tgs mklh pbl residu pestisida

Upload: rizkyrahmannia

Post on 09-Jul-2015

86 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PBL TOKSIKOLOGI LINGKUNGANPENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT RESIDU PESTISIDADiajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Toksikologi Lingkungan dan Produk Pertanian

Disusun oleh: Martha Christy Rizky Hadi Nadya Avishina Imam Mukti Redy Aditya Gilang Fauzi Raden Rahmat 150110080209 150110080211 150110080213 150110080218 150110080220 150110080230 150510090219

Agroteknologi F

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, pemilik alam semesta yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini akan membahas tentang pencemaran lingkungan akibat residu pestisida. Di dalamnya akan dibahas tentang jenis pestisida organoklorin, organofosfat, dan karbomat, konsetrasi batas maksimum bagi lingkungan, tingkat residunya serta bahaya ketiga jenis pestisida tersebut bagi lingkungan. Penulisan makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Toksikologi Lingkungan dan Produk Pertanian. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dosen Pengajar yang telah memberikan bimbingan dalam menyusun makalah ini. 2. Orang tua kami yang tercinta yang telah memberikan kami dukungan moral, materil dan finansial. 3. Rekan-rekan kami di Fakultas Pertanian yang memberikan dorongan semangat kepada kami. Kami berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada khususnya dan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, besar harapan kami agar para pembaca dan dosen pengajar dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran. Demikan makalah ini kami selesaikan dengan sebaik-baiknya, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Jatinangor, 26 Maret 2011

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penggunaan pestisida pada sektor pertanian sangat sering diaplikasikan untuk mengontrol hama dan penyakit yang ada pada tanaman yang dibudidayakan atau ditanam oleh petani. Tetapi, pestisida juga memberikan dampak negatif terhadap kesehatan, ekosistem sekitar tanaman budidaya dan lingkungan makro di luar ekosistem tanaman budidaya. Akhir-akhir ini residu pestisida sudah menjadi perhatian konsumen modern hasil pertanian. Residu Pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian, bahan pangan, atau pakan hewan baik sebagai akibat langsung maupun tak langsung dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup senyawa turunan pestisida, seperti senyawa hasil konversi metabolit, senyawa hasil reaksi, dan zat pencemar yang dapat memberikan pengaruh toksikologis, bahkan bahaya bagi kesehatan konsumen dan lingkungan. Dengan persepsi konsumen ini, membuktikan bahwa penggunaan pestisida tidak boleh lagi sembarangan, tidak bijaksana, karena dapat menimbulkan pengaruh/dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Adalah wajar, bila konsumen memilih hasil pertanian yang aman konsumsi (dalam hal ini yang bebas pestisida) atau kalau mengandung residu pestisida, kadarnya masih di bawah batas toleransi. Kalau sudah demikian besarnya tuntutan konsumen terhadap produk pertanian, peran pemerintah dalam deteksi dini adanya residu pestisida sangat penting, terutama dalam memberikan informasi (deteksi) dini adanya residu pestisida pada produk-produk pertanian yang akan dikonsumsi masyarakat.

B. Masalah Tuntutan pasar terhadap produk hortikultura sangat ketat. Apalagi untuk produkproduk yang dikonsumsi dalam kondisi segar (bukan hasil olahan). Sebagian dari tuntutan pasar tersebut sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan perlindungan tanaman, baik secara langsung di lapang, dalam sistem pengelolaannya dan sistem perdagangan antar negara.

Namun demikian, tuntutan standar mutu yang ada, sejauh ini masih terfokus pada mutu fisik produk. Produk dengan tampilan yang baik dan menarik masih menjadi pilihan utama konsumen. Standar mutu yang terkait dengan cemaran biologi dan cemaran kimia (residu pestisida) belum mendapatkan perhatian yang memadai. Kedepan, konsumen pasti akan semakin memberi perhatian yang lebih besar terhadap residu pestisida, seiring dengan kesadaran terhadap kesehatan. Banyak negara-negara pengimpor produk hortikultura juga mensyaratkan batas residu yang ada dalam produk. Produk-produk yang mengandung residu pestisida melebihi batas maksimum residu (BMR) yang ditetapkan, akan ditolak masuk negara tersebut. Saat ini semakin banyak angka BMR yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) yang diadopsi berbagai negara importir. Tidak mustahil, angka BMR tersebut akan terus bertambah dan semakin kecil pula nilainya, seiring dengan tuntutan kesehatan yang diinginkan konsumen. Semua jenis formulasi pestisida yang diijinkan harus memenuhi syarat paling sedikit: a. Toksisitas bagi manusia rendah b. Tidak membahayakan lingkungan hidup c. Efektif mematikan OPT sasaran d. Tidak mematikan musuh alami dan organisme bermanfaat e. Kualitas terjamin dan stabil

