20080605121349skripsi (03 513 082)

108
TA/TL/2008/0249 Tugas Akhir : PEMANFAATAN LIMBAH ACTIVATED ALUMINA DAN GLASWOOL PT. PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI BAHAN CAMPURAN PEMBUATAN PLAFON Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Derajat Strata Satu Teknik Lingkungan Nama : Erfan Agusfiandifutra Nomor Mahasiswa : 03 513 082 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

Upload: budigunawan5

Post on 29-Jun-2015

1.467 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

TA/TL/2008/0249

Tugas Akhir :

PEMANFAATAN LIMBAH ACTIVATED ALUMINA DAN

GLASWOOL PT. PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI

BAHAN CAMPURAN PEMBUATAN PLAFON

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Memperoleh Derajat Strata Satu Teknik Lingkungan

Nama : Erfan Agusfiandifutra

Nomor Mahasiswa : 03 513 082

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

Page 2: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

2

Page 3: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, Pencipta Alam

semesta berserta isinya dan tempat berlindung bagi Umat-nya. Shalawat serta

salam terlimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Alhamdulillahirobbil’alamin atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir dengan judul

“PEMANFAATAN LIMBAH ACTIVATED ALUMINA DAN GLASSWOOL

PT. PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI BAHAN CAMPURAN

PEMBUATAN PLAFON”.

Penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dorongan dan

motivasi, bantuan, bimbingan dan arahan, serta adanya kerja sama dari berbagai

pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengaturkan banyak terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Luqman Hakim, ST., Msi., selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia dan

sebagai dosen pembimbing I..

2. Bapak Ir. Kasam, MT., selaku dosen pembimbing II.

3. Bapak Eko Siswoyo, ST., selaku Koordinator Tugas Akhir.

4. Bapak Andik Yulianto, ST. ; Bapak Hudori, ST. ; Bapak Ir. Hananto Hadi

Purnomo, MSc. ; Ibu Yureana, ST., MSc. ; Ibu Any Juliani, ST., MSc., dan

seluruh dosen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Universitas Islam Indonesia.

5. Bapak Agus Adi Prananto, selaku bagian pengajaran urusan administrasi tugas

di Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Universitas Islam Indonesia

3

Page 4: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

6. Pak Tasyono dan Mas Iwan Ardiyanta, selaku Laboran Jurusan Teknik

Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam

Indonesia.

7. Pak Kamto dan Pak Pranoto, selaku Laboran Laboratorium Jalan Raya,

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas

Islam Indonesia.

Akhir kata semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca yang berkaitan dengan keilmuan maupun dapat menjadi studi literatur

bagi penelitian yang berhubungan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Yogyakarta, Maret 2008

Penulis

Erfan Agusfiandifutra

4

Page 5: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

MOTTO

Al Baqarah 201 Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebahagiaan di akhirat serta

jauhkanlah kami dari api neraka.

Ad Dhuhaa 1-5 Demi waktu duha yang ceria.

Demi malam bila gelap dan sunyi. Tuhanmu sama sekali tidak akan meninggalkanmu dan tak akan

membencimu. Akhirat jauh lebih baik daripada kehidupan didunia.

Tuhanmu akan memberikan kepadamu suatu yang membikinmu puas.

Ath Thaariq 1-5 Demi langit dan bintang yang muncul pada malam hari.

Apakah yang kamu ketahui tentang bintang ini?. Bintang yang sinarnya menembus malam.

Setiap orang pasti ada penjaga yang mengawasi tindakannya. Maka, hendaklah seseorang berfikir dari apa mereka diciptakan.

Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi—mimpi itu (Arai)

Maka jangan pernah takut untuk bermimpi, karena mimpi merupakan akar keajaiban didunia ini.

5

Page 6: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

PEMANFAATAN LIMBAH ACTIVATED ALUMINA DAN GLASWOOL PT.PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI BAHAN CAMPURAN PEMBUATAN

PLAFON

Abstrak

Limbah activated alumina dan glaswool merupakan bahan yang digunakan dalam penelitian yang berasal dari PT. Pertamina UP IV Cilacap, yang mana limbah padat ini merupakan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan nilai optimal proporsi limbah, mengetahui nilai ekonomis dan mengetahui kuat lentur dari plafon.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah solidifikasi dimana metode untuk mengubah limbah padatan halus menjadi padat dengan menambahkan bahan pengikat. Pembuatan plafon dengan penambahan variasi limbah 50%,47% dan 42% dari berat plafon yang kemudian dicetak dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 1 cm. Jumlah sampel tiap variasi sebanyak 6 sampel plafon yang kemudian dilakukan pengujian terhadap logam berat (Cr,Cu,Pb,dan Zn) dengan metode TCLP, uji pH dan uji kuat lentur.

Dari hasil penelitian didapat pada penambahan proporsi limbah yang paling baik dari hasil analisa TCLP yakni pada variasi 2 dengan proporsi limbah sebanyak 47% dengan konsentrasi perlindian logam Cr = 0,5905 mg/l, Cu = 0,0569 mg/l, Pb = 0,2252 mg/l dan Zn = 0,0225 mg/l masih dibawah baku mutu standar yang ditetapkan berdasarkan PP. No. 85 Tahun 1999. Untuk pengujian pH pada masing-masing variasi dapat dikatakan tidak ada kenaikan pH yang tinggi karena grafik hasil uji pH konstan/stabil. Sedangkan untuk kuat lentur plafon yang terbesar yaitu pada variasi 3 dengan proporsi limbah 42% memiliki kuat lentur maksimal 23,95 Kg/cm2 dan berada diatas standar kuat lentur papan semen menurut DIN-1101 yaitu 17 Kg/cm2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa limbah activated alumina dan glaswool layak dimanfaatkan, dari aspek kesehatan dan lingkungan serta dari aspek fisik (kuat lentur). Kata kunci : Activated Alumina, Glaswool, Plafon, Solidifikasi, TCLP.

6

Page 7: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL -------------------------------------------------------------------------------1

LEMBAR PENGESAHAN---------------------------------------------------------------------- 2

KATA PENGANTAR --------------------------------------------------------------------------- 3

MOTTO -------------------------------------------------------------------------------------------- 5

ABSTRAK----------------------------------------------------------------------------------------- 6

DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------------------- 7

DAFTAR TABEL -------------------------------------------------------------------------------- 11

DAFTAR GAMBAR--- ------------------------------------------------------------------------- 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ------------------------------------------------------------ 12

1.2. Rumusan Masalah -------------------------------------------------------- 15

1.3. Tujuan Penelitian --------------------------------------------------------- 15

1.4. Batasan Masalah -----------------------------------------------------------15

1.5. Manfaat Penelitian ------------------------------------------------------- 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) ------------------------ 17

2.2. Definisi Limbah------------------------------------------------------------19

2.3 Karaketristik Limbah B3-------------------------------------------------- 19

a. Mudah Meledak -------------------------------------------------------- 20

7

Page 8: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

b. Mudah Terbakar---------------------------------------------------------20

c. Bersifat Reaktif -------------------------------------------------------- 20

d. Beracun ------------------------------------------------------------------ 20

e. Menyebabkan infeksi -------------------------------------------------- 20

f. Bersifat Korosif -------------------------------------------------------- 20

2.4. Pengelolaan Limbah B3 -------------------------------------------------- 21

2.5 Solidifikasi------------------------------------------------------------------24

2.6. Plafon/eternit ---------------------------------------------------------------26

2.7 Activated Alumina-------------------------------------------------------- 28

2.8. Glaswool --------------------------------------------------------------------32

2.9. Zeolit ----------------------------------------------------------------------- 33

2.9.1 Kristalografi-------------------------------------------------------- 35

2.10. Acrylic ----------------------------------------------------------------------36

2.11. Epoksi -----------------------------------------------------------------------37

2.12. Air ---------------------------------------------------------------------------38

2.13. Kuat lentur ----------------------------------------------------------------- 39

2.14. TCLP ----------------------------------------------------------------------- 41

2.15 Logam Berat---------------------------------------------------------------- 42

a. Kromium (Cr) ---------------------------------------------------------- 42

8

Page 9: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

b. Tembaga (Cu) -----------------------------------------------------------43

c. Timbal (Pb) --------------------------------------------------------------43

d. Seng (Zn) --------------------------------------------------------------- 44

2.16. pH -------------------------------------------------------------------------- 44

2.17. Hipotesa Penelitian ------------------------------------------------------ 46

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian--------------------------------------------47

3.2. Variabel Penelitian --------------------------------------------------------48

3.3. Pengamatan Penelitian---------------------------------------------------- 48

3.4. Tahapan Penelitian---------------------------------------------------------48

3.5 Penyediaan Bahan Baku dan Peralatan-------------------------------- 49

3.6 Tahapan Pelaksanaan Penelitian---------------------------------------- 50

3.6.1. Analisa Karakteristik Bahan------------------------------------- 50

3.7 Bahan dan Alat ------------------------------------------------------------ 50

3.7.1 Bahan -----------------------------------------------------------------50

3.7.2 Alat------------------------------------------------------------------- 50

3.8 Pembuatan Sampel------------------------------------------------------- 51

3.8.1 Rancangan Campuran-----------------------------------------------51

3.8.2 Prosedur Pembuattan Plafon------------------------------------- 51

9

Page 10: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

3.9 Pengujian Plafon----------------------------------------------------------- 52

3.10 Analisis Data--------------------------------------------------------------- 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Karakteristik limbah Activated Alumina dan Glaswool--------------55

4.2 Hasil Uji Lindi Dengan Metode TCLP ---------------------------------57

4.3. Uji Ph ------------------------------------------------------------------------61

4.4 Kuat Lentur -----------------------------------------------------------------64

4.5 Prospek Pengembangan Produk------------------------------------------ 67

4.5.1 Teknis dan Kualitas produk---------------------------------------- 67

4.5.2 Ekonomi---------------------------------------------------------------68

4.5.3 Lingkungan-----------------------------------------------------------68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan -----------------------------------------------------------------70

5.2. Saran ----------------------------------------------------------------------- 71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Komposisi Bahan Pembuatan Plafon--------------------------------------51

Tabel 4.1. Karakteristik Fisik limbah Activated Alumina dan Glaswool----------56

Tabel 4.2. Karakteristik Kimia Limbah Activated Alumina dan Glaswool-------56

10

Page 11: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Tabel 4.3. Hasil pengujian lindi dengan metode TCLP----------------------------- 57

Tabel 4.4. Penentuan Kuat Lentur Rata-rata pada pengujian Plafon---------------65

Tabel 4.5. Nilai Produksi Plafon------------------------------------------------------ 68

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Produk plafon penelitian------------------------------------------------26

Gambar 2.2 Activated alumina------------------------------------------------------- 29

Gambar 2.3 Glasswool---------------------------------------------------------------- 32

Gambar 2.4 Rangka Zeolite---------------------------------------------------------- 36

Gambar 2.5 Rumus Kimia Resin Epoksi--------------------------------------------38

Gambar 2.6 Resin Epoksi dan Hardener Epoksi------------------------------------38

Gambar 2.7 Pengujian Lentur---------------------------------------------------------39

Gambar 2.8 Uji kuat Lentur-----------------------------------------------------------40

Gambar 3.1 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian---------------------------------49

Gambar 4.1 Pelindian Logam Berat Pada Tiap Variasi--------------------------- 58

Gambar 4.2 Hasil Pengujian pH variasi 1------------------------------------------ 61

Gambar 4.3 Hasil Pengujian pH variasi 2------------------------------------------ 62

Gambar 4.4 Hasol Pengujian pH variasi 3------------------------------------------62

Gambar 4.5 Kuat Lentur Rata-rata---------------------------------------------------65

11

Page 12: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap permasalahan limbah

activated alumina yang termasuk salah satu jenis limbah B3 saat ini tengah

mengemuka. Activated alumina (Al2O3) adalah campuran bahan kimia dengan

m.p 2,000°C sp.gr. kira-kira 4,0. Activated alumina tidak dapat larut dalam air

dan organik cair dan sangat ringan dapat larut dalam asam kuat dan alkali.

Activated alumina terjadi dalam 2 bentuk kristal yaitu alpha activated alumina dan

gamma activated alumina. Bubuk activated alumina terbentuk dari pencampuran

kristal activated alumina; putih alami. Activated alumina didistribusikan secara

luas di alam. Limbah activated alumina berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai

produk bahan bangunan. Activated alumina digunakan dalam keramik untuk

pewarnaan dan pabrik bahan – bahan kimia tanah liat yang mengandung

activated alumina digunakan dalam keramik, genteng, batu bata, panel board,

paving block.

Tercapainya tujuan pengelolaan limbah padat kilang

PERTAMINA UP IV Cilacap, yang berupa Spent Clay Kilang Paraxylene, Spent

Catalyst TA-4 dan Spent Adsorbent MR-3 yang memenuhi Peraturan Pemerintah

No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 yang diikuti penjelasannya

pada PP. 85 Tahun 1999. Dari Pertamina UP IV Cilacap sendiri menghasilkan

activated alumina 62 drum/ 13427.6 Kg/ yang bersumber dari KPC.

Salah satu kegiatan pembangunan yang dilaksanakan adalah kegiatan

produksi minyak mentah (Crude Oil) menjadi produk jadi yang siap di gunakan

masyarakat serta dapat di eksport berupa produk yang bisa dimanfaatkan, selain

dapat menghasilkan devisa negara juga sebagai modal untuk pembangunan

bangsa dan negara, kegiatan tersebut juga menghasilkan limbah dari kegiatan

pemprosesan, penimbunan minyak bumi yang relatif masih tinggi dan beberapa

12

Page 13: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

senyawa lainnya seperti senyawa yang mengandung sulfur, nitrogen, oksigen dan

logam-logam termasuk logam berat.

Perkembangan teknologi dan industri yang pesat dewasa ini ternyata

membawa dampak bagi kehidupan manusia, baik dampak yang bersifat positif

maupun dampak yang bersifat negatif. Dampak yang bersifat positif memang

diharapkan oleh manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan

hidup. Namun dampak yang bersifat negatif yang memang tidak diharapkan

karena dapat menurunkan kualitas dan kenyamanan hidup, harus dapat diatasi

dengan sebaik-baiknya.

Semua kegiatan industri dan teknologi selalu akan menghasilkan limbah

yang menimbulkan masalah bagi lingkungan. Pengolahan limbah dari bahan

buangan industri dan teknologi dimaksudkan untuk mengurangi pencemaran

lingkungan (Wardhana, 2001). Proses solidifikasi merupakan salah satu alternatif

penanganan limbah B3 sebelum dibuang ke landfill dan diharapkan dapat

mengikat logam berat dalam matriks yang lebih padat dengan menambahkan

reagen sehingga dapat mengurangi mobilitas dan memperbaiki karakteristik

lumpur.

Solidifiksi/stabilisasi ini biasanya digunakan untuk mengurangi mobilitas

polutan dalam limbah B3 dengan penambahan reagen-reagen kimia, sehingga

limbah dapat ditimbun di dalam landfill dengan aman. Didalam proses

solidifikasi/stabilisasi, terdapat proses reaksi fisika-kimia diantaranya :

kontrol pH, presipitasi (karbonat, sulfida, silikat), adsorpsi, absorpsi secara

kimia, ion exchange, represipitasi dan pengkapsulan baik secara mikro maupun

makro (Vebbyana, 2001).

Pada PT. Pertamina unit (UP) IV Cilacap terdapat bermacam – macam

limbah dengan jenis yang berbeda. Ada yang termasuk dalam kategori limbah

bahan berbahaya dan beracun (B3) dan bukan limbah B3. Selama ini belum ada

penanganan limbah B3 dengan baik. Limbah B3 langsung diserahkan kepada

13

Page 14: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

PT. Persada Pamunah Limbah Industri (PT.PPLI), dimana membutuhkan biaya

cukup besar. Untuk meminimalisasi biaya yang disebabkan oleh penanganan

limbah ini, alangkah lebih baik jika limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan

yang lebih berguna.

Dari penelitian sebelumnya, beberapa limbah yang berasal dari proses

kegiatan produksi minyak telah dikembangkan dengan teknik

solidifikasi/stabilisasi. Diantaranya diaplikasikan oleh Pertamina UP VI Balongan

melalui kerja sama dengan kantor Dinas PU Provinsi Jabar. Kerja sama ini

difokuskan pada pemanfaatan limbah katalis sebagai bahan bangunan. Namun

untuk masalah toksisitas bahan limbah yang akan dipergunakan sebagai bahan

bangunan itu, UP VI juga mengadakan kerja sama dengan

PPSDAL - Unpad, Bandung. Penelitian difokuskan terhadap katalis bekas unit

RCC UP VI Balongan pada tahun 1996-1997 yang pada saat ini jumlahnya

mencapai 5.000 ton lebih.

Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.18 Tahun 1999 jo

PP No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 menyatakan bahwa

limbah katalis bekas dari petrokimia termasuk jenis limbah Berbahaya Dan

Beracun (Limbah B3) dari sumber spesifik dengan kode D206. Hal ini karena

dalam limbah tersebut umumnya mengandung unsur-unsur berbahaya logam berat

(Anonim, 1999).

