup seluruh aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial,
politik, seni, dan pendidikan.32
b. Akhlak
Akhlak berasal dari kata arab yaitu “al-khulk” yang berarti
makhluk, tabiat, perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan. Menurut
istilahnya akhlak merupakan
nilai, norma, dan peri kelakuan manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, dengan Allah dan yang ghaib, dengan sesama manusia, dan dengan lingkungan. Tatanan nilai, norma dan peri kelakuan tersebut mencakup baik level individual, sosial, maupun kultural.33
Menurut Abu Hamid Al Ghazali akhlak ialah “sifat yang
terpatri dalam jiwa manusia yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan
31https://id.m.wikipedia.org/wiki/ibadah_mahdhah diambil tanggal 04 Januari 2017 pukul
22:50 WITA. 32http://glowroja.blogspot.co.id/2013/09/ibadah-mahdah-dan-ibadah-ghairu mahdhah .html ?
m=1 diambil tanggal 04 Januari 2017 pukul 22:52 WITA. 33Tim Perumus, Falsafah…, h. 8.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/ibadah_mahdhah%20diambil%20tanggal%2004%20Januari%202017%20pukul%2022:50https://id.m.wikipedia.org/wiki/ibadah_mahdhah%20diambil%20tanggal%2004%20Januari%202017%20pukul%2022:50http://glowroja.blogspot.co.id/2013/09/ibadah-mahdah-dan-ibadah-ghairu%20mahdhah%20.html%20?%20m=1http://glowroja.blogspot.co.id/2013/09/ibadah-mahdah-dan-ibadah-ghairu%20mahdhah%20.html%20?%20m=1
-
21
yang dilakukan dengan senang dan mudah tanpa memikirkan dirinya
serta tanpa adanya renungan terlebih dahulu.”34
Di dalam kamus ilmiah dijelaskan bahwa “akhlak adalah budi
pekerti, tingkah laku, dan perangai.”35
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah
sesuatu yang otomatis dan meresap ke dalam diri tanpa dipikirkan.
Pembelajaran akhlak dalam Islam berarti pembelajaran moral. Moral
berarti juga adab, maka pembelajaran akhlak merupakan penanaman
nilai-nilai adab yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah tentang tata
cara menjalankan hidup.
3. Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam secara keseluruhan sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ibnu Khaldun adalah proses yang bertujuan untuk
mengenal lingkup diluar diri manusia, Tuhan yang disembahnya, dan
wahyu-wahyu yang diterima para rasul-Nya dengan mengembangkan
potensi (fitrah) menjadi aktual serta terwujudnya kemampuan manusia
untuk membangun peradaban umat demi tercapainya kebahagiaan dunia
dan akhirat.36
34http://www.seputarpengetahuan. com/2015/05/pengertian-akhlak-dalam-islamterlengkap.
html/ diambil tanggal 04 Januari 2017 pukul 23: 10 WITA. 35Hendro Darmawan dkk, Kamus Ilmiah Populer Lengkap (Yogyakarta: Bintang Cemerlang,
2013), h. 9. 36Saiful Akbar, Manusia dan Pendidikan Menurut Pemikiran Ibn Khaldun dan John Dewey,
dalam Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA VOL.15, NO.2, h.203.
-
22
Tujuan merupakan sesuatu yang sentral dalam proses pendidikan,
hal ini disebabkan oleh fungsi-fungsi yang dipikulnya. Di antara tujuan
pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan seseorang dari segi keagamaan yaitu mengajarkannya syiar-syiar agama menurut Al-Qur’an dan Sunnah, sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat sebagaimana halnya dengan potensi-potensi lain yang jika telah mendarah daging maka ia seakan-akan menjadi fitrah.
b. Menyiapkan seseorang dari segi akhlak. c. Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial. d. Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan.
Dikatakan bahwa mencari dan menegakkan hidup adalah mencari pekerjaan sebagaimana ditegaskan pentingnya pekerjaan sepanjang umur manusia, sedang pengajaran atau pendidikan dianggapnya termasuk di antara keterampilan-keterampilan itu.
e. Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan dan pertukangan atau keterampilan tertentu.
f. Menyiapkan seseorang dari segi kesenian, di sini termasuk musik, syair, khat, seni dan lain-lain.37
Merujuk pada tujuan pendidikan di atas penulis menyimpulkan
bahwa tujuan pendidikan meliputi dimensi material dan spiritual
manusia, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Pencapaian
tujuan pendidikan tersebut hanya dapat diperoleh melalui upaya
penumbuhan kesadaran dan pemenuhan kualifikasi manusia sebagai
abdullah dan khalifatullah. Proses pencapain tersebut dilakukan dengan
pembentukan sikap, penambahan wawasan dan pengetahuan, serta
pemberian bekal keterampilan. Ketiga ranah tersebut dikelola secara
utuh dan proporsional.38
37Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan
Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 66. 38Tim Perumus Ta’dib, Ta’dib Buku Induk Kaderisasi Pelajar Islam Indonesia, (Jakarta:
Menteng Raya, 1998), h. 11.
