panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp

98

Upload: ninil-jannah

Post on 15-Aug-2015

76 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Cover dalam

BANJIRBahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs

Penulis: Dra. Maria Chatarina Adharti Sri Sursiyamtini Nara Sumber: Dr. Agus Maryono

PUSAT KURIKULUMBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALJAKARTA, 2009

Modul AjarPengintegrasian Pengurangan Risiko

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko BanjirBahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs

Penulis: Dra. Maria Chatarina Adharti Sri Sursiyamtini Nara Sumber: Dr. Agus MaryonoEditor: Ninil R Miftahul Jannah dan Dian AfriyanieIlustrator Sampul : Quiona Ayu (SDN Lempuyangan II Yogyakarta)

Ilustrator Isi: Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T.

Lay Out Isi:Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos.

ISBN : 978-979-725-223-6

Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR)Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA

Telp : +62 21 390 5484 (hunting)Fax : +62 21 391 8604E-mail : [email protected] : www.sc-drr.org

Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP, Departement for International Development (DFID) Pemerintah Inggris dan Australian Agency For International Development (AusAID)

SAMBUTANKEPALA

PUSAT KURIKULUM

Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir dan

longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya.

Kesiapsiagaan merupakan hal yang penting dan harus dibangun pada setiap tingkat kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibat bencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan terhadap bencana merupakan bagian dari ketrampilan untuk kelangsungan hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu fokus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahami tanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah.

Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengembangan model-model kurikulum sebagai referensi satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD,

SMP dan SMA.

Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP) yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana.

Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana, pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan.

Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan bagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah.

Jakarta, Desember 2009Kepala Pusat Kurikulum

Dra. Diah Harianti, M.Psi

SAMBUTAN

KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan letak geografisnya pada posisi pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana. Selain itu dengan kompleksitas kondisi demografi, sosial dan ekonomi di

Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World Disaster Reduction Campaign, UNESCO).

Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana.

Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnya dalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra kurikuler.

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana dan mensosialisasikan langkah-langkah preventif untuk mengurangi risiko bencana yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus untuk mendiseminasikan informasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi bencana.

Modul ini dapat menjadi salah satu solusi yang memungkinkan bagi para guru untuk mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan, sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami

dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana.

Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan, antara lain:Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan

pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari bencana di sekolah.

Membuka peluang dan membangun kreatifitas guru dalam menerapkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan dengan konteks sekolah yang dibinanya

Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensif cara pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di Sekolah.

Mendorong inisiatif para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakan pengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar.

Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi bermanfaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih tanggap terhadap ancaman bencana.

Jakarta, Desember 2009

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Pendidikan Nasional

Prof. Dr. H. Mansyur Ramly

SAMBUTAN

DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS

SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR

Menyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah inisiatif guna mengurangi risiko bencana ditanah

air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 – 2009, sebagai komitmen dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan nasional, yang merupakan pelengkap dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005 – 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 – 2009 tersebut, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun 2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.

Untuk mendukung prakarsa – prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atau yang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5 tahun (2007 – 2012) dan dirancang untuk mendorong agar pengurangan risiko bencana menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui 4 pilar sasaran program SCDRR, yaitu : (1) Diberlakukannya kebijakan, peraturan dan kerangka kerja regulasi pengurangan risiko bencana; (2) Diperkuatnya kelembagaan pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik; (4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program pembangunan.

Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal, pelatihan untuk guru, kampanye dan advokasi, hingga school road show untuk kegiatan simulation drill di sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat

disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan masih sangat minim dan terpusat, khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera. Kajian kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana yang telah dilakukan di berbagai wilayah menunjukkan rendahnya tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 – 2007). Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana kedalam sistem pendidikan juga telah banyak dikaji, seperti : (1) Beratnya beban kurikulum siswa; (2) Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana ; (3) Kurangnya kapasitas dan keahlian guru dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang terdistribusi dan dapat diakses oleh guru; (5) Terbatasnya sumberdaya (tenaga, biaya dan sarana); dan (6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan, tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa.

Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional. Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra maupun ekstrakurikuler secara nasional.

Untuk mendukung implementasi kebijakan tesebut, maka SCDRR mendukung Pusat Kurikulum, Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihan pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler.

Diharapkan modul-modul yang disusun oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional ini dapat menjadi acuan standar dan/atau memperkaya bahan-bahan yang sudah ada dan sudah disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanfaat dan digunakan oleh praktisi pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan sekolah terutama didaerah rawan bencana. Terima Kasih.

Jakarta, Desember 2009

Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas

Selaku National Project Director SCDRR

Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM III

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL V

SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR VI

DAFTAR ISI IXDAFTAR TABEL XIDAFTAR GAMBAR XIIIDAFTAR KOTAK XVBAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Landasan dan Pedoman 1 1.1.1 Landasan Filosofis 4 1.1.2 Landasan Sosiologis 4 1.1.3 Landasan Yuridis 4 1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk 5 1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke Dalam Sistem Pendidikan Nasional 6

1.2 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 7 1.2.1 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan 7 1.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 8

BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA BANJIR 10 2.1 Fenomena Banjir di Indonesia 10

2.2 Peristiwa Banjir di Indonesia 14

BAB III PENGURANGAN RISIKO BANJIR 193.1 Pengurangan Risiko Bencana 19

3.1.1 Bencana 20 3.1.2 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas 22

Daftar Isi

x

3.1.3 Pengurangan Risiko Bencana 23 3.1.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana 24

3.2 Kesiapsiagaan Banjir 30 3.2.1 Tindakan Sebelum Terjadi Banjir 30 3.2.2 Tindakan Saat Terjadi Banjir 31 3.2.3 Tindakan Setelah Terjadi Banjir 31

BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO BANJIR 33

4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir 33

4.2 Pemetaan Indikator Siswa 35

4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar 35

BAB V PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN RISIKO BANJIR KE DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DASAR (SMP/MTs) 38

5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir ke dalam Mata Pelajaran 38

5.1.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Risiko Banjir 39 5.1.2 Analisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Terintegrasi 41 5.1.3 Penyusunan Silabus Mata Pelajaran Terintegrasi 41 5.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Terintegrasi 575.1.5. Penyusunan Bahan Ajar 61

5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir 62

5.2.1 Analisis Konteks Mata Pelajaran Muatan Lokal 625.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir 645.2.3 Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Pengurangan Risiko Bencana Banjir 66

5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir ke dalam Kegiatan Pengembangan Diri 70

5.3.1. Analisis Kegiatan Ekstrakurikuler untuk Integrasi Pengurangan Risiko Banjir 70

DAFTAR ISTILAH 75

DAFTAR PUSTAKA 79

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir 34

Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa untuk Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir 35

Tabel 5.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir 42

Tabel 5.2 Pemetaan SK-KD ke dalam mata pelajaran IPS 43

Tabel 5.3 Pemetaan SK-KD ke dalam mata pelajaran IPA 46

Tabel 5.4 Pemetaan SK-KD ke dalam mata pelajaran Penjas 47

Tabel 5.5 Pemetaan SK-KD ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia 49

Tabel 5.6 Contoh Pengembangan Silabus Model Integrasi Pengurangan Risiko Banjir ke dalam Mata Pelajaran IPS 52

Tabel 5.7 Contoh Pengembangan Silabus Model Integrasi Pengurangan Risiko Banjir ke dalam Mata Pelajaran IPA 53

Tabel 5.8 Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir 68

Tabel 5.9 Contoh Pengembangan Silabus Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir 69

Tabel 5.10 Contoh Pengembangan Silabus Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir 69

Daftar Tabel

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Lempeng Tektonik Indonesia 10

Gambar 2.2: Daerah Sebaran Bencana 12

Gambar 2.3: Banjir Jakarta, tahun 2007 16

Gambar 3.1: Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan, dan bahaya 20

Gambar 3.2: Kerusakan pada bangunan akibat gempa bumi di Yogyakarta, 2006 21

Gambar 3.3: Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana 22

Daftar Gambar

xiv

DAFTAR KOTAK

Kotak 5.1: Contoh Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Integrasi Pengurangan Risiko Banjir pada mata pelajaran IPS 55

Kotak 5.2: Contoh Model Bahan Ajar Integrasi Pengurangan Risiko Banjir pada Mata Pelajaran 58

Kotak 5.3: Contoh Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Integrasi Pengurangan Risiko Banjir pada mata pelajaran 70

Kotak 5.4: Contoh Bahan Ajar Model Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir ke dalam Kegiatan Ekstrakurikuler 71

Kotak 5.5: Contoh Bahan Ajar Model Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir ke dalam Kegiatan Ekstrakurikuler 79

Daftar Kotak

xvi

1.1. Landasan dan Pedoman

Berdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana’ memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.

Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non-pemerintah, institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang, pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005- 2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA). Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas – secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dan negara – dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknya pada tahun 2015.

HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan, dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan rakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Untuk membantu pencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentifikasi lima Prioritas Aksi yang spesifik: (1) Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas; (2) Memperbaiki informasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya keamanan dan ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuat kesiapan untuk bereaksi.

HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya.

BAB IPENDAHULUAN

Pendahuluan

2

Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup dan didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas.

Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasuk_kannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-anak dengan informasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2014 untuk Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable Development); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan menghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7) menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana.

‘Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah’ yang dikoordinir oleh UN/ISDR (United Nations/International Strategy for Disaster Reduction) hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutama yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana, gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yang sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidak sebentar dan pastilah sangat mahal.

Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru, pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas isu manajemen bencana, mendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional, pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikan antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam masyarakat; (2) fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

3

melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium.

Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda, yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan keselamatan dan keamanan sekolah.

Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi generasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah membantu anak-anak memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup dan perlindungan aset/milik masyarakat pada saat kejadian bencana. Menyelenggarakan pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat.

Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan di sekolah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi lokal/regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik untuk dapat berpartisipasi secara aktif. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat.

Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan. Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisa dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran pengurangan risiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3) ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus megembangkan dan menyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan diri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.

Pendahuluan

4

1.1.1. Landasan FilosofisBencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pengurangan risiko bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.

1.1.2. Landasan SosiologisAda tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertama secara geografis, demografis dan geologis, Indonesia merupakan negara rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berakibat pada terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan bencana telah dilakukan secara komprehensif yang mencakup pendekatan yang bersifat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu, pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkat pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yang aktif dalam menciptakan manajemen bencana yang efektif. Serta pentingnya partisipasi publik dan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam penanganan bencana.

1.1.3. Landasan YuridisPertimbangan yuridis adalah menyangkut masalah-masalah hukum serta peran hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penangan bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha-usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

5

1.1.4. Pedoman pengembangan produkProgram pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) bertujuan untuk meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.

Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial modul dan modul pelatihan adalah: 1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.3. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.4. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025.5. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009.6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan.7. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional

Penanggulangan Bencana.8. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN

(Persetujuan ASEAN mengenai Penanggulangan Bencana dan Penanganan Darurat).

9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

10. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.11. Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan.12. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi

dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan Peraturan Mendiknas No. 6 Tahun 2007.

13. Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balitbang Depdiknas.

14. Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi.

15. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA.

16. Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.

Pendahuluan

6

1.1.5. Pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam Sistem Pendidikan NasionalUU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2):

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah

Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunan kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17 menyebutkan:1 Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/

MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.

2 Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.

Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar sesuai dengan kondisi geografis dan demografis untuk daerah, kebutuhan, potensi dan karkateristik satuan pendidikan dan peserta didik, yang selanjutnya diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pasal 1: 1 Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan

menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan.

2 Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.

3 Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

7

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi ‘pendidikan layanan khusus’. Yakni “pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi”.

1.2. Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana

1.2.1. Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan Untuk Pembangunan BerkelanjutanPada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254 untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan, mulai 2005-2014, dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti yang akan dibahas di bawah DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas. Sebagaimana didefinisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21, “Pendidikan sangat penting untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran etika, nilai-nilai dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan. Baik formal dan pendidikan non-formal sangat diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan “. Pendidikan dan pengetahuan berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta kerentanan dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga memberikan kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup.

Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 – 2015 yang menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam program pendidikan. Pendidikan pengurangan risiko bencana yang mencakup semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahan melalui identifikasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah-langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana.

Oleh karena itu Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana - sebagai bagian dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan, dan mendukung kerangka ESD yang mencakup 3 aspek, yaitu: 1 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner.

Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya.

2 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan ketrampilan hidup sosial dan emosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena bencana.

Pendahuluan

8

3 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan Pengurangan Risiko Bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunan termasuk inisiatif DESD dihancurkan dalam hitungan detik.

Kerangka kerja Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana atau pendidikan pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR sebagai berikut: “Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.”

HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaktub rekomendasi bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan informal.

“Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (2005-2015) dari PBB “.

1.2.2. Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko BencanaPendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upaya untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikan bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana. Tetapi mengembangkan motivasi, keterampilan, dan pengetahuan agar dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko bencana.

Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah: 1 Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan.2 Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana. 3 Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang

kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan perilaku dan motivasi.

4 Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana.

5 Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secara individu maupun kolektif.

6 Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siaga bencana.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

9

7 Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana.8 Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali

komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana.

9 Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak.

2.1. Fenomena Banjir di Indonesia

Dari aspek geologis, geografis, dan morfologis, Indonesia merupakan salah satu wilayah yang rawan terhadap bencana. Kepulauan Indonesia termasuk dalam wilayah deretan gunung berapi Pasifik, yang bentuknya melengkung dari utara Pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara.

Gambar 2.1: Lempeng Tektonik Indonesia

Sumber; http://issacnewton.files.wordpress.com

Meskipun kepulauan Nusantara mempunyai sifat iklim tropis, namun secara mikro tiap pulau mempunyai karakteristik tersendiri, mulai dari Sumatera hingga ke Papua sifat iklimnya semakin kering. Musim di Indonesia dipengaruhi oleh letak kepulauan yang berada di antara Samudera Hindia dan Pasifik dan Benua Asia dan Australia. Angin muson barat yang bertiup dari Asia dan Pasifik mengakibatkan terjadinya musim penghujan, sementara agin muson timur yang bertiup dari Australia mengakibatkan musim kemarau. Pada saat kondisi iklim global berpengaruh terhadap iklim di Indonesia, maka perubahan musim dapat menjadi pemicu terjadinya bencana banjir, kekeringan dan kebakaran hutan.

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng Indo Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah barat Sumatera, sebelah selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan

FENOMENA DAN PERISTIWA BANJIRBAB II

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

11

Nusa Tenggara, sebelah utara Kepulauan Maluku dan sebelah utara Papua.

Akibat lain dari adanya tumbukan itu adalah terbentuknya palung samudera, lipatan, punggungan, dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi. Gunung api yang berada di Indonesia berjumlah 129 dan 13% dari gunung api aktif dunia berada di negara kita. Sehingga Indonesia merupakan kawasan rawan terhadap bencana letusan gunung api dan gempa bumi.

Jenis tanah pelapukan yang banyak dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dan sedikit pasir. Tanah jenis ini menjadikan sebagian besar Indonesia merupakan tanah yang subur. Sebaliknya, tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan atau punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika di perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor. Selain longsor, tanah perbukitan yang gundul juga akan menyebabkan terjadinya banjir di daerah-daerah sekitarnya yang berkedudukan lebih rendah. Curah hujan yang cukup tinggi yang seringkali terjadi di berbagai kawasan di Indonesia semakin memicu terjadinya banjir.

Dengan demikian Indonesia selain merupakan negara yang menempati posisi yang strategis dengan kekayaan alam yang begitu melimpah dan beraneka ragam, juga merupakan negara dengan tingkat kerentanan bencana yang sangat tinggi. Jajaran gunung api memunculkan ancaman erupsi gunung api, sementara lempeng bumi yang terus bergerak memunculkan ancaman gempa dan tsunami. Sebagai kawasan tropis, Indonesia juga memiliki risiko terhadap ancaman banjir, tanah longsor dan berbagai macam wabah penyakit. Saat musim kemarau, datang ancaman kekeringan. Kondisi ini telah terjadi pada setiap musim kemarau sekitar 10 tahun belakangan ini, dan dapat diprediksikan akan terus berlanjut karena kerusakan sebagian besar daerah aliran sungai di Indonesia ini.

Fenomena dan peristiwa Banjir

12

Gambar 2.2: Daerah Sebaran Bencana

Sumber BMG dalam Bakornas PB 2007

Oleh karena itu, pengelolaaan yang tidak baik terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah.

Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunungapi, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

13

Beberapa faktor utama yang dapat menimbulkan banyak korban dan kerugian besar akibat adanya bencana tersebut, yaitu:

1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya.

2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya alam.

3. Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan.

4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Banjir merupakan bencana yang selalu terjadi setiap tahun di Indonesia terutama pada musim hujan. Banjir pada umumnya terjadi di wilayah Indonesia bagian Barat yang menerima curah hujan lebih banyak dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian Timur.

Banjir merupakan peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan tanah, yang ketinggiannya melebihi batas normal. Banjir merupakan bahaya yang paling luas menyebar. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi di atas normal sehingga sungai-sungai meluap, bendungan yang bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air gelombang badai tropis atau karena adanya pipa-pipa air yang pecah. Sebagian besar banjir bersifat merugikan terhadap tempat hunian manusia.

Sebagai gejala atau proses alam, banjir sebenarnya merupakan hal yang biasa terjadi dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Banjir tidak dapat dihindari dan pasti terjadi. Hal ini dapat kita lihat dari adanya dataran banjir pada sistem aliran sungai. Saat banjir, terjadi transportasi muatan sedimen dari daerah hulu sungai ke hilir dalam jumlah besar. Muatan sedimen itu berasal dari erosi yang terjadi di daerah pegunungan atau perbukitan. Melalui mekanisme banjir ini, muatan sedimen itu disebarkan sehingga membentuk dataran. Daerah persawahan pada hakikatnya terbentuk melalui mekanisme banjir ini. Tanpa mekanisme banjir ini, dataran rendah yang subur tidak akan terbentuk.

Banjir dapat berarti peremajaan kembali daerah-daerah persawahan. Daerah itu mendapat kembali suplai zat hara yang baru dari pegunungan atau perbukitan. Dengan kata lain, melalui mekanisme banjir ini, daerah persawahan mengalami penyuburan kembali secara alamiah.

Dalam skala yang lebih besar, banjir-banjir itu membentuk delta di muara-muara sungai, dan mengalirkan muatan sedimen ke laut yang akhirnya menjadi lapisan-lapisan batuan sedimen. Dari delta-delta dan lapisan-lapisan batuan itu manusia mendapatkan berbagai hal untuk kehidupannya. Sebagai contoh, minyak bumi banyak didapatkan dari endapan delta.

Fenomena dan peristiwa Banjir

14

Banjir dapat menyediakan air untuk irigasi tanaman dan perikanan, dan menyediakan cadangan-cadangan air musiman untuk menopang kehidupan di daratan-daratan yang kering. Banjir yang pada hakekatnya proses alamiah dapat menjadi bencana bila proses itu berdampak kepada manusia sebagai korban dan menyebabkan kerugian jiwa maupun materi.

Di Indonesia, banjir menjadi bencana yang mengancam setiap musim penghujan mulai tiba. Sebagian besar kejadian banjir yang melanda di beberapa wilayah Indonesia pada umumnya disebabkan karena debit air sungai yang sangat tinggi hingga melampaui daya tampung saluran sungai lalu meluap ke daerah sekitarnya. Debit air sungai yang tinggi terjadi karena curah hujan yang tinggi. Selain itu, banjir juga terjadi karena perilaku manusia.

Pertumbuhan penduduk yang kian pesat telah menyebabkan munculnya daerah-daerah rawan bencana yang padat penduduk dan risiko banjir terpaksa diterima lantaran sulit menemukan wilayah lain yang aman untuk hidup, mengingat daerah-daerah aman sudah penuh sesak. Pertumbuhan penduduk yang pesat berpadu dengan pengelolaan sumberdaya yang kurang efektif telah menyebabkan timbulnya tipe-tipe banjir baru. Daerah hulu sungai yang berhutan untuk ‘menangkap’ lebihan air sudah digunduli dan diubah menjadi bangunan tempat peristirahatan atau menjadi lahan pertanian, sehingga lembah penampung itu menjadi jauh berkurang dayanya untuk menahan air yang datang. Tanah yang kini tak lagi terikat oleh akar-akar pepohonan jadi mudah longsor, menambah risiko bencana dan tebing-tebing sungai yang dahulu dipenuhi tumbuhan sebagai ‘benteng’ pengaman daerah sekitarnya telah gundul, lalu runtuh, menyebabkan peningkatan aliran permukaan sehingga air sungai lebih mudah mengalir ke arah yang tingginya sama atau lebih rendah dari sungai. Banjirpun menjadi makin sering, makin mendadak dan makin parah dampaknya.

Selain itu, di kota-kota besar seperti Jakarta bangunan sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Dan boleh dikatakan hampir tidak ada tanah ‘telanjang’ yang berfungsi alamiah sebagai penyerap air. Hujan lebat langsung mengalir diatas permukaan baik di halaman-halaman gedung yang sudah disemen, di tepi-tepi jalan aspal dan sebagainya. Sementara itu, saluran-saluran air yang ada tidak berfungsi karena kurangnya pemeliharaan. Air tidak bisa mengalir dan membanjiri daerah tersebut.

Perlu dipahami juga bahwa peningkatan banjir yang terjadi di Indonesia dan dunia, saat ini juga dipengaruhi oleh perubahan iklim global yang sekarang sudah terjadi. Perubahan iklim global ditandai dengan peningkatan suhu global bumi (suhu air laut dan suhu udara) yang mengakibatkan pada pencairan es di kutub Utara dan Selatan serta kenaikan air laut, perubahan arus laut, perubahan arah angin (badai siklon dan puting beliung), perubahan curah hujan (intensitas ataupun durasi), perubahan kelembaban udara yang kesemuanya sangat berpengaruh terhadap tipe-tipe banjir yang telah disebutkan di depan.

2.2. Peristiwa Banjir di IndonesiaKecenderungan bencana banjir di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data bencana dari BAKORNAS PB menyebutkan bahwa antara tahun 2003-

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

15

2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana, di mana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari total bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah longsor (16 persen).

Kejadian kekeringan, banjir serta tanah longsor yang terjadi di berbagai daerah di negeri kita beberapa tahun belakangan ini seperti di Medan, Riau, Bogor, Bandung, Jakarta, Aceh, Pakanbaru, Lampung, Banyumas, mulai meluas ke daerah-daerah lain. Hal tersebut menyebabkan Indonesia memiliki daerah langganan banjir, longsor dan kekeringan yang semakin banyak dan meluas, tanpa bisa berbuat sesuatu yang signifikan. Pada musim hujan kelebihan air dan saat musim kemarau sangat kekurangan air.

Setiap bencana menimbulkan permasalahan kemanusiaan yang serius serta dampak sosial bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi. Rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana mencakup bidang yang luas, seperti infrastruktur, tataruang, sumber daya alam dan lingkungan hidup, ekonomi dan ketenagakerjaan, sistem dan mekanisme pendanaan, pendidikan, pemulihan ketertiban dan keamanan masyarakat, hukum dan hak asasi, kelembagaan dan pemerintahan, dan sosial budaya dan agama.

Tahun 2002 khususnya, akan diingat karena bencana banjir melanda hampir seluruh wilayah Jakarta dan pengaruhnya yang luar biasa terhadap masyarakat, harta benda, serta kegiatan ekonomi. Wilayah Pulau Jawa merupakan wilayah yang mengalami dampak paling parah akibat bencana banjir dan longsor yang terjadi pada tahun 2002 yang lalu. Dari hasil investigasi yang dilakukan, bencana alam di Pulau Jawa mencakup hampir seluruh wilayah, yakni DKI Jakarta, Ciamis, Subang, Bogor, Karawang dan Majalengka (Jabar), Kota dan Kabupaten Tangerang (Banten), Jalur pantura (Brebes, Pemalang, Kendal, Semarang), Kebumen, Cilacap, Pati dan Kudus (Jateng), Lumajang, Banyuwangi, Bojonegoro, pacitan, Tulungagung, Trenggalek, Surabaya, Malang, Nganjuk, pasuruan, Gresik, Lamongan, Situbondo dan Bondowoso (Jatim).