Begitu pula halnya dengan activated alumina dan glasswool, melalui

proses solidifikasi akan dibuat menjadi bahan bangunan yaitu plafon.

Plafon/eternit yang dihasilkan dari uji coba tersebut diharapkan bisa memenuhi

Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk bahan bangunan. Di samping itu, ditinjau

dari segi ekonomi biaya pembuatan eternit dengan bahan activated alumina dan

glasswool lebih rendah daripada biaya pembuatan eternit biasa. Dimana activated

alumina dan glasswool akan dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam

pembuatan plafon/eternit. Untuk itu perlu diteliti komposisi campuran limbah

yang tepat dalam pembuatan plafon, agar diperoleh hasil yang baik. Sehingga

limbah yang semula ”Bahan Berbahaya dan Beracun” menjadi ”Bahan

14

Page 15: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Bermanfaat dan Beruang” karena selain dapat mengurangi atau menghilangkan

dampak negatif untuk kedepannya plafon ini dapat menguntungkan dari segi

ekonominya karena dapat dikembangkan oleh industri kecil.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pemanfaatan limbah activated alumina dan glasswool dalam

pembuatan plafon memiliki kyat lentur optimal dan nilai ekonomis?

b. Apakah pemanfaatan limbah activated alumina dan glasswool dalam

pembuatan plafon berpengaruh terhadap pelindian logam beratnya?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Mengetahui perbandingan kuat lentur yang optimal dan nilai ekonomis

dalam proses pemanfaatan teknologi plafon/eternit terhadap limbah

activated alumina dan glasswool yang digunakan.

b. Mengetahui perubahan pelindian logam berat dengan pemanfaatan limbah

activated alumina dan glasswool dalam pembuatan plafon.

1.4 Batasan Masalah

Sesuai dengan tujuan penelitian, agar penelitian ini lebih mudah perlu

adanya batasan-batasan sebagai berikut :

a. Kriteria hasil pengolahan solidifikasi berupa plafon/eternit akan

disesuaikan dengan standar SNI untuk bahan bangunan plafon.

b. Limbah padat yang digunakan pada penelitian ini adalah activated

alumina dan glasswool serta ditambah zeolit dan pengikat berupa bahan

polimer yaitu acrylic dan epoksi.

15

Page 16: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

1.5 Manfaat Penelitian

Pemanfaatan activated alumina dan glasswool dari PT. PERTAMINA UP

IV Cilacap dalam pembuatan plafon diharapkan akan memberikan manfaat

sebagai berikut :

a. Limbah activated alumina dan glasswool dari PT. Pertamina UP IV

Cilacap dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan bahan bangunan, yaitu

plafon dan diharapkan memiliki kuat lentur yang optimal serta mampu

menghasilkan alternatif bahan bangunan yang bernilai ekonomis.

b. Limbah activated alumina dan glasswool ini diharapkan ramah lingkungan

dilihat dari hasil uji lindi.

16

Page 17: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Limbah kerap menimbulkan masalah lingkungan. Apalagi kalau itu

tergolong dalam kategori B3 (bahan berbahaya dan beracun). Maka penentangan

terhadapnya pun akan semakin tinggi (Junaedy, 2001).

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), adalah sisa suatu usaha

dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang

karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung

maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,

dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup

manusia serta makhluk hidup lainnya (Anonim, 1999).

Bahan berbahaya dan beracun, yang lebih akrab dengan singkatan B3,

keberadaannya di Indonesia makin hari makin mengkhawatirkan. Lebih dari 75%

bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan sumbangan dari sektor industri

melalui limbahnya, sedangkan sisanya berasal dari sektor lain termasuk rumah

tangga yang menyumbang 5-10% dari total limbah B3 yang ada. Peningkatan

jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun di Indonesia antara kurun waktu

1990 – 1998 saja mencapai 100 % ( tahun 1990 sekitar 4.322.862 ton dan pada

tahun 1998 mencapai 8.722.696 ton ). Jumlah ini akan naik drastis seiring dengan

perkembangan industrialisasi yang cukup pesat di negara berkembang seperti

Indonesia.

Permasalahan jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun yang semakin

meningkat ini akan terus menjadi pembahasan dengan permasalahan yang baru

yakni lintas batas limbah B3. Ekspor limbah dari negara-negara maju sulit

dibendung karena Indonesia mempunyai banyak sekali pelabuhan, sedangkan

sistem pengamanan lautnya sendiri masih lemah. Banyak terjadi kasus ilegal

dumping dari kapal luar negeri yang mengangkut limbah B3 secara

sembunyi-sembunyi dan membuangnya ke perairan Indonesia. Lintas batas

17

Page 18: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

pembuangan limbah B3 ini sering terselubung dalam bentuk bahan baku seperti

plastik bekas, seperti yang tersiar dalam massmedia Indonesia pada tahun 1992.

Sebanyak 116 peti kemas limbah B3 seberat 1200 ton yang berasal dari pelabuhan

Singapura ditemukan di pelabuhan Tanjung Periuk. Limbah ini ternyata

didatangkan oleh 18 importir nasional dan terselubung dalam bentuk bahan baku.

Data dari Multinational Monitor sendiri (Juni, 1992) menunjukkan dari 1 Februari

sampai 31 maret 1992 telah dikapalkan sampah plastik dari Amerika Serikat

sebanyak 52.227.368 pound dalam 749 pengapalan ke berbagai tujuan di Asia.

Secara kasat mata sebenarnya terlihat mengapa kegiatan lintas batas

pembuangan limbah B3 ini semakin hari semakin meningkat. Di negara-negara

maju telah ditetapkan peraturan yang ketat mengenai pembuangan limbah industri

khususnya yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, sehingga biaya yang

dikeluarkan oleh sebuah industri menjadi lebih mahal dan akan lebih murah jika

limbah tersebut dikirim ke negara-negara berkembang, selain juga mendapatkan

devisa dari pengiriman limbah tersebut. Kondisi tersebut tidak dapat dibendung

dengan sistem dan hukum di negara berkembang seperti Indonesia yang masih

lemah. Sejak tragedi love canal pada tahun 1976, pemerintah Amerika telah

memperhatikan secara serius keberadaan timbunan-timbunan limbah B3 yang

tersebar di seluruh dunia dan sesegera mungkin membuat peraturan-peraturan

untuk membatasinya. Tetapi di Indonesia sendiri baru pada tahun 1994 mulai

diperhatikan dengan dikeluarkannya PP 19/1994. Dapat dibayangkan selama

hampir 18 tahun timbunan limbah B3 tersebar di Indonesia tanpa terdeteksi oleh

sebuah peraturan hukum, dan selama itulah kegiatan lintas batas pembuangan

limbah B3 dari negara maju meningkat pesat.

Mengingat sifat dan dampak yang ditimbulkannya, limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun (B3) memerlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan

seksama. Pemantauan limbah B3 adalah salah satu bagian dari upaya pengelolaan

limbah B3. Kesahihan data pemantauan sangat ditentukan oleh tingkat

keakurasian data hasil analisis. Keakurasian data ditentukan sejak pengambilan

contoh uji di lapangan, pengawetan contoh uji, penyimpanan dan preparasi contoh

18

Page 19: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

uji sampai contoh uji tersebut dianalisis di laboratorium dan data hasil uji diolah

(Anonim, 2006).

Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses

untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak

berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum

ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali

(daur ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan

fisika dan kimia, stabilisasi/solidifikasi, dan insenerasi (Anonim, 1995).

2.2 Definisi Limbah

Limbah adalah bahan yang tidak diinginkan atau sisa dari suatu proses

produksi, atau dibuang dari pemukiman penduduk atau komunitas hewan. Limbah

juga merupakan sesuatu benda yang mengandung zat yang bersifat

mambahayakan bagi kehidupan manusia, hewan, serta lingkungan dan umumnya

muncul karena hasil perbuatan manusia, termasuk industrialisasi (UU RI

No.23/97, 1997 pasal 1).

Secara umum limbah dibagi 2 yaitu :

a. Limbah ekonomis, yaitu limbah yang dapat dijadikaan produk sekunder

untuk produk yang lain dan atau dapat mengurangi pembelian bahan baku.

b. Limbah non ekonomis, yaitu limbah yang dapat merugikan dan

membahayakan serta menimbulkan pencemaran lingkungan.

2.3 Karakteristik Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung

bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya

dan/atau jumlahnya, baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat

mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup dan/atau membahayakan

lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup

lainnya ( PP No.18 Tahun 1999 jo PP No.85 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 2).

19

Page 20: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Limbah B3 memiliki beberapa karakteristik, yaitu :

a. Mudah Meledak

Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat

menghasilkan gas dengan suhu tekanan dan tinggi yang dengan cepat dapat

merusak lingkungan sekitarnya.

b. Mudah Terbakar

Limbah mudah terbakar adalah limbah yang apabila berdekatan dengan

api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau

terbakar dan apabila telah nyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.

c. Bersifat Reaktif

Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran

karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang

tidak stabil dalam suhu tinggi

d. Beracun

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya

bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menyebabkan kematian dan sakit

serius. Apabila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit, atau mulut.

Prosedur ekstraksi untuk menentukan senyawa organik dan anorganik (TCLP)

dapat digunakan untuk identifikasi limbah ini. Limbah yang menunjukkan

karakteristik beracun yaitu jika diekstraksi dari sampel yang mewakili

mengandung kontaminan lebih besar .

e. Menyebabkan Infeksi

Limbah yang menyebabkan infeksi, yaitu bagian tubuh yang diamputasi

dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau

limbah lain yang terkena infeksi kuman penyakit yang menular.

f. Bersifat Korosif

Limbah yang bersifat korosif, yaitu limbah yang menyebabkan iritasi

(terbakar) pada kulit atau mengkorosikan baja.

20

Page 21: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

2.4 Pengelolaan Limbah B3

Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencangkup

reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaataan, pengolahan

dan penimbunan B3. Pengolahan ini bertujuan untuk mencegah dan

menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang

diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang

telah tercemar ( PP No.18 Tahun 1999 jo PP No.85 Tahun 1999 Pasal 2).

Hierarki pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang

dihasilkan sesedikit mungkin bahkan mungkin nol dengan upaya reduksi pada

sumber dengan pengolahan bahan, substitusi bahan, modifikasi proses, dan

dengan dilakukannya teknologi bersih. Apabila masih dihasilkan limbah B3,

maka diupayakan pemantauan limbah B3 untuk mengurangi jumlah limbah B3

dan meminimalkan beban pengolahan. Pemantauan limbah B3 mencakup

perolehan kembali (recovery), penggunaan kembali (reuse), dan daur ulang

(recycle). Timbulan limbah B3 yang sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan

yang harus ditimbun pada lokasi penimbunan (landfill) yang memenuhi

syarat-syarat yang sudah ditetapkan.

Pada PT. Pertamina UP IV Cilacap terdapat bermacam-macam limbah

dengan jenis yang berbeda. Ada yang termasuk dalam kategori limbah bahan

berbahaya dan beracun (B3) dan bukan limbah B3. Selama ini belum ada

penanganan limbah B3 dengan baik. Limbah B3 langsung diserahkan kepada

PT. Persada Pemusnah Limbah Industri (PT. PPLI), dimana membutuhkan biaya

yang cukup besar. Untuk meminimalisasi biaya yang disebabkan oleh penanganan

limbah ini, alangkah lebih baik jika limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan

yang lebih berguna.

Perbedaan paling penting yang membedakan pengelolaan limbah bahan

berbahaya dan beracun (B3) dengan pengelolaan limbah lain adalah

pertanggungjawaban hukumnya (law liability). Pada limbah non-B3 hasil akhir

pengelolaan lebih penting dibandingkan dengan cara mencapai hasil tersebut.

21

Page 22: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Artinya, bila suatu perusahaan telah memenuhi baku mutu limbah, maka

perusahaan tersebut telah berhasil melakukan pengelolaan limbah. Namun, pada

limbah B3, selain hasil akhir, cara pengelolaan juga harus memenuhi peraturan

yang berlaku. Jadi, untuk berhasil mengelola limbah B3, tidak cukup hanya

memenuhi baku mutu limbah B3 saja, cara mengelola seperti pencatatan,

penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan harus juga memenuhi

peraturan yang berlaku. Sekali lagi, dalam limbah B3 cara mengelola adalah suatu

hal yang penting untuk diperhatikan. Dalam tuntutan hukum, limbah B3 tergolong

dalam tuntutan yang bersifat formal. Artinya, seseorang dapat dikenakan tuntutan

perdata dan pidana lingkungan karena cara mengelola limbah B3 yang tidak

sesuai dengan peraturan, tanpa perlu dibuktikan bahwa perbuatannya tersebut

telah mencemari lingkungan. Sekali lagi, mengetahui cara pengelolaan limbah B3

yang memenuhi persyaratan wajib diketahui oleh pihak-pihak yang terkait dengan

limbah B3 (Anonim, 2007).

Adapun Prinsip Pengelolaan Limbah B3 yaitu antara lain:

a. Minimalisasi limbah

b. Pengelolaan limbah B3 dekat dengan sumber (persyaratan teknis

operasional)

c. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan

d. “From Cradle to Grave” (mulai dihasilkan sampai penimbunan)

(Agustina, 2006).

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pengelolaan limbah

B3 di Indonesia. Pertama, adalah penerapan “produksi bersih dan minimisasi

limbah” bagi industri. Teknologi end pipe treatment yang dipakai di Indonesia

sendiri sebenarnya merupakan teknologi kuno (sunset technology) yang telah

lama ditinggalkan oleh negara-negara maju. Namun para industriawan biasanya

malas untuk mengganti teknologi pengelolaan limbah mereka dari end pipe

treatment menjadi clean technology, karena adanya internalisasi biaya eksternal

atas kerusakan lingkungan akibat limbah yang dihasilkan. Hal tersebut akan

menambah cost tersendiri bagi mereka, apalagi dengan kondisi perekonomian

22

Page 23: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

sulit seperti sekarang ini. Inilah repotnya jika industriawan kita hanya mengejar

short-term benefits nya saja. Padahal konsep clean technology melalui minimisasi

limbah industri dengan model reduce; recycle; reused; recovery dan

recuperation, bila diterapkan dengan benar dapat mengurangi cost production dari

industri tersebut meskipun pada awalnya dibutuhkan investasi yang cukup besar.

Selain produksi bersih, penanganan limbah yang memang tidak dapat tereduksi

dalam proses minimisasi limbah harus ditangani sesuai prosedur dan tidak

seadanya saja.

Kedua, adalah pembenahan sistem hukum dan peraturan yang telah ada,

baik itu untuk limbah yang dihasilkan di dalam negeri maupun untuk lintas batas

limbah B3. Peraturan yang ada seperti AMDAL masih jauh dari mencukupi untuk

melakukan pengelolaan terhadap limbah, khususnya limbah B3. Apalagi dengan

lembaga dan sumber daya manusia yang belum memadai. Sedangkan untuk lintas

batas limbah B3, Indonesia sebenarnya telah meratifikasi Konvensi Basel melalui

Kepres RI no. 61/1993 tentang Pengesahan Convension on The Control of

Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal.

Ketiga adalah sesegera mungkin membereskan kelembagaan lingkungan

hidup di Indonesia yang memang mempunyai posisi yang lemah. Kedudukan

Bapedal misalnya, yang hanya berfungsi secara koordinatif, sehingga seringkali

ketika muncul persoalan dalam hal pencemaran lingkungan hidup, hanya fungsi

administratif saja yang dijalankan oleh Bapedal, apalagi Bapedal yang ada di

daerah.

Keempat yaitu melakukan evaluasi, inventarisasi dan pengembangan

terhadap sumber daya yang kita miliki. Tidak dapat dipungkiri bahwa sumber

daya kita masih sangat lemah dan minim dalam memahami persoalan lingkungan

hidup.

Sedangkan yang kelima adalah adanya transparansi informasi kepada

masyarakat luas, sehingga ada partisipasi aktif dari masyarakat untuk ikut serta

23

Page 24: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

dalam usaha pelestarian lingkungan hidup. Salah satunya adalah sosialisasi

informasi mengenai limbah B3. Dengan begitu ada keterlibatan seluruh

stakeholders secara seimbang dan aktif untuk memecahkan setiap persoalan

lingkungan hidup yang akan muncul puluhan bahkan ratusan masalah seiring

dengan berkembangnya industrialisasi di negari kita. Sebab bukanlah rahasia

bahwa kita pun tidak ingin Indonesia disebut sebagai negara keranjang sampah

(Krisbayu, 2007).

Hal-hal pokok yang melatarbelakangi peraturan pengelolaan limbah B3

yaitu dengan meningkatnya penggunaan bahan berbahaya dan beracun pada

berbagai kegiatan, antara lain pada kegiatan perindustrian, pertambangan,

kesehatan, rumah tangga dan kegiatan lainnya, meningkatnya upaya pengendalian

pencemaran udara dan pengendalian pencemaran air, yang akan menghasilkan

lumpur/sludge atau debu yang berbahaya dan beracun, dampak penting atau

pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan limbah B3 terhadap lingkungan

dan manusia, selain itu Indonesia merupakan salah satu negara tujuan tempat

pembuangan limbah B3.