-
23
4. Nilai-Nilai Pendidikan Islam
“Danandjaja: nilai merupakan pengertian-pengertian (conceptions)
yang dihayati seseorang mengenai apa yang lebih penting, apa yang lebih
baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar.”39
Nilai adalah sesuatu yang dianggap penting dan berguna oleh
seluruh manusia. Oleh karena itu sesuatu dianggap bernilai bila berguna
bagi sesama. Di antara nilai-nilai yang harus diperhatikan dalam
pendidikan Islam adalah sebagai berikut;
a. Nilai Sosial
Nilai sosial adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk (etika
dan moral), indah atau tidak indah (estetika), benar atau salah.40
Hal tersebut berkaitan dengan perasaan jiwa atau batin mengenai
interaksi diri dengan lingkungan di luar diri, misalnya tenggang rasa,
empati, demokrasi, sopan santun, dll.
b. Nilai Psikologis
Nilai psikologis berkaitan dengan kejiwaan dan mental. Dalam
hal ini ia bersifat abstrak dan menjadi ruh penggerak manusia. Nilai
psikologis dalam kaitannya dengan pendidikan dimanfaatkan sebagai
pendekatan dalam melakukan proses pendidikan, bukan ilmu
pengetahuan. Seseorang atau sekelompok pendidik (organisasi atau
39https://ekazai.wordpress.com/2013/03/08/ diambil tanggal 02 Februari 2017 pukul 19:42
WITA. 40https://id.m.wikipedia.org/wiki/nilai-nilai_sosial/diambil tanggal 02 Januari 2017 pukul
15:54 WITA.
https://ekazai.wordpress.com/2013/03/08/https://id.m.wikipedia.org/wiki/nilai-nilai_sosial/diambil%20tanggal%2002%20Januari%202017%20pukul%2015:54https://id.m.wikipedia.org/wiki/nilai-nilai_sosial/diambil%20tanggal%2002%20Januari%202017%20pukul%2015:54
-
24
masyarakat) cenderung menciptakan dan memanfaatkan simbol
(benda dan perilaku) sebagai media untuk meresapkan dan
menanamkan nilai pada obyek yang dididik. Dalam hal ini yang
dididik atau dihidupkan adalah mental atau jiwa, bukan kognitif
semata. Nilai kognitif harus diperhatikan sebagai salah satu
pendekatan agar manusia mampu mengelola keadaan jiwa atau mental
dalam menghadapi dinamika kehidupan. Sebagai contoh misalnya
ketika Al -Hasan dan Al-Husein, putra sayyidina Ali bin Abu Thalib
R.a. pergi ke masjid dan menjumpai seorang tua yang sedang
berwudlu lalu shalat. Ternyata wudlu dan shalat orangtua tersebut
kurang sempurna. Hasan dan Husein ingin memperbaiki dan
meluruskannya, tetapi khawatir menyinggung perasaannya. Akhirnya
mereka sepakat untuk memakai cara pendekatan. Dihadapan orangtua
tersebut mereka berdebat, masing-masing mengatakan bahwa dialah
yang lebih benar wudlu dan shalatnya. Mereka lalu meminta orangtua
tersebut menilainya. Lalu mereka masing-masing melakukan wudlu
dan shalat. Setelah orangtua tersebut melihat tata cara berwudlu dan
shalat mereka, dia mengoreksi dirinya dan menyadari bahwa wudlu
dan shalatnya ternyata cacat dan tidak sempurna.41
Dari kisah tersebut, diketahui bahwa sejak masa Rasulullah tata
cara (adab) dalam mentransfer dan menanamkan nilai pada obyek
41http://wikipendidikan.blogspot.co.id/2016/12/kisah-kisah-teladan-hasan-husein.html?m=1
diambil tanggal 04 Januari 2017 pukul 22:40 WITA.
http://wikipendidikan.blogspot.co.id/2016/12/kisah-kisah-teladan-hasan-husein.html?m=1
-
25
yang dididik sudah dicontohkan, baik oleh Rasulullah sendiri maupun
para sahabat.
c. Nilai Tauhid
Nilai tauhid/aqidah yaitu pengajaran dan penanaman nilai-nilai
ketuhanan. Pengajaran tauhid dalam dunia pendidikan Islam pada
dasarnya merupakan proses pemenuhan fitrah bertauhid. Fitrah
bertauhid merupakan unsur hakiki yang melekat pada diri manusia
sejak penciptaannya.
d. Nilai Ibadah
Nilai ibadah (’ubudiyah). Ibadah yang dimaksud adalah
pengabdian ritual sebagaimana diperintahkan dan diatur dalam Al-
Qur’an dan Sunnah. Aspek ibadah ini di samping bermanfaat bagi
kehidupan duniawi, yang paling utama adalah bukti dari kepatuhan
manusia memenuhi perintah-perintah Allah.
e. Nilai Akhlak
Akhlak menjadi masalah penting dalam perjalanan hidup
manusia, sebab akhlak memberi norma-norma baik dan buruk yang
menentukan kualitas pribadi manusia.
