buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana (prb) tsunami smp/mts, puskur, undp, 2010
Embed Size (px)
TRANSCRIPT



Cover dalam
TSUNAMIBahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs
Penulis: Drs. Marga Surya Mudhari M.SiNara Sumber: Subandono Diposaptono
PUSAT KURIKULUMBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALJAKARTA, 2009
Modul AjarPengintegrasian Pengurangan Risiko

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko TsunamiBahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs
Penulis: Drs. Marga Surya Mudhari M.Si Nara Sumber: Subandono Diposaptono Editor: Ninil R Miftahul Jannah dan Dian AfriyanieIlustrator Sampul : Adinda Mubarina (SD Glagah Yogya Timur Yogyakarta)
Ilustrator Isi: Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T.
Lay Out Isi:Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos.
ISBN : 978-979-725-235-9
Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR)Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA
Telp : +62 21 390 5484 (hunting)Fax : +62 21 391 8604E-mail : [email protected] : www.sc-drr.org
Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP, Department for International Development (DFID) Pemerintah Inggris dan Australian Agency For International Development (AusAID)

SAMBUTAN
Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir dan
longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya.
Kesiapsiagaan merupakan hal yang penting dan harus dibangun pada setiap tingkat kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibat bencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan terhadap bencana merupakan bagian dari ketrampilan untuk kelangsungan hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu fokus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahami tanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengembangan model-model kurikulum sebagai referensi satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.
KEPALA PUSAT KURIKULUM

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD,
SMP dan SMA.
Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP) yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana.
Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana, pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan.
Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan bagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah.
Jakarta, Desember 2009Kepala Pusat Kurikulum
Dra. Diah Harianti, M.Psi

SAMBUTAN
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan letak geografisnya pada posisi pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana. Selain itu dengan kompleksitas kondisi demografi, sosial dan ekonomi di
Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World Disaster Reduction Campaign, UNESCO).
Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana.
Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnya dalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra kurikuler.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana dan mensosialisasikan langkah-langkah preventif untuk mengurangi risiko bencana yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus untuk mendiseminasikan informasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi bencana.
Modul ini dapat menjadi salah satu solusi yang memungkinkan bagi para guru untuk mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan, sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami
KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana.
Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan, antara lain:Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan
pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari bencana di sekolah.
Membuka peluang dan membangun kreatifitas guru dalam menerapkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan dengan konteks sekolah yang dibinanya
Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensif cara pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di Sekolah.
Mendorong inisiatif para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakan pengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar.
Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi bermanfaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih tanggap terhadap ancaman bencana.
Jakarta, Desember 2009
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional
Prof. Dr. H. Mansyur Ramly

SAMBUTAN
Menyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah inisiatif guna mengurangi risiko bencana ditanah
air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 – 2009, sebagai komitmen dalam mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan nasional, yang merupakan pelengkap dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005 – 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 – 2009 tersebut, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun 2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.
Untuk mendukung prakarsa – prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atau yang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5 tahun (2007 – 2012) dan dirancang untuk mendorong agar pengurangan risiko bencana menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui 4 pilar sasaran program SCDRR, yaitu : (1) Diberlakukannya kebijakan, peraturan dan kerangka kerja regulasi pengurangan risiko bencana; (2) Diperkuatnya kelembagaan pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik; (4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program pembangunan.
Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal, pelatihan untuk guru, kampanye dan advokasi, hingga school road show untuk kegiatan simulation drill di sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat
DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS
SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR

disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan masih sangat minim dan terpusat, khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera. Kajian kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana yang telah dilakukan di berbagai wilayah menunjukkan rendahnya tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 – 2007). Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya.
Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana kedalam sistem pendidikan juga telah banyak dikaji, seperti : (1) Beratnya beban kurikulum siswa; (2) Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana ; (3) Kurangnya kapasitas dan keahlian guru dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang terdistribusi dan dapat diakses oleh guru; (5) Terbatasnya sumberdaya (tenaga, biaya dan sarana); dan (6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan, tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa.
Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional. Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra maupun ekstrakurikuler secara nasional.
Untuk mendukung implementasi kebijakan tesebut, maka SCDRR mendukung Pusat Kurikulum, Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihan pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler.
Diharapkan modul-modul yang disusun oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional ini dapat menjadi acuan standar dan/atau memperkaya bahan-bahan yang sudah ada dan sudah disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanfaat dan digunakan oleh praktisi pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan sekolah terutama didaerah rawan bencana. Terima Kasih.
Jakarta, Desember 2009
Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas
Selaku National Project Director SCDRR
Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP

DAFTAR ISI
SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM III
SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL V
SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR VII
DAFTAR ISI IX
DAFTAR TABEL XI
DAFTAR GAMBAR XIII
DAFTAR KOTAK XV
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Landasan dan Pedoman 1 1.1.1 Landasan Filosofis 4 1.1.2 Landasan Sosiologis 4 1.1.3 Landasan Yuridis 4 1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk 5 1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke dalam Sistem Pendidikan Nasional 6
1.2 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 7 1.2.1 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan 7 1.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 8
BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA TSUNAMI 10
2.1 Fenomena Tsunami di Indonesia 10
2.2 Peristiwa Tsunami di Indonesia 18
BAB III PENGURANGAN RISIKO TSUNAMI 22
3.1 Pengurangan Risiko Tsunami 22 3.1.1 Bencana 23

Daftar Isi
x
3.1.2 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas 25 3.1.3 Pengurangan Risiko Bencana 27 3.1.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana 27
3.2 Kesiapsiagaan Tsunami 30 3.2.1 Tindakan Sebelum Terjadi Tsunami 30 3.2.2 Tindakan Saat Terjadi Tsunami 32 3.2.3 Tindakan Setelah Terjadi Tsunami 35
BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO TSUNAMI 39
4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Tsunami 39
4.2 Pemetaan Indikator Siswa 42
4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar 43
BAB V PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN RISIKO TSUNAMI KE DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DASAR (SD/MI) 44
5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami ke dalam Mata Pelajaran 45
5.1.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Tsunami 47 5.1.2 Analisis Kompetensi Dasar (KD) yang dapat diintegrasikan 485.1.3 Penyusunan Silabus Integrasi Standar Kompetensi/ Kompetensi Dasar (SK/KD) 56 5.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 595.1.5. Bahan ajar 61
DAFTAR ISTILAH 65
DAFTAR PUSTAKA 69

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Aktifitas Tsunami di Indonesia 19Tabel 2.2 Kejadian Tsunami di Indonesia sejak tahun 1961-2007 20 Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Perjuangan Risiko Tsunami 40Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa Untuk Pembelajaran Pengurangan Risiko Tsunami 42Tabel 5.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Tsunami 47Tabel 5.2 Pemetaan SK-KD ke dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, IPS,dan Pendidikan Jasmani 49Tabel 5.3 ContohPengembangan Silabus Model Integrasi Pengurangan Risiko Tsunami Ke dalam Mata Pelajaran 58

Daftar Tabel
xii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mesjid di Aceh yang selamat dari Tsunami 10 Gambar 2. 2 Perbedaan gelombang angin dan gelombang tsunami 17 Gambar 2. 3 Peta distribusi Tsunami di Indonesia tahun 1600 -2007 20 Gambar 3.1 Proses Terjadinya Bencana 23 Gambar 3.2 Wilayah di Asia yang terkena dampak tsunami 26 Desember 2004 24Gambar 3. 3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana 25

Daftar Gambar
xiv

DAFTAR KOTAKKotak 5.1.1 Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran terintegrasi PRB Tsunami Mata Pelajaran IPA 60Kotak 5.2.1 Contoh Bahan Ajar Mata Pelajaran IPA 61

Daftar Isi
xvi

1.1 Landasan dan Pedoman
Berdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana (World Conference on Disaster Reduction) yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana’ memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.
Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non-pemerintah (NGO), institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang, pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005- 2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA). Kerangka aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas – secara substansial mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dan negara – dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setidaknya pada tahun 2015.
HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan, dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan rakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian Sasaran Pembangunan Millenium. Untuk membantu pencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentifikasi lima prioritas aksi yang spesifik: (1) Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas; (2) Memperbaiki informasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya keamanan dan ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuat kesiapan untuk bereaksi.
BAB IPENDAHULUAN

Pendahuluan
2
HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup dan didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas.
Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasuk-kannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-anak dengan informasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2014 untuk Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable Development); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan menghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7) menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana.
‘Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah’ yang dikoordinir oleh UN/ISDR (United Nations/International Strategy for Disaster Reduction) hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutama yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana, gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yang sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidak sebentar dan pastilah sangat mahal.
Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru, pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas isu manajemen bencana, mendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional, pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikan antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
3
membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam masyarakat; (2) fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium.
Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda, yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan keselamatan dan keamanan sekolah.
Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi generasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah membantu anak-anak memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup dan perlindungan aset/milik masyarakat pada saat kejadian bencana. Menyelenggarakan pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat.
Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan di sekolah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi lokal/regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik untuk dapat berpartisipasi secara aktif. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat.
Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan. Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisa dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran pengurangan risiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3) ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus mengembangkan dan menyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan diri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.
1.1.1 Landasan FilosofisBencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pengurangan risiko

Pendahuluan
4
bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
1.1.2 Landasan SosiologisAda tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertama secara geografis, demografis dan geologis, Indonesia merupakan negara rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti kegagalan atau mal praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berakibat pada terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan bencana telah dilakukan secara komprehensif yang mencakup pendekatan yang bersifat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu, pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkat pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yang aktif dalam menciptakan manajemen bencana yang efektif. Serta pentingnya partisipasi publik dan pemangku kepentingan dalam penanganan bencana.
1.1.3 Landasan YuridisPertimbangan yuridis adalah menyangkut masalah-masalah hukum serta peran hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penanganan bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha-usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
5
1.1.4 Pedoman pengembangan produkProgram pendidikan pengurangan risiko bencana (PRB) bertujuan untuk meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.
Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial modul dan modul pelatihan adalah: 1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak3. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana4. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 20255. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 20096. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan7. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana8. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN
Agreement on Disaster Management and Emergency Response (Persetujuan ASEAN mengenai Penanggulangan Bencana dan Penanganan Darurat)
9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
10. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi11. Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan12. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi
dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan Peraturan Mendiknas No. 6 Tahun 2007
13. Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balitbang Depdiknas
14. Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi
15. Peraturan Mendiknas No. 24 tTahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA
16. Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP

Pendahuluan
6
1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke dalam Sistem Pendidikan NasionalUU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2):
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah
Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunan kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17 menyebutkan:1 Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/
MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik
2 Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK
Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar sesuai dengan kondisi geografis dan demografis untuk daerah, kebutuhan, potensi dan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik, yang selanjutnya diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pasal 1: 1 Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan
menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan.
2 Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.
3 Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
7
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi ‘pendidikan layanan khusus’. Yakni “pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi”.
1.2 Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana
1.2.1 Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan Untuk Pembangunan BerkelanjutanPada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254 untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan (Decade of Education for Sustainable Development - DESD), mulai 2005-2014, dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti yang akan dibahas di bawah DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas. Sebagaimana didefinisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21, “Pendidikan sangat penting untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran etika, nilai-nilai dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan. Baik formal dan pendidikan non-formal sangat diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan “. Pendidikan dan pengetahuan berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta kerentanan dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga memberikan kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup.
Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 – 2015 yang menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam program pendidikan. Pendidikan pengurangan risiko bencana yang mencakup semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahan melalui identifikasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah-langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana.
Oleh karena itu Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana - sebagai bagian dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development - ESD), dan mendukung kerangka ESD yang mencakup 3 aspek, yaitu: 1 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner.
Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya.
2 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan

Pendahuluan
8
pemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan ketrampilan hidup sosial dan emosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena bencana.
3 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan Pengurangan Risiko Bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunan termasuk inisiatif DESD dihancurkan dalam hitungan detik.
Kerangka kerja Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana atau pendidikan pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR sebagai berikut: “Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.”
HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaktub rekomendasi bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan informal.
“Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (2005-2015) dari PBB “.
1.2.2 Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko BencanaPendidikan pengurangan risiko bencana adalah usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran untuk memberdayakan peserta didik dalam upaya untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikan bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana. Tetapi mengembangkan motivasi, keterampilan, dan pengetahuan agar dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko bencana.
Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah: 1 Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan2 Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana 3 Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang
kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan prilaku dan motivasi,
4 Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
9
5 Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secara individu maupun kolektif
6 Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana7 Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana8 Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali
komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana
9 Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak

2.1 Fenomena Tsunami di Indonesia
Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen pemicu, ancaman dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Bencana secara sederhana didefinisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya mereka sendiri. Pemicu merupakan faktor-faktor luar yang menjadikan potensi ancaman yang tersembunyi muncul ke bermukaan sebagai ancaman nyata. Ancaman adalah kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan.
Apakah yang dimaksud dengan tsunami? Secara harfiah, tsunami berasal dari Bahasa Jepang. Tsu berarti “pelabuhan” dan nami berarti “gelombang”. Secara umum tsunami diartikan sebagai gelombang laut yang besar di pelabuhan. Jadi, secara bebas kita bisa mendeskripsikan tsunami sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Gangguan impulsif itu bisa berupa gempa bumi tektonik di laut, erupsi vulkanik (meletusnya gunung api) di laut, longsoran di laut, atau jatuhnya meteor di laut.
Dalam literatur berbahasa Inggris, tsunami kadang-kadang disebut pula sebagai tidal wave atau gelombang pasang. Istilah ini sebenarnya tidak tepat karena sama
sekali tidak mempunyai hubungan dengan fenomena pasang surut air laut sebagaimana lazimnya, yang ditentukan oleh gaya tarik benda-benda astronomis (gaya tarik menarik antara bumi, bulan dan matahari).
BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA TSUNAMI
Gambar 2.1 Mesjid di Aceh yang selamat dari Tsunami (sumber: google)

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
11
Gelombang tsunami yang ditimbulkan oleh gaya impulsif ini bersifat transien, yakni gelombangnya bersifat sesar. Gelombang seperti ini berbeda dengan gelombang laut lainnya yang bersifat kontinyu seperti gelombang laut yang ditimbulkan oleh gaya gesek angin atau gelombang pasang surut yang ditimbulkan oleh gaya tarik benda angkasa.
Perbedaan gelombang tsunami dengan gelombang yang dibangkitkan oleh angin adalah terletak pada gerakan airnya. Gelombang yang dibangkitkan oleh angin hanya menggerakkan partikel air laut di permukaan air laut bagian atas. Namun pada gelombang tsunami menggerakkan seluruh kolom air dari permukaan sampai dasar laut.
Ciri lainnya dari tsunami adalah panjang gelombangnya yang besar, bisa mencapai puluhan kilometer. Kecepatan rambatnya di laut yang dalam berkisar dari 400 sampai 1.000 km/jam. Kecepatan penjalan tsunami tersebut sangat tergantung dari kedalaman laut dan penjalarannya dapat mencapai ribuan kilometer dari pusatnya.
Dalam buku literatur oseanografi fisik atau coastal engineering, terdapat teori yang mengatakan bahwa gelombang tsunami disebut gelombang perairan dangkal apabila nilai perbandingan antara kedalaman laut dengan panjang gelombang lebih kecil dari seperduapuluh. Karena nilai perbandingan antara kedalaman laut dengan panjang gelombang tsunami lebih kecil dari seperduapuluh (1/20) maka tsunami sering dianggap sebagai gelombang perairan dangkal
Pemicu TsunamiTsunami dapat dipicu oleh bermacam-macam gangguan berskala besar terhadap air laut, misalnya gempa bumi, pergeseran lempeng, meletusnya gunung berapi di bawah laut, atau tumbukan benda langit. Pada dasarnya tsunami dapat terjadi apabila dasar laut mengalami perubahan secara tiba-tiba dan bergerak secara vertikal. Berikut ini beberapa faktor-faktor yang bisa menimbulkan tsunami.
1. Longsoran Lempeng Bawah Laut Gerakan yang besar pada kerak bumi biasanya terjadi di pertemuan antar lempeng tektonik. Celah retakan antara kedua lempeng tektonik ini disebut dengan sesar. Pada sesar terjadi gerakan vertical antara kedua lempeng yang bisa menimbulkan longsoran. Sebagai contoh, di sekeliling tepian Samudra Pasifik yang biasa disebut dengan lingkaran api, lempeng samudra yang lebih padat menghunjam masuk ke bawah lempeng benua, sementara lempeng benua cenderung naik secara vertikal. Proses ini dinamakan dengan penghunjaman. Gerakan subduksi sangat efektif menimbulkan longsoran bawah laut yang bisa membangkitkan gelombang tsunami.
2. Gempa Bumi Bawah Laut Gempa tektonik merupakan salah satu gempa yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng bumi. Jika gempa semacam ini terjadi di bawah laut, maka air di atas wilayah lempeng yang bergerak tersebut berpindah dari posisi keseimbangannya menimbulkan gelombang. Gelombang terjadi karena air