Sedangkan hal-hal yang yang difokuskan dalam pengelolaan limbah B3

dan pengawasannya antara lain, dilarang membuang limbah B3 langsung ke

lingkungan, dilarang melakukan pengenceran limbah B3, dan dilarang melakukan

impor limbah B3 (ekspor limbah B3 diperbolehkan jika memenuhi persyaratan

dan ada persetujuan dari negara penerima dan KLH) (Agustina, 2006).

2.5 Solidifikasi

Salah satu teknik pengolahan limbah B3 secara fisika-kimia yang dikenal

pada saat ini adalah solidifikasi-stabilisasi (S/S). Di dalam proses S/S, terdapat

proses reaksi fisika-kimia diantaranya : kontrol pH, presipitasi, adsorbsi, absorpsi

secara kimia, ion exchange, represipitasi dan pengkapsulan baik secara mikro

maupun makro (Vebbyana, 2001).

24

Page 25: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Proses stabilisasi/solidifikasi adalah suatu tahapan proses pengolahan

limbah B3 untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 melalui

upaya memperkecil/membatasi daya larut, pergerakan/penyebaran dan daya

racunnya (immobilisasi unsure yang bersifat racun) sebelum limbah B3 tersebut

dibuang ke tempat penimbunan akhir (landfill).

Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi adalah pengubahan watak fisik dan

kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat (landfill)

sehingga pergerakan senyawa-senyawa B3 dapat dihambat atau terbatasi dan

membentuk ikatan massa monolit dengan struktur yang kekar (massive)

(Anonim, 1995).

Penelitian ini dimaksudkan mengetahui sifat-sifat kimia dan fisika limbah

activated alumina dan glaswool dari pengolahan limbah

Pertamina UP IV Cilacap, di samping itu juga dilakukan penambahan

bahan-bahan aditif lain yang dapat membantu pengikatan limbah tersebut

sehingga menjadi suatu matrik padat yang kemungkinannya dapat digunakan

sebagai bahan bangunan.

Bahan bangunan ekologis yang dimaksudkan adalah bahan bangunan yang

dibentuk dari bahan sisa atau limbah industri melalui proses yang ramah

lingkungan serta aman terhadap kesehatan baik saat diterapkan maupun

pemanfaatan bangunan. Bahan bangunan ini dikembangkan untuk mengurangi

dampak negatif dari limbah terhadap lingkungan. Semakin berkembangnya

kegiatan industri dan aktivitas lainnya akan membawa konsekwensi yang luas

termasuk timbulnya bahan limbah yang dihasilkan. Secara umum limbah

merupakan bahan buangan dari suatu proses yang dalam jumlah tertentu bila tidak

ditangani secara baik akan menimbulkan gangguan lingkungan (Lasino, 2003).

Proses pengolahan limbah B3 secara kimia/fisika yang umum dilakukan

adalah : stabilisasi/solidifikasi yaitu suatu tahapan proses pengolahan limbah B3,

melalui suatu mekanisme pengubahan bentuk fisik dan sifat kimia dengan cara

25

Page 26: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

menambahkan senyawa pengikat dan pereaksi tertentu yang bertujuan

memperkecil/membatasi kelarutan, pergerakan atau penyebaran daya racunnya,

sebelum dibuang ke tempat penimbunan akhir (secure landfill) (Anonim, 1995).

2.6 Plafon/eternit

Makin meningkatnya kebutuhan perumahan saat ini menyebabkan

kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula. Seperti kita ketahui

bersama, bahan yang digunakan untuk bangunan terdiri dari bahan-bahan atap,

dinding dan lantai. Saat ini bahan-bahan bangunan yang terbuat dari semen seperti

genteng beton, conblock dan paving block sudah banyak digunakan oleh

masyarakat luas. Saat ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita dapat

membuat bahan - bahan tersebut dengan harga yang relatif murah tanpa

mengurangi mutunya. Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, maka

Puslitbang Permukiman sejak tahun 1972 telah meneliti dan mengembangkan

pemanfaatan bahan limbah untuk bahan bangunan dengan tujuan : menunjang

pengadaan bahan bangunan, menunjang program pemerintah dalam usaha

memenuhi kebutuhan komponen bahan bangunan, kemungkinan berdirinya usaha

kecil yang memproduksi komponen bangunan, memberikan nilai tambah bagi

pengelola limbah, ikut mengatasi problem industri dan terciptanya lapangan kerja

baru (Husin, 2002).

Eternit merupakan

produk bahan bangunan

dibuat dari campuran

semen dengan tepung batu

gamping atau asbes yang

digunakan sebagai langit-

langit rumah. Contoh

produk plafon penelitian

dapat dilihat pada gambar

2.1.

Gambar 2.1 Produk plafon penelitian

26

Page 27: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Eternit dikenal juga dengan sebutan plasterboard. Eternit dapat dicetak

sesuai dengan motif yang dibuat, sehingga akan tampak lebih menarik. Sebagai

langit-langit rumah selain eternit/asbes, juga digunakan gypsum dan triplek.

Dibandingkan dengan gypsum dan triplek, harga eternit/asbes jauh lebih murah

sehingga banyak digunakan terutama untuk perumahan sederhana, sedangkan

gypsum dan triplek lebih banyak digunakan pada perumahan mewah.

Proses pembuatan eternit relatif mudah untuk dilakukan dan tidak

memerlukan persyaratan khusus lokasi. Tenaga kerja yang dibutuhkanpun tidak

memerlukan spesifikasi/keahlian khusus. Karena itu usaha pembuatan eternit

hampir merata dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki

sumber bahan baku batu gamping/asbes.

Ketersediaan bahan baku untuk pembuatan eternit di Indonesia cukup

melimpah. Berdasarkan data BPS tahun 2003 produksi batu kapur Indonesia

mencapai 53.745.686,43 ton yang tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia.

Plafon juga ada yang terbuat dari gypsum dan relatif mudah dalam pembuatannya.

Bahan ini juga tahan lama, tahan panas, bersih dan perawatannya sangat mudah.

Keunggulan gypsum yang lain juga adalah harganya yang tidak jauh beda dengan

jenis plafon lain dan daya tahan dan tingkat stabilitas gypsum juga tinggi. Untuk

pembuatan plafon dengan bahan gypsum dibutuhkan biaya permeter sekitar

Rp.65,000,- sampai Rp.70,000,-. Bahan pembuatan papan gypsum dipasaran

menggunakan :

a. Casting

Mempunyai bentuk seperti bubuk lembut dengan warna putih. Untuk

memperoleh casting dapat di toko-toko tertentu dengan merk seperti : Jaya

board, Elephant board, SGP casting, Judal board. Untuk perawatannya casting

ditaruh ditempat yang kering dan jangan sampai terkena air agar casting tidak

mudah mengeras.

27

Page 28: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

b. Roving

Roving bentuknya seperti serabut yang sudah tertata rapi, sehingga tinggal

dipotong jika ingin digunakan. Roving digunakan sebagai bahan penguat pada

waktu pencetakan. Untuk perawatan sebaiknya roving ditaruh ditempat yang

kering dan jangan ditumpuki bahan berat karena sifatnya yang rapuh.

c. Air

Air nantinya digunakan sebagai bahan untuk mencampur casting. Air yang

digunakan bisa air sumur, air PAM, air artesis, yang tidak mengandung garam.

Karena air yang mengandung kadar garam tinggi menyebabkan gypsum tidak

tahan lama atau mudah pecah.

d. Minyak

Minyak yang digunakan dalam pembuatan gypsum bisa dibuat dengan

menggunakan bahan lemak dari binatang lembu atau kerbau yang dipanaskan

atau dimasak sekitar 5 menit sampai lemak itu mencair kemudian campurkan

dengan solar dengan perbandingan 2:1, kemudian dimasak lagi sekitar 5 menit

sambil diaduk agar kedua kedua cairan tersebut menyatu sehingga menjadi

sebuah minyak yang sudah siap digunakan. Dengan penggunaan minyak yang

dibuat dari bahan lemak sapi akan menghasilkan gypsum yang sesuai dengan

keinginan yaitu tetap akan berwarna putih dan bersih tidak bercampur dengan

warna minyak.

e. Tali

Tali nantinya akan digunakan sebagai pengait gypsum untuk digantungkan

setelah dilepas dari cetakan, untuk itu tali yang dipilih haruslah kuat, bisa tali

rafia atau sejenisnya, yang mudah diperoleh di toko-toko.

2.7 Activated alumina

Alumina (Al2O3) adalah campuran bahan kimia dengan m.p 2,000°C sp.gr.

kira – kira 4,0. Alumina tidak dapat larut dalam air dan organik cair dan sangat

ringan dapat larut dalam asam kuat dan alkali. Alumina terjadi dalam 2 bentuk

kristal. Alpha alumina adalah campuran dari sedikit pewarnaan hexagonal kristal

dengan diberikan secara perkiraan; gamma alumina adalah campuran dari sedikit

28

Page 29: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

pewarnaan percubik kristal dengan sp. Gr. Sekitar 3,6 dipindahkan ke bentuk alpa

pada temperatur tinggi. Bubuk alumina terbentuk dari pencampuran kristal

alumina; putih alami. Alumina didistribusikan secara luas di alam. Dikombinasi

dengan silika dan mineral lain yang terjadi didalam tanah liat, feldspar, dan mika.

Komponen utama dari alumina bauxite dan sering terjadi dalam bentuk

alami seperti corundum. Alumina penting dalam perdagangan terutama digunakan

dalam produksi logam alumina. Alumina juga digunakan untuk abrasi, corundum,

dan emery digunakan secara luas seperti persiapan pembutan pengikisan alumina.

Nama yang sering digunakan untuk alumina abrasi meliputi Alundum dan Alosite

Alumina juga digunakan dalam keramik untuk pewarnaan dan pabrik

bahan – bahan kimia tanah liat yang mengandung alumina digunakan dalam

keramik, genteng, batu bata, panel board, paving block. Bentuk fisik dari limbah

activated alumina dapat dilihat pada gambar 2.2.

Alumina alami digunakan

dalam pembuatan tempat

meleburnya logam dan alat

lain untuk dicairkan.

Aluminium oksida atau

alumina, merupakan

komponen utama dalam

bauksit bijih aluminium

yang utama. Pabrik

alumina terbesar di dunia

adalah Alcoa, Alcan, dan

Rusal. Gambar 2.2 Activated alumina

Perusahaan yang memiliki spesialisasi dalam produksi dari aluminium

oksida dan aluminium hidroksida misalnya adalah Alcan dan Almatis. Bijih

bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, and SiO2 yang tidak murni. Campuran ini

dimurnikan terlebih dahulu melalui Proses Bayer:

29

Page 30: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4.......................(1)

Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui

penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang

dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut

dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan.

Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.

2Al(OH)3 + panas → Al2O3 + 3H2O.............................................(2)

Alumina terjadi dalam 2 bentuk kristal. Alpha alumina adalah campuran dari

sedikit pewarnaan hexagonal kristal dengan diberikan secara perkiraan; gamma

alumina adalah campuran dari sedikit pewarnaan percubik kristal dengan sp. Gr.

Sekitar 3,6 dipindahkan ke bentuk alpa pada temperatur tinggi. Bubuk alumina

terbentuk dari pencampuran kristal alumina; putih alami. Alumina didistribusikan

secara luas di alam. Dikombinasi dengan silika dan mineral lain yang terjadi

didalam tanah liat, feldspars, dan mika. Komponen utama dari alumina bauxite

dan sering terjadi dalam bentuk alami seperti corundum. Alumina penting dalam

perdagangan terutama, digunakan dalam produksi logam alumina. Alumina juga

digunakan untuk abrasi, corundum, dan emery digunakan secara luas seperti

persiapan pembutan pengikisan alumina. Nama yang sering digunakan untuk

alumina abrasi meliputi Alundum dan Alosite. Alumina juga digunakan dalam

keramik untuk pewarnaan dan pabrik bahan – bahan kimia tanah liat yang

mengandung alumina digunakan dalam keramik,genteng,batu bata, panel board,

paving block. Alumina alami digunakan dalam pembuatan tempat meleburnya

logam dan alat lain untuk dicairkan. Hydrate alumina digunakan dalam cat

mordant untuk membuat zat warna, juga digunakan dalam pembuatan kaca,

kosmetik, dan obat – obatan seperti antasit.

Activated alumina yang digunakan PT. Pertamina UP IV Cilacap adalah

termasuk kedalam jenis spent adsorbent. Activated alumina adalah material

penyerap yang terdiri dari alumina dan dikombinasikan dengan air dalam berbagai

30

Page 31: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

proporsi yang dihasilkan dalam berbagai struktur. Dalam kaitannya dengan sifat

alami area permukaan internal ini, activated alumina adsorbent akan menarik dan

mengumpulkan molekul dan gas atau cairan yang diarahkan. Ini dikenal dengan

istilah adsorbsi. Akan tetapi tidak semua molekul tertarik pada derajat tingkat

yang sama. Activated alumina adsorbent digunakan untuk pengeringan dan

memurnikan atau penjernihan berbagai macam gas atau liquid (cair). Meraka

betul-betul kuat untuk menarik jenis molekul tertentu, serta bereaksi dengan jenis

molekul tertentu. Molekul polar seperti air betul-betul kuat ditarik oleh adsorbent.

Ketika suatu campuran air (polar) dan methane (non polar) melewati atas

adsorbent air akan terserap meskipun keduanya kandungannya cukup kecil.

Ketika molekul terserap, panas akan dilepaskan. Pada kebanyakan sistem,

temperatur pada aliran proses naik hanya beberapa derajat. Bagaimanapun ketika

konsentrasi tinggi (± 0,5 volume %) molekul yang tertarik diserap. Ketika

adsorbent sudah menjadi jenuh penyerapan molekul dapat dihentikan oleh

pemanasan adsorbent dengan suatu arus gas dengan 300 – 650 0F (150 – 345 0C),

operasi ini desebut dengan istilah regenerasi.

Tiap pembuangan spent adsorbent activated alumina dengan seketika atau

menyimpannya dalam suatu cara yang tidak akan berdampak pada lingkungan itu

sampai pembuangannya ditetapkan. Disarankan spent adsorbent activated alumina

yang dibuang itu disimpan dikontainer seperti drum. Jika Apabila kontainer dirasa

tidak mungkin, pembuangan adsorbent disimpan pada suatu permukaan yang

tidak dapat ditembus seperti beton, aspal, atau terpal plastik yang tahan terhadap

panas maupun bahan kimia. Disarankan pembuangan spent adsorbent activated

alumina dilindungi dari curah hujan untuk mencegah kemungkinan run off dari air

hujan yang tercemar. Jika terdapat penggenangan, maka untuk mengendalikannya

digunakan parit-parit. Dalam keadaan baru atau belum digunakan, adsorbent ini

termasuk non-hazardous/tidak berbahaya untuk suatu tujuan pembuangan. Akan

tetapi, untuk tujuan pembuangan, material penyerap pada adsorbent yang akan

dibuang boleh berubah klasifikasinya.

31

Page 32: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Alumina termasuk dalam Kelas II bukan limbah B3 (Class II

non-hazardous waste) sehingga cukup aman digunakan sebagai bahan campuran

dalam pembuatan beton ataupun keramik (Hasil studi Univ.Texas El Paso SWP2).

Komposit alumina spinel memiliki sifat-sifat sebagai berikut : i) susut bakar

(0-15)%, ii) penyerapan air (0- 21)%, iii) berat jenis (3,2-3,6)g/cm 3, iv) kuat

lentur tertinggi 895 kg/cm2, dan v) kuat tekan tertinggi 2556 kg/cm2. (ITB Central

Library - Searching Powered by GDL4_2.mht). Berdasarkan ilustrasi dan sedikit

gambaran tentang alumina tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

limbah alumina tidak berbahaya dan cukup aman, maka dapat digunakan sebagai

campuran untuk memproduksi bahan bangunan seperti batu bata, plafon, panel

board, keramik, furniture dan merchandise (souvenir).

2.8 Glasswool

Glaswool adalah bahan isolasi

superior yang berdaya kuat tarik tinggi

dan fleksibel, berwarna keemasan.

Daya tarik dan daya pegasnya mudah

ditangani dengan biaya pemindahan

dan instalasi yang rendah. Bentuk

fisiknya dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Glasswool

Keunggulan produk

1. Daya konduksi rendah

2. Bebas digunakan dalam temperatur 100° C - 250° C

3. Tidak mudah terbakar

4. Tidak karat / berjamur

5. Tersedia dalam bentuk lembaran

6. Daya fleksibilitasnya sangat baik

32

Page 33: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Aplikasi produk :

1. Isolasi Ducting AC

2. Atap gudang / rumah

3. Peredam Suara partisi / ruang genset

4. Industri oven.

Tersedia dalam bentuk :

Lembaran, Roll

2.9 Zeolit

Zeolit merupakan senyawa alumino-silikat terhidrasi yang secara fisik dan

kimia mempunyai kemampuan sebagai bahan penyerap (adsorpsi), penukar

kation, dan katalis. Di Indonesia, zeolit termasuk salah satu bahan galian yang

baru diusahakan dan dimanfaatkan. Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan

pemanfaatan zeolit untuk berbagai keperluan masih terus dilakukan. Sebaliknya di

negara – negara Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang zeolit telah digunakan secara

luas di sektor pertanian, peternakan, perikanan, industri manufaktur, dan

konstruksi.

