naskah akademik rancangan peraturan daerah kabupaten...

120
Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa i Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Terhadap Tuhan Yang Maha Esa LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LPPM) IAIN PURWOKERTO Disusun Oleh :

Upload: trinhnguyet

Post on 08-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

i

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes

Tentang Pelayanan Kepada

Penghayat Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

(LPPM) IAIN PURWOKERTO

Disusun Oleh :

Page 2: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Para Founding Fathers Indonesia menghendaki agar Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara

kesejahteraan atau the welfare state1.

Secara lebih lengkap, tujuan Negara Republik Indonesia

dikemukakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 alinea ke-empat, yaitu; “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban

dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Makna dari masing-masing tujuan tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Artinya, Negara Republik Indonesia bertujuan untuk melindungi segenap komponen bangsa, seluruh kekayaan

alamnya, dan seluruh masyarakat Indonesia serta kekayaan nilai-nilai bangsa Indonesia yang dicita-citakan. Nilai-nilai yang harus dilindungi dan dipertahankan tersebut adalah

sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu; a) kemerdekaan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, b) cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia, dan c) Pancasila sebagai dasar negara, falsafah bangsa dan pandangan hidup (way of life) bangsa Indonesia.

2. Memajukan Kesejahteraan Umum

Artinya, Negara Republik Indonesia bertujuan untuk

memajukan kesejahteraan bagi rakyat secara keseluruhan, bukan hanya kesejahteraan orang per orang atau kelompok-kelompok tertentu. Oleh karena itu perlu disusun

suatu sistem yang dapat menjamin terselenggaranya keadilan sosial.

1 Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan

Keempat, (Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, 2002), hlm. 58

Page 3: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

2

Selain itu, kesejahteraan yang harus diciptakan bukan hanya sekedar kesejahteraan ekonomis dan material,

melainkan kesejahteraan lahir dan batin. Artinya, kesejahteraan material itu harus terselenggara dalam

masyarakat yang saling menghormati dan menghargai hak dan kewajiban masing-masing, masyarakat yang bebas dari rasa takut, masyarakat yang hidup dalam kesederajatan

dan kebersamaan atau bergotong royong. Pendek kata, masyarakat adil, makmur dan beradab.

3. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Artinya, Negara Republik Indonesia bertujuan untuk membangun peradaban bangsa, membangun seluruh

rakyat Indonesia menjadi manusia yang cerdas, sehingga bangsa Indonesia akan mampu hadir sebagai bangsa yang beradab yang dicirikan dengan kepribadian nasional yang

bersumber kepada nilai-nilai yang terkandung dari ideologi nasional Indonesia, yaitu Pancasila.

4. Ikut Melaksanakan Ketertiban Dunia yang Berdasarkan Kemerdekaan Perdamaian Abadi dan Keadilan Sosial

Artinya, Negara Republik Indonesia bertujuan untuk

melakukan politik luar negeri secara bebas dan aktif, ikut berperan aktif secara bebas seperti bangsa-bangsa yang lain dalam menertibkan dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Salah satu dimensi terpenting dalam prinsip keadilan

adalah adanya “perlakuan yang sama atau setara” (equal treatment). Artinya orang diperlakukan secara adil apabila ia

diberi kesempatan yang sama dan di bawah pertimbangan keadilan yang juga sama oleh pemerintah atau negara sehingga dengan itu ia bisa menikmati hak-hak dasarnya.2

Hal di atas senada dengan apa yang dikemukakan oleh salah seorang The Founding Fathers Negara Republik

Indonesia, Presiden Soekarno, dalam sebuah ceramah tentang Pancasila yang diselenggarakan oleh liga Pancasila di Istana Negara. Soekarno mengatakan bahwa keadilan sosial ialah

suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia “buat semua orang”, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan.

Cukup sandang, cukup pangan, gemah ripah loh jinawi tata tentrem kertaraharja.

2 David Miller dalam Miller dan Walzer (ed), Pluralism, Justice and Equality,

(Oxford: Oxford Uni Press, 1995).

Page 4: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

3

Ungkapan Soekarno tentang keadilan sosial tersebut menunjukkan bahwa Soekarno, sebagai salah seorang The Founding Fathers Negara Kesatuan Republik Indonesia, sangat memprioritaskan nilai keadilan dan menjunjung tinggi nilai

hak-hak asasi manusia dalam konsep hidup berbangsa dan bernegara. Tentu saja, lahirnya gagasan tentang definisi keadilan sosial ini merupakan hasil refleksi Soekarno tentang

masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa Indonesia telah mengalami penderitaan, penindasan,

penghinaan dan penghisapan oleh penjajahan Belanda dan Jepang. Pernyataan Soekarno tentang keadilan sosial tersebut membuktikan bahwa Soekarno ingin mencanangkan keadilan

sosial sebagai “warisan” dan “etika” bangsa Indonesia yang harus diraih dan diwujudkan.3

Upaya untuk mewujudkan keadilan sosial tersebut harus dimulai dari hidup bermasyarakat. Soekarno menyadari bahwa negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku

bangsa akan bisa mencapai keadilan sosial jika rakyat Indonesia dipersatukan menjadi satu bangsa, yakni bangsa Indonesia.

Konsep keadilan sosial yang disampaikan oleh Soekarno itulah yang menjadi aspirasi dominan dan mendapatkan

perhatian penting dalam Undang-undang Dasar 1945. Prinsip keadilan sosial di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mendasari perumusan pasal-pasalnya.

Hal yang perlu difahami adalah bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu tidaklah berdiri sendiri.

Pemaknaan konsep keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tersebut harus dipahami sebagai ujung harapan dari keempat prinsip atau sila lainnya dalam Pancasila. Keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan muara amalan sila ketuhanan, ujung dari ekspresi moral kemanusiaan, ujung dari semangat persekutuan sejati bangsa ini, dan ujung

dari pemanfaatan kekuasaan untuk kesejahteraan rakyat dari para pemimpin yang berhikmat dan bijaksana.

Dengan demikian keadilan sosial merupakan norma pokok yang harus menjadi kiblat bagi setiap rezim politik yang memegang tampuk kekuasaan. Norma pokok itu bermakna

dua arah, yaitu; pertama, siapa pun yang memegang tampuk kekuasaan negara ini haruslah mengerahkan seluruh

kemampuan dan kerangka kebijaksanannya untuk

3 Farrel M Rizky, Bung Karno di Antara Saksi dan Peristiwa, (Jakarta :

Penerbit Buku Kompas Gramedia, 2009), hlm. 102.

Page 5: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

4

mewujudkan keadilan sosial. Kedua, kewajiban pemegang kekuasaan untuk mencegah tumbuh apalagi berkembangnya

ketidakadilan.

Dalam arah yang ke-dua di atas negara dituntut

memainkan peranan paling krusial yakni membuat dan menegakkan kebijakan agar struktur-struktur yang meniadakan ketidakadilan dapat bekerja dengan sebaik-

baiknya menegakkan dan mewujudkan aspirasi dominan Undang-undang Dasar 1945 yaitu keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia.

Lantas, bagaimana seharusnya negara menuangkan makna keadilan sosial tersebut ke dalam kebijakan negara

dalam rangka pemenuhan hak konstitusional warga Negara ?

Jawabannya adalah bahwa kebijakan negara tersebut haruslah berpijak di atas beberapa fundamen, yaitu; pertama,

kebijakan harus mengarah dan diarahkan kepada cita-cita bangsa yakni masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila.

Kedua, kebijakan negara ditujukan untuk mencapai tujuan Negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi

dan keadilan sosial. Ketiga, kebijakan harus dipandu oleh nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara yaitu berbasis moral

agama, menghargai dan melindungi hak-hak manusia tanpa diskriminasi, mempersatukan seluruh unsur bangsa dan semua ikatan primordialnya, meletakkan kekuasaan di bawah

kekuasaan rakyat dan membangun keadilan sosial. Keempat, kebijakan harus dipandu oleh keharusan untuk melindungi

semua unsur dan elemen negara demi integritas ideologi dan teritori, mewujudkan keadilan sosial dalam ekonomi dan kemasyarakatan, mewujudkan demokrasi atau kedaulatan

rakyat dan nomokrasi atau kedaulatan hukum, serta menciptakan toleransi hidup beragama. Kelima, kebijakan

negara harus mengambil dan memadukan berbagai nilai kepentingan, nilai sosial dan nilai keadilan4.

Dalam konteks semua yang telah dikemukakan di atas,

Indonesia sebagai negara multikultural meniscayakan ruang

4 Sambutan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat SH, MS

(masa bakti 1 April 2013 sd 1 April 2018) yang disampaikan oleh Sekjend. Mahkamah Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam dialog refleksi 12 Tahun SJSN

(Sistem Jaminan Sosial Nasional) di Gedung Mahkamah Konstitusi (23

November 2016).

Page 6: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

5

koeksistensi (space of co-existence) yang memberikan rekognisi bagi berbagai identitas pembentuk multikulturalitasnya.

Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa dalam banyak kebijakan negara, sejak pemerintahan kolonial hingga

pemerintahan Orde Baru, menonjol politik monokultural, demi semata-mata stabilitas dan integrasi sosial.

Kebijakan dengan kecenderungan pada politik

monokulturalisme selain mempersempit ruang koeksistensi antar elemen multikultural, juga menambah potensi alamiah

konflik dengan bobot politis, apalagi kebijakan monokultural tersebut diinstrumentasi dengan sentralisme dan otoritarianisme.

Perpaduan antara kebijakan monokultural yang mengandung misrekognisi dengan ketidakmampuan negara mengawal kebijakan tersebut merupakan variabel penting

dalam berbagai konflik multicultural.5

Kebijakan yang mengandung misrekognisi di bidang

apapun secara konseptual sama dengan atau akan berakibat pada terjadinya apa yang disebut dengan “eksklusi sosial”, yaitu proses menghalangi atau menghambat individu,

keluarga, kelompok atau komunitas dari sumber daya yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial,

ekonomi, dan politik di dalam masyarakat dengan utuh. Meskipun eksklusi sosial ini umumnya terjadi sebagai konsekuensi dari kemiskinan dan penghasilan yang rendah,

akan tetapi, eksklusi sosial bisa juga merupakan dampak dari faktor lain, seperti; diskriminasi, tingkat pendidikan yang rendah, dan merosotnya kualitas lingkungan.

Melalui proses eksklusi sosial ini individu atau kelompok masyarakat untuk beberapa periode waktu kehidupannya

terputus dari layanan, jejaring sosial, dan peluang berkembang yang sebenarnya dinikmati sebagian besar masyarakat6.

Konsep eksklusi sosial ini awalnya muncul di Perancis

pada tahun 1970an. Saat itu, istilah social exclusion digunakan untuk menggambarkan kondisi kelompok-kelompok

marjinal di masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap lapangan pekerjaan dan jaminan kesejahteraan (the income

5 Suharno, S. Pd., M. Si., Politik Rekognisi Dalam Peraturan Daerah

Tentang Penyelesaian Konflik Di Dalam Masyarakat Multikultural, Disertasi pada

Program Studi S.3 Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tahun 2011.

6 John Pierson, Tackling Social Exclusion, (London and New York :

Routledge, 2002).

Page 7: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

6

safety nets of the welfare state). Les exclus (mereka yang tereksklusi) tidak mendapatkan hak-hak asasi sebagai warga

negara, entah karena mereka menjadi korban diskriminasi, atau karena mereka bukan warga negara Perancis dan tinggal

di negeri itu sebagai pencari swaka politik. Mereka juga tidak memiliki akses terhadap lembaga-lembaga penting yang dapat menolong dan menyuarakan kepentingan mereka, seperti

serikat dagang atau serikat warga.7

Untuk di Indonesia, salah satu penyebab yang paling

dominan terjadinya fenomena eksklusi sosial tersebut adalah adanya misrekognisi (kehilangan pengakuan) yang dialami oleh sebagian warga negara akibat terjadinya diskriminasi, yang

tampak dalam kebijakan yang monokultural.

Kebijakan yang lahir dari pendekatan politik monokulturalisme ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia

demi semata-mata stabilitas dan integrasi sosial. Padahal, sebagaimana yang telah dikemukakan, alih alih menciptakan

stabilitas dan integrasi sosial, perpaduan antara kebijakan monokultural yang mengandung misrekognisi dengan ketidakmampuan negara mengawal kebijakan tersebut justru

menjadi variabel penting dalam berbagai konflik multikultural.

Contoh ril terkait dengan kebijakan monokultural yang

mengandung misrekognisi tersebut adalah kebijakan kebebasan beragama/berkeyakinan. Secara konstitusional, negara memiliki kewajiban untuk menjamin kebebasan

beragama/berkeyakinan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E, dan Pasal 29 UUD Negara RI 1945. Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil

dan Politik, yang memberikan jaminan kebebasan beragama / berkeyakinan, yang pada pasal 18 Undang Undang tersebut

dinyatakan, “Kovenan menetapkan hak setiap orang atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama serta perlindungan atas hak-hak tersebut”.8

Akan tetapi, semua jaminan ini terkikis oleh kecenderungan arus politik penyeragaman (monokulturalisme). Pengikisan jaminan konstitusional kebebasan beragama /

7 John Pierson, Tackling Social Exclusion, (New York, NY: Routledge, 2010),

sebagaimana dikutip oleh Arif Maftuhin dalam artikelnya yang berjudul, “Mendefinisikan Kota Inklusif: Asal Usul, Teori dan Indikator”, dalam Jurnal Tata Kelola, Volume 19 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 93 – 103, (Semarang : Biro

Penerbit Planologi Undip, 2017). 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang

Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan

Internasional Tentang Hak Hak Sipil Dan Politik).

Page 8: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

7

berkeyakinan tentu saja merupakan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Undang Undang

tersebut.

Penyikapan komprehensif atas kecenderungan ini mutlak

diperlukan untuk memastikan implementasi jaminan hak-hak konstitusional warga negara dan jaminan kebebasan sipil warga. Jika tidak, maka implementasi jaminan hak-hak

konstitusional warga negara dan jaminan kebebasan sipil warga akan mengalami hambatan yang cukup serius.

Apa yang dikemukakan pada bagian terakhir di atas

terjadi pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Pasal 61 ayat (1), Pasal 61 ayat (2), Pasal 64 ayat (1), dan Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang Administrasi Kependudukan

tersebut menyatakan bahwa “keterangan mengenai kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai

agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database”.

Pasal-pasal tersebut di atas telah mendiskriminasi sebagian warga negara --dalam hal ini warga negara penghayat

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa--, yang kemudian menyebabkan sebagian warga negara tersebut tereksklusi untuk mendapatkan hak-hak konstitusional dan

hak-hak legalnya.

Beberapa hak konstitusional dan hak legal yang kemudian tidak bisa diperoleh oleh sebagian warga negara

akibat pemberlakuan pasal-pasal tersebut antara lain :

1. Hak kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama serta

perlindungan atas hak-hak tersebut. Tidak bisa diperolehnya hak ini terjadi karena banyak kasus dimana para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa dengan sangat terpaksa mengisi kolom agama pada KK dan KTP dengan salah satu agama yang dianggap sebagai

agama yang telah diakui, dimana hal itu dilakukan dalam rangka menghindari potensi-potensi negatif yang ditimbulkan jika kolom agama tersebut dikosongkan atau

diberi tanda strip.

Page 9: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

8

2. Hak atas layanan kependudukan, dalam bentuk kesulitan mengakses dokumen kependudukan, seperti; KTP

Elektronik, Kartu Keluarga, Akte Nikah, dan Akte Lahir. 3. Hak mendapatkan pekerjaan yang layak, yang kemudian

berimbas pada tidak bisa diperolehnya hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan hak untuk mengembangkan diri.

4. Hak atas jaminan sosial. 5. Hak untuk mengakses modal usaha dari lembaga

keuangan, seperti bank dan/atau koperasi.

6. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan pelajaran agama sesuai dengan agama dan/atau

kepercayaannya. 7. Hak untuk mendapatkan pemakaman umum.

Tereksklusinya sebagian Warga Negara Indonesia untuk

mendapat hak konstitusional dan hak legalnya sebagaimana dikemukakan di atas juga terjadi pada sebagian warga atau

masyarakat di Kabupaten Brebes, dalam hal ini adalah warga atau masyarakat penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.9

Saat ini, Pasal 61 ayat (1), Pasal 61 ayat (2), Pasal 64 ayat (1), dan Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang Administrasi Kependudukan tersebut telah dinyatakan tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang kata “agama” dalam pasal pasal tersebut tidak termasuk aliran

kepercayaan. Hal itu dinyatakan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), putusan nomor 97/PUU-XIV/2016, yaitu putusan atas perkara Pengujian Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Pengujian tersebut diajukan oleh empat orang

penghayat kepercayaan, yaitu; Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim.

Dalam putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut

dinyatakan bahwa agar tujuan untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan dapat terwujud serta mengingat

jumlah penghayat kepercayaan dalam masyarakat Indonesia sangat banyak dan beragam, maka pencantuman elemen data kependudukan tentang agama bagi penghayat kepercayaan

9 Lihat Dokumen Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-

XIV/2016.

Page 10: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

9

hanya dengan mencatatkan yang bersangkutan sebagai “penghayat kepercayaan” tanpa merinci kepercayaan yang

dianut di dalam KK ataupun KTP-el.

Artinya keterangan mengenai kolom agama pada Kartu

Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau

bagi penghayat kepercayaan yang semula tidak diisi atau diberi tanda strip, berdasarkan putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut sekarang diisi dengan “penghayat

kepercayaan.

Putusan MK sebagaimana dikemukakan di atas tentu

saja membutuhkan tindak lanjut yang relevan dalam rangka menghapuskan eksklusi sosial, dan dalam waktu yang bersamaan menciptakan inklusi sosial, khususnya di wilayah

Kabupaten Brebes, dan tindak lanjut yang tepat untuk hal tersebut adalah dengan membentuk regulasi berupa Peraturan

Daerah Kabupaten Brebes yang mengatur tentang Pelayanan Kepada Penghayat Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Kabupaten Brebes.

Upaya tindak lanjut sebagaimana dikemukakan terakhir di atas sejalan dengan “Program Peduli”, yaitu sebuah prakarsa Pemerintah Indonesia yang dirancang untuk meningkatkan

inklusi sosial bagi enam kelompok yang paling terpinggirkan di Indonesia, yang kurang mendapat layanan pemerintah dan

program perlindungan sosial. Enam kelompok sasaran tersebut adalah: (1) Anak dan remaja rentan, (2) Masyarakat adat dan lokal terpencil yang tergantung pada sumber daya

alam, (3) Korban diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan berbasis agama, (4) Orang dengan disabilitas, (5) Hak Asasi Manusia dan Restorasi Sosial, dan (6) Waria.

Dalam konteks 6 kelompok sasaran inklusi sosial di atas, fokus sasaran Peraturan Daerah Kabupaten Brebes yang

mengatur tentang Pelayanan Kepada Penghayat Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Kabupaten Brebes ini adalah kelompok masyarakat korban diskriminasi berbasis agama.

Adapun fokus pengaturan Peraturan Daerah ini adalah pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legal warga

negara, khususnya masyarakat atau warga penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Kabupaten Brebes, yang terganggu akibat dari diskriminasi berbasis

agama.

Page 11: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

10

B. Identifikasi Masalah

Terkait dengan persoalan inklusi sosial dalam menjamin

kesetaraan warga negara --khususnya masyarakat atau warga penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di

Kabupaten Brebes-- dalam memperoleh hak-hak konstitusional dan hak-hak legalnya, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Dalam konteks upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai negara multikultural, Indonesia meniscayakan ruang koeksistensi

(space of co-existence) yang memberikan rekognisi bagi berbagai identitas pembentuk multikulturalitasnya.

Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa dalam banyak kebijakan negara, sejak pemerintahan kolonial hingga pemerintahan Orde Baru, menonjol politik monokultural.

Kebijakan dengan kecenderungan pada politik monokulturalisme selain mempersempit ruang koeksistensi

antar elemen multikultural, juga menambah potensi alamiah konflik dengan bobot politis, apalagi kebijakan monokultural tersebut diinstrumentasi dengan sentralisme

dan otoritarianisme. Perpaduan antara kebijakan monokultural yang mengandung misrekognisi dengan

ketidakmampuan negara mengawal kebijakan tersebut merupakan variabel penting dalam berbagai konflik multikultural.

2. Kebijakan yang mengandung misrekognisi di bidang apapun secara konseptual sama dengan atau akan berakibat pada terjadinya apa yang disebut dengan “eksklusi sosial”, yaitu

proses menghalangi atau menghambat individu, keluarga, kelompok atau komunitas dari sumber daya yang

dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan politik di dalam masyarakat dengan utuh.

3. Untuk di Indonesia, salah satu penyebab yang paling

dominan terjadinya fenomena eksklusi sosial tersebut adalah adanya misrekognisi (kehilangan pengakuan) yang dialami oleh sebagian warga negara akibat terjadinya

diskriminasi, yang tampak dalam kebijakan yang monokultural. Salah satu kebijakan monokultural yang

mengandung misrekognisi tersebut adalah kebijakan kebebasan beragama/berkeyakinan. Dampak dari kebijakan monokultural yang mengandung misrekognisi dalam

kebijakan kebebasan beragama/berkeyakinan tersebut adalah lahirnya kebijakan lain yang juga mengandung

Page 12: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

11

misrekognisi terkait kehidupan beragama / berkeyakinan. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, yang mengandung misrekognisi terhadap penghayat kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang pada gilirannya melahirkan diskriminasi.

4. Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016, telah membuka

ruang bagi upaya untuk menciptakan inklusi sosial, khususnya terkait dengan pemenuhan hak-hak

konstitusional dan hak-hak legal warga negara --dalam hal ini para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa--, yang sebelumnya terdiskriminasi dan kemudian

tereksklusi, di bidang yang secara langsung menjadi implikasi dari administrasi kependudukan.

5. Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 sebagaimana disebut dalam masalah nomor 4 di atas tentu saja meniscayakan pengaturan yang bersifat lebih teknis terkait

dengan berbagai hal yang menjadi implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Sayangnya, pengaturan dimaksud sampai saat ini belum ada.

6. Mengingat implikasi dari Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut adalah menyangkut pemenuhan hak-

hak konstitusional dan hak-hak legal para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Esa yang bersifat mendasar, maka keberadaan pengaturan tentang hal

tersebut menjadi sesuatu yang mendesak keberadaannya.

7. Untuk wilayah Kabupaten Brebes, dimana sebelum keluarnya Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut

sebagian warga di sebagian wilayahnya --dalam hal ini adalah warga penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa-- mengalami diskriminasi, misrekognisi, dan eksklusi dalam pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legalnya, perlu segera dibentuk aturan atau

regulasi yang mengatur berbagai hal yang menjadi implikasi dari keluarnya Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016

tersebut.

8. Meskipun regulasi di tingkat nasional terkait tindak lanjut atas Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut sampai

saat ini belum ada, upaya untuk membentuk aturan atau regulasi yang mengatur berbagai hal yang menjadi implikasi

Page 13: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

12

dari keluarnya Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut sebenarnya dapat dilakukan, sepanjang bidang-

bidang yang akan diatur dalam aturan atau regulasi tersebut tersedia payung hukumnya. Artinya, berbagai

payung hukum yang terkait dengan bidang-bidang yang akan diatur dalam aturan atau regulasi tersebut dapat dijadikan dasar atau rujukan dalam membentuk aturan

atau regulasi yang bersifat lebih spesifik untuk diterapkan di Kabupaten Brebes.

C. Tujuan Dan Kegunaan Naskah Akademik

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah di

atas, maka tujuan dari penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan

Yang Maha Esa ini adalah :

1. Untuk merumuskan permasalahan dan persoalan yang

dihadapi terkait pelanggaran hak atas kebebasan beragama/berkeyakinan yang kemudian berimplikasi pada diskriminasi dan eksklusi sosial sebagian warga --warga

penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa--Kabupaten Brebes dalam memenuhi hak-hak konstitusional dan hak-hak legalnya. Perumusan permasalahan tersebut

dilanjutkan dengan upaya untuk menemukan solusinya.

2. Untuk merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi

sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai dasar

hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di Kabupaten Brebes, khususnya dalam hal yang terkait

dengan kebebasan beragama/berkeyakinan yang kemudian berimplikasi pada diskriminasi dan eksklusi sosial sebagian

warga --warga penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa-- Kabupaten Brebes dalam memenuhi hak-hak konstitusional dan hak-hak legalnya.

3. Untuk merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan Peraturan Daerah

tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Adapun kegunaan Naskah Akademik ini adalah sebagai

acuan atau referensi dalam penyusunan dan pembahasan

Page 14: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

13

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan

Yang Maha Esa.

D. Metode Penelitian Naskah Akademik

Penelitian dalam rangka penyusunan Naskah Akademis

ini adalah penelitian hukum, yaitu penelitian yang diterapkan atau diberlakukan khusus pada Ilmu Hukum10, yang menurut jenis, sifat dan tujuannya dibedakan atas penelitian hukum

normatif dan penelitian hukum empiris11. Terkait dengan hal itu, jenis penelitian yang dominan digunakan dalam penelitian

ini adalah penelitian hukum normatif karena penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder12. Namun demikian, data yang dijadikan acuan

dalam penelitian ini merupakan data empirik yang diperoleh dari berbagai sumber yang relevan.

Dari sudut pandang bentuk, tipe penelitian ini adalah penelitian preskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai

dengan keadaan/fakta yang ada13. Tipe penelitian ini sejalan dengan karakteristik Ilmu Hukum yang bersifat preskriptif, yaitu mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas

aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum14. Sifat preskriptif ini digunakan untuk menganalisis

dan menguji nilai-nilai yang terdapat dalam hukum, baik nilai-nilai dalam wilayah hukum positif, maupun nilai-nilai yang melatarbelakangi dan menyemangati lahirnya hukum tersebut.

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian dalam rangka penyusunan naskah akademik ini adalah :

1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)

10 F. Sugeng Istanto, Penelitian Hukum, (Yogyakarta : CV. Ganda, 2007),

hlm. 29, sebagaimana dikutip oleh Saldi Isra, “Pergeseran Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang

Dasar 1945”, Disertasi Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta, 2009, hlm. 141. 11 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Penerbit

Sinar Grafika, 2002), hlm. 13. 12 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 13. 13 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum ...., hlm. 8-9. 14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2006),

hlm. 22.

Page 15: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

14

Pendekatan ini merupakan keharusan dalam sebuah penelitian hukum normatif. Pendekatan ini digunakan

untuk mempelajari konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya15.

2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan konseptual digunakan karena pendekatan perundang-undangan saja belum cukup untuk

mendapatkan jawaban yang lebih komprehensif. Pendekatan konseptual dilakukan dengan menggunakan

pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di bidang Ilmu Hukum dan ilmu lainnya yang relevan. Dengan demikan diharapkan

akan terbangun argumentasi hukum dalam menjawab persoalan yang diteliti.

Dalam penelitian hukum normatif pengumpulan data

dilakukan dengan studi kepustakaan, dimana studi kepustakaan merupakan metode tunggal yang dipergunakan

dalam penelitian hukum normatif16.

Selanjutnya, untuk mempertajam studi kepustakaan, dilakukan juga diskusi kelompok terfokus (FGD), workshop

dan konsultasi ahli. FGD, workshop dan konsultasi ahli ditujukan untuk menghimpun pendapat dan masukan dalam

rangka mempertajam kajian yang dilakukan.

-- --

15 Ibid, hlm. 93. 16 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum ...., hlm. 50.

Page 16: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

15

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN EMPIRIK

Meskipun dokumen naskah akademik ini diberi nama

“Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa”, akan tetapi isi dari

Dokumen Naskah Akademik ini tentu saja tidak sedang menyampaikan kajian yang diorientasikan untuk menghasilkan landasan akademis dalam rangka pengaturan

tentang “agama” atau “kehidupan beragama” di Kabupaten Brebes. Sebagaimana diketahui bahwa urusan agama atau

kehidupan beragama adalah salah satu urusan yang menjadi urusan pemerintahan absolut, yaitu urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat, yang

penyelenggaraan urusan pemerintahan absolut tersebut dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat atau dilimpahkan

wewenangnya kepada instansi vertikal yang ada di daerah atau gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berdasarkan asas dekonsentrasi17.

Dokumen naskah akademik ini berisi kajian tentang “eksklusi sosial” yang merupakan implikasi dari masalah yang berhubungan dengan agama dan/atau keyakinan warga atau

masyarakat Kabupaten Brebes. Secara lebih khusus, masalah yang berhubungan dengan agama dan/atau keyakinan warga

atau masyarakat Kabupaten Brebes tersebut berpangkal dari pencatatan data tentang agama atau keyakinan warga dalam dokumen kependudukan atau administrasi kependudukan,

yang kemudian berimplikasi terhadap berbagai hal yang terkait dengan pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legal warga.

Kerangka dan orientasi dari kajian ini adalah perwujudan welfare state atas dasar atau prinsip keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia, melalui pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legal warga negara Indonesia, dan secara spesifik adalah masyarakat Kabupaten Brebes. Artinya,

muara dari kajian ini adalah argumen dan solusi yang berupa pengaturan pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak

legal warga yang berhubungan erat dengan dan/atau merupakan implikasi dari data administrasi kependudukan

17 Lihat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

Tentang Pemerintah Daerah, Pasal 10 Ayat (1) dan (2).

Page 17: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

16

warga dalam bidang atau urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah Kabupaten Brebes18.

Dengan demikian, alur paparan bagian ini dimulai dengan kajian tentang “perwujudan cita-cita bangsa Indonesia”,

dilanjutkan dengan kajian tentang “hak-hak konstitusional dan hak-hak legal warga negara Indonesia”. Berikutnya, paparan dilanjutkan dengan kajian tentang “potensi paradoks

(janus face) agama dalam konteks perwujudan cita-cita bangsa Indonesia”.

Alur berikutnya, paparan berisi kajian tentang implikasi potensi negatif dari janus face agama, khususnya diskriminasi yang diakibatkan oleh “agama”, terutama terkait dengan

“eksklusi sosial”.

Paparan diakhiri dengan kajian tentang kemestian perwujudan “inklusi sosial”, yang sama artinya dengan

kemestian mengurangi atau menghilangkan “eksklusi sosial”, dalam hubungannya dengan upaya mewujudkan cita-cita

bangsa Indonesia, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Secara keseluruhan, paparan pada bagian ini melibatkan baik kajian teoritis atau konseptual, maupun kajian empiris.

A. Cita-Cita Bangsa Indonesia dan Upaya Mewujudkannya

Sebagaimana telah dikemukakan pada bab pendahuluan naskah akademik ini, dalam alam pikiran the founding fathers kita19, negara Indonesia merdeka yang dikehendaki adalah negara kesejahteraan atau the welfare

state, bukan negara liberal atau bentuk-bentuk negara lainnya. Negara kesejahteraan atau welfare state dalam hal

ini merupakan suatu manifestasi pemerintahan yang demokratis yang menegaskan bahwa negara

bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyatnya.

18 Lihat kembali Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2014 Tentang Pemerintah Daerah, Pasal 11, 12, dan 13, lihat juga Peraturan

Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes, Pasal 2 dan

4. 19 Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan

Keempat, (Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, 2002), hlm. 58

Page 18: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

17

Dalam kerangka itu dapatlah dikatakan bahwa pendirian negara bangsa Indonesia merdeka memiliki tujuan utama

untuk memuliakan dan menghadirkan rakyat Indonesia yang berkesejahteraan. Sejalan dengan itulah Undang

Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah mengisyaratkan bahwa ujung pencapaian nilai-nilai kebangsaan harus bermuara pada prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

Dalam suatu ceramah tentang Pancasila yang diselenggarakan oleh liga Pancasila di Istana Negara,

Presiden Sukarno mengatakan keadilan sosial ialah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur,

berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, dan tidak ada penghisapan, semuanya berbahagia, cukup sandang, cukup pangan, gemah ripah loh jinawi tata tentrem kertaraharja20.

Konsep keadilan sosial yang disampaikan oleh Bung

Karno demikian itulah yang menjadi aspirasi dominan dan mendapatkan perhatian penting dalam UUD 1945. Prinsip keadilan sosial di dalam pembukaan UUD 1945 mendasari

perumusan pasal-pasal Undang Undang Dasar.

Komitmen pada keadilan sosial ditunjukan secara

nyata, misalnya dalam pasal-pasal yang menyangkut pengelolaan keuangan negara. Pasal-pasal yang menyangkut pengelolaan keuangan negara tersebut

menekankan pemilihan partisipasi dan daulat rakyat. Demikian pula dalam pasal-pasal yang menyangkut

pengelolaan perekonomian. Pasal-pasal yang menyangkut pengelolaan perekonomian juga menekankan pemenuhan hak warga dan jaminan keadilan dan kesejahteraan sosial.

Namun demikian, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu tidaklah berdiri sendiri. Makna dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tersebut harus

dipahami sebagai muara atau ujung harapan dari keempat prinsip atau sila lainnya dalam Pancasila. Artinya, keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan muara dari amalan sila ketuhanan, ujung dari ekspresi moral kemanusiaan, ujung dari semangat persekutuan sejati

bangsa ini, dan ujung dari pemanfaatan kekuasaan untuk kesejahteraan rakyat dari para pemimpin yang berhikmat

dan bijaksana.

20 Farrel M Rizky, Bung Karno di Antara Saksi dan Peristiwa, (Jakarta :

Penerbit Buku Kompas Gramedia, 2009), hlm. 102.

Page 19: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

18

Dengan demikian keadilan sosial merupakan norma pokok yang harus menjadi kiblat bagi setiap rejim politik

yang memegang tampuk kekuasaan. Norma itu bermakna dua arah; pertama, siapa pun yang memegang tampuk

kekuasaan negara ini haruslah mengerahkan seluruh kemampuan dan kerangka kebijaksanaannya untuk mewujudkan keadilan sosial. Kedua, kewajiban pemegang

kekuasaan untuk mencegah tumbuh apalagi berkembangnya ketidakadilan. Dalam hal inilah negara

dituntut memainkan peranan paling krusial, yakni membuat dan menegakkan kebijakan agar struktur-struktur yang meniadakan ketidakadilan dapat bekerja

dengan sebaik-baiknya menegakkan dan mewujudkan aspirasi dominan Undang-undang Dasar 1945 yaitu

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk menuangkan makna keadilan sosial ke dalam kebijakan negara dalam rangka pemenuhan hak

konstitusional warga negara, ada beberapa fundamen yang harus dijadikan sebagai pijakan, yaitu;

- Pertama, kebijakan harus mengarah dan diarahkan

kepada cita-cita bangsa yakni masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila.

- Kedua, kebijakan negara harus diarahkan untuk mencapai tujuan negara, yaitu melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

- Ketiga, kebijakan harus dipandu oleh nilai-nilai

Pancasila sebagai dasar negara yaitu berbasis moral agama, menghargai dan melindungi hak-hak manusia

tanpa diskriminasi, mempersatukan seluruh unsur bangsa dan semua ikatan primordialnya, meletakkan

kekuasaan di bawah kekuasaan rakyat dan membangun keadilan sosial.

- Keempat, dipandu keharusan untuk melindungi semua

unsur dan elemen negara demi integritas ideologi dan teritori, mewujudkan keadilan sosial dalam ekonomi dan

kemasyarakatan, mewujudkan demokrasi atau kedaulatan rakyat dan nomokrasi atau kedaulatan hukum, serta menciptakan toleransi hidup beragama.

Page 20: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

19

- Kelima, kebijakan negara harus mengambil dan memadukan berbagai nilai kepentingan, nilai sosial dan

nilai keadilan.

Dalam konteks apa yang telah dipaparkan di atas,

salah satu contoh penting kebijakan negara dalam rangka mewujudkan keadilan sosial tersebut adalah kebijakan dalam pemenuhan hak konstitusional warga negara atas

jaminan sosial.

Hak atas jaminan sosial merupakan salah satu hak

asasi manusia karena hak atas jaminan sosial pada dasarnya berbicara tentang hak hidup. Berikutnya, hak asasi untuk hidup bagi manusia sudah barang tentu tidak

berhenti pada kemampuan bertahan hidup saja. Setiap manusia, siapapun itu, berhak untuk memiliki standar hidup yang layak, yang menjangkau hak atas kesehatan,

hak atas perumahan, hak atas pendidikan, dan hak-hak lainnya. Dalam perspektif yang lebih luas, hak atas

jaminan sosial berbicara mengenai penjaminan ketersediaan kebutuhan hidup demi pemenuhan standar kehidupan yang layak.

Oleh karena itulah, hak atas jaminan sosial sesungguhnya berbicara tentang kesaling-terikatan dan

kesaling-bergantungan hak asasi manusia.

Dalam perspektif hak asasi di bidang sipil dan politik, hak jaminan sosial mengandung aspek perlindungan hak

atas hidup, hak atas keamanan seseorang, dan juga hak atas perlindungan dari siksaan fisik maupun segala bentuk perlakuan tidak manusiawi. Di bidang ekonomi, sosial dan

budaya, hak atas jaminan sosial berbicara tentang pemenuhan hak atas kesehatan, pendidikan, perumahan

dan lain sebagainya. Seiring dengan konstitusionalitas hak asasi manusia, hak atas jaminan sosial ditegaskan dalam UUD 1945.

Dalam Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 dinyatakan “setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai

manusia yang bermartabat”. Demikian pula dalam Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 disebutkan “negara mengembangkan

jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

Page 21: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

20

Artinya, UUD 1945 mengakui hak atas jaminan sosial dan mewajibkan negara mengembangkan jaminan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam lingkup hak asasi manusia, dimanapun,

secara konstitusional, kewajiban negara untuk memastikan terjaminnya kehidupan yang layak diletakan.

Dalam UUD 1945, dasar kewajiban konstitusional

penyelenggaraan negara untuk memenuhi hak warga negara atas jaminan sosial dinyatakan dalam Pasal 28I ayat (4), “perlindungan pemajuan penegakan dan

pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah”. Pada Pasal 34 ayat (3) UUD

1945 juga dinyatakan, “negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak”.

Dari apa yang telah dipaparkan pada bagian terakhir di atas menunjukkan bahwa pemenuhan hak atas jaminan

sosial sesungguhnya merupakan bagian dari ekspresi tanggung jawab negara terhadap kesejahteraan warganya.

Dalam kerangka tersebut, kewajiban negara dapat

dikategorikan dalam tiga tingkatan, yaitu;

- kewajiban menghormati (to respect);

- kewajiban melindungi (to protect); dan

- kewajiban memenuhi (to fulfill).

Kewajiban memenuhi mengharuskan negara untuk

bersikap proaktif. Tujuannya untuk memperkuat akses masyarakat atas sumber daya. Kewajiban ini menuntut

intervensi negara, menuntut campur tangan negara, sehingga terjamin kesempatan setiap warga negara untuk memperoleh haknya yang tidak dapat dipenuhi melalui

usaha sendiri.

Dalam perspektif lain, kewajiban negara dalam

memenuhi hak konstutisional warganya dapat dibagi dalam dua tugas pokok, yaitu proteksi dan realisasi. Proteksi atau perlindungan mengharuskan negara untuk menjamin dan

melindungi hak konstitusonal. Negara hanya memberi regulasi secara konstitusional agar semua waga negara dapat menikmati hak-hak dasar yang seharusnya dimiliki.

Sementara dari aspek realisasi merupakan kewajiban yang menuntut negara untuk bertindak secara aktif dalam

memenuhi hak konstitusional warga negara.

Page 22: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

21

Selain itu, situasi bahwa tidak semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menikmati hak

konstitusionalnya atas jaminan sosial merupakan isu keadilan. Disinilah upaya mewujudkan keadilan menuntut

agar ketidakadilan ditiadakan. Setiap orang harus diperlakukan menurut dan sesuai dengan hak-haknya. Tidak boleh ada perbedaan yang sewenang-wenang dalam

memperlakukan warga negara. Dalam konteks itu, menunda atau bahkan menolak pemenuhan hak konstitusional warga negara merupakan ketidakadilan,

yang sama artinya dengan melanggar atau menentang konstitusi. Lebih jauh lagi, menunda pemenuhan hak asasi

manusia sama artinya menentang kemanusiaan itu sendiri.

Sebagai hukum tertinggi, UUD 1945 harus dilaksanakan dan ditegakkan termasuk di dalamnya yang

menyangkut pemenuhan hak konstitusional warga negara. Jika tidak ditegakkan, konstitusi tak berarti apa-apa.

Lebih lanjut, ketentuan konstitusional tersebut diwujudkan melalui seperangkat aturan hukum dan kebijakan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Dalam

kerangka penegakan konstitusi, norma-norma di dalam konstitusi diimplementasikan melalui legislasi di satu sisi, dan diterapkan serta ditegakkan melalui pengadilan,

melalui ajudikasi konstitusional, di sisi lain.

Legislasi berperan penting untuk memperjelas dan

merinci norma konstitusi serta mengatur implementasinya. Sedangkan ajudikasi konstitusional --yang diperankan oleh Mahkamah Konstitusi-- berperan dalam melakukan reviu

konstitusional pasca legislasi. Perbedaan di antara keduanya adalah bahwa legislasi bersifat aktif sedangkan ajudikasi konstitusional bersifat pasif (yaitu manakala

dimajukan ke Mahkamah Konstitusi).

B. Hak-Hak Konstitusional Dan Legal Warga Negara Indonesia

Hak warga negara terdiri atas hak konstitusional dan

hak legal. Hak legal ialah hak yang diberikan kepada warga negara oleh peraturan perundang-undangan dibawah

Undang-Undang Dasar 1945. Adapun hak konstitusional adalah hak yang diberikan kepada warga negara dan dijamin oleh konstitusi negara yakni UndangUndang Dasar

1945.

Page 23: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

22

Hak konstitusional dapat dilihat sebagai timbal balik atas kewajiban konstitusional sehingga hak konstitusional

dan kewajiban konstitusional tidak dapat dipisahkan, dimana dapat dijelaskan bahwa adanya hak konstitusional

dikarenakan adanya kewajiban konstitusional yang dilahirkan oleh UUD 1945. Kewajiban konstitusional merupakan konsekuensi warga negara dalam

kedudukannya sebagai warga negara dalam melaksanakan tindakan yang diwajibkan oleh negara. Misalnya kewajiban Negara untuk mengalokasi dana pendidikan 20 % dari

APBN, serta kewajiban untuk belajar, semua melahirkan hak konstitusional bagi warga Negara, terhadap siapa

Negara bekerja, serta yang menjadi tujuan Negara itu sendiri.

1. Kedudukan HAM Sebagai Hak Konstitusional

Warga Negara Ditinjau Dari UUD 1945

Dalam perjalananan perkembangan kehidupan

bernegara dewasa ini, Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi menjadi sesuatu yang sangat penting, dimana sebagai konsekuensi negara hukum (rechtstaat), penjaminan HAM harus diwujudkan melalui penghormatan dan dijunjung tinggi serta dijamin

perlindungannya oleh negara.

Sebagaimana yang dikemukakan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39

Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, “HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha

Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Dalam penyelenggaraan ketatanegaraan di

Indonesia hak asasi tersebut diwujudkan dalam suatu legitimasi hukum. Bentuk legitimasi tersebut terdapat pada batang tubuh UUD 1945. Norma-norma yang

terdapat dalam UUD 1945 tidak hanya mengatur organisasi kekuasaan lembaga negara dan hubungan

antar kekuasaan lembaga negara yang melahirkan kewenangan konstitusional (constitutional authorities)

dalam penyelenggaraan kehidupan negara, tetapi juga mengatur hubungan negara dengan warga negara dalam konteks kewenangan negara tersebut yang

Page 24: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

23

berhadapan dengan hak konstitusional warga negaranya.

