mklh paradigma pemb pertanian bali dies 2012-mandiri

22

Upload: others

Post on 13-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri
Page 2: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

1

PARADIGMA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI BALI

Oleh

Made Antara Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Pembangunan di Provinsi Bali didasarkan pada bidang ekonomi dengan titik

berat pada sektor pertanian dalam arti luas guna melanjutkan usaha-usaha

memantapkan swasembada pangan, pengembangan sektor pariwisata dengan

karakter kebudayaan Bali yang dijiwai oleh agama Hindu, serta sektor industri kecil

dan kerajinan yang berkaitan dengan sektor pertanian dan sektor pariwisata.

Kebijakan prioritas tiga sektor ini, dapat digolongkan ke dalam pertumbuhan

seimbang, yakni ada keterkaitan penawaran dan permintaan antara satu sektor

dengan sektor lainnya, atau pengembangan sektor-sektor itu dapat menciptakan

permintaan mereka sendiri. Artinya, mengembangkan sektor pariwisata di Bali akan

mampu menciptakan pasar bagi produk-produk pertanian dan industri kecil/kerajinan.

Di pihak lain, pengembangan pertanian dan industri kecil dalam waktu bersamaan

dapat menunjang pengembangan sektor pariwisata, karena hasil pembangunan

kedua sektor ini berupa produk-produk pangan dan non pangan dapat menunjang

keberlanjutan pariwisata.

Struktur perekonomian Bali mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan

dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Sebagian besar aktivitas ekonomi di Bali

terkait langsung dan tidak langsung dengan pariwisata, sehingga pariwisata di Bali

berperan sebagai sektor pemimpin (Leading Sector) perekonomian Bali. Hal ini

terbukti terbukanya beragam peluang aktivitas ekonomi, semakin luasnya

kesempatan kerja, peluang peningkatan pendapatan masyarakat, luasnya jaringan

kerja pelaku usaha mulai batas-batas lokal sampai tingkat nasional, bahkan ke

tingkat internasional.

Makalah disajikan pada Seminar memperingati HUT Pemda Bali k2- 54 dan Menyongsong Tahun Emas pada Dies Natalis ke – 50 Universitas Udayana dengan tema Analisis pembangunan Bali untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat, Tangga 15 Agustus 2012 di kampus Unud Jl. PB. Sudirman Denpasar.

Page 3: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

2

Selama periode 2003-2010, struktur perekonomian Provinsi Bali tidak banyak

mengalami pergeseran. Komposisi produksi barang dan jasa wilayah ini tidak

mengalami perubahan yang signifikan. Dukungan industri pariwisata yang sangat

besar telah menyebabkan kelompok sektor jasa-jasa (tersier) memberikan share nilai

tambah yang sangat dominan terhadap pembentukan PDRB Provinsi Bali. Pada

tahun 2003, kontribusi kelompok sektor ini telah mencapai 62,97%, mengalami

peningkatan pada tahun 2007 menjadi 64,41%, dan tahun 2010 meningkat menjadi

64,32%. Sementara itu, sektor primer turun dari 22,34% tahun 2003 menjadi 20,07%

pada tahun 2007, dan tahun 2010 menurun menjadi 20,45%. Hal ini sesuai dengan

pola umum pembangunan yang menyatakan bahwa dengan meningkatnya

pendapatan per kapita di suatu region, umumnya dibarengi dengan penurunan

kontribusi sektor primer di region tersebut atau ekonomi akan selalu bergeser ke

arah sektor sekunder dan tersier (Tabel 1).

Tabel 1 Distribusi Persentase PDRB Bali Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003, 2007-2010

No Lapangan Usaha Persentase PDRB Provinsi Bali atas Dasar

Harga Berlaku 2003 2007 2008 2009 2010

I Sektor Primer 22,34 20,07 21,45 20,46 20,45 1 Pertanian 21,66 19,41 20,85 19,87 19,86 2 Pertambangan dan Penggalian 0,68 0,66 0,60 0,59 0,59 II Sektor Sekunder 14,7 15,41 15,14 15,41 15,23 3 Industri Pengolahan 9,11 8,98 9,75 9,95 9,95 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,57 2,00 1,52 1,56 1,55 5 Bangunan/Konstruksi 4,02 4,43 3,87 3,90 3,73 III Sektor Tersier 62,97 64,41 63,41 64,14 64,32 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 28,43 28,98 31,27 31,98 32,33

7 Pengangkutan dan Komunikasi 11,20 12,33 10,96 11,27 11,24 8 Keuangan, Persewaan, dan

Jasa Perusahaan 6,59 7,34

7,38

7,26

7,08 9 Jasa-Jasa lain 16,75 15,76 13,80 13,63 13,67

J u m l a h 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: PDRB Bali Tahun 2008 dan Data Bali Membangun 2010.

Page 4: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

3

Sektor pariwisata telah memberi pengaruh besar terhadap perekonomian

Provinsi Bali. Pesatnya perkembangan pariwisata di provinsi ini telah menyebabkan

sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dengan industri pariwisata, Jika

sector pariwisata dianggap diwakili oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran

(PHR), sector ini telah memberi kontribusi besar terhadap pembentukan PDRB Bali.

Pada Tabel 1 tampak bahwa selama periode 2003-2007, sektor ini rata-rata memberi

kontribusi sebesar 28,96%, dan tahun 2008-2010 kontribusinya di atas 31%.

Sektor pertanian memberi kontribusi cukup besar terhadap PDRB Bali, tetapi

kontribusinya cenderung menurun. Pada tahun 2003, kontribusi sektor ini mencapai

21,66%, terus menurun tahun 2007 kontribusinya 19,41%, dan tahun 2010

kontribusinya hanya tinggal 19,86%. Namun demikian, sektor pertanian adalah satu-

satunya sektor yang mampu bertahan pada krisis, baik krisis ekonomi nasional

1997/1998 maupun krisis ekonomi lokal karena bom Bali I dan II. Artinya walau

terjadi krisis, aktivitas produksi dan permintaan produk-produk pertanian terus terjadi,

karena manusia tidak bisa hidup tanpa pangan yang diproduksikan oleh sektor

pertanian.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi

Daerah, merupakan momen penting bagi pemerintah daerah Bali dalam mengurus

rumahtangga daerahnya sendiri, terutama dalam melakukan reformasi di berbagai

bidang pembangunan, sehingga memberikan corak khusus terhadap pembangunan

di daerah Bali. Hal penting yang perlu dilakukan adalah melaksanakan perubahan

yang mendasar antara lain perlu ditumbuh-kembangkan wawasan dan ketahanan

daerah sebagai pengejawantahan dari wawasan nusantara dan ketahanan nasional.