Secara fisik, bencana tersebut juga telah mengakibatkan hampir 37.970 Ha kawasan permukiman tergenang dan 42.844 Ha sawah tergenang. Dampak ini menjadi kelihatan lebih serius apabila biaya-biaya sosial dan korban jiwa juga diperhitungkan.

Dari Bengkulu dilaporkan saluran induk yang melayani sawah semiteknis seluas 100 ha jebol sepanjang 70 meter, terutama yang melewati Desa Karangpinang, Kecamatan Padang Ulak Tanding (Rejanglebong). Menurut Kepala Dinas PU TkI Bengkulu, ada sekitar 49 daerah irigasi yang rusak karena banjir musim hujan tahun lalu (Kompas,16/11).

Demikian pula Banjir di Jakarta tahun 2007 (Wikipedia) adalah bencana banjir yang menghantam Jakarta dan sekitarnya sejak 1 Februari 2007 malam hari. yang mengakibatkan lebih 50 orang meninggal dunia.

Fenomena dan peristiwa Banjir

16

Gambar 2.3: Banjir Jakarta, tahun2007

Sumber: BBC Indonesia.com 2007

Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir. Dampak pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim memang telah dan akan membawa dampak yang luas terhadap manusia dan lingkungan.

Kemudian banjir di wilayah DKI Jakarta beberapa hari ini telah melumpuhkan lalu lintas, stasiun KA Tanahabang, dan merusak berbagai sarana lainnya. Padahal, banjir yang terjadi ini hanya merupakan luapan dua dari 13 sungai yang membelah kota Jakarta, yaitu Sungai Pesanggrahan dan Ciliwung. Sejauh ini, sudah tiga orang tewas akibat luapan Sungai Ciliwung.

Di Kabupaten Sragen-Jawa Tengah, ada sepuluh kecamatan di daerah tersebut yang termasuk sebagai daerah rawan banjir dari 20 kecamatan yang ada. Sepuluh kecamatan tersebut selalu mengalami banjir setiap tahun di musim hujan.

Di Sumatera, wilayah dengan potensi banjir tinggi di Kabupaten Solok dan Kota Padang, Sumatera Barat. Sementara potensi banjir menengah tersebar di Tanah Datar, Kampar, Rengat, Pasi Penyu, Peranap (Indragiri Hulu) di Provinsi Riau, serta Sumber Jaya, Jabung, dan Sidomulyo di Jambi. (GSA).

Sementara itu, 5.000 Rumah Terendam Banjir di Cirebon. Sedikitnya 5.000 rumah dan 450 hektare lahan pertanian di empat Desa Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon terendam banjir hingga ketinggian 1.5 meter yang terjadi pada 19 Januari 2008. Banjir yang juga merendam Jalan Pantura diakibatkan dari hujan deras serta luapan dan air sungai dan jebolnya tanggul Sungai Bondet, sungai Condong dan Sungai Simuntuk. Empat Desa yang terendam banjir masing-masing adalah, Desa Grogol, Kalisapu, Wanakaya, dan Desa Astana. Lokasi banjir yang paling parah terdapat di Desa Wanakaya, ditempat itu sedikitnya 1400 Kepala Keluarga diungsikan ketempat-tempat evakuasi dan rumah penduduk di desa tetangga yang tidak terkena banjir. Di tempat itu juga sekitar 1200 hektar lahan pertanian terendam.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

17

Di Tahun 2009 ini saja peristiwa banjir telah terjadi di berbagai daerah. Di Riau misalnya, pada tanggal 17 April 2009 banjir melanda Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Sekitar 2.755 rumah warga di 50 desa terendam banjir akibat hujan dan meluapnya Sungai Indragiri dan Sungai Kuala Cinaku. Daerah paling parah dilanda banjir di Indragiri Hulu adalah permukiman penduduk di Desa Redang dan Danau Baru, Kecamatan Rengat Barat. Ratusan rumah terendam banjir dengan ketinggian air mencapai 1 meter. Banjir juga menenggelamkan sejumlah akses jalan. Akibatnya, aktivitas warga lumpuh total. Satu-satunya transportasi menuju lokasi banjir adalah dengan menggunakan perahu karet dan sampan. Banjir sudah merendam ribuan rumah warga dan sekitar 264 hektare lahan pertanian.

Pada tanggal 26 November 2009, banjir melanda Kecamatan Banjarsari Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jalan yang menghubungkan antardesa terputus akibat genangan air setinggi 1,5meter.

Dari berbagai gambaran di atas, setiap bencana menimbulkan permasalahan kemanusiaan yang serius serta dampak sosial bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi. Bencana yang umumnya terjadi dalam waktu singkat menghancurkan hasil pembangunan yang telah dirintis dan diperjuangkan dalam waktu yang lama. Selain menimbulkan korban jiwa, bencana menghancurkan perumahan, area pertanian dan perkebunan, infrastuktur perekonomian, infrastruktur publik, komunikasi dan transportasi, instalasi pengadaan air dan energi, serta bidang-bidang penting dan strategis lainnya. Bencana meluluhlantakkan seluruh aspek kehidupan manusia.

Pada hakekatnya semua jenis bencana, baik yang disebabkan oleh alam, non alam dan bencana sosial selalu berpotensi mengancam kehidupan seperti timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis bagi masyarakat. Mengingat kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis di wilayah Indonesia, maka diperlukan suatu upaya yang menyeluruh dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik ketika bencana itu sedang terjadi, sudah terjadi maupun bencana yang berpotensi terjadi di masa yang akan datang. Hal tersebut merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam melindungi segenap warga dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan, termasuk perlindungan atas korban bencana, kesemuanya itu dilakukan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penanganan bencana pada saat ini cenderung kurang efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain paradigma penanganan bencana yang bersifat parsial, sektoral dan kurang terpadu, disamping itu masih memusatkan tanggapan pada upaya pemerintah, sebatas pemberian bantuan fisik dan dilakukan hanya pada fase kedaruratan. Pada bagian lain, perubahan pada sistem pemerintahan serta semakin terlibatnya organisasi non pemerintah dalam kegiatan kemasyarakatan memerlukan perubahan mendasar pada sistem penanganan bencana.

Dalam hal sosialisasi siaga bencana, dibutuhkan kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahkan sampai ke masyarakat atau

Fenomena dan peristiwa Banjir

18

kawasan yang rawan bencana. Indonesia merupakan negeri rawan bencana sehingga perlu dibentuk bangsa yang mampu merespons bencana dengan benar. Selain itu, dalam kaitan dengan kondisi geografis Indonesia yang rawan bencana alam, peserta didik perlu dibekali dengan pengetahuan tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana secara rutin agar mereka mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut dan mengetahui secara tepat apa yang harus dilakukan saat bencana datang, mengetahui bagaimana menyelamatkan diri secara tepat sehingga sewaktu bencana datang mereka dapat menghadapi bencana secara tenang. Peserta didik juga perlu diajarkan tentang kondisi geografis dan sosial wilayah Indonesia dan diajarkan secara rinci mengenai panduan-panduan praktis dan tepat yang mesti mereka lakukan saat bencana terjadi. Pembelajaran tidak mesti harus dalam mata pelajaran tersendiri tetapi dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran yang sesuai.

3.1. Pengurangan Risiko Banjir

Pengelolaaan yang tidak baik dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencana alam, bencana akibat ulah manusia, dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah.

Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunung api, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun. Bahkan sekarang ini peristiwa bencana menjadi lebih sering dan terjadi silih berganti, misalnya dari kekeringan, kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir. Akibatnya muncul anggapan bahwa bencana tersebut sebagai sesuatu hal yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang melekat pada bumi dan timbulnya korban dan kerugian disebabkan oleh beberapa faktor ketidaksiapan. Beberapa faktor tersebut adalah :

1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya.2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya

alam.

BAB IIIPENGURANGAN RISIKO BANJIR

Pengurangan Risiko Banjir

20

3. Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan.

4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.

3.1.1. Bencana

Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Ancaman merupakan kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadap dampak ancaman bencana. Risiko merupakan suatu peluang dari timbulnya akibat buruk, atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka, kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan matapencaharian dan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi antara ancaman bencana dan kondisi kerentanan.

Atau disebut pula dalam Undang-undang Penanganan Bencana No. 24 tahun 2007 bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. .

Menurut ISDR bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.

Adapun komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya dampak suatu bencana antara lain sebagai berikut: bahaya, kerentanan, risiko bencana, dan kapasitas.

Terjadinya Bencana

Bahaya

Kerentanan

Kejadian

RISIKOBENCANA

BENCANA

Gambar 3.1: Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan, dan bahaya

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

21

Berdasarkan sumber bencananya, terdapat tiga jenis bencana: (1) bencana alam, yaitu bencana yang murni yang disebabkan oleh peristiwa alam, contohnya gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung. (2) bencana akibat ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh kekhilafan manusia seperti kebakaran dan kornsleting listrik. (3) bencana kompleks, yaitu bencana yang diakibatkan oleh gabungan antara perilaku alam dan ulah manusia sebagai contoh banjir akibat hujan diluar normal dan penggundulan hutan.

BahayaDilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama dan potensi bahaya ikutan. Potensi bahaya utama ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.

Gambar 3.2: Kerusakan pada bangunan akibat gempa bumi

Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia.

Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.

Pengurangan Risiko Banjir

22

3.1.2. Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas

Banjir, 38 %

Gempa Bumi,31 %

Kebakaran, 17 %

Epidemik,4 %

Massmovwet,

2 %Letusan

Gunung Api,3 %

Kekeringan,6 %

Gambar 3.3: Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana

Gambar di atas menunjukkan persentase orang terkena bencana berdasarkan jenis bencana di Indonesia antara kurun waktu 1980 – 2008. Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang rapuh dalam menghadapi ancaman bencana.

Perbedaan kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat besaran risiko yang mengena pada situasi bencana juga akan berbeda. Semakin mampu untuk mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka manusia akan semakin dapat mensikapinya dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan dapat memperkecil risiko bencana. Kehancuran dahsyat yang terjadi akibat gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, serta D.I Yogyakarta dan Jawa Tengah, juga memunculkan kebingungan bagaimana harus mensikapinya; hiruk pikuk di Alor dan Palu saat terjadi gempa menunjukkan betapa bangsa Indonesia belum mampu dengan baik menghadapi ancaman bahaya yang melingkupi.

Ancaman BencanaAncaman bencana seperti yang tertuang dalam UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanganan Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Dr. Krishna S. Pribadi ancaman bencana merupakan: 1. Suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alam atau

lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau kegiatan manusia, sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan bencana.

2. Suatu fenomena alam atau buatan manusia yang dapat menimbulkan kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan kesejahteraannya, bila terjadi di suatu lingkungan permukiman, kegiatan budi daya atau industri.

Ancaman bencana dapat bersifat membahayakan bagi suatu lingkungan akibat kondisi lingkungan yang rentan.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

23

KerentananKerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya tertentu, bergantung kepada kondisinya, jenis konstruksi dan kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah :1. Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturan serta

penegakan kebijakan tersebut, terutama terkait dengan penanggulangan bencana dan upaya pengurangan risiko bencana, termasuk di dalamnya adalah lemahnya aparat penegak hukum;

2. Kurangnya penyebaran informasi mengenai kebencanaan, baik melalui penyuluhan, pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukan dalam upaya-upaya pengurangan risiko bencana

3. Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat,

Kenyataan menunjukkan kerentaan cukup tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bencana. Karena kurangnya pemahaman adanya bahaya sekitarnya, maka masyarkat dikatakan rentan terhadap bencana. Bangunan dibantaran sungai, bangunan tepat di lereng tempat mengairnya lahar gunung berapi, bangunan di tepi pantai, bangunan yang permanen dan tidak tahan gempa dan lain-lain merupakan contoh kerentaan suatu lingkungan

KapasitasKapasitas adalah kemampuan dari masyarakat dalam menghadapi bencana. Misalnya pengetahuan rendah, maka kapasitasnya rendah, contohnya:1. Tidak tahu kalau di dekat rumahnya terdapat ancaman tanah longsor2. Tidak tahu kalau membangun rumah di bantaran kali dapat menyebabkan

banjir3. Tidak tahu kalau mengikis tebing untuk diambil tanahnya dapat

menyebabkan longsor,4. Tidak tahu kalau menebang pohon tanpa mengganti dengan pohon baru

dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor5. Tidak memiliki keterampilan bagaimana membuat rumah tahan gempa6. Tidak memiliki keterampilan bagaimana mengevakuasi kalau terjadi

gempa7. Tidak memiliki keterampilan bagaimana menyelamatkan diri dan orang

lain ketika terjadi bencana, dan lain-lain.

