buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana (prb) longsor smp/mts, puskur, undp

102

Upload: ninil-jannah

Post on 15-Aug-2015

89 views

Category:

Education


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP
Page 2: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP
Page 3: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Cover dalam

LONGSORBahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs

Penulis: Drs. Zulfikri, M.ED Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D.

PUSAT KURIKULUMBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALJAKARTA, 2009

Modul AjarPengintegrasian Pengurangan Risiko

Page 4: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko LONGSORBahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs

Penulis: Drs. Zulfikri, M.ED Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D. Editor: Ninil R Miftahul Jannah dan Dian AfriyanieIlustrator Sampul : Sandhi Ari W (SDN 3 Bantul)

Ilustrator Isi: Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T.

Lay Out Isi:Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos.

ISBN : 978-979-725-232-8

Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR)Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA

Telp : +62 21 390 5484 (hunting)Fax : +62 21 391 8604E-mail : [email protected] : www.sc-drr.org

Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP, Departement for International Development (DFID) Pemerintah Inggris dan Australian Agency For International Development (AusAID)

Page 5: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

SAMBUTAN

Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir dan

longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya.

Kesiapsiagaan merupakan hal yang penting dan harus dibangun pada setiap tingkat kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibat bencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan terhadap bencana merupakan bagian dari ketrampilan untuk kelangsungan hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu fokus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahami tanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah.

Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengembangan model-model kurikulum sebagai referensi satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.

KEPALA PUSAT KURIKULUM

Page 6: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD,

SMP dan SMA.

Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP) yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana.

Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana, pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan.

Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan bagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah.

Jakarta, Desember 2009Kepala Pusat Kurikulum

Dra. Diah Harianti, M.Psi

Page 7: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

SAMBUTAN

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan letak geografisnya pada posisi pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana. Selain itu dengan kompleksitas kondisi demografi, sosial dan ekonomi di

Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World Disaster Reduction Campaign, UNESCO).

Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana.

Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnya dalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra kurikuler.

Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana dan mensosialisasikan langkah-langkah preventif untuk mengurangi risiko bencana yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus untuk mendiseminasikan informasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi bencana.

Modul ini dapat menjadi salah satu solusi yang memungkinkan bagi para guru untuk mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan, sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami

KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Page 8: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana.

Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan, antara lain:Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan

pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari bencana di sekolah.

Membuka peluang dan membangun kreatifitas guru dalam menerapkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan dengan konteks sekolah yang dibinanya

Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensif cara pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di Sekolah.

Mendorong inisiatif para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakan pengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar.

Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi bermanfaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih tanggap terhadap ancaman bencana.

Jakarta, Desember 2009

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Pendidikan Nasional

Prof. Dr. H. Mansyur Ramly

Page 9: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

SAMBUTAN

Menyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah inisiatif guna mengurangi risiko bencana ditanah

air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 – 2009, sebagai komitmen dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan nasional, yang merupakan pelengkap dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005 – 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 – 2009 tersebut, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun 2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.

Untuk mendukung prakarsa – prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atau yang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5 tahun (2007 – 2012) dan dirancang untuk mendorong agar pengurangan risiko bencana menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui 4 pilar sasaran program SCDRR, yaitu : (1) Diberlakukannya kebijakan, peraturan dan kerangka kerja regulasi pengurangan risiko bencana; (2) Diperkuatnya kelembagaan pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik; (4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program pembangunan.

Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal, pelatihan untuk guru, kampanye dan advokasi, hingga school road show untuk kegiatan simulation drill di sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat

DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS

SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR

Page 10: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan masih sangat minim dan terpusat, khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera. Kajian kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana yang telah dilakukan di berbagai wilayah menunjukkan rendahnya tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 – 2007). Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana kedalam sistem pendidikan juga telah banyak dikaji, seperti : (1) Beratnya beban kurikulum siswa; (2) Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana ; (3) Kurangnya kapasitas dan keahlian guru dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang terdistribusi dan dapat diakses oleh guru; (5) Terbatasnya sumberdaya (tenaga, biaya dan sarana); dan (6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan, tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa.

Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional. Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra maupun ekstrakurikuler secara nasional.

Untuk mendukung implementasi kebijakan tesebut, maka SCDRR mendukung Pusat Kurikulum, Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihan pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler.

Diharapkan modul-modul yang disusun oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional ini dapat menjadi acuan standar dan/atau memperkaya bahan-bahan yang sudah ada dan sudah disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanfaat dan digunakan oleh praktisi pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan sekolah terutama didaerah rawan bencana. Terima Kasih.

Jakarta, Desember 2009

Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas

Selaku National Project Director SCDRR

Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP

Page 11: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM iii

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL v

SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL,BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR KOTAK xv

BAB I PENDAHULUAN 11.1 Landasan dan Pedoman 1

1.1.1 Landasan Filosofis 3 1.1.2 Landasan Sosiologis 4 1.1.3 Landasan Yuridis 4 1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk 4 1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke Dalam Sistem Pendidikan Nasional 5

1.2 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 7 1.2.1 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan 7 1.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 8

BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA LONGSOR 9 2.1 Fenomena Longsor di Indonesia 9

2.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya dengan istilah Gerakan Tanah 102.1.2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi 112.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng 122.1.4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak 132.1.5. Apa ciri zona rawan terkena gerakan tanah 142.1.6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor 14

Page 12: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Daftar Isi

x

2.1.7. Bagaimanakah gejala awal/tanda-tanda gerakan tanah atau longsor 152.1.8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor 182.1.9. Klasifikasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor 19

2.2 Peristiwa Longsor di Indonesia 22

BAB III PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 243.1 Pengurangan Risiko Bencana 24

3.1.1 Bencana 25 3.1.2 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas 27 3.1.3 Pengurangan Risiko Bencana 29 3.1.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana 29

3.2 Kesiapsiagaan Longsor 33 3.2.1 Tindakan Sebelum Terjadi Longsor 34 3.2.2 Tindakan Saat Terjadi Longsor 34 3.2.3 Tindakan Sesudah Terjadi Longsor 353.2.4 Adaptasi Setelah Terjadi Longsor 363.2.5 Persiapan Penanganan Bencana Oleh Masyarakat 37

BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 40 4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 40

4.2 Pemetaan Indikator Siswa 42

4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar 434.3.1 Tahap Persiapan 434.3.2 Tahap Pelaksanaan 43

BAB V PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN RISIKO LONGSOR KE DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MENENGAH (SMP/MTs) 45

5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Mata Pelajaran 48

5.1.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 495.1.2 Analisis Kompetensi Dasar yang Memungkinkan Integrasi Penanggulangan Risiko Bencana Longsor 505.1.3 Penyusunan Silabus Integrasi Pengurangan Risiko Longsor 555.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Terintegrasi 585.1.5 Model Bahan Ajar 59

5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 645.2.1 Analisis Konteks Mata Pelajaran Mulok 675.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal Pengurangan Risko Longsor 69

Page 13: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

xi

5.2.3 Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 70

5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor Pada Pada Kegiatan Pengembangan Diri dan Ekstrakurikuler 77

DAFTAR ISTILAH 78

DAFTAR PUSTAKA 82

Page 14: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Daftar Isi

xii

Page 15: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 41Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa untuk pembelajaran pengurangan risiko longsor 42Tabel 5.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 49Tabel 5.2 Analisis Standar kompetensi dan Kompetensi dasar untuk mata pelajaran terintegrasi pengurangan risiko longsor 51Tabel 5.3 Contoh Pengembangan Silabus Model Integrasi Pengurangan Risiko Longsor 56Tabel 5.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal

Pengurangan Risiko Longsor untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama 70Tabel 5.5 Contoh Pengembangan Silabus dan RPP 72

DAFTAR TABEL

Page 16: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Daftar Tabel

xiv

Page 17: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor 10Gambar 2.2 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng 11Gambar 2.3 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng 11Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng 12Gambar 2.5 Batu yang berjatuhan akibat longsor yang terjadi 23Gambar 2.6 Tumpukan kayu yang terbawa arus longsor dan banjir di Bahorok Sumatera Utara yang memakan korban sekitar 200 orang 23Gambar 2.7 Masyarakat melihat bus yang terperosok keluar dari jalan raya akibat terjangan longsoran tanah 23Gambar 2.8 Tim evakuasi bencana longsor 23Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan dan bahaya 25Gambar 3.2 Gempa bumi 26Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana 27Gambar 3.4 Mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman mengakibatkan bahaya longsor 36Gambar 3.5 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman 36Gambar 3. 6 Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal 37Gambar 3. 7 Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit 37Gambar 3. 8 Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal 37Gambar 3. 9 Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit 37Gambar 3.10 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak 37Gambar 3.11 Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi 37Gambar 5. 1 Proses Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 47

Page 18: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Daftar Gambar

xvi

Page 19: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

DAFTAR KOTAK

Kotak 5.1.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan Risiko Longsor pada Mata Pelajaran 59Kotak 5.2.1 Contoh Pengembangan Silabus dan RPP Pengurangan Risiko Longsor pada Mata Pelajaran 73

Page 20: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Daftar Kotak

xviii

Page 21: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

1.1 Landasan dan Pedoman

Berdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana (World Conference on Disaster Reduction) yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana’ memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.

Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non-pemerintah (NGO), institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang, pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005- 2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA). Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas – secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dan negara – dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknya pada tahun 2015.

HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan, dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan rakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Untuk membantu pencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentifikasi lima Prioritas Aksi yang spesifik: (1) Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas; (2) Memperbaiki informasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya keamanan dan ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuat kesiapan untuk bereaksi.

BAB IPENDAHULUAN

Page 22: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pendahuluan

2

HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup dan didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas.

Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasuk_kannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-anak dengan informasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2014 untuk Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable Development); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan menghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7) menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana.

‘Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah’ yang dikoordinir oleh UN/ISDR (United Nations/International Strategy for Disaster Reduction) hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutama yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana, gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yang sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidak sebentar dan pastilah sangat mahal.

Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru, pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas isu manajemen bencana, mendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional, pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikan antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam

Page 23: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

3

masyarakat; (2) fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium.

Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda, yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan keselamatan dan keamanan sekolah.

Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi generasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah membantu anak-anak memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup dan perlindungan aset/milik masyarakat pada saat kejadian bencana. Menyelenggarakan pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat.

Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan di sekolah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi lokal/regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik untuk dapat berpartisipasi secara aktif. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat.

Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan. Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisa dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran pengurangan risiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3) ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus mengembangkan dan menyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan diri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.

1.1.1 Landasan FilosofisBencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pengurangan risiko bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

Page 24: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pendahuluan

4

kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.

1.1.2 Landasan SosiologisAda tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertama secara geografis, demografis dan geologis, Indonesia merupakan negara rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berakibat pada terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan bencana telah dilakukan secara komprehensif yang mencakup pendekatan yang bersifat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu, pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkat pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yang aktif dalam menciptakan manajemen bencana yang efektif. Serta pentingnya partisipasi publik dan pemangku kepentingan dalam penanganan bencana.

1.1.3 Landasan YuridisPertimbangan yuridis adalah menyangkut masalah-masalah hukum serta peran hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penangan bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha-usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.

1.1.4 Pedoman Pengembangan ProdukProgram pendidikan pengurangan risiko bencana (PRB) bertujuan untuk meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.

Page 25: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

5

Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial modul dan modul pelatihan adalah: 1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.3. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.4. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025.5. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009.6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan.7. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional

Penanggulangan Bencana.8. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN

(Persetujuan ASEAN mengenai Penanggulangan Bencana dan Penanganan Darurat).

9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

10. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.11. Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan.12. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi

dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan Peraturan Mendiknas No. 6 Tahun 2007.

13. Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balitbang Depdiknas.

14. Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi.

15. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK.

16. Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.

1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana Ke Dalam Sistem Pendidikan NasionalUU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2):

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah

Page 26: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pendahuluan

6

Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunan kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17 menyebutkan:1. Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/

MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik

2. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK

Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar sesuai dengan kondisi geografis dan demografis untuk daerah, kebutuhan, potensi dan karkateristik satuan pendidikan dan peserta didik, yang selanjutnya diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pasal 1: 1. Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan

menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan.

2. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.

3. Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi ‘pendidikan layanan khusus’. Yakni “pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi”.

Page 27: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

7

1.2 Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana

1.2.1 Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan Untuk Pembangunan BerkelanjutanPada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254 untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan (Decade of Education for Sustainable Development - DESD), mulai 2005-2014, dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti yang akan dibahas di bawah DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas. Sebagaimana didefinisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21, “Pendidikan sangat penting untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran etika, nilai-nilai dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan. Baik formal dan pendidikan non-formal sangat diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan “. Pendidikan dan pengetahuan berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta kerentanan dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga memberikan kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup.

Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 – 2015 yang menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam program pendidikan. Pendidikan pengurangan risiko bencana yang mencakup semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahan melalui identifikasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah-langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana.

Oleh karena itu Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana - sebagai bagian dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development - ESD), dan mendukung kerangka ESD yang mencakup 3 aspek, yaitu: 1. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner.

Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya.

2. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan ketrampilan hidup sosial dan emosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena bencana.

3 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan Pengurangan Risiko Bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunan termasuk inisiatif DESD dihancurkan dalam hitungan detik.

Page 28: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pendahuluan

8

Kerangka kerja Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana atau pendidikan pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR sebagai berikut: “Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.”

HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaksud rekomendasi bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan informal.

“Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (2005-2015) dari PBB “.

1.2.2 Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko BencanaPendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upaya untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikan bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana. Tetapi mengembangkan motivasi, ketrampilan, dan pengetahuan agar dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko bencana.

Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah: 1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana 3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang

kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan prilaku dan motivasi,

4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana

5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secara individu maupun kolektif

6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali

komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana

9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak

Page 29: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

2.1. Fenomena Longsor di Indonesia

Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen pemicu, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Bencana secara sederhana didefinisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya mereka sendiri Pemicu merupakan faktor-faktor luar yang menjadikan potensi ancaman yang tersembunyi muncul ke bermukaan sebagai ancaman nyata. Ancaman adalah kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk menimbulkan kamatian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan.

Para ahli tentang bumi menyimpulkan bahwa bentuk muka bumi selalu dalam kondisi sementara. Artinya, alam senantiasa berproses dan proses tersebut memunculkan berbagai peristiwa alam yang memicu terjadinya longsor. Peristiwa alam sebagaimana halnya juga peristiwa yang menyebabkan longsor bukanlah “pembunuh” yang selalu meminta korban jiwa dan materi. Munculnya korban jiwa dalam suatu peristiwa alam sebagai akibat “ketidakmampuan” manusia untuk menyikapi alam secara arif. Apabila manusia memiliki kearifan dalam berinteraksi dengan alam, korban jiwa dalam berbagai peristiwa alam dapat diantisipasi sehingga dapat terhindar dari bencana.