Dalam perencanaan pembangunan Daerah Propinsi Bali perlu diperhatikan

keseimbangan dan kesatuan (entity) wilayah pembangunan ekonomi, sosial dan

budaya, lingkungan hidup, politik dan pemerintahan untuk terwujudnya

pembangunan daerah yang berkelanjutan. Pendekatan pembangunan juga perlu

mengalami perubahan yakni dari pendekatan top-dow ke pendekatan bottom-up dan

dari pendekatan terukur ke pendekatan bermakna. Berdasarkan kedua pendekatan

tersebut, maka aspek-aspek yang dominan dalam pembangunan Daerah Provinsi

Bali adalah aspek supremasi hukum, ekonomi kerakyatan, lingkungan hidup, politik

yang demokratis, pemerintahan yang profesional (good governace) dan kebudayaan

Page 5: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

4

daerah tanpa mengurangi pentingnya aspek-aspek pembangunan lainnya (Pemprop

Bali, 2000; Pemprop Bali, 2001a; Pemprop Bali, 2001b).

Reformasi pembangunan pertanian menjadikan sektor pertanian harus

mampu dibangun menjadi sektor andalan dan sebagai mesin penggerak

perekonomian nasional. VISI pembangunan pertanian periode 2009-2014 adalah

terwujudnya pertanian Industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya

lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor dan

kesejahteraan petani (Renstra Kementan 2009-2014).

Untuk mencapai visi pembangunan pertanian tersebut, Kementerian

Pertanian mengemban MISI yang harus dilaksanakan adalah:

1) Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis iptek dan

sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem

agribisnis.

2) Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan

peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan.

3) Mengamankan plasma-nutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk

mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan.

4) Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan

iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing

tinggi.

5) Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang aman, sehat, utuh dan halal

(ASUH) dikonsumsi.

6) Meningkatkan produksi dan mutu produk pertanian sebagai bahan baku industri.

7) Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal

guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di

pedesaan.

8) Mengembangkan industri hilir pertanian yang terintegrasi dengan sumberdaya

lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional dan internasional.

9) Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas

pertanian yang sehat, jujur dan berkeadilan.

10) Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah bidang

pertanian yang amanah dan profesional.

Page 6: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

5

Selama dua dekade terakhir pasca pencapaian swasembada beras tahun

1984, perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian mulai mengendor. Sektor

pertanian diposisikan hanya sebagai “pendukung” sektor lain, bukan sebagai “mesin

penggerak” pertumbuhan perekonomian nasional. Sebagai sektor pendukung, maka

sektor pertanian diposisikan sebagai: (1) Pemasok bahan kebutuhan pangan dan

bahan baku industri murah; (2) Pengendali stabilitas harga; (3) Pemasok tenaga

kerja murah; dan (4) Dianggap hanya berorientasi pada peningkatan produksi

semata, sehingga tidak tanggap terhadap kondisi dan perubahan pasar dan

keragaannya semata-mata tergantung pada teknologi dan alam. Pola pikir seperti ini

menganggap bahwa perekonomian makro maupun sektor riil lainnya tidak terkait erat

dengan keragaan sektor pertanian. Hal ini, menyebabkan melemahnya kemampuan

pertanian dalam mendukung pembangunan ekonomi. Bahkan di era otonomi daerah

(Otda), sektor pertanian semakin diabaikan oleh elit politik penguasa. Di samping

keterbatasan anggaran untuk merencanakan dan melaksanakan program-program

revitalisasi pertanian dan pemberdayaan petani, tetapi juga elit-elit politik penguasa

sibuk mengurus hal-hal yang kurang substansial. Oleh karena itu, elit-elit politik

penguasa yang memiliki kekuasaan penuh merumuskan dan mengeksekusi

program-ptogram pembangunan harus terus-menerus diingatkan memajukan

pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani miskin.

PERANAN DAN PERMASALAHAN PERTANIAN

Peranan Pertanian

Sektor pertanian di bali memiliki peranan penting, yaitu:

1. Penyedia bahan pangan. Sektor pertanian di Bali sebagai produsen bahan

pangan, baik nabati maupun hewani, untuk memenuhi kebutuhan pangan

penduduk Bali yang terus meningkat, tahun 2010 sebanyak 3.890.757 (Web:

BPS Bali). Mengabaikan sektor pertanian bukan saja akan berakibat kurangnya

ketersediaan pangan, tetapi juga akan terpaksa memenuhi kebutuhan pangan

melalui impor, sehingga harus membayar pangan impor terlalu mahal dan

menguras devisa negara relatif besar.

2. Penyerap tenagakerja. Di samping sebagai sektor penyerap tenaga kerja

terbesar, maka sektor pertanian juga merupakan sumber tenaga kerja bagi sektor

industri dan jasa-jasa terkait pariwisata, tanpa harus menghadapi kemerosotan

Page 7: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

6

tingkat produksi dengan prasyarat terlebih dahulu terjadi kenaikan produktivitas

tenaga kerja di sektor pertanian. Peningkatan produktivitas di sektor pertanian

memungkinkan adanya perpindahan (migrasi) ke sektor industri (agroindustri)

maupun agribisnis tanpa kekhawatiran terjadinya kemerosotan produksi pangan.

Berdasarkan Sakernas 2007, dari 1.982.134 jiwa tenagakerja di Bali tahun 2007,

sektor pertanian penyerap tenagakerja terbanyak yakni sebanyak 714.091

(36,03%).

3. Sumber pendapatan. Pertanian adalah mata pencaharian sebanyak 714.091

jiwa penduduk Bali, yang berarti pertanian Bali merupakan sumber pendapatan

atau gantungan hidup sekitar sepertiga penduduk Bali. Oleh karena itu,

membangun pertanian berarti meningkatkan pendapatan penduduk Bali.

4. Sumber bahan baku industri. Industrialisasi sebagai upaya menaikkan GNP

pada tingkat pertumbuhan tinggi tidak mungkin dapat berhasil tanpa dukungan

sektor pertanian yang tangguh, sebab sektor pertanian merupakan sumber

pangan maupun bahan baku untuk sektor industri (agroindustri) maupun

agribisnis.