Mineral – mineral yang termasuk dalam grup zeolit pada umumnya

dijumpai dalam batuan tufa yang terbentuk dari hasil sedimentasi debu vulkanik

yang telah mengalami proses alterasi. Secara geologi, endapan zeolit terbentuk

karena proses sedimentasi debu vulkanik pada lingkungan danau yang bersifat

alkali (air asin), proses diagenetik (metamorfosa tingkat rendah), dan proses

hidotermal (M.Arifin, Supriatna Sahala.2007).

Zeolit alam merupakan senyawa alumino-silikat terhidrasi, dengan unsur

utama yang terdiri dari kation alkali dan alkali tanah. Senyawa ini berstruktur tiga

dimensi dan mempunyai pori yang dapat diisi oleh molekul air. Rumus empiris

zeolit alam adalah :

M2/nO.Al2O3.x(SiO2).yH2O............................................(3)

33

Page 34: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Dimana :

M : kation alkali atau alkali tanah

n : valensi kation

x : suatu harga dari 2 – 10

y : suatu harga dari 2 – 7

Sebagai contoh adaloah formula unit sel dari klinoptilolit, yang merupakan

mineral zeolit paling umum dijumpai, yaitu:

(Na.K)2O.Al2O3.10SiO2.BH2O.................................................(4)

atau dapat ditulis :

(Na3K3)(Al6Si30O72).24H2O.......................................................(5)

Ion Na+ dan K+ merupakan kation yang dapat dipertukarkan, sedangkan

atom Al dan Si merupakan struktur kation dan oksigen akan membentuk struktur

tetrahedron pada zeolit. Molekul – molekul air yang terdapat dalam zeolit

merupakan molekul yang mudah lepas. Zeolit alam terbentuk dari reaksi antara

batuan tufa asam berbutir halus dan bersifat rhyiolitik dengan air pori atau air

meteorik. Komponen utama pembangun struktur zeolit adalah struktur bangun

primer (SiO4)4- yang mampu membentuk struktur tiga dimensi. Muatan listrik

yang dimiliki oleh kerangka zeolit, baik yang terdapat dipermukaan maupun

didalam pori menyebabkan zeolit dapat berperan sebagai penukar kation,

penyerap, dan katalis. Pori – pori zeolit terbentuk dengan cara pengusiran air pada

pemanasan di atas 1000C. Keadaan seperti ini yang memungkinkan zeolit dapat

menyerap molekul – molekul yang mempunyai garis tengah lebih kecil dari

pori – pori zeolit tersebut. Kandungan air yang terperangkap dalam rongga zeolit

biasanya berkisar antara 10 - 35%. Perbandingan antara atom Si dan Al yang

bervariasi akan menghasilkan banyak jenis atau spesies zeolit yang terdapat di

alam. Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 50 jenis zeolit. Namun,

mineral-mineral utama pembentuk zeolit hanya ada sembilan jenis, yaitu analsim,

kabasit, klinoptilolit, Erionit, mordenit, ferrierit, heulandit, laumontit dan fillipsit.

Di Indonesia jenis mineral zeolit yang terbanyak adalah klinoptilolit dan mordenit.

34

Page 35: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

2.9.1 Kristalografi

Struktur kristal zeolit membentuk suatu kerangka tetrahedron berantai

dalam dalam bentuk tiga dimensi. Pada kristal zeolit, kedudukan atom pusat

tetrahedron ditempati oleh atom Si dan Al, sedangkan atom – atom oksigen

berada pada sudut – sudutnya. Kedudukan atom Al dalam posisi tetrahedral

memerlukan tambahan muatan positif sebagai penetral muatan listrik, seperti

kation logam alkali atau alkali tanah. Keadaan seperti ini yang menyebabkan

zeolit dapat bersifat penukar kation (cation-exchange). Sedangkan pori – pori

yang terdapat didalam struktur kristal zeolit diisi oleh molekul air. Pada umumnya

pori – pori tersebut mencapai 20 – 30 % dari total volume kristalnya. Struktur

kristal zeolit mempunyai sifat hidrofolik serta memperlihatkan sifat afinitas yang

sangat kuat terhadap molekul air. Dengan demikian semua aplikasi adsorpsi

(penyerapan) dan reaksi – reaksi lainnya memerlukan proses dehidrasi terlebih

dahulu untuk mencapai kondisi bebas air. Perlu diketahui bahwa semua proses

penyerapan, katalis, dan penukaran kation terjadi di dalam struktur kristal zeolit

ini (M.Arifin, Supriatna Sahala. 2007).

Beberapa specimen zeolit berwarna putih, kebiruan, kemerahan, coklat,

dll., karena hadirnya oksida besi atau logam lainnya. Densitas zeolit antara

2,0 - 2,3 g/cm3, dengan bentuk halus dan lunak. Kilap yang dimiliki

bermacam-macam. Struktur zeolit dapat dibedakan dalam tiga komponen yaitu

rangka aluminosilikat, ruang kosong saling berhubungan yang berisi kation

logam, dan molekul air dalam fase occluded.

Morfologi dan sistem kristal zeolit. Zeolit berbentuk kristal aluminosilikat

terhidrasi yang mengandung muatan positif dari ion-ion logam alkali dan alkali

tanah dalam kerangka kristal tiga dimensi, dengan setiap oksigen membatasi

antara dua tetrahedral.

35

Page 36: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Gambar 2.4. Rangka zeolit yang terbentuk dari ikatan 4 atom O dengan 1 atom Si

(Bell, 2001).

2.10 Acrylic

Poli(metil metakrilat) adalah suatu plastik yang jernih, tak berwarna, dan

lutsinar. Ia mempunyai takat pelembutan yang lebih tinggi, kekuatan hentaman

yang lebih baik, dan boleh tahan terhadap perubahan cuaca daripada poliesterena.

Pengeluaran polimer ini dalam tahun 1969 telah dianggarkan mencapai 350 juta

pound dengan harga $0,45/paun untuk komposisi pengacuan. Selain semen,

pozolan, polimer organik dan bahan termoplastik telah lama di pergunakan

sebagai salah satu additive (reagent) dalam teknologi solidifikasi. Setiap additive

mempunyai kompatibilitas yang berbeda – beda untuk berbagai jenis limbah.

Bahan termoplastik sendiri cocok untuk dipergunakan sebagai additive untuk

limbah logam berat dan efektif untuk tembaga (Cu), kromium (Cr) dan arsenik As

(LaGrega, Buckingham dan Evans, 1994).

Sifat-sifat Poli(metil metakrilat) : merupakan suatu termoplastik linear,

dengan kira-kira 70-75% berkonfihyrasi sindiotaktik. Poli(metil metakrilat) tahan

terhadap banyak bahan uji tak organik akueus, termasuk alkali dan asid cair. Sifat

poli(metil metakrilat) yang terbaik mungkin adalah kejernihan optiknya dan ia

juga tanpa warna. Disamping sifatnya yang tahan terhadap cuaca luar, sifat-sifat

optiknya juga menyebabkannya begitu berguna dalam semua penggunaan

pemancaran cahaya. Sifat-sifat mekanik dan terma polimer ini adalah baik

Kekuatan tegangannya hingga 10.000 psi. Suhu yang dapat ditahan sampai 90°C.

Poli(metil metakrilat) lebih tahan terhadap retak daripada poliesterena. Sifat

36

Page 37: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

lainnya yang dimiliki serabuta akrilik yaitu memiliki kekuatan, kekakuan, keliatan

dan tahan abrasi dan daya lentur yang tinggi. Tidak tahan terhadap kelembapan

dan mempunyai ketahanan yang baik terhadap pewarna, bahan kimia.

Acrylic Plastics atau Acrylic Polymers dalam penelitian kali ini digunakan

sebagai bahan pengikat. Dengan berbagai kelebihan, seperti :

a. Mudah digunakan.

b. Memiliki fleksibilitas yang tinggi.

c. Cocok digunakan pada banyak jenis substrat.

d. Tahan terhadap rembesan air.

e. Meningkatkan ketahanan terhadap benturan.

Diharapkan acrylic plastics dapat meningkatkan kualitas dari produk yang

dihasilkan. Acrylic plastics sendiri sebenarnya telah lama dimanfaatkan dalam

berbagai jenis industri. Pada era perang dunia kedua, acrylic plastics digunakan

dalam industri pesawat terbang. Saat ini acrylic plastics banyak digunakan

sebagai meteri pembuatan CD, DVD dan furniture modern.

2.11 Epoksi

Kebanyakan orang mendengar kata epoksi dalam hubungannya dengan

resin-resin epoksi, yaitu bahan yang digunakan dalam perekatan logam, gelas dan

keramik. Resin epoksi juga digunakan dalam pelapis permukaan (misalnya cat)

karena kelembamannya, kekerasan dan fleksibilitasnyua. Dua macam bahan baku

yang digunakan dalam pembuatan resin-resin epoksi adalah epiklorhidrin dan

bisfenol-A. Campuran kedua bahan ini dengan basa menghasilkan epoksi. Epoksi

merupakan jenis epoksi yang dikualifikasikan sebagai plastik-plastik teknik

dimana fungsinya sebagai bahan pelapis protektif, aplikasi-aplikasi listrik dan

elektronik, bahan lantai dasar industri, bahan pengaspal jalan raya, dan juga

perekat plafon. Dari segi komersial, polimer, polimer atau resin epoksi termasuk

polimer nonvinil terpenting.

37

Page 38: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Gambar 2.5 Rumus Kimia Resin Epoxy

Contoh epoksi yang ada di pasaran

pada gambar 2.6. Penggunaan

utama resin epoksi adalah sebagai

bahan penyalut permukaan yang

menggabungkan keliatan,

kelenturan, lekatan dan ketahanan

kimia. Resin epoksi boleh

digunakan dalam kedua teknik

pengacuan dan pelaminaan untuk

Gambar 2.6 Resin Epoxy dan Hardener Epoxy

membuat barang-barang yang diperkuat oleh kaca dengan kekuatan mekanik,

ketahanan kimia dan sifat penebatan elektrik yang lebih baik daripada sifat-sifat

yang dimiliki oleh poliester lain. Penggunaan lain yang dianggap penting dalam

pembuatan pelantaian (flooring), sebagai pelekat dan pemateri, busa, bahan-bahan

yang digunakan untuk meratakan permukaan jalan dan penstabil untuk resin vinil.

2.12 Air

Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan plafon.

Dalam campuran plafon air mempunyai 2 fungsi yaitu memungkinkan reaksi

kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan, serta

sebagai pelincir campuran limbah activated alumina, glaswool, zeolite, acrylic

dan epoksi. Air yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan kualitas air

(Kardiyono Tjokrodimuljo, 1992) yaitu:

38

Page 39: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

a. Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 g/l.

b. Tidak boleh mengandung garam dan zat yang dapat merusak beton

(asam,zat organic) lebih dari 1,5 g/l.

c. Tidak mengandung klorida lebih dari 0,5 g/l.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1,0 g/l.

2.13 Kuat Lentur

Kuat lentur adalah

hasil bagi momen lentur

terbesar dan momen

perlawanan, yang terjadi pada

beban lentur maksimum

(beban patahnya benda uji).

Proses kerja kuat lentur dilihat

pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Pengujian Lentur

Pada penampang balok dilakukan pengujian regangan, tegangan, dan gaya – gaya

yang timbul akibat menahan momen batas, yaitu momen akibat beban luar yang

timbul tepat pada saat terjadi hancur. Momen ini mencerminkan kekuatan dan di

masa lalu disebut sebagai kuat lentur ultimit balok. Kuat lentur suatu balok

tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan – regangan dalam yang

timbul di dalam balok yang pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya–gaya

dalam.

Besarnya momen yang terjadi :

)6(422

LLLLPLPM ×

=×=

39

Page 40: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Tegangan lentur pada blok berhubungan dengan tahanan momen (w), tahanan

momen pada tampang persegi adalah :

)7(61 2 LLLLLhbw ××=

kekuatan lentur atau tegangan lentur dapat diperoleh dengan rumus

)8(LLLLLLLLwM

dengan substitusi persamaan pada momen lentur (M) dan tahanan momen (w)

diperoleh tegangan lentur :

)9(23

2 LLLLLhbLP

××××

(Petunjuk Praktek Pemeriksaan Bahan Bangunan, 1979)

dengan :

P = Beban (Kg)

L = Jarak tumpuan, (cm)

b = Lebar benda coba,(cm)

h = Tebal benda coba, (cm)

Gambar 2.8. Uji kuat lentur

40

Page 41: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

2.14 Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)

Uji TCLP adalah salah satu evaluasi toksisitas limbah untuk bahan yang

dianggap berbahaya dan beracun dengan penekanan pada nilai leachete. Pada

umumnya uji ini ditujukan terutama untuk melihat potensi toksisitas leaching dari

logam berat yang diujikan pada penelitian ini adalah Cr, Cu, Pb dan Zn terhadap

pengaruh lingkungan (oksidasi – reduksi).

Leachate adalah cairan yang keluar dari suatu cairan yang terkontaminasi

oleh zat – zat pencemar yang ditimbulkan dari suatu limbah yang mengalami

proses pembusukan. Menurut EPA leachate adalah suatu cairan yang mencakup

semua komponen di dalam cairan tersebut sehingga cairan tersebut tersaring dari

limbah berbahaya.

Leachate telah dihasilkan sejak manusia pertama kali melakukan

penggalian timbunan sampah untuk menyelesaikan persampahan. Tentu saja pada

tahapan ini jumlah leachate yang dihasilkan sangat kecil dan bercampur dalam

suatu tanah liat. Risiko yang didapat jika tidak adanya suatu drainase baik dan

pengolahan limbah cair dapat menyebabkan suatu dampak yaitu penyakit bagi

manusia akibat timbulnya leachate tersebut.

Pelindian merupakan parameter yang sangat menentukan kualitas terhadap

hasil solidifikasi yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu

untuk menentukan kualitas lindi adalah dengan metode TCLP adalah salah satu

evaluasi toksisitas limbah untuk bahan–bahan yang dianggap berbahaya dan

beracun dengan penekanan pada nilai leachate.

Sesuai PP No.18 Tahun 1999 jo PP No.85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Limbah B3 Uji TCLP merupakan salah satu cara untuk menentukan karakteristik

limbah beracun. Disamping digunakan sebagai penentuan salah satu sifat

“beracun” dari suatu limbah, uji TCLP dapat diterapkan pula dalam evaluasi

produk pretreatment limbah sebelum di landfilling, yaitu dalam proses

stabilisasi/solidifikasi (S/S). Pengujian TCLP pada industri yang menghasilkan

limbah B3-nya perlu dilakukan secara rutin namun biayanya cukup mahal. Untuk

mengurangi biaya, pihak industri sebaiknya mampu melakukannya sendiri.

41

Page 42: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Peralatan laboratorium, baik instrumen modern maupun metoda konvensional

dapat dimanfaatkan (Anonim, 1999).

Uji TCLP di laboratorium dilakukan sesuai dengan metode USEPA 1311.

Sebanyak 100 gram sampel diekstrak dengan 2 liter reagensia asam asetat.

Ekstrasi berlangsung selama 18 jam dengan putaran botol ekstraktor sebanyak

30 putaran permenit. Ekstrak kemudian dianalisa terhadap kandungan logam berat

dan kandungan senyawa organik lain.

2.15 Logam Berat

Logam berat yang diteliti dalam penelitian ini adalah :

a. Khromium

Khromium (Cr) adalah metal kelabu yang keras. Khromium terdapat pada

industri gelas, metal, fotografi, dan elektroplating. Dalam bidang industri,

khromium diperlukan dalm dua bentuk, yaitu khromium murni dan aliasi besi

khromium yang disebut ferokhromium sedangkan logam khromium murni tidak

pernah ditemukan di alam. Khromium sendiri sebetulnya tidak toksik, tetapi

senyawanya sangat iritan dan korosi. Inhalasi khromium dapat menimbulkan

kerusakan pada tulang hidung. Di dalam paru-paru, khromium ini dapat

menimbulkan kanker. Sebagai logam berat, khromium termasuk logam yang

mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh khromium

ditentukan oleh valensi ionnya. Logam Cr6+ merupakan bentuk yang paling

banyak dipelajari sifat racunnya dikarenakan Cr6+ merupakan toksik yang sangat

kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis

(Effendi.H, 2007)

Khromium (Cr) termasuk unsur yang jarang ditemukan pada perairan

alami. Kerak bumi mengandung khromium sekitar 100 mg/kg (Effendi.H, 2007).

Khromium yang ditemukan diperairan adalah khromium trivalen (Cr3+) dan

khromium heksavalen (Cr6+); namun, pada perairan yang memiliki pH lebih dari

5, khromium trivalen tidak ditemukan. Apabila masuk ke perairan, khromium

42

Page 43: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

trivalen akan dioksidasi menjadi khromium heksavalen yang lebih toksik.