Fenomena dan peristiwa Tsunami
12
ini bergerak akibat pengaruh gravitasi mencari posisi keseimbangannya yang baru. Bila gempa yang terjadi menimbukan gerakan yang bersifat vertikal (naik atau turun),maka gelombang tsunami dapat terjadi.
3. Aktivitas Vulkanik Adanya gunung berapi yang terletak di dasar samudra dapat menaikkan air dan membangkitkan gelombang tsunami. Contoh yang terjadi pada meletusnya Gunung Krakatau di Selat Sunda tahun 1883 yang menimbukan gelombang tsunami setinggi lebih dari 30 m, menerjang dan menyapu pantai di sebelah barat Jawa dan sebelah selatan Sumatera.
4. Tumbukan Benda Luar AngkasaTumbukan dari benda luar angkasa seperti meteor merupakan gangguan terhadap air laut yang datang dari luar permukaan air. Kejadian tsunami yang disebabkan faktor ini sangat jarang terjadi, namun dampaknya bisa jadi lebih merusak, karena datangnya yang sulit diduga dimana tempatnya akan jatuh. Di samping itu juga, besar dan kecepatan meteor ketika tumbukan dengan permukaan laut sangat menentukan besarnya gelombang tsunami yang akan ditimbulkannya.
Karakteristik TsunamiPerilaku gelombang tsunami sangat berbeda dari ombak laut biasa. Gelom-bang tsunami bergerak dengan kecepatan tinggi dan dapat merambat menyeberangi samudra tanpa banyak kehilangan energi. Hal ini karena amplitudo gelombang begitu kecil tapi sangat panjang. Seperti diketahui energi gelombang dipengaruhi oleh besar amplitudo dan panjang gelombang. Dengan amplitude yang begitu kecil, energi gelombang tidak mudah hilang atau terserap, sementara panjang gelombang yang begitu panjang menjamin gelombang mampu merambat dengan kecepatan tinggi. Tsunami dapat merambat melalui wilayah yang berjarak ribuan kilometer dari sumbernya, sehingga mungkin ada selisih waktu beberapa menit antara munculnya gelombang ini dengan bencana yang akan ditimbulkannya di pantai. Begitu mendekati pantai ke tempat yang lebih dangkal, amplitude gelombang membesar yang diikuti dengan melambatnya kecepatan rambat gelombang. Gelombang meninggi menerjang segala macam benda yang menghalanginya.
Periode tsunami cukup bervariasi, mulai dari 2 menit hingga lebih dari 2 jam. Panjang gelombangnya sangat besar, antara 100 – 1000 km. Bandingkan dengan ombak laut biasa di pantai yang mungkin hanya memiliki periode beberapa detik dan panjang gelombang beberapa meter. Oleh karena itulah pada saat masih di tengah laut, gelombang tsunami hampir tidak nampak dan hanya terasa seperti ayunan air saja.
Bila lempeng samudra bergerak naik, air di sekitar wilayah tersebut akan ikut naik, namun di sekitar pantai akan surut. Selanjutnya gelombang tsunami akan datang menerjang pantai.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
13
PERBANDINGAN GELOMBANG TSUNAMI DAN OMBAK LAUT BIASA
Parameter Gelombang
Tsunami
2 menit - 2 jam
100 - 1000 km
≤ 10 detik
≤ 50 m
Ombak Biasa
Periode gelombang
Panjang gelombang
Bila lempeng samudra bergerak turun, air laut di pantai tersebut akan ikut surut. Pada pantai yang landai, surutnya air bisa mencapai lebih dari 500 meter menjauhi pantai. Masyarakat yang tidak sadar akan datangnya bahaya kemungkinan akan tetap tinggal di pantai karena rasa ingin tahu apa yang sedang terjadi. Atau justru mereka memanfaatkan momen saat air laut surut tersebut untuk mengumpulkan ikan-ikan yang banyak bertebaran di pantai.
Bila lempeng samudra bergerak turun (atau naik), di wilayah pantai air laut akan surut sebelum datangnya tsunami. Gelombang tsunami mempunyai amplitude yang memperhitungkan kedalaman laut. Ini yang membedakan dengan gelombang pada ombak biasa. Gelombang tsunami diakibatkan perubahan struktur bumi di kedalaman laut, sementara ombak biasa diakibatkan oleh arus udara (angin). Oleh karena itu, gelombang tsunami sangat dipengaruhi kedalaman laut. Makin dangkal kedalaman laut, makin lambat perambatan gelombang. Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan yang setara dengan akar kuadrat hasil perkalian antara percepatan gravitasi (g = 9,8 m/det2 ) dan kedalaman air laut.
v ≈ √ (g d)
dimana
v = kecepatan
g = gravitasi = 9,8 m/det2
d = kedalaman
Sebagai contoh, di Samudra Hindia, dimana kedalaman air pada daerah gempa sebelah barat Aceh sekitar 2000 meter, gelombang tsunami merambat dengan kecepatan 140 m/det (504 km/jam) dengan hanya sedikit energi yang hilang, bahkan untuk jarak yang jauh. Sementara pada kedalaman 10 meter, mendekati pantai kecepatannya hampir mencapai 10 m/det (36 km/jam), sama dengan kecepatan lari manusia tercepat, kita harus lari dengan sepenuh tenaga agar bisa lolos dari gelombang tersebut.
Energi dari gelombang tsunami merupakan fungsi perkalian antara besar gelombang dan kecepatannya. Besar gelombang ditentukan oleh tinggi (amplitudo) dan panjang gelombang. Makin besar amplitude dan panjang

Fenomena dan peristiwa Tsunami
14
gelombang, maka energi gelombang juga makin besar. Nilai energi ini dianggap konstan, yang berarti besar gelombang berbanding terbalik dengan kecepatan merambat gelombang. Oleh karena itu, ketika gelombang mencapai daratan, tingginya meningkat sementara kecepatannya menurun. Saat memasuki wilayah pantai yang lebih dangkal, kecepatan gelombang tsunami menurun sedangkan tingginya meningkat, menciptakan gelombang yang berpotensi sangat merusak.
Karena
λ v = -
T
Maka
v ~ λ
dimana
v = kecepatan
λ = panjang gelombang
T = periode
Karena kecepatan bergantung pada panjang gelombang, maka makin lambat kecepatan rambat gelombang, panjang gelombang juga makin pendek. Sementara itu, periode gelombang dianggap konstan.
Sementara itu, energi gelombang sebanding dengan kuadrat kecepatan rambat gelombang.
E ~ v2 ~ λ A
dimana
E = Energi gelombang
A = amplitude (tinggi gelombang)
Persamaan di atas menunjukkan bahwa ketika kecepatan rambat v berkurang, maka panjang gelombangnya ? juga menurun, sementara tinggi gelombang A justru meningkat.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
15
Sumber: Wikipedia
Kedalaman (m) Kecepatan (km/jam)
7000 400020002001005010
9437135041591138036
Panjang Gelombang (km)282213 15148342311
Selagi orang-orang yang berada di tengah laut bahkan tidak menyadari adanya tsunami, gelombang tsunami dapat mencapai ketinggian hingga 30 meter atau lebih ketika mencapai wilayah pantai dan daerah yang lebih dangkal. Tsunami dapat menimbulkan kerusakan yang sangat parah di wilayah yang jauh dari sumber terjadinya gelombang, meskipun peristiwa terjadinya gelombang di tengah laut itu sendiri kemungkinan tidak dapat dirasakan oleh seseorang yang kebetulan berada di atas permukaannya.
Gelombang tsunami bergerak maju ke segala arah dari sumbernya, sehingga wilayah yang berada di sekitar daerah sumber gelombang berpotensi akan terkena dampaknya. Namun demikian, gelombang tsunami dapat saja berbelok akibat adanya gangguan berupa benda padat seperti daratan. Bukan hanya itu, gangguan tersebut dapat meredam energi gelombang dan mengubah pola gelombang, seperti periode, panjang gelombang, dan kecepatan rambatnya. Hal ini bergantung peristiwa alam yang mempengaruhinya dan kondisi geografis wilayah sekitarnya.

Fenomena dan peristiwa Tsunami
16
Megatsunami Berbagai bukti yang menunjukkan bahwa megatsunami, yaitu tsunami yang mencapai ketinggian gelombang hingga 100 meter, memang mungkin terjadi. Peristiwa yang langka ini biasanya disebabkan oleh sebuah pulau yang cukup besar amblas ke dasar samudra. Megatsunami juga bisa disebabkan oleh adanya benda angkasa luar dengan massa yang cukup besar, jatuh ke laut dengan kecepatan tinggi. Energi yang ditimbulkannya cukup besar untuk menimbulkannya megatsunami. Faktor lain yang berpotensi menimbulkan megatsunami adalah jatuhnya sebongkah besar es (di Antartika) ke laut dari ketinggian ratusan meter. Gelombang yang ditimbulkannya dapat menyebabkan kerusakan yang sangat dahsyat pada cakupan wilayah pantai yang sangat luas.
SeicheSatu hal yang berkaitan dengan tsunami antara lain adalah seiche, yaitu fluktuasi atau pengalunan permukaan danau atau badan air yang kecil yang disebabkan oleh gempa-bumi kecil, angin, atau oleh keragaman tekanan udara. Seringkali gempa yang besar menyebabkan tsunami dan seiche sekaligus, atau sebagian seiche justru terjadi karena tsunami.
Tsunami Dengan Gelombang TertinggiGelombang tsunami tertinggi yang tercatat sampai saat ini adalah tsunami di Alaska pada tahun 1958 yang disebabkan oleh amblasnya lempeng tektonik di Teluk Lituya. Tsunami ini memiliki ketinggian lebih dari 500 meter dan menghancurkan pohon-pohon dan tanah pada dinding fjord. Saat gelombang tsunami kembali ke laut, gelombang tersebut langsung menyebar dan tingginya menurun dengan cepat. Tingginya gelombang saat berada di pantai lebih disebabkan karena topografi wilayahnya, daripada karena energi yang dikeluarkan oleh peristiwa amblasnya lempeng.
Fjordsuatu teluk sempit di antara tebing-tebing atau lahan terjal. Biasa djumpai di Norwegia, Alaska, Selandia Baru, dll. Sebelumnya fjord ini merupakan sungai gletser yang terbentuk di wilayah pegunungan di kawasan pantai. Saat suhu menjadi hangat, sungai gletser ini mencair, akibatnya permukaan air laut naik dan membanjiri lembah di sela-sela pegunungan tersebut.
Tanda PeringatanTsunami bisa terjadi kapan saja, pada saat musim hujan ataupun musim kemarau baik siang maupun malam hari. Tanda peringatan akan terjadinya bencana tsunami antara lain:1. Biasanya diawali gempa bumi yang sangat kuat dan biasanya sekurang-
kurangnya 6,5 skala richter, berlokasi di bawah laut. Setiap orang akan dapat merasakan gempa tersebut jika berada di dekat dengan pusat gempa. Namun tsunami bisa tetap terjadi meskipun tidak merasakan goncangan sama sekali. Disamping itu, tsunami tidak selalu diawali gempa bumi di laut, bisa juga karena meletusnya gunung api di laut, longsoran tanah di laut atau jatuhnya meteor di laut.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
17
2. Bila Anda menyaksikan permukaan laut turun secara tiba-tiba, waspadalah karena itu tanda gelombang raksasa akan datang (merupakan tanda peringatan datangnya tsunami)
3. Timbul bau garam dan angin dingin di pantai. Hal ini menunjukkan bahwa di laut lepas sedang terjadi turbulensi air laut.
4. Laut menjadi berubah warna atau mendengar suara gemuruh lebih keras dari biasanya. Hal itu akibat resonansi bunyi gulungan air dengan dasar laut yang terus mengalami pendangkalan. Berarti gelombang tsunami sedang mendekat.
Di atas telah dijelaskan tanda-tanda akan terjadinya tsunami, tsunami juga disebabkan oleh Gempa dalam skala besar yang menimbulkan patahan berdimensi ratusan kilometer jaraknya dari pusat gempa. Hal itu juga menyebabkan timbulnya deformasi vertikal di sumber gempa. Deformasi berupa penurunan permukaan dasar laut mengakibatkan penjalaran energi menjadi gelombang tsunami di pantai.
Gambar 2.2 Perbedaan gelombang angin dan gelombang tsunami (sumber: google)
Selain tenggelamnya pulau-pulau kecil, rusaknya industri turisme pantai dan infrastruktur pesisir, hancurnya industri perikanan, dan rusaknya pertanian yang ditimbulkan oleh tsunami, maka banyak aspek kehidupan lain yang juga akan terkena dampak negatif tsunami.
Dalam rangka mengantisipasi dampak negatif tersebut, pemerintah Indonesia melakukan 3 (tiga) macam riset tentang tsunami: 1. Riset yang ditujukan untuk mengidentifikasi lokasi pusat gempa dan
karakteristik gempa.2. Riset yang diarahkan untuk membuat model penjalaran tsunami dan
prediksi tinggi gelombang tsunami pada saat mencapai pantai.3. Riset yang ditujukan untuk mencari cara-cara yang tepat dalam
pemantauan tsunami dan perlindungan pantai terhadap bahaya tsunami.

Fenomena dan peristiwa Tsunami
18
Perkembangan riset tsunami di Indonesia masih dalam tahap pengembangan yang melibatkan berbagai instansi terkait seperti Badan Meteorologi dan Geo Fisika (BMG), BPPT, LIPI, dan ITB. Akan tetapi riset ini berjalan lamban karena beberapa faktor penghambat antara lain: 1. Minimnya jumlah ilmuwan dan fasilitas yang tersedia. 2. Kurang tertariknya ilmuwan melakukan riset tsunami mungkin
dikarenakan kegiatan ini secara ekonomi tergolong “kering”. 3. Fasilitas untuk pemantauan, baik untuk pemantauan gempa sebagai
sumber dan penyebab tsunami juga masih dirasa kurang. Idealnya untuk tiap jarak 100 km di sepanjang pantai yang ada di kepulauan Indonesia diletakkan satu alat pemantau gempa dan gelombang.
4. Masih kurangnya koordinasi dan komunikasi di antara pusat-pusat kegiatan riset tsunami yang ada di Indonesia
2.2 Peristiwa Tsunami di Indonesia
Selama ini, tindakan dalam usaha penanggulangan bencana dilakukan oleh pemerintah yang pelaksanaannya kemudian dilakukan bersama antara pemerintah daerah dengan organisasi-organisasi terkait dan masyarakat yang tertimpa bencana. Pada saat menghadapi bencana, masyarakat yang belum mampu untuk menanganinya sendiri harus menunggu bantuan yang kadang-kadang tidak segera datang.
Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana disuatu wilayah, tindakan pencegahan bencana perlu dilakukan oleh masyarakat. Pada saat bencana terjadi, korban yang timbul umumnya disebabkan oleh kurangnya persiapan. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu.
Bencana bisa menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Dengan mengetahui cara pencegahannya masyarakat bisa mengurangi risiko ini. Penanggulangan bencana ini hendaknya menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pihak-pihak yang terkait. Kerjasama ini sangat penting untuk memperlancar proses penanggulangan bencana.
Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada lempeng bumi yang labil, memiliki pantai terpanjang kedua di dunia. Lempeng bumi yang labil disisi barat Sumatra, di selatan Jawa ke timur Indonesia dan berputar ke utara melalui Nusa Tenggara, Maluku, dan diteruskan ke Sulawasi. Lempeng bumi yang labil ini mempunyai potensi besar terjadinya gempa bumi pada dasar laut dalam yang memungkinkan terjadinya tsunami.
Potensi tersebut menjadi lebih besar lagi karena sebagian besar pusat gempa tektonik terletak di bawah dasar laut dalam yang posisinya relatif dekat dengan pantai terutama pantai barat Sumatra dan pantai selatan Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi
Berdasarkan hubungan antara tsunami, aktivitas kegempaan, dan karakteristik seismotektonik, latief, et.al (2000) membagi ke dalam enam zona seismotektonik.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
19
Busur Banda
Selat Maluku
ABCDEF
Busur Sunda bagian barat Busur Sunda bagian timur
Selat Makasar
Papua bagian utara
1911359
323
109
17,4310,0932, 118,26
29,362,75100
Zona Daerah Jumlah tsunami
Presentasi Kejadian (%)
Jumlah korban jiwa
>300.0003.2605.5701.0207.570360
Tabel 2.1 Aktivitas tsunami di Indonesia
(sumber: Hidup akrab dengan gempa dan tsunami)
Zona A meliputi Busur Sunda bagian barat yang terletak di sebelah barat laut Selat Sunda antara lain Pulau Sumatera dan Pulau Andalas. Pada zona A telah terjadi tsunami sebanyak 19 kali dalam kurun waktu 1600-2007. Kontribusi kejadian tsunami yang telah terjadi di zona ini adalah 17,73%, 17 diantaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 2 lainnya diakibatkan oleh meletusnya gunung api di bawah laut.
Zona B meliputi Busur Sunda bagian timur yang terbendang antara Selat Sunda ke timur sampai Sumba. Wilayah itu meliputi Pulau Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa dan Sumba. Pada zona ini telah terjadi tsunami sebanyak 11 kali dalam kurun waktu 1600-2007. Kontribusi kejadian tsunami yang telah terjadi di zona ini terhadap keseluruhan tsunami yang telah terjadi di Indonesia adalah 10,09%. 10 kali diantaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 1 lainnya diakibatkan oleh meletusnya gunung api di bawah laut.
Zona C terletak di Laut Banda antara lain Flores, Timor, Kepulauan Banda, Kepulauan Tanimbar, Seram, dan Pulau Buru. Pada zona ini telah terjadi tsunami sebanyak 35 kali dalam kurun waktu 1600-2007. Kontribusi kejadian tsunami yang telah terjadi di zona ini terhadap keseluruhan tsunami yang telah terjadi di Indonesia adalah 32,11%. 32 kali diantaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 2 lainnya diakibatkan oleh meletusnya gunung api di bawah laut dan 1 tsunami diakibatkan oleh longsoran. Tsunami Flores 1992 merupakan tsunami yang terjadi di zona ini.
Zona D berada di Selat Makassar. Pada zona ini telah terjadi tsunami sebanyak 9 kali dalam kurun waktu 1600-2007. Kontribusi kejadian tsunami yang telah terjadi di zona ini terhadap keseluruhan tsunami yang telah terjadi di Indonesia adalah 8,26%. Tsunami di daerah ini semuanya diakibatkan oleh gempa bumi dan menimbulkan korban jiwa sekitar 1.020 orang.
Zona E terletak di Laut Maluku termasuk di dalamnya Sangihe dan Halmahera. Pada zona ini telah terjadi tsunami sebanyak 32 kali dalam kurun waktu 1600-2007. Kontribusi kejadian tsunami yang telah terjadi di zona ini terhadap keseluruhan tsunami yang telah terjadi di Indonesia adalah 29,36%. 28 kali diantaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 lainnya diakibatkan oleh meletusnya gunung api di bawah laut.