3.1.3. Pengurangan Risiko BencanaPengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.

Pengurangan Risiko Banjir

24

3.1.4. Upaya Pengurangan Risiko Bencana

Mitigasi BencanaTujuan dari mitigasi bencana gempa bumi adalah untuk mengembangkan strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan dari alam sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan oleh bencana gempa bumi. Rencana mitigasi bencana gempa bumi dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi terhadap sistem pengurangan risiko bencana yang meliputi elemen-elemen berikut :1. Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi risiko bencana

tersebut.2. Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki

oleh pemegang kebijakan.3. Seperangkat peraturan, perundang-undangan dan regulasi yang

menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara berbagai organisasi dan institusi yang berbeda.

4. Mekanisme koordinasi institusi yang kuat.5. Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan code

dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman.6. Perencanaan dan tataguna lahan dan pemukiman yang menggabungkan

kepedulian akan bencana dan pengurangan risiko.7. Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan risiko akibat

bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana, pendidikan, pelatihan dan penilaian.

8. Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pemahaman risiko.

9. Kerjasama dan koordinasi antar instansi, antar kota, antar organisasi.

Dalam upaya mengurangi risiko bencana maka diperlukan kesiapsiagaan yang lebih baik. Oleh karena itu siswa juga harus harus memahami pengertian dari banjir, sebab-sebab terjadinya, dampaknya, serta hal-hal apa saja yang harus diperhatikan sebelum, saat dan setelah terjadinya banjir tersebut.

Dampak BanjirBanjir yang besar memiliki dampak-dampak yang tidak diinginkan antara lain dampak fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan.1. Dampak fisik adalah kerusakan pada sarana-sarana umum, kantor-kantor

pelayanan publik yang disebabkan oleh banjir.2. Dampak sosial mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental,

menurunnya perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak-anak tidak dapat pergi ke sekolah), terganggunya aktivitas kantor pelayanan publik, kekurangan makanan, energi, air, dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

25

3. Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi (orang tidak dapat pergi kerja, terlambat bekerja, atau transportasi komoditas terhambat, dan lain-lain).

4. Dampak lingkungan mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemar yang dibawa oleh banjir) atau tumbuhan disekitar sungai yang rusak akibat terbawa banjir.

5. Dampak banjir terhadap masyarakat tidak hanya berupa kerugian harta benda dan bangunan. Selain itu, banjir juga mempengaruhi perekonomian masyarakat dan pembangunan masyarakat secara keseluruhan, terutama kesehatan dan pendidikan (Arduino dkk, 2007).

Menurut Bakornas PB (2007), dampak bencana banjir akan terjadi pada beberapa aspek (sebagian besar di wilayah Indonesia bagian barat) dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut: 1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut,

tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi.

2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan.

3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan dan hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.

4. Aspek sarana-prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.

5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.

Yang terpenting dalam keadaan banjir adalah bahaya timbulnya penyakit akibat banjir yang mengancam masyarakat dari semua golongan. Hal ini dikarenakan banyaknya sampah yang terhanyut terbawa air banjir, air got yang bersatu dengan air banjir yang menimbulkan bau yang tidak sedap ataupun septik tank yang luber dan isinya terbawa air kemana-mana, Akibatnya lingkungan kita menjadi sangat kotor, sehingga mempermudah timbulnya penyakit pasca banjir: diare, DBD, leptospirosis, ISPA, cacingan dan berbagai penyakit penyerta lain. Bahkan tidak jarang juga menimbulkan kasus penyakit yang luar biasa. Banjir juga menimbulkan dampak menurunnya kondisi tubuh & daya tahan terhadap stress (Wijaya. 2008).

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh bahwa Soegijanto S (2008) tentang penyakit pasca bencana yang sering ditemukan:1. Polusi udara berdampak sakit batuk sesak.2. Makanan dan minuman yang terkontaminasi menyebabkan diare akut.3. Tikus-tikus baik yang mati atau hidup akibat bencana banjir berpotensi

menularkan kuman pes dan leptospira.

Pengurangan Risiko Banjir

26

4. Air kemih tikus perlu dicermati penyakit leptospira.5. Peningkatan populasi nyamuk Aedes aegypti maupun Albocpitus yang

menularkan virus dengue maupun Chikungunya.6. Dampak trauma kepala dan patah tulang, dibutuhkan kerjasama dengan

dokter ahli bedah umum maupun bedah tulang.

Di sisi lain, banjir dapat menguntungkan karena: 1. Banjir bisa menggelontor bahan-bahan pencemar air yang mengendap

menyumbat saluran air. 2. Banjir bisa menjaga kelembaban tanah dan mengembalikan kelembaban

tanah tandus / kering.3. Banjir bisa menambah cadangan air tanah. 4. Pengendapan lumpur banjir dapat meningkat kesuburan tanah.5. Banjir dapat menjaga lingkungan hayati (ekosistem) sungai dengan cara

menyediakan tempat bersarang, berbiak dan makan bagi ikan, burung dan binatang-binatang liar.

6. Banjir menyebabkan banyaknya kerugian. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko akibat terjadinya banjir. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:

7. Pemberian informasi mengenai perkiraan tingkat kenaikan permukaan air sungai. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar peringatan akan adanya bahaya banjir dan sebagai rencana untuk melakukan pengungsian serta untuk pengaturan tata ruang daerah misalnya corak pembangunan apa dan kegiatan pertanian apa yang boleh berlangsung.

8. Melakukan antisipasi akan ancaman bencana banjir yaitu dnegan memperhatikan hal-hal berikut : (1) Analisis kekerapan banjir, artinya seberapa sering wilayah tersebut kebanjiran, (2) Pemetaan tinggi rendah permukaan tanah (topografi), (3) Pemetaan bentangan daerah seputar sungai (kontur sekitar sungai) lengkap dengan perkiraan kemampuan sungai itu untuk menampung lebihan air, (4) Catatan pemantauan lelehan salju / es dan kelongsoran tebing / daerah hulu, (5) Kemampuan tanah untuk menyerap air, (6) Catatan pasang surut gelombang laut (untuk kawasan pantai / pesisir). Kekerapan badai, (7) Geografi pesisir / pantai, (8) Ciri-ciri banjir, dan (9) Mengetahui Jalur banjir agar kita siap jika terjadi acamanan banjir.

9. Melakukan kerja bakti membersihkan saluran air.10. Membuang sampah pada tempatnya.11. Mengadakan reboisasi/penghijauan atau penanaman tanaman (hutan

resapan) di kawasan hulu DAS dan penanaman tanaman keras di sepanjang bantaran sungai. Jika hal itu dilakukan akan diperoleh beberapa hal. Pertama, berkurangnya laju aliran permukaan. Kedua, perbesaran laju infiltrasi air. Ketiga, peminimalan erosi. Keempat, penambahan kadar oksigen dalam udara, dan kelima, penambahan hasil buah dan kayu.

12. Pembuatan tampungan air (situ/embung) atau sumur resapan. Pada musim hujan, prasarana itu sebagai tempat penampungan air dan pada musim kemarau berfungsi sebagai sumber air cadangan irigasi.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

27

13. Melaksanakan program normalisasi sungai dengan pembuatan turap tebing sungai (beronjong) dalam rangka mencegah longsor dan memperbesar daya tampung air, di samping pengerukan sediment dari dasar sungai.

14. Mengembangkan kembali bangunan rumah panggung untuk daerah-daerah yang memang berkecenderungan menperoleh bencana banjir,

15. Memberikan peringatan dini banjir yang dapat dilakukan beberapa hari sampai satu hari sebelum terjadi dengan menginformasikan pada instansi terkait. Dalam hal ini dapat digunakan radar hujan yang bisa memprediksi curah hujan sesaat, sebagai bagian dalam sistem peringatan dini banjir. Alat ini dapat memprediksi intensitas dan lamanya hujan yang akan terjadi hingga H minus 4.

16. Melakukan perlindungan, pemeliharaan dan perbaikan sarana-sarana yang berada pada jalur dan kawasan yang dikhawatirkan rentan banjir

17. Membuat bangunan di daerah yang aman seperti di dataran yang tinggi18. Memberi pengertian akan ancaman banjir - termasuk banjir yang pernah

terjadi dan mengetahui letak daerah apakah cukup tinggi untuk terhindar dari banjir.

19. melakukan latihan pengungsian. Mengetahui jalur evakuasi, jalan yang tergenang air dan yang masih bisa dilewati. Setiap orang harus mengetahui tempat evakuasi, kemana harus pergi apabila terjadi banjir.

20. Memasang tanda ancaman pada jembatan yang rendah - agar tidak dilalui orang pada saat banjir. Adakan perbaikan apabila diperlukan.

21. Memasang tanda ketinggian air - pada saluran air, kanal, kali atau sungai yang dapat dijadikan petunjuk pada ketinggian berapa akan terjadi banjir atau petunjuk kedalaman genangan air.

22. Simpan surat-surat penting di dalam tempat yang tinggi, kedap air dan aman.

23. Naikkan panel-panel dan alat-alat listrik ke tempat yang lebih tinggi, sekurang-kurangnya 30 cm di atas garis ketinggian banjir maksimum

24. Pada saat banjir, tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah, dan matikan listrik dari meterannya.

25. Pindahkan barang-barang rumah tangga ke tempat yang lebih tinggi.26. Memperhatikan kebersihan air yang digunakan masyarakat dalam

kehidupan sehari-hari.

Penanggulangan BencanaDalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pasal 33-38, dinyatakan, bahwa: Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi:1. prabencana;2. saat tanggap darurat; dan3. pasca bencana.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi:

Pengurangan Risiko Banjir

28

1. dalam situasi tidak terjadi bencana; dan2. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud meliputi:1. perencanaan penanggulangan bencana;2. pengurangan risiko bencana;3. pencegahan;4. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;5. persyaratan analisis risiko bencana;6. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;7. pendidikan dan pelatihan; dan8. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:1. pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;2. pemahaman tentang kerentanan masyarakat;3. analisis kemungkinan dampak bencana;4. pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;5. penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana;

dan6. alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.

Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:1. pengenalan dan pemantauan risiko bencana;2. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;3. pengembangan budaya sadar bencana;4. peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan5. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan

bencana.

Pencegahan meliputi:1. identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau

ancaman bencana;2. kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang

secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana;

3. pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;

4. penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan5. penguatan ketahanan sosial masyarakat.

Berdasarkan informasi dari Undang-undang tersebut, banyak hal yang dapat

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

29

diidentifikasi, dijadikan bahan pengayaan bagi guru, yang tidak diajarkan ke siswa. Selain kompetensi yang harus dikuasai siswa tentu harus dikuasai guru, sebaiknya kepala sekolah dan guru menambah kompetensi lainnya seperti:1. Menyusun program untuk meningkatkan keamanan sekolah terhadap

bencana.2. Menyusun rencana aksi sekolah, seperti.3. perencanaan penanggulangan bencana;4. pengurangan risiko bencana;5. pencegahan;6. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;7. persyaratan analisis risiko bencana;8. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;9. Perencanaan penanggulangan bencana meliputi: pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; pemahaman tentang kerentanan masyarakat; analisis kemungkinan dampak bencana; pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak

bencana; dan alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.

10. Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi: pengenalan dan pemantauan risiko bencana; perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; pengembangan budaya sadar bencana; peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana;

dan penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan

bencana.11. Pencegahan meliputi: identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau

ancaman bencana; kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam

yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana;

pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;

penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan penguatan ketahanan sosial masyarakat.

Pengurangan Risiko Banjir

30

3.2. Kesiapsiagaan Banjir

Kesiapsiagaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Sebagai contoh: membangun sistem peringatan dini, penyiapan jalur evakuasi bila terjadi bencana, latihan simulasi bencana.

Kesiapsiagaan diri, keluarga dan sekolah akan sangat membantu dalam mengurangi dampak bencana, baik kerugian harta maupun korban jiwa, kesiapsiagaan dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memahami potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing.

2. Memahami penyebab atau tanda-tanda akan terjadinya bencana.

3. Memahami apa yang harus dipersiapkan dan yang harus dilakukan baik sebelum, pada saat dan sesudah bencana.

4. Di sekolah, guru dapat memberikan latihan kesiapsiagaan bencana banjir kepada siswa.

3.2.1. Tindakan sebelum terjadi banjir1. Sebelum terjadi bencana kita harus sudah bisa memilih dan menentukan

beberapa lokasi yang bisa kita jadikan sebagai tempat penampungan jika terjadi bencana.

2. Melatih diri dan anggota keluarga hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi bencana banjir.

3. Mendiskusikan dengan semua anggota keluarga tempat di mana anggota keluarga akan berkumpul usai bencana terjadi.

4. Mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi keperluan yang dibutuhkan seperti: Makanan kering seperti biskuit, air minum, kotak kecil berisi obat-obatan penting, lampu senter dan baterai cadangan, Lilin dan korek api, kain sarung, satu pasang pakaian dan jas hujan, surat berharga, fotokopi tanda pengenal yang dimasukkan kantong plastik, serta nomor-nomor telepon penting.

5. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko banjir: Buat sumur resapan bila memungkinkan. Tanam lebih banyak pohon besar. Membentuk kelompok masyarakat pengendali banjir. Membangun atau menetapkan lokasi dan jalur evakuasi bila terjadi

banjir. Membangun sistem peringatan dini banjir. Menjaga kebersihan saluran air dan limbah. Memindahkan tempat hunian ke daerah bebas banjir atau tinggikan

bangunan rumah hingga batas ketinggian banjir jika memungkinkan. Mendukung upaya pembuatan kanal atau saluran dan bangunan. Pengendali banjir dan lokasi evakuasi.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

31

Bekerjasama dengan masyarakat di luar daerah banjir untuk menjaga daerah resapan air.

3.2.2. Tindakan Saat Terjadi Banjir

1. Jangan panik.2. Pada saat terjadi bencana banjir, warga yang berada di daerah rawan

bencana banjir diminta memantau perkembangan cuaca, bila hujan terus terjadi tidak henti-hentinya, diimbau waspada dan berhati- hati untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

3. Pada saat dan setelah bencana terjadi, berbagai aktivitas kesehatan harus dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan para korban serta mencegah memburuknya derajat kesehatan masyarakat yang terkena bencana. Pada tahapan tanggap darurat, energi yang cukup besar biasanya dicurahkan untuk evakuasi korban.

4. Ketika melihat air datang, Jauhi secepat mungkin daerah banjir. segera selamatkan diri dengan berlari secepat mungkin menuju tempat yang tinggi.

5. Apabila kamu terjebak dalam rumah atau bangunan, raih benda yang bisa mengapung sebisanya.

6. Dengarkan jika ada informasi darurat tentang banjir.7. Hati-hati dengan listrik. Matikan peralatan listrik/sumber listrik.8. Selamatkan barang-barang berharga dan dokumen penting sehingga

tidak rusak atau hilang terbawa banjir.9. Pantau kondisi ketinggian air setiap saat sehingga bisa menjadi dasar untuk

tindakan selanjutnya.10. Ikut mendirikan tenda pengungsian, pembuatan dapur umum.11. Terlibat dalam pendistribusian bantuan.12. Mengusulkan untuk mendirikan pos kesehatan.13. Menggunakan air bersih dengan efisien.

3.2.3. Tindakan Sesudah Terjadinya BanjirBeberapa tindakan yang dapat dilakukan sesudah terjadi bencana antara lain:1. Pemberian bantuan misalnya tempat perlindungan darurat bagi meraka

yang kehilangan tempat tinggalnya.2. Membersihkan tempat tinggal dan lingkungan rumah.3. Terlibat dalam kaporitisasi sumur gali.4. Terlibat dalam perbaikan jamban dan saluran pembuangan air limbah

(SPAL).5. Pemberian bantuan yang meliputi kesehatan lingkungan, dan

pemberantasan penyakit, pelayanan kesehatan serta distribusi logistik kesehatan dan bahan makanan.

6. Menjaga agar sistem pembuangan limbah dan air kotor agar tetap bekerja pada saat terjadi banjir.

Pengurangan Risiko Banjir

32

7. Menjauhi kabel atau instalasi listrik lainnya.8. Menghindari memasuki wilayah yang rusak kecuali dinyatakan aman misal

bangunan yang rusak atau pohon yang miring.9. Memeriksa dan menolong diri sendiri kemudian menolong orang di dekat

kamu yang memerlukan bantuan.10. Mencari anggota keluarga.11. Jika keadaan sudah aman, masuk rumah dengan hati-hati, jangan

menyalakan listrik kecuali telah dinyatakan aman.12. Membersihkan lumpur13. Periksa persediaan makanan dan air minum. Jangan minum air dari sumur

terbuka karena sudah terkontaminasi. Makanan yang telah terkena air banjir harus dibuang karena tidak baik untuk kesehatan.

4.1. Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir

Muatan Pendidikan PRB untuk siswa SMP/MTs disusun dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1. Kepentingan dan kemampuan peserta didik dan lingkungannya Muatan pendidikan PRB dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki peluang atau kesempatan untuk selamat dan membantu orang lain agar selamat ketika banjir terjadi. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut perlu peningkatan kompetensi/kapasitas peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan, termasuk kearifan lokal yang dimiliki masyarakat dalam lingkungan tersebut. Kegiatan pembelajaran PRB berpusat pada peserta didik.

2. Keragaman risiko bahaya dan karakteristik daerah dan lingkunganSetiap daerah memiliki risiko, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan PRB sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus mengakomodir keragaman tersebut yang relevan dengan kebutuhan pendidikan PRB.

3. Kondisi sosial budaya masyarakat setempatPengembangan muatan pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat diperlukan, termasuk kearifan lokal yang ada.

4. Peningkatan kesadaran akan adanya risiko bencana akibat banjirMuatan pendidikan PRB dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kesadaran siswa akan adanya risiko bahaya banjir. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman terjadinya banjir, zona rawan banjir, hal-hal yang terjadi ketika dan setelah banjir.

5. Peningkatan kompetensi/kapasitas diri agar dapat mengurangi bahaya bencana yang diakibatkan banjir

Pendidikan PRB dilakukan secara sistematik dan terpadu dengan pendidikan mata pelajaran lain, untuk meningkatkan kompetensi siswa secara holistik

BAB IVMATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO BANJIR

Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir

34

yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal, agar selamat ketika banjir terjadi. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.

6. Menyeluruh dan berkesinambunganSubstansi muatan pendidikan PRB mencakup keseluruhan dimensi kompetensi yang diperlukan, dimensi kognitif, psikomotor dan afektif.

7. Belajar sepanjang hayat Pengembangan muatan pendidikan PRB diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

Adapun materi pembelajaran pengurangan risiko banjir untuk setiap jenjang kelas adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir

KELAS

(2)

VII, VIII, IX

VII, VIII, IX

VII, VIII, IX

MATERI PEMBELAJARAN

(1)

Sebelum Banjir

Saat terjadi banjir

Setelah terjadi banjir

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

35

4.2. Pemetaan Indikator Siswa

Kompetensi tersebut dapat dielaborasi ke dalam indikator-indikator sebagai berikut

Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa untuk Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir

KELAS

(2)

VII, VIII, IX

VII, VIII, IX

VII, VIII, IX

MATERI PEMBELAJARAN

(1)

Sebelum Banjir

Saat terjadi banjir

Setelah terjadi banjir

(3)

INDIKATOR PRILAKU SISWA

4.3. Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar

Pendidikan pengurangan risiko banjir harus bisa memotivasi dan memberikan kesadaran pada siswa untuk selalu tanggap terhadap berbagai ancaman/ risiko banjir yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir

36

Di dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19 dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif , menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini bisa terlaksana apabila guru mampu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang meliputi pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran secara spesifik.

Penguasaan model pembelajaran oleh guru akan mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas.

Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi peserta didik dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Metode pembelajaran yang sesuai dengan pendidikan pengurangan risiko bencana harus mempertimbangkan beberapa hal seperti:

1. Tujuan pembelajaran;

2. Sifat materi pelajaran;

3. Ketersediaan fasilitas;

4. Kondisi peserta didik;

5. Alokasi waktu yang tersedia.

Pembelajaran pendidikan pengurangan risiko bencana paling tidak memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Adanya keterlibatan intelektual – emosional peserta didik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat, dan pembentukan sikap;

2. Adanya keikutsertaan peserta didik secara aktif dan kreatif selama pelaksanaan model pembelajaran;

3. Guru bertindak sebagai fasilitator, koordinator, mediator dan motivator kegiatan belajar peserta didik;

4. Penggunaan berbagai metode, alat dan media pembelajaran.

Metode yang disarankan dalam pembelajaran pendidikan pengurangan risiko banjir, yaitu:

1. Gunakan metode yang menyenangkan dan sebisa mungkin menggunakan media bergambar.

2. Melakukan praktek Pengalaman praktek dapat membekas di ingatan dan bisa langsung dipahami oleh anak-anak. Kalau hanya sekedar tahu dan tidak mempraktekkan, mereka bisa lupa.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

37

3. Melakukan pemeriksaan pemahaman Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana siswa memahami materi

yang sudah disampaikan. Caranya dengan menanyakan langsung materi tersebut atau dengan menggunakan permainan-permainan

4. Memberikan tugas rumah yang memungkinkan anak bisa berdiskusi dengan anggota keluarga di rumah. Misal: tugas untuk membuat jalur evakuasi di rumah

5. Melakukan simulasi berulang-ulang sehingga anak benar-benar paham dan dapat melakukan penyelamatan diri secara mandiri.

5.1. Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir dalam Mata Pelajaran

Tahapan dalam pengintegrasian materi PRB terhadap mata pelajaran di tingkat SMP/MTs sebagai berikut :

1. Identifikasi materi pembelajaran tentang PRBKonsep mengenai pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran pokok dalam kurikulum, diantaranya: IPA Terpadu, IPS Terpadu, Bahasa Indonesia, Muatan Lokal, dan Penjas Orkes.

2. Analisis KD yang memungkinkan dapat diintegrasikan dengan PRBKompetensi-kompetensi dasar yang terdapat pada KTSP dapat diintegrasikan dengan materi PRB dalam bentuk model KTSP daerah bencana. Model ini disusun sesuai dengan kondisi, kebutuhan, potensi, dan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik di daerah bencana yang diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau referensi bagi satuan pendidikan di daerah lain yang punya karakteristik yang sama.

Setelah kurikulum, bahan ajar sebagai acuan yang lebih operasional dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah, merupakan komponen yang sangat berperan dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai bencana dan kesiapsiagaan bencana terhadap warga negara, khususnya peserta didik.

Melalui bahan ajar yang disusun pada pembelajaran tematik dan di setiap mata pelajaran dapat diintegrasikan mengenai jenis-jenis bencana beserta penyebabnya, usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam menghindari terjadinya beberapa bencana, apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana, dampak yang ditimbulkan oleh bencana dan usaha-usaha yang dalam mengurangi dampak tersebut, apa yang dilakukan setelah bencana itu terjadi, dan lain-lain.

3. Menyusun silabus yang terintegrasi PRBSilabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator,

BAB V

PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN RISIKO BANJIR KE DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MENENGAH (SMP/MTs)

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

39

penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar yang diintegrasikan dengan nilai-nilai pengurangan risiko bencana (PRB).

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

Silabus Integrasi PRB dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah dan jenis ancaman bencana yang rentan di wilayahnya. Langkah-langkah penyusunan silabus yang mengintegrasikan PRB diantaranya adalah sebagai berikut. Mengkaji dan menentukan standar kompetensi (SK) yang dapat

diintegrasikan dengan PRB. Mengkaji dan menentukan kompetensi dasar (KD) yang sesuai dengan

standar kompetensi yang diintegrasikan. Merumuskan indikator pencapaian kompetensi (dengan mengacu pada

SK dan KD). Mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang sesuai dengan PRB

banjir. Mengembangkan kegiatan pembelajaran berintegrasi PBR banjir, seperti

penyampaian informasi bahaya banjir, simulasi penyelamatan diri, pertolongan pertama, dan lainnya.

Menentukan jenis penilaian. Menentukan alokasi waktu. Menentukan sumber belajar yang berhubungan dengan PRB banjir.

4. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)Rencana pembelajaran merupakan langkah awal dari suatu manajemen pembelajaran yang berisi kebijakan strategik tentang pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan. Dalam rencana pembelajaran selalu terdapat komponen yang saling berkaitan yaitu tujuan, bahan ajar, metode/teknik, media, alat evaluasi, dan penjadwalan setiap langkah kegiatan. Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan diintegrasikan dengan nilai-nilai usaha pengurangan risiko bencana (PRB).

RPP disusun untuk setiap kompetensi dasar yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. RPP yang terintegrasi PRB banjir disusun sesuai dengan KD yang relevan dengan materi ajar PRB banjir.

Untuk lebih jelasnya, tahapan pengintegrasian dijelaskan sebagai berikut.

5.1.1. Identifikasi Mata Pembelajaran Pengurangan Risiko BanjirMateri pembelajaran adalah bahan yang diperlukan untuk pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai siswa dalam rangka

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Banjir Kedalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

40

memenuhi standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan.

Materi pembelajaran dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:1. Prinsip relevansi: Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan

pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Jika kemampaun yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta, bukan konsep atau prinsip ataupun jenis materi yang lain.

2. Prinsip konsistensi: Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa ada empat macam, maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam.

3. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak.

Materi pembelajaran ditentukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:1. Identifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar Ranah kognitif jika kompetensi yang ditetapkan meliputi pengetahuan,

pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian. Ranah psikomotorik jika kompetensi yang ditetapkan meliputi gerak

awal, semi rutin, dan rutin. Ranah afektif (sikap) jika kompetensi yang ditetapkan meliputi

pemberian respons, apresiasi, penilaian, dan internalisasi. 2. Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran

Materi pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dapat mencakup tiga ranah sekaligus yaitu: ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Kita akan mencoba mengidentifikasi materi pembelajaran tentang PRB dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Potensi peserta didik;2. Relevansi dengan karakteristik daerah;

Daerah dengan karakteristik rawan bencana dapat menyesuaikan materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan daerah dengan tetap memperhatikan tuntutan kompetensi dasar. Pada saat mengidentifikasi materi pembelajaran ini sudah harus ditetapkan dan dirumuskan materi pembelajaran yang sesuai dengan jenis bencana yang ada di daerah tersebut.

3. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik;

4. Kebermanfaatan bagi peserta didik5. Struktur keilmuan;6. Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;7. Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan;

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

41

Materi pembelajaran yang relevan dan dibutuhkan serta sesuai dengan tuntutan lingkungan di daerah rawan bencana dapat dimasukkan ke dalam silabus yang disusun.

Contoh: Tanda-tanda bencana akan terjadi

Tindakan penyelamatan disaat bencana terjadi

Tindakan yang harus dilakukan sesaat setelah bencana terjadi

8. Alokasi waktu.

Tabel berikut ini adalah identifikasi materi pelajaran tentang PRB yang dikelompokkan ke dalam tiga tahapan bencana yaitu: sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencana dan setelah terjadi bencana.

Tabel 5.1: Identifikasi Materi Pembelajaran tentang pengurangan risiko banjir

NO TAHAPAN PERISTIWA BENCANA MATERI PEMBELAJARAN

1

2

3

Sebelum Terjadi Bencana

5.1.2. Analisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran TerintegrasiUntuk mengintegrasikan materi PRB ke dalam mata pelajaran perlu dilakukan analisis Kompetensi Dasar yang ada pada Standar Isi, karena tidak semua SK/KD bisa diintegrasikan dengan materi pengurangan risiko bencana.

5.1.3. Penyusunan Silabus Mata Pelajaran TerintegrasiSilabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

VII

Sebe

lum

Ban

jirSe

mes

ter 2

Saat

terj

adi b

anjir

Sete

lah

terj

adi b

anjir

Tabe

l 5.2

: Ana

lisis

Sta

ndar

Kom

pete

nsi d

an K

ompe

tens

i Das

ar u

ntuk

Mat

a Pe

laja

ran

Terin

tegr

asi P

engu

rang

an R

isik

o Ba

njir

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

VII

Sebe

lum

Ban

jirSe

mes

ter 1

Sem

este

r 2

Unt

uk K

D 4

.1 d

an 4

.2

khus

us u

ntuk

mat

eri

“Dae

rah

raw

an b

anjir

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

VII

Sebe

lum

Ban

jirM

ende

ngar

kan

Kela

s VII

Sem

este

r 1

Saat

terj

adi b

anjir

Sete

lah

terj

adi b

anjir

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

VII

1. M

ampu

men

yela

mat

kan

diri

di te

mpa

t yan

g

am

an s

aat t

erja

di b

anjir

.2.

Mam

pu m

enol

ong

tem

an a

tau

kelu

arga

ke

te

mpa

t am

an.

Saat

terj

adi b

anjir

ba

njir

PEN

JASK

ES5.

Mem

prak

tikka

n

seb

agia

n te

knik

das

ar re

nang

gay

a

dad

a , d

an n

ilai-n

ilai

y

ang

terk

andu

ng

d

idal

amny

a*)

5.1

Mem

prak

tikka

n te

knik

da

sar g

erak

an k

aki r

enan

g

ga

ya d

ada

ser

ta n

ilai

disi

plin

, keb

eran

ian

dan

kebe

rsih

an.

5.2

Mem

prak

tikka

n te

knik

d

asar

ger

akan

leng

an

rena

ng g

aya

dada

ser

ta

nila

i dis

iplin

, keb

eran

ian

dan

keb

ersi

han.

Sete

lah

terj

adi b

anjir

lin

gkun

gan

1. M

ampu

ber

koor

dina

si d

enga

n m

asya

raka

t.2.

Mam

pu b

erad

apta

si d

alam

situ

asi s

etel

ah

b

anjir

.3.

Mem

prak

tekk

an ti

ndak

an p

emel

ihar

aan

li

ngku

ngan

aga

r tid

ak b

anjir

.

6. M

empr

aktik

kan

p

erke

mah

an d

an

d

asar

-das

ar

p

enye

lam

atan

di

li

ngku

ngan

sek

olah

, da

n

nila

i-nila

i yan

g

terk

andu

ng

d

idal

amny

a***

)

6.1

Mem

prak

tikka

n pe

mili

han

tem

pat y

ang

tepa

t unt

uk

men

dirik

an te

nda

per

kem

ahan

,

m

empr

aktik

kan

tekn

ik

das

ar p

emas

anga

n te

nda

unt

uk p

erke

mah

an d

i

li

ngku

ngan

sek

olah

s

ecar

a be

regu

, se

rta

nila

i

k

erja

sam

a, ta

nggu

ng

jaw

ab d

an te

ngga

ng ra

sa.

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

VIII

Sebe

lum

Ban

jir

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

VIII

Saat

terj

adi b

anjir

IPS

Sete

lah

terj

adi b

anjir

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

VIII

Sebe

lum

Ban

jirM

ende

ngar

kan

Sete

lah

terj

adi b

anjir

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

Saat

terj

adi b

anjir

VIII

PEN

JASK

ES

Sete

lah

terj

adi b

anjir

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

IXSe

belu

m B

anjir

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

IXSe

belu

m B

anjir

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

IXSe

belu

m B

anjir

Berb

icar

a

Saat

terj

adi b

anjir

Sete

lah

terj

adi b

anjir

KELA

SM

ATER

IPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SIS

WA

MAT

A

PELA

JARA

NSK

KD

(2)

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

IXSe

belu

m B

anjir

Saat

terj

adi b

anjir

Sete

lah

terj

adi b

anjir

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Banjir Kedalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

54

Penyusunan silabus Integrasi SK/KD pada Standar Isi dengan PRB harus memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:1. Ilmiah: keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam

silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan2. Relevan: cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian

materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.

3. Sistematis: komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

4. Konsisten: adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.

5. Memadai: cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

6. Aktual dan Kontekstual: cakupan indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7. Fleksibel: keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.

8. Menyeluruh: komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor)

Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.

Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.

Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum.

Silabus terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut:1. Standar kompetensi 2. Kompetensi dasar 3. Materi pokok/pembelajaran 4. Kegiatan pembelajaran 5. Indikator 6. Penilaian 7. Alokasi waktu 8. Sumber belajar

.

(6)

(5)

(1)

(8)

(7)

(9)

(10)

(11)

KOM

PETE

NSI

DA

SAR

STA

ND

AR

KOM

PETE

NSI

MAT

ERI

POKO

KKE

GIA

TAN

PEM

BELA

JARA

NIN

DIK

ATO

RPE

NIL

AIA

NA

LOK

ASI

WA

KTU

SUM

BER/

BAH

AN

1. M

emah

ami

li

ngku

ngan

keh

idup

an

m

anus

ia

1.1.

Men

desk

ripsi

kan

ker

agam

an

ben

tuk

muk

a

b

umi,

pros

es

pem

bent

ukan

,

d

an d

ampa

knya

t

erha

dap

keh

idup

an

Banj

ir b

anjir

dan

con

toh

peris

tiwa

ban

jir.

ben

cana

ban

jir d

enga

n m

engg

unak

an p

eta.

ter

jadi

nya

banj

ir.

ter

jadi

nya

banj

ir.

ter

jadi

nya

banj

ir.

ber

baga

i sum

ber d

ampa

k b

anjir

.

ben

cana

.

pen

yela

mat

an ji

ka te

rjadi

b

enca

na.

6 x

35

men

it A

tlas

Indo

nesi

a.

ben

cana

tsun

ami.

sem

este

r 1.

med

ia e

lekt

roni

k.

ana

k da

n gu

ru.

ban

jir d

an c

onto

h pe

ristiw

a y

ang

pern

ah te

rjadi

.

raw

an b

enca

na b

anjir

.

ter

jadi

nya

banj

ir.

tan

da te

rjadi

nya

banj

ir.

ter

jadi

nya

banj

ir.

men

gura

ngi r

isik

o ba

njir.

tin

daka

n se

belu

m, s

aat,

dan

ses

udah

ben

cana

.

pen

yela

mat

an ji

ka te

rjadi

b

anjir

.

b. C

onto

h Si

labu

s

SILA

BUS

Tabe

l 5.3

Con

toh

Peng

emba

ngan

Sila

bus

Mod

el In

tegr

asi

Peng

uran

gan

Risi

ko B

anjir

ked

alam

mat

a pe

laja

ran

IPS

Mat

a Pe

laja

ran

: I

PS

Kela

s

: VII

Mat

a Pe

laja

ran

: B

ahas

a In

done

sia

Kela

s

: V

III (6)

(5)

(1)

(8)

(7)

(9)

(10)

(11)

KOM

PETE

NSI

DA

SAR

STA

ND

AR

KOM

PETE

NSI

MAT

ERI

POKO

KKE

GIA

TAN

PEM

BELA

JARA

NIN

DIK

ATO

RPE

NIL

AIA

NA

LOK

ASI

WA

KTU

SUM

BER/

BAH

AN

9. M

emah

ami i

si

b

erita

dar

i

radi

o/te

levi

si

9.1

Men

emuk

an

pok

ok-p

okok

b

erita

(apa

, sia

pa,

di m

ana,

kap

an,

men

gapa

, dan

b

agai

man

a) y

ang

did

enga

r dan

ata

u

d

itont

on m

elal

ui

radi

o/te

levi

si

Banj

ir

mem

baca

kan

poko

k-po

kok

berit

a y

ang

dide

ngar

ata

upun

dito

nton

m

elal

ui ra

dio

atau

tele

visi

men

deng

arka

n si

aran

radi

o at

au

aca

ra te

levi

si y

ang

men

anya

ngka

n

men

cata

t pok

ok-p

okok

ber

ita

ter

sebu

t).

pok

ok-p

okok

pik

iran

yang

d

item

ukan

ole

h m

asin

g-m

asin

g

tem

pat k

ejad

ian,

aki

bat y

ang

diti

mbu

lkan

, upa

ya y

ang

dila

kuka

n u

ntuk

mem

bant

u ko

rban

ban

jir,

dan

seb

agai

nya.

kan

has

il di

skus

inya

.

ter

jadi

nya

banj

ir.

tan

da te

r-ja

diny

a ba

njir.

ter

jadi

nya

banj

ir.

ban

jir.

men

gura

ngi r

isik

o ba

njir.

tin

daka

n se

belu

m, s

aat,

dan

ses

udah

ben

cana

.

pen

yela

mat

an ji

ka te

rjadi

b

anjir

.