C. Tujuan dan Luaran yang Diharapkan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memperoleh informasi dan mengidentifikasi toksikologi residu pestisida dan dampaknya terhadap penolakan pasar ekspor dari produk sayuran, karena kandungan residu pestisidanya masih tinggi. Sedangkan luaran yang diharapkan adalah rekomendasi sebuah sistem pengelolaan produk sayuran untuk komoditas ekspor yang aman bagi konsumen

Lampiran Artikel Mentan RI Launching Ekspor Sayur Karo ke Singapura. Ditulis oleh Daniel Manik Kamis, 3 Maret 2011 09:49 Lima tahun terakhir ini, kontribusi Indonesia memasok buah dan sayur ke Singapura terus menurun, padahal tahun 80-an ekspor sayur mayur ke negara itu pernah mencapai 30%. Demikian dikatakan Menteri Pertanian RI Ir H Suswono MMA saat melakukan launching ekspor sayur dan buah hasil pertanian Karo ke Singapura, dan panen peleng di lahan pertanian Desa Ujung Aji, Berastagi, Rabu (2/3). Menurut Suswono, Pemerintah Pusat telah menargetkan ekspor sayur dan buah hingga tahun 2014 ke Singapura sebesar 30%. Untuk itu, telah ada kesepakatan antara Perdana Menteri Singapura dan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada bulan Mei 2010 lalu. Menurutnya, eskport sayur dan buah dapat ditingkatkan ke Singapura apabila Indonesia dapat memenuhi permintaan dengan beberapa kriteria yang ditetapkan oleh Agri-Food and Veterinari Authority (AVA), yaitu memenuhi konsep food safety (pestisida residu control), kualitas, keamanaan pangan, kesegaran, kuantitas dan kontinuitas yang terjaga. "Selama ini kadang-kadang petani kurang displin soal residu pestisida, karena itu perlu kita bina petani agar residu pestisida tetap sebagimana persyaratan yang ditetapkan. Dengan demikian tidak ada lagi alasan Singapura untuk menolak sayur mayur dari Indonesia," tandasnya. Sedangkan keluhan masyarakat baik petani dan eksportir terkait permasalahan bidang ekspor produk pertanian dari Sumut ke Singapura adalah infrastruktur yang kurang mendukung, baik sarana jalan maupun pelabuhan Belawan yang sangat terbatas sehingga menghambat kelancaran proses bongkar muat barang ekspor. Berkaitan dengan hal itu Mentan RI mengharapkan kepada Gubsu untuk menegur instansi terkait untuk mengatasi masalah ini. "Di bidang on farm, saya dan jajaran Kementerian Pertanian akan menyelesaikan permasalahan dalam rangka mendukung ekspor buah dan sayur dari daerah ini," sebutnya. Mentan RI juga menghimbau kepada para eksportir, supaya benar-benar mengayomi para petani sebagai mitra usaha serta mau berbagi informasi dan juga keuntungan. Dengan begitu, eksportir dan petani yang tergabung dalam Gapoktan dapat maju secara bersama-sama. Sementara Wagubsu, Gatot Pudjo Nugroho ST dalam sambutannya mengatakan komoditas hortikultura Sumut yang berasal dari Kabupaten Karo pernah mengecap masa kejayaan ekspor ke Singapura pada era 1990 an.