Fenomena dan peristiwa Tsunami
20
Zona F berada di sebelah utara Papua. Pada zona ini telah terjadi tsunami sebanyak 3 kali dalam kurun waktu 1600-2007. Kontribusi kejadian tsunami yang telah terjadi di zona ini terhadap keseluruhan tsunami yang telah terjadi di Indonesia adalah 2,75%. 2 kali diantaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 2 lainnya diakibatkan oleh meletusnya gunung api di bawah laut.
Gambar 2. 3 Peta distribusi Tsunami di Indonesia tahun 1600 -2007
(sumber: Hidup akrab dengan gempa dan tsunami).
Kalau diinventarisasi berdasakan laporan media massa dan dari berbagai sumber, maka sepanjang tahun 1961 – 2007 ada sekitar 22 kejadian tsunami yang melanda kawasan pesisir di Indonesia. Daerah bencana beserta dampak tsunami bisa dilihat pada tabel 3 dibawah ini:
-
Jumlah korban (tewas/luka)
2/6 110/479 71 tewas 58/100
392 tewas64/97
316 tewas2/25
27/200
13/40083/108
7 tewas1.952/2.126
38/4003/63
107 tewas34 tewas4 tewas
>210.000 tewasTidak terdata
668 tewas
Daerah Bencana
NTT, Flores TengahSumatera
Maluku, Seram dan SananaTinambung (Sulsel)
Tambo (Sulteng)Majene (Sulsel)
NTT, Flores dan P. Atauro
NTT, Larantuka
NTT dan P. alorNTT, Flores dan P. Babi
Banyuwangi (Jatim)Palu (sulteng)P. Biak (Papua)
Tabuna Maliabu (Maluku)Banggai (Sulteng)NAD dam Sumut
Pulau Nias
NTB dan Pulau Sumbawa
NTB, Sumbawa, Bali dan Lombok
NTT, Flores Timur, dan P. Pantar
Jawa Barat, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta
Bengkulu dan Sumatera Barat
No
12345678
10
121314151617181920
9
11
21
22
Tahun
19611964196519671968196919771977
1982
198919921994199619961998200020042005
1979
1987
2006
2007
Pusat Gempa
8,2 LS & 122,0 BT5,8 LS & 95,6 BT
2,4 LS & 126,0 BT3,7 LS & 119,3 BT0,7 LS & 119,7 BT3,1 LS & 118,8 BT
11,1 LS & 118,5 BT8,0 LS & 125,3 BT
8,4 LS & 123,0 BT
8,1 LS & 125,1 BT8,5 LS & 121,9 BT5,8 LS & 95,6 BT5,8 LS & 95,6 BT
0,5 LS & 136,0 BT2,0 LS & 124,9 BT0,6 LS & 119,9 BT2,9 LS & 95,6 BT
2,06 LS & 97,01 BT
8,4 LS & 115,9 BT
8,4 LS & 124,3 BT
9,4 LS & 107,2 BT
4,67 LS & 101,3 BT
Run-up maksimum (meter)
Tidak terdata Tidak terdata Tidak terdata Tidak terdata
8-1010
Tidak terdata Tidak terdata
Tidak terdata
Tidak terdata
Tidak terdata
11,2-26,219,1
13,72,75
3343,5
Tidak terdata
Tidak terdata
7,6
3,6
Tabel 2.2 Kejadian Tsunami di Indonesia sejak tahun 1961 – 2007
Sumber: Hidup akrab dengan gempa dan tsunami.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
21
-
Jumlah korban (tewas/luka)
2/6 110/479 71 tewas 58/100
392 tewas64/97
316 tewas2/25
27/200
13/40083/108
7 tewas1.952/2.126
38/4003/63
107 tewas34 tewas4 tewas
>210.000 tewasTidak terdata
668 tewas
Daerah Bencana
NTT, Flores TengahSumatera
Maluku, Seram dan SananaTinambung (Sulsel)
Tambo (Sulteng)Majene (Sulsel)
NTT, Flores dan P. Atauro
NTT, Larantuka
NTT dan P. alorNTT, Flores dan P. Babi
Banyuwangi (Jatim)Palu (sulteng)P. Biak (Papua)
Tabuna Maliabu (Maluku)Banggai (Sulteng)NAD dam Sumut
Pulau Nias
NTB dan Pulau Sumbawa
NTB, Sumbawa, Bali dan Lombok
NTT, Flores Timur, dan P. Pantar
Jawa Barat, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta
Bengkulu dan Sumatera Barat
No
12345678
10
121314151617181920
9
11
21
22
Tahun
19611964196519671968196919771977
1982
198919921994199619961998200020042005
1979
1987
2006
2007
Pusat Gempa
8,2 LS & 122,0 BT5,8 LS & 95,6 BT
2,4 LS & 126,0 BT3,7 LS & 119,3 BT0,7 LS & 119,7 BT3,1 LS & 118,8 BT
11,1 LS & 118,5 BT8,0 LS & 125,3 BT
8,4 LS & 123,0 BT
8,1 LS & 125,1 BT8,5 LS & 121,9 BT5,8 LS & 95,6 BT5,8 LS & 95,6 BT
0,5 LS & 136,0 BT2,0 LS & 124,9 BT0,6 LS & 119,9 BT2,9 LS & 95,6 BT
2,06 LS & 97,01 BT
8,4 LS & 115,9 BT
8,4 LS & 124,3 BT
9,4 LS & 107,2 BT
4,67 LS & 101,3 BT
Run-up maksimum (meter)
Tidak terdata Tidak terdata Tidak terdata Tidak terdata
8-1010
Tidak terdata Tidak terdata
Tidak terdata
Tidak terdata
Tidak terdata
11,2-26,219,1
13,72,75
3343,5
Tidak terdata
Tidak terdata
7,6
3,6
Tabel 2.2 Kejadian Tsunami di Indonesia sejak tahun 1961 – 2007
Sumber: Hidup akrab dengan gempa dan tsunami.
-
Jumlah korban (tewas/luka)
2/6 110/479 71 tewas 58/100
392 tewas64/97
316 tewas2/25
27/200
13/40083/108
7 tewas1.952/2.126
38/4003/63
107 tewas34 tewas4 tewas
>210.000 tewasTidak terdata
668 tewas
Daerah Bencana
NTT, Flores TengahSumatera
Maluku, Seram dan SananaTinambung (Sulsel)
Tambo (Sulteng)Majene (Sulsel)
NTT, Flores dan P. Atauro
NTT, Larantuka
NTT dan P. alorNTT, Flores dan P. Babi
Banyuwangi (Jatim)Palu (sulteng)P. Biak (Papua)
Tabuna Maliabu (Maluku)Banggai (Sulteng)NAD dam Sumut
Pulau Nias
NTB dan Pulau Sumbawa
NTB, Sumbawa, Bali dan Lombok
NTT, Flores Timur, dan P. Pantar
Jawa Barat, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta
Bengkulu dan Sumatera Barat
No
12345678
10
121314151617181920
9
11
21
22
Tahun
19611964196519671968196919771977
1982
198919921994199619961998200020042005
1979
1987
2006
2007
Pusat Gempa
8,2 LS & 122,0 BT5,8 LS & 95,6 BT
2,4 LS & 126,0 BT3,7 LS & 119,3 BT0,7 LS & 119,7 BT3,1 LS & 118,8 BT
11,1 LS & 118,5 BT8,0 LS & 125,3 BT
8,4 LS & 123,0 BT
8,1 LS & 125,1 BT8,5 LS & 121,9 BT5,8 LS & 95,6 BT5,8 LS & 95,6 BT
0,5 LS & 136,0 BT2,0 LS & 124,9 BT0,6 LS & 119,9 BT2,9 LS & 95,6 BT
2,06 LS & 97,01 BT
8,4 LS & 115,9 BT
8,4 LS & 124,3 BT
9,4 LS & 107,2 BT
4,67 LS & 101,3 BT
Run-up maksimum (meter)
Tidak terdata Tidak terdata Tidak terdata Tidak terdata
8-1010
Tidak terdata Tidak terdata
Tidak terdata
Tidak terdata
Tidak terdata
11,2-26,219,1
13,72,75
3343,5
Tidak terdata
Tidak terdata
7,6
3,6
Tabel 2.2 Kejadian Tsunami di Indonesia sejak tahun 1961 – 2007
Sumber: Hidup akrab dengan gempa dan tsunami.

3.1 Pengurangan Risiko Tsunami
Pengelolaan yang tidak baik dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencana alam, bencana akibat ulah manusia, dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah.
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunungapi, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya.
Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun. Bahkan sekarang ini peristiwa bencana menjadi lebih sering dan terjadi silih berganti, misalnya dari kekeringan, kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir. Akibatnya muncul anggapan bahwa bencana tersebut sebagai sesuatu hal yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang melekat pada bumi dan timbulnya korban dan kerugian disebabkan oleh beberapa faktor ketidaksiapan. Beberapa faktor tersebut adalah :
1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya 2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya
alam
BAB III PENGURANGAN RISIKO TSUNAMI

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
23
3. Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan; dan
4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.
3.1.1 Bencana
Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Ancaman merupakan kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadap dampak ancaman bencana. Risiko merupakan suatu peluang dari timbulnya akibat buruk, atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka, kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan mata pencaharian dan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi antara ancaman bencana dan kondisi kerentanan.
Dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Menurut ISDR bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
Adapun komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya dampak suatu bencana antara lain sebagai berikut: bahaya, kerentanan, risiko bencana, dan kapasitas.
Terjadinya Bencana
Bahaya
Kerentanan
Kejadian
RISIKOBENCANA
BENCANA
Gambar 3.1 Proses terjadinya bencana

Pengurangan Risiko Tsunami
24
Berdasarkan sumber bencananya, terdapat tiga jenis bencana: (1) bencana alam, yaitu bencana yang murni yang disebabkan oleh peristiwa alam, contohnya gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung. (2) bencana akibat ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh kekhilapan manusia seperti kebakaran dan kornsleting listrik. (3) bencana kompleks, yaitu bencana yang diakibatkan oleh gabungan antara perilaku alam dan ulah manusia sebagai contoh banjir akibat hujan diluar normal dan penggundulan hutan.
Bahaya Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama dan potensi bahaya ikutan. Potensi bahaya utama ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.
Gambar 3. 2: Wilayah di Asia yang terkena dampak tsunami 26 Desember 2004
Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia.
Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan \ ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
25
jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.
3.1.2 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas
Banjir, 38 %
Gempa,31 %
Kebakaran, 17 %
Epidemik,4 %
Massmovwet,
2 %Letusan
Gunung Api,3 %
Kekeringan,6 %
Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana
Gambar di atas menunjukkan persentase orang terkena bencana berdasarkan jenis bencana di Indonesia antara kurun waktu 1980 – 2008. Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang rapuh dalam menghadapi ancaman bencana.
Perbedaan kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat besaran risiko yang mengena pada situasi bencana juga akan berbeda. Semakin mampu untuk mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka manusia akan semakin dapat mensikapinya dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan dapat memperkecil risiko bencana. Kehancuran dahsyat yang terjadi akibat gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, serta DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, juga memunculkan kebingungan bagaimana harus mensikapinya; hiruk pikuk di Alor dan Palu saat terjadi gempa menunjukkan betapa bangsa Indonesia belum mampu dengan baik menghadapi ancaman bahaya yang melingkupi.

Pengurangan Risiko Tsunami
26
Ancaman BencanaAncaman bencana seperti yang tertuang dalam UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Dr. Krishna S. Pribadi ancaman bencana merupakan: 1. Suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alam atau
lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau kegiatan manusia, sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan bencana.
2. Suatu fenomena alam atau buatan manusia yang dapat menimbulkan kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan kesejahteraannya, bila terjadi di suatu lingkungan permukiman, kegiatan budi daya atau industri.
Ancaman bencana dapat bersifat membahayakan bagi suatu lingkungan akibat kondisi lingkungan yang rentan.
KerentananKerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya tertentu, bergantung kepada kondisinya, jenis konstruksi dan kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah :1. Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturan serta
penegakan kebijakan tersebut, terutama terkait dengan penanggulangan bencana dan upaya pengurangan risiko bencana, termasuk di dalamnya adalah lemahnya aparat penegak hukum;
2. Kurangnya penyebaran informasi mengenai kebencanaan, baik melalui penyuluhan, pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukan dalam upaya-upaya pengurangan risiko bencana; dan
3. Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat.
Kenyataan menunjukkan kerentaan cukup tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bencana. Karena kurangnya pemahaman adanya bahaya sekitarnya, maka masyarakat dikatakan rentan terhadap bencana. Bangunan dibantaran sungai, bangunan tepat di lereng tempat mengairnya lahar gunung berapi, bangunan di tepi pantai, bangunan yang permanen dan tidak tahan gempa dan lain-lain merupakan contoh kerentaan suatu lingkungan
KapasitasKapasitas adalah kemampuan dari masyarakat dalam menghadapi bencana. Misalnya pengetahuan rendah, maka kapasitasnya rendah, contohnya:1. Tidak tahu kalau di dekat rumahnya terdapat ancaman tanah longsor2. Tidak tahu kalau membangun rumah di bantaran kali dapat
menyebabkan banjir3. Tidak tahu kalau mengikis tebing untuk diambil tanahnya dapat
menyebabkan longsor,

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
27
4. Tidak tahu kalau menebang pohon tanpa mengganti dengan pohon baru dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor
5. Tidak memiliki keterampilan bagaimana membuat rumah tahan gempa6. Tidak memiliki keterampilan bagaimana meng-evakuasi kalau terjadi
gempa7. Tidak memiliki keterampilan bagaimana menyelamatkan diri dan orang
lain ketika terjadi bencana, dan lain-lain.
3.1.3 Pengurangan Risiko BencanaPengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaan terhadap kejadian yang merugikan.
3.1.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana Mitigasi BencanaTujuan dari mitigasi bencana gempa bumi adalah untuk mengembangkan strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan dari alam sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan oleh bencana gempa bumi. Rencana mitigasi bencana gempa bumi dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi terhadap sistem pengurangan risiko bencana yang meliputi elemen-elemen berikut :1. Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi risiko bencana
tersebut.2. Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki
oleh pemegang kebijakan.3. Seperangkat peraturan, perundang-undangan dan regulasi yang
menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara berbagai organisasi dan institusi yang berbeda.
4. Mekanisme koordinasi institusi yang kuat.5. Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan
kode dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman.6. Perencanaan dan tataguna lahan dan pemukiman yang menggabungkan
kepedulian akan bencana dan pengurangan risiko.7. Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan risiko akibat
bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana, pendidikan, pelatihan dan penilaian.
8. Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pemahaman risiko.
9. Kerjasama dan koordinasi antar instansi, antar kota, antar organisasi.
Dalam upaya mengurangi risiko bencana maka diperlukan kesiapsiagaan yang lebih baik. Oleh karena itu siswa juga harus harus memahami pengertian

Pengurangan Risiko Tsunami
28
dari tsunami, sebab-sebab terjadinya, dampaknya, serta hal-hal apa saja yang harus diperhatikan sebelum, saat dan setelah terjadinya tsunami tersebut.
Penanggulangan BencanaDalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pasal 33-38, dinyatakan, bahwa: Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi:1. prabencana;2. saat tanggap darurat; dan3. pasca bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi:1. dalam situasi tidak terjadi bencana; dan2. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud meliputi:1. perencanaan penanggulangan bencana;2. pengurangan risiko bencana;3. pencegahan;4. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;5. persyaratan analisis risiko bencana;6. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;7. pendidikan dan pelatihan; dan8. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:1. pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;2. pemahaman tentang kerentanan masyarakat;3. analisis kemungkinan dampak bencana;4. pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;5. penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana;
dan6. alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:1. pengenalan dan pemantauan risiko bencana;2. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;3. pengembangan budaya sadar bencana;4. peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
29
5. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.
Pencegahan meliputi:1. Identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau
ancaman bencana;2. kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang
secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana;
3. pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;
4. penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan5. penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Berdasarkan informasi dari Undang-undang tersebut, banyak hal yang dapat diidentifikasi, dijadikan bahan pengayaan bagi guru, yang tidak diajarkan ke siswa. Selain kompetensi yang harus dikuasai siswa tentu harus dikuasai guru, sebaiknya kepala sekolah dan guru menambah kompetensi lainnya seperti:1. menyusun Program untuk meningkatkan keamanan sekolah terhadap
Bencana.2. menyusun rencana aksi sekolah, seperti.3. perencanaan penanggulangan bencana;4. pengurangan risiko bencana;5. pencegahan;6. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;7. persyaratan analisis risiko bencana;8. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;9. Perencanaan penanggulangan bencana meliputi: pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; pemahaman tentang kerentanan masyarakat; analisis kemungkinan dampak bencana; pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana; dan alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
10. Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi: pengenalan dan pemantauan risiko bencana; perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; pengembangan budaya sadar bencana; peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana;
dan

