modul pelatihan prb puskur

124

Upload: ninil-jannah

Post on 14-Aug-2015

94 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Cover dalam

MODUL PELATIHAN PENGINTEGRASIAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA (PRB) KE DALAM

SISTEM PENDIDIKAN

JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Penulis: Drs. Ariantoni

Drs. Suci ParestiSri Hidayati, M.Si

Narasumber: Ninil R. Miftahul Jannah

PUSAT KURIKULUMBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALJAKARTA, 2009

Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana (PRB)Ke Dalam Sistem Pendidikan

JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Penulis: Drs. Ariantoni Drs. Suci Paresti Sri Hidayati, M.SiNarasumber: Ninil R. Miftahul JannahEditor: Dian AfryanieIlustrator Sampul : Sandhi Ari W (SDN 3 Bantul)

Ilustrator isi: Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T.

Lay Out isi:Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos.

ISBN: 978-979-725-237-3

Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR)Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA

Telp : +62 21 390 5484 (hunting)Fax : +62 21 391 8604E-mail : [email protected] : www.sc-drr.org

Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP, Department for International Development (DFID) Pemerintah Inggris dan Australian Agency For International Development (AusAID)

SAMBUTANKEPALA

PUSAT KURIKULUM

Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir dan

longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya.

Kesiapsiagaan merupakan hal yang penting dan harus dibangun pada setiap tingkat kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibat bencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan terhadap bencana merupakan bagian dari keterampilan untuk kelangsungan hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu fokus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahami tanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah.

Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengembangan model-model kurikulum sebagai referensi satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD,

SMP dan SMA.

Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP) yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana.

Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana, pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan.

Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan bagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah.

Jakarta, Desember 2009Kepala Pusat Kurikulum

Dra. Diah Harianti, M.Psi

SAMBUTAN

KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan letak geografisnya pada posisi pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana. Selain itu dengan kompleksitas kondisi demografi, sosial dan ekonomi di

Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World Disaster Reduction Campaign, UNESCO).

Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana.

Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnya dalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra kurikuler.

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana dan mensosialisasikan langkah-langkah preventif untuk mengurangi risiko bencana yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus untuk mendiseminasikan informasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi bencana.

Modul ini dapat menjadi salah satu solusi yang memungkinkan bagi para guru untuk mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan, sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami

dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana.

Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan, antara lain:Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan

pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari bencana di sekolah.

Membuka peluang dan membangun kreatifitas guru dalam menerapkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan dengan konteks sekolah yang dibinanya

Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensif cara pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di Sekolah.

Mendorong inisiatif para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakan pengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar.

Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi bermanfaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih tanggap terhadap ancaman bencana.

Jakarta, Desember 2009

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Pendidikan Nasional

Prof. Dr. H. Mansyur Ramly

SAMBUTAN

DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS

SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR

Menyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah inisiatif guna mengurangi risiko bencana ditanah

air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 – 2009, sebagai komitmen dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan nasional, yang merupakan pelengkap dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005 – 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 – 2009 tersebut, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun 2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.

Untuk mendukung prakarsa – prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atau yang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5 tahun (2007 – 2012) dan dirancang untuk mendorong agar pengurangan risiko bencana menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui 4 pilar sasaran program SCDRR, yaitu : (1) Diberlakukannya kebijakan, peraturan dan kerangka kerja regulasi pengurangan risiko bencana; (2) Diperkuatnya kelembagaan pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik; (4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program pembangunan.

Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal, pelatihan untuk guru, kampanye dan advokasi, hingga school road show untuk kegiatan simulation drill di sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat

disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan masih sangat minim dan terpusat, khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera. Kajian kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana yang telah dilakukan di berbagai wilayah menunjukkan rendahnya tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 – 2007). Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana kedalam sistem pendidikan juga telah banyak dikaji, seperti : (1) Beratnya beban kurikulum siswa; (2) Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana ; (3) Kurangnya kapasitas dan keahlian guru dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang terdistribusi dan dapat diakses oleh guru; (5) Terbatasnya sumberdaya (tenaga, biaya dan sarana); dan (6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan, tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa.

Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional. Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra maupun ekstrakurikuler secara nasional.

Untuk mendukung implementasi kebijakan tesebut, maka SCDRR mendukung Pusat Kurikulum, Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihan pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler.

Diharapkan modul-modul yang disusun oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional ini dapat menjadi acuan standar dan/atau memperkaya bahan-bahan yang sudah ada dan sudah disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanfaat dan digunakan oleh praktisi pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan sekolah terutama didaerah rawan bencana. Terima Kasih.

Jakarta, Desember 2009

Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas

Selaku National Project Director SCDRR

Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP

DAFTAR ISISAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM iii

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL v

SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR KOTAK xvii

PENGANTAR 1

UNIT -1. INTEGRASI PENGURANGAN RISIKO BENCANA KE DALAM SISTEM PENDIDIKAN 7TOPIK-A. Fenomena Bencana di Indonesia. 6

A.1 Letak Geografis Indonesia & Peristiwa Bencana di Indonesia. 8TOPIK-B. Risiko Bencana. 10

B.1. Konsep Dasar Risiko Bencana. 11B.2. Beberapa Risiko Bencana di Indonesia. 12

TOPIK C. Pengurangan Risiko Bencana Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. 17

C.1. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. 18C.2. Pengurangan Risiko Bencana. 19

TOPIK- D. Kerangka Kerja Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana. 20D.1. Landasan dan Pedoman Pendidikan PRB. 21D.2. Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana. 26

UNIT-2. PENYELENGGARAAN SEKOLAH SIAGA BENCANA 29TOPIK-A. Kerangka Kerja Kesiapsiagaan. 29

A.1 Kesiapsiagaan Sekolah. 30

Daftar Isi

x

TOPIK-B. Analisis Pemangku Kepentingan. 32 B.1 Pendekatan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas. 34B.2. Analisis Pemangku kepentingan. 35

TOPIK-C. Analisik Konteks. 37C.1. Mengenali Bahaya, Kerentanan, dan Kapasitas, Menilai Risiko Bencana. 38

TOPIK-D. Model Penyelenggaraan Sekolah Siaga Bencana. 40D.1. Memahami konsep ’Sekolah Siaga Bencana’. 41D.2. Mengenal tahapan pengembangan ’Sekolah Siaga Bencana’. 50D.3. Pemanfaatan Sekolah Siaga Bencana. 51

UNIT-3. PENGINTEGRASIAN MATERI PEMBELAJARAN PRB KE DALAM KURIKULUM SEKOLAH 50TOPIK-A. Model Pengintegrasian Materi Pembelajaran PRB ke dalam Mata Pelajaran. 52

A.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pendidikan PRB. 53A.2 Analisis Kompetensi Dasar yang dapat Mengintegrasikan Materi Pembelajaran Pendidikan PRB. 54A.3 Penyusunan Silabus yang dapat Mengintegrasikan Materi Pembelajaran Pendidikan PRB. 54A.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang Mengintegrasikan Materi Pembelajaran Pendidikan PRB. 59A.5 Penyusunan Bahan Ajar yang Mengintegrasikan Materi Pembelajaran Pendidikan PRB. 62

TOPIK-B. Model Pengintegrasian Materi Pembelajaran PRB ke dalam Program Pengembangan diri & Ekstrakurikuler. 65

B.1 Pengintegrasian PRB ke dalam Program Pengembangan Diri. 66B.2 Pengembangan Diri melalui Pelayanan Konseling. 67B.3 Pengembangan Diri melalui Kegiatan Ekstrakurikuler. 69B.4 Contoh Materi Pengembangan Diri yang dapat diintegrasikan Pendidikan PRB. 71

TOPIK-C. Pengembangan Model Pembelajaran PRB Sebagai Muatan Lokal. 72

C.1 Materi Pembelajaran PRB dalam Mata Pelajaran Muatan Lokal. 73C.2 Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal. 74

TOPIK-D. Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing Model 80D.1 Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing Model 81

UNIT-4. RENCANA AKSI SEKOLAH UNTUK PENGURANGAN RISIKO BENCANA 81TOPIK-A. Strategi Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. 82

A.1 Rencana Aksi Sekolah (untuk) PRB

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

xi

TOPIK-B. Rencana Aksi Sekolah. 85B.1. Pengurangan Risiko Banjir. 86B.2 Pengurangan Risiko Longsor. 90B.3 Pengurangan Risiko Kebakaran. 91B.4 Pengurangan Risiko Gempa Bumi. 92B.5 Pengurangan Risiko Tsunami. 96

LAMPIRAN -- Instrumen Evaluasi Pelatihan 98

DAFTAR ISTILAH 100

DAFTAR PUSTAKA 104

Daftar Isi

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kurikulum Pelatihan 3

Tabel 2. Contoh Matrik Analisa Pemangku Kepentingan, Pedoman Pengisian dan Contoh 34

Tabel 3. Contoh Matrik Karakter Bahaya 38

Tabel 4. Contoh Matrik, Kerentanan dan Kapasitas Berbasis Gender 39

Tabel 5. Contoh Matrik Risiko Bencana 39

Tabel 6. Parameter, Ruang Lingkup Indikator dan Verifikasi Sekolah Siaga Bencana 45

Tabel 7. Kelebihan dan Kekurangan masing-masing Model 81

Daftar Tabel

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rangkaian Penanggulangan Bencana 18

Gambar 2. Tahapan Bencana 19

Gambar 3. Pendekatan PRB melalui Manajemen Risiko 19

Daftar Gambar

xvi

DAFTAR KOTAK

Kotak 5.1: Format RPP 62

Daftar Kotak

xviii

Modul pelatihan dapat digunakan sebagai (1) acuan bagi tim dan anggota fasilitator dan narasumber dalam mengembangkan proses pelatihan dan bahan/media pelatihan, dan (2) bahan untuk diadaptasi atau diadopsi oleh

organisasi/instansi penyelenggara pendidikan dan latihan dilingkungan Kementerian Pendidikan Nasional dan Direktorat Pendidikan Kementerian Agama. Sehingga dapat mendukung renstra Kementerian Pendidikan Nasional untuk Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan, yaitu penjaminan mutu secara nasional dan terprogram untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. Serta mewujudkan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di dalam pendidikan formal.

Modul ini diharapkan dapat memberi inspirasi kepada Pemerintah Daerah, Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, komite sekolah/madrasah, organisasi/yayasan yang mengelola sekolah/madrasah, serta dewan guru untuk memberdayakan potensi pemangku kepentingan maupun konstituen sekolah dalam upaya lebih lanjut pada tingkat sekolah untuk mengembangkan budaya keselamatan dan ketangguhan terhadap bencana.

Secara khusus modul ini adalah bagian perangkat dalam Program Kesiapsiagaan Sekolah Terhadap Bencana yang dilaksanakan oleh Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional - Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) melalui dana hibah UNDP Tahun Anggaran 2009.

Pengguna modul adalah tim fasilitator/narasumber pelatihan fasilitator Program Kesiapsiagaan Sekolah. Yang diikuti oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan (sekolah atau madrasah), kepala sekolah, dan guru yang akan melakukan dan terlibat dalan mengembangkan integrasi dan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di sekolah/masrasah. Pemangku kepentingan antara lain seperti Kementerian Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan kota/kabupaten khususnya PMPTK dan pengawas sekolah, Dewan Pendidikan Kota/Kotamadya, komite sekolah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat lain.

Modul disusun dalam beberapa unit sesuai dengan kurikulum pelatihan. Setiap unit modul, terdiri dari panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi fasilitator/narasumber. Topik-topik modul meliputi: penyelenggaraan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana, pendidikan pengurangan risiko bencana, dan strategi pengintegrasian pendidikan pengurangan risiko bencana dalam kurikulum satuan pendidikan.

PENGANTAR

UN

ITTO

PIK/

TEM

AKR

EDIT

TUJU

AN

TUJU

AN

UM

UM

Pem

buka

an

Kont

rak

Bela

jar

Pre-

Test

Perk

enal

an

14

Inte

gras

i Pen

gura

ngan

Ri

siko

Ben

cana

ke

dala

m

Sist

em p

endi

dika

n

UN

ITTO

PIK/

TEM

AKR

EDIT

TUJU

AN

TUJU

AN

UM

UM

212

Peny

elen

ggar

aan

Seko

lah

Siag

a Be

ncan

a

UN

ITTO

PIK/

TEM

AKR

EDIT

TUJU

AN

TUJU

AN

UM

UM

34

Peng

inte

gras

ian

Mat

eri

Pem

bela

jara

n ke

dal

amKu

riku

lum

Sek

olah

UN

ITTO

PIK/

TEM

AKR

EDIT

TUJU

AN

TUJU

AN

UM

UM

Revi

ewPo

st T

est

Eval

uasi

Penu

tupa

n

44

Renc

ana

Aks

i Sek

olah

Unt

uk

Peng

uran

gan

Risi

ko B

enca

na

TUJUAN UNIT:

Peserta dapat memahami kerangka kerja pendidikan pengurangan risiko bencana yang diintegrasikan dalam sistem pendidikan.

TOPIK-A. Fenomena Bencana di Indonesia

Tujuan:

Memahami rasionalisasi penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia dan di daerah masing-masing.

Memahami istilah-istilah dibidang penanggulangan bencana, khususnya ‘bencana’ dan ‘ancaman’ (atau ‘bahaya’).

Metode:

Presentasi fasilitator/narasumber.

Permainan menjodohkan kartu istilah.

Bahan & Alat:

Bahan tayang fasilitator/narasumber.

LCD proyektor.

Flipcart dan isolasi kertas (5 unit).

Kartu istilah-istilah penanggulangan bencana (kartu istilah dan kartu definisi, 5 unit).

Proses:

Fasilitator menyampaikan tujuan sesi (dan memperkenalkan narasumber, jika materi disampaikan oleh narasumber).

Fasilitator/narasumber menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit.

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator/narasumber dipersilahkan untuk menyampaikan simpulan/pernyataan penutup.

UNIT-1INTEGRASI PENGURANGAN RISIKO BENCANA DALAM SISTEM PENDIDIKAN

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

7

Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok, dan mempersilahkan peserta untuk berkumpul dalam kelompok masing-masing.

Fasilitator menyampaikan peraturan tentang permainan kelompok, menjodohkan kartu. Setiap ‘kartu istilah’ memiliki ‘kartu definisi’, kelompok harus mencari pasangan kartu yang sesuai. Kelompok yang paling cepat menyelesaikan dan hasilnya benar adalah pemenangnya. Fasilitator membagikan peralatan permainan, setelah memastikan semua kelompok telah mendapatkan peralatan – permainan dimulai, dilaksanakan maksimal 10 menit.

Fasilitator mempersilakan kelompok tercepat untuk mempresentasikan hasilnya. Meminta komentar dari kelompok lain, lalu memberi petunjuk jawaban yang benar. Dan meminta setiap kelompok untuk menyempaikan hasilnya, dan meminta kelompok memperbaiki hasil yang masih salah.

Fasilitator menajamkan temuan-temuan hasil presentasi kelompok – dan menyampaikan pentingnya istilah-istilah ‘kebencanaan’ seperti: ancaman, bencana, risiko bencana, kerentanan, dan kapasitas dipahami secara baik.

Fasilitator menutup sesi.

A.1. Letak Geografis Indonesia & Peristiwa Bencana di Indonesia Secara geologis Indonesai diapit oleh tiga lempeng besar yang aktif bergerak yaitu lempeng Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia. Pergerakan lempeng dapat menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat terdapat 28 titik di wilayah Indonesia yang telah dinyatakan sebagai wilayah yang rawan gempa bumi dan tsunami. Wilayah tersebut antara lain NAD, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku Selatan, Papua (Biak, Yapen, dan Fak-fak), dan Kalimantan Timur. Pertemuan antara lempeng tersebut menjadikan Indonesia daerah yang selalu menjadi langganan letusan gunung api. Data historis dan bukti empiris menunjukkan bahwa berbagai bencana gempa bumi dan tsunami selalu berulang secara periodik di wilayah rawan tersebut (Daliyo, dkk: 2008).

Selain itu wilayah Indonesia juga memiliki gunung api yang berada dalam lingkaran gunung api yang aktif – dimana sebanyak 13% gunung api di dunia (79 gunung api di Indonesia, sebanyak 12 gunung api diwaspadai karena aktivitasnya). Keadaan ini menambah potensi bencana yang dapat melanda seluruh wilayah Indonesia.

Selain gempa bumi dan tsunami, banyak jenis bencana misalnya tanggul dam atau situ jebol, angin puting beliung, banjir dan tanah longsor, kebakaran, wabah penyakit sering melanda wilayah negara kita. Bencana tersebut sering tidak dapat diprediksi kapan datangnya, sehingga bencana tersebut sering menimbulkan kerugian harta dan jiwa yang tidak sedikit.

Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data bencana dari BAKORNAS PB menyebutkan bahwa antara tahun 2003-2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana, di mana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari total bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah longsor (16 persen). Meskipun frekuensi kejadian bencana geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi) hanya 6,4 persen, bencana ini telah menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yang besar, terutama akibat gempa bumi yang diikuti tsunami di Provinsi NAD dan Sumut tanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi besar yang melanda Pulau Nias, Sumut pada tanggal 28 Maret 2005, dan beberapa kejadian di Yogyakarta, Tasikmalaya, dan Padang.

Berbagai bencana terus kembali berulang dan menjadi suatu berita yang sudah biasa di media cetak maupun televisi. Karena seringnya kita membaca dan mendengar berita tentang bencana, berita tersebut seolah-olah menjadi suatu hal yang biasa, tanpa kesan dan tidak ada dampaknya. Sementara kurban baik jiwa dan harta benda, baik sedikit atau banyak, hampir selalu menjadi dampak dari bencana tersebut. Tidak sedikit anak-anak yang terampas haknya untuk meneruskan pendidikan karena sekolahnya hancur, buku-bukunya rusak, seragam sekolahnya hanyut.

BAHAN BACAAN

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

9

Dengan terulangnya bencana gempa bumi yang terjadi baik di Yogyakarta, Jawa Barat, serta berbagai bencana lain di wilayah Indonesia, yang telah menimbulkan korban jiwa dan harta benda serta masih menyisakan persoalan yaitu relokasi pengungsi dan penyediaan akses dan ruang belajar untuk anak adalah suatu fakta bahwa kita belum banyak belajar dari peristiwa bencana sebelumnya. Selain itu dampak psikologis yang juga sangat berpengaruh pada proses dan hasil belajar siswa masih menjadi persoalan yang harus diatasi.

Berbagai bencana tersebut semestinya menjadi pelajaran bagi masyarakat bahwa siapapun tanpa terkecuali harus selalu siap siaga dalam menghadapi bencana. Bencana sering tidak dapat diprediksikan kapan datangnya, namun dengan dimilikinya kapasitas kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana menjadi modal yang penting. Kesiapsiagaan ini merupakan suatu kemampuan dalam mengantisipasi dan mengurangi dampak yang diakibatkan bencana.