Khromium trivalen biasanya terserap ke dalam partikulat, sedangkan khromium

heksavalen tetap berada dalam bentuk larutan. Sumber alami khromium sangat

sedikit, yaitu batuan chromite (FeCr2O4) dan Chromic oxide (Cr2O3) (Effendi.H,

2007).

b. Tembaga (Cu)

Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu. Logam

ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Kadar tembaga pada kerak bumi

sekitar 50 mg/kg (Effendi, H, 2007). Sumber alami tembaga adalah chalcopyryte

(CuFeS2), Copper sulfida (CuS2), malachite [Cu2(CO3)(OH2)], dan azurite

[Cu3(CO3)2(OH2)] (Effendi.H, 2007). Secara kimia, senyawa-senyawa dibentuk

oleh logam Cu (tembaga) mempunyai bilangan valensi +1 dan +2 yang tidak

dapat larut dalam air dingin atau air panas, tetapi mereka dapat dilarutkan dalam

larutan asam. Secara fisik, logam Cu (tembaga) digolongkan kedalam kelompok

logam-logam penghantar listrik terbaik setelah perak (Argentum – Ag), karena itu

logam Cu banyak digunakan dalam bidang elektronika atau pelistrikan. Logam

berat Cu digolongkan ke dalam logam berat dipentingkan atau logam berat

esensial, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam berat

ini sangat dibutuhkan meski dalam jumlah yang sedikit. Pada manusia, efek

keracunan yang di timbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap Cu tersebut

adalah terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan

hidung. Kerusakan itu, merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang dimiliki

oleh debu atau uap Cu tersebut (Palar.H, 1994).

c Timbal (Pb)

Kadar timbal pada kerak bumi sekitar 15 mg/kg. Sumber alami utama

timbal adalah galena (PbS), gelesite (PbSO4), dan cerrusite (PbCO3)

(Heffni.E,2007). Dahulu digunakan sebagai konstituen didalam cat, baterai, dan

saat ini banyak digunakan dalam bensin. Pb organik (TEL = Tetra Ethyil Lead)

43

Page 44: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

sengaja ditambahkan ke dalam bensin untuk meningkatkan nilai oktan. Pb adalah

racun sistemik yang dikenal, dengan cara pemasukannya setiap hari dapat melalui

makanan, air udara, dan penghirupan asap tembakau. Efek dari keracunan Pb

dapat menimbulkan kerusakan pada otak dan penyakit-penyakit yang

berhubungan dengan otak, antara lain epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak

besar dan delirium (sejenis penyakit gula), kerusakan pada saluran ginjal,

ketidaknormalan EKG pada otot jantung (Palar. H, 1994).

d. Seng (Zn)

Seng termasuk unsur yang terdapat dalam jumlah berlimpah di alam.

Kadar seng pada kerak bumi sekitar 70 mg/kg (Heffni.E,2007). Sumber alami

utama seng adalah calamine (ZnC3), Sphalerite (ZnS), smithsonite ( ZnCO3), dan

wilemite ( Zn 2SiO4) (Heffni.E,2007). Seng digunakan dalam industri besi, baja,

karet, tekstil, kertas, dan bubur kertas. Tubuh memerlukan Zn untuk proses

metabolisme, tetapi dalam kadar tinggi dapat bersifat racun. Di dalam air minum

dapat menimbulkan rasa kesat, dan dapat menimbulkan gejala muntaber. Seng

menyebabkan warna air menjadi opalescent, dan bila dimasak akan timbul

endapan seperti pasir. Unsur ini sebenarnya dibutuhkan dan berguna dalam

metabolisme, dengan kebutuhan perhari 10-15 mg, karena jika kekurangan Zn

dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak. Akan tetapi jika unsur ini

terdapat dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan rasa pahit ( Soemirat.J,

2002).

2.16 pH

Asam (yang sering diwakili dengan rumus umum HA) secara umum

merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan

larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam definisi modern, asam adalah suatu

zat yang dapat memberi proton (ion H+) kepada zat lain (yang disebut basa), atau

dapat menerima pasangan elektron bebas dari suatu basa. Suatu asam bereaksi

dengan suatu basa dalam reaksi penetralan untuk membentuk garam. Contoh asam

44

Page 45: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

adalah asam asetat (ditemukan dalam cuka) dan asam sulfat (digunakan dalam

baterai atau aki mobil). Asam umumnya berasa masam; walaupun demikian,

mencicipi rasa asam, terutama asam pekat, dapat berbahaya dan tidak dianjurkan.

Secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:

a. Rasa : masam ketika dilarutkan dalam air.

b. Sentuhan : asam terasa menyengat bila disentuh, terutama bila asamnya

asam kuat.

c. Kereaktifan : asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, yaitu korosif

terhadap logam.

d. Hantaran listrik : asam, walaupun tidak selalu ionik, merupakan elektrolit.

Konsentrasi ion hidrogen dalam air murni yang netral adalah 1 x 10-7

g/liter. Nilai disosiasi air (Kw) pada suhu 25° C adalah 10-14 , seperti yang

ditunjukkan dalam persamaan di bawah ini :

[H+] + [OH -] = Kw ; Kw = 10-14......................................................(10)

Klasifikasi nilai pH adalah sebagai berikut :

a. pH = 7 : netral

b. 7 < pH < 14 : alkalis (basa)

c. 0 < pH < 7 : asam

Pada dasarnya, asiditas (keasaman) tidak sama dengan pH. Asiditas

melibatrkan dua komponen, yaitu jumlah asam, baik asam kuat maupun asam

lemah (misalnya asam karbonat dan asam asetat), dan konsentrasi ion hidrogen.

Menurut APHA (1976), pada dasrnya asiditas menggambarkan kapasitas

kuantitatif air untuk menetralkan basa hingga pH tertentu, yang dikenal dengan

sebutan base-neutralizing capacity (BNC).

Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan

karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai nilai nol.

Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah

45

Page 46: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat

korosif (Effendi.H, 2007).

pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa

amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki

pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana

alkalis (pH) tinggi lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi

(unionized) dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap

kedalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan ammonium (Effendi.H,

2007).

Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia yang menyerap ion

hydronium ketika dilarutkan dalam air. Basa adalah lawan (dual) dari asam , yaitu

ditujukan untuk unsur/senyawa kimia yang memiliki pH lebih dari 7. Kostik

merupakan istilah yang digunakan untuk basa kuat. jadi kita menggunakan nama

kostik soda untuk natrium hidroksida (NaOH) dan kostik postas untuk kalium

hidroksida (KOH). Basa dapat dibagi menjadi basa kuat dan basa lemah.

Kekuatan basa sangat tergantung pada kemampuan basa tersebut melepaskan ion

OH dalam larutan dan konsentrasi larutan basa tersebut.

2.17 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan dasar-dasar teori diatas maka dapat diambil suatu hipotesa

sebagai berikut:

a. Pemanfaatan limbah activated alumina dan glasswool dalam pembuatan

plafon diharapkan memiliki kuat lentur dan nilai ekonomis.

b. Produk yang dihasilkan dari limbah activated alumina dan glasswool

mampu mengimobilisasi logam berat.

46

Page 47: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitiannya menggunakan design penelitian eksperimen murni

di laboratorium. Penelitian yang akan dilakukan adalah produksi plafon dari

bahan baku komposit limbah activated alumina, dan glasswool yang sangat besar

potensinya di Indonesia yang dikompositkan juga dengan zeolit, acrylic, dan

epoksi. Produk plafon bangunan tersebut diharapkan memiliki karakteristik

mekanik (kuat lentur) tinggi sebagai upaya peningkatan pertahanan dan keamanan

pemukiman masyarakat, bangunan industri dan bangunan publik yang rawan

banjir khususnya Indonesia dengan sentuhan teknologi komposit geopolimer

sederhana (applicable) yang sehat, aman dan ramah lingkungan (eco-friendly).

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Proses pengambilan bahan baku berupa limbah activated alumina dan

glasswool dilakukan di PT. Pertamina UP IV Cilacap (Jawa Tengah). Adapun

pembelian bahan baku berupa zeolit, acrylic dan epoksi didapatkan di toko kimia

Ngasem Baru Yogyakarta. Proses penelitian, preparasi peralatan, penyiapan bahan

baku, proses pembentukan plafon komposit, pengujian serta analisisnya dilakukan

di Laboraturium Rancang Bangun dan Laboratorium Kualitas Air FTSP UII

Yogyakarta.

Seluruh rangkaian proses penelitian mulai dari proses persiapan dan

pengambilan bahan baku, tahapan dan proses penelitian di laboratorium,

penyusunan laporan akhir, dan seminar atau publikasi penelitian dilakukan dalam

kurun waktu 6 bulan. Seluruh tahapan dan proses penelitian tersebut dilakukan

secara sistematis dan komprehensif sesuai dengan jadwal penelitian.

47

Page 48: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini meliputi :

1. Variabel bebas.

a. Variasi 1 berupa penambahan alumina 40%, glasswool 5%, zeolite

10%, acrylic 20%, epoksi 20%. Variasi 2 berupa penambahan

alumina 45%, glasswool 2%, zeolite 3%, acrylic 35%, epoksi 15%.

Variasi 3 berupa penambahan alumina 40%, glasswool 2%, zeolite

10%, acrylic 40%, epoksi 8%.

2. Variabel terikat : Uji lentur, Uji logam berat dengan metode TCLP dan uji

pH.

3.3 Pengamatan Penelitian

Pengamatan penelitian ini dilakukan mulai dari persiapan bahan dan

peralatan serta pemeriksaan laboratorium terhadap material yang akan digunakan.

Selanjutnya pada proses penelitian pengamatan yang dilakukan pada sampel

adalah proses pembuatan dan waktu pengujian sampel dilakukan.

3.4 Tahapan Penelitian

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan meliputi :

1. Analisa karakteristik fisik dan kimia limbah activated alumina dan

glasswool.

2. Analisa karakteristik fisik hasil solidifikasi yaitu uji fisik (kuat lentur).

3. Analisa pelindian (leachate) hasil solidifikasi dengan metode (Toxicity

Characteristic Leaching Procedure) TCLP.

4. Analisa pH

Untuk lebih lengkapnya, tahapan – tahapan penelitian yang akan dilakukan

seperti pada gambar 3.1 Penelitian ini direncanakan selama enam bulan.

Pembuatan dan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia.

48

Page 49: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Mulai

Pengujian Plafon

Analisa bahan

Persiapan alat dan bahan

Pembuatan Plafon

Analisa dan Pembahasan

• Uji kuat lentur • Uji TCLP • Uji pH

Rancangan campuran

Plafon

Selesai

Gambar 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

3.5 Penyediaan Bahan Baku dan Peralatan

Bahan baku utama yang diperlukan dalam penelitian adalah limbah

PT. Pertamina UP IV Cilacap limbah activated alumina dan glasswool, sedangkan

zeolit, acrylic, dan epoksi, didapatkan di toko Ngasem Baru Yogyakarta. Bahan

tambahan yang digunakan adalah air dari Laboratorium Kualitas Air FTSP UII

Yogyakarta. Adapun peralatan yang diperlukan dalam penelitian adalah alat uji

kuat lentur manual, alat cetak produk sampel, (AAS = Atomic Absorption

Spectrofotometer), pH meter.

49

Page 50: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

3.6 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

3.6.1 Analisa Karakteristik Bahan

1. Analisa limbah activated alumuina dan glasswool. Pada limbah activated

alumina dab glasswool dilakukan pemeriksaa terhadap karakteristik fisik

dan kimia.

a. Karakteristik Fisika

1. Analisa saringan

2. Berat jenis

3. Berat volume

4. Kadar air

5. Modulus kehalusan

b. Karakteristik Kimia

1. Analisa Logam berat : Cr, Cu, Pb, Zn.

3.7 Bahan dan Alat

3.7.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Limbah activated alumina dan glasswool

b. Zeolit

c. Acrylic

d. Epoksi

e. Air

3.7.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Unit pengujian TCLP (AAS = Atomic Absorption Spectrofotometer)

b. Alat uji kuat lentur manual

c. pH meter

d. Alat cetak produk sampel

50

Page 51: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

3.8 Pembuatan Sampel

Benda uji yang akan dibuat dan digunakan adalah plafon berbentuk empat

persegi panjang dengan ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm serta memiliki

ketebalan 1 cm.

3.8.1 Rancangan campuran

Dalam penelitian ini untuk memperoleh proporsi adukan pasta dan limbah

katalis dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error method of mix design).

Pada penelitian ini, masing-masing variasi percobaan dibuat enam sampel dengan

komposisi limbah activated alumina dan glasswool serta bhan-bahan penyusun

berbeda. Rencana campuran plafon dibuat sesuai dengan beratnya sebesar 650

gram dengan ukuran 20cm x 20cm x 1cm dan jumlah plafon yang dibuat

berjumlah 18 untuk 3 variasi campuran. Variasi perbandingan campuran dalam

penelitian ini diambil proporsi limbahnya paling banyak untuk mengoptimalkan

penggunaan limbah. Perbandingan dari tiap variasi campuran plafon menjadi:

a. Alumina : glaswool : zeolit : akrilik : epoksi = 45% : 5% : 10% : 20% : 20%.

b. Alumina : glaswool : zeolit : akrilik : epoksi = 45% : 2% : 3% : 35% : 15%.

c. Alumina : glaswool : zeolit : akrilik : epoksi = 40% : 2% : 10% : 40% : 8%.

3.8.2 Prosedur Pembuatan Plafon

Cara penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Persiapan semua bahan pencampur seperti alumina, glasswool, zeolit,

akrilik dan epoksi dengan komposisi sebagai berikut :

Tabel 3.1. Komposisi Bahan Pembuatan Plafon. Variasi Alumina Glasswool Zeolite Acrylic Epoksi Air Jumlah

% gram % gram % gram % gram % gram ml plafond

1 45 1755 5 195 10 390 20 780 20 780 750 6

2 45 1755 2 78 3 117 35 1365 15 585 450 6

3 40 1560 2 78 10 390 40 1560 8 312 600 6

(Sumber : Data Primer 2008)

51

Page 52: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

b. Menyiapkan kebutuhan air yang diperlukan untuk pembuatan adukan

dengan menggunakan gelas ukur. Air ini digunakan sebagai perekat,

kemudian diaduk hingga homogen.

c. Langkah selanjutnya semua bahan yang telah disiapkan (activated alumina,

glasswool, zeolit, akrilik, dan epoksi) dilakukan pengadukan di dalam

ember agar homogen dengan berbagai macam komposisi diatas.

d. Sebelumnya menyiapkan alat cetakan dengan ukuran 20cm x 20 cm x 1cm

yang telah dibersihkan seluruh permukaan cetakannya.

e. Adukan pasta hasil dari campuran alumina, glasswol, zeolit, akrilik, epoksi

serta air yang telah homogen tadi dimasukkan ke dalam alat cetakan

kemudian dipadatkan dengan alat pemadat manual (memakai tangan dan

cetok).

f. Adukan yang telah dicetak didiamkan selama 2 minggu dan diletakkan

pada empat yang terlindung oleh sinar matahari.

g. Setelah benda uji kering, kemudian dilepas dari cetakan dan diberi kode

sampel.

3.9 Pengujian Plafon

Bahan baku utama berupa limbah activated alumina dan glasswol, sebagai

matriks pendukung dan zeolit sebagai bahan penyerap komposit pada limbah.

Limbah disaring atau dipisahkan dari pengotor dan diseragamkan ukuran

butirannya menjadi mesh 60. Setelah sampel plafon dibuat, dilakukan pengujian

terhadap sample plafon. Pengujian yang dilakukan meliputi :

a. Uji dan analisis kuat lentur (daktilitas)

Uji kuat lentur merupakan salah satu cara pengujian yang digunakan untuk

menentukan seberapa besar tingkat kelenturan dari plafon. Dilakukan

dengan alat uji manual yaitu dengan memberi pemberat sebagai beban.

Dalam pengujian kuat lentur ini plafon yang digunakan sebanyak 6 sampel

untuk setiap variasi. Uji dan analisis kuat lentur (daktilitas) produk plafon

bangunan yang dihasilkan diperlukan untuk menunjang kualitas produk

komposit geopolimer berupa plafon bangunan yang dihasilkan. Proses uji

52

Page 53: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

dan analisis karakteristik mekaniknya (kuat lentur) dalam keadaan kering.

Hasil pengujian karakteristik mekanik dalam keadaan kering tersebut

dibandingkan dengan hasil pengujian karakteristik mekanik dari produk

yang ada dipasaran dengan melihat pada standar atau peraturan tentang

plafon.

b. Uji Logam Berat atau Leachate

Uji lindi merupakan suatu cara untuk mengetahui kadar zat pencemar yang

terlindi dari sebuah plafon dalam suatu cairan. Parameter yang di uji

meliputi Cr, Cu, Pb dan Zn. Uji lindi merupakan suatu cara untuk

mengetahui kadar zat pencemar yang terlindi dari sebuah plafon dalam

suatu cairan. Pengujian lindi ini menggunakan alat AAS (Atomic

Absorption Spectrofotometer), pH meter dengan merk Perkin Elmer

model 5100 PC.

c. Uji pH

Uji pH merupakan suatu cara untuk mengetahui tingkat keasaman atau

kebasaan dari benda uji plafon. Benda uji dengan ukuran 5cm×5cm×1cm

dimasukkan ke dalam larutan asam dengan pH awal 3,09, larutan aquadest

dengan pH awal 7,55 dan larutan basa dengan pH awal 10,8. Dilakukan

pengujian pH selama 5 (lima) minggu dan diperiksa setiap 1 (satu) minggu

sekali secara rutin untuk perubahan yang terjadi pada pH dengan

menggunakan pH meter.