Pengurangan Risiko Tsunami
30
penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.
11. Pencegahan meliputi: identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau
ancaman bencana; kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana;
pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;
penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan penguatan ketahanan sosial masyarakat.
3.2 Kesiapsiagaan
3.2.1 Tindakan sebelum terjadi tsunamiPenanggulangan bencana tsunami selama ini dilakukan oleh pemerintah yang pelaksanaannya kemudian dilakukan bersama antara pemerintah daerah dengan organisasi-organisasi yang terkait dan masyarakat yang tertimpa bencana. Seharusnya masyarakat dapat melakukan beberapa tindakan dalam rangka pengurangan risiko bencana tsunami yaitu:1. Hindari bertempat tinggal di daerah tepi pantai yang landai kurang
dari 10 meter dari permukaan laut. Berdasarkan penelitian, daerah ini merupakan daerah yang mengalami kerusakan terparah akibat bencana Tsunami, badai dan angin ribut.
2. Disarankan untuk menanam tanaman yang mampu menahan gelombang seperti bakau, palem, ketapang, waru, beringin atau jenis lainnya
3. Ikuti tata guna lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat 4. Buat bangunan bertingkat dengan ruang aman di bagian atas5. Bagian dinding yang lebar usahakan tidak sejajar dengan garis pantai
Selain itu, bencana dapat direduksi apabila masyarakat sadar dan siapsiaga menghadapi bencana, caranya dengan mempersiapkan diri dengan cara:1. Mempromosikan budaya pencegahan dan keselamatan menghuni di
kawasan ini. 2. Mempersiapkan rencana manajemen menghadapi bencana3. Mendorong terbentuknya kepanitiaan dan gugus tugas di wilayah ini.4. Mempersiapkan peralatan tepat guna untuk pelatihan bagi generasi
muda atau siswa dalam mereduksi terjadinya bencana.5. Membiayai kegiatan-kegiatan yang mengarah pada reduksi terjadinya
bencana baik diakibatkan oleh alam maupun kegiatan manusia.6. Mereduksi risiko melalui organisasi formil maupun non formil (pemerintah
dan swasta).

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
31
Ada beberapa strategi perencanaan wilayah dalam rangka mencari solusi rancangan untuk menghadapi bencana Tsunami, antara lain:1. Dalam lingkup makro, pemilihan kegiatan untuk daerah tertentu harus
tepat, misalnya: perencanaan evakuasi dan jalur mitigasi. Bercermin dari kasus di
Banda Aceh dan Pangandaran maka dapat ditawarkan escape hill, jalur mitigasi dan early warning system dan pengamatan visual ke laut.
perencanaan zoning, yakni:- defend artinya pantai dilengkapi dengan barrier untuk menahan
terjangan gelombang.- retreat artinya menarik kegiatan menjauhi garis pantai, dan sepanjang
pantai ditanami dengan penghijauan yang berfungsi sebagai sabuk hijau.
- accomodate artinya meletakkan kegiatan yang cocok di daerah garis pantai, misalnya daerah ini dibuat tambak.
- counter attack artinya pantai dilengkapi denga sarana penghadang gelombang mencocokkan aktivitas dengan kondisi pantai dan yang terakhir menjauhkan kegiatan vital dari garis pantai.
2. Dalam lingkup mikro, ada beberapa alternatif antara lain: Menghindari daerah terpaan. Menghindari daerah bahaya tsunami,
adalah dengan metode penanggulangan yang paling efektif. Pada perencanaan wilayah, hal ini mencakup penempatan bangunan dan infrastruktur di bagian tapak yang tinggi atau menaikkan struktur di atas terpaan tsunami atau menguatkan podium (tempat berpijak bangunan).
Batas air
Memperlambat arus air. Teknik memperlambat arus air termasuk membuat penahan serta daya hancur gelombang. Hutan buatan yang dirancang khusus, saluran air, jalur hijau, dapat memperlambat dan menahan arus dan puing-puing yang dibawa ombak. Agar teknik ini efektif harus ada perkiraan yang tepat dari terpaan yang akan terjadi.

Pengurangan Risiko Tsunami
32
Elemen GunaMenghambatGelombang
Membelokkan kekuatan air. Teknik pembelokkan kekuatan tsunami, menjauh dari struktur bangunan yang lemah, yaitu dengan menata struktur, melalui penggunaan tembok-tembok bersudut dan saluran air, dan menggunakan permukaan dengan lapisan yang memudahkan jalannya air.
Dinding Bypass
Menghambat terpaan air. Struktur kokoh seperti tembok, terasering (penahan gundukkan/tanah curam berbentuk anak tangga) atau jalur hijau, struktur parkir dan kontruksi lain yang kokoh dapat menahan kekuatan gelombang. Menahan, bagaimanapun juga dapat mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang ke arah lain.
DindingPenahan
Selain itu pengurangan risiko kerusakan akibat tsunami dapat diperkecil bila: menyediakan jarak ruang yang maksimum antar bangunan, meninggikan bangunan di atas batas ketinggian terpaan banjir dan menempatkan akses-akses utama di luar area banjir, dan jalan-jalan akses penunjang tegak lurus dengan tepi pantai.
3.2.2 Tindakan saat terjadi bencana.
Beberapa tindakan yang perlu dilakukan untuk menghindari bertambahnya jumlah korban pada saat terjadi bencana akan diuraikan di bawah ini.
1. Tindakan untuk mengurangi kemungkinan risikoBeberapa tindakan untuk mengurangi kemungkinan risiko yaitu:
Mewujudkan keberdayaan individu, keluarga, komunitas, masyarakat, dan negara; serta mengatasi ketidakberlanjutan pembangunan

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
33
Membangun pondasi rasa aman yang segala kegiatannya mendorong untuk ketercukupan kebutuhan dasar.
Membangun berbagai perangkat pengurangan risiko bencana (PRB) dan kegiatan-kegiatan yang dapat mengurangi risiko bencana melalui mencegah dan memitigasi bahaya, serta meredam kerentanan dari ancaman
Seluruh kemampuan komunitas digunakan untuk menangani ancaman. Sehingga tidak diperlukan bantuan eksternal karena kemampuan yang ada dapat menanganinya
Mengidentifikasi, mengevaluasi, & memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan pemanfaatan peringatan dini
Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman dan ketahanan pada semua tingkatan
Mengurangi faktor-faktor risiko dasar Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana dengan respon yang
efektif pada semua tingkatan Selain itu, lakukanlah mengungsi dengan cepat, jika ada
pemberitahuan untuk mengungsi. Otoritas lokal tidak akan meminta orang untuk meninggalkan tempat, jika memang sungguh-sungguh keadaan belum dalam bahaya. Kita perlu menuruti nasehat mereka. Selanjutnya, dengarkan radio dan televisi lokal dan ikuti instruksi dari pejabat yang menangani keadaan darurat.
Pada saat terjadi bencana pakailah pakaian pelindung dan sepatu yang kokoh. Karena wilayah bencana dan bekasnya berisi banyak risiko. kuncilah rumah. jika kita hanya mempunyai waktu sedikit seperti kasus tsunami, rebut kebutuhan yang telah disediakan dalam kotak persediaan bencana dan pergilah.
Jangan lupa membawa kotak P3K, meliputi resep dokter, gigi palsu, kacamata, dan alat bantu pendengar. kotak persedian bencana. pakaian pengganti dan sleeping bag. Serta kunci mobil dan atau motor (jika punya mobil/motor).
2. Penyelamatan Diri Di dalam Ruangan
Cara-cara yang dilakukan untuk menyelamatkan diri pada saat tsunami berlangsung apabila sedang berada di dalam ruangan:
- Jangan panik- Segera berlari mencari tempat yang lebih tinggi - Naik ke lantai yang lebih tinggi atau atap rumah . - Tidak perlu menunggu peringatan tsunami- Selamatkan diri anda, bukan barang anda- Jangan hiraukan kerusakan di sekitar, teruslah mencari tempat yang

Pengurangan Risiko Tsunami
34
tinggi- Tetaplah bertahan di daerah ketinggian sampai ada pemberitahuan
resmi dari pihak berwajib tentang keadaan aman- Jika anda berpegangan atap rumah saat gelombang tsunami
berlangsung jangan membelakangi arah laut supaya terhindar dari benturan benda benda yang dibawa - oleh gelombang.
- Anda dapat membalikan badan saat gelombang berbalik arah kembali ke laut
- Tetap berpegangan kuat hingga gelombang benar-benar reda
Di luar RuanganPrinsip-prinsip sebagai cara untuk menyelamatkan diri pada saat tsunami berlangsung apabila sedang berada di luar ruangan
- Jangan panik- Bila sedang berada di pantai atau dekat laut dan merasakan bumi
bergetar,- Segera berlari ke tempat yang tinggi dan jauh dari pantai. - Naik ke lantai yang lebih tinggi, atap rumah atau memanjat pohon. - Tidak perlu menunggu peringatan Tsunami- Tsunami dapat muncul melalui sungai dekat laut, jadi jangan berada
di sekitarnya- Selamatkan diri anda, bukan barang anda- Jangan hiraukan kerusakan di sekitar, teruslah berlari- Jika terseret tsunami, carilah benda terapung yang dapat digunakan
sebagai rakit- Selamatkan diri melalui jalur evakuasi tsunami ke tempat evakuasi
yang sudah disepakati bersama- Tetaplah bertahan di daerah ketinggian sampai ada pemberitahuan
resmi dari pihak berwajib tentang keadaan aman- Jika anda berpegangan pada pohon saat gelombang tsunami
berlangsung jangan membelakangi arah laut supaya terhindar dari benturan benda benda yang dibawa oleh gelombang.
- Anda dapat membalikan badan saat gelombang berbalik arah kembali ke laut
- Tetap berpegangan kuat hingga gelombang benar-benar reda
Di dalam Gedung BertingkatBeberapa tindakan yang dilakukan untuk menyelamatkan diri pada saat tsunami berlangsung apabila sedang berada di dalam gedung bertingkat:
- Jangan panik - Segera berlari menuju lantai yang paling tinggi - Naik ke lantai yang lebih tinggi atau atap gedung.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
35
- Tidak perlu menunggu peringatan tsunami- Selamatkan diri anda, bukan barang anda- Jangan hiraukan kerusakan di sekitar, teruslah menuju lantai yang
tertinggi- Tetaplah bertahan sampai ada pemberitahuan resmi dari pihak
berwajib tentang keadaan aman- Jika anda berpegangan pada sesuatu balok atau kayu di lantai
gedung tersebut saat gelombang tsunami berlangsung, jangan membelakangi arah laut supaya terhindar dari benturan benda benda yang dibawa oleh gelombang.
- Anda dapat membalikan badan saat gelombang berbalik arah kembali ke laut
- Tetap berpegangan kuat hingga gelombang benar-benar reda
3.2.3 Tindakan Sesudah Terjadi Bencana
Segera setelah bencana tsunami menimpa, masyarakat dari berbagai daerah di sekitar bencana dan dari daerah-daerah yang jauh bahkan dari luar negeri berbondong-bondong mendatangi daerah-daerah bencana untuk memberikan bantuan darurat serta membantu membersihkan puing, mendirikan tenda dan MCK darurat dan mengerjakan apa saja untuk mengurangi penderitaan mereka yang selamat.
Tidak ada satu kelompok atau satu organisasi tunggal yang dapat menangani keseluruhan akibat bencana. Karena bencana merupakan permasalahan kompleks yang menuntut adanya penanganan kolektif yang melibatkan berbagai disiplin dan kelompok kelembagaan yang berbeda – dengan kata lain, melalui kemitraan. Ini merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan.
Masyarakat harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya langkah-langkah yang harus dilakukan setelah bencana tsunami terjadi dengan cara:1. kapasitas untuk mengelola selama kejadian-kejadian yang mendatangkan
malapetaka 2. kapasitas untuk memulihkan diri setelah bencana tsunami 3. kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan-kekuatan yang
menghancurkan, melalui perlawanan atau adaptasi
Masyarakat perlu memperkuat kapasitas mereka, karena tidak ada masyarakat yang sepenuhnya aman dari bahaya alam ataupun bahaya-bahaya terkait kegiatan manusia. Masyarakat merupakan sesuatu yang kompleks dan seringkali tidak berbentuk satu kesatuan. Di antara orang-orang yang tinggal di suatu daerah yang sama ada perbedaan-perbedaan dalam hal kekayaan, status sosial dan pekerjaan, dan mungkin pula ada pembagian-pembagian

Pengurangan Risiko Tsunami
36
lain yang lebih serius di dalam masyarakat.
1. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan setelah tsunami berlalu yaitu: Hindari instalasi listrik bertegangan tinggi dan laporkan jika
menemukan kerusakan kepada PLN Hindari memasuki wilayah kerusakan kecuali setelah dinyatakan aman Jauhi reruntuhan bangunan Laporkan diri ke lembaga pemerintah, lembaga adat atau lembaga
keagamaan Upayakan penampungan sendiri kalau memungkinkan. Ajaklah
sesama warga untuk melakukan kegiatan yang positif. Misalnya mengubur jenazah, mengumpulkan benda-benda yang dapat digunakan kembali, sembahyang bersama, dan lain sebagainya. Tindakan ini akan dapat menolong kita untuk segera bangkit, dan membangun kembali kehidupan
Bila diperlukan, carilah bantuan dan bekerja sama dengan sesama serta lembaga pemerintah, adat, keagamaan atau lembaga swadaya masyarakat
Ceritakan tentang bencana ini kepada keluarga, anak, dan teman anda untuk memberikan pengetahuan yang jelas dan tepat. Ceritakan juga apa yang harus dilakukan bila ada tanda-tanda tsunami akan datang.
Tenang dan sabar. Tetap tenang dan berpikir rasional akan membantu menyelamatkan kita dan terhindar dari tindakan yang tidak masuk akal. Biasanya banyak orang yang akan mencari pemenuhan kebutuhan untuk keselamatan keluarganya sendiri. Kesabaran akan membantu semua orang terbebas dari situasi sulit dengan mudah.
Mendengarkan radio dan televisi lokal yang memberitakan informasi dan instruksi. Otoritas lokal akan menyediakan jalan keluar yang sesuai dengan situasi terakhir.
Memeriksa luka-luka. Memberi bantuan P3K untuk diri sendiri dan kemudian membantu orang lain sampai mendapat bantuan.
Membantu tetangga yang memerlukan bantuan khusus – bayi, orang jompo, orang dengan kecacatan – dan orang lain yang membutuhkan bantuan.
Melihat kemungkinan kerusakan di rumah. Bencana dapat menyebabkan kerusakan yang besar karenanya kita harus berhati-hati.
Menggunakan lampu senter atau lentera yang menggunakan baterei. Menghindari penggunaan lilin. Lilin dapat menyebabkan kebakaran. Memeriksa saluran listrik dan gas yang dapat mengakibatkan
kebakaran. Memeriksa bagian bangunan yang dianggap rawan untuk segera
dirobohkan. Mengambil gambar dari kerusakan untuk kebutuhan klaim asuransi.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
37
Hubungi anggota keluarga lain untuk pemberitahuan. Yakin kita mempunyai persediaan air yang cukup, jika aliran air
terputus, karena air mudah tercemar pada saat terjadi bencana.
2. Menjalin KerjasamaPenanggulangan bencana tsunami hendaknya menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah serta pihak-pihak terkait. Kerjasama ini sangat penting untuk memperlancar proses penanggulangan bencana. Dalam setiap kejadian bencana di Indonesia ada beberapa pihak yang bekerja sama dalam melakukan usaha-usaha penanganannya. Adalah hak masyarakat untuk menghubungi instansi terkait ini karena keberadaan pihak-pihak ini adalah untuk mendampingi masyarakat dalam usaha penanggulangan bencana. Hubungan dengan pihak-pihak ini sebaiknya dijalin dalam tahap sebelum bencana, saat bencana dan setelah bencana. Untuk memperkuat kesiapsiagaan, masyarakat bisa mendapatkan pelatihan dan bantuan dari instansi/organisasi dibawah ini : Dinas Sosial : Adalah instansi Pemerintah yang menangani bidang
kesejahteraan dalam membantu masyakakat yang dilanda bencana. Tentara Nasional Indonesia (TNI) : Bisa memberi pelatihan kepada
masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang operasi di lapangan.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG): Adalah instansi Pemerintah yang memberi informasi tentang perkembangan cuaca, gempa bumi dan kegiatan gunung berapi.
Search and Rescue (SAR): Adalah lembaga yang bertugas dalam hal melakukan pencarian, pertolongan dan penyelamatan terhadap orang yang mengalami musibah atau diperkirakan hilang dalam suatu bencana.
Rumah Sakit (Unit Gawat Darurat): Adalah instansi pemerintah maupun swasta yang memiliki kapasitas/kewenangan dalam hal pelayanan kesehatan masyarakat luas. Dalam hal penanganan bencana, rumah sakit melakukan penanganan korban bencana baik dalam penanganan penderita gawat darurat maupun tindakan-tindakan perawatan korban bencana secara berkelanjutan.
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat): Adalah instansi pemerintah yang memiliki tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan di tingkat lapisan masyarakat terkecil, dan instansi ini memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan penanganan penderita gawat darurat sebelum dilakukan evakuasi selanjutnya ke rumah sakit.
Polisi Daerah: Adalah instansi pemerintah yang memiliki kewenangan dalam hal keamanan dan ketertiban masyarakat sekaligus memiliki fungsi sebagai pihak yang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat darurat dalam penanganan bencana di masyarakat. Instansi kepolisian biasanya ada di setiap tingkatan masyarakat hingga yang terkecil.
Hansip/Linmas: adalah kelompok masyarakat yang ditugaskan untuk membantu tugas kepolisian dalam melakukan pengamanan wilayah