5. Sumber devisa. Produk-produk perkebunan dan perikanan Bali, seperti kopi,

panili, kakao, ikan kaleng, ikan tuna, ikan kerapu adalah adalah produk ekspor

yang mendatangkan devisa bagi negara. Oleh karena itu peningkatan produksi

produk-produk tersebut akan mampu meningkatkan penerimaan devisa bagi

negara. Devisa sangat berguna untuk mengimpor mesin-mesin dan bahan baku

yang tidak atau belum mampu diproduksi di dalam negeri. Selama komoditas

ekspor andalan adalah primary product, maka jelaslah bahwa sektor pertanian

merupakan sumber pemupuk devisa yang perlu tetap dijamin keberlanjutannya.

6. Sumber kapital. Para petani dan masyarakat pedesaan melalui tabungan atau

deposito dari penjualan produk-produk pertanian dapat berperan sebagai sumber

kapital yang disalurkan oleh lembaga perbankan/LPD/Koperasi ke debitor

lainnya.

7. Pelestari sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Penanaman lahan-lahan

gundul atau kritis dengan sistem terasering, baik dengan tanaman tahunan yang

berperan sebagaai hidroorologis maupun tanaman semusim, secara tidak

langsung melindungi lahan dari erosi, sehingga melestarikan sumberdaya lahan

dan air.

Page 8: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

7

8. Pelestari akar budaya masyarakat Bali. Pertanian adalah akar budaya

masyarakat Bali dan menjadi basis budaya-budaya lainnya. Pertanian di Bali

tidak hanya menyangkut aspek sosial-ekonomi, tetapi juga menyangkut sosial-

budaya (social-culture) seperti subak dan kearifan lokal petani dalam mengelola

sumberdaya alam berupa lahan, air dan hutan. Budaya seni tari, tabuh, ukir dan

kerajinan rumahtangga lainnya bermuara pada budaya pertanian. Jika pertanian

Bali punah, maka akar budaya orang Bali akan punah, dan pariwisata Bali yang

mengandalkan pariwisata Budaya cepat atau lambat juga akan lenyap. Pertanian

adalah modal pariwisata, dan pariwisata adalah berkah masyarakat Bali.

Permasalahan Pertanian

Dalam memajukan pertanian di bali, terlebih dahulu harus dikenali masalah-

masalah yang mendera sistem pertanian, dengan subsistem usahatani, subsistem

kelembagaan, dan subsistem teknologi. Berikut ini dicoba diidentifikasi

permasalahan tersebut, antara lain:

1. Alih fungsi lahan pertanian.

Derasnya alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan non pertanian

(sarana jalan, perumahan, perkantoran, sarana pariwisata, industri, dll)

menyebabkan luas lahan sawah di Bali semakin menyusut, dan jika tidak disertai

dengan peningkatan produktivitas per hektar, maka produksi pangan di Bali praktis

akan menurun. Di Bali konversi lahan sawah untuk kepentingan non pertanian

(pariwisata, pemukiman, industri kecil, prasarana bisnis) saat ini sudah berada pada

titik yang sangat mengkhawatirkan. Konversi lahan sawah di Bali banyak terjadi di

Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (SarBaGiTa). Tahun 1977 luas lahan

sawah di Bali ± 98.000 ha dan tahun 1998 tinggal 87.850 ha. Ini berarti dalam kurun

waktu ± 20 tahun terjadi penyusutan lahan seluas 10.150 ha, atau 11,5 persen.

Bahkan selama lima tahun terakhir, penyusutan seluas 727 ha/tahun.

Konsekuensinya, keberadaan budaya pertanian (lembaga dan tradisi) sebagai salah

satu penarik wisatawan semakin terancam. Sedangkan untuk mempertahankan

pertanian di Bali sebagai penyedia bahan pangan dan pelestarian budaya agraris,

maka keberadaan pertanian perlu dipertahankan.

Page 9: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

8

2. Sempitnya luas garapan petani.

Luas garapan petani yang relatif sempit rata-rata 0,5 ha dan terfragmentasi

adalah sangat sulit mengembangkan usaha pertanian bersakala ekonomi yang

berwawasan agribisnis. Untuk memecahkan masalah ini reformasi pemilikan tidak

mungkin dilakukan, tapi dapat dicoba program reformasi penggarapan. Misal

penggabungan beberapa lahan usahatani yang sempit-sempit menjadi suatu usaha

berskala ekonomi, sedangkan petani lainnya didorong bekerja di luar pertanian,

sehingga lahan pertanian menjadi lebih produktif. Manajemen perusahaan pertanian

(Corporate Farming) dapat dicoba diintroduksi ke dalam penggabungan lahan-lahan

pertanian sempit ini, sehingga pengelolaan usahatani menjadi efisien dan produktif.

3. Menyurutnya sumber air irigasi

Kerusakan dan penggundulan hutan di hulu menyebabkan sumber-sumber air

irigasi untuk pertanian semakin menyurut. Di samping itu, air irigasi yang memang

sudah menyurut disaingi (kalo tak mau dikatakan direbut) pemanfaatannya oleh

PDAM, hotel-hotel di kawasan wisata, dan industri. Akibatnya intesitas penanaman

terutama di lahan sawah berkurang, banyak sawah di perkotaan mengering,

palemahan subak menjadi hilang, sehingga subak lenyap, pada akhirnya akan

menurunkan produksi pangan

4. Mahalnya harga sarana produksi

Ketersediaan benih/bibit unggul, baik kuantitas maupun kualitas belum

memadai, dan labelisasinya belum berjalan dengan baik. Sistem distribusi pupuk

yang kurang tepat waktu, ditambah mahalnya harga pupuk, obat-obatan dan pakan

ternak/ikan, serta terbatasnya HMT.

5. Pasca panen belum baik

Tingkat kehilangan hasil masih tinggi antara 10-15%. Adanya fluktuasi harga

hasil pertanian yang sangat tajam. Produksi yang sangat tergantung pada

iklim/musim, penanganan sortasi dan paking belum dilaksanakan dengan baik. Ini

mengindikasikan bahwa pelaksanaan pasca panen di pertanian pada umumnya

belum baik.