Apabila membicarakan tentang masyarakat, maka banyak stakeholders yang terlibat dan berpengaruh. Terdapat tujuh stakeholders dimana komunitas sekolah merupakan stakeholdes utama selain individu dan rumah tangga, serta Pemerintah. Ketiga stakeholders ini memegang peran yang sangat penting dalam kesiapsiagaan masyarakat. Sedangkan komunitas sekolah mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber pengetahuan, penyebar-luasan pengetahuan tentang bencana dan petunjuk praktis apa yang harus disiapkan sebelum terjadinya bencana dan apa yang harus dilakukan pada saat dan setelah terjadinya bencana.

Dari hasil kajian yang dilakukan terhadap masyarakat di Kab. Aceh Besar, Kota Bengkulu, dan Kota Padang oleh menunjukkan bahwa tingkat kesiapsiagaan sekolah dalam menghadapi bencana masih rendah yaitu antara kategori belum siap dan kurang siap, dengan nilai indeks kesiapsiagaan antara 40 s.d. 50. Indeks kesiapsiagaan dibagi menjadi 5 kategori, yaitu nilai indeks di bawah 40: kategori belum siap, antara 40 – 54: kurang siap, 55 – 64: hampir siap, antara 65 – 79: siap, dan antara 80 – 100: sangat siap.

Warga sekolah merupakan salah satu komunitas yang penting dalam meningkatkan kemampuan pengurangan risiko bencana khususnya kesiapsiagaan masyarakat dalam bencana. Kesiapsiagaan tersebut perlu dimiliki oelh seluruh warga sekolah dan masyarakat. Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari upaya peningkatan kapasitas dan pengurangan risiko bencana. Peningkatan kapasitas tersebut dapat melalui pendidikan yang berlangsung di sekolah yaitu pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Pendidikan ini dapat diselenggarakan dengan terintegrasi pada kurikulum yang telah dilaksanakan oleh sekolah. Selain itu, tidak hanya kurikulum yang perlu disiapkan, namun seluruh komponen kesiapsiagaan sudah seharusnya dimiliki oleh setiap sekolah.

Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Satuan Pendidikan

10

TOPIK-B. Risiko Bencana

Tujuan: Memahami istilah kerentanan, dan kapasitas.

Memahami komponen/ komposit ‘risiko bencana’.

Memahami bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana, tidak terlepas dari komponen kerentanan dan kapasitas.

Metode: Mengenal berbagai jenis (risiko) bencana di Indonesia.

Presentasi fasilitator/narasumber.

Tanya jawab.

Tugas kelompok.

Bahan & Alat Bahan tayang fasilitator/narasumber.

LCD Proyektor.

Flipcart, spidol besar.

Papan tulis.

Panduan tugas kelompok.

Proses Fasilitator menyampaikan tujuan sesi (dan memperkenalkan narasumber,

jika materi disampaikan oleh narasumber).

Fasilitator/narasumber menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit.

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator/narasumber dipersilahkan untuk menyampaikan simpulan/pernyataan penutup.

Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok, dan mempersilahkan peserta untuk berkumpul dalam kelompok masing-masing.

Fasilitator memberikan pengantar tugas kelompok yang dilaksanakan sekitar 20 menit. Kelompok diminta mengidentifikasi ancaman/bahaya di provinsinya, berdasarkan (a) kejadian ancaman/bencana apa saja pada 5 tahun terakhir, maupun (b) karena kondisi fisik/geografisnya. Diskusi dan hasilnya dilaksanakan menggunakan flipcart dan kertas plano yang tersedia.

Fasilitator mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasilnya. Meminta komentar dari kelompok lain, lalu menulis kompilasi daftar ancaman dari semua kelompok di papan tulis/flipcart.

Fasilitator menayangkan (kembali) presentasi tentang ‘rumus komposit’ risiko bencana, berikut definisi kerentanan, kapasitas, ancaman, dan risiko bencana, sebagai penutup sesi.

B.1 Konsep Dasar Risiko BencanaSeperti yang tertuang dalam Undang-undang Penanganan Bencana Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, definisi bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya kurban jiwa manusia, kerusakan lingkugan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Dari definisi bencana dan apa yang tersirat di dalamnya, tampak bahwa definisi bencana mengandung makna konsep “bencana” yang universal berikut: 1) gangguan yang serius terhadap berfungsinya masyarakat; 2) kerugian besar pada manusia (terbunuh atau luka-luka), harta benda, dan lingkungannya; dan 3) masyarakat yang mengalaminya tak mampu menanggulangi gangguan tersebut apabila hanya mengandalkan kekuatannya sendiri.

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa – Nusa Tenggara – Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan ancaman bencana yang relatif tinggi dan berbagai macam bencana. Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data bencana dari BAKORNAS PB menyebutkan bahwa antara tahun 2003-2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana, di mana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari total bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah longsor (16 persen). Meskipun frekuensi kejadian bencana geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi) hanya 6,4 persen, bencana ini telah menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yang besar, terutama akibat gempa bumi yang diikuti tsunami di Provinsi NAD dan Sumut tanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi besar yang melanda Pulau Nias, Sumut pada tanggal 28 Maret 2005.

Pandangan masyarakat terhadap bencana bermacam-macam. Ada yang menganggap bahwa membicarakan bencana merupakan suatu hal yang tabu, ada yang menganggap bahwa bencana adalah suatu peristiwa aslam biasa, atau bencana adalah akibat dari marahnya “penguasa” alam tertentu akibat peri laku manusia. Anggapan ini seringkali membuat kita lengah dan kurang waspada dalam menghadapi bencana serta kurangnya kepedulian terhadap tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mengantisipasi adanya bencana yang mungkin akan terjadi.

Besarnya bencana diukur dari jumlah korban jiwa, kerusakan, atau biaya-biaya kerugian yang ditimbulkannya. Namun demikian, tingkat keamanan terhadap bencana dan intensitas bencana itu sendiri terkait erat dengan kondisi kondisi

BAHAN BACAAN

Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Sistem Pendidikan

12

masyarakat dan lingkungan yang terkena bencana tersebut.. Jelaslah, bahwa terdapat sebab-akibat kejadian dan intensitas bencana yang mengukuhkan kembali kenyataan bahwa pada dasarnya bencana terjadi tidak semata-mata karena faktor alam.

Terdapat tujuh faktor yang menyebabkan dampak bencana menjadi lebih besar dalam kehidupan suatu masyarakat. Ketujuh faktor itu adalah: 1) Kemiskinan, 2) Pertambahan penduduk, 3) Urbanisasi yang cepat, 4) Perubahan-perubahan dalam praktek budaya, 5) Degradasi lingkungan, 6) Kurangnya kesadaran dan informasi, dan 7) Perang dan kerusuhan sipil.

Sering dampak dari bencana menjadi lebih berat akibat kurangnya kesadaran dan informasi. Dalam situasi ini, orang-orang yang rentan terhadap bahaya-bahaya tidak tahu bagaimana cara melepaskan diri atau mengambil tindakan-tindakan perlindungan dari bencana. Ketidaktahuan ini tidak selalu berkorelasi dengan kemiskinan, melainkan dapat semata-mata akibat kurangnya kesadaran akan tindakan-tindakan yang aman dalam keadaan bencana. Misalnya, kesadaran untuk mendirikan bangunan yang aman tebencana. Dalam situasi yang lain, sebagian orang mungkin tidak tahu tentang arah-arah evakuasi dan prosedur-prosedur yang aman dalam penyelamatan diri. Atau, sebagian penduduk mungkin tidak tahu kemana mereka meminta bantuan pada saat mengalami tekanan berat akibat bencana. Kurangnya pemahaman terhadap ancaman bencana dapat mengakibatkan menipisnya kesadaran terhadap upaya penyelamatan diri dari bencana.

Komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya risiko suatu bencana antara lain sebagai berikut:1. Bahaya Apakah beda antara bahaya dengan bencana? Fenomena atau situasi yang

memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan atau kerusakan terhadap orang, harta benda, fasilitas, maupun lingkunga disebut dengan bahaya. Sedangkan bencana merupakan suatu peristiwa, baik akibat ulah manusia maupun alam, tiba-tiba maupun bertahap, menyebabkan kerugian yang luas pada manusia, materi, maupun lingkungan.

Bahaya terdiri dari bahaya alam dan bahaya karena ulah manusia yang menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi, bahaya hidrometeorologi, bahaya biologi, bahaya teknologi dan penurunan kualitas lingkungan.

2. KerentananKerentanan merupakan suatu kondisi yang menurunkan kemampuan seseorang untuk menyiapkan diri, bertahan hidup, atau merespon bahaya. Kerentanan yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana memengaruhi besarnya bencana.

3. BencanaDalam konteks penanganan bencana risiko bencana merupakan kemungkinan dimana struktur masyarakat/sekolah atau area geografis

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

13

menjadi rusak atau terganggu oleh dampak suatu bahaya tertentu, disebabkan oleh alam, konstruksi, dan kedekatan dengan daerah bahaya. Resiko ini merupakan interaksi tingkat kerentanan daerah dengan dengan bahaya yang ada. Ancaman bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika prose salami, sedangkan tingkat kerentana sekolah dapat dapat dikurangi sehingga kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana menjadi meningkat.

Berdasarkan potensi ancaman bencana dan tingkat kerentanan yang ada dapat diperkirakan risiko bencana di Indonesia sangat tinggi.

4. KapasitasKapasitas adalah kekuatan dan sumber daya yang ada pada tiap individu dan lingkungan yang mampu mencegah, melakukan mitigasi, siap menghadapi dan pulih dari akibat bencana dengan cepat.

Komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya bencana dapat dirumuskan sebagai berikut:

R = H x V/C dimana:

R = Risk (Risiko Bencana)

H = Hazard (Bahaya/Potensi Bencana)

V = Vurnerability (Kerentanan Wilayah)

C = Capacity (Kapasitas Masyarakat)

Risiko bahaya khusus menggabungkan kemungkinan (probabilitas) bahaya (H) dan tingkatan dampak dari bahaya tertentu , sebagaimana dalam persamaan di atas. Dalam persamaan, Risiko dari suatu bahaya (R) sama dengan hasil perkalian antara bahaya tersebut dengan kerentanan penduduk terhadapnya. Untuk menghitung nilai risiko sebagaimana dalam persamaan di atas dapat digunakan pemodelan katastrofi. Semakin tinggi risiko tersebut, maka semakin mendesak untuk mendahulukan kerentanan bahaya khusus tersebut sebagai target mitigasi dan usaha-usaha kesiapan. Demikian pula, tidak ada kerentanan berarti tidak ada risiko yang harus diperhitungkan, contoh: gempa bumi di pulau yang tidak didiami penduduk.

Bencana akan tinggi jika terdapat bahaya dan kerentanan yang tinggi. Bencana akan kecil jika kapasitas yang dimiliki sudah siap atau cukup untuk menghadapi bencana, sedangkan bencana akan berdampak besar jika kita tidak memiliki cukup kapasitas yang dapat digunakan untuk menghadapi bencana.)

Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Sistem Pendidikan

14

B.2 Beberapa Risiko Bencana di IndonesiaGempa Bumi Gempa bumi merupakan bencana alam yang relative sering terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh posisi Indonesia yang tepat di pertemuan lempeng-lempeng dunia. Interaksi lempeng tersebut menyebabkan gempa di wilayah tersebut. Kondisi ini membentuk jalur gempa dengan ribuan titik pusat gempa dan ratusan gunung berapi yang rawan bencana di Indonesia.

Interaksi lempeng tektonik banyak terjadi di sepanjang pantai barat Sumatera yang merupakan pertemuan lempeng Benua Asia dan Samudera Hindia; wilayah selatan Pulau Jawa dan pulau pulau di Nusa Tenggara yang merupakan pertemuan lempeng Benua Australia dan Asia; serta di kawasan Sulawesi dan Maluku yang merupakan efek dari pertemuan lempeng Benua Asia dengan Samudera Pasifik.

TsunamiGempa bumi yang terjadi di laut dapat mengakibatkan terjadinya tsunami (gelombang laut), terutama pada gempa yang terjadi di laut dalam yang diikuti deformasi bawah laut seperti yang pernah terjadi di pantai barat Sumatera dan di pantai utara Papua. Sementara itu letusan gunung berapi juga dapat menimbulkan gelombang pasang seperti yang terjadi pada letusan Gunung Krakatau.

BanjirBanjir merupakan ancaman bencana yang juga terjadi di Indoneisa. Banjir ini terjadi baik di kota besar maupun di wilayah pegunungan, selain itu juga banjir karena naiknya air laut (Banjir Rob). Bencana banjir disebabkan oleh relief bentang alam Indonesia yang sangat bervariasi dan banyaknya sungai yang mengalir di antaranya. Banjir pada umumnya terjadi di wilayah Indonesia bagian Barat yang menerima curah hujan lebih banyak dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian Timur. Banjir di kota besar sering disebabkan oleh populasi penduduk yang semakin padat yang dengan sendirinya membutuhkan ruang yang memadai untuk kegiatan penunjang hidup yang semakin meningkat. Banjir di kota besar sering disebabkan oleh buruknya sistem drainase, kurangnya kesesuaian peruntukan lahan, dan banyaknya sampah yang menghalangi saluran air. Banjir di wilayah pegunungan sering disebabkan oleh perubahan permukaan hutan menjadi gundul menyebabkan peningkatan kecepatan aliran air permukaan yang tinggi dan tidak terkendali sehingga terjadi kerusakan lingkungan di daerah satuan wilayah sungai.

Tanah LongsorBencana tanah longsor di Indonesia banyak terjadi di daerah yang memiliki derajat kemiringan lereng tinggi. Bencana ini umumnya terjadi pada saat curah hujan tinggi. Longsor juga dapat terjadi di terowongan atau di lahan penggalian/penambangan. Tanah longsor juga terjadi setiap tahun terutama di daerah-daerah yang tanahnya tidak stabil seperti di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hampir sebagian besar tanah di daerah tropis bersifat mudah longsor karena tingkat pelapukan batuan di daerah ini sangat tinggi dan

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

15

komposisi tanah secara fisik didominasi oleh material lepas dan berlapis serta potensial longsor. Kestabilan tanah ini sangat dipengaruhi oleh kerusakan hutan penyangga yang ada di Indonesia. Karena banyaknya penebangan di hutan penyangga, wilayah rawan bencana longsor di Indonesia semakin bertambah.

KebakaranPotensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup besar. Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi bahaya kebakaran lahan dan hutan dimana berdapak sangat luas tidak hanya kehilangan keaneka ragaman hayati tetapi juga timbulnya ganguan asap di wilayah sekitar yang sering kali menggaggu negara-negara tetangga. Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu terjadi. Hal tersebut memang berkaitan dengan banyak hal. Dari ladang berpindah sampai penggunaan HPH yang kurang bertanggungjawab, yaitu penggarapan lahan dengan cara pembakaran. Hal lain yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan adalah kondisi tanah di daerah banyak yang mengandung gambut. Tanah semacam ini pada waktu dan kondisi tertentu kadang-kadang terbakar dengan sendirinya.

KekeringanBahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia hampir setiap musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan menurunnya fungsi lahan dalam menyimpan air. Penurunan fungsi tersebut ditengarai akibat rusaknya ekosistem akibat pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dampak dari kekeringan ini adalah gagal panen, kekurangan bahan makanan hingga dampak yang terburuk adalah banyaknya gejala kurang gizi bahkan kematian.

Epidemi dan Wabah PenyakitWabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Epidemi baik yang mengancam manusia maupun hewan ternak berdampak serius berupa kematian serta terganggunya roda perekonomian. Beberapa indikasi/gejala awal kemungkinan terjadinya epidemi seperti avian influenza/flu burung, antrax serta beberapa penyakit hewan ternak lainnya yang telah membunuh ratusan ribu ternak yang mengakibatkan kerugian besar bagi petani.

Kebakaran Gedung dan PemukimanKebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api akibat lilin/lentera untuk penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran permukiman/gedung.

Kebakaran Hutan dan LahanPotensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup besar. Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi bahaya kebakaran lahan

Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Sistem Pendidikan

16

dan hutan dimana berdapak sangat luas tidak hanya kehilangan keaneka ragaman hayati tetapi juga timbulnya ganguan asap di wilayah sekitar yang sering kali menggaggu negara-negara tetangga. Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu terjadi. Hal tersebut memang berkaitan dengan banyak hal. Dari ladang berpindah sampai penggunaan HPH yang kurang bertanggungjawab, yaitu penggarapan lahan dengan cara pembakaran. Hal lain yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan adalah kondisi tanah di daerah banyak yang mengandung gambut. Tanah semacam ini pada waktu dan kondisi tertentu kadang-kadang terbakar dengan sendirinya.

Kegagalan TeknologiKegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa kebakaran, pencemaran bahan kimia, bahan radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda.

Kerusuhan Sosial Kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku, ras, golongan, bahasa, agama dan etnis merupakan salah satu aset nasional yang bernilai tinggi sekaligus merupakan kondisi yang sangat rawan. Kondisi ini sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan tertentu untuk memulai terjadinya konflik. Kerawanan terhadap konflik dalam masyarakat Indonesia diperburuk dengan tingginya kesenjangan ekonomi dalam masyarakat serta rendahnya kualitas pendidikan masyarakat. Hal ini juga terkait dengan menurunnya rasa nasionalisme dalam masyarakat seperti yang terjadi di beberapa daerah yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Sejak awal tahun 1999 sampai beberapa tahun terakhir telah terjadi konflik vertikal dan horizontal di beberapa daerah di Indonesia yang ditandai dengan timbulnya kerusuhan sosial, misalnya di Kabupaten Sambas (Provinsi Kalimantan Barat), Provinsi Maluku dan Maluku Utara, Provinsi Aceh, Provinsi Papua, Kabupaten Poso (Provinsi Sulawesi Tengah) dan berbagai daerah lainnya. Kerusuhan sosial ini telah mengakibatkan lebih dari 1 juta jiwa orang di 20 provinsi terpaksa meninggalkan kediamannya. Meskipun saat ini masalah pengungsi sebagian besar telah teratasi, potensi berulangnya bencana ini akibat konfl ik sosial baru bisa sewaktu-waktu terjadi. Kesiapan dan kewaspadaan perlu untuk dapat mengurangi terjadinya risiko tersebut.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

17

TOPIK-C: Risiko Bencana Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Tujuan:

Pengurangan Risiko Bencana sebagai paradigma baru dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Memahami konsep dan definisi Pengurangan Risiko Bencana (PRB).

Mengenal kebijakan terkait PRB dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Metode:

Presentasi fasilitator/narasumber.

Tanya jawab.

Bahan & Alat:

Bahan tayang fasilitator/narasumber.

LCD Proyektor.

Proses:

Fasilitator menyampaikan tujuan sesi (dan memperkenalkan narasumber, jika materi disampaikan oleh narasumber).

Fasilitator/narasumber menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit.