Gejala umum: 1. Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing2. Muncul air secara tiba-tiba dari permukaan tanah di lokasi baru3. Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh4. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan

Wilayah-wilayah yang rawan akan tanah longsor:1. Pernah terjadi bencana tanah longsor di wilayah tersebut2. Berada pada daerah yang terjal dan gundul

FENOMENA DAN PERISTIWA LONGSOR BAB II

Page 30: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Fenomena dan Peristiwa Longsor

10

3. Merupakan daerah aliran air hujan4. Tanah tebal atau sangat gembur pada lereng yangmenerima curah hujan

tinggi

Berkaitan dengan hal tersebut, modul ini di samping membahas materi pokok yang perlu dipahami, juga membahas bagimana merancang pembelajaran agar siswa memiliki kompetensi siaga bencana. Materi pokok terdiri dari pengertian longsor, penyebab mengapa terjadi longsor, apa yang mengontrol, bagaimana ciri daerah rawan longsor, tanda-tanda lonsor terjadi, apa yang harus dilakukan pada saat longsor terjadi, dan apa upaya antisipasi untuk mengurangi risiko bencana, dan tindakan preventif yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana.

2.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya dengan istilah Gerakan Tanah? Umumnya masyarakat menyebut gerakan tanah sama dengan longsor. Gerakan Tanah mencakup semua jenis/proses perpindahan (pergerakan) massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng, akibat kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut terganggu. Longsor adalah proses perpindahan massa tanah/batuan pada lereng melalui bidang gelincir lengkung atau lurus. Dengan demikian, longsor merupakan salah satu jenis Gerakan Tanah.

Gambar-Gambar Berikut menunjukkan contoh Gerakan Tanah/Longsor (Gerakan tanah melalui bidang gelincir) :

Gerakan Tanah

Longsor

Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor

Page 31: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

11

2.1. 2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi? Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Hal ini merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan pegunungan dan perbukitan yang curam. Luncuran tanah akan semakin cepat sampai dengan kecepatan mencapai 30 meter per detik ketika (1) lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit; (2) lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambil momentum dalam luncuran tersebut.

Semakin curam kemiringan suatu kawasan, semakin rentan terhadap bahaya longsor. Proses terjadinya longsor dapat berawal dari air yang meresap ke dalam tanah menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.

Fenomena ini terjadi sebagai akibat dari perubahan pada komposisi, struktur, hidrologi, atau vegatasi pada suatu lereng atau kawasan. Perubahan tersebut dapat berlangsung secara perlahan-lahan maupun tiba-tiba, peristiwanya dapat berlangsung secara alami mau pun sebagai ulah manusia.

Gerakan Tanah/Longsor terjadi akibat gangguan kestabilan lereng karena gaya penahan terlampaui (lebih besar) oleh gara penggerak. Proses terjadinya gerakan dapat dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng

Gambar 2.3 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng

Page 32: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Fenomena dan Peristiwa Longsor

12

Gangguan kestabilan lereng dapat terjadi secara alami dan tindakan manusia. Berikut faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya gangguan kestabilan lereng. terjadinya perubahan komposisi, struktur, hidrologi, atau vegetasi pada suatu kawasan: 1. Meningkatnya sudut lereng sebagai akibat konstruksi baru atau karena

erosi2. Meningkatnya kandungan air yang disebabkan oleh hujan lebat atau

naiknya air tanah 3. Hilangnya tumbuh-tumbuhan karena kebakaran, penebangan pohon atau

penggundulan hutan yang mengakibatkan melemahnya partikel-partikel tanah;

4. Macetnya atau berubahnya materi-materi lereng karena kondisi cuaca dan proses alam, pemasangan pipa bawah tanah, atau penggunaan lapisan tanah sebagai tempat pembuangan sampah;

5. Getaran akibat gempa bumi, letusan, getaran mesin, atau lalu lintas;6. Penambahan beban oleh hujan , materi vulkanis, bangunan atau rembesan

dari irigasi dan system-sistem pembuangan sampah.

2.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng? Kestabilan lereng dikontrol oleh kondisi bentang alam, seperti: gunung, pegungungan, bukit, perbukitan, lereng, dan lembah. Kemiringan lereng, pelapisan batuan (stratigrafi), patahan, kekar, retakan pada lereng yang membentuk bidang atau zona lemah (struktur geologi), tata air (kondisi hidrologi) pada lereng. Faktor-faktor tersebut mengkondisikan lereng menjadi rentan (berpotensi/berbakat) longsor, namun longsor baru akan terjadi apabila ada pemicu.

Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng

Page 33: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

13

2.1. 4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak? Lereng bukanlah hal asing dalam kehidupan kita, tidak ada tempat yang tidak ada lereng, walaupun di dataran rendah. Lalu bagimana kita tahu ada lereng yang rentan bergerak? Berikut ciri lereng yang rentan bergerak: 1. Lereng yang tersusun dari tumpukkan tanah gembur dengan ketebalan

lebih 2 meter.

2. Lereng tersusun oleh pelapisan batuan miring kearah luar lereng.3. Lereng tersusun dari batuan retak-retak.4. Lembah sungai jalur patahan

5. Tebing curam tersusun oleh batuan terpotong-potong atau bongkah-bongkah batuan (rentan mengalami luncuan/gelindingan batuan).

6. Lereng tersusun oleh massa tanah dan batuan yang mudah lepas

Page 34: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Fenomena dan Peristiwa Longsor

14

7. Perbukitan gundul, curam tersusun oleh batuan/tanah yang mudah lepas.

2.1.5. Apa ciri Zona rawan terkena gerakan tanah? Zona-zona rawan terkena gerakan tanah/longsor antara lain:1. Daerah yang terletak di kaki bukit2. Daerah dengan lereng tersusun oleh tanah mudah lepas dan padat

pemukiman

2.1. 6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor? Lereng rentan tidak akan longsor tanpa ada pemicu, berikut beberapa hal yang dapat memicu gerakan tanah/longsor: Infiltrasi (resapan) air, mis : air hujan dan kolam/saluran irigasi yang tdk kedap air.1. Getaran, misalnya gempa bumi, ledakan atau getaran kendaraan berat

pada lereng.2. Pemanfaatan lahan pada lereng yang tidak tepat seperti pembebanan

lereng yang berlebihan oleh rumah/ bangunan & pohon yang terlalu lebat dan pemotongan lereng tanpa perhitungan.

Page 35: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

15

2.1.7. Bagaimanakah Gejala awal/Tanda-Tanda Gerakan Tanah atau Longsor? Pada prinsipnya peristiwa longsor dapat diprediksi karena tanda-tandanya dapat/mudah diamati. Hak ini berarti, bahaya longsor dapat diantisipasi jika kita mampu mengenali tanda-tandanya. Berikut tanda-tanda atau geja awal longsor. 1. Muncul retakan lengkung memanjang pada lereng/bangunan.2. Terjadi amblesan tanah.3. Tiba-tiba muncul rembesan air lumpur pada lereng.4. Tiba-tiba jendela dan pintu rumah pada lereng sulit dibuka, karena terjadi

perubahan bentuk konstruksi pada saat kondisi awal gerakan tanah.5. Pohon-pohon/ tiang-tiang/ rumah-rumah miring.6. Berubahnya bentuk bangunan rumah sehingga jendela/pintu sulit

dibuka.7. Terdengar suara gemuruh dari atas lereng, disertai getaran.8. Air sungai tiba-tiba keruh dan agak naik permukaannya (gejala banjir

bandang yang dipicu longsor).9. Munculnya retakan -retakan di lereng yang sejajar, biasanya terjadi setelah

hujan10. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan11. Keretakkan pada lantai dan tembok bangunan 12. Amblasnya sebagian lantai konstruksi bangunan ataupun tanah pada

lereng13. Terjadinnya penggembungan pada tebing lereng atau dinding konstruksi

penguat lereng14. Miringnya pohon-pohon dan tiang pada lereng15. Munculnya mata air baru atau rembesan air pada lereng secara tiba-tiba16. Mata air pada lereng berubah keruh secara tiba-tiba17. Runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar.

Page 36: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Fenomena dan Peristiwa Longsor

16

Tanda-tanda tesebut sebetulnya mudah dikenali, apalagi pada lereng-lereng yang curam dengan tekstur tanah yang mudah longsor. Sesuai dengan tekstur tanah, banyak wilayah kita yang termasuk rentan terhadap bahaya longsor. Risiko terjadinya longsong makin meninggi ketika memasuki musim penghujan. Pada saat intensitas curah hujan tinggi (di atas normal 115-300mm) -- biasanya sekitar bulan Februari--, potensi terjadinya tanah longsor sangat besar. Tingkat kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada daerah rawan banjir dan tanah longsor.

Jenis Gerakan Tanah/Longsor Jenis gerakan tanah terbagi menjadi 2, yaitu gerakan cepat dan gerakan lambat.

1. Gerakan Cepat: Gerakan cepat terdiri dari jatuhan/runtuhan/robohan, luncuran dan aliran. Jatuhan/runtuhan/robohan yaitu pergerakan tanpa melalui bidang gelincir. Jenis material yang bergerak biasanya terdiri dari tanah, batuan, bahan rombahakan tanah campur batuan. Jenis gerakan terdiri dari jatuhan tanah, jatuhan batuan, dan jatuhan bahan rombakan tanah serta batu.

Page 37: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

17

Luncuran yaitu pergerakan melalui bidang gelincir/bidang luncur, jenis material yang bergerak terdiri dari tanah, batuan dan bahan rombakan. Jenis gerakan disebut luncuran tanah, luncuran batuan, dan luncuan bahan rombakan tanah dan batu.

Aliran adalah pergerakan massa jenuh air. Jenis material yang bergerak adalah tanah, batuan, dan bahan rombakan. Jenis gerakan disebut aliran tanah, aliran batuan, dan aliran rombakan.

Page 38: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Fenomena dan Peristiwa Longsor

18

2. Gerakan Lambat:

Gerakan lambat disebut rayapan, yaitu pergerakan massa yang lambat. Jenis material yang bergerak adalah tanah.

Untuk lebih jelasnya, jenis gerakan dapat dilihat pada diagram berikut :

JENIS GERAKAN TANAH/LONGSOR

Jatuhan/ Runtuhan /Robohan (pergerakan tanpa melalui bidang lincir/ bidang luncur)

Luncuran(pergerakan melalui bidang

lincir/ bidang luncur)

Aliran (pergerakan massa jenuh air)

Rayapan (pergerakan massa yang Lambat)

Gerakan Cepat

Gerakan Lambat

GERAKAN TANAH

Tanah

Batuan

Bahan rombakan tanah campur batuan

Tanah

Batuan

Bahan rombakan tanah campur batuan

Tanah

Bahan Rombakan

Jatuhan Tanah

Jatuhan Batuan

Jatuhan Bahan Rombakan Tanah Dan Batu

Luncuran Tanah

Luncuran Batuan

Luncuran Bahan Rombakan Tanah Dan Batu

MEKANISME GERAKAN

JENIS MATERIALYG BERGERAK

JENIS GERAKAN TANAH

2.1. 8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor Pada umumnya kawasan rawan longsor merupakan kawasan : 1. Dengan tingkat curah hujan rata-rata yang tinggi, atau

Page 39: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

19

2. Kawasan rawan gempa, serta dicirikan dengan kondisi kemiringan lereng lebih curam dari 20o.

Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air, yang pada umumnya berada di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan kondisi seperti di atas, pada umumnya merupakan kawasan yang subur, sehingga banyak dimanfaatkan untuk kawasan budidaya, terutama pertanian dan permukiman. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait dengan tingkat kerentanan kawasan terhadap longsoran, mengakibatkan masyarakat kurang siap dalam mengantisipasi bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan apabila terjadi bencana longsor, akan menjadi lebih besar.

Disamping kawasan dengan karakteristik tersebut di atas, beberapa kawasan yang dikatagorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi: 1. Lereng-lereng pada Kelokan Sungai, akibat proses erosi atau penggerusan

oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.2. Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai,

yang ada permukimaannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisi hidrologi lereng, (Karnawati, 2000) menjelaskan bahwa daerah tekuk lereng cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap dari bagian lereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsoran.

3. Daerah yang dilalui Struktur Patahan (Sesar), yang menjadi kawasan permukiman. Daerah ini dicirikan oleh adanya lembah/sungai dengan lereng curam (> 40o) dan dan tersusun oleh batuan yang terkekarkan (retak-retak) secara intensif atau rapat, serta ditandai dengan munculnya beberapa mata air pada sungai/lembah tersebut. Retakan-retakan batuan tersebut dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air meresap dalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi getaran pada lereng.

2.1.9. Klasifikasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor Tipologi kawasan rawan bencana longsor, diklasifikasikan menjadi:

Tipologi A Daerah lereng bukit/perbukitan, atau lereng gunung/pegunungan.

Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :

1. Faktor Kondisi Alam Lereng Lereng relatif cembung dengan kemiringan lebih curam dari 20º

(40%). Kondisi tanah / batuan penyusun lereng : Lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (> 2 m), bersifat gembur dan mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual, yang umumnya menumpang di atas batuan dasamya (misal andesit, ‘breksi andesit, tur, napal, dan batulempung) yang lebih kompak (padat) dan kedap air. Lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (> 2m), bersifat gembur dan

Page 40: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Fenomena dan Peristiwa Longsor

20

mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual atau tanah kolovial, yang di dalamnya terdapat bidang kontras antara tanah dengan kepadatan lebih rendah dan permeabilitas lebih tinggi yang menumpang di atas tanah dengan kepadatan lebih tinggi dan permeeabilitas lebih rendah. Lereng yang tersusun oleh batuan dengan bidang diskontinuitas atau struktur retakan / kekar pada batuan tersebut. Lereng yang tersusun pleh perlapisan batuan miring ke arah luar lereng (perlapisan batuan miring searah kemiringan lereng), misainya perlapisan batu lempung, batu lanau, serpih, napal dan tuf.

Curah Hujan Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mm

per jam) dengan curah hujan tahunan lehih dari 2500 mm. Curah hujan kurang dari 70 mm/ jam, tetapi berlangsung menerus selama lebih dari dua jam, hingga beberapa hari.

Keairan lereng. Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,

terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeabel.

Kegempaan. Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap

gerakan tanah.

2. Faktor Aktivitas Manusia Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnya

ditanami tanaman berakar serabut, dimanfaatkan sebagai sawah./ ladang dan hutan pinus.

Dilakukan penggalian/ pemotqngan lereng, misal untuk jalan atau bangunan dan penambangan, tanpa memperhatikan struktur perlapisan tanah / batuan pada lereng dan tanpa perhitungan analisis kestabilan lereng.

Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya air kolam ke dalam lereng.

Sistem drainase tidak memadai. Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar.

3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor), yang dapat terjadi: Jatuhan yaitu jatuhan batuan, robohan batuan, dan rebahan batuan. Kuncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah, dan bahan

rombakan dengan bidang gelincir untuk lurus, melengkung atau tidak beraturan.