f. Nilai Kemasyarakatan
Bidang kemasyarakatan ini mencakup pengaturan pergaulan
hidup manusia di atas bumi, misalnya pengaturan tentang benda, tata
-
26
negaraan, hubungan antar negara, hubungan antara manusia dalam
dimensi sosial, dan lain-lain.42
g. Nilai Iman, Islam, dan Ihsan
Islam menunjuk kepada makna selamat-keselamatan. Kata islam
(aslama-al islam) berarti ketundukan, kepatuhan. Dari pemaknaan
tersebut bisa dipahami sebagai sikap pasrah dan kepasrahan total
hanya kepada Tuhan. Dalam format pemaknaan dari sisi internal
manusia, Islam juga bisa dipahami sebagai sebuah panggilan untuk
mengingatkan dan membangkitkan kembali pengetahuan (keyakinan)
yang telah ditanamkan ke dalam substansi dasar manusia, bahkan
sebelum manusia terlahir ke dunia.43
Iman memiliki tiga komponen makna, yaitu membenarkan
dengan hati, mengikrarkan dengan lidah, dan mengamalkan dengan
anggota. Istilah iman mengandung kebenaran yang objektif yang telah
diterima oleh pikiran. Iman sinonim dengan yakin, yang apabila
dimiliki seseorang maka kebenarannya sama dengan kesaksian
indrawi.44
Ihsan berarti menjadikan baik, mempercantik. Ihsan asal katanya
adalah ahsana-yuhsinu-ihsan yang berarti ”berbuat baik”, orang yang
beribadah kepada Allah S.w.t. dapat melihat Allah (dengan mata hati),
42Zulkarnain, Transformasi Nilai-Nilai Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2014), h.178. 43 M. Taufik, Kreativitas: Jalan Baru Pendidikan Islam (Mataram: LEPPIM IAIN Mataram,
Yogya, KKS Bandung, 2012), h. 88. 44Ibid., h. 89.
-
27
jika tidak melihat-Nya, ia yakin Allah S.w.t. melihatnya. Dengan
demikian ihsan adalah suasana hati dan perilaku untuk senantiasa
merasa dekat dengan Tuhan, sehingga tindakan sesuai dengan hukum
Allah S.w.t.45
h. Nilai Musyawarah-Demokratis, Jadal-Interaktif-Dialogis
Pendidikan Islam menjadi rumah tumbuh kembangnya nilai-nilai
demokrasi. Dialog dan musyawarah merupakan bentuk dan model
dari musyawarah. Dalam terminologi Al-Qur’an dialog dipadankan
dengan jadal yang dalam beragam bentuknya disebut sebanyak 29
kali. Jadal memiliki arti dan makna luas. Dalam kemanfaatannya
jadal tidak berarti hanya mengacu pada perdebatan. Dalam jadal
terdapat usaha mempertahankan kebenaran atau membela kebenaran
yang ditujunya dengan berbagai macam argumentasi dengan beberapa
ketentuan: 1) Dengan jalan yang dapat diterima atau terpuji, 2) Diniati
untuk medapat dalil/argumen yang lebih kuat, 3) Menunjukkan
aliran/mazhab serta kebenarannya.46
Di samping musyawarah dan debat, terdapat istilah lain yang
muatannya hampir sama, namun secara teknis bisa berbeda yakni
”interaktif”. Interakftif adalah keadaan saling melakukan aksi
berhubungan sehingga saling mempengaruhi secara terbuka dan
45Ibid., h. 89. 46 Ibid., h. 92.
-
28
komunikatif.47 Dalam interaktif yang menjadi perbedaan menonjolnya
tidak secara tekhnis memperlihatkan adanya perdebatan
mempertahankan pendapat sebagai upayanya mempengaruhi.
i. Nilai Kerja Keras-Problem Solving, Ta’awun-Cooperative
Kreativitas merupakan hal yang niscaya dan diperoleh melalui
poses yang mensyaratkan kerja keras yang merupakan integrasi
perpaduan dari pikiran, imajinasi, dan ide-ide kreatif.48
Dalam beberapa hal, Al-Qur’an menantang manusia untuk
mengeksplorasi dan melakukan penelitian terhadap berbagai
fenomena dan gejala yang ditimbulkan oleh alam dalam berbagai
bentuk redaksi pertanyaan dan permasalahan. Hal ini kemudian
banyak menjadi inspirasi para ulama dan ilmuwan dalam
mengembangkan dan memberdayakan potensi yang terdapat di alam
untuk kemanfaatan hidup manusia dankelestarian alam itu sendiri.
j. Nilai Keikhlasan dan Kegembiraan
Keikhlasan dan kegembiraan adalah dua hal penting bagi manusia, baik dalam pergaulan kehidupan di dunia maupun di akhirat. Keikhlasan akan mengantarkan seseorang pada loyalitas dan integritas yang luar biasa pada seluruh dimensi aktivitas kemanusiaan. Sikap ikhlas akan menuntun seseorang mencapai tingkat tertinggi nilai karsa batin dan karya lahirnya, baik pribadi maupun sosial.49
47Ibid., h. 92. 48Ibid., h. 93. 49Ibid., h.97.
-
29
Di sisi lain, kegembiraan pun tidak dapat ditepikan. Keikhlasan
dan kegembiraan merupakan dua hal yang saling bertalian satu sama
lain. Keikhlasan menjadi dasar lahirnya kegembiraan, sedang
kegembiraan berfungsi untuk memotivasi seseorang melakukan
kegiatan dengan gairah dan semangat yang tinggi.50
k. Nilai Tafakur dan Doa
Tafakkur secara umum berarti berpikir. Tafakur merupakan
proses yang mensyaratkan pemanfaatan segala fasilitas dan
pengetahuan untuk berpikir dan menerawang jauh dari alam dunia ke
alam akhirat, dari alam ciptaan ke alam pencipta. Fasilitas yang
dimaksud adalah akal, dan hati. Loncatan inilah yang disebut al-
’ibrah.51
Doa merupakan ungkapan harapan dan permohonan kepada
Tuhan. Lebih jauh dari itu doa merupakan bentuk ketundukan dan
kepasrahan kepada Tuhan sebagai satu-satunya Zat yang diibadahi.