Dalam hubungan tersebut, hak warga negara diatur dalam UUD 1945 sebagai bentuk perlindungan

hak warga negara yaitu hak konstitusional warga negara atas tindakan negara dalam penyelenggaraan negara. Hak tersebut tidak boleh dilanggar dan menjadi

koridor pembatas tindakan negara dalam peyelenggaraan negara baik hak asasi maupun hak konstitusional warga negara.

Sebagaimana dirumuskan dalam naskah Perubahan Kedua UUD 1945, ketentuan mengenai hak

asasi telah mendapatkan jaminan konstitusional dalam Undang-Undang Dasar. Sebagian besar materi Undang-Undang Dasar ini sebenarnya berasal dari rumusan

Undang-Undang yang telah disahkan sebelumnya, yaitu UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Materi yang sudah diadopsikan ke dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945 mencakup 27 materi berikut21 :

1. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya22.

2. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan

melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah23.

3. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi24.

4. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap

perlakuan yang bersifat diskriminatif itu25.

5. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat

menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di

21 Jimly Asshiddiqie, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta :

Mahakamah Konstitusi, 2010), hlm. 3. 22 Pasal 28A Perubahan Kedua UUD 1945. 23 Ayat (2) ini berasal dari Pasal 28B ayat (1) Perubahan Kedua. 24 Berasal dari ayat 28B ayat (2) Perubahan Kedua. 25 Pasal 28I ayat (2) Perubahan Kedua.

Page 25: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

24

wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali26.

6. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,

sesuai dengan hati nuraninya27.

7. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat28.

8. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak

untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan

informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia29.

9. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas

rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi30.

10. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka

politik dari negara lain31.

11. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan32.

12. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan

dan keadilan33.

26 Dari Pasal 28E ayat (1) Perubahan Kedua. 27 Pasal 28E ayat (2) Perubahan Kedua. 28 Pasal 28E ayat (3) Perubahan Kedua. 29 Dari Pasal 28F Perubahan Kedua. 30 Ayat (5) ini berasal dari Pasal 28G ayat (1) Perubahan Kedua. 31 Dari Pasal 28G ayat (2) Perubahan Kedua. 32 Ayat (1) ini berasal dari Pasal 28H ayat (1) Perubahan Kedua. 33 Pasal 28H ayat (2) Perubahan Kedua.

Page 26: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

25

13. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara

utuh sebagai manusia yang bermartabat34.

14. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi

dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun35.

15. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui

pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan

budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia36.

16. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan

negaranya37.

17. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum38.

18. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja39.

19. Setiap orang berhak atas status

kewarganegaraan40.

20. Negara, dalam keadaan apapun, tidak dapat

mengurangi hak setiap orang untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut41.

34 Pasal 28H ayat (3) Perubahan Kedua. 35 Pasal 28H ayat (4) Perubahan Kedua. 36 Ayat (5) ini berasal dari Pasal 28C ayat (1) Perubahan Kedua. 37 Dari Pasal 28C ayat (2) Perubahan Kedua. 38 Ayat (7) ini berasal dari Pasal 28D ayat (1) Perubahan Kedua. 39 Ayat (8) ini berasal dari Pasal 28D ayat (2) Perubahan Kedua. 40 Ayat ini berasal dari Pasal 28E ayat (4) Perubahan Kedua. 41 Berasal dari rumusan Pasal 28I ayat (1) Perubahan Kedua yang

perumusannya mengundang kontroversi di kalangan banyak pihak. Disini

perumusannya dibalik dengan subjek negara.

Page 27: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

26

21. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selaras

dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa42.

22. Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya43.

23. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan

pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah44.

24. Untuk memajukan, menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak

asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan45.

25. Untuk menjamin pelaksanaan Pasal 4 ayat (5) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia tersebut di atas, dibentuk Komisi Nasional Hak

42 Berasal dari Pasal 28I ayat (3) yang disesuaikan dengan sistematika

perumusan keseluruhan Pasal ini dengan subjek negara dalam hubungannya dengan warga negara.

43 Ini adalah ayat tambahan yang diambil dari usulan berkenaan dengan

penyempurnaan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam

lampiran TAP No.IX/MPR/2000, yaitu alternatif 4 dengan menggabungkan

perumusan alternatif 1 butir „c‟ dan „a‟. Akan tetapi, khusus mengenai anak

kalimat terakhir ayat ini, yaitu: “...serta melindungi penduduk dari penyebaran paham yang bertentangan dengan ajaran agama”, sebaiknya dihapuskan saja,

karena dapat mengurangi kebebasan orang untuk menganut paham yang

meskipun mungkin sesat di mata sebagian orang, tetapi bisa juga tidak sesat

menurut sebagian orang lain. Negara atau Pemerintah dianggap tidak

selayaknya ikut campur mengatur dalam urusan perbedaan pendapat dalam paham-paham internal suatu agama. Biarlah urusan internal agama menjadi domain masyarakat sendiri (public domain). Sebab, perlindungan yang diberikan

oleh negara kepada satu kelompok paham keagamaan dapat berarti

pemberangusan hak asasi kelompok paham yang lain dari kebebasan yang

seharusnya dijamin oleh UUD. 44 Ayat (6) ini berasal dari Pasal 28I ayat (4) Perubahan Kedua. 45 Dari ayat (5) Pasal 28I Perubahan Kedua dengan menambahkan

perkataan “...memajukan..”, sehingga menjadi “Untuk memajukan,

menegakkan, dan melindungi....”

Page 28: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

27

Asasi Manusia yang bersifat independen menurut ketentuan yang diatur dengan undang-undang46.

26. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

27. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang

lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai

agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis47.

Dapat disimpulkan bahwa hak konstitusional

warga negara ialah HAM yang dimuat dalam Pasal 28A hingga 28J UUD 1945. Meskipun demikian hak

konstitusional tidak selalu identik dengan HAM. Hal ini dapat dilihat pada hak setiap warga negara untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan, hak ini tidak

berlaku pada orang yang bukan warga negara. Oleh karena itu, hak konstitusional berlaku bagi warga negara yang memenuhi syarat menurut hukum sebagai

warga negara. Hal ini berbeda dengan hak asasi yang berlaku secara universal.

Selain itu, dari pengertian hak asasi disimpulkan bahwa hak asasi tidak tergantung pada negara, apakah negara memberi hak asasi pada warga negaranya atau

tidak ?

Hal ini dikarenakan hak asasi telah ada sebelum lahirnya negara. Jadi timbul suatu pertanyaan bahwa

hak asasi itu siapa yang memberikannya ?

Dalam menjawab pertanyaan ini, dapat kita lihat

dari pengertian hak asasi. Hak asasi itu diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang mana hak asasi bersifat kodrati yang telah melekat sejak manusia itu dilahirkan

dimuka bumi ini sebagai anugerah-Nya. Jadi dapat dikatakan sejak Adam sebagai manusia pertama yang

46 Komnas HAM memang telah dikukuhkan keberadaannya dengan

undang-undang. Akan tetapi, agar lebih kuat, maka hal itu perlu dicantumkan

tegas dalam UUD. 47 Berasal dari Pasal 28J Perubahan Kedua.

Page 29: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

28

diciptakan Tuhan, maka sejak saat itulah hak asasi itu telah ada.

Sementara itu seseorang yang berstatus kewarganegaraan dalam suatu negara memperoleh hak

warga negaranya. Hak konstitusional warga negara merupakan hak yang diberikan oleh negara yang diberikan oleh karena status kewarganegaraan yang

terlegitimasi dalam UUD 1945. Hak ini merupakan hasil legitimasi yang diakui dalam konstitusi maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Dapat

dikatakan hak konstitusional merupakan hak warga negara.

Hak warga negara merupakan hak yang diberikan oleh negara atas status kewarganegaraan yang menurut peraturan perundang-undangan. Di dalam hak warga

negara disamping hak konstitusional, terdapat hak sipil. Hak sipil merupakan hak yang diberikan dan

dijamin dalam peraturan perundang-undangan di luar konstitusi yang diberikan oleh negara oleh karena status kewarganegaraan seseorang.

Jika ke-27 ketentuan yang disebutkan diatas diperluas dengan maksud menyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokkan kembali sehingga

mencakup ketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat di dalamnya, maka rumusan hak asasi dan hak

warga negara dalam Undang-Undang Dasar dapat mencakup empat kelompok materi, yaitu48 :

1. Kelompok Hak-Hak Sipil yang dapat dirumuskan

menjadi :

a. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya.

b. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain

yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan.

c. Setiap orang berhak untuk bebas dari segala

bentuk perbudakan.

d. Setiap orang bebas memeluk agama dan

beribadat menurut agamanya.

48

Jimly Asshiddiqie, Demokrasi dan Hak ......., hlm. 6.

Page 30: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

29

e. Setiap orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran dan hati nurani.

f. Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum.

g. Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan.

h. Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas

dasar hukum yang berlaku surut.

i. Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

yang sah.

j. Setiap orang berhak akan status

kewarganegaraan.

k. Setiap orang berhak untuk bebas bertempat tinggal di wilayah negaranya, meninggalkan dan

kembali ke negaranya.

l. Setiap orang berhak memperoleh suaka politik.

m. Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat

diskriminatif tersebut.

2. Kelompok Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang dapat dirumuskan menjadi :

a. Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya secara

damai.

b. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat.

c. Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan publik.

d. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan

memilih pekerjaan yang sah dan layak bagi kemanusiaan.

e. Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan mendapat perlakuan yang layak dalam hubungan kerja yang berkeadilan.

f. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi.

Page 31: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

30

g. Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan

memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang bermartabat.

h. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.

i. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan

memilih pendidikan dan pengajaran.

j. Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan

teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.

k. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak-hak masyarakat lokal selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat

peradaban bangsa.49

l. Negara mengakui setiap budaya sebagai bagian

dari kebudayaan nasional.

m. Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap

agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya.50

3. Kelompok Hak-Hak Khusus dan Hak Atas Pembangunan, yang dapat dirumuskan menjadi :

49 Berasal dari Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 yang disesuaikan dengan

sistematika perumusan keseluruhan Pasal ini dengan subjek negara dalam

hubungannya dengan warga negara. 50 Ini adalah ayat tambahan yang diambil dari usulan berkenaan dengan

penyempurnaan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam

lampiran TAP No.IX/MPR/2000, yaitu alternatif 4 dengan menggabungkan

perumusan alternatif 1 butir „c‟ dan „a‟. Akan tetapi, khusus mengenai anak

kalimat terakhir ayat ini, yaitu: “... serta melindungi penduduk dari penyebaran

paham yang bertentangan dengan ajaran agama”, sebaiknya dihapuskan saja,

karena dapat mengurangi kebebasan orang untuk menganut paham yang meskipun mungkin sesat di mata sebagian orang, tetapi bisa juga tidak sesat

menurut sebagian orang lain. Negara atau Pemerintah dianggap tidak

selayaknya ikut campur mengatur dalam urusan perbedaan pendapat dalam

paham-paham internal suatu agama. Biarlah urusan internal agama menjadi

domain masyarakat sendiri (public domain). Sebab, perlindungan yang diberikan oleh negara kepada satu kelompok paham keagamaan dapat berarti

pemberangusan hak asasi kelompok paham yang lain dari kebebasan yang

seharusnya dijamin oleh UUD.

Page 32: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

31

a. Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang

terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak mendapat kemudahan dan perlakuan

khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama.

b. Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk

mencapai kesetaraan gender dalam kehidupan nasional.

c. Hak khusus yang melekat pada diri perempuan

yang dikarenakan oleh fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.

d. Setiap anak berhak atas kasih sayang, perhatian dan perlindungan orangtua, keluarga, masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik

dan mental serta perkembangan pribadinya.

e. Setiap warga negara berhak untuk berperan serta

dalam pengelolaan dan turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam.

f. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang

bersih dan sehat.

g. Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan dituangkan dalam

peraturan perundangan-undangan yang sah yang dimaksudkan untuk menyetarakan tingkat

perkembangan kelompok tertentu yang pernah mengalami perlakuan diskriminasi dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan

perlakuan khusus sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) Pasal ini, tidak termasuk dalam pengertian diskriminasi sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 1 ayat (13).

4. Tanggungjawab Negara dan Kewajiban Asasi

Manusia, yang dapat dirumuskan menjadi :

a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

b. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,

setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan

Page 33: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

32

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai

dengan nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum

dalam masyarakat yang demokratis.

c. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak

asasi manusia.

d. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia yang bersifat independen dan tidak memihak yang pembentukan, susunan dan

kedudukannya diatur dengan undang-undang.

Dalam menjalankan kehidupan bernegara, Indonesia sebagai negara hukum telah merumuskan

hak konstitusional warga negara. Hak kostitusional dapat dilihat dari uraian diatas, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2. Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

3. Setiap warga negara berhak memperoleh

kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

4. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk

untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk meribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.

5. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

6. Setiap warga negara berhak mendapatkan

pendidikan.

7. Setiap warga negara berhak untuk berserikat,

berkumpul dan menyatakan pendapatnya secara damai.

8. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan

dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat.

9. Setiap warga negara dapat diangkat untuk

menduduki jabatan-jabatan publik.

Page 34: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

33

10. Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan

memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang bermartabat.

11. Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil,

berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama.

12. Setiap warga negara berhak untuk berperan serta

dalam pengelolaan dan turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam.

2. Bentuk Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara

a. Penghormatan Hak Konstitusional

Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, Indonesia telah mengakui dan menghormati hak

konstitusional. Penghormatan tersebut ditemukan dalam Pancasila sebagai ideologi atau pandangan dasar negara Indonesia. Dalam sila ke-2 yang

menyatakan : Kemanusiaan yang adil dan beradab serta sila ke-5 yang menyatakan : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bertolak dari kedua sila tersebut bahwa dalam penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia harus

melihat nilai kemanusiaan yang terdapat di dalam diri manusia yang merupakan hal yang kodrati yang melekat pada diri manusia sejak dilahirkan di dunia

ini.

Penghormatan nilai kemanusiaan ini diaplikasikan ke dalam setiap tindakan pemegang

kekuasaan negara. Oleh karena itu, warga negara harus diperlakukan secara beradab oleh pemegang

kekuasaan negara. Bentuk penghormatan tersebut harus mencerminkan keadilan yang mana keadilan tersebut mencakup seluruh aspek sosial

masyarakat.

b. Pemenuhan Hak Konstitusional

Pengakuan hak konstitusional mengisyaratkan adanya pemenuhan hak konstitusional warga negara. Pemenuhan hak konstitusional warga

Page 35: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

34

negara dituangkan dalam UUD 1945 sebagai aturan dasar negara. Pemenuhan hak konstitusional warga

negara dimuat dalam Pasal 27 hingga Pasal 32 UUD 1945, terlebih lagi dalam pasal 28 A Hingga Pasal 28

J.

Pemenuhan hak tersebut merupakan jaminan hak warga negara yang mana harus dijunjung tinggi

dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Semua bentuk kebijakan ataupun Produk hukum yang dibuat oleh pemegang kekuasaan negara tidak

dapat mengesampingkan hak yang termuat dalam UUD 1945.

Pemenuhan hak tersebut sebagai bentuk tindak lanjut dari penghormatan hak konstitusional warga negara.

c. Perlindungan Hak Konstitusional

Keberadaan hak konstitusional sebagai batasan

tindakan pemegang kekuasaan negara dalam penyelenggaraan negara yang berhadapan atas hak konstitusional warga negara bermuara pada satu

titik yakni bagaimana hak itu dijamin oleh negara melalui pengaturan dalam konstitusi.

Salah satu acuan dalam menentukan apakah

telah terselenggaranya penjaminan hak konstitusional warga negara ialah adanya

mekanisme hukum yang tegas dalam melindungi hak konstitusional warga negara dari tindakan pemegang kekuasaan negara dalam praktik

kehidupan bernegara.

Di dalam buku I Dewa Gede Palguna dijelaskan ada 2 (dua) mekanisme yang dapat ditempuh dalam

menjamin hak konstitusional warga negara yaitu :

1) Melalui Mekanisme Pengadilan

Perlindungan hak konstitusional melalui mekanisme pengadilan guna mempertahankan hak konstitusionalnya dari tindakan

pelanggaran yang mencederai hak konstitusional tersebut yang dilakukan pemegang kekuasaan

negara adalah sebagai berikut :

a) Mekanisme Pengadilan Tata Negara

Page 36: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

35

Pengadilan tata negara di Indonesia yang dimaksud yakni Mahkamah Konstitusi

merupakan lembaga negara dalam bidang yudikatif yang mempunyai kompetensi

mengadili pengujian konstitusionalitas undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 sebagai upaya

tegaknya hak konstitusional warga negara atas kelalaian pemegang kekuasaan legislatif dan eksekutif dalam menyusun undang-

undang yang menyebabkan tercederainya hak konstitusional warga negara.

Mekanisme ini merupakan upaya dalam menjamin konstitusionalitas baik judicial review maupun constitutional complaint. Dalam hal ini judicial review dan constitutional complaint harus dibedakan

karena judicial review merupakan upaya pengujian konstitusionalitas atas berlakunya

undang-undang di masyarakat sedangkan constitutional complaint merupakan upaya uji

konstitusionalitas terhadap perbuatan pemegang kekuasaan negara.51 Meskipun demikian, ada kemungkinan pengertian

judicial review dan constitutional complaint bertemu, yaitu takkala pengujian dilakukan

terhadap norma hukum yang bersifat umum dan abstrak (general and abstract norm) dan yang diuji adalah konstitusionalitas dari

norma itu.52

Kedua mekanisme ini memang

merupakan upaya hukum yang dapat ditempuh dalam mempertahankan hak konstitusional warga negara. Namun, judicial review harus tetap dipandang sebagai mekanisme hukum dalam menguji

konstitusionalitas undang-undang yang mana dapat dikatakan bahwa uji konstitusionalitas dalam pengertian sempit.

Hal berbeda dengan constitutional complaint, dimana ketika dikaitkan dengan konsep

51 I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional (Constitutional

Complaint), (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), Hlm. 153. 52 Ibid.

Page 37: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

36

negara dan kedaulatan, maka constitutional complaint merupakan mekanisme hukum

dalam pengertian luas yang melindungi hak-hak warga negara.

b) Mekanisme Pengadilan Tata Usaha Negara

Di dalam Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara menyatakan bahwa sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara

antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah,

sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa

kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari pengertian diatas, diketahui

bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang beersifat konkret, individual dan final menimbulkan akibat hukum bagi orang atau

badan hukum perdata.53 Keputusan tersebut dapat digugat apabila keputusan

bertentangan dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.

Dalam hal ini ada 3 pengertian

bertentangan dengan peraturan perundang-undang, yakni :54

1. Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat formal.

2. Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat materil

3. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak

berwenang.55

53 Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

1986. 54 I Dewa Gede Palguna, Pengaduan ..., hlm. 153. 55 Phillipus M Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia,

(Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2005), hlm. 326-327.

Page 38: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

37

a. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan

keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) UU No. 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari

maksud yang diberikannya wewenang tersebut.

b. Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan

sebagaimana yang dimaksud dalm Pasal 53 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut

dengan keputusan itu, seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan

tersebut.

Dari uraian diatas bahwa mekanisme ini dapat ditempuh karena adanya Keputusan

Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang

melanggar hak konstitusional orang atau badan hukum yang diatur Undang-Undang Dasar 1945 yang dimana keputusan tersebut

melanggar hak konstitusionalnya yang diperjelas melalui Undang-Undang yang mengatur akan hal tersebut serta

sebagaimana dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan menyatakan Undang-Undang Dasar termasuk kategori peraturan perundang-undangan.

Maka dapat dikatakan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan

mekanisme yang dapat melindungi hak konstitusional warga negara atas dikeluarkannya atau tidak dikeluarkannya

Keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Page 39: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

38

c) Mekanisme Pengadilan Biasa

Dalam praktik peradilan umum, ada

dua dua jenis perkara yang menjadi kompetensi absolut pengadilan dalam

memeriksa dan mengadili perkara yakni pengadilan pidana dan pengadilan perdata.

Dalam pengadilan perdata sifat sengketa

yang diadili adalah sengketa antar individu atau badan hukum dan kebenaran yang ditegakkan ialah kebenaran formal.

Meskipun demikian terkait perlindungan hak konstitusional warga negara dapat kita

temukan pada upaya hukum yang dapat ditempuh yakni : banding, kasasi, verzet maupun peninjauan kembali. Mekanisme

hukum ini dapat ditempuh apabila salah satu pihak bersengketa merasa terjadi

pelanggaran yang dilakukan oleh hakim (hakim direpresentasikan sebagai kekuasaan negara). pelanggaran itu berupa penerapan

maupun penafsiran hukum yang salah yang menyebabkan salah satu pihak bersengketa dicederai hak konstitusionalnya dalam

meperoleh keadilan dan kepastian hukum.