Pengurangan Risiko Tsunami
38
domisili tugas mereka. Kelompok ini terdiri dari anggota-anggota masyarakat terpilih dan dipercayai untuk melakukan pengawasan terhadap keamanan dan ketertiban wilayah.
Palang Merah Indonesia (PMI): Adalah lembaga yang bertugas untuk membantu masyarakat dalam meringankan penderitaan masyarakat yang dilanda bencana.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) : LSM lokal bisa bekerja sama dengan masyarakat dalam menanggulangi bencana dan membantu masyarakat untuk membina hubungan ke luar.
Media Massa: Media Massa Cetak maupun Elektronik (televisi dan radio) bisa menyebarkan berita tentang bencana dan bisa membantu untuk mencari bantuan.
Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB): Terdiri atas anggota-anggota masyarakat yang pembentukannya adalah hasil dari keputusan masyarakat bersama.
Satkorlak/Satlak/BPBD: badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.
BNPB: lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IVMATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO TSUNAMI
4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Tsunami
Muatan Pendidikan PRB untuk siswa SMP/MTs disusun dengan mempertimbangkan Hal-hal sebagai berikut :
1. Kepentingan dan kemampuan peserta didik dan lingkungannyaMuatan pendidikan PRB dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki peluang atau kesempatan untuk selamat dan membantu orang lain agar selamat ketika Tsunami terjadi. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut perlu peningkatan kompetensi/kapasitas peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan, termasuk kearifan lokal yang dimiliki masyarakat dalam lingkungan tersebut. Kegiatan pembelajaran PRB berpusat pada peserta didik.
2. Keragaman risiko bahaya dan karakteristik daerah dan lingkunganSetiap daerah memiliki risiko, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan PRB sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus mengakomodir keragaman tersebut yang relevan dengan kebutuhan pendidikan PRB.
3. Kondisi sosial budaya masyarakat setempatPengembangan muatan pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat diperlukan, termasuk kearipan lokal yang ada.
4. Peningkatan kesadaran akan adanya risiko bencana akibat tsunamiMuatan pendidikan PRB dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kesadaran siswa akan adanya risiko bahaya tsunami. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman terjadinya tsunami, hal-hal yang terjadi ketika dan setelah tsunami.

Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Tsunami
40
5. Peningkatan kompetensi/kapasitas diri agar dapat mengurangi bahaya bencana yang diakibatkan tsunami
Pendidikan PRB dilakukan secara sistematik dan terpadu dengan pendidikan mata pelajaran lain, untuk meningkatkan kompetensi siswa secara holistik yang memungkinkan potensi diri (efektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal, agar selamat ketika tsunami terjadi. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
6. Menyeluruh dan berkesinambunganSubstansi muatan pendidikan PRB mencakup keseluruhan dimensi kompetensi yang diperlukan, dimensi kognitif, psikomotor dan afektif.
7. Belajar sepanjang hayat Pengembangan muatan pendidikan PRB diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Adapun materi pembelajaran pengurangan risiko tsunami untuk setiap jenjang kelas adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Perjuangan Risiko Tsunami
MATERI PEMBELAJARAN
Sebelum bencana Mendengarkan berita Wujud zat Gejala alam Lingkungan kehidupan manusia Latihan kebugaran jasmani Teknik dasar renang
Saat terjadi bencana Gejala alam Kebugaran jasmani Perkemahan dan dasar-dasar penyelamatan
Setelah terjadi bencana Menulis buku harian dan surat pribadi Usaha manusia untuk mengenali perkembangan linngkungannya Teknil dasar permainan Perkemahan dan dasar-dasar penyelamatan Budaya hidup sehat
KELAS
VII
A. Identi�kasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Tsunami

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
41
MATERI PEMBELAJARAN KELAS
Sebelum bencana Memahami isi berita dari radio/ televisi Usaha, gaya, dan energi Gelombang Latihan kebugaran jasmani Teknik dasar renang
Saat terjadi bencana Usaha, gaya, dan energi Gelombang Kebugaran jasmani Penjelajahan di sekitar
Setelah terjadi bencana Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/ poster Pesawat sederhana Teknil dasar permainan Penjelajahan di sekitar Budaya hidup sehat
Sebelum bencana Proses-proses khusus di lapisan bumi Hubungan manusia dengan bumi Latihan kebugaran jasmani Teknik dasar renang
Saat terjadi bencana Kebugaran jasmani Penjelajahan dan penyelamatan di alam bebas
Setelah terjadi bencana Hubungan manusia dengan bumi Teknik dasar permainan Penjelajahan dan penyelamatan di alam bebas Budaya hidup sehat
VIII
IX

Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Tsunami
42
4.2 Pemetaan Indikator Siswa
Kompetensi tersebut dapat dielaborasi ke dalam indikator-indikator sebagai berikut :Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa Untuk Pembelajaran
Pengurangan Risiko TsunamiB. Pemetaan Indikator Siswa Kompetensi tersebut dapat dielaborasi ke dalam indikator-indikator sebagai berikut :
KELAS
(2)
MATERIPEMBELAJARAN
(1)
INDIKATOR PERILAKU SISWA
(3)
Mendengarkan berita Wujud zat Gejala alam Lingkungan kehidupan manusia Latihan kebugaran jasmani Teknik dasar renang Perkemahan dan dasar- dasar penyelamatan Menulis buku harian dan surat pribadi Usaha manusia untuk mengenali perkembangan lingkungannya Teknil dasar permainan Budaya hidup sehat
Memahami isi berita dari radio/ televisi Usaha, gaya, dan energi Gelombang Latihan kebugaran jasmani Teknik dasar renang Penjelajahan di sekitar Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/ poster Pesawat sederhana Teknil dasar permainan Budaya hidup sehat
Menjelaskan pengertian tsunami Menjelaskan penyebab terjadinya tsunami Menunjukkan peristiwa tsunami yang pernah terjadi di Indonesia Menunjukkan lokasi tsunami yang pernah terjadi di Indonesia Menjelaskan yang dimaksud dengan longsoran lempeng bawah laut Menjelaskan yang dimaksud dengan gempa bumi di bawah laut Menentukan hubungan tsunami dengan gempa Menjelaskan bahwa Indonesia rawan bencana tsunami Menentukan akibat yang ditimbulkan oleh tsunami Menjelaskan berbagai tips mengurangi risiko tsunami Menceritakan rasanya mengalami bencana tsunami Menjelaskan cara gelombang tsunami merambat Menunjukkan cara menolong korban tsunami
Menjelaskan pengertian tsunami Menjelaskan penyebab terjadinya tsunami Menunjukkan peristiwa tsunami yang pernah terjadi di Indonesia Menunjukkan lokasi tsunami yang pernah terjadi di Indonesia Menjelaskan yang dimaksud dengan longsoran lempeng bawah laut Menjelaskan yang dimaksud dengan gempa bumi di bawah laut Menentukan hubungan tsunami dengan gempa Menjelaskan bahwa Indonesia rawan bencana tsunami Menentukan akibat yang ditimbulkan oleh tsunami Menjelaskan berbagai tips mengurangi risiko tsunami Menceritakan rasanya mengalami bencana tsunami Menjelaskan cara gelombang tsunami merambat Menunjukkan cara menolong korban tsunami

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
43
KELAS
(2)
MATERIPEMBELAJARAN
(1)
INDIKATOR PERILAKU SISWA
(3)
Proses-proses khusus di lapisan bumi Hubungan manusia dengan bumi Latihan kebugaran jasmani Teknik dasar renang Penjelajahan dan penyelamatan di alam bebas Teknil dasar permainan Budaya hidup sehat
Menentukan hubungan tsunami dengan gempa Menjelaskan bahwa Indonesia rawan bencana tsunami Menentukan akibat yang ditimbulkan oleh tsunami Menjelaskan berbagai tips mengurangi risiko tsunami Menceritakan rasanya mengalami bencana tsunami Menjelaskan cara gelombang tsunami merambat Menunjukkan cara menolong korban tsunami
4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar MengajarTerapan pendidikan kesiapsiagaan bencana maupun pendidikan bencana, bermuara pada (1) Pemahaman tentang bencana, (2) Pemahaman tentang kerentanan, (3) Pemahaman tentang kerentanan fisik dan fasilitas-fasilitas penting untuk keadaan darurat bencana, dan (4) Sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana.
Tujuan pendidikan pengurangan risiko bencana, dalam pelaksanaan di sekolah perlu dijabarkan menjadi indikator perilaku siswa. Penetapan indikator perilaku siswa dalam pengurangan risiko bencana mempertimbangan beberapa aspek, yaitu:1. Perkembangan psikologis anak, diperlukan terutama dalam menentukan isi/
materi yang diberikan kepada anak agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan anak dan peristiwa bencana yang dialami oleh anak.
2. Berbasis lingkungan, dengan mengutamakan nilai-nilai kearifan lokal. Ini mempunyai makna bahwa siswa diajak untuk bersahabat dengan alam lingkungan sekitar yang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal.
3. Mempunyai nilai aplikatif yang tinggi, karena siswa bisa langsung menerapkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang benar-benar diperlukan pada saat bencana maupun tanggap darurat.
Adapun pendekatan yang dapat dilaksanakan pada kegiatan pembelajaran PRB, agar lebih menyenangkan siswa, sebaiknya digunakan pendekatan dan simulasi, serta pendekatan dan metode lainnya jika diperlukan. Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah proses pembelajran bersama yang bersifat interakitf di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan terhadap bencana (UN-ISDR).
Pengintegrasian materi ajar PRB di dalam kurikulum harus dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan KTSP. Oleh karena itu perlu adanya kajian terhadap mata pelajaran-mata pelajaran yang dapat dikembangkan dengan materi ajar PRB gempa bumi.

BAB V
PENGINTEGRASIAN MATERI POKOKPENGURANGAN RISIKO TSUNAMI KEDALAM KURIKULUM TINGKAT SATUANPENDIDIKAN MENENGAH (SMP/MTS)
Integrasi pendidikan pengurangan risiko bencana kedalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimaknai sebagai menggabungkan muatan pendidikan PRB dan muatan KTSP, atau memasukkan muatan pendidikan PRB dalam
muatan KTSP. Pengintegrasian pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan keterpaduan dan kesinambungan muatan pendidikan PRB dan muatan KTSP (termasuk program ekstra kurikuler yang dimiliki sekolah), sumber daya yang dimiliki untuk melaksanakan pendidikan PRB. Pengintegrasian muatan pendidikan PRB dapat dilakukan dengan muatan mata pelajaran pokok, mata pelajaran muatan lokal, dan/atau program ekstra kurikuler. Pengintegrasian dilakukan secara terpadu sehingga menyatu, saling terkait dan berkesinambungan secara harmonis.
Pengintegrasian dilakukan dengan mempertimbangkan muatan pendidikan PRB, standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran pokok dan muatan lokal, objek kajian mata pelajaran pokok, program pembiasaan, dan/ atau ketersediaan sumber daya guru yang akan melaksanakannya. Cara pengintegrasian yang dipilih mempunyai implikasi tuntutan pengerjaan administratif yang berbeda-beda sebelum pelaksanaan pendidikan PRB dilakukan.
Pengintegrasian pendidikan PRB ada baiknya dilakukan secara terpadu dan menyeluruh kepada salah satu cara berikut: mata pelajaran pokok, muatan lokal, atau kegiatan ekstra kurikuler. Agar perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi mudah dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan.
Selanjutnya adalah, bila muatan pendidikan PRB dintegrasikan dengan muatan mata pelajaran, merumuskan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar muatan Pendidikan PRB. Membuat perencanaan pembelajaran dan evaluasi muatan Pendidikan PRB atas dasar SK dan KD muatan Pendidikan PRB kedalam silabus dan RPP. Bila muatan Pendidikan PRB diintegrasikan dengan Program Pembiasaan, maka selanjutnya adalah menyusun program pelaksanaan muatan Pendidikan PRB tersebut.
Permen Diknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses mengamanatkan bahwa proses pembelajaran untuk mencapai KD dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
45
Selain itu, proses pembelajaran juga harus menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Berbagai model pembelajaran dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar agar anak mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna sesuai dengan tingkat perkembangannya. Untuk itu, guru perlu mengupayakan kegiatan pembelajaran tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat diberikan pada siswa adalah model pembelajaran terintegrasi.
Pembelajaran integrasi yang memasukkan materi tertentu ke dalam suatu bidang studi dengan menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan, diharapkan akan dapat memotivasi anak dalam belajar dan memberikan pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang bermakna bagi anak.
Terdapat beberapa alternatif cara mengitegrasikan pendidikan PRB kedalam kurikulum satuan pendidikan. Pertama adalah mengintegrasikan muatan pendidikan PRB kedalam mata pelajaran pokok. Kedua adalah mengintegrasikan muatan pendidikan PRB kedalam mata muatan Lokal. Ketiga adalah mengintegrasikan muatan pendidikan PRB kedalam kegiatan ekstra kurikuler. Keempat adalah mengintegrasikan secara lintas mata pelajaran, atau kedalam beberapa mata pelajaran pokok, mata pelajaran muatan lokal, dan/atau kegiatan ekstra kurikuler.
5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami dalam Mata Pelajaran
Tahapan dalam pengintegrasian materi PRB terhadap mata pelajaran di tingkat SMP/MTs sebagai berikut :
1 Identifikasi Materi Pembelajaran tentang PRBKonsep mengenai pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran pokok dalam kurikulum, diantaranya: IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dan Pendidikan jasmani.
2 Analisis KD yang Memungkinkan dapat diintegrasikan dengan PRBKompetensi-kompetensi dasar yang terdapat pada KTSP dapat diintegrasikan dengan materi PRB dalam bentuk model KTSP daerah bencana. Model ini disusun sesuai dengan kondisi, kebutuhan, potensi, dan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik di daerah bencana yang diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau referensi bagi satuan pendidikan di daerah lain yang punya karakteristik yang sama.Setelah kurikulum, bahan ajar sebagai acuan yang lebih operasional dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah, merupakan komponen yang sangat berperan dalam memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai bencana dan kesiapsiagaan bencana terhadap warga negara, khsusnya peserta didik.