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator/narasumber dipersilahkan untuk menyampaikan simpulan/pernyataan penutup.

Fasilitator menutup sesi.

C.1 Penyelenggaraan Penanggulangan BencanaPenyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian kegiatan yang berkesinambungan yang dikelola untuk pengendalian dampak bencana, dan mempersiapkan kerangka kerja bagi masyarakat untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana yang melanda wilayah/lingkungannya; Manajemen dilaksanakan sejak sebelum terjadinya suatu peritiwa bencana, selama kejadian bencana, dan sesudah terjadinya bencana, dalam rangka mencegah, mengurangi dan mengatasi dampak bencana yang ditimbulkannya.

Sesuai dengan UUndang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, sistem penanggulangan Bencana adalah sistem pengaturan tentang kelembagaan, tata-kerja dan mekanisme penyelenggaraan dan pendanaan dalam penanggulangan bencana, yang ditetapkan dalam aturan hukum atau peraturan dan perundangan. Terdiri atas komponen: 1. Hukum, Peraturan dan Perundangan2. Kelembagaan3. Hubungan dan tata-kerja4. Penyelenggaraan PB5. Pendanaan6. Pengelolaan Bantuan

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan penanggulangan bencana. UU No. 24 Tahun 2007 mendefinisikan penyelenggaraan penanggulangan bencana sebagai serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang mengurangi risiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Rangkaian kegiatan penanggulangan bencana dapat digambarkan dalam tiga siklus sebagai berikut:1. Prabencana dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b)

terdapat potensi bencana.2. Saat tanggap darurat, yaitu situasi di mana terjadi bencana.3. Pasca bencana, yaitu saat setelah terjadi bencana.

BAHAN BACAAN

Gambar 1. Rangkaian Penanggulangan Bencana

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

19

Pencegahan& Mitigasi

KesiapsiagaanTanggap Darurat

Kejadian/Krisis

Kejadian/Krisis

PemulihanRekonstruksi

Pencegahan& Mitigasi

Waktu

Gambar 2. Tahapan Bencana

Tahapan bencana yang digambarkan di atas sebaiknya tidak dipahami sebagai suatu pembagian tahapan yang tegas, di mana kegiatan pada tahap tertentu akan berakhir pada saat tahapan berikutnya mulai. Namun, harus dipahami bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersamaan dengan porsi kegiatan berbeda sesuai kebutuhan. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pengurangan risiko bencana juga sudah harus dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.

C.2. Pengurangan Risiko BencanaPengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.Termasuk dalam pengurangan risiko bencana adalah:1. Mengurangi bahaya (tidak selalu bisa).2. Mengurangi kerentanan. 3. Meningkatkan kapasitas. Penyelenggaraannya dapat dapat digambarkan oleh siklus berikut ini.

Pendekatan PRB melaluiManajemen Risiko

Krisna Pribadi 2009

Memahami situasisekitar kita

Memahami Ancaman Bahaya

Memahami Kerentanan/Kelemahan Kita

Menilai Risiko BencanaYang Kita Hadapi

Merencanakan TindakanUntuk Mengurangi Risiko

Melaksanakan TindakanPengurangan Risiko Bencana

Memantau HasilPeguranganRisiko

Gambar 3. Pendekatan PRB melalui Manajemen Risiko

Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Sistem Pendidikan

20

TOPIK-D: Kerangka Kerja Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana

Tujuan: Memahami prinsip dasar Pendidikan PRB. Memahami maksud, tujuan-tujuan, dan ruang lingkup pendidikan PRB. Pendidikan PRB dalam kerangka Pendidikan untuk (menjamin

pembangunan berkelanjutan).

Metode:

Presentasi fasilitator. Tanya jawab.

Tugas kelompok.

Bahan & Alat:

Bahan tayang fasilitator/narasumber. LCD Proyektor. Flipcart, spidol besar. Papan tulis, Isolasi Kertas. Panduan tugas kelompok.

Kartu Metaplan.

Proses:

Fasilitator menyampaikan tujuan-tujuan sesi; dilanjutkan dengan menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit.

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator menyampaikan simpulan/pernyataan penutup

Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok, dan mempersilahkan peserta untuk berkumpul dalam kelompok masing-masing

Fasilitator memberikan pengantar tugas kelompok yang dilaksanakan sekitar 20 menit. Kelompok diminta mengidentifikasi (1) landasan-landasan serta pedoman penyelenggaraan pendidikan PRB

di sekolah, (2) prasyarat implementasi, dan (3) hal-hal yang akan mempermudah dan memperlancar implementasi

pendidikan PRB di sekolah. Diskusi dan hasilnya dilaksanakan menggunakan flipcart dan kertas plano yang tersedia.

Fasilitator mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasilnya. Meminta komentar dari kelompok lain, lalu menulis temuan kesamaan dan perbedaan dari hasil setiap kelompok. Fasilitator meminta komentar dari peserta tentang adanya perbedaan yang ditemukan.

Sebagai penutup sesi fasilitator meminta setiap peserta untuk menuliskan ‘Definisi Pendidikan PRB’ dan ‘Tujuan Pendidikan PRB’ didalam 1 kertas metaplan untuk setiap peserta.

D.1. Landasan dan Pedoman Pendidikan PRBBerdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana’ memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.

Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non-pemerintah, institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang, pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005- 2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA). Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas – secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dan negara – dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknya pada tahun 2015.

HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan, dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan rakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian Sasaran Pembangunan Milenium. Untuk membantu pencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentifikasi lima Prioritas Aksi yang spesifik: (1) Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas; (2) Memperbaiki informasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya keamanan dan ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuat kesiapan untuk bereaksi.

HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan resiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup dan didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas.

Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasukkannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-anak dengan informasi; menggalakkan integrasi

BAHAN BACAAN

Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Sistem Pendidikan

22

pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2014 untuk Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable Development); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan menghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7) menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana.

‘Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah’ yang dikoordinir oleh UN/ISDR (United Nations/International Strategy for Disaster Reduction) hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutama yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana, gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yang sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidak sebentar dan pastilah sangat mahal.

Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru, pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas isu manajemen bencana, Mendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional, pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikan antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam masyarakat; (2) fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium.Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda, yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan keselamatan dan keamanan sekolah.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

23

Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi generasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah membantu anak-anak memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup dan perlindungan aset/milik masyarakat pada saat kejadian bencana. Menyelenggarakan pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat.

Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan di sekolah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi lokal/regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik untuk dapat berpartisipasi secara aktif. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat.

Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan. Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisa dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran pengurangan risiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3) ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus megembangkan dan menyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan diri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.

1. Landasan FilosofisBencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pengurangan risiko bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.

Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Sistem Pendidikan

24

2. Landasan SosiologisAda tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu pertama secara geografis, demografis dan geologis, Indonesia merupakan negara rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berakibat pada terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan bencana telah dilakukan secara komprehensif yang mencakup pendekatan yang bersifat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu, pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkat pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yang aktif dalam menciptakan manajemen bencana yang efektif. Serta pentingnya partisipasi publik dan pemangku kepentingan dalam penanganan bencana.

3. Landasan YuridisPertimbangan yuridis adalah menyangkut masalah-masalah hukum serta peran hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penangan bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha-usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.

4. Pedoman pengembangan produkProgram pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) bertujuan untuk meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.

Dasar Hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial modul dan modul pelatihan adalah:

1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.3. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana.4. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

25

Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025.5. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009.6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan.7. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional

Penanggulangan Bencana.8. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN

(Persetujuan ASEAN mengenai Penanggulangan Bencana dan Penanganan Darurat).

9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

10. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.11. Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan.12. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar

Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan Peraturan Mendiknas No. 6 Tahun 2007.

13. Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balitbang Depdiknas.

14. Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi.

15. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA.

16. Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.

5. Pengintegrasian pengurangan resiko bencana ke dalam Sistem Pendidikan NasionalUU No.20/2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2):

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.

Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 menyatakan bahwa penyusunan kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. PP no.19/2005 SNP Pasal 17 menyebutkan:

1. Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs,SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembang kan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah,

Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Sistem Pendidikan

26

sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.2. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,

mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.

Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar sesuai dengan kondisi geografis dan demografis untuk daerah, kebutuhan, potensi dan karkateristik satuan pendidikan dan peserta didik, yang selanjutnya diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Permendiknas no.24/2006 Pelaksanaan SI dan SKL – Pasal-1:

1. Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan.

2. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.

3. Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.

Sistem Pendidikan Nasional (Ayat 1, pasal 32, Undang-Undang No. 20 tahun 2003) juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi ‘pendidikan layanan khusus’. Yakni “pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi”.

D.2. Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko BencanaA. Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan

Untuk Pembangunan Berkalanjutan

Pada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254 untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan (DESD), mulai 2005-2014, dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti yang akan dibahas di bawah DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas. Sebagaimana didefinisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21, “Pendidikan sangat penting untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran etika, nilai-nilai dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan. Baik formal dan pendidikan non-formal sangat diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan “. Pendidikan dan pengetahuan berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta kerentanan dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga memberikan kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

27

Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 – 2015 yang menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat. Inisiatif pengurangan bencana harus berakar di semua lembaga-lembaga pendidikan khususnya di sekolah-sekolah dan dalam program pendidikan. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana memanfaatkan semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan untuk membuat atau meningkatkan suatu budaya pencegahan oleh identifikasi dan pemahaman risiko, belajar langkah-langkah pengurangan risiko, dan tanggap bencana.

Oleh karena itu Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana - sebagai bagian dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (ESD), dan mendukung kerangka ESD penting dalam tiga cara:1. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner.

Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya.

2. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan ketrampilan hidup sosial dan emosional lainnya yang penting untuk pemberdayaan kelompok terancam atau terkena bencana.

3. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan Pengurangan Risiko Bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunan termasuk inisiatif DESD dihancurkan dalam hitungan detik.

Kerangka kerja Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana atau pendidikan pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR (lembaga PBB yang mengkoordinasi upaya dunia dalam pengurangan risiko bencana) berikut: “Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.”

HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaktub rekomendasi bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan informal.

“Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan

Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Sistem Pendidikan

28

(2005-2015) dari PBB “.

B. Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko BencanaPendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upaya untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari pendidikan bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana. Tetapi mengembangkan motivasi, ketrampilan, dan pengetahuan agar dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko bencana.

Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah: 1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan.2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana. 3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman

tentang kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan prilaku dan motivasi.

4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana.

5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secara individu maupun kolektif.

6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana.7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana.8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali

komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana.

9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak.

TUJUAN UNIT:Memahami kerangka kerja SSB dan mampu menyusun model SSB yang sesuai

untuk sekolah/kabupaten/kota masing-masing

TOPIK-A. Kerangka Kerja Kesiapsiagaan

Tujuan:

Memahami prinsip dasar dan kesiapsiagaan.

Metode:

Presentasi narasumber.

Tanya jawab.

Tugas kelompok.

Bahan & Alat:

Bahan tayang fasilitator/narasumber.

LCD proyektor.

Flipcart, spidol besar.

Papan tulis, isolasi kertas.

Panduan tugas kelompok.

Fasilitator menyampaikan tujuan sesi (dan memperkenalkan narasumber, jika materi disampaikan oleh narasumber).

Proses:

Fasilitator/narasumber menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit.

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator/narasumber dipersilahkan untuk menyampaikan simpulan/pernyataan penutup.

Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok, dan mempersilahkan peserta untuk berkumpul dalam kelompok masing-masing.

UNIT-2PENYELENGGARAAN SEKOLAH

SIAGA BENCANA

Penyelenggaraan Sekolah Siaga Bencana

30

Fasilitator menampilkan tayangan pengantar, lalu memberikan pengantar tugas kelompok yang akan dilaksanakan sekitar 20 menit. Kelompok diminta (1) mendefinisikan kesiapsiagaan-sekolah, dan (2) mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menunjang keberhasilan kegiatan kesiapsiagaan sekolah (diluar faktor-faktor kesiapsiagaan itu sendiri). Diskusi dan hasilnya dilaksanakan menggunakan flipcart dan kertas plano yang tersedia.

Fasilitator mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasilnya. Meminta komentar dari kelompok lain, lalu menulis temuan kesamaan dan perbedaan dari hasil setiap kelompok. Fasilitator meminta komentar dari peserta tentang adanya perbedaan yang ditemukan.

Sebagai penutup sesi fasilitator memberikan penajaman tentang diskusi terakhir.

A.1. Kesiapsiagaan Sekolah

Kesiagaan (biasanya disebut kesiapsiagaan) merupakan “tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi-organisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk ke dalam tindakan Kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumberdaya dan pelatihan personil.” Kesiapsiagaan merupakan salah satu upaya mengurangi risiko bencana dan dalam rangka mengantisipasi bencana. Kesiapsiagaan dilakukan dalam rangka upaya mengelola risiko bencana, sehingga jika telah siaga dampak dari bencana dapat diminimalisir. Kesiapsiagaan merupakan bagian dari mitigasi bencana karena dilakukan pada saat sebelum terjadi bencana.

Sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan untuk masa depan peserta didiknya, dan juga menyediakan ruang yang aman dan nyaman sebagai tempat untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi, minat, dan bakat masing-masing. Selain itu hal yang terpenting yaitu menyiapkan generasi yang nantinya akan menjad generasi penerus, selain itu peserta didik merupakan bagian dari masyarakat luas yang juga memiliki peran yang penting dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan fisik dan mentalnya.

Kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana tidak hanya sekedar memasukkan pengetahuan bencana kedalam kurikulum sekolah saja, namun sesuai dengan parameter yang ada. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siwaku et al, 2007, pemberian informasi dalam bentuk pengetahuan di sekolah dapat meningkatkan pemahaman tentang risiko yang akan dihadapi, namun tidak memberikan bekal kepada siswa hal-hal apa yang harus dilakukan sebelum bencana dan mengambil tindakan untuk mengurangi dampak dari bencana. Kesadaran diri adalah hal terpenting, namun pendidikan di lingkungan dapat meningkatkan pengatahuan dan keterampilan dalam upaya mengurangi risiko. Berkaitan dengan Kesiapsiagaan tersebut maka sekolah perlu segera untuk memulai segala hal yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas mereka.

BAHAN BACAAN

Penyelenggaraan Sekolah Siaga Bencana

32

TOPIK-B. Analisis Pemangku Kepentingan

Tujuan:

Mengenal pendekatan berbasis komunitas.

Mengkaikan Manajemen sekolah berbasis komunitas dengan SSB.

Melaksanakan analisis pemangku kepentingan.

Metode:

Curah gagasan.

Bermain peran.

Tugas kelompok.

Bahan & Alat:

Flipcart, spidol besar.

Papan tulis, isolasi kertas.

Panduan tugas kelompok.

Panduan bermain peran.

Proses:

Fasilitator menyampaikan tujuan-tujuan sesi; dilanjutkan dengan menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit.

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator menyampaikan simpulan sementara.

Fasilitator menunjuk beberapa orang untuk terlibat dalam permainan peran, peserta yang akan bermain peran diminta mempelajari peran masing-masing, sementara itu,

Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok, dan mempersilahkan peserta untuk berkumpul dalam kelompok masing-masing.

Fasilitator memfasilitasi kegiatan permainan peran, skenario permainan peran adalah bagaimana stakeholder dan konstituen sekolah memiliki kepentingan dan potensi masing-masing dalam kesiapsiagaan sekolah. Setiap aspirasi dari setiap pihak patut didengarkan dan dipertimbangkan demi tujuan kesiapsiagaan sekolah.

Fasilitator meminta komentar dari setiap kelompok misalnya: apa yang ditangkap peserta dari permainan peran? Apa yang terjadi pada anak-anak? Dalam kesiapsiagaan sekolah siapa saja yang sebaiknya dilibatkan? dst.

Fasilitator memberikan pengantar tugas kelompok yang dilaksanakan sekitar 20 menit. Kelompok diminta melaksanakan analisa stakeholder (sesuai dengan tabel analisa stakeholder dalam bacaan fasilitator). Diskusi dan hasilnya dilaksanakan menggunakan flipcart dan kertas plano yang tersedia.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

33

Fasilitator mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasilnya. Meminta komentar dari kelompok lain, lalu menulis temuan kesamaan dan perbedaan dari hasil setiap kelompok. Fasilitator meminta komentar dari peserta tentang adanya perbedaan yang ditemukan.

Sebagai penutup sesi fasilitator memberikan tips terkait kegiatan analisis stakeholders (pemangku kepentingan).

B.1 Pendekatan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis KomunitasPendekatan pengurangan risiko bencana dan penanggulangan bencana berbasis komunitas adalah upaya yang dilakukan oleh anggota masyarakat (komunitas) secara terorganisir dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki masyarakat semaksimal mungkin.

Pendekatan pengurangan risiko bencana memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Masyarakat dan kelompok paling rentan (anak-anak, perempuan/

perempuan hamil, orang berusia lanjut, orang difabel (cacat), keluarga minoritas dan paling miskin, dll) adalah aktor kunci dalam pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas.

2. Tidak ada yang lebih berkepentingan dalam memahami masalah bencana – selain masyarakat itu sendiri.

3. Masyarakat setempat selayaknya memiliki kesempatan untuk lebih mengetahui tantangan, ancaman, hambatan dan kekuatan lokal dalam menghadapi bencana.

4. Sumber daya lokal dalam penanganan bencana (maupun pembangunan) layak diasah dan dikembangkan secara berkelanjutan.

5. “bottom up” bukan “top down”, kelompok/warga masyarakat memiliki akses dan kontrol terhadap sistem penanggulangan bencana dan pembangunan.

6. “dari, oleh dan untuk” keseluruhan dalam keseluruhan proses, partisipasi penuh dalam merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi.

Pendekatan ini sejalan dengan ‘desentralisasi pendidikan’ Format desentralisasi pendidikan dalam hubungannya dengan otonomi daerah, mencakup aspek kewenangan kebijakan pemerintah daerah beserta masyarakat untuk membangun dan mengembangkan pendidikan yang bersinergi dengan kemampuan, serta potensi wilayahnya.

Desentralisasi pendidikan mengandung arti sebagai pelimpahan kekuasaan pelayanan oleh pusat kepada aparat pengelola pendidikan yang ada di daerah baik pada tingkat provinsi maupun lokal, sebagai perpanjangan aparat pusat untuk meningkatkan efesiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan, mencakup aspek substantif yang meliputi teknis edukatif, personel, finansial, sarana dan prasarana, administratif, dan aspek fungsi manajemen. Salah satu implikasi desentralisasi pendidikan adalah adanya kewenangan yang lebih besar yang diberikan kepada kabupaten/kota untuk mengelola pendidikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya.

Peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat. Peningkatan peran serta orang tua dan masyarakat pada level kebijakan (pengambil keputusan) dan level operasional melalui komite (dewan) sekolah. Komite ini terdiri atas kepala sekolah, guru senior, wakil orang tua, tokoh masyarakat, dan perwakilan siswa. Peran komite sekolah meliputi

BAHAN BACAAN

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

35

perencanaan, implementasi, monitoring, serta evaluasi program kerja sekolah. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan mengacu pada bentuk pelimpahan kewenangan dalam proses pengambilan keputusan yang mengarah pada buttom-up, dimana partisipasi masyarakat sangat diperlukan. Ciri utama desentralisasi pendidikan yaitu pelibatan orangtua siswa dan masyarakat dalam menentukan kebijakan pendidikan. Dua komponen ini bekerjasama dengan sekolah, duduk dalam satu meja, merencanakan dan mendiskusikan bagaimana menyelesaikan masalah pemerataan pendidikan sekaligus juga meningkatkan mutu pendidikan.

B.2 Analisis Pemangku KepentinganContoh Matrik Analisa Pemangku Kepentingan, Pedoman Pengisian dan Contoh

No

Kepe

ntin

gan

Pote

nsi/

Kem

ampu

anKe

lem

ahan

/ Ke

terb

atas

anKo

nsek

uens

i/ Im

plik

asi

Ciri

Keg

iata

nN

ama

Ora

ng/

Kelo

mpo

k

Tuga

s da

n Ta

nggu

ng

jaw

ab

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

37

TOPIK-C. Analisis Konteks

Tujuan:

Melaksanakan Analisis Bahaya.

Melaksanakan Analisis Kerentanan.

Melaksanakan Analisis Kapasitas.

Melaksanakan Analisis Risiko Bencana.

Metode:

Presentasi narasumber.

Tanya jawab.

Simulasi.

Bahan & Alat:

Bahan tayang.

LCD proyektor.

Flipcart, spidol besar.

Panduan tugas kelompok.

Proses:

Fasilitator menyampaikan tujuan-tujuan sesi; dilanjutkan dengan menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit.

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator menyampaikan simpulan sementara.

Fasilitator menunjuk beberapa orang untuk terlibat dalam permainan peran, peserta yang akan bermain peran diminta mempelajari peran masing-masing, sementara itu.

Fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok, dan mempersilahkan peserta untuk berkumpul dalam kelompok masing-masing.

Fasilitator memberikan pengantar tugas kelompok yang. Kelompok diminta melaksanakan analisa ancaman, kerentanan-kapasitas, dan risiko bencana (sesuai dengan tabel-tabel dalam bacaan fasilitator). Diskusi dan hasilnya dilaksanakan menggunakan flipcart dan kertas plano yang tersedia.

Fasilitator mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasilnya. Meminta komentar dari kelompok lain, lalu menulis temuan kesamaan dan perbedaan dari hasil setiap kelompok. Fasilitator meminta komentar dari peserta tentang adanya perbedaan yang ditemukan.

Sebagai penutup sesi fasilitator memberikan tips terkait kegiatan-kegiatan analisis.

C. 1. Mengenali Bahaya, Kerentanan, dan Kapasitas, Menilai Risiko BencanaJenis-jenis risiko bencana yang umumnya terdapat di lingkungan sekolah antara lain adalah gempa, angin ribut, banjir, tanah longsor, dan kebakaran. Sedangkan karakteristik ancaman di Indonesia juga meliputi ancaman dari tsunami, gunung api, dan abrasi, dimana ketiga ancaman ini perlu diperhatikan terutama pada saat pemilihan lokasi sekolah itu akan berada. Sekolah perlu menilai risiko bencana yang dihadapinya. Kegiatan penilaian risiko bencana dilaksanakan secara partisipatif dilakukan bersamaa oleh warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah, pada umumnya dilaksanakan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Mengenali BahayaBahaya termasuk kejadian yang berpotensi merusak bentuk-bentuk fisik, tanda-tanda alam atau kegiatan manusia yang menyebabkan kehilangan nyawa atau terluka, kerusakan harta benda, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan. Bahaya biasanya disebut orang dengan istilah bencana. Mengenali bahaya berarti ini menjelaskan sifat dan bentuk dari bahaya secara khusus. Kegiatan ini memberikan informasi tentang karakter bahaya, peringatan, dan tanda-tanda khusus, waktu sebelum ancaman datang, tingkat kecepatan, frekuensi, periode, dan lamanya ancaman terjadi.

2. Mengenali Kerentantan dan KapasitasKerangka pengenalan kerentanan dan kapasitas yang umumnya dipakai, membagi kerentanan dan kapasitas dalam 3 bagian yakni: kerentanan secara material (uang kontan, tanah, alat, makanan, pekerjaan, akses ke pinjaman uang), kerentanan secara sosial (jaringan sosial, relasi kekeluargaan, lembaga kesejahteraan setempat dan nasional), dan kerentanan sikap/motivasi (rasa percaya diri, kemampuan mengendalikan, kekuasaan, dan kemampuan atau ketrampilan).

BAHAN BACAAN

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

39

3. Menilai Risiko BencanaDalam penilaian ini, risiko bencana adalah komposit atau gabungan dari aspek kerentanan, kapasitas, dan bahaya. Maka yang diperlukan adalah penyepakatan berdasarkan persepsi bersama warga dan pemangku kepentingan sekolah. Secara sederhana dapat dilaksanakan dengan contoh matrik berikut:

Sampai sekarang kita belum mampu secara tuntas menghilangkan risiko bencana akibat fenomena itu. Tetapi perbedaan kemampuan kita mengenali, memahami dan mensikapi bahaya fenomena yang berisiko itulah yang membuat besaran risiko yang mengena pada diri kita berbeda. Semakin kita mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka kita semakin dapat mensikapinya dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan dapat memperkecil risiko bencana yang mengena pada kita.

Penyelenggaraan Sekolah Siaga Bencana

40

TOPIK-D. Model Penyelenggaraan Sekolah Siaga Bencana

Tujuan: Memahami konsep ’Sekolah Siaga Bencana’.

Mengidentifikasi tahapan pengembangan ’Sekolah Siaga Bencana’ .

Metode: Presentasi narasumber. Tanya jawab.

Tugas kelompok.

Bahan & Alat: Bahan tayang fasilitator/narasumber. LCD proyektor. Flipcart, spidol besar. Papan tulis.

Panduan tugas kelompok .

Proses:

Fasilitator menyampaikan tujuan sesi (dan memperkenalkan narasumber, jika materi disampaikan oleh narasumber).

Fasilitator/narasumber menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit.

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator/narasumber dipersilahkan untuk menyampaikan simpulan/pernyataan penutup.

Fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok berdasarkan basis sekolah atau asal peserta, dan mempersilahkan peserta untuk berkumpul dalam kelompok masing-masing.

Fasilitator menampilkan tayangan pengantar, lalu memberikan pengantar tugas kelompok yang akan dilaksanakan sekitar 20 menit. Kelompok diminta : (1) menilai (SWOT) Kesiapsiagaan sekolah berdasar model

kesiapsiagaansekolah KPB .(2) mengidentifikasi langkah-langkah untuk menyelenggarakan sekolah

siaga bencana yang dianggap sesuai. Diskusi dan hasilnya dilaksanakan menggunakan flipcart dan kertas plano

yang tersedia.

Fasilitator mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasilnya. Meminta komentar dari kelompok lain, lalu menulis temuan kesamaan dan perbedaan dari hasil setiap kelompok. Fasilitator meminta komentar dari peserta tentang adanya perbedaan yang ditemukan.

Sebagai penutup sesi fasilitator memberikan penajaman tentang diskusi terakhir.

D.1. Memahami Konsep ‘Sekolah Siaga Bencana’Menyadari akan situasi dan kondisi yang ada pada saat ini baik dari segi kebijakan, sumber daya, serta lingkungan pendukung yang ada di Indonesia, Konsorsium Pendidikan Bencana (KPB) menyepakati bahwa konsep yang dikembangkan dalam pendidikan PRB yang dilakukan adalah dalam rangka membangun kesiapsiagaan sekolah, yang kemudian dijabarkan dalam konsep Sekolah Siaga Bencana.

Dalam salah satu diskusi KPB mengenai Sekolah Siaga Bencana yang dilakukan pada tahun 2009 mensyaratkan sekolah siaga bencana sebagai satuan pendidikan yang memiliki:

Dokumen penilaian risiko bencana yang disusun bersama secara partisipatif dengan warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah.1. Rencana aksi sekolah dalam penanggulangan bencana (sebelum, saat, dan

sesudah terjadi bencana).2. Infrastruktur dan sarana prasarana yang mendukung penyelenggaraan

penanggulangan bencana sekolah termasuk persediaan minimal dimasa darurat.

3. Sistem kedaruratan, rencana tanggap darurat, dan standar operasional prosedur tanggap darurat, peta evakuasi, dan protokol komunikasi.

4. Warga sekolah dengan pengetahuan dan kemampuan kesiapsiagaan.5. Sistem peringatan dini yang efektif.6. Kegiatan simulasi/latihan regular.7. Kerjasama dengan pihak-pihak terkait penyelenggaraan penanggulangan

bencana baik setempat (desa/kelurahan dan kecamatan) maupun dengan BPBD/Lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terhadap koordinasi dan penyelenggaraan penanggulangan bencana di kota/kabupaten.

8. Kebijakan sekolah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.9. Kebijakan sekolah dalam pendidikan pengurangan risiko bencana bagi

guru dan murid.10. Sosialisasi dan pelatihan kesiapsiagaan kepada warga sekolah dan

pemangku kepentingan sekolah.

Merujuk pada kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dalam membangun kesiapsiagaan sekolah terhadap bencana serta prasyarat yang disepakati oleh KPB, maka pendidikan pengurangan risiko bencana bertujuan untuk:1. Membangun budaya siaga dan budaya aman di sekolah dengan

mengembangkan jejaring dengan pemangku kepentingan di bidang penanganan bencana;

2. Meningkatkan kapasitas institusi sekolah dan individu dalam mewujudkan tempat belajar yang lebih aman bagi siswa, guru, anggota komunitas sekolah serta komunitas di sekeliling sekolah;

3. Menyebarluaskan dan mengembangkan pengetahuan kebencanaan ke masyarakat luas melalui sekolah.

Sistem pendukung yang siap siaga bencana menjadi syarat mutlak bagi

BAHAN BACAAN

Penyelenggaraan Sekolah Siaga Bencana

42

Sekolah Siap Siaga Bencana. Proses perencanaan, pengadaan dan perawatan fasilitas sekolah mempertimbangkan kerentanan dan kerawanan terhadap bencana. Sekolah Siap Siaga Bencana diharapkan akan menjadi wahana bagi masyarakat bagaimana merancang, melaksanakan, dan mengevakuasi sistem yang siap siaga bencana.

Parameter, ruang lingkup/variabel, indikator, verifikasi

1. ParameterSebagai piranti untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan PRB di tingkat sekolah, maka digunakan parameter ukur kesiapsiagaan sekolah. Parameter ini dikembangkan untuk mengkaji tingkat kesiapsiagaan masyarakat, sekolah dan aparat secara agregat, untuk melihat tingkat kesiapsiagaan daerah kota/kabupaten tertentu. Proses pengembangan parameter ini dimulai dengan kajian faktor-faktor sensitif dan mempunyai pengaruh signifikan terhadap membangun kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana alam. Parameter yang telah diidentifikasi ini, kemudian dikembangkan menjadi alat ukur (instrumen) termasuk indikatornya.

Parameter kesiapsiagaan diidentifikasi terdiri dari lima faktor, yang berlaku baik di sekolah, rumah tangga, maupun aparat pemerintah daerah. Kelima parameter tersebut adalah:1. Pengetahuan dan Ketrampilan.2. Kebijakan.3. Rencana tanggap darurat termasuk sistem peringatan dini.4. Mobilisasi sumberdaya.

a. Pengetahuan dan KeterampilanDasar dari setiap tindakan manusia pada umumnya adalah karena pengetahuan dan sikap yang dimilikinya. Parameter pengetahuan dan sikap ini adalah landasan terpenting dari kesiapsiagaan dimanapun, baik disekolah, lingkungan masyarakat bahkan bagi aparat pemerintah. Minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dimanapun, merupakan penyebab utama terjadinya korban jiwa dan harta serta lingkungan manakala bencana melanda.

b. KebijakanKebijakan adalah bentuk ’restu’ dari pimpinan sekolah secara formal dan non formal mengenai hal-hal yang perlu di dukung, hal-hal yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan, yang dituangkan dalam kesepakatan sekolah, atau peraturan sekolah. Kebijakan yang positif dari Dinas Pendidikan serta organisasi terkait PRB menjadi penting pula dalam mendukung kesiapsiagaan sekolah. Kebijakan sekolah pada prakteknya, akan memandu arahan pelaksanaan kegiatan sehari-hari sekolah. Contohnya, sekolah yang memiliki kebijakan ”Siaga Bencana”. Maka sekolah akan mengadakan pelatihan rutin bagi siswa dan gurunya, memasukkan pengetahuan berkaitan dengan pengurangan risiko bencana terkait pelajaran sekolah, dan mendukung kreatifitas siswa dalam upaya ini.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

43

Sekolah akan menetapkan kebijakan ”Siaga”, jika sudah memiliki pengetahuan baik dan sikap yang positif terhadap pengurangan risiko bencana lingkungan sekolah.

c. Rencana Tanggap Darurat termasuk Sistem Peringatan DiniMasalah dapat diatasi dengan baik, jika didukung perencanaan yang baik pula. Pada saat bencana terjadi, kepanikan akan membuyarkan kesiapan sekolah dalam bereaksi secara tanggap. Karenanya, rencana tanggap darurat menjadi penting. Rencana tanggap darurat sekolah harus didokumentasikan serta disosialisasikan dengan baik, meskipun dengan cara yang sederhana. Di dalam rencana ini, dipikirkan apa yang harus disiapkan sebelum, saat dan sesudah bencana. Perlu disiapkan juga sarana dan prasarananya, yang sesuai dengan kapasitas sekolah. Tidak jarang ditemukan sekolah yang tidak menggandakan dokumen-dokumen penting sekolah, dan disimpan di tempat yang aman, kalau-kalau terjadi bencana di sekolah. Hal-hal seperti ini juga perlu dipikirkan dalam rencana tanggap darurat. Kebijakan sekolah adalah payung hukum dari rencana tanggap darurat ini.

Rencana Tanggap Darurat yang dimaksudkan dalam konsep Sekolah Siaga Bencana di sini termasuk adanya sistem peringatan dini. Peringatan dini adalah informasi yang disebarluaskan sesaat sebelum bahaya datang, agar tidak terjadi korban. Agar peringatan dini ini disebarluaskan dengan cepat dan tepat, serta efektif, maka harus dipikirkan alur atau sistemnya. Di dalam sistem ini, ada sumber informasi yang dapat dipercaya, alat dan tanda bahaya yang disepakati dan dipahami oleh seluruh komponen sekolah, serta cara untuk menyebarluaskan informasi ini. Seluruh komponen sekolah harus mempunyai akses yang sama cepat dan tepatnya terhadap informasi bahaya ini. Sistem ini harus senantiasa teruji secara berkala oleh sekolah, dan menjadi bagian tidak terlepas dari rencana tanggap darurat sekolah.

d. Mobilisasi Sumberdaya Meskipun sekolah sudah mempunyai pengetahuan yang baik, menuangkannya dalam kebijakan sekolah, sekolah juga membuat perencanaan tanggap daruratnya, termasuk kesepakatan sistem peringatan dini sekolah, namun pada saat bencana sekolah tidak dapat memobilisasi sumber dayanya; baik sumber daya manusia, sarana prasarana, maupun material, maka kerugian jiwa, harta dan lingkungan akan tetap terjadi. Ini, artinya persiapan tidak optimal dan tindakan tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Contohnya, sudah disiapkan alat pertolongan pertama, namun pada saat terjadi gempa, peralatannya terkunci di gudang sekolah. Atau sudah disepakati bel sekolah sebagai tanda bahaya, tapi saat perlu digunakan, tidak berbunyi karena listrik padam. Oleh karenanya, penting menguji kesiapsiagaan sekolah secara berkala. Sumberdaya yang diupayakan oleh sekolah ini, terkait dengan upaya kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana, pada saat terjadi, dan segera setelah terjadi bencana, dimana waktu komunitas sekolah (siswa, guru, petugas sekolah) masih menjadi tanggung jawab lembaga sekolah setelah terjadi bencana ini, dapat disepakati dengan aparat penanggulangan bencana daerah bersama masyarakat di lingkungan sekolah.Jika dicermati, keempat paramater kesiapsiagaan di atas saling terkait dan

Penyelenggaraan Sekolah Siaga Bencana

44

tidak dapat terlepas satu sama lainnya, termasuk dengan upaya kesiapsiagaan aparat dan masyarakat di daerah atau lingkungan terdekat sekolah.

2. Ruang Lingkup/VariabelDalam upaya pembangunan kapasitas komunitas sekolah secara komprehensif, sistemik dan implementatif, maka ruang lingkup dari pendidikan pengurangan risiko bencana mencakup:

a. Ruang Lingkup FisikRuang lingkup fisik adalah cakupan kegiatan pendidikan pengurangan risiko bencana yang meliputi hal-hal yang bersifat fisik seperti bangunan sekolah, meja dan kursi, tanda petunjuk, alat-alat peringatan dini, surat keputusan kepala sekolah, SOP, dan lain-lain.

b. Ruang Lingkup Non-fisikRuang lingkup non-fisik adalah cakupan kegiatan pendidikan pengurangan risiko bencana yang meliputi hal-hal yang bersifat piranti lunak seperti pengetahuan tentang PRB, kebijakan sekolah, ketrampilan, dan lain-lain.

3. Indikator Indikator Sekolah Siaga Bencana yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan tiap parameter/variabel pendidikan pengurangan risiko ditetapkan terkait jejaring dengan sumberdaya.

4.. VerifikasiUntuk mengukur keberhasilan sekolah dalam menjalankan kegiatan SSB tersebut, maka diperlukan upaya-upaya untuk memverifikasi kegiatan.

Secara garis besar, parameter, ruang lingku/variabel, indikator dan verifikasi dalam konsep SSB yang dikembangkan oleh KPB adalah sebagai berikut:

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

45

ParameterRuang Lingkup/ Variabel

Indikator Veri�kasi

Pengetahuan dan Ketrampilan

Penyelenggaraan Sekolah Siaga Bencana

46

ParameterRuang Lingkup/ Variabel

Indikator Veri�kasi

Pengetahuan dan Ketrampilan

Kebijakan

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

47

ParameterRuang Lingkup/ Variabel

Indikator Veri�kasi

Rencana Tanggap Darurat termasuk Sistem Peringatan Dini

Penyelenggaraan Sekolah Siaga Bencana

48

ParameterRuang Lingkup/ Variabel

Indikator Veri�kasi

Rencana Tanggap Darurat termasuk Sistem Peringatan Dini

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

49

ParameterRuang Lingkup/ Variabel

Indikator Veri�kasi

Mobilisasi Sumberdaya

Penyelenggaraan Sekolah Siaga Bencana

50

D.2. Mengenal Tahapan Pengembangan ‘Sekolah Siaga Bencana’

Berdasarkan pengalaman di lapangan dari beberapa anggota KPB, disepakati langkah-langkah berikut untuk mengembangkan Sekolah Siaga Bencana:1. Membangun kesepahaman dan komitmen bersama antar anggota

komunitas sekolah dengan atau tanpa difasilitasi oleh pihak luar.2. Membuat rencana aksi bersama antara sekolah, komite sekolah, orang tua,

dan anak-anak (bisa dalam bentuk lokakarya, FGD, atau meeting reguler).3. Melakukan kajian tingkat kesiapsiagaan sekolah dengan menggunakan

lima parameter (pengetahuan dan sikap; kebijakan; rencana tanggap darurat; sistem peringatan dini; dan mobilisasi sumberdaya).