Aliran misalnya aliran tanah, aliran batuan dan aliran bahan rombakan batuan.

Kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan tanah.

Page 41: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

21

Dengan gerakan relatif cepat (Iebih dari 2 m per hari hingga dapat mencapai 25 m per menit).

Tipologi B Daerah kaki bukit/perbukitan, atau kaki gunung/pegunungan.

Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :

1. Faktor Kondisi Alam Lereng relatif landai dengan kemiringan sekitar 10° (20%) hingga 20°

(40%). Kondisi tanah / batuan penyusun Iereng : umumnya merupakan

lereng yang tersusun oteh tanah lempung yang mudah mengembang apabila jenuh air (jenis montmorillonite).

Curah hujan mencapai 70 mrn/jam atau 100 mml hari. Curah hujan tahunan mencapai lebih dari 2500 mm, atau kawasan rawan gempa

Keairan lereng. Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,

terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable.

2. Faktor Aktivitas Manusia Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan

merembesnya air kolam ke dalam lereng. Sistem drainase tidak memadai. Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang melampaui

daya dukung tanah.

3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor) Jenis gerakan tanah yang terjadi pada kawasan ini umumnya berupa

rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.’ Kecepatan gerakan lambat hingga menengah (kecepatannya kurang

dari 2 m per hari).

Tipologi C Daerah tebing/lembah sungai.

Kawasan rawan di daerah tebing sungai, dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :

1. Faktor Kondisi Alam Daerah belokan sungai (meandering) dengan kemiringan tebing

sungai lebih dari 10° (40%). Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial atau

batuan sedimen hasil endapan sungai dengan ketebalan lebih dari 2 m.

Page 42: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Fenomena dan Peristiwa Longsor

22

Curab hujan mencapai 70 mm/jam atau 100 mm/ hari Curah hujan tahunan mencapai lebih dari 2500 mm. sehingga debit sungai dapat meningkat dan mengerosi kaki tebing sungai.

Keairan lereng. Sering muncul rembesan-rembesa air atau mata air pada lereng,

tertitama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable.

Kegempaan. Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap

gerakan tanah.

2. Tingkat Kerawanan Kawasan Rawan Bencana Longsor Tingkat kerawanan ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap : kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah/batuan,

struktur geologi, curah hujan, dan geohidrologi lereng), pemanfaatan lereng, kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor. Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan bencana longsor, dibedakan menjadi:

Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami

gerakan tanah dan cukup padat pemukimannya, atau terdapat konstruksi bangunan sangat mahal atau penting. Kawasan ini sering mengalami gerakan tanah (longsoran), terutama pada musim hujan atau saat gempa bumi terjadi.

Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Menengah Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami

gerakan tanah, namun tidak ada permukiman serta konstruksi bangunan yang terancam relatif tidak mahal dan tidak penting.

Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Rendah Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami

gerakan tanah, namun tidak ada risiko terjadinya korban jiwa terhadap manusia ataupun risiko terhadap bangunan. Kawasan yang kurang berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya terdapat permukiman atau konstruksi penting/mahal, juga dikatagorikan sebagai kawasan dengan tingkat kerawanan rendah.

2.2. Peristiwa Longsor Di Indonesia

Bencana tanah longsor dapat terjadi jika gaya pendorong pada lereng lebih besar dari gaya penahan. Gaya pendorong diakibatkan oleh besarnya sudut kemiringan

Page 43: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

23

lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Sedangkan penyebab gaya penahan adalah kekuatan batuan dan kepadatan tanah.

Ini semua dimulai saat musim kering yang panjang, pada saat itu terjadi penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Akibatnya terjadi rongga-rongga dalam tanah yang kemudian disusul adanya retakan dan rekahan di dalam tanah.

Di Indonesia biasanya bencana tanah longsor terjadi pada bulan November. Di bulan itu intensitas curah hujan meningkat. Melalui tanah yang merekah pada musim kering itu, air hujan akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Ditambah sudut lereng yang terjal atau mencapai sekitar 180o sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dan sudah barang tentu akibat paling pahit akan dialami oleh orang yang tinggal di dekatnya. Akibat dari tanah longsor sebenarnya bisa dihindari seperti membuat vegetasi atau tidak tinggal di tempat penyebab bencana ini dapat terjadi.

Di wilayah Indonesia, menurut data Badan Geologi menyebutkan terdapat 918 lokasi rawan tanah longsor tersebar di berbagai daerah antara lain, Jawa Tengah 327 lokasi, Jawa Barat 276 lokasi, Sumatera Barat 100 lokasi, Sumatera Utara 53 lokasi, Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan Barat 23 lokasi, dan sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Timur, dan Papua.

Akhir akhir ini, sering terjadi bencana tanah longsor, yang dikaitkan dengan datangnya musim hujan. Bencana tanah longsor (landslides) di saat musim penghujan, banyak terjadi di Indonesia seperti di daerah Cilacap, Purworejo, Kulonprogo, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera dan lokasi lainnya di tanah air, bahkan terjadi di tengah kota seperti di Jakarta, Semarang, Jogjakarta dan di kota lainnya. Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan, dan sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah.

Gambar 2. 5 Batu yang berjatuhan

akibat longsor .Gambar 2. 6 Tumpukan kayu yang terbawa arus

longsor dan banjir di Bahorok Sumatera Utara yang memakan korban

sekitar 200 orang.

Kontribusi pengurangan kuat geser tanah pada lereng alam yang mengalami longsor disebabkan oleh faktor yang dapat berasal dari alam itu sendiri. Erat kaitannya dengan kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) daripada tanah pembentuk lereng sangat berpengaruh terjadinya longsoran. Misalnya, sensivitas

Page 44: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

sifat-sifat tanah lempung, adanya lapisan tanah shale, loess, pasir lepas, dan bahan organik. Bentuk butiran tanah (bulat, ataupun tajam) berpengaruh terhadap friksi yang terjadi dalam tanah, pelapisan tanah, pengaruh gempa, geomorfologi (kemiringan daerah), iklim, terutama hujan dengan intensitas tinggi atau sedang, dengan durasi yang lama di awal musim hujan, atau menjelang akhir musim hujan, menimbul¬kan perubahan parameter tanah yang berkaitan dengan pengurangan kuat gesernya.

Gambar 2. 8 Tim evakuasi bencana longsor.

Gambar 2. 7 Masyarakat melihat bus yang terperosok keluar dari jalan raya

akibat terjangan longsoran tanah

3.1. Pengurangan Risiko Bencana

Pengelolaan yang tidak baik dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencana alam, bencana akibat ulah manusia, dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah.

BAB III PENGURANGAN RISIKO LONGSOR

Page 45: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

25

Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunungapi, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun. Bahkan sekarang ini peristiwa bencana menjadi lebih sering dan terjadi silih berganti, misalnya dari kekeringan, kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir dan longsor. Akibatnya muncul anggapan bahwa bencana tersebut sebagai sesuatu hal yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang melekat pada bumi dan timbulnya korban dan kerugian disebabkan oleh beberapa faktor ketidaksiapan. Beberapa faktor tersebut adalah :

1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya 2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya

alam 3. Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman

bahaya

3.1.1. BencanaBencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Ancaman merupakan kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadap dampak ancaman bencana. Risiko merupakan suatu peluang dari timbulnya akibat buruk, atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka, kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan matapencaharian dan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi antara ancaman bencana dan kondisi kerentanan.Dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. .Menurut ISDR bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian

Page 46: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengurangan Risiko Longsor

26

suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.

Adapun komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya dampak suatu bencana antara lain sebagai berikut: bahaya, kerentanan, risiko bencana, dan kapasitas.

Terjadinya Bencana

Bahaya

Kerentanan

Kejadian

RISIKOBENCANA

BENCANA

Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan dan bahaya

Berdasarkan sumber bencananya, terdapat tiga jenis bencana: (1) bencana alam, yaitu bencana yang murni yang disebabkan oleh peristiwa alam, contohnya gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung. (2) bencana akibat ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh kekhilafan manusia seperti kebakaran dan kornsleting listrik. (3) bencana kompleks, yaitu bencana yang diakibatkan oleh gabungan antara perilaku alam dan ulah manusia sebagai contoh banjir akibat hujan diluar normal dan penggundulan hutan.

1. Bahaya Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama dan potensi bahaya ikutan. Potensi bahaya utama ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.

Page 47: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

27

Gambar 3.2 Gempa bumi

Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia.

Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.

3.1.2. Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas

Banjir, 38 %

Gempa bumi,31 %

Kebakaran, 17 %

Epidemik,4 %

Massmovwet,

2 %Letusan

Gunung merapi,3 %

Kekeringan,6 %

Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana

Page 48: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengurangan Risiko Longsor

28

Gambar di atas menunjukkan persentase orang terkena bencana berdasarkan jenis bencana di Indonesia antara kurun waktu 1980 – 2008. Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang rapuh dalam menghadapi ancaman bencana.

Perbedaan kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat besaran risiko yang mengena pada situasi bencana juga akan berbeda. Semakin mampu untuk mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka manusia akan semakin dapat mensikapinya dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan dapat memperkecil risiko bencana. Kehancuran dahsyat yang terjadi akibat gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, serta DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, juga memunculkan kebingungan bagaimana harus mensikapinya; hiruk pikuk di Alor dan Palu saat terjadi gempa menunjukkan betapa bangsa Indonesia belum mampu dengan baik menghadapi ancaman bahaya yang melingkupi.

1. Ancaman BencanaAncaman bencana seperti yang tertuang dalam UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Dr. Krishna S. Pribadi ancaman bencana merupakan:

Suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alam atau lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau kegiatan manusia, sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan bencana.

Suatu fenomena alam atau buatan manusia yang dapat menimbulkan kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan kesejahteraannya, bila terjadi di suatu lingkungan permukiman, kegiatan budi daya atau industri.

Ancaman bencana dapat bersifat membahayakan bagi suatu lingkungan akibat kondisi lingkungan yang rentan.

2. KerentananKerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya tertentu, bergantung kepada kondisinya, jenis konstruksi dan kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana.

3. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah : Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturan

serta penegakan kebijakan tersebut, terutama terkait dengan penanggulangan bencana dan upaya pengurangan risiko bencana, termasuk di dalamnya adalah lemahnya aparat penegak hukum;

Page 49: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

29

Kurangnya penyebaran informasi mengenai kebencanaan, baik melalui penyuluhan, pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukan dalam upaya-upaya pengurangan risiko bencana

Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, Kenyataan menunjukkan kerentaan cukup tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bencana. Karena kurangnya pemahaman adanya bahaya sekitarnya, maka masyarkat dikatakan rentan terhadap bencana. Bangunan dibantaran sungai, bangunan tepat di lereng tempat mengairnya lahar gunung berapi, bangunan di tepi pantai, bangunan yang permanen dan tidak tahan gempa dan lain-lain merupakan contoh kerentaan suatu lingkungan

4. KapasitasKapasitas adalah kemampuan dari masyarakat dalam menghadapi bencana. Misalnya pengetahuan rendah, maka kapasitasnya rendah, contohnya:

Tidak tahu kalau di dekat rumahnya terdapat ancaman tanah longsor Tidak tahu kalau membangun rumah di bantaran kali dapat

menyebabkan banjir Tidak tahu kalau mengikis tebing untuk diambil tanahnya dapat

menyebabkan longsor, Tidak tahu kalau menebang pohon tanpa mengganti dengan pohon

baru dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor Tidak memiliki keterampilan bagaimana membuat rumah tahan

gempa Tidak memiliki keterampilan bagaimana mengevakuasi ketika terjadi

gempa Tidak memiliki keterampilan bagaimana menyelamatkan diri dan

orang lain ketika terjadi bencana, dan lain-lain.

3.1.3. Pengurangan Risiko BencanaPengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.

3.1.4. Upaya Pengurangan Risiko Bencana

1. Mitigasi BencanaTujuan dari mitigasi bencana longsor adalah untuk mengembangkan strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan dari alam

Page 50: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengurangan Risiko Longsor

30

sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan oleh bencana longsor. Mitigasi atau pengurangan adalah upaya untuk mengurangi atau meredam risiko. Kegiatan mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu fisik dan nonfisik. Rencana mitigasi bencana longsor dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi terhadap sistem pengurangan risiko bencana yang meliputi elemen-elemen berikut :

Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi risiko bencana tersebut.

Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki oleh pemegang kebijakan.

Seperangkat peraturan, perundang-undangan dan regulasi yang menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara berbagai organisasi dan institusi yang berbeda.

Mekanisme koordinasi institusi yang kuat. Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan

code dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman. Perencanaan dan tataguna lahan dan pemukiman yang

menggabungkan kepedulian akan bencana dan pengurangan risiko. Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan risiko akibat

bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana, pendidikan, pelatihan dan penilaian.

Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pemahaman risiko.

Kerjasama dan koordinasi antar instansi, antar kota, antar organisasi.

Dalam upaya mengurangi risiko bencana maka diperlukan kesiapsiagaan yang lebih baik. Oleh karena itu siswa juga harus harus memahami pengertian dari longsor, sebab-sebab terjadinya, dampaknya, serta hal-hal apa saja yang harus diperhatikan sebelum, saat dan setelah terjadinya longsor tersebut.

2. Contoh tindakan mitigasi atau peredaman : Tindakan kesiapsiagaan Tidak menebang atau merusak hutan Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti

nimba, bambu, akar wangi, lamtoro, dsb., pada lereng-lereng yang gundul

Membuat saluran air hujan Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal Memeriksa keadaan tanah secara berkala Mengukur tingkat kederasan hujan

3. Dampak Longsor

Page 51: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

31

Tanah dan material lainya yang berada di lereng dapat runtuh dan mengubur manusia, binatang, rumah, kebun, jalan dan semua yang berada di jalur longsornya tanah.

Kecepatan luncuran tanah longsor, terutama pada posisi yang terjal, bisa mencapai 75 kilometer per jam.

Sulit untuk menyelamatkan diri dari tanah longsor tanpa pertolongan dari luar.

Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan banjir; pembangunan tanggul sungai dan lainnya

Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberian penghargaan mengenai penggunaan lahan, tempat membangun rumah, aturan bangunan

Penyediaan informasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan kurikulum pendidikan penanggulangan bencana

4. Upaya Pengurangan Risiko LongsorPenanggulangan Bencana adalah serangkaian kegiatan baik sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana. Tanah longsor tidak membawa bencana sepanjang manusia yang ada di sekitar peristiwa mampu mengantisipasinya. Korban jiwa dan material dapat dihindari apabila setiap orang memiliki kompetensi dalam mengantisipas. Berikut beberapa kemampuan yang perlu dimiliki untuk menghindari adanya korban jiwa dan materi:

Mengenali tanda-tanda/ gejala lereng akan bergerak. Pemetaan zona rentan & rawan gerakan tanah, serta Jalur Evakuasi Pemetaan letak Instansi-instansi penting (Rumah Sakit, Kantor-kantor

penting) untuk penanganan korban & pertolongan saat kondisi darurat.