Doa dapat dipanjatkan kapan dan di mana saja. Agama memberikan
konteks bahkan tata-adab berdoa melalui ritual-ritual tertentu. Dalam
Islam, doa adalah permohonan dan pujian kepada Allah S.w.t. yang
di dalam Al-Quran disebutkan dengan beberapa pengertian, yakni
permintaan, permohonan panggilan, dan pujian.52
50Ibid., h.98. 51Ibid.,h.99. 52Lihat Q.S. Al-A’raf (7): 55, dan Q.S. Al-Isra’(17):52.
-
30
5. Nilai Pendidikan Islam dalam Kebudayaan
Setiap agama tidak mungkin lepas dari persentuhan dengan
lingkungan di luar dirinya. Ia selalu berinteraksi dengan berbagai
pemikiran, tradisi dan budaya yang melingkupinya, yang menyebabkan
adanya perbedaan dalam memahami dan menyikapi ajaran suatu agama.
Jika melihat sepak terjang perjuangan Rasul dalam berdakwah,
Rasul tidak secara gamblang merubah kebudayaan masyarakat Arab
jahiliyah agar mengikuti budaya Islam yang diajarkan melalui Al-Qur’an
dan sunnah, melainkan secara bertahap dan persuasif.
Ajaran agama Islam merupakan ajaran yang universal. Dengan
keuniversalan ajaran yang ada dapat mengaktualisasikan diri dari masa
ke masa. Maka bukan hal yang aneh jika historisasi agama yang
dipraktekkan oleh pemiliknya diberbagai tempat sepanjang lintasan
tertentu kerap menunjukkan perbedaan satu sama lain, apalagi ketika
mewujudkan dalam suatu negara. Sulit dihindari bahwa tradisi dan
budaya lokal pasti bersenyawa dalam praktik-praktik keagamaan. Tapi
ruh dari nilai-nilai keislaman yang dibawanya tetap tampak.
Islam di Indonesiapun menunjukkan historisasi seperti itu, cerita
tentang Wali Songo yang mengembangkan Islam di Jawa lewat budaya
lokal ikut menegaskan betapa agama Islam selalu menyediakan ruang
akomodasi dan toleransi bagi tradisi dan budaya yang ada di luar
-
31
dirinya.53 Di samping itu, berbagai ritual agama dan budaya yang lebih
dahulu tercokol serta berakar di masyarakat tidak dihapus sama sekali,
melainkan lebih banyak dipertahankan wujud formalnya tetapi diikuti
dengan perubahan substansi supaya selaras dengan ajaran Islam. Secara
tidak langsung, menunjukkan kuatnya rasa toleransi dan penghargaan
terhadap perbedaan.54
Budaya lokal dan budaya Islam merupakan dua hal yang tak
terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Nusantara, termasuk
masyarakat suku Sasak. Sehingga dalam pergaulan sehari-hari terkesan
suku Sasak adalah Islam dan Islam adalah suku Sasak. Misalnya pada
budaya praja, praja dilakukan untuk menyenangkan anak-anak yang
akan dikhitan, dan biasanya diadakan pada acara maulid Nabi
Muhammad S.a.w. menurut masyarakat setempat praja merupakan
perwujudan dari pengagungan nilai-nilai Islam yang terdapat dalam
tradisi khitan yang dikolaborasikan dengan nilai budaya lokal.55 Dari
bidang tarian tradisional, misalnya tarian rudat. Rudat merupakan jenis
tarian tradisional suku Sasak yang gerakan-gerakannya diadopsi dari
gerakan silat yang berfungi untuk menunjukkan jiwa kesatria yang
53Purwadi, Dakwah Sunan Kalijaga: Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 27. 54Hasyim Muzadi dkk, Indonesia Satu, Indonesia Beda dan Bisa (Jakarta: Gramedia, 2002),
h. 294. 55Mustain dkk, Mempertahankan...
-
32
diiringi dengan nyanyian sholawatan sebagai bentuk pengagungan
kepada Rasul S.a.w.56
Selain etnis Sasak, juga beberapa etnis lainnya yang tidak kalah
kental nilai-nilai islam dalam budaya lokalnya adalah suku Mbojo atau
Bima yang terletak diujung timur pulau Sumbawa. Suku Mbojo
memiliki pakaian tradisional yang sarat dengan budaya pakaian dalam
Islam, yaitu “rimpu”. “Rimpu” merupakan sejenis sarung tenun yang
digunakan sebagai pakaian yang menutupi seluruh kepala, wajah, dan
badan, kecuali mata. Dalam sejarahnya rimpu awal mula muncul pada
masa pemerintahan Sultan Salahuddin (1917-1951 M)57, Raja Bima
terakhir. Kebijakan terkait wajibnya rimpu bagi seluruh perempuan
Bima merupakan strategi untuk meredam kekejaman Dae Nipon
(Penjajah Jepang) dalam mengambil paksa para perempuan Bima untuk
diperkosa dalam rangka memuaskan hawa nafsunya.