"Walupun saat ini volume eskpor hortikultura Sumut ke Singapura tidak lagi segemilang era 1990-an, namun dalam enam tahun terakhir ini Sumut telah rutin mengeskpor sedikitnya enam produk utama hortikultura. Komoditas tersebut adalah kubis, kentang, tomat, wortel, mentimun dan sayuran berdaun. Sedangkan negara tujuan ekspor hortikultura Sumatera Utara yang paling dominan adalah Singapura dan Malaysia," jelasnya. Lebih lanjut dikatakan, komoditas hortikultura Sumut dengan nilai ekspor yang paling besar adalah kubis. Hingga Oktober 2010, Sumut telah mengekspor 19.541.538 Kg kubis dengan nilai US $ 4.880.938. Sumber : http://www.harianglobal.com/index.php?option=com_content&view=article&id=56347:mentan-rilaunching-ekspor-sayur-karo-ke-singapura&catid=27:bisnis&Itemid=59. Diakses 26 Maret 2011 21.16.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Pestisida Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Weir, 1998). Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai aloera pestisida (Murphy, 2005). Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara berkembang (Sudarmo, 1987). Di Indonesia, pestisida yang paling banyak digunakan sejak tahun 1950an sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan pestisidapestisida fosfat organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun bahan-bahan ini sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting yang masih perlu diperhatikan masa kini ialah dampak penggunaan hidrokarbon berklor pada masa lampau khususnya terhadap aplikasi derivat-derivat DDT, endrin dan dieldrin.

B. Pengertian Pestisida Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan kimia yang digunakan untuk

mencegah, membasmi dan mengendalikan hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang pengerat, termasuk serangga penyebar penyakit, dengan tujuan kesejahteraan manusia. Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6tahun 1995). USEPA menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu (Soemirat, 2003).

C. Pengklasifikasian Pestisida Menurut Sudarmo (1991) pestisida dapat di klasifikasikan kedalam beberapa golongan,dan diantara beberapa pengklasifikasian tersebut dirinci berdasarkan bentuk formulasinya, sifat penetrasinya, bahan aktifnya, serta cara kerjanya. 1. Berdasarkan bentuk formulasi a. Butiran (Granule=G) Berbentuk butiran yang cara penggunaanya dapat langsung disebarkan dengan tangan tanpa dilarutkan terlebih dahulu. b. Tepung (Dust=D) Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktif 1-2% yang penggunaanya dengan alat penghembus (duster) c. Bubuk yang dapat dilarutkan (wettable powder=WP) Berbentuk tepung yang dapat dilarutkan dalam air yang penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot atau untuk merendam benih. Contoh Mipcin 50 WP d. Cairan yang dapat dilarutkan Berbentuk cairan yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Larutannya berwarna putih susu tapi berwarna coklat jernih yang cara penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot e. Cairan yang dapat diemulsikan Berbentuk cairan pekat yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Cara penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot atau di injeksikan pada bagian tanaman atau tanah. Contoh : Sherpa 5 EC

f. Volume Ultra Rendah Berbentuk cairan pekat yang dapat langsung disemprotkan tanpa dilarutkan lagi. Biasanya disemprotkan dengan pesawat terbang dengan penyemprot khusus yang disebut Micron Ultra Sprayer. Contoh : Diazinon 90 ULV

2. Ditinjau dari sifat penetrasinya, pestisida dapat diklasifikasikan kedalam : a. Penetrasi pada permukaan. Pestisida ini hanya ada pada permukaan tanaman b. Penetrasi dalam Apabila disemprotkan kedalam permukaan daun, pestisida dapat

menembus/meresap ke seluruh jaringan tanaman yang tidak disemprotkan c. Sistemik Pestisida ini mudah diserap melalui daun, batang akar, dan bagian lain dari tanaman. Pestisida sisitemik efektif untuk membasmi bermacam-macam hama pengerek dan pengisap (Dperartemen Pertanian, 1998)

3. Berdasarkan bahan aktifnya pestisida dapat diklasifikasikan : Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka pestisida dapat dibedakan ke dalam empat golongan yaitu : a. Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa kimia, contohnya organoklorin, organofospat, dan karbamat. b. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, contohnya neem oil yang berasal dari pohon mimba c. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia yaitu jamur, bakteri atau virus contohnya d. Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal dari bahan alami, contohnya bubur bordeaux (Sitompul, 1987).

4. Pestisida berdasarkan cara kerjanya Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dapat dibedakan kedalam beberapa golongan yaitu: a. Pestisida Kontak

yaitu pestisida yang dapat membunuh OPT (organisme pengganggu tanaman) bila OPT tersebut terkena pestisida secara kontak langsung atau bersinggungan dengan residu yang terdapat di permukaan tanaman. Contoh : Mipcin 50 WP b. Pestisida Sisitemik yaitu pestisida yang dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. OPT akan mati setelah menghisap/memakan tanaman, atau dapat membunuh gulma sampai ke akarnya. c. Pestisida Lambung yaitu pestisida yang mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran makanan pestisida. Contoh : Diazinon 60 EC d. Pestisida pernapasan Dapat membunuh hama yang menghisap gas yang berasal dari pestisida (Sudarmo, 1991).