Sementara dalam pengadilan pidana,

sengketa yang diperiksa dan diadili bersifat antar individu dan negara-perlindungan yang diberikan kepada seseorang individu sifatnya

luas yang dimaksudkan bahwa perlindungan telah diberikan sejak seseorang berstatus tersangka dimana ia masih dianggap tidak

bersalah dalam perkara yang diperiksa dan diadili sebelum hakim menjatuhkan vonis

serta dalam pengumpulan alat bukti adanya larangan dalam mendapatkan alat bukti secara tidak sah yang mengganggu

kebebasan individu. Selain itu, tersangka dapat menempuh upaya pra peradilan

sebelum perkara diperiksa dan diadili oleh Majelis Hakim apabila dalam proses penangkapan dan penyidikan perkara yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum ditemukan prosedur yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 40: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

39

Meskipun Majelis Hakim telah memutus perkara tersebut, apabila ditemukan

pelanggaran oleh hakim yang merugikan terdakwa, putusan tersebut mungkin terjadi

kesalahan hakim dalam menerapkan norma hukum. Perlindungan hak kontitusional warga negara dapat dilakukan melalui upaya

banding, kasasi, kasasi demi hukum dan peninjauan kembali. Secara umum tujuan dari dilakukannya sistem peradilan ini

mengandung prinsip perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia.56

Meskipun demikian, perlindungan dalam sistem peradilan ini tidak hanya terkait atas perlindungan hak konstitusional

warga negara (dalam kaitan status kewarganegaraan tersangka) namun juga

menyangkut hak-hak asasi manusia yang perlindungannya diakui secara universal.

d) Mekanisme Pengadilan HAM ad Hoc

Hak konstitusional juga berkenaan akan hak asasi manusia. Oleh karena itu dalam menegakkan hak asasi yang menjadi

bagian hak konstitusional warga negara maka mekanisme ini dapat ditempuh oleh

warga negara yang merasa hak asasi manusianya telah dilanggar oleh karena itu ia dapat menempuh upaya ini dalam

mempertahankan hak-haknya yakni hak asasinya yang terkandung dalam konstitusi maupun peraturan perundang-undangan

lainnya. Hal ini terkait juga atas peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi dalam proses

perjalanan ketatanegaraan Indonesia.

2) Melalui Mekanisme Diluar Pengadilan

Selain melalui proses pengadilan,

mekanisme hukum yang dapat ditempuh dalam mempertahankan hak konstitusional warga

negara dapat ditempuh melalui jalur diluar pengadilan. Wujud dari perlindungan tersebut

56 Andrew Ashworth, Sentencing and Criminal Justice, (Cambridge :

Cambridge University Press, 2005), hlm. 92-94.

Page 41: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

40

berupa institusi yang dibentuk berdasarkan maksu pembentukan, wewenang serta

aktifitasnya.57 Institusi itu antara lain :

a) Ombudsman Republik Indonesia

Ombudsman Republik Indonesia dibentuk berdasarkan UU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik

Indonesia. Nomenklatur lembaga ini sebelumnya ialah Komisi Ombudsman Nasional yang dibentuk berdasarkan Keppres

No. 44 Tahun 2000.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU no 37

tahun 2008, Ombudsman merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan

publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan,

termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Hukum

Milik Negara (BHMN), serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu

yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Ombudsman sebagai lembaga yang

memberi perlindungan hak konstitusional warga negara dapat kita lihat dari tujuan dibentuknya lembaga ini yang dimuat dalam

Pasal 4 UU Ombudsman, yaitu :

1) Mewujudkan negara hukum yang

demokratis, adil dan sejahtera.

2) Mendorong penyelenggara dan pemerintahan negara yang efektif dan

efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

3) Meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara

57 I Dewa Gede Palguna, Pengaduan ..., hlm. 154.

Page 42: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

41

dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman dan kesejahteraan yang baik.

4) Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk

pemberantasan dan pencegahan praktik-praktik mal-administrasi58, diskriminasi, korupsi, kolusi serta nepotisme.

5) Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat dan supremasi hukum yang berintikan

kebenaran serta keadilan.

Dari penjelasan tujuan atas

dibentuknya Ombudsman Republik Indonesia diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa melalui Ombudsman RI, warga negara

yang terlanggar hak konstitusionalnya dapat menempuh upaya ini dengan melakukan

pelaporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, keseimbangan dalam penyelenggaraan negara dapat

teraplikasi dengan baik serta pelindungan hak konstitusional warga negara dapat dijamin.

b) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

atau yang biasa disebut Komnas HAM merupakan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 50 Tahun 1993

dan diperkuat oleh UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM.

Dalam Pasal 1 angka 7 UU HAM,

Komnas HAM merupakan lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan

lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi Hak

Asasi Manusia.

Perlindungan hak konstitusional warga

negara yang diberikan lembaga ini dapat kita

58 Dijelaskan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008

Tentang Ombudsman Republik Indonesia.

Page 43: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

42

lihat dalam Pasal 75 UU HAM yang menjelaskan tujuan lembaga ini dibentuk,

yakni :

a. Mengembangkan kondisi yang kondusif

bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal

HAM.

b. Meningkatkan perlindungan dan pengegakan hak asasi manusia guna

berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan

kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Dari penjelasan tersebut terlihat jelas

bahwa lembaga ini memberikan perlindungan kepada warga negara dalam

mempertahankan hak konstitusionalnya serta harkat martabat sebagai manusia.

c) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau yang biasa disingkat LPSK dibentuk berdasarkan UU No. 13 Tahun

2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam Pasal 1 angka 3, dijelaskan

bahwa :

“Lembaga ini merupakan lembaga yang bertugas untuk memberi perlindungan dan

hak-hak lain kepada saksi atau korban”.

Secara tersirat tujuan lembaga ini ialah memperjuangkan hak-hak tertentu

saksi dan korban dalam proses peradilan pidana. Oleh karena itu dapat dikatakan

bahwa penjaminan dan perlindungan hak konstitusional warga negara diberikan kepada saksi dan korban dalam proses

peradilan pidana yang mana harus dilindungi dan dijamin hak-haknya selama

proses peradilan pidana dilakukan.

Dalam konteks semua yang telah dikemukakan di atas, sebagaimana telah disampaikan pada bagian

pendahuluan naskah akademik ini, Indonesia sebagai

Page 44: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

43

negara multikultural meniscayakan ruang koeksistensi (space of co-existence) yang memberikan rekognisi bagi

berbagai identitas pembentuk multikulturalitasnya.

Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa dalam banyak

kebijakan negara, sejak pemerintahan kolonial hingga pemerintahan Orde Baru, menonjol politik monokultural, demi semata-mata stabilitas dan integrasi sosial.

Kebijakan dengan kecenderungan pada politik monokulturalisme selain mempersempit ruang koeksistensi

antar elemen multikultural, juga menambah potensi alamiah konflik dengan bobot politis, apalagi kebijakan monokultural tersebut diinstrumentasi dengan sentralisme

dan otoritarianisme.

Perpaduan antara kebijakan monokultural yang mengandung misrekognisi dengan ketidakmampuan negara

mengawal kebijakan tersebut merupakan variabel penting dalam berbagai konflik multikultural.59

Kebijakan yang mengandung misrekognisi di bidang apapun secara konseptual sama dengan atau akan berakibat pada terjadinya apa yang disebut dengan

“eksklusi sosial”, yaitu proses menghalangi atau menghambat individu, keluarga, kelompok atau komunitas

dari sumber daya yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan politik di dalam masyarakat dengan utuh. Meskipun eksklusi sosial ini

umumnya terjadi sebagai konsekuensi dari kemiskinan dan penghasilan yang rendah, akan tetapi, eksklusi sosial bisa juga merupakan dampak dari faktor lain, seperti;

diskriminasi, tingkat pendidikan yang rendah, dan merosotnya kualitas lingkungan.

Melalui proses eksklusi sosial ini individu atau kelompok masyarakat untuk beberapa periode waktu kehidupannya terputus dari layanan, jejaring sosial, dan

peluang berkembang yang sebenarnya dinikmati sebagian besar masyarakat60.

Konsep eksklusi sosial ini awalnya muncul di Perancis

pada tahun 1970an. Saat itu, istilah social exclusion

59 Suharno, S. Pd., M. Si., Politik Rekognisi Dalam Peraturan Daerah

Tentang Penyelesaian Konflik Di Dalam Masyarakat Multikultural, Disertasi pada

Program Studi S.3 Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, tahun 2011.

60 John Pierson, Tackling Social Exclusion, (London and New York :

Routledge, 2002).

Page 45: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

44

digunakan untuk menggambarkan kondisi kelompok-kelompok marjinal di masyarakat yang tidak memiliki

akses terhadap lapangan pekerjaan dan jaminan kesejahteraan (the income safety nets of the welfare state).

Les exclus (mereka yang tereksklusi) tidak mendapatkan hak-hak asasi sebagai warga negara, entah karena mereka menjadi korban diskriminasi, atau karena mereka bukan

warga negara Perancis dan tinggal di negeri itu sebagai pencari swaka politik. Mereka juga tidak memiliki akses

terhadap lembaga-lembaga penting yang dapat menolong dan menyuarakan kepentingan mereka, seperti serikat dagang atau serikat warga.61

Untuk di Indonesia, salah satu penyebab yang paling dominan terjadinya fenomena eksklusi sosial tersebut

adalah adanya misrekognisi (kehilangan pengakuan) yang dialami oleh sebagian warga negara akibat terjadinya diskriminasi, yang tampak dalam kebijakan yang

monokultural.

Kebijakan yang lahir dari pendekatan politik monokulturalisme ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia

demi semata-mata stabilitas dan integrasi sosial. Padahal, sebagaimana yang telah dikemukakan, alih alih

menciptakan stabilitas dan integrasi sosial, perpaduan antara kebijakan monokultural yang mengandung misrekognisi dengan ketidakmampuan negara mengawal

kebijakan tersebut justru menjadi variabel penting dalam berbagai konflik multikultural.

Contoh ril terkait dengan kebijakan monokultural yang mengandung misrekognisi tersebut adalah kebijakan kebebasan beragama/berkeyakinan. Secara konstitusional,

negara memiliki kewajiban untuk menjamin kebebasan beragama/berkeyakinan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E, dan Pasal 29 UUD Negara RI 1945. Pemerintah

Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, yang memberikan jaminan

kebebasan beragama / berkeyakinan, yang pada pasal 18 Undang Undang tersebut dinyatakan, “Kovenan menetapkan hak setiap orang atas kebebasan berpikir,

61 John Pierson, Tackling Social Exclusion, (New York, NY: Routledge,

2010), sebagaimana dikutip oleh Arif Maftuhin dalam artikelnya yang berjudul, “Mendefinisikan Kota Inklusif: Asal Usul, Teori dan Indikator”, dalam Jurnal Tata Kelola, Volume 19 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 93 – 103, (Semarang : Biro

Penerbit Planologi Undip, 2017).

Page 46: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

45

berkeyakinan dan beragama serta perlindungan atas hak-hak tersebut”.62

Akan tetapi, semua jaminan ini terkikis oleh kecenderungan arus politik penyeragaman

(monokulturalisme). Pengikisan jaminan konstitusional kebebasan beragama / berkeyakinan tentu saja merupakan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana tertuang

dalam Undang Undang tersebut.

Penyikapan komprehensif atas kecenderungan ini mutlak diperlukan untuk memastikan implementasi

jaminan hak-hak konstitusional warga negara dan jaminan kebebasan sipil warga. Jika tidak, maka implementasi

jaminan hak-hak konstitusional warga negara dan jaminan kebebasan sipil warga akan mengalami hambatan yang cukup serius.

C. Potensi Paradoks (Janus Face) Agama

Salah satu tesis yang sampai saat ini belum tergoyahkan menyatakan bahwa agama adalah sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan dasar setiap individu dari

sebuah masyarakat, yang kemudian menjadi komponen dominan yang mempengaruhi gerak langkah yang dilakukan oleh setiap individu yang menjadi anggota

masyarakat tersebut63.

Tesis tersebut tidak hanya berlaku bagi komunitas

yang berada di kawasan yang berperan sebagai tempat lahirnya agama-agama besar, akan tetapi, dalam intensitas dan scope yang beragam, juga berlaku bagi komunitas yang

berada di luar kawasan tersebut. Salah satu bukti tentang hal tersebut antara lain pengambilan sumpah jabatan

Presiden Amerika Serikat. Di negara yang sering dianggap sebagai prototipe negara sekuler tersebut, pengambilan sumpah jabatan presiden selalu melibatkan kitab suci

Bible. Demikian pula makna simbolik dari kenyataan bahwa Ratu Inggris dan kepala-kepala negara yang berada di kawasan Skandinavia --yang juga sering dianggap

62 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang

Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan

Internasional Tentang Hak Hak Sipil Dan Politik). 63 Beberapa hasil kajian yang mendasari pernyataan tersebut antara lain

lihat Max Weber, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, (New York :

Scribner‟s Sons, 1958), dan Robert N. Bellah, Tokugawa Religion; the Cultural Roots of Modern Japan, (New York : the Free Press, 1985).

Page 47: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

46

sebagai prototipe negara-negara sekuler-- berperan sebagai kepala Gereja Anglikan.

Bukti tersebut tentu saja berimplikasi pada seluruh perkembangan sosial, ekonomi, dan politik, dimana agama

selalu hadir sebagai salah satu variabel yang mempengaruhinya, meski, sekali lagi, dalam intensitas dan scope yang beragam64.

Jika pada komunitas yang berada di kawasan yang dianggap sebagai prototipe sekuler saja kecenderungan

terhadap agama ini nampak, maka optimisme keagamaan pada komunitas di kawasan yang berperan sebagai tempat lahirnya agama-agama besar, kawasan Asia misalnya,

tentu lebih kental, dan Indonesia adalah termasuk salah satu di dalamnya.

Karena itulah, Agama memiliki posisi fundamental

bagi bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi yakni UUD 1945 dan Pancasila sila pertama.

Amanat itu tertuang secara jelas;

Pertama, dalam Pembukaan UUD 1945. Penyebutan frasa “Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa” di

dalam alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 adalah satu bentuk pengakuan rasa syukur Bangsa Indonesia

kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa. Artinya, tanpa ada “campur tangan” Tuhan melalui Rahmat dan Berkat-Nya, kemerdekaan bangsa Indonesia tidak akan terwujud.

Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, di mana ajaran

agama tidak hanya diyakini, tetapi juga menjadi faktor dominan yang mendrive gerak langkah yang dilakukan oleh setiap warganya.

Kedua, Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa,

kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan

mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara

64 Lihat Phillipe E Hammond (ed.), The Sacred in A Secular Age, (Berkeley,

Los Angeles, London : University of California Press, 1985).

Page 48: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

47

untuk memelihara budi pekerti, kemanusiaan yang luhur, dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

Ketiga, dalam Pasal 28 E ayat (1) UUD 1945 dinyatakan, “Setiap orang berhak memeluk agama dan

beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

meninggalkannya serta berhak kembali”.

Hal ini bermakna bahwa kebebasan beragama dan

beribadat menurut agamanya merupakan hak asasi manusia yang dijamin konstitusi.

Dalam konteks itu, kehadiran agama dapat dianggap

sebagai sesuatu yang memiliki nilai comparative advantage. Ia diharapkan akan memberi nilai tambah yang

fundamental terhadap upaya menciptakan keseimbangan antara kehidupan material dan immaterial, kehidupan yang profan dan yang sakral.65

Paradoks dengan apa yang dikemukakan di atas, seorang novelis sekaligus wartawan dari Inggris, A. N. Wilson, justru mengemukakan fikiran yang bersifat

pesimistis --tepatnya, negatif-- tentang agama. Dalam buku yang ditulisnya yang berjudul “Against Religion; Why We

Should Try to Live Without It”, A. N. Wilson, sebagaimana dikutip Nurcholish Madjid66, mengemukakan bahwa jika dalam Alkitab (Bibel) dikatakan bahwa cinta uang adalah

akar segala kejahatan, mungkin lebih benar lagi kalau dikatakan bahwa cinta Tuhan adalah akar segala

kejahatan.

Lebih lanjut Wilson mengemukakan bahwa agama adalah tragedi umat manusia. Dalam pandangan Wilson,

hampir tidak ada satupun agama yang tidak ikut bertanggungjawab atas berbagai peperangan, tirani, dan penindasan. Wilson menambahkan bahwa agama

mendorong orang untuk menganiaya sesamanya, untuk mengagungkan perasaan dan pendapat sendiri di atas

65 Lihat Nurcholis Madjid, Islam; Kemodernan dan Keindonesiaan,

(Bandung : Mizan, 188), hal. 122. 66 Lihat Nurcholish Madjid, “Beberapa Renungan Kehidupan Keagamaan

Untuk Generasi Mendatang”, dalam Edy A. Effendy (ed.), Dekonstruksi Islam Mazhab Ciputat, (Bandung : Zaman Wacana Mulia, 1999), hal. 11.

Page 49: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

48

perasaan dan pendapat orang lain, untuk mengklaim bahwa merekalah pemilik kebenaran.67

Untuk konteks Indonesia, meskipun bukan negara agama, akan tetapi Indonesia adalah negara yang seluruh

warganya beragama. Tentu saja pesimisme Wilson tersebut penting untuk menjadi bahan renungan sekaligus diantisipasi.

Bagi para penganutnya, ajaran agama diyakini menjanjikan jaminan kebaikan atau kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Selain itu, menurut para penganutnya,

agama juga memberikan jaminan bagi mereka untuk dapat keluar dari kegelapan menuju keadaan yang terang

benderang.

Dari sebagian kecil ajaran agama tersebut, kondisi ril yang seharusnya terjadi adalah bangsa Indonesia --yang

seluruh penduduknya beragama-- menjadi bangsa yang maju, terdepan, sukses menghadapi berbagai problem

kehidupan, dan tentunya menjadi bangsa yang makmur dan sejahtera.

Akan tetapi, apa yang terjadi saat ini justru

menunjukkan kondisi yang belum sesuai dengan idealitas tersebut. Kondisi ril Bangsa Indonesia yang dapat dilihat dan dirasakan saat ini adalah bahwa bangsa ini masih

berhadapan dengan masalah keterbelakangan dan kemiskinan. Tenaga kerja Indonesia, bahkan tenaga kerja

yang terdidik sekalipun, masih belum bisa bersaing secara kualitatif dengan tenaga kerja dari negara lain. Bangsa Indonesia masih sangat bergantung dari hutang atau

bantuan negara lain.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia untuk tahun 2015 adalah 0,689. Kondisi ini menempatkan

Indonesia dalam kategori pembangunan manusia menengah, dan menempati peringkat ke 113 dari 188

negara dan wilayah yang diukur. Angka IPM tersebut menggambarkan harapan hidup saat lahir, rata-rata tahun bersekolah, harapan lama bersekolah dan pendapatan

nasional bruto (PNB) selama periode pengukuran tersebut. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah jika faktor

“kesenjangan” diperhitungkan, maka angka IPM Indonesia tersebut menurun tajam 0,563 (turun 18,2 persen).

67 Nurcholish Madjid, “Beberapa Renungan Kehidupan Keagamaan Untuk

Generasi Mendatang”, dalam Edy A. Effendy (ed.), Dekonstruksi Islam …, hal.

11.

Page 50: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

49

Kesenjangan yang cukup krusial di Indonesia adalah kesenjangan pendidikan dan harapan hidup saat lahir,

dimana angka kesenjangan dalam hal tersebut di Indonesia lebih tinggi dari rata-rata di Asia Timur dan Pasifik68.

Dalam kehidupan sosial akhir-akhir ini juga ada kecenderungan yang sangat memprihatinkan dimana bangsa ini sedang disibukkan dengan saling hujat dan

bentrok antar sesama warga bangsa, yang ironisnya seringkali disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan atau dihubung-hubungkan dengan agama.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, berbagai upaya untuk meningkatkan vitalitas agama tentunya menjadi

sesuatu yang niscaya keberadaannya, terlebih dalam konteks bangsa Indonesia yang plural.

Upaya tersebut menjadi sangat penting terutama jika

mengingat apa yang dikemukakan oleh Jose Casanova. Sebagaimana dikutip oleh Bachtiar Effendy, Jose Casanova

mengemukakan bahwa kehadiran agama, secara umum, selalu disertai “dua muka” (janus face). Secara inherent agama memiliki identitas yang bersifat “exclusive”, “particularist”, dan “primordial”. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, agama juga kaya akan identitas yang

bersifat “inclusive”, “universalist”, dan “transcending”69. Dengan kata lain, Jose Casanova ingin mengatakan bahwa

agama mempunyai energi potensial yang bersifat konstruktif dan dalam waktu yang bersamaan agama juga mempunyai energi potensial yang bersifat destruktif

terhadap umat manusia.

Dalam perjalanan sejarahnya, selain mampu memberikan kedamaian hidup umat manusia, agama juga

telah menimbulkan malapetaka bagi dunia akibat perang antar agama dan politisasi suatu agama tertentu oleh para

penguasa yang dzolim70.

Dengan demikian, harapan terhadap agama untuk mampu memberi nilai tambah terhadap upaya

68

Selim Jahan, et. all., Human Development Report 2016; Human Development for Everyone, (New York : United Nations Development Programme,

2016). 69 Bahtiar Effendi, Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan:

Perbincangan Mengenai Islam, Masyarakat Madani dan Etos Kewirausahaan,

(Jogjakarta : Galang Press, 2001), hal. 42. 70 Lihat kembali apa yang dikemukakan Wilson, sebagaimana dikutip

Nurcholish Madjid dalam Edy A. Effendy (ed.), Dekonstruksi Islam…, hal. 11.

Page 51: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

50

menciptakan keseimbangan antara kehidupan material dan immaterial bukanlah sesuatu yang bisa terwujud secara

taken for granted. Perwujudan harapan tersebut harus dilakukan melalui kiat-kiat sosial, budaya, ekonomi, dan

politik.

Secara sosiologis, aspek yang diperhatikan dari diskursus agama adalah perilaku keagamaan, melihat

manusia sebagai pelaku, bagaimana manusia menggunakan agama dalam kehidupan sosialnya, bahkan

dalam semua segi kehidupannya.71

Sebagai obyek kajian ilmiah sosiologi, perilaku keagamaan manusia dibatasi pada aspek yang bersifat

universal dan dipraktikkan secara berulang-ulang. Perilaku universal dimaknai sebagai gejala yang berlaku di masyarakat sejak masa tradisional yang dapat ditemukan

oleh ilmu pengetahuan, sampai dengan sekarang. Perilaku yang diulang-ulang tampak pada perilaku ibadat dengan

menggunakan lambang-lambang keagamaan di dalamnya.72

Fungsi ibadat secara sosial dapat mempersatukan

kelompok-kelompok masyarakat dalam satu agama pada ikatan yang sangat erat. Namun sebaliknya, perbedaan

agama juga dapat menciptakan terjadinya pertentangan antara kelompok-kelompok masyarakat, baik sesama agama maupun antaragama yang berbeda.