Page 10: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

9

6. Keterampilan petani rendah dan kelembagaan petani lemah

Jumlah penduduk/petani terus bertambah, sedangkan kemampuan pertanian

untuk menyerapnya sangat terbatas, sehingga kondisi ini menimbulkan kantong-

kantong kemiskinnan baru. Kemampuan petani sangat lemah/rendah dalam hal

penguasaan tenologi, penerapan sapta usahatani belum sepenuhnya dilaksanakan

sesuai dengan anjuran. Posisi tawar petani yang lemah terutama dalam hal

penjualan produk, terutama menembus swalayan di perkotaan dan hotel-hotel di

kawasan pariwisata.

Keberadaan KUD belum mampu mengakomodasikan seluruh kepentingan

petani yang sangat beragam jenisnya mulai dari sarana produksi pertanian,

peternakan, perikanan, dan penjualan atau penampungan hasil produksinya.

Keberadaan Subak sudah mengalami perubahan sosial-ekonominya, seperti

kegiatan gotong-royong menurun, pelanggran pola tanam, sistem bagi air yang

mengarah ke teknis dan sebagainya. Belum lagi bicara soal sumber daya manusia

pertanian yang lemah, kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi

pertanian, sistem pemasaran yang tak menjamin insentif yang layak bagi petani,

manajemen pembangunan pertanian antara pusat dan daerah yang belum

terkoordinasi, sehingga program revitalisasi pertanian yang dicanangkan di pusat

tidak terdengar gaungnya sampai ke kabupaten.

7. Serangan hama dan penyakit

Serangan hama dan penyakit masih menjadi masalah dalam usaha

peningkatan produksi pertanian, seperti CVPD yang sampai saat ini belum

ditemukan penanggulangannya, penyakit jembrana, ND dan lain-lain. Pemakaian

pestisida/insektisida yang berlebihan di sentra-sentra pengembangan sayuran

sangat mengkhawatirkan mencemari lingkungan, yang pada akhirnya akan

terakumulasi di tubuh manusia melalui konsumsi pangan sayuran dan konsumsi air

minum tercemar.

8. Ketimpangan harga-harga input-output pertanian

Harga-harga sarana produksi (input) untuk proses produksi terus merangkak

naik seperti harga pupuk, pestisida, bibit, benih, dsb, sedangkan harga produk

(output) petani tetap, bahkan menurun ketika musim panen raya, menyebabkan rasio

Page 11: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

10

harga input-output pertanian (Nilai Tukar Petani, NTP) semakin timpang. Jika NTP

petani sebagai indikator kesejahteraan petani relatif konstan, maka kesejahteraan

petani selama 10 tahun terakhir relative tidak banyak mengalami perubahan.

9. Produk pertanian lokal kurang kompetitif

Produk-produk pertanian lokal kalah bersaing dengan produk pertanian impor.

Produk-produk pertanian impor menyerbu pasar-pasar dalam negeri, baik pasar

tradisional maupun pasar swalayan, sehingga petani kurang bergairah

mengusahakan produk-produk lokal sejenis, akibatnya produktivitas dan pendapatan

petani juga menurun. Padahal, Propinsi Bali yang mayoritas penduduk memeluk

Agama Hindu merupakan pasar yang sangat strategis bagi komoditi pertanian.

Kebutuhan upacara seperti janur dan buah-buahan di Provinsi ini sangat besar jika

dibandingkan dengan daerah lainnya. Namun demikian, kurang jelinya petani dalam

membaca kemauan pasar dan pergeseran gaya hidup penduduk, telah membuat

buah impor menjadi primadona di Bali. Misal anggur Buleleng kalah bersaing dengan

anggur impor. Salak Bali mulai terdesak oleh salak Pondoh yang tersedia setiap

saat.

10. Kurangnya integrasi vertikal yang kuat dalam sistem komoditas

Kurangnya integrasi ini disebabkan oleh ketimpangan pembagian rasio nilai

tambah dengan biaya yang dikeluarkan oleh para pelaku dalam suatu sistem

komoditas. Secara umum produsen pertanian menerima bagian yang paling kecil.

Kondisi ini yang membuat para petani kurang terpacu untuk menumbuhkan

pertaniannya. Di samping itu, masih kurangnya integrasi horizontal yang kuat dan

saling menunjang antara sistem komoditas dengan sistem komoditas yang lain.

Misalnya agroindustri penghasil jus markisa hanya bergerak dalam komoditas

tersebut, sehingga bila terjadi kekurangan pasokan bahan baku, maka kapasitas

optimal pabrik tidak dapat terpenuhi. Padahal, jika ada integrasi horizontal yang kuat,

maka di samping komoditas markisa sebagai produksi, juga dikembangkan nenas

atau mangga sebagai pendamping komplementer.

Page 12: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

11

11. Kurangnya dukungan teknologi industri pertanian

Kurangnya dukungan teknologi industri pertanian menyebabkan petani atau

kelompoktani berproduksi dengan kualitas yang rendah. Misalnya kurangnya

teknologi dalam pemetikan dan mengolahan kakao ditingkat petani, membuat

kualitas kakao masih kalah dibandingkan dengan beberapa negara lain.

12. Akses lembaga keuangan rendah

Petani yang berlatang pendidikan rendah dan tidak memiliki sertifikat lahan

sebagai agunan sangat sulit mengakses lembaga-lembaga keuangan. Akhirnya

petani berpaling kepada rentenir sebagai alternatif memperoleh pembiayaan dalam

proses produksi. Di Indonesia belum ada Bank Pertanian, walau sudah dimasukan

ke dalam udang-undang pertanian, yang khususnya menyediakan pembiayaan

pertanian. Sangat berbeda dengan di Thailand, yang khusus memiliki Bank

Pertanian dengan nama Bank of Agriculture and Agricultural Cooperation (BAAC),

memberikan pinjaman kepada petani dengan tingkat bunga relatif rendah.

13. Petani terjepit oleh kenaikan NJOP dan larangan penjualan lahan

Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) lahan-lahan petani di sekitar

perkotaan menyebabkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus

dibayar petani, mencapai dua sampai tiga kali lipat. Penghasilan petani dari lahan

sawah yang sempit tidak mampu membayat PBB yang mengelami kenaikan drastis.

Namun di lain pihak ketika petani ingin menjual lahannya, dihadang oleh larangan

penjualan atau pemindah-tanganan lahan karena jalur hijau, bahkan ke depan akan

diberlakukan undang-undang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan. Ini

sungguh-sungguh dilemma bagi petani gurem di perkotaan, di satu pihak

penghasilan dari lahan yang relatif rendah tidak mampu membayar PBB yang naik,

sedangkan di lain pihak jika lahan dijual tidak boleh karena berada di jalur hijau, atau

dilarang oleh undang-undang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan.