Dan masih banyak jenis-jenis kebudayaan lokal lainnya yang
sarat akan nilai-nilai pendidikanIslam.
6. Islam di Pulau Lombok
Leeman dan Albert dalam tulisan Erni Budiwanti mengatakan
bahwa agama Islam masuk di bumi Selaparang tidak lama setelah
runtuhnya kerajaan Majapahit. Oleh sejarah menjelaskan bahwa Sunan
Ratu Giri memerintahkan Raja-Raja Jawa Timur dan Palembang untuk
56Hasil Observasi Peneliti Pada Kelompok Silat Siswa-Siswi Sekolah Dasar Dasan Agung
pada malamfestival Tekhnologi Tepat Guna (TTG) di Kota Mataram. 57M.Hilir Ismail, Kebangkitan Islam di Dana Mbojo (Bima), (Bogor:CV Binasti, 2008), h.
168.
-
33
menyebarkan Islam ke Indonesia bagian Timur. Mereka yang ditugaskan
itu antara lain: Dilembu Mangkurat dengan pasukannya di kirim ke
Banjarmasin, Datuk Ri Bandang dikirim ke Selayan, Makassar, Tidore,
dan Seram, dan Pangeran Perapen (putra susuhan Ratu Giri) ke Lombok,
dan Sumbawa.58
Setelah menaklukkan dan mengislamkan rakyat Sumbawa dan
Bima, Pangeran Prapen kembali ke Lombok untuk menundukkan
kembali dan mengislamkan masyarakat Sasak. Dalam usaha ini ia
dibantu oleh dua orang bangsawan Sasak, Raden Sumbulia dan Raden
Salut. Sementara sebagian besar orang Sasak, hingga tingkat tertentu,
menerima kekuasaan dan agama baru, ada sebagian yang melarikan diri
ke bagian utara dan selatan Gunung Rinjani untuk menghindari para
penakluk berikut agama mereka.59 Eerde (1901) menyebutkan bahwa
sejak awal abad ke dua puluh sudah ada tiga pengelompokkan
berdasarkan agama di Sasak. Sasak Waktu Lima adalah mereka yang
ditundukkan dan sepenuhnya memeluk Islam, Sasak Wetu Telu adalah
mereka yang ditundukkan tetapi hanya menerima Islam secara sebagian.
Sedangkan Sasak Boda adalah yang lari ke pegunungan dan tetap tidak
terislamkan.
Leeman menunjukkan bahwa ajaran Islam yang pada mulanya
dibawa oleh para penyebar agama Islam dari Jawa memang sudah
58Erni Budiwanti, Islam..., h. 287. 59Ibid.,h, 287.
-
34
tercampur dengan mistisisme dan sufisme. Lebih dari itu para penyebar
Islam tersebut cukup toleran terhadap orang-orang Sasak menyangkut
nenek moyang dan animisme mereka.60
Dalam Babad Lombok ditemukan bahwa dalam ekspedisi
mengislamkan wilayah Nusa Tenggara Sunan Prapen berangkat bersama
para muballigh dan armadanya didukung oleh puluhan kapal dengan
tidak kurang dari 10.000 pasukan yang berasal dari daerah-daerah di
Pulau Jawa yakni dari Mataram, Majalengka, Madura, Sumenep,
Surabaya, Semarang, Gresik, Besuki Gembong, Candi, Betawi dan
lainnya yang dipimpin oleh pemukanya masing-masing seperti Arya
Majalengka, Ratu Madura dan Sumenep, Adipati Surabaya, Adipati
Semarang, Patih Ki Jaya Lengkara, Raden Kusuma Betawi dan lainnya.
Mataram sendiri dipimpin oleh seorang yang disebut Patih Mentaram. Di
Lombok setelah berhasil mengislamkan raja Lombok Prabu Rangkesari,
dengan berbasis di kotaraja Lombok di teluk Lombok itu ekspedisi
dipecah-pecah menjadi rombongan-rombongan yang dikirim ke seluruh
penjuru pulau Lombok. Salah satu tokoh yaitu Patih Mataram sangat
banyak berperan dalam misi ini. Salah satu peran penting patih Mataram
adalah mendapat tugas memimpin mengislamkan semua orang di utara
gunung dari Samulya (Sambelia), Bayan hingga Sokong. Bersamanya
60Ibid.,h. 287-288.
-
35
tidak hanya pasukan dari Jawa Mataram dan laskar kerajaan Lombok
tetapi turut pula para muballig dan para cerdik pandai.61
Selesai misi di utara gunung Laskar Mataram melanjutkan misi ke
wilayah selatan gunung melewati jalur yang biasa dilewati yang masih
ada hingga sekarang yaitu Pusuk atau mengitari ujung barat pulau lewat
pinggir laut, sembari mengislamkan pedukuhan-pedukuhan yang
dilewatinya. Di lembah Selatan kaki gunung mereka menemukan lokasi
yang baik dan strategis topografinya suatu tempat subur yang diapit oleh
dua buah sungai. Tempat ini kemudian dikenal dengan Sesela
(Penamaan ini nampaknya erat hubungannya dengan daerah Sesela
(Grobogan Selatan Demak) daerah tempat berkuasanya Ki Ageng Sesela
yang merupakan kakek Ki Gede Pamanahan pendiri dinasti Mataram-
Yogya). Di sini ditempatkan beberapa orang laskar Lombok dan Jawa
untuk membina wilayah sekitarnya dan menjadi cikal bakal penduduk
setempat. Beberapa waktu setelah melakukan Islamisasi di Sesela
perjalanan dilanjutkan lurus ke arah selatan sampai di daerah yang
sekarang dikenal sebagai Rembiga. Di tempat ini juga mereka
menempatkan beberapa orang anggota rombongan ekspedisi. Perjalanan
dilanjutkan ke arah selatan dan mereka mendapati suatu tempat lagi
untuk beristirahat dan membangun pemukiman baik dengan
pertimbangan topografi atau pertimbangan taktis bina teritorial
sebagaimana lazimnya sebuah misi. Dengan demikian untuk itu
61Jamaludin dkk, Penyusunan Sejarah Kota Mataram, (Mataram: CV Alam Manik, 2011), h.