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Tsunami Ke Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)
46
Melalui bahan ajar yang disusun pada pembelajaran tematik dan di setiap mata pelajaran dapat diintegrasikan mengenai jenis-jenis bencana beserta penyebabnya, usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam menghindari terjadinya beberapa bencana, apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana, dampak yang ditimbulkan oleh bencana dan usaha-usaha yang dalam mengurangi dampak tersebut, apa yang dilakukan setelah bencana itu terjadi, dan lain-lain.
3 Menyusun Silabus yang Terintegrasi PRBSilabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar yang diintegrasikan dengan nilai-nilai pengurangan risiko bencana (PRB).Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.Silabus Integrasi PRB dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah dan jenis ancaman bencana yang rentan di wilayahnya. Langkah-langkah penyusunan silabus yang mengintegrasikan PRB diantaranya adalah sebagai berikut.1. Mengkaji dan menentukan Standar Kompetensi (SK) yang dapat
diintegrasikan dengan PRB.2. Mengkaji dan menentukan Kompetensi Dasar (KD) yang sesuai dengan SK
yang diintegrasikan.3. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi (dengan mengacu pada
SK dan KD).4. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran yang sesuai dengan PRB
tsunami.5. Mengembangkan kegiatan pembelajaran berintegrasi PBR tsunami,
seperti penyampaian informasi bahaya tsunami, simulasi penyelamatan diri, pertolongan pertama, dan lainnya.
6. Menentukan Jenis Penilaian.7. Menentukan Alokasi Waktu. 8. Menentukan Sumber Belajar yang berhubungan dengan PRB tsunami.
4. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)Rencana pembelajaran merupakan langkah awal dari suatu menejemen pembelajaran yang berisi kebijakan strategis tentang pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan. Dalam rencana pembelajaran selalu terdapat komponen yang saling berkaitan yaitu tujuan, bahan ajar, metode/teknik, media, alat evaluasi, dan penjadwalan setiap langkah kegiatan. Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan diintegrasikan dengan nilai-nilai usaha pengurangan risiko bencana (PRB).RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
47
pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. RPP yang terintegrasi PRB tsunami disusun sesuai dengan KD yang relevan dengan materi ajar PRB tsunami.Untuk lebih jelasnya, tahapan pengintegrasian dijelaskan sebagai berikut.
5.1.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko TsunamiSetelah dianalisis, pengurangan risiko tsunami dapat diintegrasikan pada beberapa mata pelajaran. Pemetaan materi pembelajaran untuk pengintegrasian pengurangan risiko Tsunami adalah sebagai berikut.
Tabel 5.1: Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Tsunami
MATERI PEMBELAJARAN
Sebelum bencana Mendengarkan berita Wujud zat Gejala alam Lingkungan kehidupan manusia Latihan kebugaran jasmani Teknik dasar renang
Saat terjadi bencana Gejala alam Kebugaran jasmani Perkemahan dan dasar-dasar penyelamatan
Setelah terjadi bencana Menulis buku harian dan surat pribadi Usaha manusia untuk mengenali perkembangan linngkungannya Teknil dasar permainan Perkemahan dan dasar-dasar penyelamatan Budaya hidup sehat
KELAS
VII
A. Identi�kasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Tsunami

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Tsunami Ke Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)
48
MATERI PEMBELAJARAN KELAS
Sebelum bencana Memahami isi berita dari radio/ televisi Usaha, gaya, dan energi Gelombang Latihan kebugaran jasmani Teknik dasar renang
Saat terjadi bencana Usaha, gaya, dan energi Gelombang Kebugaran jasmani Penjelajahan di sekitar
Setelah terjadi bencana Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/ poster Pesawat sederhana Teknil dasar permainan Penjelajahan di sekitar Budaya hidup sehat
Sebelum bencana Proses-proses khusus di lapisan bumi Hubungan manusia dengan bumi Latihan kebugaran jasmani Teknik dasar renang
Saat terjadi bencana Kebugaran jasmani Penjelajahan dan penyelamatan di alam bebas
Setelah terjadi bencana Hubungan manusia dengan bumi Teknik dasar permainan Penjelajahan dan penyelamatan di alam bebas Budaya hidup sehat
VIII
IX
5.1.2 Analisis Kompetensi Dasar (KD) yang dapat diintegrasikanBerikut adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk beberapa Mata Pelajaran di tingkat satuan pendidikan menengah (SMP/MTs) yang dapat diintegrasikan dengan materi pengurangan risiko tsunami.

Tabe
l 5.2
Pem
etaa
n SK
- KD
ke
dala
m M
ata
Pela
jara
n Ba
hasa
Indo
nesi
a, IP
A, I
PS,d
an P
endi
dika
n Ja
sman
i
KEL
AS
MAT
ERI
PEM
BEL
AJA
RAN
IND
IKAT
OR
PERI
LAK
U S
ISW
AM
ATA
PE
LAJA
RAN
STA
ND
AR
KOM
PETE
NSI
KOM
PETE
NSI
DA
SAR
(2)
(1)
(3)
(4)
(5)
(6)
7
Wuj
ud z
at.
G
ejal
a al
am.
M
enje
lask
an y
ang
dim
aksu
d de
ngan
long
sora
n le
mpe
ng b
awah
laut
.
Men
jela
skan
yan
g di
mak
sud
deng
an
ge
mpa
bum
i di b
awah
laut
.
Men
entu
kan
hubu
ngan
tsun
ami
de
ngan
gem
pa.
M
enje
lask
an b
ahw
a In
done
sia
raw
an
be
ncan
a ts
unam
i.
Men
entu
kan
akib
at y
ang
ditim
bulk
an
ol
eh ts
unam
i.
Men
jela
skan
car
a ge
lom
bang
tsun
ami
m
eram
bat.
IPA
3. M
emah
ami w
ujud
zat
dan
per
ubah
anny
a.
5. M
emah
ami g
ejal
a-ge
jala
ala
m m
elal
ui p
enga
mat
an.
3.1
Men
yelid
iki s
ifat-
sifa
t za
t
b
erda
sark
an w
ujud
nya
dan
pen
erap
anny
a da
lam
keh
idup
an
seh
ari-h
ari.
3.2
Men
desk
ripsi
kan
kons
ep m
assa
j
enis
dal
am k
ehid
upan
seh
ari-h
ari.
5.2
Men
gana
lisis
dat
a pe
rcob
aan
ger
ak lu
rus
bera
tura
n d
an g
erak
l
urus
ber
ubah
ber
atur
an s
erta
p
ener
apan
nya
dala
m k
ehid
upan
s
ehar
i-har
i.
IPS
Li
ngku
ngan
kehi
dupa
n
man
usia
.
Usa
ha m
anus
ia
un
tuk
men
gena
li
perk
emba
ngan
lingk
unga
nnya
.
M
enje
lask
an p
enye
bab
terja
diny
a
tsun
ami.
M
enun
jukk
an p
eris
tiwa
tsun
ami y
ang
pe
rnah
terja
di d
i Ind
ones
ia.
M
enun
jukk
an lo
kasi
tsun
ami y
ang
pe
rnah
terja
di d
i Ind
ones
ia.
M
enje
lask
an b
ahw
a In
done
sia
raw
an
be
ncan
a ts
unam
i.
Men
entu
kan
akib
at y
ang
ditim
bulk
an
ol
eh ts
unam
i.
Men
jela
skan
ber
baga
i tip
s m
engu
rang
i
risik
o ts
unam
i.
1. M
emah
ami l
ingk
unga
n
keh
idup
an m
anus
ia.
4. M
emah
ami u
saha
man
usia
unt
uk m
enge
nali
per
kem
bang
an
li
ngku
ngan
nya.
1.1
Men
desk
ripsi
kan
kera
gam
an
ben
tuk
muk
a bu
mi,
pros
es
pem
bent
ukan
, dan
dam
pakn
ya
terh
adap
keh
idup
an.
4.1
Men
ggun
akan
pet
a, a
tlas,
dan
g
lobe
unt
uk m
enda
patk
an
info
rmas
i ker
uang
an.
4.2
Mem
buat
ske
tsa
dan
peta
wila
yah
yan
g m
engg
amba
rkan
obj
ek
geo
gra�
.4.
3 M
ende
skrip
sika
n ko
ndis
i geo
gra�
s
da
n pe
ndud
uk.
4.4
Men
desk
ripsi
kan
geja
la-g
ejal
a
y
ang
terja
di d
i atm
osfe
r dan
h
idro
sfer
, ser
ta d
ampa
knya
te
rhad
ap k
ehid
upan
.

KEL
AS
MAT
ERI
PEM
BEL
AJA
RAN
IND
IKAT
OR
PERI
LAK
U S
ISW
AM
ATA
PE
LAJA
RAN
STA
ND
AR
KOM
PETE
NSI
KOM
PETE
NSI
DA
SAR
(2)
(1)
(3)
(4)
(5)
(6)
7
Men
deng
arka
n
berit
a.
Men
ulis
buk
u
haria
n da
n su
rat
pr
ibad
i.
M
enun
jukk
an p
eris
tiwa
tsun
ami y
ang
pe
rnah
terja
di d
i Ind
ones
ia.
M
enun
jukk
an lo
kasi
tsun
ami y
ang
pe
rnah
terja
di d
i Ind
ones
ia.
Baha
sa
Indo
nesi
a1.
Mem
aham
i isi
ber
ita d
ari
ra
dio/
tele
visi
.
4. M
engu
ngka
pkan
pik
iran
d
an p
enga
lam
an d
alam
buk
u ha
rian
dan
sura
t
prib
adi.
1.1
Men
yim
pulk
an is
i ber
ita y
ang
dib
acak
an d
alam
beb
erap
a
k
alim
at.
1.2
Men
ulis
kan
kem
bali
berit
a ya
ng
dib
acak
an k
e da
lam
beb
erap
a
k
alim
at.
4.1
Men
ulis
buk
u ha
rian
atau
p
enga
lam
an p
ribad
i den
gan
mem
perh
atik
an c
ara
pen
gung
kapa
n da
n ba
hasa
yan
g
b
aik
dan
bena
r.4.
2 M
enul
is s
urat
prib
adi d
enga
n
m
empe
rhat
ikan
kom
posi
si, i
si,
dan
bah
asa.
4.3
Men
ulis
teks
pen
gum
uman
de
ngan
bah
asa
yang
efe
ktif,
bai
k
da
n be
nar.
Penj
aske
s
Latih
an k
ebug
aran
jasm
ani.
Te
knik
das
ar
re
nang
.
Perk
emah
an d
an
da
sar-
dasa
r
peny
elam
atan
.
Tekn
il da
sar
pe
rmai
nan.
Bu
daya
hid
up
se
hat.
La
tihan
keb
ugar
an ja
sman
i.
Tekn
ik d
asar
rena
ng.
Pe
rkem
ahan
dan
das
ar-d
asar
peny
elam
atan
.
Tekn
il da
sar p
erm
aina
n.
Buda
ya h
idup
seh
at.
1. M
empr
aktik
kan
berb
agai
tekn
ik d
asar
per
mai
nan
dan
o
lahr
aga,
ser
ta n
ilai-n
ilai
y
ang
terk
andu
ng d
i
dal
amny
a.
2. M
empr
aktik
kan
latih
an
k
ebug
aran
jasm
ani ,
dan
nila
i-nila
i yan
g te
rkan
dung
did
alam
nya.
5. M
empr
aktik
kan
seba
gian
tek
nik
dasa
r ren
ang
gaya
dad
a , d
an n
ilai-n
ilai y
ang
te
rkan
dung
did
alam
nya*
).
6. M
empr
aktik
kan
p
erke
mah
an d
an d
asar
-
das
ar p
enye
lam
atan
di
l
ingk
unga
n se
kola
h , d
an
n
ilai-n
ilai y
ang
terk
andu
ng
d
idal
amny
a***
).
7. M
ener
apka
n bu
daya
hid
up
s
ehat
.
1.1
Mem
prak
tikka
n va
riasi
dan
k
ombi
nasi
tekn
ik d
asar
sal
ah s
atu
per
mai
nan
dan
olah
raga
ber
egu
bol
a be
sar l
anju
tan
deng
an
koo
rdin
asi y
ang
baik
, ser
ta n
ilai
ker
jasa
ma,
tole
rans
i, pe
rcay
a di
ri,
keb
eran
ian,
men
ghar
gai l
awan
,
b
erse
dia
berb
agi t
empa
t dan
p
eral
atan
**).
2.1
Mem
prak
tikka
n je
nis
latih
an
kek
uata
n da
n da
ya ta
han
otot
s
erta
nila
i dis
iplin
dan
tang
gung
ja
wab
.2.
2 M
empr
aktik
kan
latih
an d
aya
tah
an ja
ntun
g da
n pa
ru-p
aru,
s
erta
nila
i dis
iplin
dan
tang
gung
j
awab
.
5.1
Mem
prak
tikka
n te
knik
das
ar
ger
akan
kak
i ren
ang
gaya
dad
a
ser
ta n
ilai d
isip
lin, k
eber
ania
n da
n
k
eber
siha
n.
6.2
Mem
prak
tikka
n pe
nyel
amat
an
dan
P3K
terh
adap
jeni
s lu
ka ri
ngan
se
rta
nila
i ker
ja s
ama,
tang
gung
ja
wab
dan
teng
gang
rasa
.
7.1
Mem
aham
i pol
a m
akan
seh
at.
7.2
Mem
aham
i per
luny
a
k
esei
mba
ngan
giz
i.

KELA
SM
ATER
IPE
MBE
LAJA
RAN
INDI
KATO
R PE
RILA
KU SI
SWA
MAT
A PE
LAJA
RAN
STAN
DAR
KOM
PETE
NSI
KOM
PETE
NSI D
ASAR
(2)
(1)
(3)
(4)
(5)
(6)
8 U
saha
, gay
a, da
n
ener
gi.
Gel
omba
ng.
Pes
awat
sede
rhan
a.
Men
jelas
kan
yang
dim
aksu
d de
ngan
l
ongs
oran
lem
peng
baw
ah la
ut.
Men
jelas
kan
yang
dim
aksu
d de
ngan
g
empa
bum
i di b
awah
laut
. M
enen
tuka
n hu
bung
an ts
unam
i d
enga
n ge
mpa
. M
enje
laska
n ba
hwa I
ndon
esia
raw
an
ben
cana
tsun
ami.
Men
entu
kan
akib
at ya
ng d
itim
bulka
n o
leh
tsuna
mi.
Men
jelas
kan
cara
gel
omba
ng ts
unam
i m
eram
bat.
IPA
-
-
-
IPS
-
-
5. M
emah
ami p
eran
an u
saha
,
gaya
, dan
ener
gi d
alam
kehi
dupa
n se
hari-
hari.
6. M
emah
ami k
onse
p da
n
pen
erap
an g
etar
an,
g
elom
bang
dan
opt
ika
d
alam
pro
duk t
ekno
logi
seha
ri-ha
ri.
5.1 M
engi
dent
i�ka
si je
nis-j
enis
gaya
,
pen
jum
lahan
gay
a dan
pen
garu
hnya
pad
a sua
tu b
enda
yan
g di
kena
i gay
a.5.3
Men
jelas
kan
hubu
ngan
ben
tuk
e
nerg
i dan
per
ubah
anny
a,
prin
sip “u
saha
dan
ener
gi” s
erta
pen
erap
anny
a dala
m ke
hidu
pan
s
ehar
i-har
i.5.4
Mel
akuk
an p
erco
baan
tent
ang
p
esaw
at se
derh
ana d
an
p
ener
apan
nya d
alam
kehi
dupa
n
seh
ari-h
ari.
6.1 M
ende
skrip
sikan
kons
ep
geta
ran
dan
gelo
mba
ng se
rta
para
met
er-p
aram
eter
nya.

KEL
AS
MAT
ERI
PEM
BELA
JARA
NIN
DIK
ATO
R PE
RILA
KU
SIS
WA
MAT
A
PELA
JARA
NST
AN
DA
R KO
MPE
TEN
SIKO
MPE
TEN
SI D
ASA
R
(2)
(1)
(3)
(4)
(5)
(6)
M
emah
ami i
si
be
rita
dari
radi
o /
te
levi
si.
M
engu
ngka
pkan
info
rmas
i dal
am
be
ntuk
rang
kum
an,
te
ks b
erita
, slo
gan
/
post
er.
M
enje
lask
an p
enye
bab
terja
diny
a
tsun
ami.
M
enun
jukk
an p
eris
tiwa
tsun
ami y
ang
pe
rnah
terja
di d
i Ind
ones
ia.
M
enun
jukk
an lo
kasi
tsun
ami y
ang
pe
rnah
terja
di d
i Ind
ones
ia.
Baha
sa
Indo
nesi
a1.
Mem
aham
i isi
ber
ita d
ari
ra
dio/
tele
visi
.
4. M
engu
ngka
pkan
info
rmas
i
dal
am b
entu
k ra
ngku
man
,
teks
ber
ita, s
loga
n/po
ster
.
9.1
Men
emuk
an p
okok
-pok
ok b
erita
(a
pa, s
iapa
, di m
ana,
kap
an,
men
gapa
, dan
bag
aim
ana)
yan
g
d
iden
gar d
an a
tau
dito
nton
m
elal
ui ra
dio/
tele
visi
.
9.2
Men
gem
ukak
an k
emba
li be
rita
yan
g di
deng
ar/ d
itont
on m
elal
ui
radi
o/te
levi
si.
12.1
Men
ulis
rang
kum
an is
i buk
u
ilmu
peng
etah
uan
popu
ler.
12.2
Men
ulis
teks
ber
ita s
ecar
a
sing
kat,
pada
t, da
n je
las.
12.3
Men
ulis
slo
gan/
post
er u
ntuk
berb
agai
kep
erlu
an d
enga
n
pilih
an k
ata
dan
kalim
at y
ang
be
rvar
iasi
, ser
ta p
ersu
asif.
8