5. Pestisida Berdasarkan Organisme Sasaran Menurut Untung (1993), dari banyaknya jenis jasad penggangu yang bisa mengakibatkan fatalnya hasil petanian, pestisida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam sesuai dengan sasaran yang akan dikendalikan, yaitu : a. Insektisida Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga. b. Fungisida Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencengah fungi/cendawan. Selain untuk mengendalikan serangan cendawan di areal pertanaman, fungisida juga banyak diterapkan pada buah dan sayur pascapanen. c. Bakterisida Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri. d. Nematisida Nematisida adalah racun yang dapat mengendalikan nematode e. Akarisida

Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba. f. Rodentisida. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus. g. Moluskida Moluskida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah telanjang, sumpit, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak. h. Herbisida Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan penggangu yang disebut gulma. i. Pestisida lain Selain beberapa jenis pestisida di atas masih banyak jenis pestisida lain. Namun karena kegunaanya jarang maka produsen pestisida belum banyak yang menjual, sehingga di pasaran bisa dikatakan sulit ditemukan. Pestisida tersebut adalah sebagai berikut : Pisisida, adalah bahan senyawa kimia beracun untuk mengendalikan ikan mujair yang menjadi hama di dalam tambak dan kolam. Algisida, merupakan pestisida pembunuh ganggang, Avisida, pestisida pembunuh burung. Larvisida, pestisida pembunuh ulat. Pestisida di Indonesia adalah sebagai berikut insektisida 55,42%, herbisida 12,25%, fungisida 12,05%, repelen 3,61%, zat pengatur pertumbuhan 3,21%, nematisida 0,44%, dan 0,40% ajuvan serta lain-lain berjumlah 1,41%. Dari gambaran ini insektisida merupakan jenis pestisida yang paling banyak digunakan (Soemirat, 2005).

BAB III PEMBAHASAN

Residu pestisida pada tanaman dapat berasal dari hasil penyemprotan pada tanaman. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti batang, daun, buah, dan juga akar. Khusus pada buah, residu ini terdapat pada permukaan maupun daging dari buah tersebut. Walaupun sudah dicuci atau dimasak residu pestisida ini masih terdapat pada bahan makanan. Berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh badan Standar Nasional Indonesia (SNI) 2008, tentang batas maksimum residu pestisida pada tanaman, Residu pestisida untuk golongan organofosfat (klorpirifos) masih diperbolehkan ada di dalam tanaman dalam konsentrasi yang telah ditentukan, khusus untuk beras batas konsentrasi residu yang diperbolehkan yaitu 0,5 mg. Berdasarkan hasil penelitian soemirat (2003) residu insektisida golongan organofosfat ditemukan pada berbagai jenis sayuran seperti bawang merah dengan konsentrasi 1,167-0,565 ppm, kentang 0,125-4,333 ppm, cabe dan wortel mengandung profenos 0,11 mg/kg, detakmetrin 7,73 mg/kg, klorfiripos 2,18 mg/kg, tulubenzuron 2,89 mg/kg, dan permetrin 1,80 mg/kg.

A. Pestisida Organoklorin Pestisida Organoklorin atau biasa disebut juga sebagai hidrokarbon berklorin, merupakan jenis pestisida yang tidak mudah larut dalam air, namun mudah larut dalam minyak. Pestisida organoklorin merupakan jenis pestisida yang tidak mudah terurai di alam setelah digunakan, penggunaan pestisida organoklorin telah dilarang oleh pemerintah sejak tahun 1971 karena sifatnya yang persisten sehingga akan dapat menimbulkan dampak negative yang besar tehadap lingkungan dan mahluk hidup sekitarnya. Contoh pestisida organoklorin yang sering digunakan dalam kehidupan; Aldrin Dieldrin dicofol Endosulfan Endrin chlordane DDT Heptaklor

Lindane Benzane hexacloride (BHC)