14. Kerja di pertanian semakin kurang menarik

Resultante dari semua masalah yang diuraikan sebelum menyebabkan

kesejahteraan petani relatif rendah dan hidup penuh kesederhanaan. Apalagi

belakangan ini muncul stigma pertanian adalah kotor, kerja keras, kemiskinan dan

Page 13: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

12

keterbelakangan, sehingga semakin kurang menarik bagi kaum muda. ini

konsekuensi kebijakan elit politik yang memarjinalkan sektor pertanian. Tugas

pemerintah sekarang adalah memajukan pertanian Bali menjadi bergengsi, sehingga

menarik kaum muda bekerja di pertanian ketika generasi petani sekarang telah tiada.

Jika ini tidak dilakukan, maka 10-15 tahun ke depan lahan-lahan pertanian tidak ada

yang mengerjakan.

PARADIGAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

Di satu pihak peranan pertanian sangat penting sebagai bahan pangan,

sumber lapangan kerja, sumber pendapatan, sumber bahan baku industri, sumber

devisa, sumber capital, pelestari sumberdaya alam dan lingk hidup, dan pelestaria

akar budaya masyarakat bali, dan di lain pihak dihadapkan dengan permasalahan

seperti derasnya alih fungsi lahan, sempitnya luas garapan petani, menyurutnya

sumber air irigasi, semakin mahalnya sarana produksi, pasca panen belum baik,

kelembagaan petani masih lemah, serangan hama dan penyakit, ketimpangan

harga-harga input-output pertanian, kurangnya integrasi vertikal yang kuat dalam

sistem komoditas, kurangnya dukungan teknologi industri pertanian, akses lembaga

keuangan rendah, petani terjepit oleh kenaikan NJOP dan larangan penjualan lahan,

dan kerja di pertanian semakin kurang menarik bagi generasi muda bali, maka para

elit politik penguasa di bali, baik di provinsi maupun di kabupaten harus

berkomitment tinggi “MERPERTAHANKAN PERTANIAN DI BALI”, dengan

menerapkan paradigma (model atau pola pikir atau kebijakan umum) pembangunan

pertanian, antara lain:

1) Tingkatkan keberpihakan pemerintah daerah pada pertanian

Keberpihakan pemerintah pada pertanian dicerminkan oleh alokasi anggaran

untuk sektor pertanian dalam APBD, memberikan pendampingan secara

berkelanjutan, dan program-program pemberdayaan yang bersifat ekonomi dan non

ekonomi. Jumlah anggaran yang dialokasikan untuk pertanian dalam APBD, tidak

hanya berdasarkan jumlah penduduk, tetapi juga harus mencerminkan urgensi

sektor pertanian, yang kini sedang terpinggirkan. Sektor pertanian memerlukan

subsidi, promisi dan proteksi untuk meminimalkan penyakit sektor pertanian yakni

resiko dan ketidak-pastian.

Page 14: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

13

Pendampingan secara berkelanjutan pada petani (sektor pertanian) oleh para

sarjana yang baru lulus perlu dilakukan, dengan syarat sebelum diterima sebagai

tenaga pendamping perlu diuji idealismenya terhadap pembangunan pertanian. Perlu

ada pendampingan pada petani dalam berusahatani di lahan sempit, yang menjadi

penyebab utama rendahnya kesejahteraan petani.

Memberdayakan petani yang lahannya sempit (petani gurem) diperlukan

program-program pemberdayaan yang bersifat ekonomi, meliputi subsidi sarana

produksi (bibit, pupuk, pestisida), perbaikan harga produk-produk pertanian, dan

pemberian kredit kepada petani dengan bunga ringan bertujuan agar produk yang

dihasilkan petani menjadi kompetitif. Misal, pemerintah Jepang membeli produk

beras petani sampai empat kali harga dunia, kemudian menjualnya kembali ke

masyarakat dengan harga normal. Ini dilakukan agar petani tetap tertarik bekerja di

pertanian. Pemberian kredit dengan bunga ringan yang dilakukan oleh Pemerintah

Thailad menyebabkan produk-produk agribisnis Thailand sangat kompetitif di pasar

internasiona.

Perbaikan sistem kelembagaan, meliputi kelembagaan ekonomi, yaitu

pendirian dan pembenahan koperasi (KUD dan koperasi pertanian), perbankan dan

pasar bagi komoditi pertanian. Kelembagaan sosial, yaitu pembentukan dan

penyempurnaan kelompok-kelompok tani atau revitalisasi subak sebagai wahana

tukar-menukar informasi dan teknologi pertanian bagi para petani.

Investasi dalam sumberdaya manusia (human resources), meliputi pendidikan

dan pelatihan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dan aparat

pemerintah bidang pertanian. Melalui penterapan program ini dalam

mengembangkan pertanian Bali, maka diharapkan pertanian Bali menjadi maju,

modern, dan lestari, sehingga mampu menyediakan kesejahteraan yang layak bagi

petaninya.

2) Harmonikan dan sinergikan pertanian dan pariwisata

Hasil kajian Antara (1999) terhadap perekonomian Bali dengan model makro

regional Social Accountung Matrix (SAM) menemukan bahwa pariwisata dalam

bentuk pengeluaran wisatawan (tourist expenditure) memiliki efek terhadap

perekonomian Bali utamanya terhadap pendapatan faktor produksi, pendapatan

rumahtangga dan permintaan output sektor-sektor produksi yang ditunjukkan oleh

Page 15: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

14

efek pengganda (multiplier effect) dan efek menyebar (spread effect). Ini menyiratkan

bahwa sektor pariwisata memiliki keterkaitan erat dengan sektor-sektor produksi

yaitu pertanian, industri kerajinan dan jasa-jasa. Artinya perkembangan pariwisata

Bali yang ditandai oleh peningkatan kunjungan wisatawan akan berpengaruh positip

terhadap perkembangan sektor pertanian dan industri kecil, karena pariwisata

merupakan pasar produk-produk dan penyerap kelebihan tenagakerja kedua sektor

tsb.