4. Peningkatan kapasitas (pelatihan-pelatihan) untuk semua stakeholder sekolah (guru, karyawan/staf administrasi, satuan pengamanan, anggota komite sekolah, orang tua, anak-anak).

5. Lokakarya pembentukan sekolah siaga bencana (merumuskan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap, draft kebijakan, sistem peringatan dini, rencana tanggap darurat, dan mobilisasi sumberdaya).

6. Simulasi/drill menghadapi bencana (sesuai dengan jenis ancaman) dengan frekuensi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan sekolah yang bersangkutan Standarisasi/pembakuan sekolah siaga bencana.

7. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program SSB.8. Sosialisasi dan promosi keberadaan SSB.

Prasyarat Pendukung : 1. Ada komitmen dari Kepala Sekolah dan komunitas sekolah.2. Ada dukungan dari Dinas Pendidikan di wilayahnya.3. Ada dukungan dari organisasi terkait pengurangan risiko bencana.4. Adanya keterlibatan dukungan terus-menerus dari Dinas Pendidikan dan

organisasi terkait PRB, termasuk dalam proses pemantauan dan evaluasi sekolah.

Secara ideal, Sekolah Siaga Bencana dapat dilaksanakan bila:1. Ada komitmen dari Kepala Sekolah dan komunitas sekolah.2. Ada komitmen dan dukungan dari Dinas Pendidikan di wilayahnya.3. Ada dukungan dari organisasi terkait pengurangan risiko bencana.4. Melakukan pengukuran tingkat kesiapsiagaan sekolah.5. Melakukan penguatan kapasitas pengetahuan dan keterampilan bagi guru

dan siswa sekolah, termasuk penguatan faktor yang masih lemah, sesuai temuan kajian kesiapsiagaan di sekolah.

6. Melakukan latihan berkala, dengan latihan-latihan yang jelas dan terukur.7. Adanya keterlibatan dukungan menerus dari Dinas Pendidikan dan

organisasi terkait PRB, termasuk dalam proses pemantauan dan evaluasi sekolah.

Adapun secara minimal, Sekolah Siaga Bencana bisa berjalan bila:

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

51

1. Ada komitmen dari Kepala Sekolah dan komunitas sekolah.2. Ada dukungan dari Dinas Pendidikan di wilayahnya.3. Ada dukungan dari organisasi terkait pengurangan risiko bencana.4. Melakukan penguatan kapasitas pengetahuan dan keterampilan bagi guru

dan siswa sekolah.5. Melakukan latihan berkala, dengan tagihan latihan yang jelas dan terukur.6. Adanya keterlibatan dukungan menerus dari Dinas Pendidikan dan

organisasi terkait PRB, termasuk dalam proses pemantauan dan evaluasi sekolah.

D.3. Pemanfaatan Sekolah Siaga BencanaPendidikan pengurangan risiko bencana di sekolah dasar dan menengah membantu anak-anak memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup dan perlindungan anggota masyarakat pada saat kejadian bencana. Menyelenggarakan pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat. Sebagai tambahan terhadap peran penting mereka di dalam pendidikan formal, sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana.Integrasi Pendidikan pengurangan risiko bencana di sekolah tidak akan berhasil tanpa dukungan seluruh warga sekolah. Kepala sekolah sebagai manager lembaga harus dapat mengatur kegiatan sekolah dalam koridor Manajemen Berbasis Sekolah, guru sebagai fasilitator harus dapat menggerakkan dan memfasilitasi siswa untuk berkembang dan menyediakan ruang dan waktu dapat menyiakan diri dan kebutuhannya sesuai dengan tingkat perkembangan siswanya. Siswa juga harus digerakkan untuk berperan aktif dalam kegiatan PRB di sekolahnya dan menjadi motivator untuk teman sebayanya dan juga adik kelasnya.Pendidikan siaga bencana mengoptimalkan pengembangan life skill. Berbeda dengan pendidikan life skill mata pelajaran, life skill untun PRB tidak hanya fokus pada siswa namun juga seluruh warga sekolah termasuk Kepala Sekolah, Guru, dan tenagan non-kependidikan di sekolah dalam menghadapi bencana. Hal ini karena PRB melalui sekolah siaga bencana ini tidak hanya difokuskan pada penguasaan pengetahuan saja, namun secara holistic penyiapan sekolah dari berbagai parameter sekolah siaga bencana sehingga akan terbentuk kesiapsiagaan yang tinggi dari sekolah tersebut sehingga jika memang suatu ketika menghadapi suatu bencana, dapat mengurangi risiko bencana. Sehingga diharapkan akan mengurangai jumlah korban baik jiwa maupun harta benda, dan siap menghadapi keadaan darurat untuk terus menyelenggarakan proses pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan siswa akan pendidikan dalam kondisi apapun.

TUJUAN UNIT:Peserta mampu mengelola KTSP yang mengintegrasikan pendidikan PRB yang

berbasis pengembangan sikap dan ketrampilan bertindak sebelum/saat/setelah terjadi bencana baik secara individu maupun kolektif

TOPIK-A. Model Pengintegrasian Materi Pembelajaran Materi Pembelajara PRB ke dalam Mata Pelajaran

Tujuan: Menyusun perangkat KBM integrasi dalam mata pelajaran pokok. Membuat indikator-indikator materi pendidikan PRB dan ciri-cirinya. Mengevaluasi hasil pendidikan PRB yang terintegrasi dalam mata pelajaran

pokok.

Metode: Presentasi.

Tanya jawab.

Bahan & Alat: Bahan tayang fasilitator. LCD proyektor. Flipcart, papan tulis. Spidol besar.

Kartu metaplan, isolasi kertas.

Proses:

Fasilitator menyampaikan tujuan-tujuan sesi; dilanjutkan dengan menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit.

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhirtanya jawab fasilitator menyampaikan simpulan sementara.

Sebagai penutup sesi fasilitator memberikan penajaman tentang diskusi terakhir.

UNIT-3

PENGINTEGRASIAN MATERI PEMBELAJARAN PRB KE DALAM KURIKULUM SEKOLAH

A.1. Identifikasi Materi Pembelajaran Pendidikan PRB Pengintegrasian materi pembelajaran Pendidikan PRB ke dalam mata pelajaran bisa dilakukan terhadap mata pelajaran yang ada dalam struktur kurikulum (Standar Isi) yang wajib dilaksanakan di sekolah ataupun mata pelajaran tambahan sebagai mata pelajaran pokok. Mata pelajaran pokok yang wajib adalah (1) Pendidikan Agama, (2) Pendidikan Kewarganegaraan, (3) Matematika, (4) Bahasa Indonesia, (5) Ilmu Pengetahuan Alam, (6) Ilmu Pengetahuan Sosial, (7) Seni Budaya dan Keterampilan, dan (8) Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan.Pengintegrasian materi pembelajaran Pendidikan PRB ke dalam mata pelajaran pokok dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:1. Identifikasi materi pembelajaran pendidikan PRB.2. Analisis kompetensi dasar yang dapat diintegrasikan materi pembelajaran

pendidikan PRB.3. Penyusunan Silabus yang mengintegrasikan materi pembelajaran

pendidikan PRB.4. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang

Menginterasikan Materi Pembelajaran Pendidikan PRB.5. Penyusunan bahan ajar yang mengintegrasikan materi pembelajaran PRB.

Materi pembelajaran adalah bahan yang diperlukan untuk pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai siswa dalam rangka memenuhi standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan. Materi pembelajaran pendidikan PRB dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebelum bencana, ketika bencana, dan sesaat atau setelah bencana. Materi pembelajaran ketiga fase tersebut disusun berdasarkan jenis bencana yang terjadi, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan kebakaran.

Materi pembelajaran terdiri dari:1. Materi fakta, yaitu segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran,

meliputi nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, nama bagian atau komponen suatu benda, dan sebagainya. Materi fakta ini pada materi pembelajaran PRB contohnya adalah daerah atau nama-nama tempat yang pernah terjadi bencana dan daerah atau tempat rawan bencana.

2. Materi konsep, yaitu segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakekat, inti /isi dan sebagainya. Materi konsep ini pada materi pembelajaran pendidikan PRB contohnya adalah pengertian gempa bumi dan proses terjadinya tsunami.

3. Materi prinsip, berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting, meliputi dalil, rumus, adagium, postulat, paradigma, teorema, serta hubungan antar konsep yang menggambarkan implikasi sebab akibat.

BAHAN BACAAN

Pengintegrasian Pembelajaran PRB ke dalam Kurikulum Sekolah

54

4. Materi prosedur, meliputi langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu sistem. Materi prosedur ini pada pembelajaran pendidikan PRB contohnya adalah prosedur penyelamatan diri ketika terjadi gempa dan tsunami.

5. Materi sikap atau nilai, merupakan hasil belajar aspek afektif, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar dan bekerja, dsb. Materi sikap atau nilai ini pada materi pembelajaran pendidikan PRB contohnya adalah sikap yang harus dikembangkan dalam menjaga keselamatan lingkungan.

Dalam mengidentifikasi materi pembelajaran PRB perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:

1. Prinsip relevansi Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar

kompetensi dan kompetensi dasar. Jika kemampaun yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta tentang tempat dan waktu kejadian bencana, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta mengenai tempat dan waktu, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi yang lain.

2. Prinsip konsistensi Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa ada empat macam, maka

materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam.

3. Prinsip kecukupan Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai

dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak.

A.2. Analisis Kompetensi Dasar yang Dapat Diintegrasikan Materi Pembelajaran Pendidikan PRBAnalisis kompetensi dasar adalah kajian terhadap kompetensi dasar di setiap mata pelajaran dalam Standar isi yang dapat diintegrasikan materi pembelajaran PRB. Analisis dilakukan karena tidak semua kompetensi dasar di setiap mata pelajaran dapat diintegrasikan materi pembelajaran PRB.

A.3. Penyusunan Silabus yang Mengintegrasikan Materi Pembelajaran Pendidikan PRBSilabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

55

Prinsip Pengembangan Silabus

1. IlmiahKeseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

2. Relevan Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.

3. Sistematis Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

4. Konsisten Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.

5. Memadai Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6. Aktual dan KontekstualCakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7. FleksibelKeseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

8. Menyeluruh Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

Unit Waktu Silabus1. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang

disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.

2. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.

3. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Khusus untuk SMU/MA menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.

Pengintegrasian Pembelajaran PRB ke dalam Kurikulum Sekolah

56

Pengembang SilabusPengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendikan.

1. Disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik siswa, kondisi sekolah dan lingkungannya.

2. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah tersebut.

3. Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.

4. Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.

5. Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.

Langkah-langkah Pengembangan Silabus1. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi, dengan memperhatikan hal-hal berikut:

urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI;

keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;

keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.

2. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan:

potensi peserta didik; relevansi dengan karakteristik daerah, tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual

peserta didik;

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

57

kebermanfaatan bagi peserta didik; struktur keilmuan; aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran; relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan;

dan alokasi waktu.

3. Mengembangkan Kegiatan PembelajaranKegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.

Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.

Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.

Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran.

Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

4. Merumuskan Indikator Pencapaian KompetensiIndikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

5. Penentuan Jenis PenilaianPenilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

Pengintegrasian Pembelajaran PRB ke dalam Kurikulum Sekolah

58

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.

Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa

dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.

Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.

Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.

Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

6. Menentukan Alokasi WaktuPenentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.

7. Menentukan Sumber BelajarSumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

59

Format Silabus:

SILABUS

A.4. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang Mengintegrasikan Materi Pembelajaran Pendidikan PRB

RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

Prinsip-prinsip Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

Pengintegrasian Pembelajaran PRB ke dalam Kurikulum Sekolah

60

2. Mendorong partisipasi aktif peserta didikProses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.

3. Mengembangkan budaya membaca dan menulisProses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjutRPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedial.

5. Keterkaitan dan keterpaduanRPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KO, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan Iintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasiRPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran1. Identitas mata pelajaran

Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.

2. Standar kompetensiStandar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.

3. Kompetensi dasarKompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.

4. Indikator pencapaian kompetensiIndikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

61

5. Tujuan pembelajaranTujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

6. Materi ajarMateri ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.

7. Alokasi waktuAlokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KO dan beban belajar.

8. Metode pembelajaranMetode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikatoryang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.

9. Kegiatan pembelajaran

Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan

pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai

KO. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas

pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

10. Penilaian hasil belajarProsedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.

Pengintegrasian Pembelajaran PRB ke dalam Kurikulum Sekolah

62

11. Sumber belajarPenentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

Kotak 5.1 : Format RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Sekolah : ...................................Mata Pelajaran : ...................................Kelas/Semester : ...................................Standar Kompetensi : ...................................Kompetensi Dasar : ...................................Indikator : ...................................Alokasi Waktu : ..... x 35 menit (… pertemuan)1. Tujuan Pembelajaran 2. Materi Pembelajaran 3. Metode Pembelajaran 4. Langkah-langkah Pembelajaran

Pertemuan 1Kegiatan AwalKegiatan IntiKegiatan PenutupPertemuan 2Kegiatan AwalKegiatan IntiKegiatan Penutup

A.5. Penyusunan Bahan Ajar yang Mengintegrasikan Materi Pembelajaran Pendidikan PRBBahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.

Bahan ajar disusun berdasarkan silabus dan rencanan pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun dan model bahan ajar yang disusun ini adalah dalam bentuk modul.

Jenis-jenis bahan ajar:Bahan cetak: hand out, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet,

wallchart, Audio Visual: video/film,VCDAudio: radio, kaset, CD audio

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

63

Visual: foto, gambar, model/maket. Multi Media: CD interaktif, computer Based, Internet

Fungsi bahan ajar:Pedoman bagi GuruPedoman bagi SiswaAlat evaluasi

Tujuan bahan ajar:Membantu siswa Memberikan banyak pilihan Memudahkan guruLebih menarik

Manfaat bahan ajar:Bagi Guru

- Membantu guru dalam PBM- Menambah angka kredit - Menambah penghasilan

Bagi Siswa - Belajar lebih menarik - Belajar mandiri - Mendapat kemudahan

Komponen bahan ajar:- Judul, Materi Pembelajaran, SK, KD, Indikator- Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru) - Tujuan yang akan dicapai- Informasi pendukung- Latihan-latihan- Petunjuk kerja- Penilaian

Ciri-ciri bahan ajar yang baik:Menimbulkan minat baca Ditulis dan dirancang untuk siswa Disusun berdasarkan pola belajar yang fleksibel Struktur berdasarkan kebutuhan siswa dan kompetensi akhir yang akan

dicapai. Memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih Mengakomodasi kesulitan siswa Memberikan rangkuman Gaya penulisan komunikatif dan semi formal Mempunyai mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik dari siswa Menjelaskan cara mempelajari bahan ajar.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

65

TOPIK-B. Model Pengintegrasian Materi Pembelajaran Materi Pembelajaran PRB ke dalam Program Pengembangan diri & Ekstrakurikuler

Tujuan:

Menyusun perangkat KBM integrasi dalam mata pelajaran pokok.

Membuat indikator-indikator materi pendidikan PRB dan ciri-cirinya.

Mengevaluasi hasil pendidikan PRB yang terintegrasi dalam mata pelajaran pokok.

Metode:

Presentasi.

Tanya Jawab.

Bahan & Alat:

Bahan tayang fasilitator.

LCD Proyektor.

Flipcart, Papan Tulis.

Spidol besar.

Kartu metaplan, isolasi kertas.

Proses:

Fasilitator menyampaikan tujuan-tujuan sesi; dilanjutkan dengan menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit.

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator menyampaikan simpulan sementara

Sebagai penutup sesi fasilitator memberikan penajaman tentang diskusi terakhir.

B.1 Pengintegrasian PRB ke dalam Program Pengembangan Diri. Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan oleh konselor dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat mengembangkan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.

Materi pembelajaran pendidikan PRB juga dapat diintegrasikan ke dalam program pengembangan diri, terutama pada kegiatan ekstra kurikuler. Sebelum melaksanakan pengembangan diri, guru harus terlebih dahulu menyusun program pengembangan diri yang mengintegrasikan materi pembelajaran pendidian PRB.

Tujuan Pengembangan DiriPengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.

Secara khusus pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan bakat, minat, kreativitas, kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian.:

Ruang Lingkup Pengembangan DiriPengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram dilaksanakan secara lansung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik. Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen: 1. Pelayanan konseling, meliputi pengembangan: kehidupan pribadi.kemampuan sosial.kemampuan belajar.wawasan dan perencanaan karir.

BAHAN BACAAN

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

67

2. Ekstra kurikuler, meliputi kegiatan:kepramukaan.latihan kepemimpinan, kegiatan ilmiah remaja, palang merah remaja.seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan.

Materi pembelajaran tentang pendidikan PRB di antaranya dapat diintegrasikan ke dalam kegiatan kepramukaan, palang merah remaja, seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, dan keagamaan.

Bentuk-bentuk Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri1. Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan

perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual, kelompok, dan atau klasikal melalui penyelenggaraan:layanan dan kegiatan pendukung konselingkegiatan ekstra kurikuler.

2. Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut.Rutin, adalah yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara

bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.

Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran).

Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.

B.2 Pengembangan Diri melalui Pelayanan KonselingPelayanan konseling di sekolah/madrasah merupakan usaha membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual, kelompok dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik.

1. Pengertian KonselingKonseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Pengintegrasian Pembelajaran PRB ke dalam Kurikulum Sekolah

68

2. Bidang Pelayanan KonselingBidang layanan konseling yang dapat diintegrasikan materi pembelajaran pendidikan PRB antara lain pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

3. Fungsi KonselingPemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami

diri dan lingkungannya. Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu

mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.

Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya.

Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya.

Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.

4. Jenis Layanan KonselingDari beberapa jenis layanan konseling, beberapa di antaranya yang mendukung pengintegrasian materi pembelajaran pendidikan PRB adalah:

Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.

Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.

Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.

Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka.

Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Konseling1. Di dalam jam pembelajaran sekolah/madrasah:Kegiatan tatap muka secara klasikal dengan peserta didik untuk

menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di dalam kelas.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

69

Volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas per minggu dan dilaksanakan secara terjadwal

Kegiatan tidak tatap muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan konsultasi, kegiatan konferensi kasus, himpunan data, kunjungan rumah, pemanfaatan kepustakaan, dan alih tangan kasus.

2. Di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah:Kegiatan tatap muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan

layanan orientasi, konseling perorangan,, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan mediasi, serta kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan di luar kelas.

Satu kali kegiatan layanan/pendukung konseling di luar kelas/di luar jam pembelajaran ekuivalen dengan 2 (dua) jam pembelajaran tatap muka dalam kelas.

Kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah maksimum 50% dari seluruh kegiatan pelayanan konseling, diketahui dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah.

B.3 Pengembangan Diri melalui Kegiatan EkstrakurikulerKegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.

1. Fungsi Kegiatan EkstrakurikulerPengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk

mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.

Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.

Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan.

Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik.

2. Prinsip Kegiatan Ekstra KurikulerIndividual, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan

potensi, bakat dan minat peserta didik masing-masing.Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan

keinginan dan diikuti secara sukarela oleh peserta didik.Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang menuntut

keikutsertaan peserta didik secara penuh.Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler dalam suasana

yang disukai dan mengembirakan peserta didik.

Pengintegrasian Pembelajaran PRB ke dalam Kurikulum Sekolah

70

Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.

Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

3. Jenis kegiatan Ekstra Kurikuler yang dapat Diintegrasikan Pendidikan PRBKrida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa

(LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera (PASKIBRA).

Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian.

Latihan/lomba keberbakatan/prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga, seni dan budaya, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan.

Seminar, lokakarya, dan pameran/bazar, dengan substansi pendidikan PRB.

4. Format KegiatanIndividual, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti peserta

didik secara perorangan.Kelompok, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh

kelompok-kelompok peserta didik. Klasikal, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti peserta didik

dalam satu kelas.Gabungan, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti peserta

didik antarkelas/antarsekolah/madrasah.Lapangan, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti seorang

atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau kegiatan lapangan.

5. Perencanaan Kegiatan Perencanaan kegiatan ekstrakurikuler mengacu pada jenis-jenis kegiatan yang memuat unsur-unsur: Sasaran kegiatan Substansi kegiatan Pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang terkait, serta

keorganisasiannyaWaktu dan tempatSarana

6. Pelaksanaan KegiatanKegiatan ekstrakurikuler yang bersifat rutin, spontan dan keteladanan

dilaksanakan secara langsung oleh guru, konselor dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

71

Kegiatan ekstrakurikuler yang terprogram dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pelaksana sebagaimana telah direncanakan.

B.4 Contoh Materi Pengembangan Diri yang dapat diintegrasikan Pendidikan PRB

1. Layanan Orientasi: Obyek-obyek pengembangan pribadi, seperti:Fasilitas olah raga; latihan bina raga; bela diri.Sanggar seni dan budayaTempat peribadatan

2. Layanan Orientasi: Obyek-obyek pengembangan hubungan sosial, seperti:Kegiatan gotong royongSeminar, lokakarya, diskusi, dan kegiatan kelompok lainnya

3. Layanan Informasi: Informasi tentang potensi, kemampuan dan kondisi hubungan sosial, seperti:Pemahaman terhadap orang lainKiat bertemanHubungan dengan guru, orangtua, pimpinan masyarakat

4. Layanan Bimbingan Kelompok: Topik tentang kemampuan dan kondisi pribadi, seperti:Kebiasaan sehari-hari di rumah, kegiatan rutin, membantu orang tua,

belajarSikap terhadap narkoba, KKN, pembunuhan, perkosaan, perangSikap terhadap bencana alam, kecelakaan, HAM, kemiskinan, anak

terlantar5. Layanan Bimbingan Kelompok: Topik tentang kemampuan dan kondisi

hubungan sosial, seperti:Suasana hubungan di sekolah: antarsiswa, guru-siswa, antarpersonil

sekolah lainnyaPeristiwa sosial di masyarakat: demo brutal, bentrok antarwarga Toleransi, solidaritas

6. Layanan Mediasi: Masalah yang menyebabkan perselisihan pada dasarnya adalah masalah sosial. Dalam hal ini layanan mediasi pertama-tama menangani hubungan sosial di antara pihak-pihak yang berselisih. Dalam pelaksanaan layanan mediasi boleh jadi akan muncul masalah pribadi, masalah belajar, masalah karir, dan masalah sosial lainnya yang perlu ditangani oleh konselor.

Pengintegrasian Pembelajaran PRB ke dalam Kurikulum Sekolah

72

TOPIK-C. Pengembangan Model Pembelajaran PRB Sebagai Muatan Lokal

Tujuan: Menyusun perangkat KBM Muatan Lokal PRB. Membuat indikator-indikator materi pendidikan PRB dan ciri-cirinya.

Mengevaluasi KBM Muatan Lokal.

Metode: Presentasi. Tanya Jawab.

Tugas Kelompok.

Bahan & Alat: Bahan tayang fasilitator. LCD proyektor. Flipcart, Papan Tulis. Spidol besar.

Panduan Tugas Kelompok.

Proses:

Fasilitator menyampaikan tujuan-tujuan sesi; dilanjutkan dengan menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit.

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator menyampaikan simpulan sementara.

Fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok berdasarkan basis sekolah atau asal peserta, dan mempersilahkan peserta untuk berkumpul dalam kelompok masing-masing.

Fasilitator menampilkan tayangan pengantar, lalu memberikan pengantar tugas kelompok yang akan dilaksanakan sekitar 20 menit. Kelompok diminta :(1) menentukan prioritas ancaman/risiko bencana yang diintegrasikan

dalam kurikulum.(2) mengidentifikasi Materi Pembelajaran, SK, KD, dan Indikator dari Model

Muatan Lokal PRB yang dianggap sesuai di daerahnya/sekolahnya.

Diskusi dan hasilnya dilaksanakan menggunakan flipcart dan kertas plano yang tersedia.

Fasilitator mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasilnya. Meminta komentar dari kelompok lain, lalu menulis temuan kesamaan dan perbedaan dari hasil setiap kelompok. Fasilitator meminta komentar dari peserta tentang adanya perbedaan yang ditemukan.

Sebagai penutup sesi fasilitator memberikan penajaman tentang diskusi terakhir.

C.1. Materi Pembelajaran PRB dalam Mata Pelajaran Muatan Lokal Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing. Substansi tentang materi pembelajaran pendidikan PRB merupakan salah satu yang dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran muatan lokal.Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Bagi daerah-daerah yang rawan bencana dapat menetapkan materi pembelajaran pendidikan PRB sebagai mata pelajaran muatan lokal.Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal. Pelaksanaan pembelajaran muatan lokal dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan kompetensi yang dicapai. Ruang lingkup muatan lokal adalah sebagai berikut:1. Lingkup keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah adalah segala

sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah.Meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai

dengan keadaan perekonomian daerah.Meningkatkan penguasaan bahasa asing untuk keperluan sehari-hari,

dan menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat).

Meningkatkan kemampuan berwirausaha.2. Lingkup isi/jenis muatan lokal, dapat berupa: bahasa daerah, Bahasa Asing

(Inggris, Mandarin, Arab dll), kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah.

BAHAN BACAAN

Pengintegrasian Pembelajaran PRB ke dalam Kurikulum Sekolah

74

C.2. Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal Pemberlakuan KTSP membawa implikasi bagi sekolah dalam melaksanakan KBM sejumlah mata pelajaran, dimana hampir semua mata pelajaran sudah memiliki Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk masing-masing pelajaran. Sedangkan untuk mata pelajaran Muatan Lokal yang merupakan kegiatan kurikuler yang harus diajarkan di kelas tidak mempunyai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya. Hal ini memberikan peluang kepada Satuan Pendidikan untuk menyusun dan mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran Muatan Lokal bukanlah pekerjaan yang mudah, oleh karena itu perlu dipersiapkan berbagai hal untuk dapat mengembangkan Mata Pelajaran Muatan Lokal

Pengembangan mata pelajaran Muatan Lokal oleh sekolah dan komite sekolah dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:1. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah dalam rangka

kesiapsiagaan bencana.2. Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal mata

pelajaran kesiapsiagaan bencana.3. Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal kesiapsiagaan bencana.4. Menentukan mata pelajaran Muatan Lokal kesiapsiagaan bencana.5. Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

serta silabus dan RPP mata pelajaran kesiapsiagaan bencana.

Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:1. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah dalam rangka

kesiapsiagaan bencanaKegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan dalam kaitannya dengan kesiapsiagaan bencana. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah yang bersangkutan seperti Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait, Perguruan Tinggi, dan dunia usaha/industri. Keadaan daerah seperti telah disebutkan di atas dapat ditinjau dari potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam. Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari:

Rencana pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas pembangunan daerah, baik pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan (sustainable development);

Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan;

Aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya, serta konservasi alam dan pemberdayaannya.

2. Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal kesiapsiagaan bencana.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

75

Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan terhadap kesiapsiagaan bencana. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah, antara lain untuk:

Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah;Meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan tertentu;Meningkatkan kemampuan berwiraswasta;Meningkatkan penguasaan bahasa Asing untuk keperluan sehari-hari;

3. Menentukan bahan kajian muatan lokal tentang kesiapsiagaan bencanaKegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat dijadikan sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:

Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik;Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;Tersedianya sarana dan prasaranaTidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsaTidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamananKelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di sekolah;Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi dan

situasi daerah.4. Menentukan Mata Pelajaran Muatan Lokal kesiapsiagaan bencana

Berdasarkan bahan kajian muatan lokal tersebut dapat ditentukan kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran ini pada dasarnya dirancang agar bahan kajian muatan lokal dapat memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Kegiatan ini berupa kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.

Serangkaian kegiatan pembelajaran yang sudah ditentukan oleh sekolah dan komite sekolah kemudian ditetapkan oleh sekolah dan komite sekolah untuk dijadikan nama mata pelajaran muatan lokal. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.

5. Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Silabus, dan Rencana Pelaksanaan PembelajaranPengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar adalah

langkah awal dalam membuat mata pelajaran muatan lokal agar dapat dilaksanakan di sekolah. Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah sebagai berikut:

Pengintegrasian Pembelajaran PRB ke dalam Kurikulum Sekolah

76

- Pengembangan Standar Kompetensi Standar kompetensi adalah menentukan kompetensi yang

didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan.

- Pengembangan Kompetensi Dasar Kompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai

siswa. Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain yang sesuai dan ahli lain yang relevan.Pengembangan silabus secara umum mencakup: - Mengidentifikasi materi pembelajaran, - Mengembangkan kegiatan pembelajaran, - Mengembangkan indikator, - Pengembangan penilaian, - Pengalokasian waktu, - Menentukan Sumber Belajar.Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Setelah silabus selesai dibuat, maka guru perlu merencanakan pelaksanaan pembelajaran untuk satu kali tatap muka. Adapun komponen dari RPP minimal memuat:

- Tujuan pembelajaran, - Indikator, - Materi Ajar/Pembelajaran, - Kegiatan Pembelajaran, - Metode Pengajaran, - Sumber Belajar.Penilaian

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian: 1. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

77

2. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti prosespembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.

3. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.

4. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.

5. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

Pihak yang Terlibat dalam PengembanganSekolah dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan program muatan lokal. Bila sekolah tidak mempunyai SDM dalam mengembangkan sekolah dan komite sekolah dapat bekerjasama dengan dengan unsur-unsur Depdiknas seperti: a). Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah, b). Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), c). Perguruan Tinggi dan instansi/lembaga di luar Depdiknas, misalnya pemerintah Daerah/Bapeda, Dinas Departemen lain terkait, dunia usaha/industri, tokoh masyarakat.1. Peran, tugas dan tanggung jawab TPK secara umum adalah sebagai

berikut:Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing;Menentukan komposisi atau susunan jenis muatan lokal;Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal sesuai dengan keadaan

dan kebutuhan daerah masing-masing;Menentukan prioritas bahan kajian muatan lokal yang akan

dilaksanakan;Mengembangkan silabus muatan lokal dan perangkat kurikulum

muatan lokal lainnya, yang dilakukan bersama sekolah, mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP

2. Peran Perguruan Tinggi dan LPMP antara lain memberikan bimbingan dan bantuan teknis dalam:Mengidentifikasi dan menjabarkan keadaan, potensi, dan kebutuhan

lingkungan ke dalam komposisi jenis muatan lokal;

Pengintegrasian Pembelajaran PRB ke dalam Kurikulum Sekolah

78

Menentukan lingkup masing-masing bahan kajian/pelajaran;Menentukan metode pengajaran yang sesuai dengan tingkat

perkembangan peserta didik dan jenis bahan kajian/pelajaran3. Peran instansi/lembaga di luar Depdiknas secara umum adalah:Memberikan informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek

sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah yang bersangkutan, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan;

Memberikan gambaran mengenai kemampuan-kemampuan dan keterampilan yang diperlukan pada sektor-sektor tertentu;

Memberikan sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan tenaga dalam menentukan prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat.

Rambu-rambuBerikut ini rambu-rambu untuk diperhatikan dalam pelaksanaan muatan lokal.1. Sekolah yang mampu mengembangkan Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar beserta silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila sekolah belum mampu mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta silabusnya sekolah dapat melaksanakan muatan lokal berdasarkan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh sekolah, atau dapat meminta bantuan kepada sekolah yang terdekat yang masih dalam satu daerahnya. Bila beberapa sekolah dalam satu daerah belum mampu mengembangkan dapat meminta bantuan TPK daerah, atau meminta bantuan dari LPMP di propinsinya.

2. Bahan kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta didik. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diatur sedemikian rupa agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak mengganggu penguasaan pada kurikulum nasional. Oleh karena itu dalam pelaksanaan muatan lokal dihindarkan adanya pekerjaan rumah (PR).

3. Program pengajaran hendaknya dikembangkan dengan melihat kedekatan dengan peserta didik yang meliputi dekat secara fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik maksudnya terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis maksudnya bahwa bahan kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencernakan informasi sesuai dengan usianya. Untuk itu, bahan pengajaran hendaknya disusun berdasarkan prinsip belajar yaitu: (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit. Selain itu bahan kajian/pelajaran hendaknya bermakna bagi peserta didik yaitu bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

79

4. Bahan kajian/pelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan potensi di lingkungan sekolah, misalnya dengan memanfaatkan tanah/kebun sekolah, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu guru hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.

5. Bahan kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik. Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester, dua semester atau satu tahun ajaran.

6. Alokasi waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.

Rencana Aksi Sekolah Untuk Pengurangan Risiko Bencana

80

TOPIK-D. Kelebihan dan Kekurangan Masing-masing Model

Tujuan:

Memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing model.

Metode:

Diskusi.

Bahan & Alat:

Bahan tayang fasilitator.

LCD proyektor.

Flipcart, papan tulis.

Spidol besar.

Kartu Metaplan, isolasi kertas.

Proses:

Fasilitator mengelola diskusi mengenai kelebihan dan kekuarangan model pengintegrasian PRB ke dalam kurikulum sekolah.

Sebagai penutup sesi fasilitator memberikan penajaman tentang diskusi terakhir.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

81

D. Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing Model Satuan pendidikan dapat memilih model-model pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum yang akan dilaksanakan sesuai dengan situasi, kondisi, dan karaktersitik satuan pendidikan masing-masing. Namun demikian, dalam memilih model-model tersebut, satuan pendidikan perlu mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan masing-masing model.Kelebihan dan kekurangan masing-masing model adalah sebagai berikut.

No. Model Pengintegrasian Kelebihan Kekurangan

1.

2.

3.

UNIT-4

RENCANA AKSI SEKOLAHUNTUK PENGURANGAN RISIKO BENCANA

TUJUAN UNIT:Mampu memfasilitasi penyusunan Rencana Aksi Sekolah PRB

TOPIK-A.Strategi Pengurangan Risiko Bencana Sekolah

Tujuan:

Pada akhir pelatihan peserta dapat:

Memahami kegiatan-kegiatan dalam PRB.

Memahami prinsip penyusunan RAS PRB dan komponen RAS PRB.

Metode:

Presentasi.

Tanya jawab.

Bahan & Alat:

Bahan tayang fasilitator.

LCD Proyektor.

Flipcart, Papan tulis.

Spidol besar.

Kartu metaplan, isolasi kertas.

Proses:

Fasilitator menyampaikan tujuan-tujuan sesi; dilanjutkan dengan menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit,

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator menyampaikan simpulan sementara.

Sebagai penutup sesi fasilitator memberikan penajaman tentang diskusi terakhir.

A.1. Rencana Aksi Sekolah (untuk) PRBSecara universal pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan (UN-ISDR, 2009)Cakupan dalam pengurangan risiko bencana adalah (1) Mengurangi Bahaya (tidak selalu bisa), (2) Mengurangi Kerentanan, dan (3) Meningkatkan Kapasitas.Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pengurangan risiko bencana dikenali sebagai kerangka kerja pra-bencana yang meliputi tindakan pengurangan risiko bencana (di daerah yang selam 5 tahun tidak terpapar bencana), kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini (di daerah yang rawan bencana).Sebagai sebuah kesatuan komunitas yang memiliki warga kominitas dan pemangku kepentingan, sekolah diharapkan menyusun suatu Rencana Aksi Sekolah dalam pengelolaan PRB. Sebuah Rencana Aksi Sekolah atau RAS PRB sebaiknya disusun sesegera mungkin sebagai bentuk tanggung jawab sekolah kepada warga dan pemangku kepentingan sekolah. RAS PRB sebaiknya ditetapkan sebagai kebijakan sekolah atau kepala sekolah. Pada saat yang sesuai RAS PRB dapat diintegrasikan dengan Rencana Strategis Sekolah dan Rencana Tahunan Sekolah untuk memastikan bahwa sumberdaya yang diperlukan telah diperhitungkan dalam Rencana Anggaran Sekolah.RAS PRB merupakan dokumen sekolah yang memuat penilaian risiko bencana sekolah, pilihan tindakan (aksi) sekolah dalam berbagai upaya mengurangi risiko bencana (mengurangi bahaya, meningkatkan kapasitas, mengurangi kerentanan, rencana kedaruratan atau rencana kontinjensi [satu jenis bencana tertentu]), prioritas, serta mekanisme pelaksanaan termasuk monitoring dan evaluasinya.Prinsip penyusunan RAS PRB adalah:1. Demokrasi – bahwa semua orang memiliki hak yang sama dalam

menyampaikan gagasannya. Oleh karenanya para pemimpin sekolah harus memastikan bahwa suara atau gagasan seluruh warga dan pemangku kepentingan sekolah diperhatikan.

2. Partisipasi – siapa saja para pemangku kepentingan baik itu siswa maupun lembaga pemerintahan local (desa/kelurahan dan kecamatan) dapat secara aktif terlibat dalam proses-proses pembahasan RAS PRB. Bentuk keterlibatan ini dapat berupa gagasan, kritik, dan atau saran baik dalam bentuk tertulis atau secara lisan langsung dalam pembahasan. Sekolah seharusnya menyediakan media pertemuan yang mengikutsertakan berbagai pihak yang berkepentingan dalam proses pembahasan atau menyediakan mekanisme lain yang mudah diakses.

3. Transparansi – Proses penyusunan RAS PRB harus dilakukan secara terbuka mulai perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan sehingga mencegah terjadinya tindakan manipulative terhadap baik proses maupun isi RAS PRB.

BAHAN BACAAN

Rencana Aksi Sekolah Untuk Pengurangan Risiko Bencana

84

4. Akuntabilitas – ini berkaitan dengan penggunaan anggaran sekolah ataupun dana dari pihak lain yang mendukung, untuk memastikan semua dana untuk penyusunan ini dapat dipertanggungjawabkan oleh sekolah.

5. Kejelasan – penyusunan RAS PRB harus menyatakan tujuan yang jelas, yaitu mengurangi risiko bencana di sekolah.

6. Kedayagunaan & kehasilgunaan – penyusunan RAS PRB harus diperlukan dan bermanfaat untuk, pada akhirnya, sungguh dapat mengurangi risiko bencana di sekolah.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

85

TOPIK-B.Rencana Aksi Sekolah

Tujuan:

Melakukan identifikasi pilihan tindakan sekolah dalam PRB.

Merencanakan tahapan penyusunan RAS PRB dan menyusun sistematika dokumen RAS PRB.

Presentasi fasilitator/narasumber.

Metode:

Tanya jawab.

Tugas kelompok.

Bahan & Alat:

Bahan tayang fasilitator/narasumber.

LCD proyektor.

Flipcart, papan tulis.

Spidol besar.

Panduan tugas kelompok.

Proses:

Fasilitator menyampaikan tujuan sesi (dan memperkenalkan narasumber, jika materi disampaikan oleh narasumber).

Fasilitator/narasumber menyampaikan presentasi tidak lebih dari 20 menit

Fasilitator mengelola tanya jawab tentang materi presentasi, pada akhir tanya jawab fasilitator/narasumber dipersilahkan untuk menyampaikan simpulan/pernyataan penutup.

Fasilitator membagi peserta dalam kelompok-kelompok yang sesuai, dan mempersilahkan peserta untuk berkumpul dalam kelompok masing-masing.

Fasilitator memberikan pengantar tugas kelompok yang dilaksanakan sekitar 20 menit. Kelompok diminta berlatih (1) menyusun rencana kerja penyusunan RAS, (2) menyusun draft . dokumen RAS. Diskusi dan hasilnya dilaksanakan menggunakan flipcart dan kertas plano yang tersedia.

Fasilitator mempersilakan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasilnya. Meminta komentar dari kelompok lain, lalu menulis kompilasi daftar ancaman dari semua kelompok di papan tulis/flipcart.

Fasilitator menayangkan (kembali) presentasi tentang tujuan PRB bagi komunitas sekolah.

BAHAN BACAAN

Informasi umum tindakan/upaya PRB berikut ini, menjadi pertimbangan bagaimana sekolah sebagai elemen berisiko bencana, maupun satuan komunitas yang dapat dapat mengambil peran memberdayakan dan memfasilitasi warga sekolah dalam upaya PRB.

B.1. Pengurangan Risiko Bencana Banjir

Upaya mitigasi bencana banjir secara umum dapat dibagi menjadi dua kegiatan yaitu upaya mitigasi non struktural dan struktural.1. Upaya Mitigasi Non Struktural

Rencana Aksi SekolahRencana Aksi SekolahPembentukan “Kelompok Kerja” (POKJA) yang beranggotakan dinas?instansi terkait (diketuai Dinas Pengairan/Sumber Daya Air) di tingkat kabupaten/kota sebagai bagian dari Satuan Pelaksana (SATLAK) untuk melaksanakan dan menetapkan pembagian peran dan kerja atas upaya?upaya nonfisik penanggulangan mitigasi bencana banjir diantara anggota POKJA, diantaranya inspeksi, pengamatan dan penelusuran atas prasarana & sarana pengendalian banjir yang ada dan langkah yang akan diuraikan pada uraian selanjutnya.

Merekomendasikan upaya perbaikan atas prasarana dan sarana pengendalian banjir sehingga dapat berfungsi sebagaimana direncanakan.

Memonitor dan mengevaluasi data curah hujan, banjir, daerah genangan dan informasi lain yang diperlukan untuk meramalkan kejadian banjir, daerah yang diidentifikasi terkena banjir serta daerah yang rawan banjir.

Menyiapkan peta daerah rawan banjir dilengkapi dengan “plotting” rute pengungsian, lokasi pengungsian sementara, lokasi POSKO, dan lokasi pos pengamat debit banjir/ketinggian muka air banjir di sungai penyebab banjir.

Mengecek dan menguji sarana sistim peringatan dini yang ada dan mengambil langkah?langkah untuk memeliharanya dan membentuknya jika belum tersedia dengan sarana yang paling sederhana sekalipun. Melaksanakan perencanaan logistik dan penyediaan dana, peralatan dan material yang diperlukan untuk kegiatan/upaya tanggap darurat, diantaranya dana persediaan tanggap darurat;persediaan bahan pangan dan air minum; peralatan penanggulangan (misalnya: movable pump, dump truck, dan lain-lain); material penanggulangan (misalnya kantong pasir, terucuk kayu/bambu, dan lain-lain); dan peralatan penyelamatan (seperti perahu karet, pelampung, dan lain-lain).

Perencanaan dan penyiapan SOP (Standard Operation Procedure)/Prosedur Operasi Standar untuk kegiatan/tahap tanggap darurat yang melibatkan semua elemen yang terlibat dalam penangulangan bencana diantaranya identifikasi daerah rawan banjir, identifikasi rute evakuasi, penyediaan peralatan evakuasi (alat transportasi, perahu, dan lain-lain), identifikasi dan penyiapan tempat pengungsian sementara seperti peralatan sanitasi mobile, penyediaan air minum, bahan pangan, peralatan dapur umum, obat-obatan dan tenda darurat.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

87

Pelaksanaan Sistem Informasi Banjir, dengan diseminasi langsung kepada masyarakat dan penerbitan press release/penjelasan kepada press dan penyebar luasan informasi tentang banjir melalui media masa cetak maupun elektronik yaitu station TV dan station radio.

Melaksanakan pelatihan evakuasi untuk mengecek kesiapan masyarakat, SATLAK dan peralatan evakuasi, dan kesiapan tempat pengungsian sementara beserta perlengkapannya.

Mengadakan rapat?rapat koordinasi lintas sektor untuk menentukan beberapa tingkat dari risiko bencana banjir berikut konsekuensinya dan pembagian peran diantara instansi yang terkait, serta pengenalan/diseminasi kepada seluruh Dinas/instansi dan POSKO atas SOP dalam kondisi darurat dan untuk menyepakati format dan prosedur arus informasi/laporan.

Membentuk jaringan lintas instansi/sektor dan LSM yang bergerak dibidang kepedulian terhadap bencana serta dengan media masa baik cetak maupun elektronik (stasion TV dan radio) untuk mengadakan kampanye peduli bencana kepada masyarakat termasuk penyaluran informasi tentang bencana banjir.

Melaksanakan pendidikan masyarakat atas pemetaa ancaman banjir dan risiko yang terkait serta penggunaan material bangunan yang tahan air/banjir.

2. Upaya Mitigasi StrukturalPembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai,tembok

laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir pada tingkat debit banjir yang direncanakan.

Pengaturan kecepatan aliran dan debit air permukaan dari daerah hulu sangat membantu mengurangi terjadinya bencana banjir.

Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mengatur kecepatan air dan debit aliran air masuk kedalam sistem pengaliran diantaranya adalah dengan reboisasi dan pembangunan system peresapan serta pembangunan bendungan/waduk.

Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka maupun tertutup atau terowongan dapat membantu mengurangi terjadinya banjir.

PERSIAPAN DALAM PENCEGAHAN KEMUNGKINAN BANJIR Untuk menghindari risiko banjir, sebaiknya membuat bangunan di daerah yang aman seperti di dataran yang tinggi dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan.

Untuk daerah-daerah yang berisiko banjir, sebaiknya:1. Mengerti akan ancaman banjir, termasuk banjir yang pernah terjadi dan

mengetahui letak daerah, apakah cukup tinggi untuk terhindar dari banjir.2. Melakukan persiapan untuk mengungsi dan.3. Melakukan latihan pengungsian. Mengetahui jalur evakuasi, jalan yang

Rencana Aksi Sekolah Untuk Pengurangan Risiko Bencana

88

tergenang air dan yang masih bisa dilewati. Setiap orang harus mengetahui tempat evakuasi, kemana harus pergi apabila terjadi banjir.

4. Mengembangkan program penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman banjir dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memperhitungkan ancaman banjir dalam perkembangan masa depan.

5. Memasang tanda ancaman pada jembatan yang rendah agar tidak dilalui orang pada saat banjir. Adakan perbaikan apabila diperlukan.

6. Mengatur aliran air ke luar daerah pada daerah pemukiman yang berisiko banjir.

7. Menjaga agar sistem pembuangan limbah dan air kotor tetap bekerja pada saat terjadi banjir.

8. Memasang tanda ketinggian air pada saluran air, kanal, kali atau sungai, yang dapat menjadi petunjuk bila akan terjadi banjir, atau petunjuk dalam genangan air.

Tindakan di rumah-rumah1. Simpan surat-surat penting di dalam tempat yang kedap air.2. Naikkan panel-panel dan alat-alat listrik ke tempat yang lebih tinggi,

sekurang-kurangnya 30cm di atas garis ketinggian banjir maksimum.3. Pada saat banjir, tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam

rumah.

Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko banjir1. Buat sumur resapan bila memungkinkan.2. Tanam lebih banyak pohon besar.3. Membentuk Kelompok Masyarakat Pengendali Banjir.4. Membangun/menetapkan lokasi dan jalur evakuasi bila terjadi banjir.5. Membangun sistem peringatan dini banjir.6. Menjaga kebersihan saluran air dan limbah.7. Memindahkan tempat hunian ke daerah bebas banjir.8. Mendukung upaya pembuatan kanal/saluran dan bangunan pengendali

banjir dan lokasi evakuasi.9. Bekerjasama dengan masyarakat di luar daerah banjir untuk menjaga

daerah resapan air.

TINDAKAN SAAT TERJADI BANJIR

1. Segera menyelamatkan diri ke tempat yang aman.2. Jika memungkinkan ajaklah anggota keluarga/kerabat atau orang di sekitar

anda untuk menyelamatkan diri.3. Selamatkan barang-barang berharga sehingga tidak rusak atau hilang

terbawa banjir.4. Pantau kondisi ketinggian air setiap saat sehingga bisa menjadi dasar untuk

tindakan selanjutnya.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

89

TINDAKAN SETELAH TERJADI BANJIRMencegah tersebarnya penyakit di daerah banjir 1. Air untuk minum dan memasak. Di saat dan sesudah terjadinya banjir,

penting untuk memperhatikan kebersihan air yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

2. Gunakan air bersih untuk mencuci piring, mencuci, dsb. 3. Jangan menggunakan air yang telah tercemar.4. Rebus atau proses air sebelum digunakan. Merebus air bisa membunuh

bakteri dan parasit. Rebus dan biarkan air mendidih sekurang-kurangnya selama 7 menit. Hanya minum air yang sudah direbus, bukan air mentah

5. Gosok gigi dan buat es dari air bersih yang sudah direbus.6. Air juga bisa diolah dengan chlorine atau yodium, atau dengan mencampur

6 tetes chlorine pemutih pakaian tanpa pewangi (5.25% sodium hypochlorite) dalam 4 liter air. Campur dengan baik dan biarkan, kalau bisa di bawah sinar matahari, selama 30 menit. Cara ini cukup baik untuk mengolah air tapi tidak bisa membunuh semua kuman atau parasit.

Hal-hal penting tentang sanitasi dan kebersihan1. Air banjir bisa mengandung kotoran dari limbah air kotor dan limbah

industri.2. Walaupun kontak dengan kulit tidak membahayakan, namun

mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar air banjir, bisa berisiko bagi kesehatan masyarakat.

3. Pada saat bencana, sangat penting untuk menerapkan langkah-langkah dasar kebersihan ini. Selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih:

4. Sebelum memasak atau makan.5. Setelah buang air.6. Setelah melakukan pembersihan.7. Setelah menangani apa saja yang telah tercemar air banjir.8. Jangan biarkan anak-anak bermain di air banjir. Seringlah mencuci tangan

mereka, terutama sebelum makan.

Pembersihan di rumah setelah banjir1. Setelah menentukan suatu daerah aman dari banjir, semua permukaan

harus dibersihkan dan diberi obat pembasmi kuman untuk mencegah tumbuhnya jamur dan lumut. Jika memungkinkan, pakai sepatu karet dan sarung tangan selama melakukan proses pembersihan ini.

2. Dinding, lantai dan permukaan lain harus dibersihkan dengan air sabun dan diberi obat pembasmi kuman dengan campuran 1 cangkir cairan pemutih per 20 liter air.

3. Perhatian khusus diberikan pada tempat-tempat bermain anak-anak dan tempat-tempat makanan seperti dapur, meja makan, lemari makanan, kulkas, dll.

Rencana Aksi Sekolah Untuk Pengurangan Risiko Bencana

90

4. Untuk barang-barang yang sulit dibersihkan, seperti kasur, kursi-kursi dengan jok, dll, keringkan di luar rumah di bawah panas matahari dan kemudian diberi obat pembasmi kuman. Barang-barang yang tidak bisa dibersihkan sebaiknya dibuang saja

5. Perlu diingat bahwa bibit-bibit penyakit seperti bakteri dan jamur masih bias tumbuh dan berkembang lama setelah tindakan pembersihan ini selesai. Oleh sebab itu disarankan pada masyarakat yang daerahnya telah dilanda banjir untuk mengadakan tindakan pembersihan ini berulang kali.

Beberapa tindakan untuk menjaga kebersihan1. Buatlah pagar untuk mengelilingi tempat air bersih supaya binatang tidak

masuk.2. Bakarlah sampah yang dapat dibakar. Sampah yang tidak dapat dibakar

sebaiknya ditanam dalam lubang khusus. Minimal jarak lubang sampah dari pemukiman 20 meter dan 500 meter dari sumber air bersih.

3. Buanglah barang-barang yang sudah kotor terkena air banjir.4. Jangan buang air besar maupun air kecil di dekat tempat air bersih ataupun

rumah pemukiman.5. Selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih :Sebelum memasak atau makan.Setelah buang air.Setelah melakukan pembersihan.Setelah memegang apa saja yang telah tercemar air banjir.

B.2 Pengurangan Risiko Longsor

1. Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya.

2. Mengurangi tingkat keterjalan lereng.3. Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan

maupun air tanah (fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng, menghindari air meresap ke dalam lereng atau menguras air dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).

4. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling.5. Terasering dengan system drainase yang tepat (drainase pada teras?teras

dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapnya air ke dalam tanah).6. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak

tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau sekitar 80 % sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diselingi dengan tanaman – tanaman yang lebih pendek dan ringan, di bagian dasar ditanam rumput).

7. Sebaiknya dipilih tanaman lokal yang digemari masyarakat, dan tanaman tersebut harus secara teratur dipangkas ranting?rantingnya/ cabangcabangnya atau dipanen.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

91

8. Khusus untuk aliran butir dapat diarahkan dengan pembuatan saluran.9. Khusus untuk runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan baik

berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.10. Pengenalan daerah yang rawan longsor.11. Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya

rekahan rekahan berbentuk ladam (tapal kuda).12. Hindarkan pembangunan di daerah yang rawan longsor.13. Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat.14. Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan.15. Stabilisasi lereng dengan pembuatan terase dan penghijauan.16. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan.17. Penutupan rekahan rekahan diatas lereng untuk mencegah air masuk

secara cepat kedalam tanah.18. Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya

liquifaction.19. Pondasi yang menyatu, untuk menghindari penurunan yang tidak seragam

(differential settlement).20. Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel.21. Dalam beberapa kasus relokasi sangat disarankan.22. Melakukan deteksi dini.23. Membuat Peta Ancaman.

Tindakan Kesiapsiagaan1. Tidak menebang atau merusak hutan.2. Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba,

bambu, akar wangi, lamtoro, dsb, pada lereng-lereng yang gundul3. Membuat saluran air hujan.4. Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal.5. Memeriksa keadaan tanah secara berkala.6. Mengukur tingkat kederasan hujan.

B.3 Pengurangan Risiko Kebakaran

1. Kampanye dan sosialisasi kebijakan pengendalian kebakaran lahan dan hutan.

2. Peningkatan masyarakat peduli api (MPA).3. Peningkatan penegakan hukum.4. Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk

penanggulangan kebakaran secara dini.5. Pembuatan waduk (embung) di daerahnya untuk pemadaman api.6. Pembuatan sekat bakar, terutama antara lahan, perkebunan, pertanian

dengan hutan.7. Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran.

Rencana Aksi Sekolah Untuk Pengurangan Risiko Bencana

92

8. Hindarkan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang luas.9. Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan

secara ketat.10. Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan

tanaman yang heterogen.11. Partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya.12. Pengembangan teknologi pembukaan lahan tanpa membakar (pembuatan

kompos, briket arang dll).13. Kesatuan persepsi dalam pengendalian kebakaran lahan dan hutan.14. Penyediaan dana tanggap darurat untuk penanggulangan kebakaran

lahan dan hutan disetiap unit kerja terkait.15. Pengelolaan bahan bakar secara intensif untuk menghindari kebakaran

yang lebih luas.

B.4 Pengurangan Risiko Gempa Bumi

1. Bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa.2. Perkuatan bangunan dengan mengikuti standar kualitas bangunan.3. Pembangunan fasilitas umum dengan standar kualitas yang tinggi.4. Perkuatan bangunan bangunan vital yang telah ada.5. Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat

kepadatan hunian di daerah rawan bencana.6. Asuransi.7. Zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan.8. Pendidikan kepada masyarakat tentang gempabumi.9. Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap gempabumi.10. Masyarakat waspada terhadap risiko gempa bumi.11. Masyarakat mengetahui apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa

bumi.12. Masyarakat mengetahui tentang pengamanan dalam penyimpanan

barang barang yang berbahaya bila terjadi gempabumi.13. Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan dan14. kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi.15. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan

pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.16. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggalian, dan peralatan

perlindungan masyarakat lainnya.17. Rencana kontingensi/kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam

menghadapi gempa bumi.

Tindakan saat terjadi gempa bumi1. Bila anda berada dalam bangunan, cari tempat perlindungan, misalnya di

bawah meja yang kuat. Hindari jendela dan bagian rumah yang terbuat

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

93

dari kaca. Gunakan bangku, meja, atau perlengkapan rumah tangga yang kuat sebagai perlindungan.