Memasang tanda/memberi rambu pada lerenglereng yang rawan gerakan tanah/ menetapkan sempadan lereng

Pemasangan alat pantau atau alat peringatan dini longsor Melakukan tindakan pencegahan, misalnya pengaturan drainase

lereng (membuat saluran air permukaan & bawah permukaan), malakukan rekayasa vegetasi, dan perbaikan/pelandaian lereng.

Koordinasi dengan satlak & aparat terkait Sosialisasi serta latihan pencegahan gerakan tanah & pemeliharaan

lereng Hindari gangguan pada lereng (penggalian, pemotongan,

pembebanan dan penggundulan lereng yang tidak terkontrol)Penanggulangan Bencana

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pasal 33-38, dinyatakan, bahwa:

Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap

Page 52: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengurangan Risiko Longsor

32

meliputi:

prabencana; saat tanggap darurat; dan pasca bencana.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi:

dalam situasi tidak terjadi bencana; dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud meliputi:

perencanaan penanggulangan bencana; pengurangan risiko bencana; pencegahan; pemaduan dalam perencanaan pembangunan; persyaratan analisis risiko bencana; pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; pendidikan dan pelatihan; dan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:

pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; pemahaman tentang kerentanan masyarakat; analisis kemungkinan dampak bencana; pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak

bencana; dan alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:

pengenalan dan pemantauan risiko bencana; perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; pengembangan budaya sadar bencana; peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana;

dan penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan

bencana.

Page 53: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

33

Pencegahan meliputi:

identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana;

kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana;

pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;

penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan penguatan ketahanan sosial masyarakat.

Berdasarkan informasi dari Undang-undang tersebut, banyak hal yang dapat diidentifikasi, dijadikan bahan pengayaan bagi guru, yang tidak diajarkan ke siswa. Selain kompetensi yang harus dikuasai siswa tentu harus dikuasai guru, sebaiknya kepala sekolah dan guru menambah kompetensi lainnya seperti:

Menyusun Program untuk meningkatkan keamanan sekolah terhadap Bencana.

Menyusun rencana aksi sekolah, seperti. perencanaan penanggulangan bencana; pengurangan risiko bencana; pencegahan; pemaduan dalam perencanaan pembangunan; persyaratan analisis risiko bencana; pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; Perencanaan penanggulangan bencana meliputi: - pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; - pemahaman tentang kerentanan masyarakat; - analisis kemungkinan dampak bencana; - pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; - penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak

bencana; dan - alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak

buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:

- pengenalan dan pemantauan risiko bencana;

Page 54: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengurangan Risiko Longsor

34

- perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; - pengembangan budaya sadar bencana; - peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan

bencana; dan - penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan

bencana. Pencegahan meliputi: - identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya

atau ancaman bencana; - kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam

yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana;

- pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/ atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;

- penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan - penguatan ketahanan sosial masyarakat.

3.2. Kesiapsiagaan LongsorKesiapsiagaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengan-tisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Sebagai contoh: membangun sistem peringatan dini, penyiapan jalur evakuasi bila terjadi bencana, latihan simulasi bencana.Kesiapsiagaan diri, keluarga dan sekolah akan sangat membantu dalam mengurangi dampak bencana, baik kerugian harta maupun korban jiwa, Kesiapsiagaan dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:1. Memahami potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing2. Memahami penyebab atau tanda-tanda akan terjadinya bencana3. Memahami apa yang harus dipersiapkan dan yang harus dilakukan baik

sebelum, pada saat dan sesudah bencana.Di sekolah, guru dapat memberikan latihan kesiapsiagaan bencana longsor kepada siswa.

3.2. 1. Tindakan Sebelum Terjadi Longsor

1. Sebelum terjadi bencana kita harus sudah bisa memilih dan menentukan beberapa lokasi yang bisa kita jadikan sebagai tempat penampungan jika terjadi bencana.

2. Melatih diri dan anggota keluarga hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi bencana longsor.

3. Mendiskusikan dengan semua anggota keluarga tempat di mana anggota keluarga akan berkumpul usai bencana terjadi.

4. Mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi keperluan yang dibutuhkan

Page 55: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

35

seperti: Makanan kering seperti biskuit, air minum, kotak kecil berisi obat-obatan penting, lampu senter dan baterai cadangan, Lilin dan korek api, kain sarung, satu pasang pakaian dan jas hujan, surat berharga, fotokopi tanda pengenal yang dimasukkan kantong plastik, serta nomor-nomor telepon penting.

5. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko longsor : Pembuatan sistem peringatan dini Membuat sistem pemantauan ancaman Membuat sistem penyebaran peringatan ancaman Pembuatan rencana evakuasi Membuat tempat dan sarana evakuasi Penyusunan rencana darurat, rencana siaga Pelatihan, gladi dan simulasi atau ujicoba Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini

3.2. 2. Tindakan Saat Terjadi LongsorTanda-tanda yang muncul:

Muncul gerakan tanah, pengembungan lereng atau rembesan air 1. Segera keluar dari daerah longsoran atau aliran reruntuhan/puing ke area

yang lebih stabil2. Bila melarikan diri tidak memungkinkan, lingkarkan tubuh anda seperti

bola dengan kuat dan lindungi kepala Anda. Posisi ini akan memberikan perlindungan terbaik untuk badan Anda.

3. Segera menutup retakan tanah dengan material kedap (minimbun dengan tanah lempung), agar air hujan tidak meresap masuk ke dalam lereng.

4. Segera membuat saluran air permukaan yang kedap air, untuk mengalirkan air permuikaan (air hujan) menjauh dari lereng yang retak.

5. Segera membuat saluran bawah permukaan (dengan pipa/ bambu) untuk menguras air yang telah meresap ke dalam lereng.

6. Menjauh dari lereng rentan pada saat hujan.7. Jangan melakukan penggalian tanah di bawah lereng terjal. Hal ini akan

menyebabkan daya dukung tanah melemah dan berpotensi terjadi longsor

8. Seluruh langkah di atas JANGAN DILAKUKAN apabila hujan masih berlangsung, harus menunggu hujan reda selama beberapa jam

3.2. 3. Tindakan Sesudah Terjadi Longsor

1.Tanggap darurat

Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana terjadi untuk mengurangi dampak bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta benda.

Contoh tindakan tanggap darurat:

Page 56: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengurangan Risiko Longsor

36

Evakuasi Pencarian dan penyelamatan Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD) Pengkajian cepat kerusakan dan kebutuhan Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi, pangan,

sandang, papan, kesehatan, konseling Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi, transportasi,

listrik, pasokan air untuk mendukung kelancaran kegiatan tanggap darurat

Hindari daerah longsoran, dimana longsor susulan dapat terjadi Periksa korban luka dan korban yang terjebak longsor tanpa langsung

memasuki daerah longsoran Bantu arahkan SAR ke lokasi longsor Bantu tetangga yang memerlukan bantuan khususnya anak-anak,

orang tua dan orang cacat Dengarkan siaran radio lokal atau televisi untuk informasi keadaan

terkini Waspada akan adanya banjir atau aliran reruntuhan setelah longsor Laporkan kerusakan fasilitas umum yang terjadi kepada pihak yang

berwenang Periksa kerusakan pondasi rumah dan tanah disekitar terjadinya

longsor Tanami kembali daerah bekas longsor atau daerah di sekitarnya untuk

menghindari erosi yang telah merusak lapisan atas tanah yang dapat menyebabkan banjir bandang

Mintalah nasihat untuk mengevaluasi ancaman dan teknik untuk mengurangi risiko tanah longsor

3.2. 4. Adaptasi Setelah Terjadi Longsor

Bagaimana pencegahan terhadap tanah longsor? Pencegahan terhadap tanah longsor dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, vegetasi LOKAL atau melakukan penanaman pohon yang mempunyai sifat berakar dalam, bertajuk ringan, cabang-cabangnya mudah tumbuh setelah dipangkas misalnya lamtoro (leucaena eucocephala) dan pete (parkia sp) dan membatasi lahan sawah dan kolam. Kedua, lakukan penanaman pohon pada tebing, seperti misalnya pohon sonokeling, sono sisoo, dan sono brit. Ketiga, di kaki lereng dilakukan penanaman swietenia macrophylla atau swietenia microphylla (mahony with large leaves Albisia (albisia) dan bambu. Keempat, pada alur sungai ditanam bambu (bambu apus) ditanam pada alur-alur erosi mengikuti kontur dengan jarak 0.3 m x 0.3 m.

Di samping itu jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman. Hal ini akan mengakibatkan beban tanah

Page 57: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

37

meningkat dan mengakibatkan tanah longsor. Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman.

Gambar 3. 4 Mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman mengakibatkan bahaya longsor.

Gambar 3. 5 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal

bila membangun permukiman.

Dihimbau tidak mendirikan rumah atau membuat pemukiman di tepi lereng yang terjal. Pembangunan rumah atau pemukiman yang benar adalah di lereng bukit. Bukankah korban akibat tanah longsor yang banyak terjadi diakibatkan oleh pembangunan rumah atau pemukiman di bawah lereng yang terjal atau rawan longsor? Selanjutnya yang termasuk larangan adalah jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. Dan pembangunan rumah yang salah dilakukan di lereng bukit.

Gambar 3. 6 Jangan mendirikan

bangunan di bawah tebing

yang terjal.

Gambar 3. 7 Pembangunan rumah

yang salah di lereng bukit.

Page 58: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengurangan Risiko Longsor

38

Gambar 3. 8 Jangan mendirikan

permukiman di tepi lereng yang terjal.Gambar 3. 9 Pembangunan rumah

yang benar di lereng bukit

Larangan lain untuk mengurangi bahaya tanah longsor adalah jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. Di samping itu jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi.

Gambar 3. 10 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak.

Gambar 3.11Jangan mendirikan rumah

di tepi sungai yang rawan erosi

3.2. 5. Persiapan Penanganan Bencana oleh Masyarakat

1. Mengurangi Kemungkinan/DampakDalam upaya mengurangi dampak bencana di suatu wilayah, tindakan pencegahan perlu dilakukan oleh masyarakatnya. Pada saat bencana terjadi, korban jiwa dan kerusakan yang timbul umumnya disebabkan oleh kurangnya persiapan dan sistem peringatan dini. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu.

Bencana bisa menyebabkan kerusakan fasilitas umum, harta benda dan korban jiwa. Dengan mengetahui cara pencegahannya masyarakat bisa mengurangi risiko ini.

2. Menjalin KerjasamaPenanggulangan bencana hendaknya menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah serta pihakpihak terkait. Kerjasama ini sangat penting untuk memperlancar proses penanggulangan bencana.

Dalam setiap kejadian bencana di Indonesia ada beberapa pihak yang

Page 59: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

39

bekerja sama dalam melakukan usaha-usaha penanganannya. Adalah hak masyarakat untuk menghubungi instansi terkait ini karena keberadaan pihak-pihak tersebut adalah untuk mendampingi masyarakat dalam usaha penanggulangan bencana. Hubungan dengan pihak-pihak tersebut sebaiknya dijalin dalam tahap sebelum bencana, saat bencana dan setelah bencana. Untuk memperkuat kesiapsiagaan, masyarakat bisa mendapatkan pelatihan dan bantuan dari instansi/organisasi seperti Dinas Sosial, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Search and Rescue (SAR), Rumah Sakit (Unit Gawat Darurat), Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat), Polisi Daerah, Hansip / Linmas, Palang Merah Indonesia (PMI), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Media Massa, dan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB).

3. RehabilitasiUpaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan.

4. RekonstruksiPenguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.

Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian, antara lain: (1) perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap), (2) modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan), (3) vegetasi kembali lereng-lereng, dan (4) beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.

Page 60: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor

Potret keadaan geografis wilayah Indonesia yang sangat rentan terjadi bencana tanah longsor mengharuskan para siswa di Indonesia memiliki pengetahuan tentang bencana tersebut dan bagaimana upaya pencegahannya melalui

berbagai kegiatan yang dapat dilakukan sesuai keadaan dan potensi peserta didik. Pada jenjang sekolah dasar, para siswa sudah dapat diberikan pengetahuan dasar tentang bencana tanah longsor dan upaya pencegahan secara sederhana sehingga ketika bencana itu benar-benar terjadi, mereka dapat melakukan upaya penyelamatan diri. Selain itu, dalam upaya mencegah tanah longsor, para siswa dapat diajak untuk berperan serta dalam pelestarian lingkungan di sekitar mereka.

Muatan Pendidikan PRB untuk siswa SMP disusun dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

1. Kepentingan dan kemampuan peserta didik dan lingkungannyaMuatan pendidikan PRB dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki peluang atau kesempatan untuk selamat dan membantu orang lain agar selamat ketika banjir terjadi. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut perlu peningkatan kompetensi/kapasitas peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan, termasuk kearifan lokal yang dimiliki masyarakat dalam lingkungan tersebut. Kegiatan pembelajaran PRB berpusat pada peserta didik.

2. Keragaman risiko bahaya dan karakteristik daerah dan lingkunganSetiap daerah memiliki risiko, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan PRB sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus mengakomodir keragaman tersebut yang relevan dengan kebutuhan pendidikan PRB.

3. Kondisi sosial budaya masyarakat setempatPengembangan muatan pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat diperlukan, termasuk kearifan lokal yang ada.

BAB IVMATERI PEMBELAJARANPENGURANGAN RISIKO LONGSOR

Page 61: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

41

4. Peningkatan kesadaran akan adanya risiko bencana akibat longsorMuatan pendidikan PRB dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kesadaran siswa akan adanya risiko bahaya longsor. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman terjadinya longsor, zona rawan longsor, hal-hal yang terjadi ketika dan setelah longsor.

5. Peningkatan kompetensi/kapasitas diri agar dapat mengurangi bahaya bencana yang diakibatkan banjir

Pendidikan PRB dilakukan secara sistematik dan terpadu dengan pendidikan mata pelajaran lain, untuk meningkatkan kompetensi siswa secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal, agar selamat ketika banjir terjadi. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.

6. Menyeluruh dan berkesinambunganSubstansi muatan pendidikan PRB mencakup keseluruhan dimensi kompetensi yang diperlukan, dimensi kognitif, psikomotor dan afektif.