Lambang-lambang yang disediakan agama membantu manusia mengungkapkan pengalaman-pengalaman terdalam yang tak terungkapkan. Ide tentang Tuhan,

misalnya, membantu manusia dapat menjalankan tugas sehari-hari, menerima nasib yang tidak baik dan berusaha

mencari jalan keluarnya. Agama mengidentifi kasi kutub-kutub kehidupan yang berlawanan: baik-buruk, benar-salah, sedih-bahagia, dan lain-lain, dan berusaha

mendamaikan kedua kutub itu dalam kehidupan.73

Agama dan masyarakat di Indonesia secara sosiologis ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Berbeda, tetapi

sulit dipisahkan. Agama tidak saja melekat sebagai identitas sosial dalam kehidupannya, melainkan juga

hampir setiap masalah-masalah yang muncul selalu dilihat

71 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, Suatu Pengantar

Sosiologi Agama, (Jakarta: PT Rajagrafi ndo Perkasa, 1994), hal. 5-9. 72 Ibid, hal. 4. 73 Ibid, hal. 4.

Page 52: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

51

dan dipandang dari perspektif agamanya. Satu sisi kenyataan ini adalah kekayaan yang sangat berharga dan

modal sosial yang sangat penting, namun di sini lain --apabila tidak ada sistem pengelolaan yang baik, adil, dan

setara-- kenyataan ini bisa menjadi rentan berpotensi timbul konflik yang destruktif.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat plural

yang memiliki sistem keyakinan dan agama yang kaya dan plural pula. Sebagian sistem keyakinan dan agama ini secara resmi dan eksplisit disebut oleh pemerintah, namun

sebagian besar tidak disebut secara resmi kendatipun hidup dan dihidupi dalam masyarakat. Jumlahnya jauh

lebih banyak ketimbang agama yang disebut “resmi” oleh negara.

Timbul beberapa masalah terkait dengan kekayaan

dan pluralitas agama di Indonesia dan status resmi dan tidak resmi tersebut.

Penyebutan secara resmi sebagian agama menimbulkan diskriminasi terhadap agama lain yang tidak disebutkan, karena agama yang tidak disebutkan dianggap

tidak ada, atau paling tidak disebut sebagai aliran kepercayaan saja.

Sementara ini, hanya ada lima agama yang diakui

resmi sampai dengan masa pemerintahan Orde Baru, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha. Sejak era

pemerintahan Abdurrahman Wahid ada tambahan satu agama lagi diakui secara resmi oleh pemerintah, yaitu Konghucu.

Dalam konteks masyarakat Indonesia, agama lebih dimaknai sebagai organisasi sosial ketimbang seperangkat nilai dan spritualitas, sebagaimana tafsir substantif

terminologi agama. Agama bukan sekadar urusan privat antara seseorang dengan Tuhannya, tetapi juga landasan

bagi sebuah tindakan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Konsekuensinya bukan hanya terjadi tarik menarik antara agama dan kekuasaan, tetapi juga kompetisi pada internal

agama dan antaragama yang satu dengan agama yang lain. Kompetisi ini bertujuan untuk menghadirkan nilai-nilai

dan pandangan-pandangan keagamaannya ke ruang publik dan mempengaruhi etika publik pada satu sisi, namun pada sisi yang lain juga untuk merebut ruang kekuasaan

bagi kebesaran organisasi agamanya.

Page 53: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

52

Kompetisi itu sesungguhnya wajar dan tidak terhindarkan, tetapi ketika kompetisi itu melebar ke arena

politik kekuasaan, yang terjadi kemudian adalah kontestasi merebut ruang publik dan pengaruh politik. Dengan

demikian regulasi menjadi kebutuhan, bukan hanya sebagai perlindungan bagi hak warga negara, tetapi juga merumuskan wewenang dan posisi negara ketika kompetisi

yang terjadi berlangsung tidak seimbang, diskriminatif, dan mengakibatkan kerugian sosial bagi mereka yang minoritas dan menjadi korban.

Selain itu, pluralitas sistem keyakinan dan agama ini kerap melahirkan konflik yang diwarnai oleh keyakinan

keagamaan di Indonesia. Para ahli mengidentifikasi bentuk-bentuk konflik berdimensi agama ini secara berbeda-beda, namun beberapa bentuk ini mencakup

bentuk-bentuk yang mereka sebutkan, antara lain: (1) pendirian rumah ibadat, (2) penyiaran agama, (3) bantuan

luar negeri, (4) perkawinan beda agama, (5) perayaan hari besar keagamaan, (6) penodaan agama, (7) kegiatan aliran yang dianggap sesat, (8) masalah intern agama dan (9)

masalah penguburan jenazah.

D. Inklusi Sosial Bagi Korban Diskriminasi Berbasis Agama

Korban diskriminasi berbasis agama pada bagian ini secara spesifik menunjuk pada korban diskriminasi

berbasis agama dalam kasus Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Pasal 61 ayat (1), Pasal 61 ayat (2), Pasal 64 ayat (1), dan Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang Administrasi

Kependudukan tersebut menyatakan bahwa “keterangan mengenai kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penduduk yang

agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi

penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database”.

Pasal-pasal tersebut di atas telah mendiskriminasi

sebagian warga negara --dalam hal ini warga negara penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa--,

Page 54: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

53

yang kemudian menyebabkan sebagian warga negara tersebut tereksklusi untuk mendapatkan hak-hak

konstitusional dan hak-hak legalnya.

Beberapa hak konstitusional dan hak legal yang

kemudian tidak bisa diperoleh oleh sebagian warga negara akibat pemberlakuan pasal-pasal tersebut antara lain :

8. Hak kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama

serta perlindungan atas hak-hak tersebut. Tidak bisa diperolehnya hak ini terjadi karena banyak kasus dimana para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa dengan sangat terpaksa mengisi kolom agama pada KK dan KTP dengan salah satu agama yang

dianggap sebagai agama yang telah diakui, dimana hal itu dilakukan dalam rangka menghindari potensi-potensi negatif yang ditimbulkan jika kolom agama

tersebut dikosongkan atau diberi tanda strip.

9. Hak atas layanan kependudukan, dalam bentuk

kesulitan mengakses dokumen kependudukan, seperti; KTP Elektronik, Kartu Keluarga, Akte Nikah, dan Akte Lahir.

10. Hak mendapatkan pekerjaan yang layak, yang kemudian berimbas pada tidak bisa diperolehnya hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan hak

untuk mengembangkan diri.

11. Hak atas jaminan sosial.

12. Hak untuk mengakses modal usaha dari lembaga keuangan, seperti bank dan/atau koperasi.

13. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan

pelajaran agama sesuai dengan agama dan/atau kepercayaannya.

14. Hak untuk mendapatkan pemakaman umum.

Tereksklusinya sebagian Warga Negara Indonesia untuk mendapat hak konstitusional dan hak legalnya

sebagaimana dikemukakan di atas juga terjadi pada sebagian warga atau masyarakat di Kabupaten Brebes, dalam hal ini adalah warga atau masyarakat penghayat

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.74

74 Lihat Dokumen Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-

XIV/2016.

Page 55: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

54

Saat ini, Pasal 61 ayat (1), Pasal 61 ayat (2), Pasal 64 ayat (1), dan Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang Administrasi

Kependudukan tersebut telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang

kata “agama” dalam pasal pasal tersebut tidak termasuk aliran kepercayaan. Hal itu dinyatakan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), putusan nomor

97/PUU-XIV/2016, yaitu putusan atas perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006

Tentang Administrasi Kependudukan. Pengujian tersebut diajukan oleh empat orang penghayat kepercayaan, yaitu; Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba,

dan Carlim.

Dalam putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016

tersebut dinyatakan bahwa agar tujuan untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan dapat terwujud serta mengingat jumlah penghayat kepercayaan

dalam masyarakat Indonesia sangat banyak dan beragam, maka pencantuman elemen data kependudukan tentang agama bagi penghayat kepercayaan hanya dengan

mencatatkan yang bersangkutan sebagai “penghayat kepercayaan” tanpa merinci kepercayaan yang dianut di

dalam KK ataupun KTP-el.

Artinya keterangan mengenai kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi

penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan yang semula tidak diisi

atau diberi tanda strip, berdasarkan putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut sekarang diisi dengan

“penghayat kepercayaan.

Putusan MK telah membuka ruang bagi upaya untuk menciptakan inklusi sosial, khususnya terkait dengan

pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legal warga negara --dalam hal ini para penghayat kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa--, yang sebelumnya terdiskriminasi dan kemudian tereksklusi, di bidang yang secara langsung menjadi implikasi dari administrasi

kependudukan.

Page 56: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

55

Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 sebagaimana disebut dalam masalah nomor 4 di atas tentu saja

meniscayakan pengaturan yang bersifat lebih teknis terkait dengan berbagai hal yang menjadi implikasi dari Putusan

Mahkamah Konstitusi tersebut. Sayangnya, pengaturan dimaksud sampai saat ini belum ada.

Mengingat implikasi dari Putusan MK nomor

97/PUU-XIV/2016 tersebut adalah menyangkut pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legal para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Esa yang

bersifat mendasar, maka keberadaan pengaturan tentang hal tersebut menjadi sesuatu yang mendesak

keberadaannya.

Untuk wilayah Kabupaten Brebes, dimana sebelum keluarnya Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut

sebagian warga di sebagian wilayahnya --dalam hal ini adalah warga penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa-- mengalami diskriminasi, misrekognisi, dan eksklusi dalam pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legalnya, perlu segera dibentuk aturan atau

regulasi yang mengatur berbagai hal yang menjadi implikasi dari keluarnya Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut.

Meskipun regulasi di tingkat nasional terkait tindak lanjut atas Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut

sampai saat ini belum ada, upaya untuk membentuk aturan atau regulasi yang mengatur berbagai hal yang menjadi implikasi dari keluarnya Putusan MK nomor

97/PUU-XIV/2016 tersebut sebenarnya dapat dilakukan, sepanjang bidang-bidang yang akan diatur dalam aturan atau regulasi tersebut tersedia payung hukumnya. Artinya,

berbagai payung hukum yang terkait dengan bidang-bidang yang akan diatur dalam aturan atau regulasi tersebut

dapat dijadikan dasar atau rujukan dalam membentuk aturan atau regulasi yang bersifat lebih spesifik untuk diterapkan di Kabupaten Brebes.

E. Implikasi Penerapan Peraturan Baru

Peraturan Daerah baru yang diusulkan dalam Naskah Akademik ini merupakan jawaban atas persoalan sosial, yakni terjadinya eksklusi sosial terhadap para

Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, khususnya yang terjadi di wilayah Kabupaten Brebes.

Page 57: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

56

Implikasi dari eksklusi sosial ini adalah tertutupnya akses bagi para Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang

Maha Esa dalam memperoleh hak-hak konstitusional dan hak-hak legalnya.

Untuk itu, Peraturan Daerah ini diharapkan mampu menjawab bagaimana diskriminasi berbasis agama yang kemudian melahirkan eksklusi sosial para Penghayat

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini bisa dihentikan. Sebagai sebuah produk hukum, Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan ini diorientasikan untuk

menjamin terciptanya inklusi sosial bagi para Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga

mereka mendapatkan jaminan untuk dapat mengakses pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legalnya sama dan setara dengan warga negara lainnya.

-- --

Page 58: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

57

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN TERKAIT

Peraturan Daerah yang diusulkan dalam naskah akademik

ini diorientasikan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam hal ini adalah masyarakat Kabupaten Brebes. Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab II naskah

akademik ini, keadilan sosial adalah sifat suatu masyarakat, yaitu adil dan makmur, “berbahagia buat semua orang”, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, dan tidak ada penghisapan,

semuanya berbahagia, cukup sandang, cukup pangan, gemah ripah loh jinawi tata tentrem kertaraharja75.

Salah satu dimensi terpenting dalam prinsip keadilan adalah adanya “perlakuan yang sama atau setara” (equal treatment). Artinya orang diperlakukan secara adil apabila ia diberi

kesempatan yang sama dan di bawah pertimbangan keadilan yang juga sama oleh pemerintah atau negara sehingga dengan itu ia

bisa menikmati hak-hak dasarnya.76

Apa yang dikemukakan pada bagian akhir di atas sempat hilang dalam kehidupan bangsa Indonesia, termasuk di wilayah

Kabupaten Brebes. Hal itu terjadi akibat diberlakukannya sebuah undang-undang yang mengandung misrekognisi, yang kemudian

menyebabkan terjadinya diskriminasi dan eksklusi sosial terhadap sebagian warga negara, termasuk sebagian warga masyarakat Kabupaten Brebes dalam memperoleh hak-hak konstitusional dan

hak-hak legalnya.

Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab I dan Bab II naskah akademik ini, undang-undang yang mengandung

misrekognisi tersebut adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Pasal 61 ayat (1), Pasal 61 ayat (2), Pasal 64 ayat (1), dan Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang Administrasi Kependudukan tersebut menyatakan bahwa “keterangan mengenai kolom agama

75 Farrel M Rizky, Bung Karno di Antara Saksi dan Peristiwa, (Jakarta :

Penerbit Buku Kompas Gramedia, 2009), hlm. 102. 76 David Miller dalam Miller dan Walzer (ed), Pluralism, Justice and

Equality, (Oxford: Oxford Uni Press, 1995).

Page 59: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

58

pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama

berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat

dalam database”.

Pasal-pasal tersebut di atas telah mendiskriminasi sebagian warga negara --dalam hal ini warga negara penghayat kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa--, yang kemudian menyebabkan sebagian warga negara tersebut tereksklusi untuk mendapatkan hak-hak konstitusional dan hak-hak legalnya.

Kini, Pasal 61 ayat (1), Pasal 61 ayat (2), Pasal 64 ayat (1), dan Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang Administrasi Kependudukan

tersebut telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang kata “agama” dalam pasal pasal tersebut tidak termasuk aliran kepercayaan. Hal itu

dinyatakan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), putusan nomor 97/PUU-XIV/2016, yaitu putusan atas perkara

Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Pengujian tersebut diajukan oleh empat orang penghayat kepercayaan, yaitu; Nggay Mehang Tana, Pagar

Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim.

Dalam putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut

dinyatakan bahwa agar tujuan untuk mewujudkan tertib administrasi kependudukan dapat terwujud serta mengingat jumlah penghayat kepercayaan dalam masyarakat Indonesia

sangat banyak dan beragam, maka pencantuman elemen data kependudukan tentang agama bagi penghayat kepercayaan hanya dengan mencatatkan yang bersangkutan sebagai “penghayat

kepercayaan” tanpa merinci kepercayaan yang dianut di dalam KK ataupun KTP-el.

Artinya keterangan mengenai kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan yang semula tidak diisi atau diberi tanda strip,

berdasarkan putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut sekarang diisi dengan “penghayat kepercayaan.

Putusan MK sebagaimana dikemukakan di atas tentu saja

membutuhkan tindak lanjut yang relevan dalam rangka menghapuskan eksklusi sosial, dan dalam waktu yang bersamaan

Page 60: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

59

menciptakan inklusi sosial, khususnya di wilayah Kabupaten Brebes, dan tindak lanjut yang tepat untuk hal tersebut adalah

dengan membentuk regulasi berupa Peraturan Daerah Kabupaten Brebes yang mengatur tentang Pelayanan Kepada Penghayat

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Kabupaten Brebes.

Dokumen naskah akademik ini berisi kajian tentang “eksklusi sosial” yang merupakan implikasi dari masalah yang

berhubungan dengan agama dan/atau keyakinan warga atau masyarakat Kabupaten Brebes. Secara lebih khusus, masalah yang berhubungan dengan agama dan/atau keyakinan warga atau

masyarakat Kabupaten Brebes tersebut berpangkal dari pencatatan data tentang agama atau keyakinan warga dalam

dokumen kependudukan atau administrasi kependudukan, yang kemudian berimplikasi terhadap berbagai hal yang terkait dengan pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legal warga.

Kerangka dan orientasi dari kajian ini adalah perwujudan welfare state atas dasar atau prinsip keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia, melalui pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legal warga negara Indonesia, dan secara spesifik adalah masyarakat Kabupaten Brebes. Artinya, muara dari kajian ini

adalah argumen dan solusi yang berupa pengaturan pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legal warga yang berhubungan erat dengan dan/atau merupakan implikasi dari

data administrasi kependudukan warga dalam bidang atau urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah Kabupaten

Brebes77.

Ruang lingkup pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diatur dalam Peraturan

Daerah ini adalah; administrasi organisasi, pendidikan kepercayaan, sasana sarasehan atau sebutan lain, perkawinan, pemakaman, pelindungan, pemberdayaan dan peningkatan

kapasitas, dan advokasi.

Bab ini berisi evaluasi dan analisis berbagai peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan hal-hal yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

A. Persamaan Kedudukan Warga Negara

77 Lihat kembali Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2014 Tentang Pemerintah Daerah, Pasal 11, 12, dan 13, lihat juga Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan

Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes, Pasal 2 dan

4.

Page 61: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

60

Dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), ditemukan beberapa ketentuan yang

memberikan jaminan persamaan kedudukan warga negara, antara lain :

- Pasal 27

(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam

upaya pembelaan negara.

- Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya.

- Pasal 28B

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,

dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

- Pasal 28C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat

pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi

kesejahteraan umat manusia

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk

membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

- Pasal 28D

(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

hubungan kerja.

Page 62: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

61

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

- Pasal 28E

(1) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih

kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini

kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

- Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia.

- Pasal 28G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman

dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari

negara lain.

- Pasal 28H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan

perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan

Page 63: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

62

manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh

sebagai manusia yang bermartabat.

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara

sewenang-wenang oleh siapapun.

- Pasal 28I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk

kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai

pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam

keadaan apapun.

(2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat

diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,

terutama pemerintah.

(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis,

maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

- Pasal 28J

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang

ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan

Page 64: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

63

pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

- Pasal 29

(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

- Pasal 30

(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

- Pasal 31

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu

sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan

sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi

kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan

teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

- Pasal 32

(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan

masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

- Pasal 33

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Page 65: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

64

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh

negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas

demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

- Pasal 34

(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang

lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Seluruh Pasal dalam UUD 1945 di atas adalah landasan

yuridis yang menunjukkan bahwa seluruh warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki kedudukan yang

sama, hak dan kewajiban yang sama di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dengan kata lain, NKRI melalui

UUD 1945 menyatakan bahwa dengan alasan atau dasar apapun tidak boleh ada diskriminasi di negara ini, termasuk dalam bidang-bidang yang akan diuraikan berikut ini.

B. Administrasi Organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap

Tuhan Yang Maha Esa

Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Administrasi Organisasi Penghayat

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa antara lain:

1. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri

Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor 43 dan 41 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Page 66: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

65

- Pasal 1 Ayat (4) menyatakan: “Organisasi Penghayat Kepercayaan, adalah suatu wadah Penghayat

Kepercayaan yang terdaftar di Departemen Dalam Negeri dan terinventarisasi di Departemen Kebudayaan dan

Pariwisata”.

- Pasal 6

(1) Bupati/Walikota menerbitkan SKT organisasi

Penghayat Kepercayaan untuk Kabupaten/Kota.

(2) Penerbitan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan persyaratan sebagai berikut:

a. akte pendirian yang dibuat oleh Notaris;

b. program kerja ditandatangani ketua dan

sekretaris;

c. Surat Keputusan Pendiri atau hasil musyawarah

nasional atau sebutan lainnya yang menyatakan susunan kepengurusan;

d. SKT minimal di 3 (tiga) Kabupaten/Kota;

e. foto copy Surat Keterangan Terinventarisasi;

f. riwayat hidup (biodata), pas foto berwarna ukuran

4 X 6 cm, foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengurus provinsi yang terdiri dari ketua,

sekretaris, dan bendahara masing-masing sebanyak 1 lembar:

g. formulir isian;

h. data lapangan;

i. foto tampak depan dengan papan nama alamat

kantor/sekretariat;

j. Nomor Pokok Wajib Pajak;

k. Surat Keterangan Domisili ditandatangani oleh lurah dan camat;

l. surat kontrak/izin pakai tempat bermaterai

cukup;

m. surat keterangan organisasi tidak sedang terjadi

konflik internal dengan bermaterai cukup yang ditandatangani ketua dan sekretaris; dan

n. surat keterangan bahwa organisasi tidak

berafiliasi dengan partai politik dengan bermaterai cukup yang ditandatangani ketua dan

sekretaris.

2. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 77

Tahun 2013 Tentang Pedoman Pembinaan Lembaga

Page 67: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

66

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Dan Lembaga Adat

- Pasal 1 nomor 2 menyatakan: “Lembaga Kepercayaan adalah organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap

Tuhan Yang Maha Esa untuk berhimpun dan bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan dan mencapai visi dan misinya.

- Pasal 4

(1) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota melaksanakan pembinaan kepada Lembaga

Kepercayaan dan Lembaga Adat.

(2) Bentuk pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) meliputi:

a. inventarisasi dan dokumentasi; b. pelindungan;

c. pemberdayaan dan peningkatan kapasitas; dan d. advokasi.

- Pasal 5

(1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan inventarisasi dan dokumentasi Lembaga Kepercayaan dan

Lembaga Adat di wilayah kerjanya.

(2) Inventarisasi lembaga kepercayaan meliputi pendataan identitas lembaga, pokok-pokok ajaran,

sumber ajaran, tokoh penggali ajaran, dan pendiri lembaga.

(4) Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengumpulan, pengolahan dan penataan informasi hasil inventarisasi.

- Pasal 6 menyatakan: “Pemerintah provinsi menghimpun dan memverifikasi hasil inventarisasi dan dokumentasi Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat yang

dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.

- Pasal 7

(1) Pemerintah kabupaten / kota memberikan pelindungan kepada Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat.