KEL
AS
MA
TER
IP
EMB
ELA
JAR
AN
IND
IKA
TOR
PER
ILA
KU
SIS
WA
MA
TA
PEL
AJA
RA
NST
AN
DA
R K
OM
PET
ENSI
KO
MP
ETEN
SI D
ASA
R
(2)
(1)
(3)
(4)
(5)
(6)
Pen
jask
es
Lati
han
keb
ug
aran
jasm
ani.
Te
knik
das
ar
re
nan
g.
Pe
nje
laja
han
di
se
kita
r.
Tekn
ik d
asar
per
mai
nan
.
Bu
day
a h
idu
p
se
hat
.
M
enje
lask
an b
erb
agai
tip
s m
eng
ura
ng
i
risi
ko t
sun
ami.
M
ence
rita
kan
ras
anya
men
gal
ami
b
enca
na
tsu
nam
i.
Men
jela
skan
car
a g
elo
mb
ang
tsu
nam
i
mer
amb
at.
M
enu
nju
kkan
car
a m
eno
lon
g k
orb
an
ts
un
ami.
1. M
emp
rakt
ikka
n b
erb
agai
tek
nik
das
ar p
erm
ain
an d
an
o
lah
rag
a d
an n
ilai-
nila
i
yan
g t
erka
nd
un
g d
i
dal
amn
ya.
2. M
emp
rakt
ikka
n la
tih
an
k
ebu
gar
an d
alam
ben
tuk
la
tih
an s
irku
it d
an n
ilai-
nila
i
yan
g t
erka
nd
un
g d
i
dal
amn
ya.
5. M
emp
rakt
ikka
n t
ekn
ik d
asar
ren
ang
gay
a b
ebas
dan
nila
i-n
ilai y
ang
ter
kan
du
ng
di d
alam
nya
6. M
ener
apka
n b
ud
aya
hid
up
seh
at.
12. M
emp
rakt
ikka
n
pen
jela
jah
an d
i sek
itar
se
kola
h d
an n
ilai-
nila
i
ya
ng
ter
kan
du
ng
d
idal
amn
ya
7.2
Mem
pra
ktik
kan
var
iasi
dan
k
om
bin
asi t
ekn
ik d
asar
sal
ah s
atu
p
erm
ain
an d
an o
lah
rag
a b
ola
k
ecil
lan
juta
n d
eng
an k
oo
rdin
asi
yan
g b
aik
ser
ta n
ilai k
erja
sam
a,
to
lera
nsi
, per
caya
dir
i, ke
ber
ania
n,
men
gh
arg
ai la
wan
, ber
sed
ia
ber
bag
i tem
pat
dan
per
alat
an**
).
8.1
Mem
pra
ktik
kan
lati
han
kec
epat
an
dan
kel
inca
han
an
gg
ota
bad
an
bag
ian
ata
s s
erta
nila
i dis
iplin
dan
t
ang
gu
ng
jaw
ab.
8.2
Mem
pra
ktik
kan
lati
han
kec
epat
an
dan
kel
inca
han
an
gg
ota
bad
an
bag
ian
baw
ah s
erta
nila
i dis
iplin
d
an t
ang
gu
ng
jaw
ab.
11.1
Mem
pra
ktik
kan
ko
ord
inas
i tek
nik
das
ar m
elu
ncu
r la
nju
tan
, ger
akan
kaki
dan
len
gan
ren
ang
gay
a
beb
as d
alam
jara
k te
rten
tu s
erta
nila
i dis
iplin
, keb
eran
ian
dan
keb
ersi
han
.11
.2 M
emp
rakt
ikka
n k
oo
rdin
asi t
ekn
ik
d
asar
per
nap
asan
ren
ang
gay
a
beb
as s
erta
nila
i dis
iplin
,
keb
eran
ian
dan
keb
ersi
han
.
6.1
Men
gen
al b
ahay
a se
ks b
ebas
.6.
2 M
eno
lak
bu
day
a se
ks b
ebas
.
12.1
Men
dis
krip
sika
n p
eren
can
aan
keg
iata
n p
enje
laja
han
sec
ara
se
der
han
a. 1
2.2
Mem
pra
ktik
kan
ket
eram
pila
n
p
enje
laja
han
di s
ekit
ar s
eko
lah
ser
ta n
ilai k
erja
sam
a, t
ole
ran
si,
t
olo
ng
men
olo
ng
, eti
ka,
m
emp
erh
atik
an k
esel
amat
an
d
an k
eber
sih
an li
ng
kun
gan
.

KELA
SM
ATER
IPE
MBE
LAJA
RAN
IND
IKAT
OR
PERI
LAKU
SIS
WA
MAT
A
PELA
JARA
NST
AN
DA
R KO
MPE
TEN
SIKO
MPE
TEN
SI D
ASA
R
(2)
(1)
(3)
(4)
(5)
(6)
9
Pros
es-p
rose
s
khus
us d
i lap
isan
bum
i.
IPA
M
enje
lask
an y
ang
dim
aksu
d de
ngan
long
sora
n le
mpe
ng b
awah
laut
.
Men
jela
skan
yan
g di
mak
sud
deng
an
ge
mpa
bum
i di b
awah
laut
.
Men
entu
kan
hubu
ngan
tsun
ami
de
ngan
gem
pa.
M
enje
lask
an b
ahw
a In
done
sia
raw
an
be
ncan
a ts
unam
i.
Men
entu
kan
akib
at y
ang
ditim
bulk
an
ol
eh ts
unam
i.
Men
jela
skan
car
a ge
lom
bang
tsun
ami
m
eram
bat.
5. M
emah
ami s
iste
m ta
ta
s
urya
dan
pro
ses
yang
terja
di d
i dal
amny
a.
5.4
Men
desk
ripsi
kan
pros
es-p
rose
s
k
husu
s ya
ng te
rjadi
di l
apis
an
lith
osfe
r dan
atm
osfe
r yan
g te
rkai
t
d
enga
n pe
ruba
han
zat d
an k
alor
.5.
5 M
enje
lask
an h
ubun
gan
anta
ra
pro
ses
yang
terja
di d
i lap
isan
li
thos
fer d
an a
tmos
fer d
enga
n
k
eseh
atan
dan
per
mas
alah
an
ling
kung
an.
IPS
H
ubun
gan
man
usia
deng
an b
umi.
M
enje
lask
an p
enye
bab
terja
diny
a
tsun
ami.
M
enun
jukk
an p
eris
tiwa
tsun
ami y
ang
pe
rnah
terja
di d
i Ind
ones
ia.
M
enun
jukk
an lo
kasi
tsun
ami y
ang
pe
rnah
terja
di d
i Ind
ones
ia.
M
enje
lask
an b
ahw
a In
done
sia
raw
an
be
ncan
a ts
unam
i.
Men
entu
kan
akib
at y
ang
ditim
bulk
an
ol
eh ts
unam
i.
Men
jela
skan
ber
baga
i tip
s m
engu
rang
i
risik
o ts
unam
i.
5. M
emah
ami h
ubun
gan
m
anus
ia d
enga
n bu
mi.
5.1
Men
gint
erpr
etas
i pet
a te
ntan
g
b
entu
k da
n po
la m
uka
bum
i.5.
2 M
ende
skrip
sika
n ke
terk
aita
n
un
sur-
unsu
r geo
gra�
s da
n
pe
ndud
uk d
i kaw
asan
Asi
a
Ten
ggar
a.5.
3 M
ende
skrip
sika
n pe
mba
gian
p
erm
ukaa
n bu
mi a
tas
benu
a da
n
sa
mud
era.
Bah
asa
Indo
nesi
a-
--
-

KELA
SM
ATER
IPE
MBE
LAJA
RAN
IND
IKAT
OR
PERI
LAKU
SIS
WA
MAT
A
PELA
JARA
NST
AN
DA
R KO
MPE
TEN
SIKO
MPE
TEN
SI D
ASA
R
(2)
(1)
(3)
(4)
(5)
(6)
9
Latih
an k
ebug
aran
jasm
ani.
Te
knik
das
ar
rena
ng.
Pe
njel
ajah
an d
an
pe
nyel
amat
an d
i
alam
beb
as.
Te
knik
das
ar
pe
rmai
nan.
Bu
daya
hid
up
se
hat.
M
enje
lask
an b
erba
gai
tip
s men
gura
ngi
ris
iko
tsun
ami.
M
ence
ritak
an ra
sany
a
men
gala
mi b
enca
na
ts
unam
i.
Men
jela
skan
car
a
gelo
mba
ng ts
unam
i
mer
amba
t.
Men
unju
kkan
car
a
men
olon
g ko
rban
tsun
ami.
Penj
aske
s1.
Mem
prak
tikka
n be
rbag
ai
te
knik
das
ar k
e da
lam
per
mai
nan
dan
olah
raga
sert
a ni
lai-n
ilai y
ang
te
rkan
dung
did
alam
nya.
2. M
empr
aktik
kan
jeni
s
latih
an b
eban
den
gan
alat
sede
rhan
a un
tuk
m
enin
gkat
kan
kebu
gara
n
dan
nila
i-nila
i yan
g
terk
andu
ng d
i dal
amny
a.
5. M
empr
aktik
kan
tekn
ik
d
asar
rena
ng g
aya
p
ungg
ung
dan
nila
i- ni
lai
y
ang
terk
andu
ng d
i
dal
amny
a*).
6. M
empr
aktik
kan
dasa
r-
das
ar p
enje
laja
han
di a
lam
beb
as d
an n
ilai-n
ilai y
ang
t
erka
ndun
g di
dala
mny
a***
).
14. M
ener
apka
n bu
daya
hid
up
seha
t.
1.1
Mem
prak
tikka
n va
riasi
dan
kom
bina
si te
knik
das
ar
sal
ah sa
tu p
erm
aina
n da
n ol
ahra
ga b
ereg
u bo
la
bes
ar la
njut
an d
enga
n ko
nsis
ten
sert
a ni
lai
ker
jasa
ma,
tole
rans
i, pe
rcay
a di
ri, k
eber
ania
n,
men
ghar
gai l
awan
dan
ber
sedi
a be
rbag
i tem
pat
dan
per
alat
an**
).
2.1
Men
gide
nti�
kasi
jeni
s-je
nis l
atih
an y
ang
sesu
ai
deng
an k
ebut
uhan
.2.
2 M
empr
aktik
kan
latih
an k
ekua
tan
kece
pata
n, d
aya
tah
an d
an k
elen
tuka
n un
tuk
kebu
gara
n ja
sman
i
se
suai
den
gan
kebu
tuha
n de
ngan
men
ggun
akan
a
lat s
eder
hana
ser
ta n
ilai s
eman
gat,
tang
gung
ja
wab
, dis
iplin
, dan
per
caya
diri
.
5.1
Mem
prak
tikka
n te
knik
das
ar g
erak
an k
aki r
enan
g
ga
ya p
ungg
ung
sert
a ni
lai d
isip
lin, k
eber
ania
n da
n
ke
bers
ihan
.5.
2 M
empr
aktik
kan
tekn
ik d
asar
ger
akan
leng
an
rena
ng g
aya
pung
gung
sert
a ni
lai d
isip
lin,
keb
eran
ian
dan
kebe
rsih
an.
5.3
Mem
prak
tikka
n te
knik
das
ar p
erna
pasa
n re
nang
g
aya
pung
gung
ser
ta n
ilai d
isip
lin, k
eber
ania
n
d
an k
eber
siha
n.
6.1
Mem
prak
tikka
n re
ncan
a ke
giat
an p
enje
laja
han.
6.2
Mem
prak
tikka
n be
rbag
ai k
eter
ampi
lan
untu
k
m
emec
ahka
n m
asal
ah y
ang
dite
muk
an d
alam
a
ktiv
itas p
enje
laja
han
di a
lam
beb
as se
rta
nila
i
k
erja
sam
a, d
isip
lin, k
esel
amat
an, k
eber
siha
n,
dan
etik
a.
14.1
Mem
aham
i ber
baga
i bah
aya
benc
ana
alam
.14
.2 M
emah
ami c
ara
men
ghad
api b
erba
gai b
enca
na
a
lam
.

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Tsunami Ke Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)
56
5.1.3 Penyusunan Silabus Integrasi Standar Kompetensi/Kompetensi Dasar (SK/KD)Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/ tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.Di dalam menyusun silabus, haruslah memperhatikan beberapa prinsip antara lain: 1. Ilmiah adalah : Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan
dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan (dikaitkan dengan PRB tsunami).
2. Relevan adalah : Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik (contoh: peserta didik di Sekolah Dasar mendapat materi tentang bencana tsunami relevan dengan tingkat kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian di SD).
3. Sistematis adalah: Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi (dikaitkan juga PRB tsunami)
4. Konsisten adalah: Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/ pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian (yang mampu menilai materi PRB tsunami).
5. Memadai adalah: Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar (sesuai dengan jenjang pendidikan dasar).
6. Aktual dan Konstekstual adalah: Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi (terutama dikaitkan dengan PRB tsunami).
7. Fleksibel adalah: Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat (misal: peserta didik yang pernah terkena bencana tsunami tentu akan lebih mendalami materi dibandingkan peserta didik yang belum pernah mengalaminya).
8. Menyeluruh adalah: Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor). Hal ini dimungkinkan karena PRB tsunami dapat diaplikasikan peserta didik pada saat terjadinya tsunami.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
57
Adapun Komponen Silabus adalah: 1. Standar Kompetensi 2. Kompetensi Dasar 3. Indikator 4. Materi Pokok/Pembelajaran 5. Kegiatan Pembelajaran (mengacu pada indikator)6. Penilaian 7. Alokasi Waktu 8. Sumber Belajar
Langkah-langkah pengembangan silabus sebagai berikut: 1. Mengkaji dan Menentukan Standar Kompetensi 2. Mengkaji dan Menentukan Kompetensi Dasar 3. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi 4. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran 5. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran 6. Menentukan Jenis Penilaian 7. Menentukan Alokasi Waktu 8. Menentukan Sumber Belajar

SK
KD
MA
TER
I P
OK
OK
KEG
IATA
N
PEM
BEL
AJA
RA
NIN
DIK
ATO
R
PEN
ILA
IAN
A
LOK
AS
I W
AK
TU
SU
MB
ER/
BA
HA
N
(5)
(6)
(1)
(8)
(7)
(9)
(10
)(1
1)
3. M
emah
ami
w
uju
d z
at d
an
p
eru
bah
ann
ya.
3.1
Men
yelid
iki s
ifat
-
s
ifat
zat
ber
das
arka
n
wu
jud
nya
dan
p
ener
apan
nya
dal
am
keh
idu
pan
seh
ari-
har
i.
Wu
jud
Zat
. p
adat
, cai
r, d
an g
as.
ber
bag
ai w
uju
d b
end
a.
yan
g m
ud
ah b
eru
bah
b
entu
k jik
a ad
a u
sika
n.
pad
at, c
air,
dan
gas
.
pad
at, c
air,
dan
gas
.
cai
r ya
ng
mu
dah
b
eru
bah
ben
tuk
jika
ad
a u
sika
n *
).
Tes
lisan
Kin
erja
.2
x 40
’M
od
ul
Tab
el 5
.3 C
on
toh
Pen
gem
ban
gan
Sila
bu
s M
od
el In
teg
rasi
Pen
gu
ran
gan
Ris
iko
Tsu
nam
i Ke
dal
am M
ata
Pel
ajar
an
Nam
a Se
kola
h
: S
MP
...
Mat
a P
elaj
aran
: IPA
Kel
as
: V
II

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
59
5.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar. RPP paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang meliputi 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih. Dalam menyusun RPP yang akan diintegrasikan tentang bencana tsunami perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain:1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik (misal: peserta didik
yang telah mengerti tentang tsunami dan yang belum). 2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik (contoh: peserta didik diajak
untuk memecahkan masalah apabila terjadinya bencana tsunami).3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis yang berkaitan dengan
bencana tsunami.4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut dikaitkan dengan bencana
tsunami. 5. Keterkaitan dan keterpaduan antara materi bencana tsunami dengan
indikator pencapaiannya.Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi (misal: gambar-gambar dan informasi dari Internet mengenai tsunami).
Langkah-langkah menyusun RPP yang mengintegrasikan PRB Tsunami: 1. Mengisi kolom identitas. 2. Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah
ditetapkan.3. Menentukan SK, KD, dan Indikator yang akan digunakan (terdapat pada
silabus yang telah disusun). 4. Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan SK, KD, dan Indikator
yang telah ditentukan. (Lebih rinci dari KD dan Indikator, pada saat-saat tertentu rumusan indikator sama dengan tujuan pembelajaran, karena indikator sudah sangat rinci sehingga tidak dapat dijabarkan lagi).
5. Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian dari materi pokok/pembelajaran dikaitkan dengan PRB tsunami.
6. Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. 7. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan
awal, inti, dan akhir dikaitkan dengan PRB tsunami.8. Menentukan alat/bahan/ sumber belajar yang digunakan sesuai dengan
PRB tsunami. 9. Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, teknik
penskoran, dll sesuai dengan PRB tsunami.Dibawah ini akan merupakan contoh penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP).

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Tsunami Ke Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)
60
Kotak 5.1.1 Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran terintegrasi PRB Tsunami Mata Pelajaran IPA
Kelas/ Semester : VII/ 1
Standar Kompetensi : 3. Memahami wujud zat dan perubahannya
Kompetensi Dasar : 3.1 Menyelidiki sifat-sifat zat berdasarkan wujudnya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Tujuan Pembelajaran : meningkatkan pengetahuan dan pemahaman yang berhubungan dengan sifat zat cair yang berpotensi sebagai gelombang.
Metode : - Diskusi/ tanya-jawab
- Peragaan/ demonstrasi
Alat/ sumber belajar : - Beberapa benda padat, seperti pensil, kaleng, dan lainnya
- Balon
- Air/ zat cair lainnya
- Wadah (ember, panci, wajan, dan lain sebagainya)
Langkah Kegiatan Pembelajaran
1. Guru dan siswa mendiskusikan sifat-sifat zat padat, cair, dan gas.
2. Guru mendiskusikan tentang fungsi air yang terdapat di sekitar dan sifat wujudnya.
3. Peragaan air di dalam suatu wadah.
4. Mengamati permukaan air pada saat tenang.
5. Air di dalam wadah diusik (dengan menggunakan telunjuk), makin lama usikan makin kuat.
6. Siswa mengamati hasil usikan terhadap air.
7. Siswa mendiskuisikan dan membuat kesimpulan.
Indikator
1. Menjelaskan sifat zat padat, cair, dan gas.
2. Membedakan sifat zat padat, cair, dan gas.
3. Menjelaskan sifat zat cair yang mudah berubah bentuk jika diusik *).
Penilaian
1. Kinerja
Penilaian dllakukan ketika siswa melakukan peragaan, pengamatan dan berdiskusi mengenai gejala perubahan bentuk pada zat cair akibat adanya usikan. Kriteria penilaian berdasarkan keaktifan dan tanggapan siswa, disamping juga komunikasi dan relevansinya terhadap konteks.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
61
5.1.5. Bahan Ajar Bahan ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Jadi dapatlah dikatakan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Sedangkan fungsi bahan ajar adalah : 1. Pedoman bagi guru 2. Pedoman bagi siswa3. Alat evaluasi
Tujuannya adalah: 1. Membantu siswa 2. Memberikan banyak pilihan 3. Memudahkan guru4. Lebih menarik
Langkah-langkah Menyusun Bahan Ajar yang Mengintegrasikan PRB Tsunami
1. Memahami Teknik Penyusunan Bahan Ajar 2. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran tentang PRB Tsunami 3. Menganalisis Kompetensi Dasar yang Dapat Diintegrasikan materi PRB
tsunami 4. Menyusun Silabus dan RPP yang mengintegrasikan Materi PRB tsunami 5. Menyusun Bahan Ajar yang Mengintegrasikan Materi PRB tsunami
Kotak 5.2.1 Contoh Bahan Ajar Mata Pelajaran IPA
Karakteristik Tsunami
Perilaku gelombang tsunami sangat berbeda dari ombak laut biasa. Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan tinggi dan dapat merambat lintas-samudra dengan sedikit energi berkurang. Tsunami dapat menerjang wilayah yang berjarak ribuan kilometer dari sumbernya, sehingga mungkin ada selisih waktu beberapa jam antara terciptanya gelombang ini dengan bencana yang ditimbulkannya di pantai. Waktu perambatan gelombang tsunami lebih lama dari waktu yang diperlukan oleh gelombang seismik untuk mencapai tempat yang sama.