3.10. Analisis Data

a. Uji TCLP

Pengujian TCLP produk plafon dilakukan untuk mengetahui tingkat

immobilisasi logam berat yaitu Cr, Cu, Pb dan Zn. Untuk memperjelas

tingkat immobilisasi logam berat dibuat grafik dan hasilnya akan

dibandingkan dengan standar tentang baku mutu limbah B3 yaitu dengan

melihat pada Peraturan Pemerintah No.85 Tahun 1999.

53

Page 54: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

b. Uji pH

Pengujian pH dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi terhadap

sifat asam, basa dari produk plafon. Apakah pH yang terjadi mengalami

peningkatan atau penurunan yang diakibatkan oleh produk plafon.

c. Uji kuat lentur

Pengujian kuat lentur dilakukan untuk mengetahui tingkat keoptimalan

kuat lentur dari produk plafon. Penambahan proporsi limbah yang

digunakan dianalisis apakah mempengaruhi tingkat kuat lentur produk

plafon. Setelah dianalisis, hasil nilai uji kuat lentur akan dibandingkan

dengan standar uji kuat lentur menurut SNI dan akan dilihat apakah

produk plafon ini mempunyai nilai ekonomis.

54

Page 55: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah Activated Alumina dan Glasswool

Pada pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan karakteristik fisik dan

kimia limbah activated alumina dan glaswool dari Pertamina UP IV Cilacap.

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui syarat potensi limbah dalam

pembuatan plafon dan konsentrasi unsur-unsur yang terdapat didalam limbah

dalam hal ini unsur Cr, Cu, Pb, dan Zn.

Pemeriksaan bahan susun ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik

fisik limbah. Analisa tersebut meliputi analisa berat jenis, berat isi gembur, berat

isi padat dan kadar air. Analisa bahan susun ini, mengacu pada tata cara

pemeriksaan agregat halus karena limbah pertamina termasuk kedalam jenis

agregat halus dimana limbah lolos saringan No. 4 (4,75 mm).

Adapun tujuan analisa berat jenis yaitu untuk mendapatkan angka untuk

berat jenis curah, berat jenis permukaan jenuh, berat jenis semu, dan penyerapan

air pada agregat halus (SK SNI M–10-1989-F). Berat jenis rendah pada umumnya

menunjukkan bahannya berpori, lemah dan bersifat menyerap air banyak.

Sedangkan berat jenis tinggi pada umunya menunjukkan bahwa kualitas bahannya

pada umumnya baik.

Pemeriksaan berat isi padat dan gembur bertujuan untuk mendapatkan

angka untuk mengetahui berat isi padat dan berat isi gembur.. Hasil pengujiannya

dapat digunakan untuk penyelidikan quarry agregat, perencanaan campuran dan

pengendalian mutu beton, serta perencanaan campuran dan pengendalian

perkerasan jalan. Sedangkan pemeriksaan kadar air bertujuan untuk mengetahui

pori – pori kemampuan penyerapan suatu bahan susun (limbah) apabila dicampur

dengan bahan lain pada waktu proses pembuatan benda uji. Penyerapan air yaitu

perbandingan berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering,

55

Page 56: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

dinyatakan dalam persen. Apabila kadar air yang diperoleh besar/tinggi, maka

bahan tersebut sifatnya banyak menyerap air, sehingga dalam proses pembuatan

benda uji membutuhkan air yang banyak ketika akan dicampur dengan bahan lain.

Karakteristik fisik limbah activated alumina dan glasswool dapat dilihat pada

Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Karakteristik Fisik limbah activated alumina dan glasswool.

Data Penelitian No

(Sumber : Data primer 2008)

Parameter

Activated Alumina Glaswool

1 Berat Jenis (g/ml) 2,17 0,57 2 Berat Isi Padat (g/m3) 0,991 0.198 3 Berat Isi Gembur (g/cm3) 0,845 0,098 4 Kadar Air (%) 4,37 2,89

Tabel 4.2. Karakteristik Kimia Limbah Activated Alumina dan Glaswool.

Parameter

Cr Cu Pb Zn

No

Limbah

mg/l 1 Activated Alumina 0.8273 0.5055 0.4878 0.2175 2 Glaswool 1.18500 0.11090 0.82130 1.35000

3 Baku Mutu Limbah B3 PP No. 85 Th. 1999

5 10 5 50

(Sumber : Data Primer 2008)

Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap sifat fisik limbah Activated

Alumina dan Glaswool seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1,

berat jenis 2.17 g/ml, berat isi padat 0.991 g/m3, berat isi gembur 0.845 g/m3 dan

kadar air 4.37 % adalah baik digunakan untuk campuran pembuatan plafon,

karena berat jenis rendah menunjukkan bahannya berpori dan mempunyai daya

serap air yang tinggi. Sedangkan berat jenis tinggi umumnya menunjukkan bahwa

kualitas bahannya baik (Antono, A, 1988). Berat jenis glaswool rendah berarti

menunjukkan sifatnya yang berpori dan banyak menyerap air, sedangkan berat

jenis activated alumina tinggi menunjukkan bahannya baik dan berpotensi

digunakan sebagai bahan campuran pembuatan plafon. Karakteristik kimia pada

56

Page 57: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

limbah activated alumina terutama senyawa Al2O3, CaO, Fe2O3 dan SiO2

merupakan senyawa-senyawa dasar pembentuk semen.

Jika dilihat dari unsur-unsur yang terkandung seperti pada Tabel 4.2, maka

limbah activated alumina dan glaswool tergolong jenis limbah berbahaya dan

beracun (limbah B3) menurut PP No.85 Tahun 1999, tetapi setelah diketahui

karakteristik kimia dari unsur logam beratnya maka limbah activated alumina dan

glasswool ini tidak tergolong kedalam Limbah B3 karena berada dibawah ambang

batas baku mutu limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3. Didalam penelitian ini

limbah activated alumina dan glasswool digunakan sebagai bahan pengisi (filler),

karena sesuai dengan tujuan penelitian adalah memanfaatkan limbah activated

alumina dan glaswool menjadi barang yang bermanfaat.

Limbah padat hasil buangan dari proses kilang minyak PT. Pertamina UP

IV Cilacap dapat dibuang ke lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tetapi apabila dibuang perlu dipikirkan upaya untuk daur ulang dan

pemanfaatannya memerlukan teknologi/kajian khusus. Alternatif lain untuk

pemanfaatan limbah activated alumina ini diantaranya untuk pembuatan aspal

hot-mix, batako, batuapi, beton/paving, dan bahan baku penambahan semen kiln.

4.2 Hasil Uji Lindi dengan metode TCLP

Hasil pengujian lindi/leachate pada masing-masing variasi ditunjukkan

pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil pengujian lindi dengan metode TCLP

Hasil Analisa TCLP Logam Berat Rata-rata

(mg/l) No. Benda Uji Cr Cu Pb Zn

1. Variasi I 0,5985 0,0523 0,2873 0,005 2. Variasi II 0,5905 0,0569 0,2252 0,0225 3. Variasi III 0,5783 0,0671 0,2878 0,0625

Baku Mutu Limbah B3 (PP No 85 Tahun 1999) 5 10 5 50

(Sumber : Data Primer 2008)

57

Page 58: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

Kons

entr

asi L

ogam

Ber

at

(mg/

lt)

Cr 0,5985 0,5905 0,5783

Cu 0,0523 0,0569 0,0671

Pb 0,2873 0,2252 0,2878

Zn 0,005 0,0225 0,0625

Variasi 1A Variasi 2A Variasi 3A

Gambar 4.1. Pelindian Logam Berat Pada Tiap Variasi

Berdasarkan data yang dihasilkan bahwa semakin banyak proporsi limbah

yang digunakan, cenderung menunjukkan semakin meningkat konsentrasi

lindinya. Tetapi untuk variasi tertentu tidak demikian, untuk seng (Zn) pada

variasi 3A justru terjadi penurunan konsentrasi menjadi 0,0625 mg/l dengan

limbah 42%. Untuk tembaga (Cu) juga terjadi penurunan konsentrasi menjadi

0,0671 mg/l pada variasi 3A dengan proporsi limbah 42%. Untuk Timbal (Pb)

terdapat grafik yang naik turun, sehingga grafik menjadi tidak linier dengan

konsentrasi awal pada variasi 1A = 0,2873 mg/l, variasi 2A = 0,2252 mg/l dan

naik lagi pada variasi 3A = 0,2878 mg/l. Hal ini dapat disebabkan pada saat

pencampuran bahan-bahan terjadi proses oksidasi, dimana oksigen ikut masuk

juga kedalam adukan plafon.

Konsentrasi logam berat tertinggi dari setiap variasi adalah khrom (Cr),

yaitu 0,5985 g/ml pada variasi 1A, 0,5905 mg/l pada variasi 2A dan 0,5783 pada

variasi 3A. Untuk khrom (Cr) pada variasi 1A konsentrasinya paling tinggi

disebabakan karena penggunaan air pada variasi 1A paling banyak yaitu 750 ml,

sehingga menyebabkan pengaruh naiknya konsentrasi khrom (Cr) pada variasi

58

Page 59: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

1A. Penggunaan air pada variasi 1A lebih sedikit dibandingkan dengan variasi

2A dan 3A yaitu 450 ml dan 600 ml, yang menyebabkan sifat khrom yang tidak

dapat teroksidasi oleh udara lembab. Dengan penggunaan air yang banyak

menyebabkan khrom (Cr) yang terlepas kecil karena O2 dan H2O menyebabkan

variasi 1A menjadi lembab lebih lama, sehingga menyebabkan konsentrasi

khromnya lebih besar dibandingkan variasi lain.

Dari hasil uji kimia limbah activated alumina dan glasswool juga

menunjukkan tingkat konsentrasi khrom (Cr) yang tinggi yaitu 0,8273 mg/l untuk

activated alumina dan 1,1850 mg/l untuk glasswool. Persentase penggunaan

limbah activated alumina cukup besar yaitu 45% = 1755 g dan persentase

penggunaan glasswool walaupun kecil yaitu 5% = 195 g, tetapi berdasarkan hasil

pengujian sifat kimia limbah glaswool menunjukkan kandungan khrom (Cr) yang

tinggi yaitu 1,1850 mg/l. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari kandungan

khrom (Cr) yang tertinggi dari kandungan logam berat yang lain disebabkan

persentase penambahan limbah activated alumina pada variasi 1A sebanyak

45% = 1755 g dan persentase penambahan glasswool 5% = 195 g.

Zeolit merupakan senyawa alumino-silikat terhidrasi yang secara fisik dan

kimia mempunyai kemampuan sebagai bahan penyerap (adsorpsi), penukar

kation, dan katalis. Penggunaan zeolit pada plafon berfungsi sebagai pengisi atau

filler, disamping itu juga sebagai adsorben/penyerap logam – logam berat yang

terkandung dalam plafon. Komponen utama pembangun struktur zeolit adalah

struktur bangun primer (SiO4)4- yang mampu membentuk struktur tiga dimensi.

Muatan listrik yang dimiliki oleh kerangka zeolit, baik yang terdapat dipermukaan

maupun didalam pori menyebabkan zeolit dapat berperan sebagai penukar kation,

penyerap, dan katalis. Sehingga logam – logam serta yang terkandung dalam

limbah dapat dikurangi dengan adanya zeolit tersebut. Zeolit yang telah diaktifkan

mampu meredam / menurunkan kandungan logam Fe , Mn, Zn, dan Pb. Selain itu

juga mampu menurunkan kandungan amoniak dalam air buangan dan kandungan

logam berat yang terdapat dalam air tanah.

59

Page 60: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Logam – logam berat pada plafon yang berada dalam larutan ekstraksi

dengan menggunakan asam asetat akan terbentuk garam/senyawa baru yang

nantinya akan dianalisa pada AAS. Adapun reaksi yang terjadi, sebagai berikut :

CH3COO- + Cu+2→Cu (CH3COO)2..................................................................(11)

CH3COO- + Cr+6 → Cr (CH3COO)6..................................................................(12)

CH3COO- + Cr+3→Cr (CH3COO)3....................................................................(13)

CH3COO- + Zn+6→Cr (CH3COO)2...................................................................(14)

(Arum, 2005).

Acrylic dan epoksi disini berperan sebagai perekat atau binding agent.

Berfungsi seperti halnya semen, yaitu sebagai bahan ikat yang sering digunakan

dalam pembangunan fisik pada umumnya. Semen dalam penggunaanya

membutuhkan adanya campuran air, acrylic dan epoksi agar dapat digunakan

sebagai pengikat juga membutuhkan adanya tambahan air tergantung dari porsi

pengikat tersebut.. Dalam penelitian ini penggunaan epoksi cukup besar yaitu

20% = 780 g pada variasi 1, 15% = 585 g pada variasi 2 dan 8% = 312 g pada

variasi 3 dan dalam hal ini epoksi hanya berfungsi mempercepat proses

pengeringan . Disamping hal itu juga berfungsi memperkeras produk agar tidak

mudah pecah atau rusak. Penggunaan acrylic juga cukup besar juga yaitu

20% = 780 g pada variasi 1, 35% = 1365 g pada variasi 2 dan 40% = 1560 g pada

variasi 3. Penggunaan acrylic dan epoksi yang cukup besar dimaksudkan untuk

menaikkan kekuatan lentur produk plafon, sehingga dalam pengujian, nilai kuat

lenturnya berada diatas kuat lentur produk plafon yang ada dipasaran. Namun bila

dibandingkan dengan standar papan semen menurut DIN-1101 kuat lentur

tertinggi dari plafon penelitian pada variasi 3 yaitu 23,95 Kg/cm2 dengan

ketebalan 10 mm. Sedangkan standar kuat lentur papan semen menurut DIN-1101

yaitu setiap ketebalan 15 mm kuat lenturnya adalah 17 Kg/cm2. Berarti produk

plafon penelitian ini memenuhi kriteria dari segi kuat lenturnya.

Bila usia produk telah mencapai batas waktu, yang ditandai dengan

kerusakan pada produk. Produk berupa komposit polimer yang telah rusak dapat

didaur ulang kembali untuk keperluan lainya sehingga tidak merusak lingkungan.

60

Page 61: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Untuk mendukung hal ini, maka visi proses dari daur ulangnya merupakan loop

(simpal/gelungan) (Feldman dan Hartomo, 1995).

4.3 Uji pH

Uji pH ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pH yang terjadi pada

produk plafon dari sifat asam, basa dan normalnya. Larutan yang dipakai dalam

pengujian pH ini berupa H2SO4 (pH awal = 3,09), NaOH (pH awal = 10,8) dan

aquadest (pH awal = 7,55). Hasil dari pengujian pH dapat dilihat Gambar 4.2,

4.3, 4.4.

Variasi 1

0

5

10

15

Waktu Pengujian (Minggu ke)

pH

H2SO4 3,09 7,87 8,22 8,36 8,45 8,38

Aquadest 7,55 8,75 8,81 8,81 8,84 8,86

NaOH 10,8 8,93 9 9,02 9,02 9,01

1 2 3 4 5 6

Gambar 4.2. Hasil Pengujian pH variasi 1

61

Page 62: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Variasi 2

0

5

10

15

Waktu Pengujian (Minggu ke)

pH

H2SO4 3,09 8,48 8,65 8,74 8,79 8,81

Aquadest 7,55 8,84 8,93 8,92 8,96 8,99

NaOH 10,8 9,02 9,07 9,07 9,08 9,12

1 2 3 4 5 6

Gambar 4.3. Hasil Pengujian pH variasi 2

Variasi 3

0

5

10

15

Waktu Pengujian (Minggu ke)

pH

H2SO4 3,09 8,43 8,58 8,55 8,59 8,63

Aquadest 7,55 8,54 8,71 8,73 8,8 8,87

NaOH 10,8 8,92 9,01 8,91 8,93 9,01

1 2 3 4 5 6

Gambar 4.4. Hasil Pengujian pH variasi 3

Pada pengujian pH ini, diharapkan dapat mengetahui tingkat immobilisasi

logam – logam berat hasil dari proses solidifikasi. Pada proses pengujian pH, yang

harus diperhatikan yaitu pelarutan yang terjadi selama perendaman. Apabila pH

62

Page 63: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

mengalami perubahan dari kondisi awal sebelum pengukuran, maka dapat

dinyatakan sudah terjadi proses pelarutan. Apabila pH naik berarti, komparasi

logam beratnya naik, sedangkan apabila pH turun, berarti komparasi logam

beratnya turun/kecil.