Contoh di atas dapat digolongkan sebagai senyawa aktif yang terkandung pada jenis-jenis pestisida organoklorin dengan toksisitas yang berbeda. Sedangkan sifat umumnya adalah kelarutan rendah dalam air, lipofilitas tinggi, persisten dalam lingkungan alamiah, terbioakumulasi dalam makhluk hidup dan terbiomagnifikasi melalui rantai makanan. Berdasarkan Toksisitasnya dapat digolongkan sebagai berikut: 1. sangat toksik aldrin, endosulfan, dieldrin 2. toksik sederhana Clordane, DDT,lindane, heptaklor 3. kurang toksik Benzane hexacloride (BHC) Insektisida ini sedikit digunakan di negara berkembang karena mereka memperhatikan secara kimia bahwa insektisida organoklor adalah senyawa yang tidak reaktif, memiliki sifat yang sangat tahan atau persisiten, baik dalam tubuh maupun dalam lingkungan memiliki kelarutan sangat tinggi dalam lemak dan memiliki kemampuan terdegradasi yang lambat (Ecobichon dalam Ruchicawat, 1996 dan Tarumingkeng, 1993). Insektisida ini masih digunakan pada negara sedang berkembang terutama negara pada daerah ekuator karena murah, efektif dan persisten. Contoh DDT, aldrin, dieldrin, BHC, endrin, lindane, heptaklor, toksofin, pentaklorofenol dan beberapa lainnya. Pestisida organoklorin adalah senyawa sintetitik yang mempunyai aktivitas spektrum sangat luas, bersifat apolar dan persisten. Sifat tersebut menyebabkan penggunaan pestisida, menimbulkan banyak masalah kesehatan dan lingkungan. Terjadinya cemaran pada ikan dapat digunakan sebagai indikator bioakumulasi yang terjadi dalam air. Cemaran dapat ditemukan baik di perairan, udara dan tanah. Penelitian kadar organoklorin dalam ikan belanak ( Mugil sp,) dari perairan daerah Cilacap untuk mempelajari kadar bioakumulasi cemaran organoklorin yang

terdapat di organnya. Sampling air dan ikan dilakukan di Sungai Donan, Segara Anakan, dan Selat Nusokambangan. Organoklorin disari dari sampel dan dilakukan clean up, dianalisis dengan kromatografi gas menggunakan detektor ECD. Sebagaian sampel air juga dianalisis sifat fisika dan kimianya untuk mengetahui habitat ikan belanak. Hasil menunjukkan bahwa harga faktor bioakumulasi (BAF) dari beberapa organoklorin berkisar antara 102 sampai 105. Bahan pencemar senyawa organoklorin jenis DDT DDT (1,1,1- Tricloro-2,2bis(clhorophenil)etane) merupakan insektisida sintetis khususnya dibidang pertanian. Sifatnya yang sangat berbahaya di lingkungan dan tahan lama di alam, maka senyawa ini di larang penggunaaannya. Tetapi penggunaannya masih terbatas hanya sebagai obat untuk nyamuk malaria diberbagai negara. DDT dapat mencapai ekosistem pesisir laut melalai berbagai rute seperti penggunaan secara langsung di permukaan air, kemudian secara tidak langsung melalui proses deposisi udara dari proses penguapan atau penguapan yang sudah mengendap di tanah, tanaman dan permukaan air, (Preston 1989). Disamping itu sifat - sifat fisika dan kimia seperti daya larut yang rendah dalam air menyebabkan senyawa DDT mudah terikat dalam sedimen dasar dan terakumulasi dalam jaringan organisme. Transportasi materi merupakan faktor penting keberadaan DDT di lingkungan laut dan hampir sebagian besar terdeposisi dan menghasilkan variabilitas konsentrasi DDT dan derivativennya di sediment, (Ouyang et al 2003;Hartwell, 2008). berbagai sirkulasi air seperti aliran sungai dan arus pasang surut dapat mempengaruhi sebaran deposit yang dapat ditujukan oleh berbagai variasi komposisi ukuran sediment. Hal ini di sebabkan oleh fraksi halus sedimen umumnya memiliki residen time yang relatif lama di bandingkan dengan fraksi kasar seperti pasir. Dengan demikian fraksi halus merupakan komponen yang sangat penting dalam deposit DDT di perairan laut. Teluk Jakarta merupakan teluk yang mengalir sebanyak 13 muara sungai dari wilayah urban yang sangat padat dan banyak terdapat aktivitas pertanian pada wilayah hulu. Dari hasil penelitian DDT, DDD, dan DDE telah teridentifikasi di berbagai wilayah di teluk Jakarta (Razak, 1991). Hal ini memberikan sesuatu indikasi bahwa residu DDT masih ada yang mungkin pernah dimanfaatkan. Keberadaan DDT sangat umum di temukan di lingkungan perairan termasuk sedimen. Seperti keberadaan DDT dan DDE di sedimen pesisir muara Citarum jelas mengidentifikasikan perubahan DDT pada masa diagenesa awal. Secara keseluruhan informasi diatas memberikan indikasi