7. Belajar sepanjang hayat Pengembangan muatan pendidikan PRB diarahkan kepada proses pengem-bangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

Adapun materi pembelajaran pengurangan risiko longsor untuk setiap jenjang kelas adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor

KELAS

VII

VIII

IX

MATERI PEMBELAJARAN

Penyebab longsor Tindakan pencegahan risiko bahaya longsor Tindakan pemeliharaan lingkungan

Cara pencegahan longsor Menghindari bahaya longsor Tindakan pemeliharaan lereng rentan agar tidak longsor

Siaga menghadapi longsor: Menyelamatkan diri dari bencana longsor Praktik tindakan pemeliharaan lingkungan dan lereng rentan agar tidak longsor

Page 62: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor

42

4.2 Pemetaan Indikator Siswa

Sasaran akhir dari pengintegrasian pembelajaran pengurangan risiko bencana (PRB) ini adalah terjadinya perubahan sikap pada diri setiap siswa. Perubahan sikap dimaksud adalah terjadinya perubahan pada cara berfikir dan bertindak siswa yang selama ini “acuh” atau tidak peduli dengan pengendalian risiko bencana menjadi peduli, terutama untuk melindungi diri sendiri, teman, saudara, sehingga menjadi acuan bagi orang lain. Perwujudan sikap tersebut diawali dengan pemahaman terhadap bahaya longsor, mulai dari kemampuan membaca tanda-tanda kawasan rawan longsor, tanda-tanda akan terjadi longsor, tindakan pencegahan agar tidak terjadi korban pada saat longsor terjadi, serta tindakan pencegahan jangka panjang. Jika kemampuan ini dimiliki oleh setiap siswa, diharapkan peristiwa alam tidak akan memakan korban jiwa atau benda, atau setidaknya jumlah korban dapat ditekan seminimal mungkin.

Artinya, setiap anak memiliki kompetensi untuk mengantisipasi sebelum terjadi longsor, melakukan tindakan yang tepat pada saat terjadi longsor, melakukan tindakan yang tepat setelah bencana terjadi. Apabila kompetensi ini dimiliki oleh setiap siswa, walaupun peristiwa longsor tidak dapat dihindari, korban dapat diminimalkan.

Indikator merupakan ukuran yang dapat dijadikan sebagai bukti bahwa siswa telah menguasai kompetensi yang dibelajarkan. Rumusan indicator harus terukur dan menggambarkan alat serta proses evaluasi sesuai dengan tuntutan kompetensi.

Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa untuk pembelajaran pengurangan risiko longsor

MATERI PEMBELAJARAN INDIKATOR

Penyebab longsor. Tindakan pencegahan risiko. bahaya longsor. Tindakan pemeliharaan lingkungan.

Cara pencegahan longsor. Menghindari bahaya longsor. Tindakan pemeliharaan lereng rentan agar tidak longsor.

lereng rentan longsor.

tidak boleh dilakukan pada lereng dan lahan yang rentan longsor.

diri dari bencana longsor.

kelestarian lingkungan rawan longsor.

lereng akan longsor sudah muncul.

tindakan pemeliharaan lingkungan.

memelihara lereng.

KELAS

VII

VIII

IX Menyelamatkan diri dari bencana longsor. Praktik tindakan pemeliharaan lingkungan dan lereng rentan agar tidak longsor.

longsor.

bencana longsor.

pencegahan dan penyelamtan diri dari bencana longsor.

Tabel Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor dan Indikator Prilaku Siswa untuk Setiap Jenjang Kelas

Page 63: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

43

MATERI PEMBELAJARAN INDIKATOR

Penyebab longsor. Tindakan pencegahan risiko. bahaya longsor. Tindakan pemeliharaan lingkungan.

Cara pencegahan longsor. Menghindari bahaya longsor. Tindakan pemeliharaan lereng rentan agar tidak longsor.

lereng rentan longsor.

tidak boleh dilakukan pada lereng dan lahan yang rentan longsor.

diri dari bencana longsor.

kelestarian lingkungan rawan longsor.

lereng akan longsor sudah muncul.

tindakan pemeliharaan lingkungan.

memelihara lereng.

KELAS

VII

VIII

IX Menyelamatkan diri dari bencana longsor. Praktik tindakan pemeliharaan lingkungan dan lereng rentan agar tidak longsor.

longsor.

bencana longsor.

pencegahan dan penyelamtan diri dari bencana longsor.

Tabel Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor dan Indikator Prilaku Siswa untuk Setiap Jenjang Kelas

MATERI PEMBELAJARAN INDIKATOR

Penyebab longsor. Tindakan pencegahan risiko. bahaya longsor. Tindakan pemeliharaan lingkungan.

Cara pencegahan longsor. Menghindari bahaya longsor. Tindakan pemeliharaan lereng rentan agar tidak longsor.

lereng rentan longsor.

tidak boleh dilakukan pada lereng dan lahan yang rentan longsor.

diri dari bencana longsor.

kelestarian lingkungan rawan longsor.

lereng akan longsor sudah muncul.

tindakan pemeliharaan lingkungan.

memelihara lereng.

KELAS

VII

VIII

IX Menyelamatkan diri dari bencana longsor. Praktik tindakan pemeliharaan lingkungan dan lereng rentan agar tidak longsor.

longsor.

bencana longsor.

pencegahan dan penyelamtan diri dari bencana longsor.

Tabel Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor dan Indikator Prilaku Siswa untuk Setiap Jenjang Kelas

4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar

4.3.1 Tahap persiapanDalam rangka persiapan pengintegrasian pendidikan pengurangan resiko bencana tanah longsor ada beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian, yaitu:1. Berpusat pada kondisi daerah potensi bencana dan jenis bencana yang

terjadi serta kebutuhan pengetahuan, pemahaman, dan penerapan penanggulangan bencana.

2. Pendidikan PRB mengikuti prinsip beragam yaitu dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah potensi bencana serta integrasi ke dalam matapelajaran, Muatan Lokal dan Pengembangan Diri. Dimungkinkan pula untuk dikembangkan dalam materi pengembangan diri atau dapat bentuk kegiatan temporer, bahkan dalam bentuk lainnya.

3. Tanggap terhadap perkembangan dengan memperhatikan perkembangan kondisi wilayah setempat, kemajuan iptek, dan pengembangan potensi daerah setempat.

4. Relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat agar dapat diterapkan dalam situasi yang membutuhkan.

5. Pendidikan PRB disusun untuk dipergunakan dan dikembangkan dengan berkesinambungan sehingga memuat pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif dan melekat dalam kehidupan siswa.

4.3.2 Tahap PelaksanaanPendekatan pengintegrasian Pengurangan Resiko Bencana dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar sebagai berikut:1. Berorientasi pada Perkembangan Anak

Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik, maka perlu memperhatikan perbedaan secara individual. Dengan demikian dalam kegiatan yang disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang dimulai dari cara sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-aku-an ke rasa sosial.

2. Berorientasi pada Kebutuhan AnakKegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada

Page 64: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor

44

kebutuhan anak dan dimaksudkan untuk mengoptimalkan semua aspek perkembangan anak. Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan berdasarkan pada perkembangan dan kebutuhan masing-masing anak.

3. Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan MenyenangkanProses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dengan menggunakan strategi, metode, materi/bahan, dan media yang menarik serta mudah diikuti oleh anak.

4. Menggunakan Berbagai Media dan Sumber BelajarSetiap kegiatan untuk menstimulasi perkembangan potensi anak, perlu memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, antara lain lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik. Penggunaan berbagai media dan sumber belajar dimaksudkan agar anak dapat bereksplorasi dengan benda-benda di lingkungan sekitarnya.

5. Mengembangkan Kecakapan HidupProses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup melalui penyiapan lingkungan belajar yang menunjang berkembangnya kemampuan menolong diri sendiri, disiplin dan sosialisasi serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.

Page 65: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Permendiknas No.41 thn 2007 tentang Standar Proses mengamanatkan bahwa proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar Dlakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta

didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, proses pembelajaran juga harus menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

Berbagai model pembelajaran dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar agar anak mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna sesuai dengan tingkat perkembangannya. Untuk itu, guru perlu mengupayakan kegiatan pembelajaran tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat diberikan pada siswa SMP/MTS adalah model pembelajaran terintegrasi.

Pembelajaran integrasi adalah pembelajaran yang memasukkan materi tertentu ke dalam suatu bidang studi dengan menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan. Diharapkan pembelajaran integrasi ini dapat memotivasi anak dalam belajar dan memberikan pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang bermakna bagi anak.

Bahan ajar dikembangkan berdasarkan materi yang berkaitan dengan pengurangan risiko bahaya longsor dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan siswa. Untuk siswa SMP/MTS, bahan ajar tidak terlalu akademis, dan berisi hal-hal yang praktis dan mampu menggugah sikap. Pengembangan bahan ajar perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. Sahih Materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Pengertian ini juga berkaitan dengan keaktualan materi, sehingga materi yang diberikan dalam pembelajaran tidak ketinggalan jaman dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.

2. Tingkat Kepentingan Dalam memilih materi di sini perlu dipertimbangkan pertanyaan berikut: Sejauh mana materi tersebut penting dipelajari? Penting untuk siapa? Dimana dan mengapa penting?. Dengan demikian, materi yang dipilih untuk diajarkan tentunya memang yang benar-benar diperlukan oleh siswa.

PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN RISIKO LONGSOR KE DALAM KURIKULUM TINGKAT

SATUAN PENDIDIKAN MENENGAH (SMP/MTS) BAB V

Page 66: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

46

3. Kebermanfaatan Manfaat harus dilihat dari semua sisi, baik secara akademis maupun non akademis. Bermanfaat secara akademis artinya guru harus yakin bahwa materi yang diajarkan dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan berikutnya. Bermanfaat secara non akademis maksudnya adalah bahwa materi yang diajarkan dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skills) dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari

4. Layak dipelajari Materinya memungkinkan untuk dipeljari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah, atau tidak terlalu sulit), maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat)

5. Menarik minat Materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi siswa untuk mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada siswa harus mampu menumbuhkembangkan rasa ingin tahu, sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.

Oleh karena sasaran utama dalam pengintegrasian pendidikan pengurangan risiko bencana ini adalah perubahan atau pembentukan sikap, maka proses pembelajaran yang paling diutamakan adalah simulasi, praktik, dan kreatifitas siswa. Simulasi dapat dilakukan melalui sosiodrama, atau peragaan yang mirip dengan situasi yang sebenarnya. Guru perlu mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan, perencanaan pembelajaran, alokasi waktu, dan perencanaan evaluasi.

Sejalan dengan pembelajaran, evaluasi harus mengukur ketercapaian kompetensi, yaitu perubahan sikap/perilaku siswa berkaitan dengan kesiapsiagaan menghadapi bencana. Sasaran evaluasi adalah hasil dan proses pembelajaran.

Proses di atas dapat gambarkan dalam kerangka kerja sebagai berikut:

Page 67: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Substansi

Pembelajaran

Proses Eksogenik

Bentuk Muka Bumi

Proses Endogenik

Bentang Alam

Gunung, Pegunungan Bukit, Perbukitan

Lereng, Lembah

Longsor

Ciri Kawasan Rentan Longsosor

Jenis Longsor Tanda- tanda akan

terjadi longsor

Penanggulangan Risiko Bencana Pencegahan

(Prevensi) Mitigasi Adaptasi

Membangun sikap: Waspada dan Siaga bencana

Perencanaan (silabus dan

RPP)

Metode Pembelajaran:

Praktik/simulasi

Evaluasi Hasil dan Proses

Bahan Ajar

Gambar 5. 1 Proses Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor

Page 68: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

48

5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Mata Pelajaran

Tahapan dalam pengintegrasian materi PRB terhadap mata pelajaran di tingkat SMP/MTs sebagai berikut :

1. Identifikasi Materi Pembelajaran tentang PRBKonsep mengenai pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran pokok dalam kurikulum, diantaranya: IPA Terpadu, IPS Terpadu, Bahasa Indonesia, Muatan Lokal, dan Penjas Orkes.

2. Analisis KD yang Memungkinkan dapat diintegrasikan dengan PRBKompetensi-kompetensi dasar yang terdapat pada KTSP dapat diintegrasikan dengan materi PRB dalam bentuk model KTSP daerah bencana. Model ini disusun sesuai dengan kondisi, kebutuhan, potensi, dan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik di daerah bencana yang diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau referensi bagi satuan pendidikan di daerah lain yang punya karakteristik yang sama.

Setelah kurikulum, bahan ajar sebagai acuan yang lebih operasional dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah, merupakan komponen yang sangat berperan dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai bencana dan kesiapsiagaan bencana terhadap warga negara, khususnya peserta didik.

3. Menyusun Silabus yang Terintegrasi PRBSilabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar yang diintegrasikan dengan nilai-nilai pengurangan risiko bencana (PRB).Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

Silabus Integrasi PRB dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah dan jenis ancaman bencana yang rentan di wilayahnya. Langkah-langkah penyusunan silabus yang mengintegrasikan PRB diantaranya adalah sebagai berikut. Mengkaji dan menentukan standar kompetensi (SK) yang dapat

diintegrasikan dengan PRB. Mengkaji dan menentukan kompetensi dasar (KD) yang sesuai dengan SK

yang diintegrasikan. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi (dengan mengacu pada

SK dan KD). Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran yang sesuai dengan PRB

longsor. Mengembangkan kegiatan pembelajaran berintegrasi PBR longsor, seperti

penyampaian informasi bahaya longsor, simulasi penyelamatan diri,

Page 69: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

49

pertolongan pertama, dan lainnya. Menentukan Jenis Penilaian. Menentukan Alokasi Waktu. Menentukan Sumber Belajar yang berhubungan dengan PRB longsor.

4. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)Rencana pembelajaran merupakan langkah awal dari suatu manejemen pembelajaran yang berisi kebijakan strategik tentang pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan. Dalam rencana pembelajaran selalu terdapat komponen yang saling berkaitan yaitu tujuan, bahan ajar, metode/teknik, media, alat evaluasi, dan penjadwalan setiap langkah kegiatan. Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan diintegrasikan dengan nilai-nilai usaha pengurangan risiko bencana (PRB).RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. RPP yang terintegrasi PRB longsor disusun sesuai dengan KD yang relevan dengan materi ajar PRB longsor.

5.1.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor

Berbagai materi mengenai pengurangan risiko longsor yang dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran telah diidentifikasi dalam tabel berikut.

Tabel 5.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor

NO. TAHAPAN PERISTIWA BENCANA

MATERI PEMBELAJARAN

Pengetahuan tentang alam sekitar (tanah, batuan). Pengetahuan tentang jenis longsor. Pengetahuan tentang daerah-daerah yang rawan longsor. Pengetahuan tentang hal-hal yang menyebabkan longsor. Pengetahuan tentang hal-hal yang dapat mencegah longsor. Pengetahuan tentang pelestarian alam.

Sebelum Terjadi Bencana.

Saat Terjadi Bencana. Pengetahuan tentang gejala umum tanah longsor. Pengetahuan dan keterampilan tentang upaya penyelamatan diri saat longsor. Pengetahuan tentang pihak-pihak yang dapat dimintai bantuan saat terjadi bencana longsor.

1.

2.