8.
-
36
beberapa dari anggota misi yang berasal dari Mataram Jawa dan
Lombok di tempat untuk membina masyarakat di sekitarnya terlebih
masih ada daerah yang belum Islam seperti Pejarakan. Inilah menjadi
cikal bakal pedukuhan yang mana orang-orang dari Mataram ini
menamakan tempat tersebut dengan nama Mataram sesuai dengan nama
daerah asalnya untuk pertama kali.62 Setelah dari Mataram laskar
Mataram melanjutkan misinya ke arah Selatan dan Tenggara, kemudian
mereka masuk ke Pujut.63
Sementara itu rombongan lain dikirim ke penjuru Pulau Lombok
untuk mengislamkan Negara Sasak yang berkuasa atas sebagian besar
wilayah Lombok bagian barat, sehingga wilayah ini disebut dengan
Negeri Sasak. Kelompok ini terdiri dari laskar Kerajaan Lombok dan
Jawa termasuk Laskar Mataram yang dipimpin oleh Ratu Madura dan
Ratu Sumenep bersama para mubaligh. Kerajaan Sasak berhasil
diislamkan kecuali Pejarakan masih tetap memeluk agama Budha.64
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan yang tidak dapat dicapai melalui prosedur pengukuran atau
statistik.
62Ibid.,h. 8-9. 63Ibid.,h.9. 64Ibid.,h.9.
-
37
Menurut Maxwell, penelitian kualitatif adalah “penelitian yang
menghasilkan data berupa deskripsi kata-kata tertulis atau lisan dari
subyek pengamatan.”65 Melalui penelitian ini peneliti berusaha
melaksanakan pengkajian data deskriptif yang dituangkan dalam
bentuk uraian dan laporan.
Esensi penelitian kualitatif digunakan untuk menemukan dan
memahami nilai-nilai pendidikan Islam ada di dalam tradisi praja pada
perayaan maulid Nabi Muhammad yang dipraktikkan oleh
masyarakat muslim suku Sasak yang berada di Dasan Agung Kota
Mataram.
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis dan
historis. Pendekatan fenomenologis merupakan pendekatan yang
menekankan pada pandangan subyek yang melakukan praja pada
perayaan maulid Nabi Muhammad S.a.w., dan bagaimana mereka
menginterpretasikan pengalamannya. Pendekatan ini diarahkan pada
individu secara utuh, jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan
individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis. Oleh
karenanya perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.66
Sedangkan pendekatan histori berfungsi untuk melihat tradisi
prajadari aspek kesejarahan atau latar belakang munculnya tradisi
65J. Maxwell, Designing A Qualitative Study, dalam Handbook Of Applied Social Research
Methods, Leonard Bickman (Ed), (London:Sage Publication, 1998 ), h. 98. 66Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h.
17-18.
-
38
praja. Pendekatan ini diharapkan mampu memberikan penjelasan
secara terperinci tentang fenomena yang menjadi fokus penelitian.
2. Kehadiran Peneliti
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, maka
kehadiran peneliti dalam penelitian ini sebagai instrument sekaligus
pengumpul data. Hal ini berarti dalam keseluruhan proses
pengumpulan data peneliti “bersentuhan” langsung dengan subyek
penelitian melalui “instrumen” yang ada dalam dirinya dengan
melakukan wawancara dan dokumentasi.67
Sebagai instrumen kunci, kehadiran dan keterlibatan peneliti di
lapangan lebih memungkinkan untuk menemukan makna dan tafsiran
dari subjek penelitian (informan) dibandingkan dengan penggunaan
alat non human (seperti instrument angket), sebab dengan demikian
peneliti dapat mengkonfirmasi dan mengadakan pengecekan kembali
pada subjek apabila informasinya kurang atau tidak sesuai dengan
tafsiran peneliti melalui pengecekan anggota (member checks ).
Peneliti dalam penelitian ini bertindak sebagai pengamat penuh
yang melakukan tindak pengamatan di dalam kelompok masyaraka
tyang dijadikan sampel penelitian. Hal ini dilakukan bertujuan agar
peneliti dapat melihat situasi dan kondisi lapangan secara utuh,
sehingga dapat memperoleh data secara komprehensif sesuai yang
diinginkan.
67Nashuddin dkk.,Pedoman…, h. 51.
-
39
Selain hal di atas, agar informan dapat memberikan data sesuai
yang diinginkan peneliti, maka kelompok masyarakat yang diteliti
perlu mengetahui kehadiran peneliti sebagai peneliti dalam
kelompoknya.