bahwa konsentrasi DDE lebih tinggi dari pada DDD yang berarti perubahan cenderung dalam kondisi aerobik. Dari golongan ini paling jelas pengaruh fisiologisnya seperti yang ditunjukkan pada susunan syaraf pusat, senyawa ini berakumulasi pada jaringan lemak.

B. Pestisida Organofospat Organofospat ditemukan pada tahun 1945. struktur kimia dan cara kerjanya berhubungan erat dengan gas syaraf. organofosfat dapat menurunkan populasi serangga dengan cepat, persistensinya di lingkungan sedang sehingga organofosfat secara bertahap dapat menggantikan organoklorin. Sampai saat ini organofosfat masih merupakan insektisida yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Contoh : malathion, monokrotofos, paration, fosfamidon, bromofos, diazinon, dimetoat, diklorfos, fenitrotion, fention, dan puluhan lainnya.

Golongan insektisida organofosfat digunakan sebagai pengganti DDT setelah adanya pelarangan terhadap DDT di Indonesia. Golongan pestisida ini sangat potensial, bersifat selektif dan efeknya cepat, tidak menimbulkan toleransi pada serangga apabila diberikan dengan takaran, cara dan saat yang tepat, serta irreversible, artinya enzim cholinestesarase yang terikat pestisida ini tidak dapat berfungsi normal kembali tanpa dipisahkan ikatannya dari organofosfat. Oleh karena itu pestisida ini mempunyai sifat lebih toksik terhadap manusia daripada pestisida golongan organokhlorin walaupun golongan organofosfat dapat dinonaktifkan (deaktifasi) di lingkungan (Ahmadi, 1994). Racun ini merupakan penghambat yang kuat dari enzim cholinesterase pada syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada persimpangan-persimpangan syaraf (neural jungstion) yang disebabkan oleh aktivitas cholinesterase dan menghalangi penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot. Organofosfat disintesis pertama kali di Jerman pada awal perang dunia ke-II. Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal sintesisinya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate

(TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida tetapi juga toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang tersebut dan ditemukan komponen yang paten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia (misalnya : malathion). Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah. Organofosfat dapat terurai di lingkungan dalam waktu 2 minggu (Yusniati, 2008).

C. Pestisida Karbamat Karbamat dikenalkan pada 1951 oleh geology chemical company di Switzerland dan dipasarkan pada tahun 1965. insektisida tersebut cepat terurai dan hilang daya racunnya dari jaringan sehingga tidak terakumulasi dalam jaringan lemak dan susu seperti organoklorin. Umumnya digunakan dalam rumah untuk penyemprotan nyamuk, kecoa, lalat, dan lain-lain. Contoh: karbaril, metiokarb, propoksur, aldikarb, metomil, oksamil, oksi karboksin, metil karbamat, dimetil karbamat seperti bendiokarb, karbofuran, dimetilon, dioksikarb, dan oksikarboksin.

Senyawa karbamat (carbamate atau urethanes) sesungguhnya sebuah senyawa kimia organik sintetik yang memiliki struktur inti NH-(CO)O-. Dengan kata lain senyawa karbamat merupakan ester dari asam karbamat (NH2COOH). Molekul/gugus aktif lain seperti alkil (R) dapat tersubstitusi pada atom hidrogen (H) dari gugus amida (NH2) atau dari gugus asamnya (COOH). Di alam (nature) senyawa ini terbentuk ketika gas karbondioksida (CO2) dari udara berikatan pada gugus amida (NH2) dari protein darah (globin) pada proses kuring daging. Efek dari terbentunya senyawa karbamat ini adalah membantu stabilisasi protein dari peristiwa oksidasi. Bagaimana senyawa karbamat bisa bersifat racun (toksik)? Toksisitas Pestisida Karbaril.