Cont

oh 2

: Ba

hasa

Indo

nesi

a Ke

las V

III

SI

LABU

S

Tabe

l 5.4

: Con

toh

Peng

emba

ngan

Sila

bus

Mod

el In

tegr

asi

Peng

uran

gan

Risi

ko B

anjir

ka

dala

m m

ata

pela

jara

n Ba

hasa

Indo

nesi

a

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

57

5.1.4. Penyusunan Rencana Pelaksanaan PembelajaranRencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggam_barkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.

RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar. Setiap guru berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.RPP disusun untuk setiap kompetensi dasar yang dapat dilaksanakan satu kali pertemuan atau lebih.Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

Setiap RPP minimal harus mencakup komponen berikut ini; 1. Tujuan pembelajaran 2. Materi pembelajaran 3. Metode pembelajaran 4. Sumber belajar 5. Penilaian hasil belajar

Rumusan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pada silabus yang sudah mengintegrasikan materi tentang bencana dan kesiapsiagaan bencana selanjutnya diikuti oleh rumusan indikator, tujuan pembelajaran, materi ajar, dan langkah pembelajaran di rencana pelaksanaan pembelajaran yang juga memperlihatkan pengintegrasian materi tentang bencana dan kesiapsiagaan bencana.

Langkah-langkah menyusun RPP sebagai berikut:1. Mengisi kolom identitas 2. Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah

ditetapkan 3. Menentukan SK, KD, dan indikator yang akan digunakan ( terdapat pada

silabus yang telah disusun) 4. Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan SK, KD, dan indikator yang

telah ditentukan. (lebih rinci dari KD dan indikator, pada saat-saat tertentu rumusan indikator sama dengan tujuan pembelajaran, karena indikator sudah sangat rinci sehingga tidak dapat dijabarkan lagi.)

5. Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/ pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian dari materi pokok/pembelajaran

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Banjir Kedalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

58

6. Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan

susana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.

Untuk pembejaran IPS dapat menggunakan metode yang bervariasi, yaitu ceramah, diskusi, simulasi, pemberian tugas, pemecahan masalah, dll dengan memfokuskan kegiatan belajar aktif serta komunikasi dua arah.

7. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir.

8. Menentukan alat/bahan/ sumber belajar yang digunakan 9. Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, teknik

penskoran, dll.

Kotak 5.1 Contoh Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Integrasi Pengurangan Risiko Banjir

Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama

Mata Pelajaran : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Kelas/ Semester : VII/1

Topik : Banjir

Waktu : 6 X 35 menit

KOMPETENSI DASARSTANDAR KOMPETENSI

1. Memahami lingkungan kehidupan manusia.

1.1 Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan, dan dampaknya terhadap kehidupan.

C. Contoh Rencana Pembelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Kelas/ Semester : VII/1 Topik: Banjir Waktu : 6 X 35 menit

INDIKATOR

1. Menjelaskan pengertian banjir dan contoh peristiwa banjir

2. Mengidentifikasi daerah rawan bencana banjir

3. Menjelaskan penyebab terjadinya banjir

4. Mendeskripsikan tanda-tanda terjadinya banjir

5. Menjelaskan proses terjadinya banjir

6. Menjelaskan dampak banjir

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

59

7. Menjelaskan upaya mengurangi risiko banjir

8. Menjelaskan tindakan-tindakan sebelum, saat, dan sesudah banjir

9. Memberikan contoh penyelamatan jika terjadi banjir

I. Materi Pokok :

Banjir

II. Alat dan Sumber Belajar

• Gambar bencana banjir

• B uku IPS kelas VII/1

• P engalaman guru

PERTEMUAN 1

Alat dan Sumber Belajar

1. Gambar proses terjadinya banjir

2. Buku IPS kelas VII

3. Pengalaman guru

4. Berbagai artikel/berita tentang banjir

Langkah-langkah Pembelajaran

Kegiatan awal

1. Guru memperlihatkan beberapa gambar mengenai bencana banjir

2. menugaskan anak untuk mengamati gambar dan meminta anak untuk menceritakan isi gambar yang dilihatnya

Kegiatan inti

1. Siswa dan guru melakukan tanya jawab seputar bencana banjir. Misalnya: Apakah banjir itu? Apa akibat yang ditimbulkan karena adanya banjir?

2. Siswa membaca teks tentnag banjr

3. siswa mendiskusikan tentang pengertian banjir dan penyebab terjadinya banjir.

4. Siswa mengamati peta dan menemutunjukkan daerah-daerah yang rawan bencana banjir

5. Siswa bersama guru membahas hasil identifikasi/temuannya.

Kegiatan akhir

Guru dan siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran

Penilaian

Tes esai

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Banjir Kedalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

60

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan benar !

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan banjir !

2. Berikan contoh peristiwa bencana banjir yang pernah terjadi!

3. Apa yang menyebabkan terjadinya banjir?

PERTEMUAN 2

Langkah-langkah Pembelajaran

Kegiatan awal

Guru mengajak siswa untuk mengingat kembali pelajaran sebelumnya tentang penyebab terjadinya bencana banjir melalui tanya jawab.

Kegiatan inti

1. Guru menunjukkan gambar-gambar yang dapat menyebabkan terjadinya banjir

2. Siswa mendiskusikan proses terjadinya banjir dengan bantuan gambar.

3. Siswa mendiskusikan tanda-tanda terjadinya banjir.

4. Siswa mendiskusikan dampak dari bencana banjir yang telah diperoleh dari berbagai sumber.

5. Berdasarkan hasil diskusi siswa mengisikan hasilnya pada tabel misalnya

JENISBENCANA PENYEBAB PROSES TERJADINYA TANDA-TANDA YANG

DITUNJUKKAN DAMPAK

Kegiatan akhir

1. Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari kegiatan belajar yang telah dilakukan

Penilaian

Tes esai

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan benar!1. Jelaskan proses terjadinya banjir!2. Sebutkan tanda-tanda banjir!3. Jelaskan dampak banjir!

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

61

5.1.5. Penyusunan Bahan AjarBahan ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.

Jadi dapatlah dikatakan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Sedangkan fungsi bahan ajar adalah : 1. Pedoman bagi guru 2. Pedoman bagi siswa3. Alat evaluasi

Tujuannya adalah: 1. Membantu siswa 2. Memberikan banyak pilihan 3. Memudahkan guru4. Lebih menarik

Langkah-langkah menyusun bahan ajar yang mengintegrasikan PRB banjir 1. Memahami teknik penyusunan bahan ajar 2. Mengidentifikasi materi pembelajaran tentang PRB tsunami 3. Menganalisis kompetensi dasar yang dapat diintegrasikan materi PRB

tsunami 4. Menyusun silabus dan RPP yang mengintegrasikan materi PRB banjir 5. Menyusun bahan ajar yang mengintegrasikan materi PRB banjir

Kotak 5.2: Contoh Model Bahan Ajar Integrasi Pengurangan Risiko Banjir pada mata pelajaran

Satuan Pendidikan : SMA

Kelas/Semester : X/1

Topik /tema : Pengurangan Risiko Bencana Banjir (sebelum Terjadi Bencana)

Kompetensi Dasar : Mampu menjelaskan penyebab banjir dan cara pencegahannya, gejala awal banjir, tindakan darurat yang harus segera dilakukan apabila akan terjadi banjir

Tujuan Pembelajaran

Setelah pembelajaran selesai siswa mampu menjelaskan penyebab banjir dan bertindak untuk mengurangi risiko bencana banjir

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Banjir Kedalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

62

Indikator :

1. Menjelaskan penyebab banjir dan cara pencegahannya

2. Menjelaskan gejala awal banjir

3. Menjelaskan Tindakan darurat yang akan dilakukan apabila akan terjadi banjir

4. Menjelaskan tindakan yang perlu dilakukan setelah terjadi banjir

5. Tanggung jawab dan siap bekerjasama dalam membantu upaya pengurangan risiko bencana banjir

Contoh Bahan Ajar

Standar Kompetensi:

1. Memahami lingkungan kehidupan manusia

Kompetensi Dasar:1.1 Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan, dan

dampaknya terhadap kehidupan

Indikator:

1. Menguraikan pengertian banjir

2. Menjelaskan jenis-jenis banjir

3. Mengidentifikasi daerah rawan banjir

4. Menjelaskan penyebab terjadinya banjir

5. Menjelaskan dampak banjir

5.2. Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir

5.2.1. Analisis Konteks Mata Pelajaran Muatan LokalMuatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi, yang disesuaikan dengan ciri khas potensi daerah, termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak menjadi bagian dari mata pelajaran yang ada;

Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada keterampilan.

Untuk menentukan jenis muatan lokal yang akan diajarkan/diberikan kepada peserta didik perlu dilakukan analisis konteks terlebih dahulu. Didalam analisis ini hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah:1. Potensi dan kebutuhan lingkungan yang meliputi: Sumber Daya Alam

(SDA), sumber daya manusia, geografis, budaya dan historis.2. Kebutuhan, minat dan bakat peserta didik;

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

63

3. Ketersediaan daya dukung/potensi satuan pendidikan internal dan eksternal.

Ruang lingkup muatan lokal meliputi:1. Lingkup Kondisi dan Kebutuhan Daerah

Kondisi daerah berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan, sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya yang selalu berkembang;

Kebutuhan daerah yaitu segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat yang disesuaikan dengan arah perkembangan dan potensi yang ada di daerah

2. Lingkup Isi/Jenis Muatan Lokal Dapat berupa bahasa asing, kesenian, keterampilan dan kerajinan, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas daerah.

Adapun langkah-langkah penyusunan muatan lokal adalah sebagai berikut:

Identifikasi keadaan dan kebutuhan lingkungan/daerah Identifikasi potensi satuan pendidikan Menentukan muatan lokal Menyiapkan perangkat dan sarana pendukung muatan lokal Kerjasama dengan pihak lain

Rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam menyusun muatan lokal adalah:1. Materi pembelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta

didik (pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial); 2. Pelaksanaan muatan lokal tidak mengganggu pelaksanaan komponen

mata pelajaran (komponen A dalam struktur kurikulum). 3. Kegiatan pembelajaran diatur sedemikian rupa agar tidak memberatkan

peserta didik, oleh karena itu dalam pelaksanaan muatan lokal diharapkan tidak ada pekerjaan rumah (PR)

4. Program pembelajaran dikembangkan dengan melihat kedekatan secara fisik dan secara psikis;

5. Bahan pembelajaran disusun berdasarkan prinsip (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit;

6. Bahan pembelajaran bermakna bagi peserta didik dan dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari;

7. Kompetensi dan materi pembelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi pendidik dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar;

8. Pendidik hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses pembelajaran baik secara mental, fisik, maupun sosial.

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Banjir Kedalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

64

9. Materi pembelajaran muatan lokal harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pembelajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik;

10. Muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari kelas X s.d. XII. Muatan lokal dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester atau dua semester/satu tahun pembelajaran

11. Alokasi waktu pembelajaran muatan lokal minimal 2 jam perminggu.

Melalui penyelenggaraan muatan lokal di sekolah diharapkan peserta didik mampu:1. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan, alam, sosial, dan

budaya daerah; 2. Mememiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan

mengenai lingkungan yang berguna bagi dirinya dan masyarakat pada umumnya;

3. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya daerah;

4. Berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat dan pemerintah daerah.

5.2.2. Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal Pengurangan Risiko BanjirPenyusunan standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah langkah awal dalam membuat mata pelajaran muatan lokal agar dapat dilaksanakan di sekolah. Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah sebagai berikut:1. Pengembangan standar kompetensi

Standar kompetensi adalah menentukan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan.

2. Pengembangan kompetensi dasarKompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain yang sesuai dan ahli lain yang relevan.

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

65

Tabel 5.5: Contoh Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

Contoh :

Mata Pelajaran : Pengurangan Risiko BencanaTahun Pelajaran : 2009 - 2010

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Banjir Kedalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

66

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

1. Memahami karakteristik banjir.

2. Melakukan upaya penanganan bencana banjir.

3. Memahami tindakan pemulihan bencana banjir.

1.1 Menjelaskan pengertian banjir.1.2 Mengidenti�kasi jenis-jenis banjir.1.3 Menjelaskan proses terjadinya banjir.1.4 Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab bencana banjir.1.5 Menjelaskan dampak banjir.