2. Tetap di sana dan bersiap untuk pindah. Tunggu sampai goncangan berhenti dan aman untuk bergerak.

3. Menjauhlah dari jendela kaca, perapian, kompor, atau peralatan rumah tangga yang mungkin akan jatuh. Tetap di dalam untuk menghindari terkena pecahan kaca atau bagian-bagian bangunan.

4. Jika malam hari dan anda di tempat tidur, jangan lari keluar. Cari tempat yang aman di bawah tempat tidur atau meja yang kuat dan tunggu gempa berhenti.

5. Jika gempa sudah berhenti, periksa anggota keluarga dan carilah tempat yang aman. Ada baiknya kita mempunyai lampu senter di dekat tempat tidur.

6. Saat gempa malam hari, alat murah ini sangat berguna untuk menerangi jalan mencari tempat aman, terutama bila listrik menjadi padam akibat gempa.

7. Lilin dan lampu gas sangat berbahaya, dan sebaiknya tidak digunakan.8. Jika anda berada di tengah keramaian, cari perlindungan. Tetap tenang

dan mintalah yang lain untuk tenang juga. Jika sudah aman, berpindahlah ke tempat yang terbuka, jauh dari pepohonan besar atau bangunan, dan waspada akan kemungkinan gempa susulan.

9. Jika anda di luar, cari tempat terbuka, jauh dari bangunan, pohon tinggi dan jaringan listrik. Hindari rekahan akibat gempa yang dapat sangat berbahaya.

10. Jika anda mengemudi, berhentilah jika aman, tapi tetap dalam mobil. Menjauhlah dari jembatan, jembatan layang, atau terowongan.

11. Pindahkan mobil jauh dari lalu lintas. Jangan berhenti dekat pohon tinggi, lampu lalu lintas, atau tiang listrik.

12. Jika anda di pegunungan, dekat dengan lereng atau jurang yang rapuh, waspadalah dengan batu atau tanah longsor yang runtuh akibat gempa.

13. Jika anda di pantai, segeralah berpindah ke daerah yang agak tinggi atau beberapa ratus meter dari pantai. Gempa bumi dapat menyebabkan tsunami selang beberapa menit atau jam setelah gempa dan menyebabkan kerusakan yang hebat.

Tindakan setelah gempa bumi berlangsung1. Periksa adanya luka. Setelah menolong diri, bantu menolong mereka yang

terluka atau terjebak. 2. Hubungi petugas yang menangani bencana, kemudian berikan pertolongan

pertama jika memungkinkan. Jangan coba memindahkan mereka yang luka serius yang justru menyebabkan luka semakin parah.

3. Periksa keamanan. 4. Periksa hal-hal berikut setelah gempa :

Rencana Aksi Sekolah Untuk Pengurangan Risiko Bencana

94

Api atau ancaman kebakaran.Kebocoran gas. Tutup saluran gas jika kebocoran diduga dari adanyabau.

Jangan dibuka sebelum diperbaiki oleh tenaga ahlinya.Kerusakan saluran listrik, matikan meteran listrik.Kerusakan kabel listrik, menjauhlah dari kabel listrik sekalipun

meterantelah dimatikan.Barang-barang yang jatuh di kloset dan lemari (saat anda

membukanya).Periksa pesawat telepon. Pastikan telepon pada tempatnya.Lindungi diri anda dari ancaman tidak langsung dengan memakai

celana panjang, baju lengan panjang, sepatu yang kuat, dan jika mungkin juga sarung tangan. Ini akan melindungi anda dari luka akibat barang-barangyang pecah.

5. Bantu tetangga yang memerlukan bantuan. Orang tua, anak-anak, ibuhamil, ibu menyusui dan orang cacat mungkin perlu bantuan tambahan.

6. Mereka yang jumlah anggota keluarganya besar juga memerlukan bantuan pada keadaan darurat.

7. Pembersihan. Singkirkan barang-barang yang mungkin berbahaya, termasuk pecahan gelas, kaca, dan obat-obatan yang tumpah.

8. Waspada dengan gempa susulan. Sebagian besar gempa susulan lebih lemah dari gempa utama. Namun, beberapa dapat cukup kuat untuk merobohkan bangunan yang sudah goyah akibat gempa pertama. Tetaplah berada jauh dari bangunan. Kembali ke rumah hanya bila pihak berwenang sudah mengumumkan keadaan aman :

9. Gunakan lampu senter. Jangan gunakan korek api, lilin, kompor gas, atau obor.

10. Gunakan telepon rumah hanya dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa.

11. Nyalakan radio untuk informasi, laporan kerusakan, atau keperluan relawan di daerah anda.

12. Biarkan jalan bebas rintangan untuk mobil darurat.

Tindakan kesiapsiagaanMerencanakan kesiapsiagaan terhadap bencana tidak hanya meliputi perencanaan fisik bangunan. Setiap orang dalam rumah sebaiknya tahu apa yang harus dilakukan dan ke mana harus pergi bila situasi darurat terjadi.

Prinsip rencana siaga untuk rumah tangga1. Sederhana - rencana darurat rumah tangga mestinya cukup sederhana

sehingga mudah diingat oleh seluruh anggota keluarga. Bencana adalah situasi yang sangat mencekam sehingga mudah terjadi kebingungan. Rencana darurat yang baik hanya berisi beberapa rincian saja.

2. Tentukan jalan melarikan diri - pastikan anda dan keluarga tahu jalan yang paling aman untuk meninggalkan rumah setelah gempa. Jika anda

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

95

berencana meninggalkan daerah atau desa anda, rencanakan beberapa jalan, dengan memperhitungkan beberapa jalan putus atau tertutup akibat gempa.

3. Tentukan tempat bertemu - dalam keadaan anggota keluarga terpencar, misalnya ibu di rumah, ayah sedang di tempat kerja, sementara anak-anak sedang di sekolah saat gempa terjadi, tentukan tempat bertemu.

4. Tentukan dua tempat bertemu - yang pertama semestinya lokasi yang aman dan dekat rumah. Tempat ini biasanya menjadi tempat anggota keluarga bertemu pada keadaan darurat. Tempat kedua, dapat berupa bangunan atau taman di luar desa, digunakan dalam keadaan anggota keluarga tidak bisa kembali ke rumah. Setiap orang mestinya tahu tempat tersebut.

Prinsip rencana siaga untuk sekolahSama dengan prinsip rencana siaga di rumah tangga. Gedung sekolah perlu diperiksa ketahanannya terhadap gempa bumi. Anak-anak sekolah perlu sering dilatih untuk melakukan tindakan penyelamatan diri bila terjadi gempa, misalnya sekurang-kurangnya 2 kali dalam setahun.

Menyiapkan rumah tahan gempa1. Minta bantuan ahli bangunan. Tanyakan tentang perbaikan dan penguatan

rumah seperti serambi, pintu kaca geser, garasi, dan pintu garasi. Setidaknya ada bagian rumah yang tahan gempa sebagai titik / ruang berlindung.

2. Periksa apakah rumah anda kokoh pada fondasinya.3. Jika mempunyai saluran air panas dan gas, pastikan tertanam dengan

kuat.4. Gunakan sambungan pipa yang lentur.5. Letakkan barang yang besar dan berat di bagian bawah rak dan pastikan

rak tertempel mati pada tembok.6. Simpan barang pecah belah di bagian bawah rak/lemari yang berlaci dan

dapat dikunci.7. Gantungkan benda berat seperti gambar, lukisan, dan cermin jauh dari

tempat tidur, sofa, atau kursi dimana orang duduk.8. Segera perbaiki kabel-kabel yang rusak dan sambungan gas yang bocor.9. Perbaiki keretakan-keretakan pada atap dan fondasi rumah, dan pastikan

hal itu bukan karena kerusakan struktur.10. Instalasi pipa air dan gas yang lentur untuk menghindari kebocoran air dan

gas.11. Simpan racun serangga atau bahan yang berbahaya dan mudah terbakar

di tempat aman, terkunci serta jauh dari jangkauan anak-anak.12. Hiasan gantung, lampu diikat kuat, agar tidak jatuh pada saat terjadi

gempa.13. Bila memungkinkan sediakan kasur gulung di dekat tempat-tempat

tertentu sebagai alat pengaman (dari kejatuhan).

Rencana Aksi Sekolah Untuk Pengurangan Risiko Bencana

96

B.5 Pengurangan Risiko Tsunami.

1. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya Tsunami.2. Pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya Tsunami.3. Pembangunan Tsunami Early Warning System (TEWS).4. Pembangunan tembok penahan Tsunami pada garis pantai yang berisiko.5. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai

meredam gaya air tsunami.6. Pembangunan tempat?tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah

pemukiman. Tempat/bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses untuk menghidari ketinggian Tsunami.

7. Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal tentang pengenalan tanda-tandatsunami dan cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami.

8. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.9. Mengenali karakteristik dan tanda?tanda bahaya tsunami di lokasi

sekitarnya.10. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda tsunami.11. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi

tsunami.12. Memberikan laporan sesegera mungkin jika mengetahui tanda-tanda akan

terjadinya tsunami kepada petugas yang berwenang: Kepala Desa, Polisi, stasiun radio, SATLAK PB dan institusi terkait.

13. Melengkapi diri dengan alat komunikasi.

Tindakan Kesiapsiagaan Mengenali gejala yang mungkin terjadi :

- Biasanya diawali gempa bumi yang sangat kuat, biasanya lebih dari 6 skala richter, berlokasi dekat pantai.

- Bila Anda menyaksikan air laut di pantai surut secara tiba-tiba, waspadalah karena itu tanda gelombang raksasa akan datang merupakan tanda peringatan datangnya tsunami.

- Hembusan angin berbau air laut yang keras.- Tsunami adalah rangkaian gelombang. Bukan gelombang pertama

yang.- Besar dan membahayakan, tapi beberapa saat setelah gelombang

pertama.- Akan menyusul gelombang yang jauh lebih besar.

Saat mengetahui ada gejala, segera sampaikan pada semua orang. Segera lakukan pengungsian, karena tsunami bisa terjadi dengan cepat hingga waktu untuk mengungsi sangat terbatas. Mengungsi ke daerah yang tinggi dan sejauh mungkin dari pantai, mengikuti tanda evakuasi, melalui jalur evakuasi ke tempat evakuasi. Ikuti perkembangan terjadinya bencana melalui media atau sumber yang bisa dipercaya.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

97

Tindakan saat tsunami berlangsungPrinsip-prinsip cara menyelamatkan diri:1. Kalau berada di pantai atau dekat laut, dan merasakan bumi bergetar,

langsung lari ke tempat yang tinggi dan jauh dari pantai. Naik ke lantai yang lebih tinggi, atap rumah, atau memanjat pohon. Tidak perlu menunggu peringatan tsunami.

2. Tsunami dapat muncul melalui sungai dekat laut, jadi jangan berada disekitarnya.

3. Selamatkan diri anda, bukan barang anda.4. Jangan hiraukan kerusakan di sekitar,teruslah berlari.5. Jika terseret tsunami, carilah benda terapung yang dapat digunakansebagai

rakit.6. Saling tolong-menolong, ajaklah tetangga tinggal di rumah anda, bila

rumah anda selamat! Utamakan anak-anak, wanita hamil, orang jompo, dan orang cacat.

7. Selamatkan diri melalui jalur evakuasi tsunami ke tempat evakuasi yang sudah disepakati bersama.

Mengurangi dampak dari tsunami1. Hindari bertempat tinggal di daerah tepi pantai yang landai lebih dari 10

meter dari permukaan laut. Berdasarkan penelitian daerah ini merupakan daerah yang mengalami kerusakan terparah akibat bencana tsunami, badai dan angin ribut.

2. Disarankan untuk menanam tanaman yang mampu menahan gelombang seperti bakau, palem, ketapang, waru, beringin atau jenis lainnya.

3. Ikuti tata guna lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat.4. Buat bangunan bertingkat dengan ruang aman di bagian atas.5. Bagian dinding yang lebar usahakan tidak sejajar dengan garis pantai.

Tindakan setelah tsunami berlalu1. Hindari instalasi listrik bertegangan tinggi dan laporkan jika menemukan

kerusakan kepada PLN.2. Hindari memasuki wilayah kerusakan kecuali setelah dinyatakan aman3. Jauhi reruntuhan bangunan.4. Laporkan diri ke lembaga pemerintah, lembaga adat, atau lembaga

keagamaan!5. Upayakan penampungan sendiri kalau memungkinkan. Ajaklah sesama

warga untuk melakukan kegiatan yang positif. Misalnya mengubur jenazah, mengumpulkan benda-benda yang dapat digunakan kembali, sembahyang bersama, dan lain sebagainya. Tindakan ini akan dapat menolong kita untuk segera bangkit, dan membangun kembali kehidupan.

6. Bila diperlukan, carilah bantuan dan bekerjasama dengan sesama warga lainnya serta lembaga pemerintah, adat, keagamaan, atau lembaga swadaya masyarakat.

Rencana Aksi Sekolah Untuk Pengurangan Risiko Bencana

98

7. Ceritakan tentang bencana ini kepada keluarga, anak, dan teman anda untuk memberikan pengetahuan yang jelas dan tepat. Ceritakan juga apa yang harus dilakukan bila ada tandatanda tsunami akan datang.

No Aspek

FASILITATOR

Hasil*)

54321

KEPANITIAAN

Catatan (Komentar, Saran, Kritik, dan lain-lain)

..........................................................................................

..........................................................................................

..........................................................................................

..........................................................................................

..........................................................................................

Keterangan:

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

99

*) Beri tanda centang (V)

Aspek yang diukur disesuaikan dengan layanan yang disediakan:

1 = Tidak memuaskan

2 = Kurang memuaskan

3 = Cukup memuaskan

4 = Memuaskan

5 = Sangat memuaskan

Daftar Istilah

100

DAFTAR ISTILAHPengurangan Risiko BencanaPengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.

PendidikanPendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan Negara

PRBProses dimana pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana dikedepankan oleh organisasi/individu yang terlibat di dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan ekonomi, fisik, politik, sosial-budaya suatu negara pada level nasional, wilayah daerah dan/atau lokal; serta proses-proses dimana pengurangan risiko bencana dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tersebut

Pendidikan Siaga BencanaUsaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecakapan hidup dalam mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Komite SekolahOrganisasi mandiri yang dibentuk dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Ia menjadi ruang bagi orangtua, masyarakat, dan pihak sekolah menyampaikan aspirasi dan merumuskan kebijakan bagi peningkatan pendidikan di sekolah. Ia merupakan badan independen yang tidak memiliki hubungan hirarkis dengan Kepala Sekolah. Ia menjadi mitra kepala sekolah dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam memajukan sekolah.

KTSPKurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Sekolah dan kepala sekolah mengembangkan KTSP dan silabus berdasarkan a). Kerangka dasar kurikulum, b). Standar kompetensi, dibawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Provinsi.

KurikulumSeperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

101

Ekstra kurikulerEkstrakulikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.

Standar KompetensiStandar Kompetensi adalah ukuran kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatu proses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu.

KompetensiKompetensi adalah kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik.

Standar Nasional PendidikanStandar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI. Lingkup standar nasional pendidikan meliputi: a. standar isi, b. standar proses, c. standar kompetensi lulusan, d. standar pendidik dan tenaga kependidikan, e. standar sarana dan prasarana, f. standar pengelolaan, g. standar pembiayaan, h. standar penilaian pendidikan.

Sumber/bahan belajarSumber/bahan belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

Standar isiStandar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Standar prosesStandar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

Standar kompetensiStandar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Standar pendidik dan tenaga kependidikanStandar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

Standar sarana dan prasaranaStandar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan

Daftar Istilah

102

dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Standar pengelolaanStandar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

Standar pembiayaanStandar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun; dan

Standar penilaian pendidikanStandar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

BencanaBencana adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, yang dapat terjadi secara tibatiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, di mana masyarakat setempat dengan segala kemampuan dan sumberdayanya tidak mampu untuk menanggulanginya.

BahayaBahaya adalah situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.

KerentananKerentanan adalah tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab.

KemampuanKemampuan adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana.

RisikoRisiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.

Modul Pelatihan Integrasi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam Sistem Pendidikan

103

PencegahanPencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bahaya.

MitigasiMitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non fisik-struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.

KesiapsiagaanKesiapsiagaan adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Peringatan DiniPeringatan Dini adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat, segera, tegas tidak membingungkan, resmi.

Tanggap DaruratTanggap Darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.

Bantuan DaruratBantuan Darurat merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, tempat tinggal sementara, perlindungan, kesehatan, sanitasi dan air bersih

PemulihanPemulihan adalah proses pengembalian kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan melakukan upaya memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dll).

RehabilitasiRehabilitasi adalah upaya langkah yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.

RekonstruksiRekonstruksi adalah program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.

Penanggulangan Bencanaadalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, mencakup tanggap darurat, pemulihan, pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan.

Daftar Pustaka

104

DAFTAR PUSTAKABappenas. 2006. Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Bencana 2006-2009. Jakarta: Kerjasama Bappenas dengan Bakornas Penanggulangan Bencana.

Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

IDEP. 2005. Panduan Umum Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. Bali: Yayasan IDEP.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang “Standar Nasional Pendidikan”. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Permendiknas No. 22 tentang Standar Isi. Depdiknas. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Panduan KTSP dari BSNP. Jakarta

Daliyo, Suko Bandiyono, Zainal Fatoni, dan Brillian Nugraha. 2008. “Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Alam di Kabupaten Sikka”. LIPI, Jakarta.

Hidayati, Deni dkk. 2006. “Kajian Kesiapsiagaan masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami”. LIPI & UNESCO. 579 hal. Jakarta.

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Pengganan Bencana. 2006. “Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana 2006 – 2009.” United Nation Development Programme. 196 hal. Jakarta.

Mulyadi, Eddy , dkk. 2006. “Mengenal Konsep Penanganan Bencana, Bahaya Geologi, dan Mitigasi Bencana Geologi di Indonesia”. Warta Geologi, Volume I No. 4, Juli 2006. 52 hal. Jakarta.

Nugroho, Ag. Cahyo. 2007. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakatdalam Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami. Laporan Penelitian. MPBI-UNESCO. Jakarta.

Permana, Haryadi, dkk. 2009. “Membangun Sekolah Siaga Bencana. Program Pendidikan Publik dan Kesiapsiagaan Masyarakat.” LIPI. 82 hal. Jakarta.

Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. 2007. Model Pembelajaran Sekolah di Daerah Rawan Bencana. Jakarta

Pusat Kurikulum dan Save the Children. 2007. Bahan Ajar Siaga Bencana. Jakarta

UN/ISDR, Terminology on Disaster Risk Reduction, 2009

UNESCO, Natural Disaster Preparedness and Education for Sustainable Development, Bangkok: 2007.

1 Dipromosikan oleh Konsorsium Pendidikan Bencana, 2010