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Tsunami Ke Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)
62
Periode tsunami cukup bervariasi, mulai dari 2 menit hingga lebih dari 1 jam. Panjang gelombangnya sangat besar, antara 100-200 km. Bandingkan dengan ombak laut biasa di pantai selancar yang mungkin hanya memiliki periode 10 detik dan panjang gelombang 150 meter. Karena itulah pada saat masih di tengah laut, gelombang tsunami hampir tidak nampak dan hanya terasa seperti ayunan air saja.
PERBANDINGAN GELOMBANG TSUNAMI DAN OMBAK LAUT BIASA
Parameter Gelombang
Tsunami Ombak Biasa
Periode gelombang
Panjang gelombang
2 menit — 1 jam
100 — 1000 km 50 m
+ 10 detik_
Bila lempeng samudra pada sesar bergerak naik, terjadi air pasang di wilayah pantai hingga wilayah tersebut akan mengalami banjir sebelum kemudian gelombang air yang lebih tinggi datang menerjang. Bila lempeng samudera bergerak naik, wilayah pantai akan mengalami banjir air pasang sebelum datangnya tsunami. Bila lempeng samudra pada sesar bergerak turun, kurang lebih pada separuh waktu sebelum gelombang tsunami sampai di pantai, air laut di pantai tersebut surut. Pada pantai yang landai, surutnya air bisa mencapai lebih dari 800 meter menjauhi pantai. Masyarakat yang tidak sadar akan datangnya bahaya mungkin akan tetap tinggal di pantai karena ingin tahu apa yang sedang terjadi.Atau bagi para nelayan mereka justru memanfaatkan momen saat air laut surut tersebut untuk mengumpulkan ikan-ikan yang banyak bertebaran. Bila lempeng samudra bergerak turun, di wilayah pantai air laut akan surut sebelum datangnya tsunami. Pada suatu gelombang, bila rasio antara kedalaman air dan panjang gelombang menjadi sangat kecil, gelombang tersebut dinamakan gelombang air-dangkal. Karena gelombang tsunami memiliki panjang gelombang yang sangat besar, gelombang tsunami berperan sebagai gelombang air-dangkal, bahkan di samudra yang dalam. Gelombang air-dangkal bergerak dengan kecepatan yang setara dengan akar kuadrat hasil perkalian antara percepatan gravitasi (9,8 m/s2) dan kedalaman air laut. v = velocity (kecepatan) g = gravitation (9,8 m/s2) d = depth (kedalaman)
Sebagai contoh, di Samudra Pasifik, dimana kedalaman air rata-rata adalah 4000 meter, gelombang tsunami merambat dengan kecepatan ± 200 m/s (kira-kira 712 km/jam) dengan hanya sedikit energi yang hilang, bahkan untuk jarak yang jauh. Sementara pada kedalaman 40 meter, kecepatannya mencapai ± 20 m/s (sekitar 71 km/jam), lebih lambat namun tetap sulit dilampaui.
Energi dari gelombang tsunami merupakan fungsi perkalian antara tinggi gelombang dan kecepatannya. Nilai energi ini selalu konstan, yang berarti tinggi gelombang

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
63
berbanding terbalik dengan kecepatan merambat gelombang. Oleh sebab itu, ketika gelombang mencapai daratan, tingginya meningkat sementara kecepatannya menurun. Saat memasuki wilayah dangkal, kecepatan gelombang tsunami menurun sedangkan tingginya meningkat, menciptakan gelombang mengerikan yang sangat merusak.
KEDALAMAN (M)
7000400020002005010
KECEPATAN (KM/JAM)
586443313994922
PANJANG GELOMBANG (KM)
2822131514823
10,6
Selagi orang-orang yang berada di tengah laut bahkan tidak menyadari adanya tsunami, gelombang tsunami dapat mencapai ketinggian hingga 30 meter atau lebih ketika mencapai wilayah pantai dan daerah padat. Tsunami dapat menimbulkan kerusakan yang sangat parah di wilayah yang jauh dari sumber pembangkitan gelombang, meskipun peristiwa pembangkitan gelombang itu sendiri mungkin tidak dapat dirasakan tanpa alat bantu.Tsunami bergerak maju ke satu arah dari sumbernya, sehingga wilayah yang berada di daerah “bayangan” relatif dalam kondisi aman. Namun demikian, gelombang tsunami dapat saja berbelok di sekitar daratan. Gelombang ini juga bisa saja tidak simetris. Gelombang ke satu arah mungkin lebih kuat dibanding gelombang ke arah lainnya, tergantung dari peristiwa alam yang memicunya dan kondisi geografis wilayah sekitarnya.
Megatsunami dan SeicheBukti-bukti menunjukkan bahwa megatsunami, yaitu tsunami yang mencapai ketinggian hingga 100 meter, memang mungkin terjadi. Peristiwa yang langka ini biasanya disebabkan oleh sebuah pulau yang cukup besar amblas ke dasar samudra. Megatsunami juga bisa disebabkan oleh sebongkah besar es yang jatuh ke air dari ketinggian ratusan meter. Gelombang ini dapat menyebabkan kerusakan yang sangat dahsyat pada cakupan wilayah pantai yang sangat luas.Satu hal yang berkaitan dengan tsunami antara lain adalah seiche, yaitu fluktuasi atau pengalunan permukaan danau atau badan air yang kecil yang disebabkan oleh gempa-bumi kecil, angin, atau oleh keragaman tekanan udara. Seringkali gempa yang besar menyebabkan tsunami dan seiche sekaligus, atau sebagian seiche justru terjadi karena tsunami.
Tsunami Dengan Gelombang TertinggiGelombang tsunami tertinggi yang tercatat sampai saat ini adalah tsunami di Alaska pada tahun 1958 yang disebabkan oleh amblasnya lempeng tektonik di Teluk Lituya. Tsunami ini memiliki ketinggian lebih dari 500 meter dan menghancurkan pohon-pohon dan tanah pada dinding fjord. Saat gelombang tsunami kembali ke laut, gelombang tersebut langsung menyebar dan tingginya menurun dengan cepat. Tingginya gelombang saat berada di pantai lebih disebabkan karena topografi wilayahnya, daripada karena energi yang dikeluarkan oleh peristiwa amblasnya lempeng.

Pengintegrasian Materi Pokok Pengurangan Risiko Tsunami Ke Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Menengah (SMP/MTs)
64
Fjord, suatu teluk sempit (di antara tebing-tebing atau lahan terjal. Biasa djumpai di Norwegia, Alaska, Selandia Baru, dll. Sebelumnya fjord ini merupakan sungai gletser yang terbentuk di wilayah pegunungan di kawasan pantai. Saat suhu menjadi hangat, sungai gletser ini mencair, akibatnya permukaan air laut naik dan membanjiri lembah di sela-sela pegunungan tersebut.
Tsunami Di IndonesiaBerdasarkan katalog gempa (1629 - 2002) di Indonesia pernah terjadi tsunami sebanyak 109 kali, yakni 1 kali akibat longsoran, 9 kali akibat gunung berapi dan 98 kali akibat gempa tektonik. Hal-hal yang paling berpotensi menimbulkan tsunami adalah:1. Gempa yang terjadi di dasar laut 2. Kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km 3. Kekuatan gempa lebih besar dari 6,0 Skala Richter 4. Jenis pensesaran gempa tergolong sesar naik atau sesar turun
Tsunami di Samudera Hindia - 26 Desember 200426 Desember 2004 merupakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Ya, setelah sekian lama, kita mengalami musibah besar yang bukan hanya melanda negeri kita, tapi juga negeri-negeri lain seperti Thailand, Bangladesh, India, Sri Landa, bahkan Maladewa, Somalia, Kenya, dan Tanzania yang berada di Afrika. Tsunami yang melanda Aceh dan sebagian Sumatera Utara, sebelumnya ditandai dengan gempa berkekuatan 9,15 magnitudo momen. Ratusan ribu orang tewas, belum lagi korban luka-luka dan korban materi. Jumlah korban yang sangat besar membuat tsunami ini merupakan tsunami paling mematikan sepanjang sejarah dunia. Wikipedia
Gempa yang menimbulkan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 menyapu tidak hanya Aceh dan Nias di Indonesia, tetapi juga pesisir Selatan Asia meliputi India, Srilangka, Kep. Maladewa, Myanmar, hingga pesisir Timur dan Selatan Afrika meliputi Tanzania, Kenya, Somalia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Sayangnya, kita tidak memiliki sistem peringatan dini seperti halnya yang ada di Samudra Pasifik. Ini karena kita memang jarang mengalami musibah tsunami. Tsunami terakhir yang cukup besar di Indonesia terjadi pada tahun 1883, yang disebabkan oleh meletusnya Gunung Krakatau di Selat Sunda. Itu berarti sudah lebih dari seabad yang lalu. Setelah ada tsunami ini, UNESCO dan lembaga-lembaga lainnya di dunia mulai merintis pengembangan sistem pengawasan tsunami global untuk wilayah di sekitar Samudra Hindia.
Tsunami merupakan bencana yang timbul akibat gelombang pasang yang terjadi seeara mendadak. Gelombang setinggi 5 m hingga 30 m menyapu pantai dan segala apa yang ada di sekitarnya. Kerugian yang ditimbulkannya bukan hanya kerusakan materiil berupa hancurnya sarana infrastruktur berupa gedung-gedung perumahan, sekolah, jalan-jalan, hingga jaringan listrik dan telekomunikasi, tetapi juga korban jiwa terhadap manusia teman sanak famili yang kita cintai dan hewan ternak sebagai sumber penghasilan. Disamping itu juga kerusakan lingkungan, berupa tumbuh-tumbuhan yang tercabut dari akar-akarnya meninggalkan daerah yang gundul dengan potensi kekeringan di masa depan.
Tsunami sendiri berasal dari Bahasa Jepang yang berarti gelombang pasang. Jepang merupakan salah satu negara kepulauan yang terletak antara 2 lempeng yang selalu bergerak. Akibatnya sering kali terjadi gempa di kedalaman laut yang berdampak pada terjadinya gelombang pasang di permukaan laut.

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
65
DAFTAR ISTILAHPengurangan Risiko Bencana Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.
Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan Negara
Pengarusutamaan PRBProses dimana pertimbangan-pertimbangan pengurangan risiko bencana dikedepankan oleh organisasi/individu yang terlibat di dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan ekonomi, fisik, politik, sosial-budaya suatu negara pada level nasional, wilayah daerah dan/atau lokal; serta proses-proses dimana pengurangan risiko bencana dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tersebut
Pendidikan Siaga Bencana Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecakapan hidup dalam mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Komite Sekolah Organisasi mandiri yang dibentuk dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Ia menjadi ruang bagi orangtua, masyarakat, dan pihak sekolah menyampaikan aspirasi dan merumuskan kebijakan bagi peningkatan pendidikan di sekolah. Ia merupakan badan independen yang tidak memiliki hubungan hirarkis dengan Kepala Sekolah. Ia menjadi mitra kepala sekolah dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam memajukan sekolah.
KTSP Kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Sekolah dan kepala sekolah mengembangkan KTSP dan silabus berdasarkan a). Kerangka dasar kurikulum, b). Standar kompetensi, dibawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Provinsi.
Kurikulum Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahanpelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Daftar Istilah
66
Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.
Standar Kompetensi ukuran kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatuproses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu.
Kompetensi kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik.
Standar Nasional Pendidikan Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI. Lingkup standar nasional pendidikan meliputi: a. standar isi, b. standar proses, c. standar kompetensi lulusan, d. standar pendidik dan tenaga kependidikan, e. standar sarana dan prasarana, f. standar pengelolaan, g. standar pembiayaan, h. standar penilaian pendidikan.
Sumber/bahan belajar adalah rujukan, obyek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Sumber belajar dapat berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi,

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
67
serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun; dan
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Bencana adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh alam atau ulah manusia, yang dapat terjadi secara tibatiba atau perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan, di mana masyarakat setempat dengan segala kemampuan dan sumberdayanya tidak mampu untuk menanggulanginya.
Bahaya adalah situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.
Kerentanan adalah tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab.
Kemampuan adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana
Risiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.
Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bahaya.

Daftar Istilah
68
Mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non fisik-struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Peringatan Dini adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat, segera, tegas tidak membingungkan, resmi
Tanggap Darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
Bantuan Darurat merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, tempat tinggal sementara, perlindungan, kesehatan, sanitasi dan air bersih
Pemulihan adalah proses pengembalian kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan melakukan upaya memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dll).
Rehabilitasi adalah upaya langkah yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.
Rekonstruksi adalah program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.
Penanggulangan Bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, mencakup tanggap darurat, pemulihan, pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan

Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami Untuk SMP/MTs
69
DAFTAR PUSTAKABadan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008. Jakarta: Implementasi Pengurangan Risiko Bencana di Indonesia 2007-2008
SC-DRR/UNDP.2008. Jakarta: Draft Nol Strategi Nasional Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Dalasm Sistem Pendidikan
Konsorsium Pendidikan Bencana.2008. Jakarta. Draft Kerangka Kerja Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah
UN/ISDR. 2007. Perkataan Menjadi Tindakan: Panduan Untuk Mengimplementasikan Kerangka Kerja Hyogo.
UN/ISDR. 2009. Terminology on Disaster Risk Reducation ERA/UNDP. 2008. Yogyakarta. Draft Panduan Desa Tangguh. Tidak dipublikasikan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008. Jakarta: Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesi. 2005. Jakarta. Naskah Akademis Undang-Undang Penanggulangan Bencana
INEE/UNESCO. 2004. Paris. Minimum Standards for Education in Emergencies, Chronic Crises and Early Reconstruction.
Tsunami Evaluation Coalition (TEC). SIDA. 2008. Laporan Ringkas: Sebuah Riak Dalam Pembangunan? Perspektif Jangka Panjang Tanggap Bencana Tsunami Samudera Hindia, 2004
RiskRED. 2008. Concept Note: Formal and Informal Education for Disaster Risk Reduction A contribution from Risk RED for the International Conference on School Safety, Islamabad, May 2008
UNSECO. 2007. Bangkok. Natural Disaster Preparedness and Education for Sustainable Development
The German Committee for Disaster Reduction (DKKV) & the UN ISDR Thematic Platform on Knowledge and Education (TPK&E). Bonn. 2009. Concept Note Learning to Live with Risk - Disaster Risk Reduction to encourage Education for Sustainable Development. World Conference on Education for Sustainable Development (WCESD) 31 March – 2 April 2009, Bonn
Lassa, Jonatan. 2008. Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas. Presentasi dalam Lokakarya Pembelajaran Pengembangan Model Desa Tangguh, ERA/UNDP, Yogyakarta, Desember 2008

Daftar Pustaka
70
Diposaptono, Subandono, Budiman. Hidup akrab dengan Gempa dan Tsunami. Buku ilmiah populer. Bogor. Januari 2008.
Jannah, Ninil RM. 2008. Pengintegrasian Materi Tentang Bencana Kedalam Pendidikan Nasional, Memadukan Pendekatan Praktis dan Teoritis. Makalah presentasi dalam Lokakarya Pengintegrasian Materi Pendidikan Bencana Dalam Kurikulum Sekolah, diselenggarakan MPBI di Yogyakarta 25 September 2008.
PLAN Internasional Indonesia. 2009. Jakarta. Konsep Keselamatan Sekolah dan Sekolah Ramah Anak. Tidak dipublikasikan, ditulis untuk Konsorsium Pendidikan Bencana
H, Anastasia Rima. 2009. Jakarta. Sistem Pendidikan Nasional. Tidak dipublikasikan, ditulis untuk Konsorsium Pendidikan Bencana
Konsorsium Pendidikan Bencana. 2009. Jakarta. Laporan Lokakarya di 4 Wilayah dalam Review Draft Nol Strategi Nasional Pengurangan Risiko Bencana di Dalam Sistem Pendidikan. Tidak dipublikasikan.