(2) Bentuk pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

Page 68: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

67

a. pelindungan terhadap eksistensi Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat;

b. penguatan peraturan perundangan dan/atau kebijakan daerah;

c. pelindungan dari pencitraan dan stigma yang kurang baik;

d. pelindungan terhadap kegiatan yang

diselenggarakan Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat;

e. pelindungan terhadap tempat-tempat yang

diyakini memiliki nilai historis dan nilai spiritual oleh Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat;

dan f. pencegahan perlakuan diskriminatif oleh

masyarakat dan/atau aparatur pemerintah

kabupaten/kota.

- Pasal 9 menyatakan: “Dalam memberikan pelindungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban:

a. memperhatikan nilai-nilai yang terkandung di dalam

Pancasila; b. memperhatikan tradisi, norma, etika, hukum adat

dan jati diri bangsa;

c. memperhatikan sifat kerahasiaan dan kesucian unsur-unsur kepercayaan dan adat tertentu yang

dipertahankan oleh masyarakat; d. memelihara ketentraman, ketertiban dan

memfasilitasi terwujudnya kerukunan masyarakat;

e. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati dan saling percaya antara Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat

dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya; dan

f. berkoordinasi dengan instansi sektoral dalam rangka memelihara kerukunan.

- Pasal 10

(1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan pemberdayaan dan peningkatan kapasitas Lembaga

Kepercayaan dan Lembaga Adat.

(2) Bentuk pemberdayaan dan peningkatan kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. sosialisasi nilai-nilai luhur kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan adat;

Page 69: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

68

b. sosialisasi peraturan perundangan-undangan dan kebijakan daerah yang berkaitan dengan

Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat; c. penyelenggaraan forum pertemuan dan dialog

tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Lembaga Adat; dan

d. pelatihan dan bimbingan teknis Lembaga

Kepercayaan dan Lembaga Adat.

- Pasal 12

(1) Pemerintah kabupaten/kota memberikan advokasi

kepada Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat.

(2) Advokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara

lain meliputi:

a. fasilitasi perbaikan citra kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan adat;

b. fasilitasi pemenuhan hal-hak sipil; c. fasilitasi penyelesaian permasalahan dalam

Lembaga Kepercayaan dan antar lembaga kepercayaan; dan

d. fasilitasi penyelesaian permasalahan dalam

Lembaga Adat dan antar lembaga adat.

- Pasal 14 Ayat (3) menyatakan: “Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan atas

pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pembinaan Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat di

wilayah kabupaten/kota.

- Pasal 15

(1) Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melakukan

pemantauan dan evaluasi secara berkala.

(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:

a. mengetahui perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan

Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat di daerah.

b. menjamin keterpaduan, sinergitas,

kesinambungan dan efektifitas dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan pembinaan

Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat.

(3) Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pembinaan Lembaga Kepercayaan dan

Page 70: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

69

Lembaga Adat digunakan sebagai bahan masukan bagi penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan

Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat tahun berikutnya.

- Pasal 16

(1) Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan pembinaan Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat kepada

Gubernur.

(2) Gubernur melaporkan pelaksanaan pembinaan Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat kepada

Menteri Dalam Negeri melalui Menteri.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) disampaikan setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

- Pasal 26 Ayat (1) menyatakan: “Pendanaan

pelaksanaan Pembinaan pada Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat di kabupaten/kota bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan dari sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Beberapa catatan evaluasi terhadap dua peraturan yang terkait dengan organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap

Tuhan Yang Maha Esa adalah sebagai berikut :

1. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri

Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor 43 dan 41 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa diundangkan

saat Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah Kementerian atau Departemen

Kebudayaan dan Pariwisata. Karenanya, Pasal 1 Ayat (4) menyatakan peraturan tersebut menyatakan: “Organisasi

Penghayat Kepercayaan, adalah suatu wadah Penghayat Kepercayaan yang terdaftar di Departemen Dalam Negeri dan terinventarisasi di Departemen Kebudayaan dan

Pariwisata”. Mulai tahun 2013, Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Direktorat Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Hal tersebut

Page 71: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

70

berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013

Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pasal 600 peraturan tersebut

menyatakan: “Direktorat Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi mempunyai tugas melaksanakan perumusan, koordinasi, dan pelaksanaan

kebijakan serta fasilitasi penerapan standar teknis di bidang pembinaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan tradisi.”

2. Terkait dengan apa yang dikemukakan pada bagian akhir point 1 di atas, inventarisasi organisasi penghayat

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak lagi dilakukan oleh Kementerian atau Departemen Budaya dan Pariwisata.

3. Dengan diundangkannya Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pedoman

Pembinaan Lembaga Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Dan Lembaga Adat, inventarisasi organisasi penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, yaitu: “Pemerintah

kabupaten/kota melakukan inventarisasi dan dokumentasi Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat di wilayah

kerjanya.”

4. Selain itu, dengan diundangkannya Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 77 Tahun 2013

Tentang Pedoman Pembinaan Lembaga Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Dan Lembaga Adat, penerbitan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) organisasi

Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Esa tidak lagi dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri, akan tetapi

dilakukan oleh Bupati. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan tersebut, yaitu:

“Bupati/Walikota menerbitkan SKT organisasi Penghayat Kepercayaan untuk Kabupaten/Kota.”

C. Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Page 72: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

71

Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

- Pasal 2

(1) Peserta Didik memenuhi pendidikan agama melalui

Pendidikan Kepercayaan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kurikulum.

(2) Muatan Pendidikan Kepercayaan wajib memiliki Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, buku teks

pelajaran, dan pendidik.

(3) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) disusun oleh Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan diajukan kepada Kementerian untuk ditetapkan.

- Pasal 3 menyatakan: “dalam penyediaan Pendidikan Kepercayaan sebagaimana dimaksud pasal 2, Pemerintah

Daerah dan satuan pendidikan dapat bekerjasama dengan Organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah terdaftar sesuai peraturan perundang-

undangan.

- Pasal 4 menyatakan: “pendidik memberikan pelajaran Pendidikan Kepercayaan sesuai dengan ajaran kepercayaan

peserta didik dengan mengacu pada pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa menjadi dasar

yuridis bagi terbukanya kesempatan kepada peserta didik penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Esa untuk mendapatkan pendidikan agama/kepercayaan sesuai dengan

kepercayaannya sebagai penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Kondisi prasyarat yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan Pendidikan Kepercayaan tersebut adalah tersedianya Kurikulum Pembelajaran Pendidikan Kepercayaan

dan perangkat pembelajaran lainnya. Semua perangkat yang menjadi prasyarat terselenggaranya Pendidikan Kepercayaan

tersebut disusun oleh Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang kemudian ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 73: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

72

Penyiapan berbagai perangkat prasyarat terselenggaranya Pendidikan Kepercayaan tersebut dapat dilakukan dengan

kerjasama antara Pemerintah Daerah dan satuan pendidikan dengan Organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan

Yang Maha Esa yang telah terdaftar sesuai peraturan perundang-undangan.

Satu hal yang cukup penting untuk diperhatikan adalah

setelah seluruh perangkat prasyarat terselenggaranya Pendidikan Kepercayaan tersebut disiapkan, pendidik memberikan pelajaran Pendidikan Kepercayaan sesuai dengan

ajaran kepercayaan peserta didik dengan mengacu pada berbagai perangkat prasyarat yang telah disiapkan tersebut.

Hal tersebut penting untuk diperhatikan dalam rangka menjamin otentisitas materi yang diajarkan.

D. Sasana Saresehan Atau Sebutan Lain

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

sasana saresehan atau sebutan lain adalah Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor 43 dan 41 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelayanan

Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

- Pasal 1 Nomor 5 menyatakan bahwa Sasana Sarasehan

atau sebutan lain adalah tempat untuk melakukan kegiatan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

termasuk kegiatan ritual.

- Pasal 9

(1) Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain didasarkan atas keperluan nyata dan sungguh-sungguh bagi Penghayat Kepercayaan.

(2) Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

bangunan baru atau bangunan lain yang dialih fungsikan.

- Pasal 10

Sasana sarasehan atau sebutan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus memenuhi persyaratan

administrasi dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Pasal 11

Page 74: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

73

(1) Penghayat Kepercayaan mengajukan permohonan ijin mendirikan bangunan untuk penyediaan sasana

sarasehan atau sebutan lain dengan bangunan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) kepada

Bupati/Walikota.

(2) Bupati/Walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya permohonan

pendirian sasana sarasehan atau sebutan lain yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

- Pasal 12

(1) Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lainnya

yang telah mendapat ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 mendapat penolakan dari masyarakat, Pemerintah Daerah memfasilitasi pelaksanaan

pembangunan sasana sarasehan dimaksud.

(2) Dalam hal fasilitasi pemerintah daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak terlaksana, Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi lokasi baru untuk pembangunan sasana sarasehan atau sebutan lain.

- Pasal 13

Bupati/Walikota memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi

bangunan gedung sasana sarasehan atau sebutan lain yang telah memiliki Ijin Mendirikan Bangunan yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang

wilayah.

E. Perkawinan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

perkawinan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah :

1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan.

Pasal 2

Ayat (1) menyatakan bahwa “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.”

Ayat (2) menyatakan bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Page 75: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

74

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pasal 2 Ayat (2) menyatakan: “Pencatatan perkawinan dari

mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan pada kantor

catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.”

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi

Kependudukan.

Pasal 81

Ayat (1) menyatakan, “Perkawinan Penghayat Kepercayaan

dilakukan di hadapan Pemuka Penghayat Kepercayaan.

Ayat (2) menyatakan, “Pemuka Penghayat Kepercayaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan, untuk mengisi dan menandatangani surat perkawinan Penghayat

Kepercayaan.

Ayat (3) menyatakan, “Pemuka Penghayat Kepercayaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didaftar pada kementerian yang bidang tugasnya secara teknis membina organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang

Maha Esa.

Pasal 82 menyatakan bahwa, “Peristiwa perkawinan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (2) wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari dengan

menyerahkan:

a. surat perkawinan Penghayat Kepercayaan; b. fotokopi KTP;

c. pas foto suami dan istri; d. akta kelahiran; dan

e. paspor suami dan/atau istri bagi orang asing.

Pasal 83

Ayat (1) menyatakan, Pejabat Instansi Pelaksana atau

UPTD Instansi Pelaksana mencatat perkawinan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dengan tata cara:

Page 76: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

75

a. menyerahkan formulir pencatatan perkawinan kepada pasangan suami istri;

b. melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang tercantum dalam formulir pencatatan perkawinan; dan

c. mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan kutipan akta perkawinan Penghayat Kepercayaan.

Ayat (2) menyatakan, Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan kepada masing-masing suami dan istri.

F. Pemakaman Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang

Maha Esa

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemakaman penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang

Maha Esa adalah:

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun

1987 Tentang Penyediaan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman

Pasal 1 huruf a menyatakan, “Tempat Pemakaman Umum

adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah bagi setiap orang tanpa membedakan

agama dan golongan, yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II atau Pemerintah Desa.”

Pasal 1 huruf b menyatakan, “Tempat Pemakaman Bukan

Umum adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah yang pengelolaannya dilakukan oleh

badan sosial dan/atau badan keagamaan.”

Pasal 1 huruf c menyatakan, “Tempat Pemakaman Khusus adalah areal tanah yang digunakan untuk tempat

pemakaman yang karena faktor sejarah dan faktor kebudayaan mempunyai arti khusus.”

Pasal 2

(1) Penunjukan dan penetapan lokasi tanah untuk keperluan Tempat Pemakaman Umum dilaksanakan

oleh Kepala Daerah untuk masing-masing Daerah Tingkat II di bawah koordinasi Gubernur Kepala Daerah, dan untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta

oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Page 77: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

76

(2) Penunjukan dan penetapan lokasi tanah termasuk tanah wakaf untuk keperluan Tempat Pemakaman

Bukan Umum dilaksanakan oleh Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan dengan persetujuan

Menteri Dalam Negeri.

(3) Dalam melakukan penunjukan dan penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat

(2) harus berdasarkan pada Rencana Pembangunan Daerah, dan/atau Rencana Tata Kota, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. tidak berada dalam wilayah yang padat penduduknya;

b. menghindari penggunaan tanah yang subur;

c. memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan hidup;

d. mencegah pengrusakan tanah dan lingkungan hidup;

e. mencegah penyalahgunaan tanah yang berlebih-lebihan.

Pasal 4

(1) Setiap orang mendapat perlakuan yang sama untuk dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum.

(2) Untuk ketertiban dan keteraturan Tempat Pemakaman

Umum dan Tempat Pemakaman Bukan Umum diadakan pengelompokan tempat, bagi masing-masing

pemeluk agama.

Pasal 5

(1) Pengelolaan Tempat Pemakaman Umum yang terletak

di Kota dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat II, dan bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh

Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

(2) Pengelolaan Tempat Pemakaman Umum di Desa

dilakukan oleh Pemerintah Desa berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

(3) Pengelolaan Tempat Pemakaman Bukan Umum

dilakukan oleh suatu Badan atau Badan Hukum yang bersifat sosial dan/atau bersifat keagamaan dengan

izin Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan dan

Page 78: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

77

bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan izin Gubernur.

(4) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari

Menteri Dalam Negeri.

Pasal 6

(1) Pengelolaan Tempat Pemakaman Bukan Umum diatur

dengan Peraturan Daerah Tingkat II yang bersangkutan, dan bagi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Peraturan Daerah Khusus Ibukota

Jakarta.

(2) Dalam pelaksanaan pengelolaan Tempat Pemakaman

Umum dan Tempat pemakaman Bukan Umum harus memperhatikan dan mengindahkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan

hidup.

(3) Dalam pengelolaan Tempat Pemakaman Umum

Pemerintah Daerah mengusahakan agar tidak memberatkan warga masyarakat, dan bagi pengelolaan Tempat Pemakaman Bukan Umum tidak dibenarkan

dikelola secara komersial.

2. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor 43 dan 41 Tahun 2009

Tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Pasal 8

(1) Penghayat Kepercayaan yang meninggal dunia dimakamkan di tempat pemakaman umum.

(2) Dalam hal pemakaman Penghayat Kepercayaan ditolak di pemakaman umum yang berasal dari wakaf, pemerintah daerah menyediakan pemakaman umum.

(3) Lahan pemakaman umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disediakan oleh Penghayat

Kepercayaan.

(4) Bupati/walikota memfasilitasi administrasi penggunaan lahan yang disediakan oleh Penghayat

Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk menjadi pemakaman umum.

Page 79: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

78

G. Pelindungan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelindungan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang

Maha Esa adalah Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pembinaan Lembaga Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha

Esa Dan Lembaga Adat.

- Pasal 7

(3) Pemerintah kabupaten / kota memberikan pelindungan

kepada Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat.

(4) Bentuk pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), meliputi:

a. pelindungan terhadap eksistensi Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat;

b. penguatan peraturan perundangan dan/atau kebijakan daerah;

c. pelindungan dari pencitraan dan stigma yang kurang baik;

d. pelindungan terhadap kegiatan yang

diselenggarakan Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat;

e. pelindungan terhadap tempat-tempat yang diyakini

memiliki nilai historis dan nilai spiritual oleh Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat; dan

f. pencegahan perlakuan diskriminatif oleh masyarakat dan/atau aparatur pemerintah kabupaten/kota.

- Pasal 9 menyatakan: “Dalam memberikan pelindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban:

a. memperhatikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila;

b. memperhatikan tradisi, norma, etika, hukum adat dan jati diri bangsa;

c. memperhatikan sifat kerahasiaan dan kesucian unsur-

unsur kepercayaan dan adat tertentu yang dipertahankan oleh masyarakat;

d. memelihara ketentraman, ketertiban dan memfasilitasi terwujudnya kerukunan masyarakat;

e. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling

pengertian, saling menghormati dan saling percaya

Page 80: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

79

antara Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya; dan

berkoordinasi dengan instansi sektoral dalam rangka memelihara kerukunan.

H. Pemberdayaan Dan Peningkatan Kapasitas Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelindungan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah Peraturan Menteri Pendidikan Dan

Kebudayaan Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pembinaan Lembaga Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha

Esa Dan Lembaga Adat.

- Pasal 10

(3) Pemerintah kabupaten/kota melakukan

pemberdayaan dan peningkatan kapasitas Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat.

(4) Bentuk pemberdayaan dan peningkatan kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. sosialisasi nilai-nilai luhur kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa dan adat; b. sosialisasi peraturan perundangan-undangan dan

kebijakan daerah yang berkaitan dengan Lembaga

Kepercayaan dan Lembaga Adat; c. penyelenggaraan forum pertemuan dan dialog

tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Lembaga Adat; dan

d. pelatihan dan bimbingan teknis Lembaga

Kepercayaan dan Lembaga Adat.

I. Advokasi Bagi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan

Yang Maha Esa

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

pelindungan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 77 Tahun 2013 Tentang Pedoman

Pembinaan Lembaga Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Dan Lembaga Adat.

- Pasal 12

Page 81: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

80

(3) Pemerintah kabupaten/kota memberikan advokasi kepada Lembaga Kepercayaan dan Lembaga Adat.

(4) Advokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi:

a. fasilitasi perbaikan citra kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan adat;

b. fasilitasi pemenuhan hal-hak sipil;

c. fasilitasi penyelesaian permasalahan dalam Lembaga Kepercayaan dan antar lembaga kepercayaan; dan

d. fasilitasi penyelesaian permasalahan dalam Lembaga Adat dan antar lembaga adat.

-- --

Page 82: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

81

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Pertimbangan filosofis yang menjadi landasan pokok Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan

Yang Maha Esa ini adalah cita-cita luhur pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban

dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Salah satu dimensi terpenting dalam prinsip keadilan

adalah adanya “perlakuan yang sama atau setara” (equal treatment). Artinya orang diperlakukan secara adil apabila ia

diberi kesempatan yang sama dan di bawah pertimbangan keadilan yang juga sama oleh pemerintah atau negara sehingga dengan itu ia bisa menikmati hak-hak dasarnya.78

Untuk mewujudkan itulah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada Penghayat

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini dibuat. Lawan dari keadilan adalah diskriminasi, yang menurut

UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasai Manusia, Pasal 1,

adalah : “Setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan

manusia atas dasar agama, suku, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengutangan,

penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan

aspek kehidupan lainnya. Lokus diskriminasi bisa terletak dalam bentuk tindakan,

maksud, tujuan, dan diskriminasi sebagai dampak. Diskriminasi sebagai tindakan merupakan tindakan pembatasan, pelecehan, pembedaan, pengucilan sebagai akibat

dari pandangann dan pilihan menyikapi perbedaan. Bentuk diskriminasi ini merupakan diskriminasi langsung.

Diskriminasi sebagai maksud/tujuan, juga merupakan

78 David Miller dalam Miller dan Walzer (ed), Pluralism, Justice and

Equality, (Oxford: Oxford Uni Press, 1995).

Page 83: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

82

diskriminasi langsung dalam bentuk tindakan yang diniatkan oleh pelakunya (atau oleh pembentuk undang-undang dalam

kontek produk hukum yang diskriminatif) sebagai tindakan untuk menimbulkan akibat terdiskriminasinya seseorang atau

kelompok. Diskriminasi sebagai dampak timbul dari pembedaan, pembatasan atau pengucilan yang menunjuk pada akibat dari upaya-upaya pengurangan dan penghapusan atau

pengakuan, penikmatan dan penggunaan hak asasi manusia.79 Dalam konteks penyusunan Rancangan Peraturan

Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada

Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini, Sejalan dengan tujuannya untuk mewujudkan keadilan sosial,

maka penghapusan diskriminasi juga menjadi tujuan dari penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap

Tuhan Yang Maha Esa ini.

B. Landasan Sosiologis

Adapun pertimbangan sosiologis yang menjadi landasan pokok Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes

tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini adalah realitas yang menunjukkan bahwa banyak terjadi kebijakan negara yang kental dengan

nuansa politik monokultural.

Kebijakan dengan kecenderungan pada politik

monokulturalisme selain mempersempit ruang koeksistensi antar elemen multikultural, juga menambah potensi alamiah konflik dengan bobot politis.

Perpaduan antara kebijakan monokultural yang mengandung misrekognisi dengan ketidakmampuan negara mengawal kebijakan tersebut merupakan variabel penting

dalam berbagai konflik multikultural.80

Kebijakan yang mengandung misrekognisi di bidang

apapun secara konseptual sama dengan atau akan berakibat pada terjadinya apa yang disebut dengan “eksklusi sosial”, yaitu proses menghalangi atau menghambat individu,

79 Ismail Hasani dan Bonar Tigor Naipospos (ed), Mengatur Kehidupan

Beragama; Menjamin Kebebasan Beragama? Urgensi Kebutuhan RUU Jaminan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan, (Pustaka Masyarakat Setara, 2011)

80 Suharno, S. Pd., M. Si., Politik Rekognisi Dalam Peraturan Daerah Tentang Penyelesaian Konflik Di Dalam Masyarakat Multikultural, Disertasi pada

Program Studi S.3 Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, tahun 2011.

Page 84: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

83

keluarga, kelompok atau komunitas dari sumber daya yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial,

ekonomi, dan politik di dalam masyarakat dengan utuh.

Meskipun eksklusi sosial ini umumnya terjadi sebagai

konsekuensi dari kemiskinan dan penghasilan yang rendah, akan tetapi, eksklusi sosial bisa juga merupakan dampak dari faktor lain, seperti; diskriminasi, tingkat pendidikan yang

rendah, dan merosotnya kualitas lingkungan.

Melalui proses eksklusi sosial ini individu atau kelompok masyarakat untuk beberapa periode waktu kehidupannya

terputus dari layanan, jejaring sosial, dan peluang berkembang yang sebenarnya dinikmati sebagian besar masyarakat81.