Berdasarkan time schedule penelitian yang sudah dirancang
proposal penelitian dinyatakan layak oleh pembimbing pada
hari/tanggal, kamis 04 Mei 2017 dan dinyatakan lulus ujian pada
hari/tanggal, senin 08 Mei 2017, selanjutnya dikeluarkan surat
permohonan rekomendasi penelitian oleh Dekan Fakultas pada
tanggal 16 Mei 2017 dengan nomor surat
58/in.07/FITK/TL.00/05/2017 ditujukan kepada Kepala
BAKESBANG-POL Kota Mataram. Surat permohonan tersebut
diproses selama satu minggu kemudian dikeluarkan surat rekomendasi
penelitian dengan nomor surat 070/467/Bks-Pol/V/2017 pada tanggal
23 Mei 2017. Selanjutnya surat tersebut diserahkan kepada Kantor
BALITBANG dan Kepala Lurah Dasan Agung sebagai tembusan
surat. Setelah surat diterima oleh pihak kelurahan, dikeluarkan lah
izin dan surat pengantar yang ditujukan kepada tiga Kepala
Lingkungan yang menjadi sampel penelitian, yaitu Kepala
Lingkungan Arong-Arong Timur, Kepala Lingkungan Gapuk Selatan,
dan Kepala Lingkungan Gapuk Tengah. Penelitian dilakukan sejak
Rabu 24 Mei- Rabu 14 Juni 2017. Wawancara pertama kali dilakukan
pada tanggal 24 Mei 2017 dengan mewawancarai H. Muadi selaku
-
40
tokoh Agama di lingkungan Gapuk Tengah. Wawancara yang kedua
dilakukan di lingkungan Arong-Arong Timur pada hari Senin tanggal
29 dan 30 Mei 2017, yaitu dengan Pak Jaelani selaku kepala
lingkungan. Wawancara yang ketiga dilakukan dengan Pak Bunyamin
selaku ahli Budaya (Pegawai Musium NTB) pada hari Rabu tanggal
31 Mei 2017. Penelitian keempat dilakukan di Lingkungan Gapuk
Utara pada hari Kamis tanggal 01 Juni 2017, yaitu dengan Pak
Jumaidi. Hasil dari wawancara dengan empat narasumber yang telah
dicatat tersebut kemudian diolah untuk dianalisis. Setelah diperoleh
hasil, data yang telah dioleh kemudian dikonfirmasi kembali kepada
narasumber terakit. Konfirmasi data (penelitian tahap kedua)
dilakukan pada hari/tanggal Selasa 06 Juni 2017 sampai Kamis 08
Juni 2017. Setelah data yang diperoleh dinyatakan cukup, data
tersebut kemudian dianalisis dengan membandingkan dan
mencocokkan dengan teori-teori terkait dan atau penelitan-penelitian
terdahulu.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Dasan Agung Kecamatan
Selaparang Kota Mataram, terutama di tiga lingkungan yang masih
mempertahankan dan menyelenggarakan praja secara rutin tiap
tahunnya, yaitu Lingkungan Arong-Arong Timur, Lingkungan Gapuk
Utara, dan Lingkungan Gapuk Selatan.
-
41
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah responden, dengan
menggunakan wawancara secara langsung terhadap informan yang
menjadi subyek penelitian. Responden yang dipilih menggunakan
tehnik purposive sampling, yaitu tehnik pengambilan sampel dengan
pertimbangan tertentu.68 Dalam penelitian ini yang menjadi informan
peneliti adalah tokoh agama wilayah Gapuk (H. Muaidi), tokoh
masyarakat (Pak Jumaidi, Pak Jaelani). Ketiga jenis informan tersebut
merupakan sumber data primer. Data yang diperoleh dari data primer
tersebut dibandingkan dengan sumber data sekunder untuk
memperkuat data sebelumnya, yaitu wawancara dengan pegawai
Musium NTB (Pak Bunyamin) yang merupakan seorang budayawan.
Adapun alasan peneliti menentukan sumber data sebagaimana
yang disebutkan di atas adalah sebagai, pertama orang-orang tersebut
adalah orang-orang yang dianggap paham tentang budaya praja yang
ada di lingkungannya. Hal ini diperoleh dari hasil observasi awal dan
wawancara dengan kepala lurah yang bersangkutan. Kedua informan
yang dipilih disesuaikan dengan fokus penelitian, yaitu nilai
pendidikan Islam dalam budaya praja. Maka subyek penelitian dipilih
secara khusus sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya dan
rekomendasi dari masarakat setempat sebagai orang-orang yang
paham terkait budaya setempat. Dengan mengkolaborasikan
68Sugiyono, Metode…,h. 300.
-
42
pandangan dari tokoh agama, tokoh masyarakat, dan budayawan,
maka akan diperoleh data yang reliable. Hal ini akan memperdalam
dan memperluas kajian peneliti terkait nilai-nilai pendidikan Islam
dalam tradisi praja pada perayaan maulid Nabi Muhammad di Kota
Mataram, khususnya di Dasan Agung.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Mengacu pada Moleong, tekhnik pengumpulan data pada
penelitian dapat dilakukan menggunakan beberapa bentuk pendekatan,
meliputi "observasi, wawancara, penelitian dokumen dan data
individu atau kelompok.”69 Umumnya pendekatan ini dipergunakan
secara bersama-sama untuk memperkuat data yang dihasilkan. Namun
diakibatkan oleh beberapa alasan, yaitu waktu pengumpulan data yang
tidak tepat dengan pelaksanaan praja, maka pengumpulan data hanya
dilakukan dengan dua cara, yaitu wawancara dan dokumentasi.