Implikasi dari temuan ini bahwasanya para pengambil kebijakan di Bali harus

mengharmonikan dan mensinergikan perkembangan tiga sektor yakni pariwisata,

pertanian, dan industri kerajinan. Hindarilah mengembangkan satu sektor dengan

mengorbankan atau meniadakan sektor lain. Misalnya, mengembangkan pariwisata

tanpa memperdulikan eksistensi sektor pertanian atau sebaliknya mengembangkan

sektor pertanian dengan meniadakan sektor pariwisata, padahal kedua sektor ini

sama-sama penting dan terkait erat. Pariwisata adalah berkah bagi masyarakat Bali

yang daerahnya miskin sumberdaya alam, sedang pertanian adalah aset (budaya

dan ekonomi) bagi pariwisata Bali. Jika pertanian hancur dan punah, maka

wisatawan tidak tertarik lagi berkunjung ke Bali, dan industri kerajinan juga akan

hancur karena pasarnya hilang, pada akhirnya masyarakat Bali secara keseluruhan

akan menderita. Bukti konkrit hal ini adalah dampak bom Legian tahun 2002 dan

bom Jimbaran 2005 terhadap akivitas sektor riil dalam perekonomian Bali.

3) PHR utamakan untuk mamajukan pertanian

Ketiga sektor utama perekonomian Bali memang sudah dibangun secara

simultan, atau dengan kata lain pertanian sudah menjadi basis pembangunan

ekonomi sejak Orde Baru sampai kini. Namun kondisi dan kebijakan sosial, ekonomi,

politik dan keterbatasan wilayah fisik Bali menyebabkan kemajuan pertanian relatif

tertinggal dibandingkan kemajuan dua sektor lainnya. Jika masyarakat yang bekerja

pada dua sektor pariwisata dan industri semakin makmur seiring semakin jayanya

pariwisata, maka masyarakat yang bekerja di sektor pertanian semakin terkubur.

Tampaknya pariwisata Bali pasca bom Jimbaran dan Kuta 1 Oktober 2005

mulai menggeliat. Pemulihan pariwisata tidak hanya berdampak terhadap

perekonomian mikro di sektor riil dan makro regional Bali, tetapi juga berdampak

terhadap beberapa Pemkab (SarBaGi) yang PAD-nya sebagian bersumber PHR.

Page 16: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

15

Misal, kabupaten Badung sekitar 60 persen PAD-nya bersumber dari PHR, maka

pariwisata yang menggeliat sangat diperlukan. Makin meningkat kunjungan

wisatawan, penerimaan pemerintah kabupaten dari pariwisata dalam bentuk PHR

makin besar.

Namun perlu diingat bahwa pariwisata sebagai industri jasa tunduk pada

hukum life cycle of tourism, yakni ditemukan (discovery), berkembang (development),

dan akhirnya menurun (decline) karena berbagai hal, sehingga tidak menarik lagi

dikunjungi wisatawan. Ketika pariwisata Bali sedang jaya yang menghasilkan

pendapatan bagi pemerintah kabupaten, semestinya pendapatan ini digunakan

semaksimal mungkin membangkitkan pertanian Bali yang sedang sekarat agar

pertanian Bali menjadi modern, baik melalui teknologi baru maupun peningkatan

SDM petani. Strategi ini untuk mengantisipasi kemungkinan hukum siklus hidup

menimpa pariwisata Bali (mudah-mudahan tidak), ketika pariwisata Bali mengalami

kemunduran akan dapat dikompensasi oleh kemajuan pertanian. Juga ada ungkapan

pariwisata menghancurkan pariwisata (tourisn destroy tourism). Jika hal ini terjadi

berarti wisatawan tidak tertarik lagi mengunjungi Bali, mungkin karena merasa tidak

memperoleh yang diharapkan sejak dari negerinya, yakni kenyamanan, ketentraman,

keasrian, keunikan dan keramah-tamahan. Sedang yang mereka jumpai adalah

kemacetan di mana-mana, kriminalitas, polusi udara dan air, serta sikap-sikap

masyarakat Bali yang semakin komersial dan hilangnya keramahtamahan yang

sebelumnya dibangga-banggakan. Karenanya para elit politik pengambil kebijakan di

Bali, baik di tingkat provinsi maupun di kabupaten, harus mengambil strategi “sedia

payung sebelum hujan”. Artinya membangun pertanian Bali menjadi maju dan

modern, untuk mengantisipasi jika kelak terjadi kemunduran pariwisata.

4) Implementasikan prinsip-prinsip agribisnis

Agribisnis merupakan cara baru melihat pertanian. Dulu pertanian dilihat

secara sektoral, sekarang harus dilihat secara intersektoral. Dulu pertanian

dilihat secara subsistem, sekarang harus dilihat secara sistem. Dulu pertanian

berorientasi produksi, maka sekarang pertanian harus berorientasi bisnis. Apabila

agribisnis usahatani dianggap sebagai subsistem, maka ia tidak terlepas dari

kegiatan atau subsistem agribisnis non usahatani seperti subsistem pengolahan

(agroindustri hulu dan hilir), subsistem pemasaran input-output dan subsistem

Page 17: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

16

lembaga penunjang. Jadi agribisnis hanya cara baru melihat pertanian, dan

semestinya inilah visi ke depan elit politik pengambil kebijakan dalam membangun

pertanian di Bali.

Pengembangan sektor agribisnis dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah

yang besar, sehingga diharapkan dapat mengeliminasi dampak sosial yang

ditimbulkan oleh pengangguran. Lagi pula, mengingat sebagian besar jumlah

penduduk Bali bermata pencaharian sebagai petani dan tinggal di pedesaan, dengan

mengembangkan agribisnis akan mempercepatan pertumbuhan ekonomi rakyat,

sehingga pembangunan tidak saja terjadi di perkotaan akan tetapi juga di pedesaan.

Agar dapat mempercepat pemerataan pembangunan, maka diperlukan suatu strategi

pembangunan daerah yang berpotensi untuk mengembangkan produk-produk

agribisnis yang bersumber pada sumberdaya domestik (domestic resource).

Sektor agribisnis harus mampu dibangun menjadi sektor andalan dan

penggerak perekonomian pedesaan, sehingga program pemberdayaan ekonomi

rakyat dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan rencana dan sasaran yang ingin

dicapai, yaitu meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya serta lapisan

masyarakat bawah (Solahudin, 1998). Pengembangan agribisnis di daerah-daerah

memiliki dampak langsung terhadap peningkatan Disposible Income penduduk

Indonesia di mana sekitar 80 persen masih bekerja di sektor agribisnis, selanjutnya

akan meningkatkan konsumsi dan tabungan masyarakat. Peningkatan nilai konsumsi

merupakan cerminan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Gumbira-Sa’id, 2001).