Contoh ril terkait dengan kebijakan monokultural yang mengandung misrekognisi tersebut adalah kebijakan kebebasan beragama/berkeyakinan. Secara konstitusional,

negara memiliki kewajiban untuk menjamin kebebasan beragama/berkeyakinan sebagaimana dijamin dalam Pasal

28E, dan Pasal 29 UUD Negara RI 1945. Pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, yang memberikan jaminan kebebasan beragama /

berkeyakinan, yang pada pasal 18 Undang Undang tersebut dinyatakan, “Kovenan menetapkan hak setiap orang atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama serta

perlindungan atas hak-hak tersebut”.82

Akan tetapi, semua jaminan ini terkikis oleh

kecenderungan arus politik penyeragaman (monokulturalisme). Pengikisan jaminan konstitusional kebebasan beragama / berkeyakinan tentu saja merupakan pelanggaran hak asasi

manusia sebagaimana tertuang dalam Undang Undang tersebut.

Penyikapan komprehensif atas kecenderungan ini mutlak

diperlukan untuk memastikan implementasi jaminan hak-hak konstitusional warga negara dan jaminan kebebasan sipil

warga. Jika tidak, maka implementasi jaminan hak-hak konstitusional warga negara dan jaminan kebebasan sipil warga akan mengalami hambatan yang cukup serius.

81 John Pierson, Tackling Social Exclusion, (London and New York :

Routledge, 2002). 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang

Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan

Internasional Tentang Hak Hak Sipil Dan Politik).

Page 85: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

84

Apa yang dikemukakan pada bagian terakhir di atas terjadi pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang

Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Pasal 61 ayat (1), Pasal 61 ayat (2), Pasal 64 ayat (1), dan

Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang Administrasi Kependudukan tersebut menyatakan bahwa “keterangan mengenai kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk

(KTP) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database”.

Pasal-pasal tersebut di atas telah mendiskriminasi

sebagian warga negara --dalam hal ini warga negara penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa--, yang

kemudian menyebabkan sebagian warga negara tersebut tereksklusi untuk mendapatkan hak-hak konstitusional dan hak-hak legalnya.

C. Landasan Yuridis

Pertimbangan yuridis yang menjadi landasan pokok

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan

Yang Maha Esa ini adalah putusan Mahkamah Konstitusi nomor 97/PUU-XIV/2016, yaitu putusan atas perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang

Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang

Administrasi Kependudukan, yang menyatakan bahwa Pasal 61 ayat (1), Pasal 61 ayat (2), Pasal 64 ayat (1), dan Pasal 64

ayat (5) Undang-Undang Administrasi Kependudukan tersebut telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang kata “agama” dalam pasal pasal

tersebut tidak termasuk aliran kepercayaan.

Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 97/PUU-

XIV/2016 tersebut telah membuka ruang inklusi sosial bagi para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Perwujudan inklusi sosial adalah sesuatu yang imperatif dan

memiliki landasan yang kokoh, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Page 86: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

85

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang tersebut dinyatakan, “HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung

tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

-- --

Page 87: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

86

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN

RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

A. Jangkauan Dan Arah Pengaturan

1. Nama Peraturan Daerah

Secara teknis penamaan judul peraturan perundang-undangan telah diatur dalam ketentuan di dalam Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa nama peraturan perundang-

undangan yang dibuat harus singkat dan mencerminkan isi peraturan perundang-undangan tersebut. Nama Peraturan Perundang–undangan dibuat secara singkat

dengan hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa tetapi secara esensial maknanya telah mencerminkan isi

peraturan perundang–undangan.

Atas dasar pertimbangan tersebut, maka naskah akademik ini memilih untuk mengusulkan Peraturan

Daerah dengan judul: PELAYANAN KEPADA PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA.

2. Konsideran

Konsideran yang digunakan dalam Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pelayanan Kepada Penghayat

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini memuat tiga unsur pokok, yaitu; konsideran atau pertimbangan filosofis, pertimbangan sosiologis, dan pertimbangan

yuridis.

a. Pertimbangan Filosofis

Pertimbangan filosofis yang menjadi landasan

pokok Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini adalah cita-cita luhur pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Page 88: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

87

Salah satu dimensi terpenting dalam prinsip keadilan adalah adanya “perlakuan yang sama atau

setara” (equal treatment). Artinya orang diperlakukan secara adil apabila ia diberi kesempatan yang sama dan

di bawah pertimbangan keadilan yang juga sama oleh pemerintah atau negara sehingga dengan itu ia bisa menikmati hak-hak dasarnya.

Lawan dari keadilan adalah diskriminasi, yaitu setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang

langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis

kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengutangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi

manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan

lainnya.

b. Pertimbangan Sosiologis

Pertimbangan sosiologis yang menjadi landasan

pokok Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini adalah realitas yang menunjukkan bahwa telah terjadi diskriminasi yang kemudian menyebabkan terjadinya eksklusi sosial atas

sebagian warga negara, khususnya warga masyarakat di Kabupaten Brebes.

Diskriminasi yang kemudian berakibat pada

eksklusi sosial tersebut terjadi sebagai akibat diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Pasal 61 ayat (1), Pasal 61 ayat (2), Pasal 64 ayat (1), dan Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang Administrasi

Kependudukan tersebut menyatakan bahwa “keterangan mengenai kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan

Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi

penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database”.

Page 89: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

88

Pasal-pasal tersebut di atas telah mendiskriminasi sebagian warga negara --dalam hal ini warga negara

penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa--, yang kemudian menyebabkan sebagian warga

negara tersebut tereksklusi untuk mendapatkan hak-hak konstitusional dan hak-hak legalnya.

c. Pertimbangan Yuridis

Pertimbangan yuridis yang menjadi landasan pokok Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini adalah Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016, telah membuka ruang bagi

upaya untuk menciptakan inklusi sosial, khususnya terkait dengan pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legal warga negara --dalam hal ini para

penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa--, yang sebelumnya terdiskriminasi dan kemudian

tereksklusi, di bidang yang secara langsung menjadi implikasi dari administrasi kependudukan.

Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut

tentu saja meniscayakan pengaturan yang bersifat lebih teknis terkait dengan berbagai hal yang menjadi implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.

Sayangnya, pengaturan dimaksud sampai saat ini belum ada.

Mengingat implikasi dari Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut adalah menyangkut pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legal

para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Esa yang bersifat mendasar, maka keberadaan pengaturan tentang hal tersebut menjadi sesuatu yang mendesak

keberadaannya. Untuk wilayah Kabupaten Brebes, dimana

sebelum keluarnya Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut sebagian warga di sebagian wilayahnya --dalam hal ini adalah warga penghayat

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa-- mengalami diskriminasi, misrekognisi, dan eksklusi

dalam pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legalnya, perlu segera dibentuk aturan atau regulasi yang mengatur berbagai hal yang menjadi implikasi dari

keluarnya Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut.

Page 90: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

89

Meskipun regulasi di tingkat nasional terkait tindak lanjut atas Putusan MK nomor 97/PUU-

XIV/2016 tersebut sampai saat ini belum ada, upaya untuk membentuk aturan atau regulasi yang mengatur

berbagai hal yang menjadi implikasi dari keluarnya Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut sebenarnya dapat dilakukan, sepanjang bidang-bidang

yang akan diatur dalam aturan atau regulasi tersebut tersedia payung hukumnya. Artinya, berbagai payung hukum yang terkait dengan bidang-bidang yang akan

diatur dalam aturan atau regulasi tersebut dapat dijadikan dasar atau rujukan dalam membentuk aturan

atau regulasi yang bersifat lebih spesifik untuk diterapkan di Kabupaten Brebes.

3. Ketentuan Umum

Pada Bagian Ketentuan Umum dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kabupaten Brebes Tentang

Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa diuraikan berbagai istilah yang sering disebut dalam pasal-pasal Ranperda tersebut. Penjelasan

istilah tersebut dimaksudkan untuk memberikan batasan pengertian atau definisi dari istilah yang digunakan, serta untuk memberikan makna dalam istilah yang digunakan

oleh pembentuk Peraturan. Pengertian dan pendefinisian yang diajukan dalam Ketentuan Umum tidak saja

mengandung penjelasan etimologis dan terminologis dari sisi kebahasaan, tapi lebih dalam dari itu juga menggambarkan pilihan konseptual dan paradigmatik atas

pengertian setiap istilah tersebut. Istilah-istilah yang penting untuk dikemukakan pada

Bab Ketentuan Umum Ranperda Pelayanan Kepada

Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. 2. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Page 91: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

90

3. Kementerian adalah Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 4. Pemerintah Provinsi adalah Gubernur dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Tengah.

5. Daerah adalah Kabupaten Brebes.

6. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Brebes.

7. Bupati adalah Bupati Brebes.

8. Organisasi Perangkat Daerah (OPD), adalah OPD Kabupaten Brebes, yaitu unsur pembantu Kepala

Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah,

Kecamatan, dan Kelurahan. 9. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu

Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

10. Pelayanan adalah layanan yang diberikan oleh

Pemerintah Daerah kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa berkaitan dengan administrasi organisasi, pendidikan kepercayaan,

sasana sarasehan atau sebutan lain, perkawinan, pemakaman, pelindungan, pemberdayaan dan

peningkatan kapasitas, dan advokasi. 11. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah

pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi

dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan dan peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta

pengamalan budi luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.

12. Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selanjutnya disebut Penghayat Kepercayaan adalah setiap orang yang mengakui dan meyakini

nilai-nilai penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

13. Organisasi Penghayat Kepercayaan, adalah suatu wadah Penghayat Kepercayaan yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri dan terinventarisasi di

Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Page 92: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

91

14. Surat Keterangan Terdaftar selanjutnya disingkat SKT adalah bukti organisasi Penghayat Kepercayaan telah

terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan. 15. Tanda Inventarisasi adalah bukti organisasi Penghayat

Kepercayaan telah terinventarisasi pada Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

16. Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang

diberikan kepada peserta didik penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

17. Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang selanjutnya disebut pendidikan kepercayaan adalah pembelajaran tentang kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa. 18. Peserta Didik Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan

Yang Maha Esa yang selanjutnya disebut peserta didik adalah peserta didik pada pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan

kesetaraan yang menyatakan dirinya sebagai Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

19. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, pamong belajar, dan

sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

20. Sasana Sarasehan atau sebutan lain adalah tempat untuk melakukan kegiatan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk kegiatan

ritual. 21. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang

pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa. 22. Pemakaman adalah kegiatan menguburkan jenazah,

mengkremasi, dan/atau menyimpan abu jenazah. 23. Tempat Pemakamam Umum adalah areal tanah yang

disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah bagi

setiap orang tanpa membedakan agama dan golongan, yang pengelolaanya dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa.

Page 93: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

92

24. Tempat Pemakaman Bukan Umum adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah

yang pengelolaannya dilakukan oleh badan sosial dan/atau badan keagamaan.

25. Tempat Pemakaman Khusus adalah areal tanah yang digunakan untuk tempat pemakaman yang karena faktor sejarah dan faktor kebudayaan mempunyai arti

khusus. 26. Pelindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang

diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Penghayat

Kepercayaan dalam rangka menjamin pemenuhan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,

dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya, serta terlindungi dari tindakan kekerasan dan diskriminasi.

27. Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas adalah suatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh

Pemerintah Daerah kepada Penghayat Kepercayaan dalam rangka mengembangkan kemandirian dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan,

perilaku, kemampuan, kesadaran, serta pemanfaatan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan

esensi masalah dan prioritas kebutuhan Penghayat Kepercayaan.

28. Advokasi adalah suatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Penghayat Kepercayaan dalam rangka memberikan bantuan

untuk mendapatkan layanan yang sebelumnya tidak mereka dapatkan karena adanya diskriminasi.

4. Asas dan Tujuan

Asas merupakan prinsip yang menjadi landasan bagi pengaturan pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa berupa penghapusan segala bentuk diskriminasi. Asas yang menjiwai pengaturan pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan

Yang Maha Esa adalah sebagai berikut:

a. Kemajemukan, merupakan asas keanekaragaman

identitas alamiah dan sosial warga. Kemajemukan merupakan realitas alamiah dan sosial Bangsa Indonesia. Asas ini menempatkan keanekaragaman

identitas alamiah dan sosial masyarakat Indonesia sebagai dasar bagi perlindungan untuk seluruh warga

dalam hal kebebasan beragama/berkeyakinan. Seluruh

Page 94: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

93

pengaturan kehidupan beragama/berkeyakinan bertujuan untuk mewujudkan dan menjaga harmoni

dan toleransi dalam bingkai keanekaragaman tersebut. Selain itu, pengaturan tersebut juga harus memberikan

ruang keterlibatan (civic engagement) bagi seluruh unsur keanekaragaman tersebut.

b. Kesetaraan adalah prinsip positif berupa persamaan

kedudukan setiap orang di hadapan hukum dan pemerintahan negara, sehingga setiap orang berhak

untuk mendapatkan perlakuan adil dan terlindungi dari segala bentuk tindakan diskriminatif. Dengan asas ini, berarti setiap pemeluk agama (dan keyakinan) apapun

memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan negara, sebagai warga negara yang

memiliki seperangkat hak yang dijamin dalam Konstitusi.

c. Nondiskriminasi merupakan prinsip ketiadaan atau

penghapusan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan agama (dan

keyakinan) tertentu, yang mengakibatkan tercabutnya atau terkuranginya pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar

dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

d. Keadilan merupakan prinsip pemberian perlakuan yang

sama oleh negara kepada seluruh warga negara. Asas keadilan ini berarti bahwa negara memberikan

perlakuan yang sama, baik dalam hal pemberian hak-hak, penuntutan kewajiban-kewajiban, dan pelaksanaan penghukuman tertentu sesuai dengan hukum dan

peraturan perundang-undangan negara itu.

e. Kebebasan merupakan prinsip pengakuan atas hak

seseorang, baik sendiri maupun bersama-sama, untuk menentukan pilihan-pilihan mandiri (otonom) sesuai dengan pikiran, sikap, dan hati nuraninya. Asas ini

bermakna bahwa kebebasan seseorang dalam wilayah pribadi (forum internum) harus dijamin oleh negara dan

dilindungi dari intervensi pihak manapun, sedangkan ekspresi kebebasan tersebut dalam wilayah publik (forum eksternum) harus dijamin oleh negara dan

dilindungi dari intervensi pihak manapun, namun dapat dibatasi oleh negara secara minimal yaitu demi

kepentingan keamanan, ketertiban, kesehatan, moral

Page 95: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

94

masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan dasar orang lain sepanjang dalam kerangka masyarakat demokratis

dan demi kepentingan kesejahteraan sosial. Pembatasan tersebut dinyatakan dan mengacu sepenuhnya pada

pasal-pasal dalam Ranperda ini.

f. Kemanusiaan universal, merupakan prinsip pengakuan terhadap nilai-nilai dasar kemanusiaan yang telah

diakui oleh negara-negara beradab di dunia yang tertuang dalam berbagai instrumen internasional, yang

mengikat secara hukum maupun yang sebatas menjadi landasan moral bangsa beradab, baik yang sudah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia maupun

yang belum diratifikasi.

Di samping asas yang menjadi jiwa dan landasan pengaturan Ranperda Pelayanan Kepada Penghayat

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, perlu ditentukan tujuan pengaturan dalam bentuk pembuatan

Peraturan tersebut. Tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah:

a. mendukung Pemerintah Daerah dalam memberikan

jaminan pemenuhan hak-hak para Penghayat Kepercayaan sebagai warga Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

b. menumbuhkembangkan partisipasi, kontribusi, dan kreatifitas masyarakat Kabupaten Brebes dalam

pelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia;

c. memupuk solidaritas antar anggota masyarakat dalam semboyan bhineka tunggal ika untuk mewujudkan

kehidupan yang harmonis, saling menghargai dan menghormati;

d. memfasilitasi Penghayat Kepercayaan yang belum terorganisir sehingga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. membantu penyelesaian masalah-masalah yang berhubungan Penghayat Kepercayaan.

B. Ruang Lingkup Materi Yang Diatur

Materi pokok yang akan diatur dalam Ranperda Pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan adalah sebagai

berikut :

Page 96: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

95

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II ASAS DAN TUJUAN

BAB II PELAYANAN

Bagian Kesatu; Bidang Pelayanan

Bagian Kedua; Administrasi Organisasi

Bagian Ketiga; Pendidikan Kepercayaan

Bagian Keempat; Sasana Sarasehan atau Sebutan Lain

Bagian Kelima; Perkawinan

Bagian Keenam; Pemakaman

Bagian Ketujuh; Pelindungan

Bagian Kedelapan; Pemberdayaan dan Peningkatan Kapasitas

Bagian Kesembilan; Advokasi

BAB III PENYELESAIAN PERSELISIHAN

BAB IV PELAPORAN

BAB V PENDANAAN

BAB VI KETENTUAN PENUTUP

-- --

Page 97: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

96

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai sebuah bangsa yang multikultural, upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia meniscayakan ruang koeksistensi (space of co-existence) yang memberikan rekognisi bagi berbagai

identitas pembentuk multikulturalitasnya. Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa dalam banyak kebijakan negara, sejak pemerintahan kolonial hingga pemerintahan Orde Baru,

menonjol politik monokultural. Kebijakan dengan kecenderungan pada politik monokulturalisme selain

mempersempit ruang koeksistensi antar elemen multikultural, juga menambah potensi alamiah konflik dengan bobot politis, apalagi kebijakan monokultural

tersebut diinstrumentasi dengan sentralisme dan otoritarianisme. Perpaduan antara kebijakan monokultural yang mengandung misrekognisi dengan ketidakmampuan

negara mengawal kebijakan tersebut merupakan variabel penting dalam berbagai konflik multikultural.

Kebijakan yang mengandung misrekognisi di bidang apapun secara konseptual sama dengan atau akan berakibat pada terjadinya apa yang disebut dengan

“eksklusi sosial”, yaitu proses menghalangi atau menghambat individu, keluarga, kelompok atau komunitas

dari sumber daya yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan politik di dalam masyarakat dengan utuh.

Untuk di Indonesia, salah satu penyebab yang paling dominan terjadinya fenomena eksklusi sosial tersebut adalah adanya misrekognisi (kehilangan pengakuan) yang

dialami oleh sebagian warga negara akibat terjadinya diskriminasi, yang tampak dalam kebijakan yang

monokultural. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi

Kependudukan, yang mengandung misrekognisi terhadap penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang pada gilirannya melahirkan diskriminasi.

Page 98: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

97

Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016, telah membuka ruang bagi upaya untuk menciptakan inklusi

sosial, khususnya terkait dengan pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak legal warga negara --dalam hal

ini para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa--, yang sebelumnya terdiskriminasi dan kemudian tereksklusi, di bidang yang secara langsung menjadi

implikasi dari administrasi kependudukan.

Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 di atas tentu saja meniscayakan pengaturan yang bersifat lebih teknis

terkait dengan berbagai hal yang menjadi implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Sayangnya,

pengaturan dimaksud sampai saat ini belum ada.

Mengingat implikasi dari Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut adalah menyangkut pemenuhan hak-

hak konstitusional dan hak-hak legal para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Esa yang bersifat

mendasar, maka keberadaan pengaturan tentang hal tersebut menjadi sesuatu yang mendesak keberadaannya.

Untuk wilayah Kabupaten Brebes, dimana sebelum

keluarnya Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut sebagian warga di sebagian wilayahnya --dalam hal ini adalah warga penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa-- mengalami diskriminasi, misrekognisi, dan eksklusi dalam pemenuhan hak-hak konstitusional dan

hak-hak legalnya, perlu segera dibentuk aturan atau regulasi yang mengatur berbagai hal yang menjadi implikasi dari keluarnya Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016

tersebut.

Meskipun regulasi di tingkat nasional terkait tindak lanjut atas Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut

sampai saat ini belum ada, upaya untuk membentuk aturan atau regulasi yang mengatur berbagai hal yang menjadi

implikasi dari keluarnya Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016 tersebut sebenarnya dapat dilakukan, sepanjang bidang-bidang yang akan diatur dalam aturan atau regulasi

tersebut tersedia payung hukumnya. Artinya, berbagai payung hukum yang terkait dengan bidang-bidang yang

akan diatur dalam aturan atau regulasi tersebut dapat dijadikan dasar atau rujukan dalam membentuk aturan atau regulasi yang bersifat lebih spesifik untuk diterapkan

di Kabupaten Brebes.

Page 99: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

98

B. Rekomendasi

1. Dari hasil kajian, deskripsi dan analisa dalam Naskah

Akademik ini direkomendasikan agar penyusunan Ranperda Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa mengadopsi substansi gagasan pengaturan sebagaimana tertuang dalam Naskah Akademik ini sebagai bahan utama merumuskan

norma-norma Peraturan. Dengan demikian, setiap rumusan klausul dalam Ranperda memiliki landasan dan rujukan yang kokoh secara ilmiah.

2. Ranperda Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapatkan

prioritas pembahasan mengingat kebutuhan akan Perda ini sangat mendesak.

3. Dalam rangka memperoleh input material yang lebih

luas, diperlukan kegiatan-kegiatan lanjutan yang berjalan secara pararel dengan pembahasan Ranperda

Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini. Pelibatan masyarakat secara lebih luas, kalangan perguruan tinggi, tokoh agama,

lembaga swadaya masyarakat, media, dan lain-lain menjadi keharusan bagi penyempurnaan Naskah Akademik ini.

-- --

Page 100: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

99

DAFTAR PUSTAKA

Andrew Ashworth, Sentencing and Criminal Justice, (Cambridge : Cambridge University Press, 2005)

Arif Maftuhin dalam artikelnya yang berjudul, “Mendefinisikan Kota Inklusif: Asal Usul, Teori dan Indikator”, dalam Jurnal Tata Kelola, Volume 19 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 93 – 103,

(Semarang : Biro Penerbit Planologi Undip, 2017)

Bahtiar Effendi, Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan: Perbincangan Mengenai Islam, Masyarakat Madani dan Etos Kewirausahaan, (Jogjakarta : Galang Press, 2001)

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2002)

David Miller dalam Miller dan Walzer (ed), Pluralism, Justice and Equality, (Oxford: Oxford Uni Press, 1995)

Dokumen Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016.