2.1 Melakukan tindakan penyelamatan diri pada saat bencana terjadi.2.2 Menjelaskan cara menolong diri sendiri dan orang lain jika terjadi bencana. 2.3 Menjelaskan pihak yang harus dihubungi pada setelah bencana terjadi (cara mencari bala bantuan).

3.1 Menerangkan pihak yang terlibat pada pemulihan bencana.3.2 Menjelaskan kebutuhan pemulihan bencana jangka pendek/mendesak dan cara mendapatkannya.3.3 Menerangkan kebutuhan pemulihan bencana jangka panjang dan cara mendapatkannya.

CONTOH PENGEMBANGAN

5.2.3. Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Pengurangan Risiko Bencana

Pengembangan silabus secara umum mencakup: 1. Mengidentifikasi materi pembelajaran, 2. Mengembangkan kegiatan pembelajaran, 3. Mengembangkan indikator, 4. Pengembangan penilaian, 5. Pengalokasian waktu, 6. Menentukan Sumber Belajar.

Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran.

Setelah silabus selesai dibuat, maka guru perlu merencanakan pelaksanaan pembelajaran untuk satu kali tatap muka. Adapun komponen dari RPP minimal memuat:

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

67

1. Tujuan pembelajaran, 2. Indikator, 3. Materi Ajar/Pembelajaran, 4. Kegiatan Pembelajaran, 5. Metode Pengajaran, 6. Sumber Belajar

PenilaianPenilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian:1. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi. 2. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa

dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.

3. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.

4. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.

5. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

KOM

PETE

NSI

DA

SAR

IND

IKAT

OR

MAT

ERI P

OKO

KKE

GIA

TAN

PE

MBE

LAJA

RAN

PEN

ILA

IAN

SUM

BER

BELA

JAR

WA

KTU

2.1

Mel

akuk

an

tind

akan

pad

a

s

aat b

anjir

diri

pad

a sa

at b

anjir

saat

ban

jir

ban

jir

2 x

40

sek

itar

Tabe

l 5.6

: Con

toh

Peny

usun

an S

ilabu

s da

n Re

ncan

a Pe

laks

anaa

n Pe

mbe

laja

ran

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

69

Kotak 5.2: Contoh Model Bahan Ajar Integrasi Pengurangan Risiko Banjir pada mata pelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nama Sekolah : SMP .........................

Mata Pelajaran : Pengurangan Risiko Bencana

Kelas/semester : VII/1

Alokasi Waktu : 2 x 40 menit

Standar Kompetensi :

2. Melakukan upaya penanganan bencana banjir

Kompetensi Dasar :

2.1 Melakukan tindakan pada saat banjir

Indikator :

1. Melakukan langkah-langkah penyelamatan diri pada saat banjir

2. Mencari lokasi penyelamatan diri yang terdekat dan aman

Tujuan Pembelajaran :

1. Mampu melakukan tindakan pada saat terjadi banjir

2. Mampu mencari lokasi yang terdekat dan aman dari bencana banjir .

Materi Ajar :

1. Tindakan penyelamatan pada saat banjir

Metode Pembelajaran :

1. Tanya jawab

2. Simulasi

3. Diskusi

4. Presentasi

Langah-Langkah Pembelajaran

Kegiatan Awal (5 menit )

Klasikal :

1. Penjelasan tentang kegiatan yang dilakukan hari tersebut

Kegiatan Inti (50 menit)

Kelompok/Berpasangan:1. Secara berkelompok siswa mendiskusikan tindakan yang harus dilakukan

pada saat terjadi bencana. Siswa dibagi dalam empat kelompok dan setiap kelompok mendiskusikan langkah-langkah penyelamatan saat banjir terjadi

2. Salah satu siswa diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Banjir Kedalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

70

3. Siswa lainnya ditugaskan untuk memberikan masukkan/tanggapan 4. Siswa dalam kelompok yang sama ditugaskan untuk mengidentifikasi tempat-

tempat terdekat dan aman dari bencana banjir, yang bisa digunakan sebagai lokasi pengungsian/penyelamatan diri

5. Setiap kelompok melakukan simulasi upaya penyelamatan diri saat terjadi banjir.

Kegiatan Penutup (15 menit)

Klasikal :1. Seluruh kelompok dikumpulkan kembali secara bersama-sama2. Guru menyimpulkan pelajaran dengan menjelaskan secara singkat tentang

bencana banjir3. Pesan moral dan refleksi

Alat/Bahan/Sumber Belajar1. Kertas dan alat tulis2. Peralatan untuk simulasi

Penilaian :1. Performance (Unjuk Kerja)2. Produk (hasil karya)

Mengetahui, Jakarta, .................

Kepala Sekolah Guru

5.3. Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir ke dalam Kegiatan Pengembangan Diri

5.3.1. Analisis Kegiatan Ekstrakurikuler untuk Integrasi Pengurangan Risiko BanjirKegiatan ekstra kurikuler di dalam struktur kurikulum termasuk kegiatan Pengembangan diri.

Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

71

menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.

Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat mengembangkan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.

Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik.

Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen:1. Pelayanan konseling, meliputi pengembangan: kehidupan pribadi kemampuan sosial kemampuan belajar wawasan dan perencanaan karir

2. Ekstra kurikuler, meliputi kegiatan: kepramukaan latihan kepemimpinan, ilmiah remaja, palang merah remaja seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan

Kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.

Untuk memasukkan Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana ke dalam kegiatan ekstra kurikuler ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu bahwa fungsi kegiatan ekstra kurikuler adalah: - Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk

mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.

- Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.

- Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan.

- Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik.

Selain Fungsi, kegiatan ekstra kurikuler juga memiliki prinsip-prinsip, yaitu:

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Banjir Kedalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

72

- Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik masing-masing.

- Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela peserta didik.

- Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh.

- Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler dalam suasana yang disukai dan mengembirakan peserta didik.

- Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.

- Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

Berdasarkan fungsi dan prinsip dari kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Ada beberapa jenis kegiatan yang bisa dipilih untuk diintegrasi dengan pendidikan risiko bencana antara lain: Pramuka, PMR, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa, dan sebagainya.

Menyusun Program Kegiatan Ekstra Kurikuler yang mengintegrasikan PRB

Program kegiatan ekstra kurikuler dapat disusun dengan mengacu pada jenis-jenis kegiatan yang memuat unsur-unsur:1. Sasaran kegiatan 2. Substansi kegiatan 3. Pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang terkait, serta keorganisasiannya4. Waktu dan tempat5. Sarana

Penilaian Kegiatan Hasil dan proses kegiatan ekstra kurikuler dinilai secara kualitatif dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah dan pemangku kepentingan lainnya oleh penanggung jawab kegiatan.

Pelaksana KegiatanPelaksana kegiatan ekstra kurikuler adalah pendidik dan atau tenaga kependidikan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan pada substansi kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud.

Pengawasan Kegiatan 1. Kegiatan ekstra kurikuler di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan

dibina melalui kegiatan pengawasan. 2. Pengawasan kegiatan ekstra kurikuler dilakukan secara interen, oleh kepala sekolah/madrasah. eksteren, oleh pihak yang secara struktural/fungsional memiliki

kewenangan membina kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud. 3. Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti untuk

peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler di sekolah/madrasah.

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

73

Tabel 5.7: Contoh Format Program Kegiatan Ekstrakurikuler

KOMPETENSI MATERINOTAHAPAN KEGIATAN/

LATIHANMETODE TARGET

PELAKSANAAN / TEMPAT

PROGRAM KEGIATAN : ....................................................................................TAHUN: .................. / ..................

Jakarta, ........................................Mengetahui,

Pembina,Kepala SMP ................................

WA

KTU

KEG

IATA

NN

OSA

SARA

NTE

MPA

TKE

GIA

TAN

PERA

LATA

N Y

AN

GD

IGU

NA

KA

NPE

LAKS

AN

APE

NG

ORG

AN

ISA

SIA

NKE

GIA

TAN

RAN

GK

AIA

N K

EGIA

TAN

1. 2. 3. 4.

Min

ggu

I bu

lan

Agus

tus

Min

ggu

II bu

lan

Agus

tus

Min

ggu

III

bula

n Ag

ustu

s

Min

ggu

IV

bula

n Ag

ustu

s

Sisw

a ke

las

V da

n VI

Sisw

a ke

las

V da

n VI

Sisw

a ke

las

V da

n VI

Sisw

a ke

las

V da

n VI

dana

u

PRO

GRA

M K

EGIA

TAN

EKS

TRA

KURI

KULE

RTA

HU

N P

ELA

JARA

N 2

009/

201

0

Tabe

l 5.8

: Pro

gram

Keg

iata

n Ek

stra

kurik

uler

Tah

un P

elaj

aran

200

9/ 2

010

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

75

DAFTAR ISTILAHPengurangan Risiko Bencana Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.

Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan Negara

Pengarusutamaan PRBProses dimana pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana dikedepankan oleh organisasi/individu yang terlibat di dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan ekonomi, fisik, politik, sosial-budaya suatu negara pada level nasional, wilayah daerah dan/atau lokal; serta proses-proses dimana pengurangan risiko bencana dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tersebut

Pendidikan Siaga Bencana Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecakapan hidup dalam mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Komite Sekolah Organisasi mandiri yang dibentuk dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Ia menjadi ruang bagi orangtua, masyarakat, dan pihak sekolah menyampaikan aspirasi dan merumuskan kebijakan bagi peningkatan pendidikan di sekolah. Ia merupakan badan independen yang tidak memiliki hubungan hirarkis dengan Kepala Sekolah. Ia menjadi mitra kepala sekolah dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam memajukan sekolah.

KTSP Kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Sekolah dan kepala sekolah mengembangkan KTSP dan silabus berdasarkan a). Kerangka dasar kurikulum, b). Standar kompetensi, dibawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Provinsi.

Kurikulum Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahanpelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Daftar Istilah

76

Ekstra kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.

Standar Kompetensi ukuran kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatuproses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu.

Kompetensi kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik.

Standar Nasional Pendidikan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI. Lingkup standar nasional pendidikan meliputi: a. standar isi, b. standar proses, c. standar kompetensi lulusan, d. standar pendidik dan tenaga kependidikan, e. standar sarana dan prasarana, f. standar pengelolaan, g. standar pembiayaan, h. standar penilaian pendidikan.

Sumber/bahan belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

77

belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun; dan

Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Bencana adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, yang dapat terjadi secara tibatiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, di mana masyarakat setempat dengan segala kemampuan dan sumberdayanya tidak mampu untuk menanggulanginya.

Bahaya adalah situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.

Kerentanan adalah tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab.

Kemampuan adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana

Risiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.

Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bahaya.

Daftar Istilah

78

Mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non fisik-struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.

Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Peringatan Dini adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat, segera, tegas tidak membingungkan, resmi

Tanggap Darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.

Bantuan Darurat merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, tempat tinggal sementara, perlindungan, kesehatan, sanitasi dan air bersih

Pemulihan adalah proses pengembalian kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan melakukan upaya memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dll).

Rehabilitasi adalah upaya langkah yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.

Rekonstruksi adalah program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.

Penanggulangan Bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, mencakup tanggap darurat, pemulihan, pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Untuk SMP/MTs

79

DAFTAR PUSTAKA

Maryono, Agus, Dr-Ing Ir, MENANGANI BANJIR, KEKERINGAN DAN LINGKUNGAN; 2005, Penerbit: Gama Press- Universitas Gajah Mada, 2005.

Maryono, Agus, Dr-Ing Ir, KLH, MEMANEN AIR HUJAN: KLH, Jakarta, 2007.

Maryono, Agus, Dr-Ing Ir, EKO-HIDRAULIK PEMBANGUNAN SUNGAI:

Magister Sistem Teknik, Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, 2002.

Maryono, Agus, Dr-Ing Ir, W. Muth dan Norbert Eisenhauer (Jerman), HIDROLIKA TERAPAN, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2002.

Maryono, Agus, Dr-Ing Ir PEMBANGUNAN SUNGAI, DAMPAK dan RESTORASI SUNGAI, Gama Press- Universitas Gajah Mada, 2007.

Maryono, Agus, Dr-Ing Ir REKAYASA TANGGA IKAN (FISHWAY) : Gama Press- Universitas Gajah Mada, 2007..

Daftar Pustaka

80