Industri-industri pestisida memanfaatkan senyawa karbamat tersebut sebagai senyawa aktif pada perstisida jenis karbaril, karena senyawa itu memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. Indikator sifat toksis itu tercermin dari nilai lethal dosage 50% (LD50) oral sebesar 540 ppm (mg/kg berat badan). Bandingkan dengan sifat toksis insektisida jenis lain (organoklorin), contoh DDT LD50 sebesar 113 ppm, aldrin dan dieldrin 39 ppm dan 46 ppm. Sedangkan golongan pestisida organopospor, contoh malathion dan parathion berturut-turut 1.000 ppm dan 3,6 ppm. Sifat toksis dan tidak toksis itu baru terbentuk dan tergantung pada molekul atau grup pembentuk esternya. Tidak semua senyawa karbamat bersifat toksis, sebagaimana peristiwa kuring daging. Metil karbamat (methyl carbamate atau methylurethane) adalah senyawa karbamat paling sederhana dengan rumus kimia C2H5NO2, yang mana gugus metil (CH3) mensubstitusi atom hidrogen (H) dari gugus asam (COOH). Diketahui senyawa ini bersifat karsinogenik pada tikus. Senyawa lain adalah ethyl carbamat (urethane) yang sering dipakai sebagai veterinary medicine. Pestisida (merk) lain dari golongan karbamat antara lain, Aldicarb, Carbofuran, Furadan (nematisida), Carbaryl, Fenoxycarb, Sevin dan Baygon (insektisida). Mekanisme kerja peracunanya adalah dengan cara menginaktivasi enzim acetylcholinesterase (AKHE). Enzim AKHE diperlukan dalam mekanisme transpor elektron (inaktivasi acetylcholine), sehingga molekul ini berhenti dalam membuat getaran listrik. Maka jika AKHE inaktif, molekul acetylcholine aktif mentranpor electron pada sistem syarat involuntary. Gejala yang dirasakan pada tubuh adalah muncul tremor (gemetar), konfulsi dan berakhir pada kematian (Fardiaz, 1992). Mekanisme toksisitas serupa juga terjadi pada pestisida jenis organopospor. Melalui jalur manakah senyawa karbamat itu bisa meracuni manusia? Senyawa karbamat yang berasal dari pestisida dan diaplikasikan pada sasaran ( tanaman, hama dan penyakit) residunya dapat terakumulasi pada udara, tanaman, tanah dan air. Residu pestisida tersebut jika menempel pada tanaman atau tanah, maka tanaman di lingkungan itu bisa berlaku sebagai agen pembawa residu karbamat. Manusia bisa teracuni, karena mengonsumsi langsung tanaman itu atau secara tidak langsung melalui daging hewan herbivora yang makan tanaman tercemar itu. Demikian juga manusia bisa teracuni melalui udara (menghirup udara tercemar) dan air yang tercemar pestisida. Mikroplanton sebagai bagian dari ekositem akuatik juga ikut

tercemar. Akibat lanjut zooplankton dan ikan-ikan sebagai predatornya juga tercemar. Melalui ikan ini, residu karbamat bisa masuk ke dalam tubuh manusia. Oleh sebab itu ketika berbicara tentang pestisida, sangatlah penting mengetahui nilai LD50 dan waktu paruh (t1/2) degradasinya. Pestisida golongan organoklorin umumnya memiliki LD50 rendah (berdaya racun kuat) dan waktu paruh degradasi (t1/2) yang lama (bertahun). Lain dengan pestisida karbaril, nilai LD50 relatif besar dan waktu paruh degradasi cepat. Rata-rata pestisida golongan karbaril memiliki t1/2 1 minggu. Dengan demikian, jika kasus Kanigoro divonis penyebabnya pencemaran air oleh pestisida karbamat, hal ini menimbulkan tanda tanya kembali.Oleh sebab itu menjadi tugas kita bersama, para penyuluh pertanian (PPL) untuk tidak bosan-bosan memberikan penyuluhan tentang manajemen pencegahan bahan kimia berbahaya di rumah tangga dan sektor pertanian pada khususnya.