Dilihat pada gambar 4.2, 4.3 dan 4.4 uji awal larutan pH masing-masing

variasi tidak linier disebabkan pH awal dari larutan sudah terkontaminasi, dapat

dilihat yaitu untuk H2SO4 (asam) pH awal larutan 3,09, aquadest 7,55, dan NaOH

(basa) 10,8. Namun, dari hasil uji pH selanjutnya menunjukkan tingkat perubahan

pH yang tidak signifikan dari pH larutan awal. pH yang terjadi tiap minggu dapat

dikatakan semakin naik pada semua variasi meskipun kecil, dan ada yang

memiliki penurunan yang tidak signifikan. Tetapi dapat disimpulkan bahwa pH

pada tiap variasi mengalami peningkatan tiap minggu. Larutan H2SO4 (asam)

yang mempunyai pH awal 3,09 setelah satu minggu menjadi larutan netral dengan

pH 7,87 begitu juga dengan larutan aquadest dengan pH awal 7,55 menjadi basa

dengan pH 8,75 dan larutan basa dengan pH awal 10.8 tetap menjadi basa pada

variasi 1. Hal ini dikarenakan pada tiap variasi, limbah activated alumina yang

digunakan sangat dominan pada pembuatan produk sampel yaitu lebih dari 40%,

bahkan sampai 45%. Limbah activated alumina berperan penting dalam

mempengaruhi kenaikan pH dari sifat asam dan netral menjadi basa karena sifat

alumina sendiri bersifat basa karena mengandung Al. Sifat basa Al jauh lebih

lemah daripada NaOH. Al sukar larut dalam air, tetapi sebagai basa sudah tentu

Al larut dalam asam. Oleh karena atom Al cukup kuat menarik elektron, Al dapat

menunjukkan sifat asam. Itulah sebabnya Al juga larut atau bereaksi dengan basa.

Reaksi yang terjadi antara activated alumina dengan asam dan reaksi antara

activated alumina dengan basa :

Al2O3 + H2SO4 -------> Al2(SO4)3 + H2O.....................................(15)

Al2O3 + NaOH --------> Al2(OH)3 + Na2O.....................................(16)

Akrilik dan epoksi sebagai polimer yang digunakan sebagai bahan pengikat

mempunyai sifat yang basa, selain itu juga struktur kimia akrilik mempunyai

63

Page 64: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

gugus OH, sehingga larutan yang semula asam dan netral menjadi basa pada

pengujian pH, disamping itu juga persentase penambahan pada tiap variasi cukup

besar yaitu 20% pada variasi 1, 35% pada variasi 2 dan 40% pada variasi 3.

Pengaruh zeolit disini sangat kecil untuk menaikkan sifat asam dan netral menjadi

basa karena persentase penambahan pada tiap variasi kecil sekali yaitu 10% pada

variasi 1, 3% pada variasi 2 dan 10% pada variasi 3.

Dari data pengukuran uji pH selama lima minggu, dapat diketahui hasilnya

bahwa pemanfaatan limbah activated alumina dan glaswool sebagai pembuatan

plafon dengan teknik solidifikasi, dapat mengimmobilisasi logam - logam berat.

Dapat dilihat pada Gambar 4.2, 4.3, dan 4.4 dan dapat ditarik kesimpulan bahwa

immobilisasi yang terjadi besar dilihat dari grafik yang konstan. Besar kecilnya

immobilisasi yang didapat juga tergantung dari proporsi limbah yang digunakan

dalam setiap produk yang dibuat. Semakin banyak limbah yang digunakan, maka

semakin besar pula tingkat immobilisasi logam beratnya.

4.4 Kuat Lentur

Uji kuat lentur dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tegangan atau

kuat tekan yang bisa ditahan oleh benda uji sampai patah dengan berat beban

tertentu. Uji kuat lentur merupakan salah satu cara pengujian yang digunakan

untuk menentukan seberapa besar tingkat kelenturan dari plafon. Dilakukan

dengan alat uji manual yaitu dengan memberi pemberat sebagai beban. Dalam

pengujian kuat lentur ini plafon yang digunakan sebanyak 5 sampel untuk setiap

variasi. Sampel pada tiap variasi ditambahkan limbah activated alumina dan

glaswool sebesar 50% pada variasi 1, 47% pada variasi 2, dan

42% pada variasi 3. Penentuan kuat lentur menggunakan persamaan

223

hbLP

××××

=σ . Contoh perhitungan digunakan pada variasi 1, kode variasi 1.1.1

sehingga cmKgx /47,16)120(2

182,1232 =

×××

=σ 2. Untuk data-data perhitungan

selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.4.

64

Page 65: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Tabel 4.4. Penentuan Kuat Lentur Rata-rata pada pengujian Plafon

Variasi

Kode Variasi

Beban (Kg)

Jarak Tumpuan

(cm)

PanjangBenda (cm)

Lebar Benda (cm)

Tebal Benda (cm)

Kuat Lentur

(Kg/cm2)

Kuat Lentur Rata-Rata (Kg/cm2)

1. 1, 1 12,2 18 20 20 1 16,47 1. 1, 2 14,1 18 20 20 1 19,03 1. 1, 3 21,1 18 20 20 1 28,49 1. 1, 4 21,3 18 20 20 1 28,78

1

1. 1, 5 16,3 18 20 20 1 22

22,95

2. 1, 1 15,5 18 20 20 1 20,93 2. 1, 2 14,5 18 20 20 1 19,58 2. 1, 3 15,3 18 20 20 1 20,66 2. 1, 4 18,7 18 20 20 1 25,25

2

2. 1, 5 17,1 18 20 20 1 23,09

21,91

3. 1, 1 12,6 18 20 20 1 17,01 3. 1, 2 18,1 18 20 20 1 24,43 3. 1, 3 19,9 18 20 20 1 26,87 3. 1, 4 18,5 18 20 20 1 24,98

3

3. 1, 5 19,6 18 20 20 1 26,46

23,95

(Sumber : Data Primer, 2008)

22,95

21,91

23,95

20,5

21

21,5

22

22,5

23

23,5

24

24,5

1 2 3

Variasi Campuran

Kua

t Len

tur R

ata-

rata

(Kg/

cm)

Gambar 4.5. Kuat Lentur Rata-rata

Uji kuat lentur dilakukan untuk mengetahui kemampuan plafon menahan

beban yang ada diatasnya. Hasil pemeriksaan kuat lentur plafon secara lengkap

65

Page 66: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

dapat dilihat pada tabel 4.5. Dari hasil pengujian kuat lentur, diperoleh plafon

hasil penambahan limbah 50% sebesar 22,95 Kg/cm2 pada variasi 1, 47% sebesar

21,91 Kg/cm2 pada variasi 2 dan 42% sebesar 23,95 Kg/cm2 pada variasi 3. Hal

ini menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi limbah yang digunakan, maka

kuat lenturnya semakin turun tetapi tidak berlaku pada variasi 1 yang kuat

lenturnya cukup tinggi, disebabkan penggunaan air yang cukup banyak sehingga

terjadi pengikatan antar bahan yang baik dan mempengaruhi kuat lenturnya.

Bila dibandingkan dengan standar papan semen menurut DIN-1101

dengan ketebalan 15 mm kuat lenturnya adalah 17 Kg/cm2, maka produk plafon

penelitian ini berada diatas standar DIN-1101 dengan ketebalan plafon 10 mm

memiliki kuat lentur tertinggi 23,95 Kg/cm2 pada variasi 3.

Pada Tabel 4.5 (Penentuan kuat lentur rata-rata pada pengujian plafon)

diketahui kuat lentur yang paling besar terjadi pada penambahan proporsi limbah

42% pada variasi 3, sedangkan pada penambahan proporsi limbah 47% pada

variasi 2 mengalami penurunan kuat lentur dan proporsi limbah 50% pada variasi

1 kuat lenturnya mengalami kenaikan, hal ini disebabkan karena pada

penambahan limbah 42% pada variasi 3 terjadi proses pengikatan antar bahan

penyusun secara optimal dibandingkan dengan penambahan limbah pada variasi

1 dan 2 serta penggunaan bahan pengikat (acrylic) paling banyak pada variasi 3

yaitu 45% = 1560 g dibandingkan variasi 1 20% = 780 g dan variasi 2

35% = 1365 g.

Acrylic mempunyai sifat kekuatan tegangannya hingga 10.000 psi. Sifat

lainnya yang dimiliki serabut akrilik yaitu memiliki kekuatan, kekakuan, keliatan

dan tahan abrasi dan daya lentur yang tinggi yang menyebabkan kuat lentur pada

variasi 3 besar. Penurunan kuat lentur pada variasi 2 disebabkan karena

penambahan air sebagai bahan pencampur antara limbah dan bahan pengikat

(binding) sedikit yaitu 450 ml, sehingga proses pencampuran dan pengikatan antar

bahan kurang sempurna.

66

Page 67: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Epoksi disini juga berperan dalam menaikkan kuat lentur benda uji karena

memiliki sifat sebagai bahan penyalut permukaan yang menggabungkan keliatan,

kelenturan, lekatan dan ketahanan kimia. Persentase penggunaan epoksi juga

cukup besar dalam pembuatan benda uji yaitu 20% = 780 g pada variasi 1,

15% = 585 g pada variasi 2 dan 8% = 312 g pada variasi 3.

4.5 Prospek Pengembangan Produk

4.5.1 Teknis dan Kualitas Produk

Limbah activated alumina dan glasswool adalah bahan dasar dalam

pembuatan produk plafon ini. Bahan pendukung lain yaitu zeolit

ditambahkan sebagai additif dan perlu bahan pengikat yang akan membuat

plafon menjadi lebih padat. Limbah activated alumina, glasswool, zeolit,

acrilik dan epoksi dicampur menjadi satu dan ditambahkan air untuk

mempercepat proses pengikatan bahan. Produk yang sudah kering di uji

tingkat kelenturannya dan berdasarkan hasil uji kuat lentur produk plafon

didapatkan kuat lentur maksimal pada variasi 3 dengan kuat lentur

23,95 Kg/cm2, dapat dilihat pada Tabel 4.4. Produk plafon ini berada

diatas standar DIN-1101 yang kuat lenturnya yaitu 17 Kg/cm2.

67

Page 68: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

4.5.2 Ekonomi

Dalam pembuatan produk plafon, dibutuhkan biaya seperti tercantum pada

tabel 4.5. Disini akan terlihat berapa biaya yang dibutuhkan mulai dari bahan

susun sampai dengan jasa pekerja.

Tabel 4.5 Nilai Produksi Plafon

Jumlah Bahan (Kg) No.

Jenis Bahan/Upah

Harga tiap Kg (Rp.)

Variasi 1 (Kg)

Harga (Rp.)

Variasi 2 (Kg)

Harga (Rp.)

Variasi 3 (Kg)

Harga (Rp.)

1 Bahan Susun • Acrylic 18.000,- 0,78 14.000,- 1,365 24.600,- 1,560 28.100,- • Hardener Epoxy 60.000,- 0,39 23.000,- 0,585 35.100,- 0,312 18.750,- • Resin Epoxy 60.000,- 0,39 23.000,- 0,585 35.100,- 0,312 18.750,- • Activated Alumina* 250,- 1,755 450,- 1,755 450,- 1,560 400,- • Glaswaal* 250,- 0,195 50,- 0,078 20,- 0,078 20,- • Zeolite 5000,- 0,39 1.950,- 0,117 600,- 0,39 1.950,-

2 Jumlah Plafon 6 6 6

3 Jasa • Jasa Pekerja 3.000,- 3.000,- 3.000,-

Harga Total 65.450,- 98.900,- 80.000,- Keuntungan = Harga Total + 20% 78.550,- 118.700,- 96.000,-

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa harga plafon tiap variasi berbeda, hal ini

disebabkan oleh penggunaan bahan pengikat (acrylic dan epoksi) pada tiap variasi

berbeda. Semakin banyak penggunaan acrylic dan epoksi, maka semakin mahal

harga plafon. Hal ini disebabkan harga acrylic dan epoksi tiap Kg nya yang

mahal dipasaran. Dibandingkan dengan harga papan gypsum dipasaran, produk

plafon ini lebih mahal.

4.5.3 Lingkungan

Sebelum produk plafon dibuat, terlebih dahulu menguji sifat fisik dan

kimia dari limbah activated alumina dan glasswool. Setelah pengujian

dilakukan diketahui bahwa kadar logam berat (Cr, Cu, Pb dan Zn) yang

ada pada limbah tersebut berada dibawah standar baku mutu limbah B3

menurut PP No.85 Tahun 1999. Berdasarkan Tabel 4.3, produk plafon

68

Page 69: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

penelitian yang di uji tingkat pelindian logam beratnya (Cr, Cu, Pb dan

Zn) juga berada dibawah ambang batas baku mutu limbah B3 menurut PP

No.85 Tahun 1999. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa produk plafon

dengan menggunakan limbah activated alumina dan glasswool tidak

mencemari lingkungan.

69

Page 70: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian solidifikasi limbah Activated Alumina dan Glaswool

sebagai plafon dapat disimpulkan :

1. Dengan penambahan limbah activated alumina, glaswool serta

penambahan zeolit, acrylic dan epoksi pada penelitian ini menunjukkan

bahwa kuat lentur yang diperoleh berada diatas standar kuat lentur papan

semen menurut DIN-1101 yaitu 17 Kg/cm2 dibandingkan kuat lentur

tertinggi pada variasi 3 = 23,95 Kg/cm2. Dari hasil uji kuat lentur produk

penelitian ini dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 1 cm didapat kuat lentur

pada variasi 1 yaitu 22,95 Kg/cm2, pada variasi 2 yaitu 21,91 Kg/cm2

dan pada variasi 3 yaitu 23,95 Kg/cm2. Perbandingan optimal untuk bahan

susun produk plafon terdapat pada variasi 3 dengan kuat lentur tertinggi.

Setelah dihitung nilai produksi plafon pada tabel 4.6 dapat disimpulkan

bahwa produk plafon dengan bahan susun activated alumina, glaswool,

zeolit, acrylic serta epoksi harga tiap buahnya cukup mahal dibandingkan

dipasaran, tetapi pemanfaatan limbah terpenuhi.

2. Pembuktian secara ilmiah yaitu dari hasil uji toksikologi TCLP, ternyata

limbah activated alumina dan glaswool memiliki nilai leachate berada

dibawah ambang batas menurut PP No.85 Tahun 1999 untuk parameter

Cr, Cu, Pb dan Zn dilihat pada tabel 4.3. Dapat disimpulkan bahwa limbah

activated alumina dan glaswool tidak dapat dikategorikan sebagai limbah

B3, dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pencampuran pembuatan

plafon, namun dalam penyimpanannya harus mengikuti aturan tertentu dan

tidak diperbolehkan dibuang sembarangan.

70

Page 71: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

5.2 Saran

1 Diperlukan pemilihan bahan-bahan dan dalam proses pembuatannya

haruslah diperhatikan dengan baik, agar plafon yang dihasilkan

memiliki kuat lentur yang lebih tinggi dari produk pasaran serta

komposisi bahan additif ditambah agar plafon yang dihasilkan memiliki

tekstur yang kuat.

2. Perlu adanya kajian dan penelitian lebih lanjut terhadap immobilisasi

limbah activated alumina dan limbah glaswool dengan bahan additif

lainnya.

3. Perlu adanya pengujian kontrol pH dalam penelitian ini, sebab tidak

diketahui perubahan kontrol pH.

71

Page 72: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, 2006, Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3,

http://www.ums.ac.id/PSL/Web_Based/pdf/16, (diakses tgl 03 Desember

2007).

Anonim., 1995. Kep–03/Bapedal/09/1995, Persyaratan Teknis Pengolahan

Limbah bahan Berbahaya dan Beracun, Sekretariat Bapedal, Jakarta.

Anonim, 1999, Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Limbah Bahan berbahaya Beracun, Sekretariat Bapedal, Jakarta.

Anonim., 2006. Teknik Sampling dan Pemantauan Limbah Bahan Berbahaya Dan

Beracun (B3), Pusat Penelitian Kimia – LIPI, Bandung.

Anonim., 2007. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah

B3), Benefita, Jakarta.

Antono, A, 1988. Dasar-dasar Campuran Beton, UGM. Yogyakarta.

Effendi, H., 2007. Telaah Kualitas Air, Bagi pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan, Yogyakarta.

Feldman, D. dan Hartomo, A.J., 1995. Bahan Polimer Konstruksi Bangunan. PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Husin., 2002, Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan,

http://www.pu.go.id/balitbang/puskim/Advis_Teknik/Modul%20C1%20(b

ahan%20Bangunan)/Modul%20C1_3%20Pemanfaatan%20Limbah.pdf

(diakses tgl 07 Agustus 2007).

Junaedy., 2001. Mengolah Limbah Katalis Menjadi Batako dan Keramik, Dana

Mitra Lingkungan, Jakarta

Kardiyono,Tjokrodimulyo., 1992. Bahan Bangunan, Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.

Krisbayu, 2007, Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)-Bom Waktu yang

Terlupakan, Bitchology Online, Jakarta.

LaGrega, M.D., Buckingham, P.L. Evans, J.C. & The Environmental Resources

Management Group. 1994. Hazardous Waste Management. McGraw-Hill

Book Co, Singapura.

72

Page 73: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Lasino., 2003, Pengembangan Bahan Bangunan Ekologis dalam Menunjang

Pembangunan Berkelanjutan Bidang Ke-PU-an,

http://www.pu.go.id/Publik/Pengumuman/Pengukuhan/Press-release -

LSN.doc (diakses tgl 07 Agustus 2007).

M.Arifin, Supriatna Sahala., 2007. Bahan Galian Industri,Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Mineral limbah industri, Bandung

Palar, Heryando., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, PT. Rineka

Cipta, Jakarta.

Soemirat. J. 2002., Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta

Vebbyana., 2001, Kinetika Sorpsi Kromium Trivalen ( Cr3+) dalam Proses

Solidifikasi Limbah Elektroplating, Digital Library Online, Jakarta.

Wardhana., 2001, Pengolahan Limbah Industri, UI press, Jakarta.

73

Page 74: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

LAMPIRAN 1

74

Page 75: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Tabel hasil immobilisasi logam berat

Data Primer (mg/l)

Hasil UjiTCLP

(mg/l)

No

Parameter

Alumina Glaswool Variasi 1A

Variasi 2A

Variasi 3A

Baku Mutu Limbah B3 PP No 85 Tahun 1999

1 Chrom(Cr) 0.8273 1,1850 0,5985 0,5905 0,5783 5,0 mg/l 2 Tembaga (Cu) 0.5055 0,1109 0,0523 0,0569 0,0671 10,0 mg/l 3 Timbal (Pb) 0.4878 0,18213 0,2873 0,2252 0,2878 5,0 mg/l 4 Seng (Zn) 0.2175 1,3500 0,005 0,0225 0,0625 50,0 mg/l

Hasil Uji TCLP (mg/l) No Benda Uji

Cr Cu Pb Zn 1 Variasi 1A 0,5985 0,0523 0,2873 0,005 2 Variasi 2A 0,5905 0,0569 0,2252 0,0225 3 Variasi 3A 0,5783 0,0671 0,2878 0,0625 Standar TCLP (PP 85/1999) 5 10 5 50

Tabel Hasil Uji pH

Variasi 1

Parameter 07-Jan 14-Jan 21-Jan 28-Jan 04-Feb 11-Feb H2SO4 3,09 7,87 8,22 8,36 8,45 8,38 Aquadest 7,55 8,75 8,81 8,81 8,84 8,86 NaOH 10,8 8,93 9 9,02 9,02 9,01

Variasi 2

Parameter 07-Jan 14-Jan 21-Jan 28-Jan 04-Feb 11-Feb H2SO4 3,09 8,48 8,65 8,74 8,79 8,81 Aquadest 7,55 8,84 8,93 8,92 8,96 8,99 NaOH 10,8 9,02 9,07 9,07 9,08 9,12

Variasi 3

Parameter 07-Jan 14-Jan 21-Jan 28-Jan 04-Feb 11-Feb H2SO4 3,09 8,43 8,58 8,55 8,59 8,63 Aquadest 7,55 8,54 8,71 8,73 8,8 8,87 NaOH 10,8 8,92 9,01 8,91 8,93 9,01

75

Page 76: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Hasil Analisa TCLP Limbah Activated Alumina PT.Pertamina UP IV Cilacap

No Parameter Hasil

Analisis (mg/l)

Baku Mutu

TCLP*(mg/l)

Metode Uji

1 Arsen (As) <0.005 5 EPA SW 846 1311,SM 3114 B 2 Barium (Ba) <0.100 100 EPA SW 846,SM 3111 D 3 Benzene <0.005 0.5 EPA SW 846 8240 4 Boron (B) <0.050 500 EPA SW 846 1311,SM 4500 BC 5 Cadmium (Cd) <0.005 1 EPA SW 846 1311,SM 3111 B 6 Carbon tetrachloride <0.005 0.5 EPA SW 846 8240 7 Chlorobenzene <0.005 100 EPA SW 846 8240 8 Chloroform <0.005 6 EPA SW 846 8240 9 Chlorophenol total <0.010 1 EPA SW 846 8240

10 Chloronaptalene <0.010 1 EPA SW 846 8240 11 Chromium (Cr) <0.030 5 EPA SW 846 1311,SM 3111 B 12 Copper (Cu) <0.005 10 EPA SW 846 1311,SM 3111 B 13 o-Cresol <0.010 200 EPA SW 846 8270 14 m-Cresol <0.010 200 EPA SW 846 8270 15 total Cresol <0.010 200 EPA SW 846 8270 16 Free Cyanide <0.100 20 EPA 335.2

17 2.4 D (2.4-Dichlorophenooxyacetic acid) <0.0083 10 EPA SW 846 8150

18 1.4 Dichlorobenzene <0.010 7.5 EPA SW 846 8270 19 1.2 dichloroethane <0.010 0.5 EPA SW 846 8240 20 1.1 Dichloroethylene <0.030 0.7 EPA SW 846 8240 21 2.4 Dinitrotoluene 0.005 0.13 EPA SW 846 8270 22 Flourides (F) <0.0018 150 EPA 340.1

23 Heptachlor + Heptachlor epoxide <0.010 0.008 EPA SW 846 8080

24 Hexachlorobenzene <0.010 0.13 EPA SW 846 8270 25 hexachloroethane <0.010 3 EPA SW 846 8270 26 Lead (Pb) <0.030 5 EPA SW 846 1311,SM 3111 B 27 Mercury (Hg) 0.005 0.2 EPA SW 846 1311,SM 3112 B 28 Methoxychlor <0.0018 10 EPA SW 846 8080 29 Methyl Parathion <0.010 0.7 EPA SW 846 8140 30 Methyl ethyl ketone <0.010 200 EPA SW 846 8240 31 Nitrobenzenene <0.010 2 EPA SW 846 8270 32 Pentachlorophenol <0.050 100 EPA SW 846 8270 33 Polichlorinated biphenil (PCB's) <0.0007 0.3 EPA SW 846 8080 34 Selenium (Se) <0.005 1 EPA SW 846 1311,SM 3114 C 35 Silver (Ag) 0.0053 5 EPA SW 846 1311,SM 3111 B 36 Tetrachlorethylene (PCE) <0.010 0.7 EPA SW 846 8240 37 Trihalomethanes <0.010 35 EPA SW 846 8240 38 2.4-5-Trichlorophenol <0.010 400 EPA SW 846 8270 39 2.4-6-Trichlorophenol <0.010 2 EPA SW 846 8270 40 Vynil chloride <0.010 0.2 EPA SW 846 8240 41 Zinc (Zn) 1.055 50 EPA SW 846 1311,SM 3111 B

76

Page 77: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Prosedur Penelitian

Memilih masalah

Merumuskan Hipotesis

Merumuskan masalah

Studi pustaka

Menentukan instrumen

Memilih Pendekatan

Menentukan sumber data

Menentukan variabel

Mengumpulkan data

Menarik kesimpulan

Analisa data

77

Page 78: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Bagan Alir Penelitian

Mulai Persiapan Bahan Dan Alat

Tahap Pelaksanaan : - Analisa Karakteristik Bahan - Pembuatan Sampel - Penentuan Komposisi Sampel - Pengamatan Penelitian

Cara Penelitian

Analisa Hasil Penelitian: - Uji Fisik (kuat lentur) - Uji TCLP - Uji pH

Pembahasan

Kesimpulan & Saran Selesai

78

Page 79: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Skema Pembuatan Benda Uji

Acrylic, Epoksi dilarutkan dengan air

Pencampuran

Limbah activated alumina , glaswool, dan zeolit

Pencetakan

Pengeringan

Uji kuat Lentur Benda Uji

Uji TCLP

Uji pH

79

Page 80: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Diagram Kerja Uji TCLP

START Ambil Contoh Limbah (Limbah activated

alumina)

Apakah Ukuran Limbah Padat (activated alumina) Perlu Diperkecil

Jadikan Ukuran Partikel Menjadi <

0,5 mm

Ekstraksi Menggunakan

Larutan Yang sesuai

Uji Kandungan

Logam Berat

80

Page 81: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Sasaran Produk : - Aman bagi makhluk

hidup dan lingkungan - Bernilai ekonomis - Ramah lingkungan

Persyaratan Toksisitas Lindi : - Pemeriksaan Logam–logam

Berat denga Uji TCLP

Studi Pendahuluan : - Studi Pemanfaatan Limbah Padat dengan Prinsip

Solidifikasi - Studi Pembuatan Plafon - Studi Tingkat Toxisitas Logam Berat dengan Uji TCLP

Persyaratan

Permasalahan Industri Minyak dan Gas : - Target ramah lingkungan - Lahan pembuangan limbah - Efisiensi pengelolaan limbah - Pemanfaatan limbah - Target Proper

Rumusan Masalah : 1. Apakah pemanfaatan Activated Alumina dan Glaswool yang

dimanfaatkan untuk pembuatan plafon/eternit sudah memiliki kuat lentur

2. Bagaimana formulasi yang optimal dari komposit dalam proses pemanfaatan teknologi plafon/eternit terhadap limbah Activated Alumina dan Glaswool yang digunakan

3. Apakah dengan formulasi tersebut dapat menghasilkan plafon/eternityang memiliki nilai ekonomis

Batasan Masalah : 1. Kriteria hasil pengolahan solidifikasi berupa eternit akan

disesuaikan dengan standar SNI untuk bahan bangunan plafon/eternit

2. Limbah padat yang digunakan pada penelitian ini adalah Activated Alumina dan Glaswool dari PT. PERTAMINA UP IV Cilacap

81

Page 82: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Tahapan Penelitian dan Analisa Data

Mulai

Persiapan Sampel Bahan Susun

Zeolit, Acrylic,Epoksi, Air

Limbah Alumina, Glaswaal dari PT. Pertamina

Pembuatan Benda Uji Plafon 1. Dibuat 3 variasi 2. Masing-masing 6 buah : - 15 buah untuk uji kuat lentur - 3 buah untuk uji TCLP (patahan uji kuat lentur) - 3 buah untuk uji rendam pH (netral, asam, basa)

Uji pH

Uji Kuat Lentur

Uji lindi (TCLP)

A

82

Page 83: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Analisa tingkat perlindian Hasil analisis benda uji

dibandingkan dengan campuran pemanfaatan limbah

Analisis perbandingan campuran yang paling baik

LAPORAN

Kesimpulan dan saran

A

Analisa Kuat Tekan

Analisa pH

SELESAI

83

Page 84: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Pelaksanaan Analisa TCLP

Timbang sample 100 gr

Haluskan sample bila diameter >9,5 mm

Pengujian pH (Preliminary evaluation)

Langkah (a) Langkah (b)

Bila pH (a) >5 ditambah 3,5 ml HCL 1,0 N Timbang 5 gr dari

sample 100 gr

Tutup dengan kaca arloji Ditambahkan 96,5

ml air destilasi

Dipanaskan sampai 500 C selama 50 menit Ditutup dengan kaca arloji

& diaduk 5 menit (5 hari)

Dibiarkan dingin kemudian diukur pH Ukur pH

B pH>5

A pH<5

84

Page 85: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

A B

Tambahkan 0,57 ml asam asetat ke 500 ml aquadest

Tambahkan 5,7 ml asam asetat ke 500 ml aquabidestt

Tambahkan 64,3 ml NaOH 1,0 N

Diencerkan sampai volume 1 L hingga pH 2,88 ± 0,05

Diencerkan sampai volume 1 L hingga pH 4,93 ± 0,05

Pada suhu (19-25oC) dengan kecepatan putaran 30± 2 rpm

Sampel diekstrasi 18 jam

Dilakukan pencucian filter deengan asam kemudian hasil ekstraksi disaring

Analisa larutan ekstrasi dengan AAS

85

Page 86: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

LAMPIRAN 2

86

Page 87: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Alat yang digunakan

Peralatan yang digunakan secara detail dalam penelitiaan ini adalah :

1. Alat abrasi (penghancur limbah)

2. Ayakan 60 mesh

3. Timbangan ohaus

4. Beaker glass

5. Ember

6. Sendok/pengaduk

Cetakan benda uji merchandise (ukuran 20 x 18 x 1 cm)

Cetok

Tata Cara Pengujian Karakteristik Fisik Limbah

Berat Jenis Limbah (Agregat Halus)

Berat jen dengan massa

air pada volume

Pada pelaksanaan uji berat jenis agregat limbah dilaksanakan dengan

urutan sebagai berikut :

1. Menyiapkan agregat halus dan timba

2. Timbang agregat dengan berat = A gram.

. Gelas ukur diisi sebesar = B ml.

. Gelas ukur diisi air dengan agregat sebesar = C ml..

. Dihitung volume agregat = C – B = D ml.

. Dihitung berat jenis agregat = A/B.

Berat Isi Padat Limbah

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara kadar air

an kepadatan tanah dengan memadatkan di dalam cetatakan silinder berukuran

rtentu dengan menggunakan alat penumbuk 2,5 kg, berat isi padat (volume

gregat) dilaksanakan pengukuran sebagai berikut :

7.

8.

is agregat adalah rasio antara massa padat agregrat

yang sama dan suhu yang sama.

ngan dengan ketelitian 0,1 gr.

3

4

5

6

d

te

a

87

Page 88: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

1. Am

n beri simbol W1 (gram).

ke dalam tabung dan ditumbuk 15 x dengan menggunakan

16 mm dan panjang 60 cm setiap sepertiga bagian tabung

g tabung yang berisi agregat tersebut dan dicatat W1 (gram).

adat dengan cara membagi berat agregat bersih dengan

Berat Isi Gembur Limbah

sebagai berikut :

1. Me

2. Me

pai 1/3 bagian ratakan.

4. Me

ampai memenuhi silinder ukur samapi penuh.

sebagai berikut :

)oC sampai berat tetap, dinginkan

±4) jam.

2. Buang air dengan hati-hati, tebarkan agregat halus kedalam tanah, keringkan

uda mbolak-balik benda uji, lakukan pengeringan

sam

aan kering permukaan jenuh

tercapai bila benda uji runtuh, tapi masih dalm keadaan tercetak.

bil contoh dalam keadaan kering .

2. Timbang saluran berisi silinder da

3. Masukan agregat

tongkat tumbuk Ø

sampai penuh.

4. Timban

5. Hitung berat isi p

volume tabung.

Pengujian yang dilakukan dengan langkah-langkah

ngukur berat dan volume silinder ukur.

letakkan silinder ukur pada tempat yang rata.

3. Memasukkan contoh uji ke dalam silinder sam

masukkan contoh uji sebanyak 2/3 bagian, ratakan.

5. Msukkan contoh uji s

6. Timbang contoh dalam silinder ukur

Kadar Air Limbah

Pengujian dilakukan dengan langkah-langkah

1. Keringkan benda uji dalam oven (110±5

dalam suhu kar, rendam dalam air (12

ra panas dengan cara me

pai keadaan jenuh.

3. Periksa keadan kering permukaan jenuh dengan mengeringkan benda uji pada

kerucut terpacung, padarkan dengan batang penumbuk dengan penumbuknya

sebanyak 15 x, angkat kerucut terpacung, kead

88

Page 89: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

4. Setelah tercapai keadaan permukaan jenuh, masukkan 500 gr benda uji

5. meter dalam air dan ukur suhu air untuk menyesuaikan

7. eter berisi air dan benda uji sampai 0,1 gr (BT)

8. Keringkan benda uji dalam oven dengan suhu (110±5)oC sampai berat tetap,

kem desikator.

9. Set

enuh dan ukur suhu air guna

kedalam picrometer, masukkan air suling sampai 90% isi picnometer, putar

sambil digoyang-goyangkan sampai tidak terlihat gelembung udaranya.

Rendam pocno

perhitungan kepada suhu standard 25 oC.

6. Tambahkan air sampai tercapai tanda batas

Timbang picnom

udian dinginkan benda uji dalam

elah itu benda uji dingin ditimbang (BK)

10. Tentukan berat picnometer berisi air p

penyesuaian dengan suhu standar 25 oC (B1)

89

Page 90: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

LAMPIRAN 3

90

Page 91: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Dokumentasi Penelitian

A. Dokumentasi Pengujian Karakte stik Fisik Limbah

Gambar Pengujian Berat Isi Padat dan Berat Isi Gembur Limbah

ri

91

Page 92: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Gambar Pengujian Kadar Air dan Berat Jenis Limbah

. Proses Pembuatan Plafon

B

92

Page 93: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

Gambar Proses Pembuatan Plafon

. Dokumentasi Analisa TCLP

C

93

Page 94: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

D. Dokumentasi Analisa pH

94

Page 95: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

E. Dokumentasi Uji Kuat Lentur

95

Page 96: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

96

Page 97: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

97

Page 98: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

98

Page 99: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

99

Page 100: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

100

Page 101: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

101

Page 102: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

102

Page 103: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

103

Page 104: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

104

Page 105: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

105

Page 106: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

106

Page 107: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

107

Page 108: 20080605121349SKRIPSI (03 513 082)

108