neno fh

4
JKN: FRAUD DAN PENCEGAHANNYA Fraud sangat mungkin terjadi saat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberlakukan, mulai 1 Januari 2014. Pada pelaksanaan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) tidak menutup kemungkinan terhadap terjadinya fraud. Fraud, tindakan kecurangan yang dilakukan secara sengaja oleh pelaku dengan memperdaya korban guna mendapatkan keuntungan, bisa dilakukan berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan JKN. Fraud adalah kesengajaan melakukan kesalahan /misrepresentasi oleh seseorang/ entitas dengan tujuan memperoleh sesuatu yang tidak legal dari individu/ entitas/ pihak lain. Menurut Federal Bureau of Investigation Amerika Serikat skema yang paling umum termasuk adalah Premium Diversion , Fee Churning , Asset Diversion dan Fraud Pekerja. Para pelaku dalam skema ini dapat menjadi karyawan perusahaan asuransi dan pengadu. Pelaku fraud biasanya adalah 3 pihak yaitu peserta, provider dan penjamin atau penyelenggara. Fraud dari sisi peserta bisa berupa beberapa hal, seperti, memalsukan identitas agar eligible atau membuat pernyataan yang tidak benar dalam mengajukan klaim, contoh meningkatkan jumlah/ nilai klaim, klaim untuk orang yang tidak berhak (contohnya seorang peserta JKN mengklaimkan untuk orang lain yang sebenarnya

Upload: nenohasbie

Post on 04-Sep-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas Dr Elitha, MPK

TRANSCRIPT

JKN: FRAUD DAN PENCEGAHANNYA

Fraud sangat mungkin terjadi saat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberlakukan, mulai 1 Januari 2014. Pada pelaksanaan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) tidak menutup kemungkinan terhadap terjadinya fraud. Fraud, tindakan kecurangan yang dilakukan secara sengaja oleh pelaku dengan memperdaya korban guna mendapatkan keuntungan, bisa dilakukan berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan JKN.Fraud adalah kesengajaan melakukan kesalahan /misrepresentasi oleh seseorang/ entitas dengan tujuan memperoleh sesuatu yang tidak legal dari individu/ entitas/ pihak lain. Menurut Federal Bureau of Investigation Amerika Serikat skema yang paling umum termasuk adalah Premium Diversion , Fee Churning , Asset Diversion dan Fraud Pekerja. Para pelaku dalam skema ini dapat menjadi karyawan perusahaan asuransi dan pengadu. Pelaku fraud biasanya adalah 3 pihak yaitu peserta, provider dan penjamin atau penyelenggara. Fraud dari sisi peserta bisa berupa beberapa hal, seperti, memalsukan identitas agar eligible atau membuat pernyataan yang tidak benar dalam mengajukan klaim, contoh meningkatkan jumlah/ nilai klaim, klaim untuk orang yang tidak berhak (contohnya seorang peserta JKN mengklaimkan untuk orang lain yang sebenarnya tidak berhak menerima pelayanan JKN) dan misrepresentasi respon. Disamping itu juga adanya eligibilitas fraud yang meliputi membuat pernyataan yang tidak benar, atau bahkan pengajuan klaim bukan atas nama peserta. Kedua, fraud yang dilakukan oleh pihak provider bisa bermacam-macam tindakan seperti kecurangan didalam membuat diagnosa penyakit pada pasien (upcoding), melakukan pemeriksaan yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melakukan penagihan terhadap tindakan-tindakan medis maupun non medis yang sebenarnya tidak dilakukan, melakukan penagihan atas harga obat yang berbeda dari segi jenis maupun jumlah obat.Ketiga, fraud yang kemungkinan dilakukan oleh pihak penjamin atau penyelenggara (perusahaan asuransi) adalah penggelapan premi atau iuran, penggelapan klaim PPK. Selain itu bisa juga dengan melakukan klaim yang fiktif dan adanya peserta yang fiktif. serta memberikan benefit yang tidak sesuai dengan yang telah dijanjikan. Fraud yang kemungkinan terjadi di perusahaan asuransi BPJS, meliputi investasi dana BPJS, potensi korupsi saat pengalihan aset, potensi korupsi penggunaan dana operasional, dan potensi korupsi saat pembayaran fasilitas kesehatan. Sedangkan pada sisi provider fraud paling potensial dilakukan dengan upcoding, unbundling, readmission, dan perubahan pada severity level.Fraud sudah terjadi sejak era pra JKN, dan tetap potensial untuk terjadi pada era pelaksanaan program JKN. Dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS ini tidak menutup kemungkinan terhadap terjadinya fraud di ketiga belah pihak tersebut. Oleh karena itu diperlukan lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program JKN ini. Pertama, lembaga pengawas eksternal yang independen termasuk yang memantau fraud. Kedua, lembaga mediator antara peserta, Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS), provider, bila ada dispute atau sengketa. Ketiga, lembaga independen yang menilai mutu layanan provider yaitu pengobatan yang rasional dan efisien juga mengaudit aspek medis. Keempat, lembaga kajian untuk mengevaluasi tarif, iuran, kapitasi dan pembiayaan lainnya. Lembaga-lembaga ini sebaiknya terdiri dari universitas, LSM, serta organisasi profesi.Sejauh ini pihak yang telah ditunjuk untuk mengawasi pelaksanaan program JKN dan BPJS adalah OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional). Kedua lembaga tersebut menjadi pengawas eksternalnya BPJS. Sementara pengawasan internal dilakukan oleh Tenaga Verifikator yang berpengalaman, Tim Anti Fraud (Divre dan KC), Internal Auditor (dokter, CFE) dan komite medik rumah sakit serta direktur rumah sakit.Pembuktian atas tindakan fraud sulit dilakukan, karena membutuhkan bukti-bukti yang lengkap dan dana yang juga besar. Pengawasan terhadap tindakan fraud juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan serta memerlukan pendanaan yang besar juga, karena memerlukan keterlibatan banyak pihak. Jadi, sebenarnya yang paling murah untuk dilakukan tetapi tidak juga mudah- adalah pencegahan terhadap terjadinya tindakan fraud atas pelaksanaan program JKN. Dalam standar akreditasi rumah sakit terbaru dinyatakan bahwa salah satu peran direktur atau pimpinan rumah sakit adalah mencegah terjadinya fraud. Sayangnya, direktur atau pimpinan rumah sakit cenderung tidak mengetahui terjadinya fraud pada institusi mereka, disebabkan belum adanya pedoman dan adanya kesenjangan antara tarif INA CBGs dan tarif rumah sakit yang mendorong petugas kesehatan untuk melakukan tindakan fraud. Hal ini akan mendorong adanya tuduhan fraud by system yang mengarah pada direktur rumah sakit. Sehingga SPO (Standar Prosedur Operasional) yang jelas, clinical pathway, dan panduan praktek klinik mutlak menjadi perhatian utama untuk dijadikan perangkat dalam pencegahan terjadinya fraud. Upaya pencegahan lainnya misalnya dengan dibuatnya suatu sistem informasi yang terintegrasi antara data kepesertaan dengan data kependudukan, perbaikan atas sistem penghitungan biaya dan klaim asuransi, dan lain sebagainya.. Usaha paling murah dan mudah adalah dengan menyadari tanggung jawab dan peranan masing-masing pihak, baik dari pihak peserta, provider, ataupun perusahaan asuransi (BPJS). Sebaiknya individu harus memiliki integritas dan kejujuran tingkat tinggi.