3. Setelah Terjadi Bencana. Pengetahuan tentang ancaman bencana susulan. Pengetahuan tentang evakuasi korban longsor.

Page 70: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

50

5.1.2 Analisis Kompetensi Dasar yang Memungkinkan Integrasi Penanggulangan Risiko Bencana Longsor

Standar kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam mengantisipasi bahaya longsor adalah mampu mengantisipasi sebelum longsor terjadi, bertindak tepat pada saat dan setelah setelah longsor terjadi. Berkaitan dengan hal tersebut, siswa harus dilatih agar memiliki kemampuan dalam melakukan tindakan praktis untuk (1) menghindari dan menyelamatkan diri dari bencana longsor; (2) Berpartisipasi dalam membantu upaya pemeliharaan lingkungan dan lereng rentan agar tidak longsor.

Di bawah ini terdapat contoh analisis Kompetensi Dasar dari beberapa mata pelajaran yang dapat diintegrasikan dalam pendidikan pengurangan risiko bencana longsor.

Page 71: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

KELA

SM

ATER

I PEM

BELA

JARA

NPR

B

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SI

SWA

(Ind

ikat

or

Pem

bela

jara

n PR

B)

MAT

A

PELA

JARA

NST

AN

DA

R KO

MPE

TEN

SI (S

K)

KOM

PETE

NSI

DA

SAR

(KD

)

VII

Sebe

lum

ben

cana

mun

cul,

IPA

IPS

glob

e

Tabe

l 5.2

Ana

lisis

Sta

ndar

kom

pete

nsi d

an K

ompe

tens

i das

ar u

ntuk

mat

a pe

laja

ran

terin

tegr

asi p

engu

rang

an ri

siko

long

sor

Page 72: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

KELA

SM

ATER

I PEM

BELA

JARA

NPR

B

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SI

SWA

(Ind

ikat

or

Pem

bela

jara

n PR

B)

MAT

A

PELA

JARA

NST

AN

DA

R KO

MPE

TEN

SI (S

K)

KOM

PETE

NSI

DA

SAR

(KD

)

VII

Sebe

lum

ben

cana

Page 73: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

KELA

SM

ATER

I PEM

BELA

JARA

NPR

B

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SI

SWA

(Ind

ikat

or

Pem

bela

jara

n PR

B)

MAT

A

PELA

JARA

NST

AN

DA

R KO

MPE

TEN

SI (S

K)

KOM

PETE

NSI

DA

SAR

(KD

)

VIII

Sebe

lum

ben

cana

IPA

IPS

IND

ON

ESIA

PEN

JASK

ES

PKN

Page 74: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

KELA

SM

ATER

I PEM

BELA

JARA

NPR

B

IND

IKAT

OR

PRIL

AKU

SI

SWA

(Ind

ikat

or

Pem

bela

jara

n PR

B)

MAT

A

PELA

JARA

NST

AN

DA

R KO

MPE

TEN

SI (S

K)

KOM

PETE

NSI

DA

SAR

(KD

)

IPA

IPS

BAH

ASA

IN

DO

NES

IA

PEN

JASK

ES

AG

AM

A

IX

Page 75: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

55

5.1.3 Penyusunan Silabus Integrasi Pengurangan Risiko Longsor

Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat komponen yang harus dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik dan lingkungannya. Komponen tersebut terdiri atas Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Silabus harus menjawab pertanyaan kompetensi apa yang harus dicapai anak? Bagaimana cara mencapainya? Dan bagaimana cara menilai ketercapaian kompetensi itu?

Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP.

Page 76: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Kom

pete

nsi D

asar

Mat

eri P

okok

Pem

bela

jara

nIn

dika

tor

Peni

laia

n

Tekn

ikIn

stru

men

Cont

oh In

stru

men

Alo

kasi

W

aktu

Sum

ber d

an

Med

ia

Men

desk

ripsi

kan

kera

-ga

man

ben

tuk

muk

a bu

mi,

pros

es p

em-

bent

ukan

, dan

dam

-pa

knya

terh

adap

ke

hidu

pan.

Men

gam

ati g

amba

r da

n m

emba

ca

litra

tur g

amba

r be

ntuk

an-

bent

ukan

di m

uka

bum

i.

pro

ses

alam

end

ogen

y

ang

men

yeba

bkan

t

erja

diny

a be

ntuk

m

uka

bum

i.

Tuga

s m

andi

ri Ki

nerja

da

n pr

oduk

Buat

lah

cerit

a ya

ng m

eng-

gam

bark

an p

rose

s al

am y

ang

men

yeba

bkan

terja

diny

a ke

raga

man

ben

tuk

muk

a bu

mi.

8 JP

Be

rbag

ai li

tera

tur

tent

ang

pem

-be

ntuk

kan

muk

a bu

mi.

Men

gam

ati g

amba

r da

n m

emba

ca li

te-

ratu

r ten

tang

gej

ala-

geja

la d

iast

ropi

sme

dan

vulk

anis

me.

Men

gam

ati p

eta

seba

ran

tipe

gunu

ng

api d

i Ind

ones

ia.

gej

ala

dias

trop

ism

e d

an v

ulka

nism

e se

rta

seb

aran

tipe

gun

ung

api

.

Hub

unga

n be

ntuk

m

uka

bum

i de-

ngan

keh

idup

an

man

usia

.

Men

disk

usik

an b

er-

baga

i dam

pak

atau

pe

ngar

uh b

entu

k m

uka

bum

i ter

hada

p ke

hidu

pan

seha

ri-ha

ri.

fak

tor-

fakt

or p

enye

- b

ab te

rjadi

nya

kem

i- r

inga

n pa

da le

reng

.

Tuga

s Ke

lom

pok

Tuga

s Ke

lom

pok

Tuga

s Ke

lom

pok

Kine

rja

dan

prod

uk

Kine

rja

dan

prod

uk

Cerit

akan

mel

alui

gam

bar b

er-

baga

i tip

e ke

miri

ngan

den

gan

ciri-

cirin

ya.

Dia

gram

, gam

bar,

foto

, ala

t per

aga,

pe

ta/a

tlas/

glob

e.

Dia

gram

, gam

bar,

foto

, ala

t per

aga,

pe

ta/a

tlas/

glob

e.

Dia

gram

, gam

bar,

foto

, ala

t per

aga,

pe

ta/a

tlas/

glob

e.

Dia

gram

, gam

bar,

foto

, ala

t per

aga,

pe

ta/a

tlas/

glob

e.

Long

sor s

ebag

ai

sala

h sa

tu g

ejal

a al

am d

an k

aita

n-ny

a de

ngan

per

i-la

ku m

anus

ia.

Men

disk

usik

an lo

ng-

sor s

ebag

ai s

alah

sa

tu b

entu

k ris

iko

benc

ana

berk

aita

n de

ngan

ciri

ben

tuk

muk

a bu

mi.

dam

pak

kem

iring

an

tana

h de

ngan

keh

i- d

upan

man

usia

.

Jeni

s-je

nis

Long

sor

Men

cerit

akan

ga

mba

r, di

agra

m d

an

gra�

k b

erba

gai j

enis

m

acam

long

sor

bese

rta

kara

kter

istik

nya.

jen

is-je

nis

lare

ng

den

gan

kar

akte

ristik

nya.

Tuga

s in

divi

du

Prod

uk

Prod

uk

Upa

ya p

enan

g-gu

lang

an ri

siko

be

ncan

a.

Mem

pera

gaka

n be

rbag

ai u

paya

pe

nang

gula

ngan

ris

ioko

ben

cana

.

risik

o ba

haya

long

sor

berk

aita

n de

ngan

ko

mpo

sisi

, tek

stur

, hi

drol

ogi a

tau

vege

tasi

su

atu

kaw

asan

.

Buat

lah

papa

ran

tent

ang

risik

o ba

haya

long

sor y

ang

men

je-

lask

an te

ntan

g ke

rent

anan

dan

up

aya

men

gant

isip

asin

ya.

Tabe

l 5.3

Con

toh

Peng

emba

ngan

Sila

bus

Mod

el In

tegr

asi P

engu

rang

an R

isik

o Lo

ngso

r

Seko

lah

: S

MP

Kela

s

: V

II (t

ujuh

)M

ata

Pela

jara

n : I

lmu

Peng

etah

uan

Sosi

alSe

mes

ter

: 1

(sat

u)

Stan

dar K

ompe

tens

: M

emah

ami l

ingk

unga

n ke

hidu

pan

man

usia

.

Tabe

l 5.3

Con

toh

Peng

emba

ngan

Sila

bus

Mod

el In

tegr

asi P

engu

rang

an R

isik

o Lo

ngso

r

Seko

lah

: SM

P

Kela

s

: V

II (t

ujuh

)

Mat

a Pe

laja

ran

: I

lmu

Peng

etah

uan

Sosi

al

Sem

este

r

: 1 (s

atu)

Stan

dar K

ompe

tens

i :

Mem

aham

i lin

gkun

gan

kehi

dupa

n m

anus

ia.

Page 77: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Kom

pete

nsi D

asar

Mat

eri P

okok

Pem

bela

jara

nIn

dika

tor

Peni

laia

n

Tekn

ikIn

stru

men

Cont

oh In

stru

men

Alo

kasi

W

aktu

Sum

ber d

an

Med

ia

Page 78: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

58

5.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran TerintegrasiRencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap Kompetensi Dasar (KD) yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terdiri atas:

1. Identitas mata pelajaran Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.

2. Standar kompetensiStandar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.

3. Kompetensi dasarKompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.

4. Indikator pencapaian kompetensiIndikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

5. Tujuan pembelajaranTujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

6. Materi ajarMateri ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.

7. Alokasi waktuAlokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian Kompetensi Dasar dan beban belajar.

Page 79: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

59

8. Metode pembelajaranMetode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

5.1.5 Model Bahan Ajar

Kotak 5.1.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan Risiko Longsor pada Mata Pelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Nama Sekolah : SMP

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS )

Kelas/Semester : VII/I

Standar Kopetensi : Memahami lingkungan kehidupan manusia

Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukannya, dan dampaknya terhadap kehidupan.

Indikator : Menentukan tindakan darurat yang harus segera dilakukan apabila gejala lereng akan longsor sudah muncul,

Mengenali berbagai tindakan yang tidak boleh dilakukan pada lereng dan lahan yang rentan longsor.

Mempraktekkan tindakan pencegahan bencana longsor secara benar

Mempraktikan tindakan penyelamatan diri dari bencana longsor secara benar

Terampil dalam membantu tindakan pemeliharaan lingkungan

Mempraktikan tindakan dalam memelihara lereng yang rentan agar longsor dapat dicegah.

Selalu peduli dan berusaha menjaga kelestarian lingkungan rawan longsor.

Waspada dan siap melakukan tindakan pencegahan dan penyelamtan diri dari bencana longsor.

Alokasi Waktu : 4 Jam (2 x pertemuan)

Tujuan Pembelajaran :

Setelah selesai melakukan kegiatan pembelajaran, siswa dapat :• Menentukantindakandaruratyangharussegeradilakukan

apabila gejala lereng akan longsor sudah muncul,

Page 80: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

60

• Mengenaliberbagaitindakanyangtidakbolehdilakukanpadalereng dan lahan yang rentan longsor.

• Mempraktekkantindakanpencegahanbencanalongsorsecarabenar

• Mempraktikantindakanpenyelamatandiridaribencanalongsorsecara benar

• Terampildalammembantutindakanpemeliharaanlingkungan• Mempraktikantindakandalammemeliharalerengyangrentan

agar longsor dapat dicegah.• Selalupedulidanberusahamenjagakelestarianlingkungan

rawan longsor, • Waspadadansiapmelakukantindakanpencegahandan

penyelamtan diri dari bencana longsor.

Metode Pembelajaran :1. Simulasi 2. Diskusi kelompok 3. Penugasan secara mandiri dan kelompok 4. Observasi 5. Membuat model/peragaan

Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan AwalGuru membuka pelajaran dengan:

• Menyajikaninformasiataudatatentangrisikobencan.• Menyediakangambar-gambaryangrelevan• Mengajukanbeberapapertanyaanawalyangterkaitdengan

materi yang akan dibahas.

Kegiatan Inti• Memperagakandanmendiskusikanberbagaiupayapenanggulangan

risiko bencana melalui sosio drama

Kesimpulan :

Page 81: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

61

• Melengkapi gambar/cerita

Kegiatan ini dapat di awali dengan mendiskusikan berita tentang longsor, berikut contoh berita/wacan.

Korban Longsor Gotong-Royong Bangun Rumah Darurat

Kamis, 11 Juni 2009 | 15:06 WITA

FATULEU, POS KUPANG.Com -- Sebanyak 32 kepala keluarga (KK) di Desa Tolnaku, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang yang menjadi korban tanah longsor, kini bergotong royong membangun rumah darurat di lokasi yang baru setelah perkampungan mereka rusak akibat longsor.

“Kami saat ini masih fokus pada pembangunan tempat tinggal. Yang kami bangun itu adalah bangunan darurat berupa dapur saja,” kata Fredik Mau, korban bencana longsor di Desa Tolnaku, saat dihubungi dari Kupang, Selasa (9/6/2009).

Mau menuturkan, pembangunan rumah darurat itu menggunakan bahan-bahan lokal yakni daun gewang dan bebak (pelepah lontar). Rumah yang dibangun berukuran 5 x 4 meter.

Mau menjelaskan, semenjak terjadinya bencana longsor pada 12 Februari 2009 lalu, warga kehilangan tempat tinggal serta tanaman perkebunan.

“Dari 32 KK itu kami semua harus bangun rumah darurat secara swadaya. Kami kerja gotong-royong sehingga memudahkan. Jadi bangun satu KK punya selesai baru bangun lagi yang lain,” katanya.

Saat ini, lanjutnya, mereka baru menyelesaikan tiga unit rumah darurat untuk tiga KK, sedangkan lainnya masih dalam pengumpulan bahan bangunan. Untuk mengumpulkan bahan bangunan lokal, mereka harus berjalan kaki sekitar dua sampai lima kilometer.

“Kami bangun satu rumah memakan waktu satu minggu, itupun kalaupun bahannya sudah terkumpul semua, kalau tidak bisa sampai dua minggu lebih,” ujar Mau.

Mau menambahkan, pemerintah setempat pernah menawarkan memberikan bantuan berupa satu unit truk untuk mengangkut daun gewang, namun warga memikirkan hal itu bisa diangkut sendiri sehingga bantuan pemerintah bisa pada hal-hal lain yang tidak bisa mereka jangkau. (yel) (Sumber: Pos Kupang)

• Pertanyaanpokokpadasaatdiskusidanpembahasan• Apayangmenjadiideutamaberita?• Tindakanapayangdilakukandanmengapa• Apa yang akan dilakukan jika kamu adalah orang yang sebagai

korban?

Page 82: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

62

• Buatlahsimulasi/skenarioapayangterjadiberdasarkanberitadiatas,lalu peragakan di depan kelas. Lakukan modifikasi agar cerita menjadi lebih menarik.

• Membuat model pencegahan bencana, tanggap darurat, dan proses adaptasi untuk pencegahan terjadinya bencana di masa datang

Model tanggap darurat

• Melakukan eksebisi di masyarakat melalui simulasi penanggulangan bencana.