Pertanian dalam arti luas adalah salah satu dari tiga ujung tombak

pembangunan ekonomi daerah Bali umumnya dan kabupaten-kabupaten di Bali

khususnya. Dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan pembangunan

pertanian yang berwawasan agribisnis, dituntut adanya keterkaitan erat antara sektor

pertanian dengan sektor-sektor lain dalam sebuah sistem agribisnis. Artinya, jika

ingin mengembangkan atau memajukan sub-sistem produksi, harus disertai pula

dengan pengembangan atau dukungan sub-sistem lainnya, seperti sub-sistem

pemasaran, sub-sistem penyediaan masukan (agroindustri hulu), subsistem

pengolahan (agroindustri hilir) dan sub-sistem lembaga penunjang seperti lembaga

keuangan, sarana dan prasarana perhubungan dan komunikasi.

Agribisnis mengandung pengertian adanya keterkaitan vertikal antar

subsistem dan keterkaitan horizontal dengan subsistem lain di luar pertanian,

Page 18: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

17

seperti jasa-jasa (finansial dan perbankan, koperasi, transportasi, perdagangan,

pendidikan dan lain-lain). Keterkaitan luas ini sudah disadari sejak dahulu oleh

ekonom pasca-revoluasi industri, sehingga mereka menekankan arti strategis

penempatan pertanian (dan pedesaan) sebagai bisnis inti (core business) pada

tahap pembangunan sebelum lepas landas terutama dalam kaitannya dengan

proses industrialisasi (Antara, 2009).

Di negara-negara sedang berkembang termasuk di Indonesia dan Bali, tujuan

pembangunan pertanian adalah meningkatkan pendapatan petani gurem, yaitu

petani berlahan sempit (penguasaan lahan < 0,5 ha), yang pada dirinya melekat

banyak kelemahan, antara lain: lemah pengetahuan dan keterampilan, lemah modal,

lemah teknologi, lemah akses kredit dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap

mereka. Semua kelemahan-kelemahan ini menyebabkan usaha mereka sulit

berkembang dan belum mampu menghasilkan pendapatan yang layak bagi mereka.

5) Rumuskan program mencintai pertanian

Pemerintah pusat dan daerah harus merumuskan berbagai program sosial,

ekonomi, dan teknologi agar petani di pedesaan tetap mencintai sektor pertanian

dan mncintai profesinya sebagai petani, dan menarik kaum muda untuk bekerja di

sektor pertanian. Kebijakan pemerintah pusat melalui Kemendikbud melalui program

pemberian beasiswa Bidik-Misi kepada calon-calon mahasiswa yang berminat

melanjutkan kuliah di Fakultas Pertanian yang tahun-tahun sebelumnya peminatnya

menurun drastis patut disambut positif. Dengan cara ini dihadapkan akan ada

penerus pemikir pertanian di masa depan. Namun, perlu juga ada program insentif

untuk menarik minat generasi muda bekerja di pertanian.

6) Pertahankan areal sawah dan air irigasi dengan sistem subaknya

Di Bali konversi lahan sawah untuk kepentingan non pertanian (pariwisata,

pemukiman, industri kecil, prasarana bisnis) saat ini sudah berada pada titik yang

sangat mengkhawatirkan. Konversi lahan sawah di Bali banyak terjadi di Denpasar,

Badung, Gianyar dan Tabanan (SarBaGiTa). Tahun 1977 luas lahan sawah di Bali ±

98.000 ha dan tahun 1998, menjadi 87.850 ha, ini berarti dalam kurun waktu ± 20

tahun terjadi penyusutan lahan seluas 10.150 ha, atau 11,5%, bahkan selama lima

tahun terakhir, penyusutan seluas 727 ha/tahun. Konsekuensinya, keberadaan

Page 19: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

18

budaya pertanian (lembaga dan tradisi) sebagai salah satu penarik wisatawan

semakin terancam, sedangkan untuk mempertahankan pertanian di Bali sebagai

penyedia bahan pangan dan pelestarian budaya agraris, maka keberadaan pertanian

perlu dipertahankan. Oleh karena itu, luas lahan sawah dengan sistem subaknya

harus dipertahankan jika ingin mempertahankan eksistensi manusia di bali. Bahkan

perlu segera ditetapkan kawasan ”Subak-Abadi” di Bali, dengan memberikan

berbagai insentif kepada anggota subak (petani). Hal ini untuk kepentingan

pariwisata (agrowisata subak), kesejahteraan petani, ilmu pengetahuan (wahana

belajar kearifan lokal), dan warisan budaya.

Dalam rangka melestarikan sumber air dan saluran irigasi di subak, pihak

Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam memproses pembuatan akte tanah perlu

memperhatikan eksistensi saluran tersier dan kuarter di areal tanah yang diproses,

sehingga saluran tersebut tetap eksis. Dengan demikian sistem irigasi di kawasan

subak akan tetap eksis walau ada jual-beli lahan sawah di bagian hulu.

7) Pengutamaan konsumsi dan fanatisme produk lokal

Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten perlu membuat perda atau

peraturan lain apapun jenisnya agar pelaku-pelaku industri pariwisata

mengutamakan konsumsi produk-produk pertanian lokal untuk wisatawan yang

menginap di hotelnya. Jika ini dapat dilakukan, maka petani lokal akan menjadi

bergairah berproduksi. Misal, salak lokal sangat murah, hanya Rp 4.000 per kg

ketika musim panen, kalah bersaing dengan salak pondoh dari provinsi lain. Perlu

ada gerakan pengembangkan fanatisme terhadap produk pertanian lokal, dalam

bentuk gerakan politik, sosial dan ekonomi, yakni berupa Gerakan Cinta Produk

Pertanian Lokal (GCPPL).

8) Pengembangan unit ekonomi pada setiap subak

Untuk operasional subak, setiap tahun pemerintah provinsi dan kabupaten

memberikan bantuan opersional kepada subak-subak di bali, baik untuk subak basah

(sawah) maupun subak kering (abian). Bantuan pemerintah ini sering dirasakan

kurang mencukupi oleh subak. Agar subak mampu berswadana, maka perlu

dibangun koperasi pertanian pada setiap subak, seperti halnya pembangunan LPD

pada setiap desa pakraman. Pada prinsipnya subak harus ditransformasi, sesuai

Page 20: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

19

dengan perkembangban lingkungan sekitarnya. Subak tidak boleh ditinggal dan mati.