Edy A. Effendy (ed.), Dekonstruksi Islam Mazhab Ciputat, (Bandung

: Zaman Wacana Mulia, 1999)

Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta: PT Rajagrafi ndo Perkasa, 1994)

F. Sugeng Istanto, Penelitian Hukum, (Yogyakarta : CV. Ganda,

2007)

Farrel M Rizky, Bung Karno di Antara Saksi dan Peristiwa, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas Gramedia, 2009)

I Dewa Gede Palguna, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint), (Jakarta : Sinar Grafika, 2013)

Jimly Asshiddiqie, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta : Mahakamah Konstitusi, 2010)

............, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, (Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI,

2002)

John Pierson, Tackling Social Exclusion, (London and New York : Routledge, 2002)

Max Weber, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, (New York : Scribner‟s Sons, 1958)

Nurcholis Madjid, Islam; Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung : Mizan, 1988)

Page 101: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

100

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2006)

Phillipe E Hammond (ed.), The Sacred in A Secular Age, (Berkeley, Los Angeles, London : University of California Press, 1985)

Phillipus M Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,

2005)

Robert N. Bellah, Tokugawa Religion; the Cultural Roots of Modern

Japan, (New York : the Free Press, 1985)

Saldi Isra, “Pergeseran Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Indonesia Setelah Perubahan Undang-

Undang Dasar 1945”, Disertasi Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

2009)

Sambutan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat SH, MS (masa bakti 1 April 2013 sd 1 April 2018) yang

disampaikan oleh Sekjend. Mahkamah Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam dialog refleksi 12 Tahun SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) di Gedung Mahkamah

Konstitusi (23 November 2016).

Selim Jahan, et. all., Human Development Report 2016; Human Development for Everyone, (New York : United Nations Development Programme, 2016)

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajagrafindo Persada,

2006)

Suharno, S. Pd., M. Si., Politik Rekognisi Dalam Peraturan Daerah Tentang Penyelesaian Konflik Di Dalam Masyarakat Multikultural, Disertasi pada Program Studi S.3 Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,

tahun 2011.

Page 102: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

101

LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES TENTANG PELAYANAN KEPADA PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

Page 103: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

102

BUPATI BREBES PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

NOMOR ……. TAHUN 2018

TENTANG

PELAYANAN KEPADA PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

DI KABUPATEN BREBES

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BREBES,

Menimbang : a. Bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

merupakan salah satu modal sosial dalam pengembangan perilaku yang meyakini nilai-nilai budaya yang lahir dan tumbuh dari leluhur Bangsa

Indonesia; b. bahwa Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa merupakan warga negara Republik

Indonesia, berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, harta benda, dan

kebebasan meyakini kepercayaannya; c. bahwa dalam penyelenggaraan otonomi, Pemerintah

Daerah berkewajiban menjaga persatuan, kesatuan,

kerukunan nasional, ketenteraman, ketertiban masyarakat, melaksanakan kehidupan demokrasi dan melindungi masyarakat dalam melestarikan nilai sosial

budaya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Di Kabupaten Brebes. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun

1950 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah

Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah; 3. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran

Page 104: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

103

Negara Republik Indonesia Nomor 3019); 4. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun

2013 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5475); 5. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun

2009 Tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5038); 6. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun

2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2O13 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5430);

8. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali,

terakhir dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua atas

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 9. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2O13 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 138,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Page 105: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

104

Nomor 6084); 10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang

Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3730);

12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1987 Tentang Penyediaan Penggunaan Tanah

Untuk Keperluan Tempat Pemakaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 15);

13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37

Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang

Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4736)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Undang Undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 265, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5373); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

15. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);

16. Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala

Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat

Page 106: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

105

Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat;

17. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor 43 dan 41 Tahun

2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

18. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor

77 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pembinaan Lembaga Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Dan Lembaga Adat (Berita Negara Republik Indonesia

Tahun 2013 Nomor 856); 19. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor

10 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelestarian Tradisi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 187);

20. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 27 Tahun 2016 Tentang Layanan Pendidikan

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Pada Satuan Pendidikan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1121);

21. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1989 Tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 Tentang Penyediaan

Dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman;

22. Peraturan Daerah Kabupaten Brebes Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan (Lembaran Daerah Kabupaten Brebes

Tahun 2014 Nomor 9);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PEWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BREBES

Dan

BUPATI BREBES

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PELAYANAN KEPADA PENGHAYAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DI KABUPATEN BREBES

Page 107: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

106

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah, adalah

Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang

Maha Esa. 3. Kementerian adalah Kementerian yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4. Pemerintah Provinsi adalah Gubernur dan perangkat daerah

sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Tengah.

5. Daerah adalah Kabupaten Brebes.

6. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Brebes. 7. Bupati adalah Bupati Brebes.

8. Organisasi Perangkat Daerah (OPD), adalah OPD Kabupaten Brebes, yaitu unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari

Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan.

9. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu Perangkat Desa

sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 10. Pelayanan adalah layanan yang diberikan oleh Pemerintah

Daerah kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa berkaitan dengan administrasi organisasi, pendidikan kepercayaan, sasana sarasehan atau sebutan

lain, perkawinan, pemakaman, pelindungan, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas, dan advokasi.

11. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang

diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan dan peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamalan budi luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa

Indonesia.

Page 108: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

107

12. Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selanjutnya disebut Penghayat Kepercayaan adalah setiap

orang yang mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

13. Organisasi Penghayat Kepercayaan, adalah suatu wadah Penghayat Kepercayaan yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri dan terinventarisasi di Kementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

14. Surat Keterangan Terdaftar selanjutnya disingkat SKT adalah

bukti organisasi Penghayat Kepercayaan telah terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan.

15. Tanda Inventarisasi adalah bukti organisasi Penghayat Kepercayaan telah terinventarisasi pada Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 16. Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang

Maha Esa adalah layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada peserta didik penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

17. Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang selanjutnya disebut pendidikan kepercayaan adalah pembelajaran tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa. 18. Peserta Didik Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang

Maha Esa yang selanjutnya disebut peserta didik adalah peserta didik pada pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan kesetaraan yang

menyatakan dirinya sebagai Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

19. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi

sebagai guru, pamong belajar, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam

menyelenggarakan pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

20. Sasana Sarasehan atau sebutan lain adalah tempat untuk

melakukan kegiatan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk kegiatan ritual.

21. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 22. Pemakaman adalah kegiatan menguburkan jenazah,

mengkremasi, dan/atau menyimpan abu jenazah.

Page 109: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

108

23. Tempat Pemakamam Umum adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah bagi setiap

orang tanpa membedakan agama dan golongan, yang pengelolaanya dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau

Pemerintah Desa. 24. Tempat Pemakaman Bukan Umum adalah areal tanah yang

disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah yang

pengelolaannya dilakukan oleh badan sosial dan/atau badan keagamaan.

25. Tempat Pemakaman Khusus adalah areal tanah yang

digunakan untuk tempat pemakaman yang karena faktor sejarah dan faktor kebudayaan mempunyai arti khusus.

26. Pelindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Penghayat Kepercayaan dalam rangka menjamin pemenuhan hak-haknya agar dapat

hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya,

serta terlindungi dari tindakan kekerasan dan diskriminasi. 27. Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas adalah suatu

bentuk pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah

kepada Penghayat Kepercayaan dalam rangka mengembangkan kemandirian dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,

kesadaran, serta pemanfaatan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan

yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan Penghayat Kepercayaan.

28. Advokasi adalah suatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh

Pemerintah Daerah kepada Penghayat Kepercayaan dalam rangka memberikan bantuan untuk mendapatkan layanan yang sebelumnya tidak mereka dapatkan karena adanya

diskriminasi.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan asas :

a. Kemajemukan b. Kesetaraan c. Nondiskriminasi

d. Keadilan

Page 110: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

109

e. Kebebasan f. Kemanusiaan

Pasal 3

Tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah: a. mendukung Pemerintah Daerah dalam memberikan jaminan

pemenuhan hak-hak para Penghayat Kepercayaan sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. menumbuhkembangkan partisipasi, kontribusi, dan kreatifitas

masyarakat Kabupaten Brebes dalam pelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia;

c. memupuk solidaritas antar anggota masyarakat dalam semboyan bhineka tunggal ika untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis, saling menghargai dan menghormati;

d. memfasilitasi Penghayat Kepercayaan yang belum terorganisir sehingga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku; e. membantu penyelesaian masalah-masalah yang berhubungan

Penghayat Kepercayaan.

BAB III

PELAYANAN

Bagian Kesatu Bidang Pelayanan

Pasal 4

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan.

(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. administrasi organisasi;

b. pendidikan kepercayaan; c. sasana sarasehan atau sebutan lain; d. perkawinan;

e. pemakaman; f. pelindungan; g. pemberdayaan dan peningkatan kapasitas; dan

h. advokasi.

Pasal 5

Page 111: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

110

Dalam menyelenggarakan pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pemerintah

Daerah berkewajiban: a. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat termasuk

memfasilitasi terwujudnya kerukunan masyarakat; b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian,

saling menghormati, dan saling percaya antar Penghayat

Kepercayaan, antara Penghayat Kepercayaan dengan masyarakat, dan antara Penghayat Kepercayaan dengan Pemerintah;

c. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal dan perangkat daerah dalam pemeliharaan kerukunan antar Penghayat

Kepercayaan, antara Penghayat Kepercayaan dengan masyarakat, dan antara Penghayat Kepercayaan dengan Pemerintah.

Bagian Kedua Administrasi Organisasi

Pasal 6

(1) Bupati menerbitkan SKT organisasi Penghayat Kepercayaan.

(2) Penerbitan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan persyaratan sebagai berikut:

a. akte pendirian yang dibuat oleh Notaris; b. program kerja ditandatangani ketua dan sekretaris; c. Surat Keputusan Pendiri atau hasil musyawarah nasional

atau sebutan lainnya yang menyatakan susunan kepengurusan;

d. foto copy Surat Keterangan Terinventarisasi;

e. riwayat hidup (biodata), pas foto berwarna ukuran 4 X 6 cm, foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengurus

provinsi yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara masing-masing sebanyak 1 lembar:

f. formulir isian;

g. data lapangan; h. foto tampak depan dengan papan nama alamat

kantor/sekretariat; i. Nomor Pokok Wajib Pajak; j. Surat Keterangan Domisili ditandatangani oleh lurah dan

camat; k. surat kontrak /izin pakai tempat bermaterai cukup;

Page 112: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

111

l. surat keterangan organisasi tidak sedang terjadi konflik internal dengan bermaterai cukup yang ditandatangani

ketua dan sekretaris; dan m. surat keterangan bahwa organisasi tidak berafiliasi dengan

partai politik dengan bermaterai cukup yang ditandatangani ketua dan sekretaris.

Pasal 7

Surat Keterangan Terinventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d diajukan oleh pengurus organisasi kepada

Menteri dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: a. formulir isian; b. AD / ART;

c. ajaran tertulis; d. susunan pengurus;

e. daftar nominatif anggota; f. program kerja; dan g. riwayat hidup sesepuh.

Bagian Ketiga Pendidikan Kepercayaan

Pasal 8

(1) Peserta Didik memenuhi pendidikan agama melalui Pendidikan

Kepercayaan dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kurikulum.

(2) Muatan Pendidikan Kepercayaan wajib memiliki Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, buku teks pelajaran, dan pendidik.

(3) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun oleh Majelis Luhur Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan diajukan kepada Kementerian untuk ditetapkan.

Pasal 9

Dalam penyediaan Pendidikan Kepercayaan sebagaimana

dimaksud pasal 8, Pemerintah Daerah dan satuan pendidikan dapat bekerjasama dengan Organisasi Penghayat Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah terdaftar sesuai peraturan perundang-undangan.

Page 113: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

112

Pasal 10

Pendidik memberikan pelajaran Pendidikan Kepercayaan sesuai dengan ajaran kepercayaan peserta didik dengan mengacu pada

pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan (3)

Bagian Keempat

Sasana Sarasehan atau Sebutan Lain

Pasal 11

(1) Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain didasarkan

atas keperluan nyata dan sungguh-sungguh bagi Penghayat

Kepercayaan. (2) Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bangunan baru atau bangunan lain yang dialih fungsikan.

Pasal 12

Sasana sarasehan atau sebutan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 harus memenuhi persyaratan administrasi dan

persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

(1) Penghayat Kepercayaan mengajukan permohonan ijin mendirikan bangunan untuk penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lain dengan bangunan baru sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) kepada Bupati. (2) Bupati memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan

puluh) hari sejak diterimanya permohonan pendirian sasana sarasehan atau sebutan lain yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 14

(1) Penyediaan sasana sarasehan atau sebutan lainnya yang telah

mendapat ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 mendapat penolakan dari masyarakat, Pemerintah Daerah memfasilitasi pelaksanaan pembangunan sasana sarasehan

dimaksud.

Page 114: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

113

(2) Dalam hal fasilitasi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terlaksana, Pemerintah Daerah

berkewajiban memfasilitasi lokasi baru untuk pembangunan sasana sarasehan atau sebutan lain.

Pasal 15

Bupati memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan

gedung sasana sarasehan atau sebutan lain yang telah memiliki Ijin Mendirikan Bangunan yang dipindahkan karena perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah.

Bagian Kelima

Perkawinan

Pasal 16 (1) Perkawinan Penghayat Kepercayaan dilakukan di hadapan

Pemuka Penghayat Kepercayaan.

(2) Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasi penghayat

kepercayaan untuk mengisi dan menandatangani surat Perkawinan Penghayat Kepercayaan.

(3) Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud ayat

(1) dan (2) didaftar pada Kementerian yang bidang tugasnya secara teknis membina organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa.

Pasal 17

(1) Peristiwa perkawinan Penghayat Kepercayaan sebagaimana

dimaksud Pasal 16 wajib dilaporkan kepada Kantor Catatan

Sipil paling lambat 60 hari sejak perkawinan berlangsung. (2) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilampiri surat

perkawinan yang ditandatangani pemuka Penghayat Kepercayaan, salinan KTP, pasphoto, dan akta kelahiran suami dan isteri, atau paspor suami–isteri bagi orang asing.

(3) Petugas pada Kantor Catatan Sipil mencatat peristiwa perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dengan tata cara:

a. menyerahkan formulir pencatatan perkawinan kepada pasangan suami istri;

b. melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang tercantum dalam formulir pencatatan perkawinan; dan

Page 115: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

114

c. mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan kutipan akta perkawinan Penghayat Kepercayaan.

(4) Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diberikan kepada masing-masing suami dan istri.

Bagian Keenam

Pemakaman

Pasal 18

(1) Penghayat Kepercayaan yang meninggal dunia dapat

dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum, Tempat Pemakaman Bukan Umum, atau Tempat Pemakaman Khusus.

(2) Tempat Pemakaman Bukan Umum sebagaimana dimaksud

ayat (1) adalah Tempat Pemakaman Bukan Umum yang pengelolaannya dilakukan oleh badan sosial dan/atau badan

Penghayat Kepercayaan. (3) Tempat Pemakaman Khusus sebagaimana dimaksud ayat (1)

adalah Tempat Pemakaman Khusus yang mempunyai arti

khusus karena faktor sejarah dan faktor kebudayaan yang berhubungan dengan Penghayat Kepercayaan.

Pasal 19

(1) Penunjukan dan penetapan lokasi tanah untuk keperluan Tempat Pemakaman Umum dilaksanakan oleh Bupati.

(2) Penunjukan dan penetapan lokasi tanah termasuk tanah

wakaf untuk keperluan Tempat Pemakaman Bukan Umum dilaksanakan oleh Bupati dengan persetujuan Menteri Dalam Negeri.

(3) Dalam melakukan penunjukan dan penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus berdasarkan pada

Rencana Pembangunan Daerah dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: d. tidak berada dalam wilayah yang padat penduduknya;

e. menghindari penggunaan tanah yang subur; f. memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan

hidup; g. mencegah pengrusakan tanah dan lingkungan hidup; h. mencegah penggunaan tanah yang berlebih-lebihan.

Pasal 20

Page 116: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

115

(1) Areal tanah untuk keperluan Tempat Pemakaman Umum diberikan status Hak Pakai selama dipergunakan untuk

keperluan Pemakaman. (2) Areal tanah untuk keperluan Tempat Pemakaman Bukan

Umum diberikan status Hak Pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku kecuali tanah wakaf yang dipergunakan untuk tempat pemakaman, dengan

status Hak Milik.

Pasal 21

(1) Pengelolaan Tempat Pemakaman Umum yang terletak di Kota

dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Daerah.

(2) Pengelolaan Tempat Pemakaman Umum di Desa dilakukan

oleh Pemerintah Desa berdasarkan Peraturan Daerah. (3) Pengelolaan Tempat Pemakaman Bukan Umum dilakukan oleh

suatu Badan atau Badan Hukum yang bersifat sosial dan/atau bersifat keagamaan dengan izin Bupati.

(4) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterbitkan setelah

mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri.

Pasal 22

(1) Dalam pelaksanaan pengelolaan Tempat Pemakaman Umum dan Tempat Pemakaman Bukan Umum harus memperhatikan dan mengindahkan ketentuan peraturan perundang-undangan

mengenai lingkungan hidup. (2) Dalam pengelolaan Tempat Pemakaman Umum Pemerintah

Daerah mengusahakan agar tidak memberatkan warga

masyarakat, dan bagi pengelolaan Tempat Pemakaman Bukan Umum tidak dibenarkan dikelola secara komersial.

Bagian Ketujuh

Pelindungan

Pasal 23 (1) Pemerintah Daerah memberikan pelindungan kepada

Penghayat Kepercayaan dan Lembaganya.

Page 117: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

116

(2) Bentuk pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. pelindungan terhadap eksistensi Penghayat Kepercayaan dan Lembaganya;

b. penguatan peraturan perundangan dan/atau kebijakan daerahterkait eksistensi Penghayat Kepercayaan dan Lembaganya;

c. pelindungan dari pencitraan dan stigma yang kurang baik terhadap Penghayat Kepercayaan dan Lembaganya;

d. pelindungan terhadap kegiatan yang diselenggarakan

Penghayat Kepercayaan dan Lembaganya; e. pelindungan terhadap tempat-tempat yang diyakini

memiliki nilai historis dan nilai spiritual oleh Penghayat Kepercayaan dan Lembaganya; dan

f. pencegahan perlakuan diskriminatif oleh masyarakat

dan/atau aparatur pemerintah terhadap Penghayat Kepercayaan dan Lembaganya.

Pasal 24

Dalam memberikan pelindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pemerintah Daerah berkewajiban: a. memperhatikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila;

b. memperhatikan tradisi, norma, etika, hukum adat dan jati diri bangsa;

c. memperhatikan sifat kerahasiaan dan kesucian unsur-unsur kepercayaan yang dipertahankan oleh masyarakat;

d. memelihara ketentraman, ketertiban dan memfasilitasi

terwujudnya kerukunan masyarakat; e. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian,

saling menghormati dan saling percaya antara Penghayat

Kepercayaan dan Lembaganya dengan masyarakat dan dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya; dan

f. berkoordinasi dengan instansi sektoral dalam rangka memelihara kerukunan.

Bagian Kedelapan

Pemberdayaan dan Peningkatan Kapasitas

Pasal 25

(1) Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan dan

peningkatan kapasitas Penghayat Kepercayaan dan Lembaganya.

Page 118: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

117

(2) Bentuk pemberdayaan dan peningkatan kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. sosialisasi nilai-nilai luhur kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

b. sosialisasi peraturan perundangan-undangan dan kebijakan daerah yang berkaitan dengan Penghayat Kepercayaan dan Lembaganya;

c. penyelenggaraan forum pertemuan dan dialog tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; dan

d. pelatihan dan bimbingan teknis Penghayat Kepercayaan

dan Lembaganya.

Bagian Kesembilan

Advokasi

Pasal 26

(1) Pemerintah Daerah memberikan advokasi kepada Penghayat

Kepercayaan dan Lembaganya. (2) Advokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain

meliputi:

a. fasilitasi perbaikan citra kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

b. fasilitasi pemenuhan hal-hak sipil Penghayat Kepercayaan; dan

c. fasilitasi penyelesaian permasalahan Penghayat

Kepercayaan dan permasalahan antar lembaga kepercayaan.

Pasal 27

Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan

kebijakan, program, dan kegiatan penyelenggaraan pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan di Daerah.

BAB IV

PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 28

(1) Perselisihan antara Penghayat Kepercayaan dengan bukan

Penghayat Kepercayaan diselesaikan secara musyawarah

untuk mufakat antar kedua belah pihak.

Page 119: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

118

(2) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, Bupati memfasilitasi penyelesaian perselisihan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal fasilitasi penyelesaian perselisihan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui proses peradilan.

BAB V

PELAPORAN

Pasal 29

(1) Bupati melaporkan penyelenggaraan pelayanan Penghayat

Kepercayaan di daerah kepada Gubernur.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap 6 (enam) bulan sekali pada bulan Januari dan Juli atau

sewaktu-waktu jika diperlukan.

BAB VI PENDANAAN

Pasal 30

(1) Penyelenggaraan pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan dapat didanai dari dan atas beban: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan

b. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

(1) Ketentuan teknis mengenai pelayanan kepada Penghayat

Kepercayaan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Bupati dengan berpedoman pada Peraturan Daerah ini dan Peraturan Perundang-undangan yang relevan lainnya.

(2) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud ayat (1) dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini ditetapkan.

Page 120: Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten ...iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/pelayanan-kepada... · masa gelap sejarah bangsa Indonesia, dimana bangsa

Naskah Akademik Raperda Tentang Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa

119

Pasal 32

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Brebes

pada tanggal ………………. 2018

BUPATI BREBES,

ttd

……………………..

Diundangkan di Brebes

pada tanggal …………………. 2018

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN BREBES,

ttd

…………………

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES TAHUN 2018 NOMOR ……………