Penelitian ini mengkolaborasikan dua pendekatan penggalian
data, yaitu wawancara dan dokumentasi;
a. Wawancara
Wawancara menurut Nazir (1988) adalah “proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan caratanya
jawab sambil bertatap muka antara si penanya dengan yang
diwawancarai.”70 Dalam hal ini antara peneliti dengan responden.
69Moleong, Metodologi..., h. 108. 70http://merlitafutriana.blogspot.co.id/p/wawancara.html/diambiltanggal 29 Januari 2017
pukul 13:59 WITA.
http://merlitafutriana.blogspot.co.id/p/wawancara.html/diambil
-
43
Adapun orang-orang yang diwawancarai adalah para pelaku
budaya.
Menurut Lerbin (1992) wawancara juga merupakan “teknik
pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang
dilakukan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan atau
fokus penelitian.”71
Wawancara ini mengacu pada panduan wawancara
(interview guide) sebagai acuan materi dari garis besar pokok
wawancara untuk menghindari kesalahan dan tidak tepatnya data
yang diperoleh. Beberapa tahapan yng akan dilakukan dalam
mewawancara meliputi, pertama menyusun panduan wawancara,
kedua membuat daftar subyek yang akan diwawancara, ketiga
mempersiapkan jadwal wawancara. Hal ini dilakukan agar data
yang terkumpul terorganisir dan rinci. Selanjutnya peneliti akan
membuat rangkuman hasil wawancara. Hal penting yang dilakukan
terkait proses wawancara adalah mengidentifikasi subjek yang akan
diwawancarai. Identifikasi dilakukan untuk mengenal karakteristik
dari subjek (informan).
Jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah
wawancara semi terstruktur. Jenis wawancara ini digunakan dalam
rangka penelusuran data secara bebas dan bertahap. Sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Sugiyono dalam bukunya, wawancara semi
71http://merlitafutriana.../diambil tanggal 29 Januari 2017 pukul 14:07 WITA.
http://merlitafutriana.../diambil
-
44
terstruktur bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka, terhadap pihak yang diwawancarai.72
b. Dokumentasi
Dalam penelitian ini peneliti mengkaji bahan tertulis. Bahan
tertulis yang termasuk adalah terkait pelaksanaan praja yang
diperoleh dari kelompok populasi sendiri maupun yang berasal dari
catatan-catatan luar populasi yang diperoleh secara mandiri oleh
peneliti. Data ini dibutuhkan untuk mengkonfirmasi data yang
diperoleh dari hasil wawancara serta memperkuat data yang
diperoleh sebelumnya.
Dokumen yang terkumpul akan melewati fase seleksi data.
Proses seleksi data dilakukan sebagai bentuk atau upaya untuk
menyeleksi dan mengubah data mentah yang diperoleh dari catatan
lapangan. Dalam hal ini peneliti memilih data yang relevan dan
bermakna sesuai dengan pembahasan yang akan diteliti.
6. Teknik Analisis Data
Tahap selanjutnya adalah interpretasi atau analisis data.Pada
tahap analisis data data dianalisis oleh penulis lalu dituangkan dalam
bentuk laporan lapangan. Analisis data merupakan upaya mencari dan
mencatat secara sistematis catatan hasil dari observasi, wawancara,
dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman penulis tentang kasus
72Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R dan D
(Bandung: Alfabeta, 2010), h. 320.
-
45
yang diteliti sehingga dapat menjadi data yang valid dan dapat
dipertanggung jawabkan.
Analisis data dilakukan untuk mendapatkan interpretasi yang
tepat tentang kegiatan praja, unsur-unsur di dalamnya, serta
perkembangannya dari generasi ke generasi yang ada di Kelurahan
Dasan Agung Kota Mataram Pulau Lombok. Basis data tersebut akan
diklasifikasikan dalam beberapa kategori untuk melihat pola
hubungan antar kategori.
Analisa data sebenarnya dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Hal ini
sejalan dengan yang dikatakan oleh Nasution, “Analisis telah mulai
sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke
lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.”73
a. Analisis Sebelum di Lapangan
Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan,
atau data sekunder, yang digunakan untuk menentukan fokus
penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat
sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan
selama di lapangan. Dalam hal ini yang menjadi data hasil
analisis awal peneliti adalah yang tercantum dikonteks penelitian
di atas.
73Sugiyono, Metode…, h. 336.
-
46
b. Analisis Selama di Lapangan
Analisis data dilakukan dalam tiga tahapan berdasarkan
teori yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman, yaitu
“antisipatory, reduksi data, display data, dan pengambilan
kesimpulan atau verifikasi data.”74
Pada konteks penelitian ini, data dikumpulkan sebanyak
mungkin, baik dari wawancara, maupun penelusuran dokumen.
Setelah peneliti melakukan pengumpulan, peneliti melakukan
antisipatory. Antisipatory dilakukan untuk membatasi data yang
dip