Page 83: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

63

PenutupPembelajaran dapat diakhiri dengan menarik kesimpulan. Guru memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk menyimpulkan dengan cara mereka sendiri.

E. Sumber dan Media Pembelajaran Peta, globe, bacaan tentang bencana longsor, foto, video, observasi lapangan.

F. Model EvaluasiF. Model Evaluasi

Catatan : Rentang pencapaian / ketuntasan dapat dikonversi ke skala 0-100% atau 1-10

RENTANG PENCAPAIAN

1 2 3 4 5INDIKATOR INSTRUMENNO

Mengenali gejala awal lereng akan longsor.

Menggambarkan dampak perilaku manusia terhadap kerentanan bahaya longsor.

Menguraikan cara pencegahan bahaya longsor.

Menentukan tindakan darurat yang harus segera dilakukan apabila gejala lereng akan longsor sudah muncul.

Mengenali berbagai tindakan yang tidak boleh dilakukan pada lereng dan lahan yang rentan longsor.

Mempraktekkan tindakanpencegahan bencana longsor secara benar.

Mempraktikan tindakan penyelamatan diri dari bencana longsor secara benar.

Terampil dalam membantu tindakan pemeliharaan lingkungan

Mempraktikan tindakan dalam memelihara lereng yang rentan agar longsor dapat dicegah.

Selalu peduli dan berusaha menjaga kelestarian lingkungan rawan longsor.

Waspada dan siap melakukan tindakan pencegahan dan penyelamatan diri dari bencana longsor.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Ceritakan melalui gambar tentang gejala awal (tanda-tanda) terjadinya longsor.

Tunjukkan cara-cara tindakan pengendalian risiko bencana dengan tepat melalui model.

Tunjukkan cara-cara tindakan pengendalian risiko bencana dengan tepat melalui model.

Tunjukkan cara-cara tindakan pengendalian risiko bencana dengan tepat melalui model.

Buatlah laporan hasil wawancara tentang risiko bahaya longsor di sekitar tempat tinggalmu.

Rancanglah sebuah karya dan diperlihatkan kepada masyarakat tentang pentingnya pencegahan bahaya longsor.

Melakukan kegiatan sosialisai pencegahan penelamatan diri.

Melakukan kegiatan sosialisai pencegahan penelamatan diri.

Laporan hasil kegiatan keterlibatan dalam berbagai kegiatan pencegahan risiko bencana.

Laporan hasil kegiatan keterlibatan dalam berbagai kegiatan pencegahan risiko bencana.

Laporan hasil kegiatan keterlibatan dalam berbagai kegiatan pencegahan risiko bencana.

Page 84: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

64

Tindak Lanjut

Hasil belajar yang dievaluasi lebih ditekankan pada kinerja dan sikap/perilaku siswa. Melalui instrumen yang tepat, perubahan sikap/perilaku/kinerja siswa. Instrumen digunakan di sepanjang proses berlangsung, guru dapat memberikan catatan di sepanjang proses berlangsung. Hasil akhir dari proses ini akan menggambarkan tingkat pencapaian/ketuntasan, apabila guru dapat melakukan secara tepat, pada akhir pembelajaran usahakan semua anak mencapai ambang batas minimum yang diharapkan.

Apabila guru dapat melakukan evalusai di sepanjang proses pembelajaran, maka ketidakmampuan siswa dapat diantisipasi sejak dini. Dengan demikian, tidak ada siswa yang tidak tuntas di akhir pembelajaran. Sebagai contoh, jika dalam skala 5, posisi 3 merupakan ambang batas minimum, jika ada anak pada indicator pertama berada di posisi 2, atau 1, untuk anak yang bersangkutan diberikan pembinaan agar hal-hal yang belum dikuasai dapat diantisipasi sejak awal. Sementara bagi anak yang berada di atas ambang batas, seperti 4 dan 5, anak yang bersangkutan diberikan pengayaan. Dalam upaya mencapai ketuntasan minimum bagi setiap anak, anak-anak yang telah mencapai abang batas atau berada di ambang batas minimum terlebih dahulu, mereka dapat menjadi “tutor” sebaya bagi anak yang belum tuntas.

5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor

Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran Muatan Lokal ditentukan oleh satuan pendidikan disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing.

Muatan Lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi dan harus diwujudkan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran Muatan Lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan mata pelajaran Muatan Lokal mendukung dan melengkapi mata pelajaran yang lain.

Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis Muatan Lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran Muatan Lokal. Pelaksanaan pembelajaran Muatan Lokal dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan kompetensi yang dicapai.

Page 85: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

65

Tujuan

Muatan Lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional.

Lebih jelas lagi agar peserta didik dapat:1. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya,

2. Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya,

3. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

4. Menyadari lingkungan dan masalah-masalah yang ada di masyarakat serta dapat membantu mencari pemecahannya.

5. Memiliki keterampilan khusus yang dapat menciptakan lapangan kerja.

Acuan Pengembangan1. Potensi dan kebutuhan lingkungan;

2. Kebutuhan, minat dan bakat peserta didik;

3. Ketersediaan daya dukung/potensi satuan pendidikan internal dan eksternal.

Potensi Lingkungan1. Sumber Daya Alam (SDA)

2. Sumber Daya Manusia

3. Geografis

4. Budaya

5. Historis

Kedudukan Muatan LokalMata pelajaran Muatan Lokal mempunyai kedudukan yang sama dengan mata pelajaran lain. Hal ini sesuai dengan Struktur Kurikulum pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006, karena memiliki alokasi waktu sebanyak 2 jam pelajaran per minggu di setiap satuan pendidikan. Apabila dipandang perlu, sekolah dapat menambahkan alokasi waktu lebih dari 2 jam sesuai dengan kebutuhannya.

Page 86: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

66

Ruang Lingkup1. Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah. Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah Meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai

dengan keadaan perekonomian daerahMeningkatkan penguasaan bahasa asing untuk keperluan sehari-hari, dan

menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat)

Meningkatkan kemampuan berwirausaha.

2. Lingkup isi/jenis Muatan Lokal, Memiliki ciri khas dan potensi daerah. Mata pelajaran Muatan Lokal meliputi cakupan: Budaya Lokal, Keterampilan Wirausaha/Keterampilan Pra-vokasional, Pendidikan Lingkungan dan Kekhususan Lokal lain. Pada akhirnya dari ketiga lingkup tersebut bersinergi membentuk kecakapan hidup (life skill) yang dimiliki peserta didik.

Berkaitan dengan hal tersebut, pembelajaran pengurangan risiko longsor juga dapat diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, yaitu sebagai muatan lokal. Bencana longsor dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Semua anggota masyarakat harus paham bagaimana cara-cara yang aman untuk mengantisipasi bahya longsor. Bukan hanya bagi mereka yang bermukim di daerah rawan longsor saja, anggota masyarakat yang tinggal di daderah yang aman pun perlu memahaminya. Mungkin saja suatu saat mereka berurusan dengan bahaya longsor mengingat topografi wilayah Indonesia banyak yang rawan longsor.

Untuk itu, satuan pendidikan perlu mempertimbangkan pengurangan risiko longsor menjadi salah satu mata pelajaran muatan lokal. Namun demikian, karena standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran muatan lokal harus dikembangkan sendiri, sebaiknya sebelum melakukan penyusunan mata pelajaran muatan lokal, satuan pendidikan perlu melakukan studi atau analisis konteks terlebih dahulu.

Page 87: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

67

5.2.1 Analisis Konteks Mata Pelajaran MulokAnalisis konteks diperlukan untuk menjawab sejumlah pertanyaan: 1. Mengapa pelajaran pengurangan risiko bencana longsor diperlukan? 2. Seberapa penting siswa memiliki kompetensi tersebut3. Bagaimana ketersediaan bahan ajar?4. Siapa yang mengajarkan, adakah guru yang ahli dalam mengajarkan hal

tersebut?5. Bagaimana metode pembelajarannya? Jangan sampai pembelajaran hanya

bersifat teori, karena yang diperlukan bukan penguasaan teori, melainkan sikap dan perilaku.

6. Bagiamana system penilaianya?

Pertanyaan tersebut harus dijawab, untuk itu kita perlu mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi.

Kekuatan Kekuatan dapat diperoleh dari ketersediaan bahan ajar, atau tenaga yang dimiliki. Kemudahan memperoleh bahan ajar misalnya disebabkan karena di daerah dekat sekolah tersebut terdapat pemukiman yang rawan longsor. Hal ini menjadi kekuatan karena akan memotivasi siswa untuk belajar bagaimana tindakan penyelamatan diri untuk mengurangi risiko bencana longsor. Kekuatan juga dapat diperoleh dari mudahnya akses sumber belajar dan ketersediaan tenaga ahli di sekitar sekolah.

Kelemahan Kelemahan dapat bersumber dari sulitnya mendapat bahan belajar atau tenaga ahli di bidang itu. Namun kelemahan bukan berarti hambatan, atau menjadi penghambat, kelemahan justeru menjadi inspirasi bagi sebagian orang mencari peluang.

PeluangBanyak orang berfikir bahwa kelemahan dapat menjadi peluang. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung program penghijauan di sekitar lereng, dapat menjadikan peluang bagi sekolah untuk melakukan pendidikan masyarakat antara lain melalui pembelajaran muatan lokal.

TantanganTantangan sering kali muncul dari perilaku masyarakat pada umumnya. Misalnya terkait dengan kebiasaan mereka yang tidak memperhatikan aspek keamanan jangka panjang.Kondisi tersebut dapat dijadikan dasar untuk memperkuat alasan perlunya penanggulangan bencana menjadi salah satu mata pelajaran muatan lokal.

ImplementasiMelalui implementasi Muatan Lokal yang dikembangkan di satuan pendidikan, peserta didik diharapkan dapat:1. mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan

Page 88: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

68

2. alam, sosial, dan budaya daerah; 3. mememiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan

mengenai lingkungan yang berguna bagi dirinya dan masyarakat pada umumnya;

4. memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya daerah;

5. berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat dan pemerintah daerah.

Langkah Awal Penyusunan Mulok1. Identifikasi keadaan dan kebutuhan lingkungan/daerah2. Identifikasi potensi satuan pendidikan3. Menentukan muatan lokal4. Menyiapkan perangkat dan sarana pendukung muatan lokal5. Kerjasama dengan pihak lain

Rambu-rambu Penyusunan Mulok

Rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam penyusunan muatan lokal 1. Dalam menyusun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta

silabusnya dapat melaksanakan muatan lokal sendiri sesuai dengan yang diprogramkan

2. Bagi yang belum mampu menyusun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus muatan lokal sendiri, dapat bekerjasama dengan satuan pendidikan terdekat yang masih dalam satu kecamatan/kotamadya. Bila beberapa sekolah dalam satu kecamatan/ kotamadya belum mampu mengembangkan muatan lokal, dapat meminta bantuan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) dari Dinas atau LPMP.

3. Materi pembelajaran muatan lokal hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosi, dan sosial. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran diatur agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak mengganggu penguasaan mata pelajaran lain. Oleh karena itu, pelaksanaan muatan lokal menghindari adanya pekerjaan rumah (PR).

4. Program pembelajaran muatan lokal hendaknya dikembangkan secara kontekstual dengan melihat kedekatan dengan peserta didik yang meliputi kedekatan secara fisik dan psikis. Dekat secara fisik maksudnya materi pembelajaran muatan lokal terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis maksudnya bahwa materi pembelajaran dan informasinya mudah dipahami oleh peserta didik sesuai dengan perkembangan usianya. Untuk itu, bahan pembelajaran muatan lokal hendaknya disusun berdasarkan prinsip belajar yaitu bertitik tolak dari: (a) hal-hal konkret ke abstrak; (b) yang diketahui ke yang belum diketahui; (c) pengalaman lama ke pengalaman baru; (d) yang mudah/ sederhana ke yang lebih sukar/ rumit. Selain itu materi pembelajaran/ pelajaran hendaknya bermakna/ bermanfaat bagi peserta didik sebagai

Page 89: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

69

bekal mereka dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.5. Materi pembelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi guru dalam

memilih metode pembelajaran dan sumber belajar seperti buku, sarana lain dan nara sumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan potensi di lingkungan sekolah, misalnya dengan memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/ industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu guru hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses pembelajaran, baik secara mental, fisik, maupun sosial.

6. Materi pembelajaran muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pembelajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik.

7. Pengalokasian waktu untuk materi pembelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah minggu efektif untuk muatan lokal pada setiap semester.

5.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal Pengurangan Risko LongsorStandar kompetensi merupakan kemampuan yang meyeluruh mencakup tiga ranah kemampuan (kognitif, psikomotor, dan afektif ). Kompetensi dasar merupakan bagian atau dapat juga disebut tahapan dari pencapaian standar kompetensi. Indikator, merupakan ciri atau bukti bahwa kompetensi tersebut dikuasai oleh siswa.

Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah sebagai berikut:1. Pengembangan Standar Kompetensi

Standar kompetensi adalah menentukan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan.

2. Pengembangan Kompetensi DasarKompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain yang sesuai.

Rambu-rambu Penyusunan SK-KD1. Pengembangan SK dan KD Muatan Lokal ditentukan sekolah berdasarkan

hasil analisis kondisi dan kebutuhan daerah, potensi peserta didik, dukungan internal dan eksternal

2. Sistematika pengembangannya:Latar BelakangTujuanRuang Lingkup

Page 90: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

70

Penentuan SK dan KDArah Pengembangan

3. SK dapat menunjukkan kemampuan umum yang diharapkan dapat dimililiki peserta didik setelah melakukan proses pembelajaran.

4. KD dijabarkan dari SK yang merupakan kemampuan minimal yang harus dimiliki setiap peserta didik setelah melakukan proses pembelajaran.

5. Indikator dijabarkan dari KD sebagai penanda bahwa kompetensi dalam KD telah tercapai

6. SK, KD dan Indikator pada mulok penganggulangan kebakaran hendaknya ditujukan untuk mencapai kompetensi kognitif, afektif dan psikomotorik.

Berikut contoh penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal.

Tabel 5.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama

Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (Tanah Longsor), SMP

STANDAR KOMPETENSI

Menerapkan perilaku siaga bencana, sebelum, pada saat dan setelah terjadi bencana sehingga mampu menghindari risiko.

KOMPETENSI DASAR

Mengantisipasi dan menyelamatkan diri dari bahaya bencana longsor.

Berpartisipasi dalam membantu upaya pemeliharaan lingkungan dan lereng rentan agar tidak longsor.

Mempraktekkan tindakan pemeliharaan lingkungan dan lereng rentan agar tidak longsor.

5.2.3 Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Silabus muatan lokal harus memenuhi prinsip-prinsip pengembangan silabus yaitu: ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, aktual dan kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.