Pengaruh fisiologis yang primer dari racun golongan karbamat adalah menghambat aktifitas enzym cholinesterase darah dengan gejala-gejala seperti senyawa organofospat

Dinamika Pestisida di Lingkungan Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan terlebih manusia. Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui beberapa proses baik pada tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah. Masuk ke dalam tanah berjalan melalui pola biotransformasi dan bioakumulasi oleh tanaman, proses reabsorbsi oleh akar serta masuk langsung pestisida melalui infiltrasi aliran tanah. Gejala ini akan mempengaruhi kandungan bahan pada sistem air tanah hingga proses pencucian zat pada tahap penguraian baik secara biologis maupun kimiawi di dalam tanah. Proses pencucian bahan-bahan kimia tersebut akan mempengaruhi kualitas air tanah baik setempat maupun secara region dengan berkelanjutan. Apabila proses pemurnian unsur-unsur residu pestisida berjalan dengan baik dan tervalidasi hingga aman pada wadah-wadah penampungan air tanah, misal sumber mata air, sumur resapan dan sumur gali untuk kemudian dikonsumsi oleh penduduk, maka fenomena pestisida ke dalam lingkungan bisa dikatakan aman. Namun demikian jika proses tersebut kurang

berhasil atau bahkan tidak berhasil secara alami, maka kondisi sebaliknya yang akan terjadi. Penurunan kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan Aliran permukaan seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan mengalami proses dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut mampu terakumulasi hingga dekomposit Pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisda diudara disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara melalui penyemprotan oleh petani yang terbawa angin. Akumulasi pestisida yang terlalu berat di udara pada akhirnya akan menambah parah pencemaran udara. Gangguan pestisda oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume tanah. Unsur-unsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi hingga mengakibatkan tanah masam dan tidak produktif (Frank C. Lu, 1995)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Bioakumulasi Pestisida Organoklorin Dalam Ikan Belanak (Mugil. sp) Di Perairan Cilacap. http://ugm2.tripod.com/mfi84.htm. diakses 26 Maret 2011 19.00. Ferdy NK. 2010. Pencemaran Senyawa Organoklorin Jenis PCBs dan DDT di Laut. http://blogkesayangan.blogspot.com/2010/02/pencemaran-senyawaorganoklorin-jenis.html. diakses 26 Maret 2011 19.02. Anonim. Universitas Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16894/4/Chapter%20II.pdf. Diakses 26 Maret 2011 20.00. Mulyaman, Siswanto. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2010. Rapid Bioassay Pesticide Residue (RBPR) Sistem Deteksi Cepat Residu Pestisida Pada Produk Hortikultura.

http://smulyaman.blogspot.com/2010/06/rbpr.html. diakses 26 Maret 2011 20.00. Anonim. Residu http://www.agrilands.net/read/full/agriwacana/2010/11/03/residu-

pestisida.html. diakses 26 Maret 2011 21.10 Malik, Daniel. 2011. Mentan RI Launching Ekspor Sayur Karo ke Singapura. http://www.harianglobal.com/index.php?option=com_content&view=article&id=56347:mentan -ri-launching-ekspor-sayur-karo-ke-singapura&catid=27:bisnis&Itemid=59. Diakses 26 Maret 2011 21.16 Soekirno. 2007. Peran Pelaku Perlindungan Tanaman Dalam Pasar Internasional Produk-Produk Hortikultura Indonesia.

http://www.jakerpo.org/index.php?option=com_content&view=article&id=11 7%3Aperan-pelaku-perlindungan-tanaman-dalam-pasar-internasionalproduk-produk-hortikultura-indonesia&catid=35%3Aproduk&Itemid=50&lang=in. Diakses 26 Maret 2011 22.17 Anonim. Penggunaan Pestisida yang Baik dan Benar dengan Residu Minumum. http://www.sinartani.com/mimbarpenyuluh/penggunaan-pestisida-baik-danbenar-dengan-residu-minimum-1233546378.htm. diakses 26 Maret 2011 22.48.

Fransiska, R Zakaria. 1997. TOKSISITAS RESIDU PESTISIDA PADA MANUSIA. Bul. Teknol dan Industri Pangan, Vol VIII No. 3, thn 1997.

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/83975257.pdf. diakses 26 Maret 2011 22.52 Anonim. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16894/5/Chapter%20I.pdf. Diakses 26 Maret 2011 22.57 Amalis. 2010. Karbamat Dalam Pestisida.

http://unguamalis.blogspot.com/2010/12/karbamat-dalam-pestisida.html. diakses 26 Maret 2011 23.19 Barchia, Faiz M. 2009. Pestisida dan Polusi Tanah.

http://faizbarchia.blogspot.com/2009/06/pestisida-dan-polusi-tanah.html. diakses 26 Maret 2011 0.10