(Windia, 2006). Selanjutnya, melalui wadah koperasi, maka dilakukan revitalisasi

subak, sehingga subak bisa mandiri. Anggota subak dididik membuat input yang

diperlukan dari bahan baku d isekitarnya, seperti membuat kompos, mampu

menerapkan teknologi budi-daya yang terus berkembang, mampu menangani pasca

panen secara baik, sehingga kehilangan hasil ketika panen bisa diminimalisasi, dan

memasarkan hasil bersama-sama melalui koperasi, dll. Perlu dibangun kerjasama

(dengan fasilitasi Pemda), antara Koperasi Tani (Koptan) dengan Koperasi

Karyawan (Kopkar) hotel untuk memperlancar pemasaran hasil produk pertanian ke

hotel-hotel.

9) Manfaatkan lahan tidur untuk produksi pangan

Sampai saat ini belum terdata berapa lahan tidur (sleeping land) di bali. Tetapi

yang jelas lahan tidur bertebaran di seluruh kabupaten di Bali, yang tidak

dimanfaatkan untuk berproduksi. Jika lahan tidur ini dimanfaatkan untuk produksi

pangan, maka akan dapat menunjang ketahanan pangan di bali. Oleh karena itu

perlu ada kebijakan pemerintah provinsi atau kebupaten untuk memanfaatkan lahan

tidur di Bali untuk memproduksi pangan, baik dalam bentuk pinjam-pakai atau bagi

hasil antara pemilik dan penggarap yang difasilitasi oleh pemerintah daerah. Secara

mikro akan dapat meningkatkan pendapatan petani penggarap yang menganggur

atau kurang lahan garapan, dan secara makro akan berdampak pada peningkatan

produksi pangan regional dan nasional.

10) Pembentukan lembaga komisi irigasi

Adanya konflik-konflik pemanfaatan air antar subak, antar petani, dan bahkan

antar sektor seperti pertanian dan PDAM dan Pariwisata, maka mendesak dan perlu

segera dibentuk lembaga Komisi Irigasi (Komir) dan Dewan Sumberdaya Air (Dewan

Air), sebagai amanat dari UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. Dengan

demikian lembaga subak akan terlindungi dari intervensi pihak-pihak luar yang

memerlukan air.

Page 21: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

20

11) Laksanakan Perda RTRW disertai sanksi hukumnya

Perda nomor 16 tahun tahun 2009 tentang RTRW yang menimbulkan

polemik antara beberapa pihak, terutama antara pemerintah provinsi dan beberapa

pemerintah kabupaten, dan antara investor pariwisata dan pemerintah provinsi,

maka janganlah membuat pemerintah provinsi surut untuk melaksanakannya. Perda

RTRW yang sudah melalui kajian akademik dan pelaksanaannya memperoleh

dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama dan interlektual, bahkan sudah

disosialisasikan sampai ke tingkat kabupaten/kota, maka pemerintah provinsi harus

melaksanakan dan menegakannya, dan pelanggarnya harus ditindak tegas jika

terbukti melanggar Perda. Pemberlakuan perda ini bertujuan untuk melestarikan

keberadaan Bali dan penghuninya.

P E N U T U P

1. Pertanian Bali perlu dibangkitkan dari kemunduran atau kebangkrutan, dan

sekaligus menyelamatkan pulau Bali dari kehancuran karena kehidupan manusia-

manusia di Bali sangat tergantung pada pertanian.

2. Banyak kebijakan dan program pertanian pada on-farm dan off-farm sudah

diterapkan oleh pemerintah, hanya belum mampu mensejahterakan semua

petani. Masalahnya di mana? Apakah gerakan masih bersifat sporadis, atau

apa?,

3. Elit-elit politik penguasa di bali harus memiliki komitment kuat “mempertahankan

pertanian di bali, dengan mengharmonikan dan mensinergikan pertanian dan

pariwisata”, karena pertanian adalah asset atau modal pariwisata, sedangkan

pariwisata adalah berkah bagi bali yang tidak memiliki sumberdaya alam tambang

dan hutan.

Page 22: Mklh Paradigma Pemb Pertanian Bali Dies 2012-mandiri

21

DAFTAR PUSTAKA

Antara, M.2000. Dampak Pengeluaran Pemerintah, dan Wisatawan serta Investasi Swasta Terhadap Kinerja Perekonomian Bali. Dalam Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia (EKI), Volume XLVIII No. 3 Tahun 2000. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Hal, 253-273.

Antara. M. 2009. Pertanian Bangkit atau Bangkrut. Penerbit Arti Fondation, Denpasar, Bali.

Arifin, B. 2009. Babak baru Kebijakan Subsisdi Pupuk. Dalam Kompas, Senin 14 September 2009. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta,

PDRB Bali 2008. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali 2003-2008. Kerjasama Bappeda Provinsi Bali dengan Badan Statistik Provinsi Bali.

Gumbira-Sa’id. 2001. ‘Visi Global Agribisnis Berkelanjutan: Antisipasi Jangka Panjang Terhadap Krisis Ekonomi’. Majalah Agrimedia, No. 2 Vol. 4 Jnuii 2001.

Pemrop Bali. 2000. ‘Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 10 tahun 2000 Tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Bali Tahun 2000-2005’. Pemerintah Propinsi Bali.

Pemprop Bali. 2001a. ‘Keputusan Gubernur Bali Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Propinsi Bali Tahun 2001-2005. Pemerintah Propinsi Bali.

Pemprop Bali. 2001b. ‘Rancangan Peraturan Daerah Propinsi Bali No. ? Tahun 2001 Tentang Rencana Strategis (Renstra) Propinsi Bali Tahun 2002-2005. Pemerintah Propinsi Bali.

Solahudin, S. 1998. ‘Kebijakan Pembangunan Pertanian Pasca Orde Baru’. Dalam Majalah Usahawan Indonesia, No. 10 (Oktober), Tahun XXVII.

Windia, Wayan. 2006. Transformasi Sistem Irigasi Subak Yang Berlandaskan Tri Hita Karana, Penerbit Bali Post, Denpasar.