Pengembangan silabus meliputi: 1. Pengkajian SK dan KD, 2. Identifikasi Materi Pembelajaran,3. Pengembangan Kegiatan Pembelajaran, 4. Perumusan indikator pencapaian kompetensi,5. Penentuan jenis penilaian,6. Penentuan alokasi waktu, 7. Penentuan sumber belajar

Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)RPP mulok pengurangan tanah longsor disusun dan dikembangkan

Page 91: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

71

berdasarkan silabus yang telah dibuat dengan mengikuti kaidah yang benar. Dalam mulok pengurangan risiko tanah longsor hendaknya dalam metode pembelajaran lebih menekankan pada demonstrasi dan simulasi.

PenilaianPenilaian pencapaian Standar Kompetensi maupun Kompetensi Dasar dilakukan berdasarkan indikator, menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, portofolio, dan penilaian diri, sesuai dengan jenis mulok pengurangan risiko tanah longsor.

Page 92: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

KOM

PETE

NSI

D

ASA

R (K

D)

MAT

ERI P

OKO

KPE

MBE

LAJA

RAN

IND

IKAT

OR

ALO

KA

SIW

AK

TUSU

MBE

R D

AN

M

EDIA

PEN

ILA

IAN

TEKN

IKIN

STRU

MEN

CON

TOH

INST

RUM

EN

Men

gide

nti�

kasi

pe

nyeb

ab lo

ngso

r. M

engi

dent

i�ka

si

ciri-

ciri

laha

n da

n le

reng

rent

an

long

sor.

Men

gena

li ge

jala

aw

al le

reng

aka

n lo

ngso

r.

Men

ggam

bark

an

dam

pak

peril

aku

man

usia

terh

adap

ke

rent

anan

bah

aya

long

sor.

Men

gura

ikan

car

a pe

nceg

ahan

ba

haya

long

sor.

Tuga

s m

andi

ri.

Tuga

sm

andi

ri.

Tuga

sin

divi

du.

Tuga

ske

lom

pok.

Tuga

s m

andi

ri.

Tuga

sm

andi

ri.

Tuga

sin

divi

du.

Tuga

ske

lom

pok.

Mem

buat

resu

me,

tabe

l, da

n de

skrip

si te

ntan

g pe

nyeb

ab lo

ngso

r.

Mem

buat

resu

me,

tabe

l, da

n de

skrip

si te

ntan

g ci

ri la

han

dan

lere

ng ra

wan

lo

ngso

r. M

embu

at m

odel

.

Men

yiap

kan

papa

ran,

pa

m�e

t.

Pem

apar

an d

an p

erag

aan

mod

e.

4 JP

Peta

, gam

bar,

vide

o, w

acan

a.

Peta

, gam

bar,

vide

o, w

acan

a.

Peta

, gam

bar,

vide

o, w

acan

a.

Peta

, gam

bar,

vide

o, w

acan

a.

Peta

, gam

bar,

vide

o, w

acan

a.

Men

disk

usik

an b

enca

na

long

sor y

ang

beru

pa

peny

ebab

, upa

ya

penc

egah

an, c

ara

peny

elam

atan

diri

(a

spek

kog

nitif

).

Prak

tek

tinda

kan

prak

tis

untu

k pe

nceg

ahan

dan

pe

nyel

amat

an d

iri.

Lat

ihan

ket

ram

pila

n pe

nceg

ahan

dan

pe

nyel

amat

an d

iri d

ari

benc

ana

long

sor,

mis

al

dila

kuka

n tia

p bu

lan

di

kela

s de

ngan

ban

tuan

�l

m v

ideo

unt

uk s

imul

asi

benc

ana

long

sor,

atau

tia

p ta

hun

di s

ekol

ah.

Men

erap

kan

peril

aku

siag

a be

ncan

a,

sebe

lum

, pa

da s

aat d

an

sete

lah

terja

di

benc

ana

sehi

ngga

mam

pu

men

ghin

dari

risik

o.

Peny

ebab

long

sor.

Ciri-

ciri

laha

n da

n le

reng

rent

an

long

sor.

Gej

ala

awal

lere

ng

akan

long

sor.

Tind

akan

dar

urat

ya

ng h

arus

seg

era

dila

kuka

n ap

abila

ge

jala

lere

ng a

kan

long

sor m

uncu

l, se

rta

berb

agai

tin

daka

n ya

ng ti

dak

bole

h di

laku

kan

pada

lere

ng d

an

laha

n ya

ng re

ntan

lo

ngso

r.

Cont

oh P

enge

mba

ngan

Sila

bus

dan

RPP

Cont

oh S

ilabu

s

: Ilm

u Pe

nget

ahua

n So

sial

Seko

lah

: SM

P N

eger

i 1 P

adan

g Ke

las

: VII

(tuj

uh)

Mat

a Pe

laja

ran

: S

iaga

Ben

cana

Lon

gsor

(Mua

tan

Loka

l) Se

mes

ter

: 1

(sat

u) St

anda

r Kom

pete

nsi

: Men

erap

kan

peril

aku

siag

a be

ncan

a, s

ebel

um, p

ada

saat

dan

set

elah

terja

di b

enca

na s

ehin

gga

mam

pu m

engh

inda

ri ris

iko.

Tabe

l 5.5

Con

toh

Peng

emba

ngan

Sila

bus

dan

RPP

Seko

lah

: SM

P

Kela

s

: V

II (t

ujuh

)

Mat

a Pe

laja

ran

:

Siag

a Be

ncan

a Lo

ngso

r (M

uata

n Lo

kal)

Sem

este

r

: 1 (s

atu)

Stan

dar K

ompe

tens

i : M

ener

apka

n pe

rilak

u si

aga

benc

ana,

seb

elum

, pad

a sa

at d

an s

etel

ah te

rjadi

ben

cana

seh

ingg

a m

ampu

men

ghin

dari

risik

o.

Page 93: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

73

Kotak 5.2.1 Contoh Pengembangan Silabus dan RPP Pengurangan Risiko Longsor pada Mata Pelajaran

Pengembangan RPP Muatan Lokal

Nama Sekolah : SMP

Mata Pelajaran : Siaga Bencana Longsor (Muatan Lokal)

Kelas/Semester : VII/I

Standar Kompetensi : Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan, dan dampaknya terhadap kehidupan

Kopetensi Dasar : Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan, dan dampaknya terhadap kehidupan.

Indikator : Mengidentifikasi penyebab longsor, Mengidentifikasi ciri-ciri lahan dan lereng rentan longsor,

Mengenali gejala awal lereng akan longsor.

Menggambarkan dampak perilaku manusia terhadap kerentanan bahaya longsor

Menguraikan cara pencegahan bahaya longsor

Alokasi Waktu : 4 jam pelajaran (2 x pertemuan)

1. Tujuan Pembelajaran :

Setelah selesai melakukan kegiatan pembelajaran, siswa dapat : Mengidentifikasi penyebab longsor, Mengidentifikasi ciri-ciri lahan dan lereng rentan longsor, Mengenali gejala awal lereng akan longsor. Menggambarkan dampak perilaku manusia terhadap kerentanan

bahaya longsor Menguraikan cara pencegahan bahaya longsor

2. Metode Pembelajran : Simulasi Diskusi kelompok Penugasan secara mandiri dan kelompok Observasi Membuat model/peragaan

3. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Page 94: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

74

Pertemuan ke-1

Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan Awal

Guru membuka pelajaran dengan: Melakukan refleksi tentang alam dan muka bumi Menyajikan gambar-gambar yang relevan Mengajukan beberapa pertanyaan awal yang terkait dengan materi

yang akan dibahas.

Kegiatan Inti

Mendiskusikan bencana longsor yang berupa penyebab, upaya pencegahan, cara penyelamatan diri sesuai dengan kondisi yang ada di lingkungan setempat.

Sebelum terjadi longsor

Pada saat terjadi longsor

Setelah terjadi longsor

Praktek tindakan praktis untuk pencegahan dan penyelamatan diri.

Gambar tindakan pencegahan dan penyelematan diri.

Latihan ketrampilan pencegahan dan penyelamatan diri dari bencana longsor, misal dilakukan tiap bulan di kelas dengan bantuan film video untuk simulasi bencana longsor, atau tiap tahun di sekolah.

Page 95: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

75

Gambar melakukan simulasi pencegahan dan penyelamatan diri.

Kesimpulan :

Penutup

Pembelajaran dapat diakhiri dengan menarik kesimpulan. Guru memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk menyimpulkan dengan cara mereka sendiri.

Page 96: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)

76

4. Sumber dan Media Pembelajaran

Peta, globe, bacaan tentang longsor, foto, video, observasi lapangan.

5. Model EvaluasiF. Model Evaluasi

Catatan : Rentang pencapaian / ketuntasan dapat dikonversi ke skala 0-100% atau 1-10

INSTRUMEN

Menceritakan secara lisan, tertulis atau melalui gambar.

Melengkapi gambar atau diagram yang tersedia.

Ceritakan melalui gambar berbagai ciri lahan dan lereng rentan longsor. Ceritakan melalui gambar berbagai gejala awal longsor.

Ceritakan melalui diagram, dan cerita lisan/tertulis tentang dampak perilaku manusia terhadap longsor dan sebaliknya. Mempersiapkan paparan, lea�et, dan bahan diskusi, kampanye tentang bahaya longsor.

RENTANG PENCAPAIAN

1 2 3 4 5

Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan, dan dampaknya terhadap kehidupan.

Mengidenti�kasi penyebab longsor.

Mengidenti�kasi ciri-ciri lahan dan lereng rentan longsor.

Mengenali gejala awal lereng akan longsor.

Menggambarkan dampak perilaku manusia terhadap kerentanan bahaya longsor.

Menguraikan cara pencegahan bahaya longsor.

INDIKATORNO

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Tindak Lanjut

Hasil belajar yang dievaluasi lebih ditekankan pada kinerja dan sikap/perilaku siswa. Melalui instrumen yang tepat, perubahan sikap/perilaku/kinerja siswa. Instrumen digunakan di sepanjang proses berlangsung, guru dapat memberikan catatan di sepanjang proses berlangsung. Hasil akhir dari proses ini akan menggambarkan tingkat pencapaian/ketuntasan, apabila guru dapat melakukan secara tepat, pada akhir pembelajaran usahakan semua anak mencapai ambang batas minimum yang diharapkan.

Apabila guru dapat melakukan evalusai di sepanjang proses pembelajaran, maka ketidakmampuan siswa dapat diantisipasi sejak dini. Dengan demikian, tidak ada siswa yang tidak tuntas di akhir pembelajaran. Sebagai contoh, jika dalam skala 5, posisi 3 merupakan ambang batas minimum, jika ada anak pada indicator pertama berada di posisi 2, atau 1, untuk anak yang bersangkutan diberikan pembinaan agar hal-hal yang belum dikuasai dapat diantisipasi sejak awal. Sementara bagi anak yang berada di atas ambang batas, seperti 4 dan 5, anak yang bersangkutan diberikan pengayaan. Dalam upaya mencapai ketuntasan minimum bagi setiap

Page 97: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

77

anak, anak-anak yang telah mencapai abang batas atau berada di ambang batas minimum terlebih dahulu, mereka dapat menjadi “tutor” sebaya bagi anak yang belum tuntas.

5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor Pada Pada Kegiatan Pengembangan Diri dan Ekstrakurikuler

Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstrakurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.

Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstrakurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat megembangankan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.

Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram dilaksanakan secara lansung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik.

Page 98: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Daftar Istilah

78

DAFTAR ISTILAHPengurangan Risiko Bencana Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.

Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan Negara

Pengarusutamaan PRBProses dimana pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana dikedepankan oleh organisasi/individu yang terlibat di dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan ekonomi, fisik, politik, sosial-budaya suatu negara pada level nasional, wilayah daerah dan/atau lokal; serta proses-proses dimana pengurangan risiko bencana dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tersebut

Pendidikan Siaga Bencana Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecakapan hidup dalam mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Komite Sekolah Organisasi mandiri yang dibentuk dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Ia menjadi ruang bagi orangtua, masyarakat, dan pihak sekolah menyampaikan aspirasi dan merumuskan kebijakan bagi peningkatan pendidikan di sekolah. Ia merupakan badan independen yang tidak memiliki hubungan hirarkis dengan Kepala Sekolah. Ia menjadi mitra kepala sekolah dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam memajukan sekolah.

KTSP Kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Sekolah dan kepala sekolah mengembangkan KTSP dan silabus berdasarkan a). Kerangka dasar kurikulum, b). Standar kompetensi, dibawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Provinsi.

Kurikulum Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahanpelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Page 99: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

79

Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.

Standar Kompetensi ukuran kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatuproses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu.

Kompetensi kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik.

Standar Nasional Pendidikan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI. Lingkup standar nasional pendidikan meliputi: a. standar isi, b. standar proses, c. standar kompetensi lulusan, d. standar pendidik dan tenaga kependidikan, e. standar sarana dan prasarana, f. standar pengelolaan, g. standar pembiayaan, h. standar penilaian pendidikan.

Sumber/bahan belajar adalah rujukan, obyek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.

Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi,

Page 100: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Daftar Istilah

80

serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun; dan

Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

Bencana adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, yang dapat terjadi secara tibatiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, di mana masyarakat setempat dengan segala kemampuan dan sumberdayanya tidak mampu untuk menanggulanginya.

Bahaya adalah situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.

Kerentanan adalah tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab.

Kemampuan adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana

Risiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.

Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bahaya.

Page 101: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs

81

Mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non fisik-struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.

Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Peringatan Dini adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat, segera, tegas tidak membingungkan, resmi

Tanggap Darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.

Bantuan Darurat merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, tempat tinggal sementara, perlindungan, kesehatan, sanitasi dan air bersih

Pemulihan adalah proses pengembalian kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan melakukan upaya memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dll).

Rehabilitasi adalah upaya langkah yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.

Rekonstruksi adalah program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.

Penanggulangan Bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, mencakup tanggap darurat, pemulihan, pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan

Page 102: Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs, PUSKUR, UNDP

Daftar Pustaka

82

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2003). Penataan Ruang dalam Pencegahan Bencana Banjir: Kasus Pulau Jawa dan Kawasan Jabodetabek-Bopunjur. Makalah disajikan sebagai Supporting Paper dalam Workshop Persiapan 3rd World Water Forum yang diselenggarakan di Bali , 31 Januari–1 Februari 2003.

Ginting, P., Fathurrahman, M, dan S. Pinem. (2007). IPS Geografi untuk SMP Kelas VIII Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

INEE/UNESCO. (2009). Minimum Standards for Education in Emergencies, Chronic Crises and Early Reconstruction.

Kabul Basah Suryolelono. (2006). Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, tidak dipublikasikan.

Ninil R. M. Jannah. (2009). Draft Konsep Pendidikan pengurangan Risiko Bencana dan Pengarusutamaan Pengurangan Risiko bencana pada Satuan Pendidikan. Jakarta: Konsorisum Pendidikan Bencana.

Modul Pelatihan Antisipasi Bahaya Longsor. Yogyakarta: Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada.