bab i mklh esl kelapa sawit.docx

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian, memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Data sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk kepentingan perencanaan pembangunan dan pengembangan pertanian. Data yang dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit untuk dapat dipakai oleh pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi keperluan tertentu. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas strategis sebagai penghasil devisa Negara utama dari sektor non migas. 1

Upload: rezr-vipkurokocchi

Post on 28-Dec-2015

52 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan

potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-

pertanian, memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan

secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan

efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim,

tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan,

terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik.

Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman serta terhadap aspek manajemennya perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan

pemetaan sumber daya lahan. Data sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk

kepentingan perencanaan pembangunan dan pengembangan pertanian. Data yang dihasilkan

dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit untuk dapat dipakai oleh

pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi keperluan

tertentu.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas strategis sebagai penghasil devisa

Negara utama dari sektor non migas. Beberapa komoditas perkebunan yang menunjukkan

peningkatan ekspor yang cukup tajam adalah kakao dan mente, sedangkan komoditas yang

dinilai masih memberikan sumbangan yang cukup tinggi bagi devisa diantaranya karet, kopi,

kakao, dan minyak sawit (Suryana, et, al., 1998).

Kesesuaian lahan perlu di perhatikan untuk tanaman budidaya agar mendapatkan

pertumbuhan yang optimal, walau tanaman kelihatan dapat tumbuh bersama di satu wilayah,

akan tetapi setiap jenis tanaman mempunyai karakter yang membutuhkan persyaratan yang

berbeda-beda. Dengan demikian supaya produksi dapat optimal maka harus di perhatikan

antara kesesuaian lahan untuk tanaman pertanian dan persyaratan tumbuh tiap jenis tanaman.

Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan potensi lahan untuk bermacam

alternative penggunaan lahan. Ini merupakan cara yang biasa digunakan dalam perencanaan

1

Page 2: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

penggunaan lahan. Survey tanah adalah salah satu cara atau metoda untuk mengevaluasi

lahan guna mendapat data langsung dari lapangan. Kegiatan survey terdiri dari kegiatan

lapangan, membuat analisis data, interpretasi data terhadap tujuan dan membuat laporan

survey. Survey tanah menurut Abdullah (1993) merupakan pekerjaan pengumpulan data

kimia, fisik, dan biologi dilapangan maupun dilaboratorium dengan tujuan pendugaan

penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survey tanah baru memiliki kegunaan yang

tinggi jika diteliti dalam pengambilan sampel, deskripsi dan analisa data serta interpretasi

yang dilakukan sudah tepat atau benar.

Budidaya pengembangan perkebunan kelapa sawit sangat erat kaitannya dengan daya

dukung lahan sebagai media tanam komoditi ini. Besarnya pengaruh kesesuaian lahan untuk

mendukung pertumbuhan tanaman akan berpengaruh secara langsung terhadap kesuburan

tanah yang pada akhirnya berdampak pada produktivitas hasil (Pangudijatno, 1981).

Dengan luas wilayah Kecamatan Ulu talo 22.716Ha atau 9.46% dari luas Kabupaten

Seluma, potensi sumber daya lahan yang ada sangat mendukung untuk dikembangkannya

komoditi sejenis. Dengan letak geografis yang dekat dengan pusat perdagangan, serta

karakteristik perekonomian yang bersifat agraris-industri, sangat potensial untuk

dikembangkan perkebunan kelapa sawit. Namun, berlawanan dengan potensi tersebut,

Kondisi topografi Kabupaten Seluma sebagian besar Berbukit, menjadi tantangan bagi

pengembangan kelapa sawit secara optimum. Dengan informasi kelas kesesuaian untuk

pengembangan tanaman perkebunan ini diharapkan dapat dilakukan alternative manajemen

praktis yang tepat, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat diKecamatan Ulu Talo

Kabupaten Seluma.

B. Rumusan masalah

1. Apa saja yang melatar belakangi evaluasi kesesuaian lahan kelapa sawit ?

2. Bagaimana kesesuaian lahan kelapa sawit Kecamatan Ulu Talo, Kabupaten Seluma?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui latar belakang evaluasi kesesuaian lahan kelapa sawit.

2. Untuk mengetahui kesesuaian lahan kelapa sawit Kecamatan Ulu Talo, Kabupaten Seluma.

2

Page 3: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Lahan

Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian

lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan

vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh

terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk

yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu

maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau

tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu.Penggunaan yang optimal memerlukan

keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya

keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila

dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan.

Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam satuan

peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya terdiri atas: iklim, landform

(termasuk litologi, topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi. Pemisahan satuan lahan/tanah

sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi

suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types = LUTs).Evaluasi lahan memerlukan

sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities),

dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land

characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama

lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan

dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan,

perikanan, kehutanan).

Lahan sendiri merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan

vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan.

Sedangkan penggunaan lahan merupakan setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan

dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spritual.

3

Page 4: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

Pembangunan di Indonesia yang gencar dilakukan seiring perkembangan jaman dan

pertumbuhan penduduk menyebabkan kebutuhan akan lahan semakin besar. Kebutuhan lahan

yang semakin besar ini memicu alih fungsi lahan yang sudah sering terlihat saat ini. Selama

ini kebutuhan akan lahan diidentikan dengan kebutuhan lahan untuk pertanian karena

memang saat ini pertanian merupakan sumber utama pangan manusia. Peralihan fungsi lahan

perlu mendapat perhatian lebih karena penggunaan lahan sedikit banyak pasti berpengaruh

terhadap kehidupan manusia itu sendiri.

Pengetahuan akan kondisi lahan dan kemampuan lahan sangat penting karena banyak

masyarakat kurang mengetahui sehingga mereka menggunakan lahan secara sembarangan

yang akhirnya merusak lahan itu sendiri. Setelah lahan menjadi rusak, maka pemulihan

kembali sangatlah sulit dan masyarakat sendiri yang akan dirugikan.

B. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum dapat dibedakan atas: penggunaan

lahan semusim, tahunan, dan permanen. Penggunaan lahan tanaman semusim diutamakan

untuk tanaman musiman yang dalam polanya dapat dengan rotasi atau tumpang sari dan

panen dilakukan setiap musim dengan periode biasanya kurang dari setahun. Penggunaan

lahan tanaman tahunan merupakan penggunaan tanaman jangka panjang yang pergilirannya

dilakukan setelah hasil tanaman tersebut secara ekonomi tidak produktif lagi, seperti pada

tanaman perkebunan.

Penggunaan lahan permanen diarahkan pada lahan yang tidak diusahakan untuk

pertanian, seperti hutan, daerah konservasi, perkotaan, desa dan sarananya, lapangan terbang,

dan pelabuhan.Dalam Juknis ini penggunaan lahan untuk keperluan evaluasi diarahkan pada:

kelompok tanaman pangan (serealia, umbi-umbian, dan kacang-kacangan), kelompok

tanaman hortikultura (sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias), kelompok tanaman

industri/perkebunan, kelompok tanaman rempah dan obat, kelompok tanaman hijauan pakan

ternak, dan perikanan air payau. Seluruhnya ada 112 jenis komoditas pertanian yang dapat

dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 6.Dalam evaluasi lahan penggunaan lahan harus

dikaitkan dengan tipe penggunaan lahan (Land Utilization Type) yaitu jenis-jenis penggunaan

lahan yang diuraikan secara lebih detil karena menyangkut pengelolaan, masukan yang

4

Page 5: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

diperlukan dan keluaran yang diharapkan secara spesifik. Setiap jenis penggunaan lahan

dirinci ke dalam tipe-tipe penggunaan lahan.

Tipe penggunaan lahan bukan merupakan tingkat kategori dari klasifikasi penggunaan

lahan, tetapi mengacu kepada penggunaan lahan tertentu yang tingkatannya dibawah kategori

penggunaan lahan secara umum, karena berkaitan dengan aspek masukan, teknologi, dan

keluarannya.Sifat-sifat penggunaan lahan mencakup data dan/atau asumsi yang berkaitan

dengan aspek hasil, orientasi pasar, intensitas modal, buruh, sumber tenaga, pengetahuan

teknologi penggunaan lahan, kebutuhan infrastruktur, ukuran dan bentuk penguasaan lahan,

pemilikan lahan dan tingkat pendapatan per unit produksi atau unit areal. Tipe penggunaan

lahan menurut sistem dan modelnya dibedakan atas dua macam yaitu multiple dan

compound.Multiple: Tipe penggunaan lahan yang tergolong multiple terdiri lebih dari satu

jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama

dari sebidang lahan. Setiap penggunaan memerlukan masukan dan kebutuhan, serta

memberikan hasil tersendiri. Sebagai contoh kelapa ditanam secara bersamaan dengan kakao

atau kopi di areal yang sama pada sebidang lahan.

Demikian juga yang umum dilakukan secara diversifikasi antara tanaman cengkih

dengan vanili atau pisang.Compound: Tipe penggunaan lahan yang tergolong compound

terdiri lebih dari satu jenis penggunaan (komoditas) yang diusahakan pada areal-areal dari

sebidang lahan yang untuk tujuan evaluasi diberlakukan sebagai unit tunggal. Perbedaan jenis

penggunaan bisa terjadi pada suatu sekuen atau urutan waktu, dalam hal ini ditanam secara

rotasi atau secara serentak, tetapi pada areal yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola

dalam unit organisasi yang sama. Sebagai contoh suatu perkebunan besar sebagian areal

secara terpisah (satu blok/petak) digunakan untuk tanaman karet, dan blok/petak lainnya

untuk kelapa sawit. Kedua komoditas ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama.

C. Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan

tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan

aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual

merupakan kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan

sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi

kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan

dengan persyaratan penggunaan sebuah lahan tersebut, misalkan untuk permukiman maka

5

Page 6: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

karakteristik tanah seperti apa yang cocok untuk membangun sebuah permukiman.

Sedangkan kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai

apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan.

Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak

produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih

memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang

sesuai.

D. Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan perbandingan (matching) antara kualitas

lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan. Kesesuaian lahan ini dapat

dipakai untuk klasifikasi kesesuaian lahan secara kuantitatif maupun kualitatif tergantung

pada data yang tersedia. Dalam hal kesesuaian lahan untuk permukiman ini yang dipakai

adalah klasifikasi kesesuaian lahan secara kualitatif karena penilaian kesesuaian lahan

ditentukan berdasarkan penilaian karakteristik (kualitas) lahan secara kualitatif (tidak dengan

angka-angka) (Hardjowigeno, 2003). Kesesuaian lahan diklasifikasikan menjadi beberapa

macam. Menurut FAO (1976) struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan menurut

tingkatannya , yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas, dan Unit. Ordo adalah keadaan

kesesuaian lahan secara global, dimana ia menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak

sesuai untuk penggunaan tertentu. Pada tingkat Ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan

yang tergolong sesuai (S= Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N= Not Suitable).

Lahan yang termasuk pada golongan S atau sesuai merupakan lahan yang bisa

digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak terbatas pada penggunaan tertentu yang telah

dipertmbangkan sebelumnya. Lahan yang masuk dalam ordo ini tidak akan memiliki

kerusakan yang berarti saat digunakan. Sedangkan lahan yang masuk pada ordo N atau tidak

sesuai merupakan lahan yang memiliki kesulitan-kesulitan yang sedemikian rupa sehingga

menghambat penggunaan atau bahkan mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan.

Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo yang menunjukkan

tingkat kesesuaian suatu lahan. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-

masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan

tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo

6

Page 7: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2),

dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) dibedakan

ke dalam dua kelas yaitu N1 (tidak sesuai pada saat ini) dan N2 (tidak sesuai untuk

selamanya). (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat

kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).

Kelas S1 (sangat sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau

nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan

tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

Kelas S2 (cukup sesuai): Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini

akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input).

Pembatas ini biasanya masih dapat diatasi dengan cukup mudah.

Kelas S3 (sesuai mariginal): Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan

faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan

tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi

faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau

campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini): Lahan memiliki faktor pembatas yang sangat

besar namun masih dapat digunakan setelah mengalami pengolahan dengan modal yang juga

tidak sedikit.

Kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya): Lahan memiliki faktor pembatas yang

permanen sehingga tidak memungkinkan digunakan untuk penggunaan lahan yang lestari

dalam jangka waktu yang sangat lama.

Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian

lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan (sifat-sifat

tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi faktor pembatas terberat. Sedangkan

subkelas merupakan pembagian tingkat lanjut dari subkelas berdasarkan atas besarnya faktor

pembatas.

7

Page 8: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

E. Kriteria Lokasi Yang Tepat Tanaman Kelapa Sawit

Tiga aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap tanaman kelapa sawit adalah iklim,

vegetasi, dan tanah.

a. Iklim

Habitat asli kelapa sawit adalah di hutan yang dekat dengan sungai di Guinea Savanna

Afrika Barat yang kering dan radiasi matahari yang rendah. Kondisi ini menyebabkan

produksi kelapa sawit rendah. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada daerah di luar habitat

aslinya, yaitu 16º lintang utara (Honduras) hingga 15º lintang selatan (Brazil) dengan 20

negara di antara jarak tersebut. Kelapa sawit dapat tumbuh baik dengan tanaman lain dan

mengkoloni tempat dimana terdapat sinar matahari dan kelembaban tanah yang cukup untuk

siklus hidupnya. Produksi tertinggi terdapat di Asia Tenggara dan Asia Pasifik dengan

produksi 7 ton/th. Sehingga, kondisi iklim mempengaruhi pertumbuhan, hasil, unsur hara,

dan kejadian hama penyakit. Setiap perkebunan memerlukan data curah hujan, panjang hari

terang, temperatur minimal dan maksimal, kelembaban, dan evaporasi (penguapan). Faktor

iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan keragaan kelapa sawit adalah total hari

hujan dan distribusi hujan, radiasi matahari, temperatur, dan angin.

1. Total hari hujan dan distribusi hujan

Kelapa sawit bertranspirasi air 5-6 mm/hari/th. Kebutuhan kelembaban tanah yang

terus-menerus diperlukan untuk kebutuhan fungsi fisiologis jaringan kelapa sawit,

transportasi unsur hara dan asimilasi tanaman. Kelapa sawit dapat beradaptasi terhadap

kekeringan dengan penutupan stomata, keterlambatan pembukaan daun, dan pengurangan

produksi tandan (Ng, 1972). Kekeringan menyebabkan menurunkan rasio bunga betina dan

jantan, menurunkan hasil 19-22 bulan kemudian, berpengaruh terhadap rasio tandan buah,

dan proses pemasakan buah. Curah hujan ideal untuk tanaman kelapa sawit 2000-3500

mm/th dengan distribusi 100 mm/bulan.

Tanaman seringkali menunjukkan indikator yang baik terhadap kekeringan karena

adanya integrasi tanaman dengan tipe tanah dan ketersediaan air di tanah. Gejala kekeringan

pada kelapa sawit antara lain akumulasi daun yang tidak membuka, kekeringan dini pada

daun paling rendah tanaman muda, daun hijau menjadi rusak, kekeringan tandan atau aborsi,

tajuk mati, dan tanaman mati.

8

Page 9: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

Keseimbangan air yang dibutuhkan kelapa sawit dapat diukur berdasarkan air tanah

yang terserap, curah hujan, dan potensial evapotranspirasi dengan formula:

B = Res + R – Etp …………………………………………….. (1)

Dimana B adalah keseimbangan periode awal dan akhir, Res adalah air tanah yang

tersedia pada awal periode, R ialah curah hujan selama periode, dan Etp merupakan

evapotranspirasi selama periode. Produksi tinggi diperoleh apabila kekurangan kelembaban

<200 mm atau > 500 mm dengan irigasi.

2. Radiasi matahari

Kelapa sawit membutuhkan panjang hari >5-7 jam/hari setiap bulan. Setelah hujan,

radiasi matahari merupakan faktor iklim kedua yang penting. Penelitian menunjukkan

hubungan antara radiasi matahari dan hasil produksi antara lain:

Radiasi matahari berpengaruh terhadap pertumbuhan, asimilasi bersih, dan

pembentukan bunga betina (Hartley, 1988), Hasil produksi lebih dari 28 bulan berkorelasi

dengan radiasi matahari pada periode 12 bulan sebelumnya (Hartley, 1988), Jumlah ekstraksi

minyak meningkat 18-20 bulan setelah periode panjang hari yang tinggi (Chow and Chang,

1998), Tandan buah, mesokarp, rasio buah, dan jumlah ekstraksi minyak menurun setelah

periode panjang hari yang tinggi (Prabowo dan Foster, 1998), Pembakaran hutan menurunkan

radiasi matahari di Sumatera Utara tahun 1997-1998 dan menyebabkan penurunan hasil 1.3-

4.6 ton tandan buah segar (TBS) per tahun.

3. Temperatur

Kelapa sawit cocok ditanam di daerah tropis (≤38ºC, optimum 22-32ºC) dan sangat

sensitif di temperatur rendah. Temperatur rendah menyebabkan stomata tertutup dan

mengurangi fotosintesis. Henry (1957) menyebutkan pertumbuhan rata-rata tanaman fase

bibit ≤15ºC, namun dapat meningkat menjadi 17-25ºC setelah 3-5 tahun dan temperatur

<18ºC untuk pematangan buah. Produksi meningkat dengan rata-rata temperatur <\27ºC di

Vanuatu dan menurun pada <18-19ºC di Madagaskar untuk 4-5 bulan dalam satu tahun

(Olivin, 1986).

Temperatur menurun 0.6ºC per 100 m ketinggian di atas permukaan air laut (dpl).

Hal ini telah dilaporkan dari Sumatera bahwa tanaman kelapa sawit yang ditanam pada

ketinggian >500 m mengalami cekaman lingkungan pada tahun pertama dan produksi lebih

9

Page 10: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

rendah dari tanaman yang ditanam pada dataran rendah (<100 m dpl) (Hartley, 1988). Hal ini

diduga radiasi matahari yang diterima berkurang dengan tingkat ketinggian dan ketebalan

kabut.

4. Angin

Angin yang besar menyebabkan kerusakan pada daun, tumbang, atau akar yang keluar

dari tanah. Di kepulauan Solomon, >25% tanaman kelapa sawit rusak karena besarnya angin,

namun dapat berproduksi kembali setelah 3-4 tahun. Klasifikasi kesesuaian iklim untuk

kelapa sawit (Paramanthan, 2000) adalah sinar matahari >5.5 jam/hari, radiasi matahari >16

MJ/m2, curah hujan per tahun 2000-2500 mm/tahun, curah hujan per bulan >100 mm/bulan,

bulan kering <200 mm/tahun, kelembaban 75-85%, suhu rata-rata 28ºC, dan rata-rata

kecepatan angin 0-10 m/detik.

b. Vegetasi

Vegetasi di sekitar tanaman kelapa sawit harus diuji sebagai bagian dari survei lahan

dan tanah. Vegetasi tersebut dapat digunakan sebagai informasi penting tentang kesuburan

tanah, biaya pembersihan lahan (land-clearing), drainase dan manajemen air, lokasi

penanaman, serta agronomi dan keragaan kelapa sawit di lahan tersebut. Saat ini hutan

primer yang dibuka untuk pengembangan kelapa sawit sangat sedikit dan lahan baru

kebanyakan terbentuk dari hutan sekunder setelah spesies tanaman utama diambil. Sehingga,

pengujian tanaman yang tumbuh diperlukan untuk menduga biaya land-clearing (pembukaan

lahan) dan kondisi drainase.

Alang-alang (Imperata cylindrical), Rhododendron (Melastoma malabathricum), dan

tropical bracken (Dicranopteris linearis) merupakan vegetasi yang mengindikasikan lahan

kering dan miskin unsur hara. Penambahan pupuk posfor (P) dalam jumlah besar (100-200

kg P/ha) diperlukan untuk memperbaiki defisiensi P dan sumber P bagi tanaman penutup

legum (LCP) dan pertumbuhan awal tanaman.

c. Tanah

Kelapa sawit memiliki perakaran yang relatif dangkal, dan perakaran yang aktif

menyerap unsur hara dapat terlihat 30 cm di kedalaman tanah (Gray, 1969). Dibandingkan

dengan tanaman semusim dan kebanyakan tanaman dikotil, sistem perakaran kelapa sawit

tergolong buruk dan tidak efisien (Tinker, 1976). Padahal kebutuhan kelapa sawit akan unsur

10

Page 11: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

hara justru sangat besar (Goh dan Hardter, volume ini) dan sangat sulit untuk memperoleh

hasil panen yang ‘ekonomis’ tanpa adanya pupuk tambahan. Kebutuhan unsur hara

bergantung kepada jumlah total penyerapan hara yang diperlukan untuk mencapai target

produksi, kapasitas hara yang sudah tersedia didalam tanah, dan efisiensi hara tambahan

(dalam meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman) (Foster, volume ini).

Setiap tanah memiliki karakteristik tersendiri dan sangatlah penting memilih tanah

yang terbaik untuk lahan budidaya kelapa sawit. Selama lebih dari sepuluh tahun ini, harga

minyak kelapa sawit masih tinggi, bahkan berada pada tren yang terus meningkat secara

stabil (Fry, 1998: Fry, 2000, Hardter and Fairhurst, volume ini). Hal ini mendorong investor

membuka perkebunan pada tanah-tanah marginal dan kondisi klimatik dimana potensi hasil

cenderung rendah namun ongkos pengelolaan yang tinggi. Survei lahan dan tanah yang

menyeluruh akan memberikan dasar bagi perhitungan potensi hasil dan biaya, sehingga

investor dapat melakukan analisis kepekaan terkait efek dari perubahan harga minyak kelapa

sawit yang mungkin terjadi dan input-input yang diberikan kepada perkebunannya.

Langkah yang tak kalah penting adalah mengidentifikasi dan mengimplementasikan

teknik manajemen yang spesifik bagi kondisi lahan tertentu, sehingga masalah-masalah

seputar tanah yang teridentifikasi dapat diatasi. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan

untuk mengidentifikasi detail permasalahan menggunakan set kriteria (Paramanathan, 1987)

(Tabel 2 & 3).

Sebagai tambahan dari faktor-faktor iklim yang telah dipaparkan sebelumnya, ada

empat karakteristik utama lahan/tanah :

1) Topografi dan kemiringan

2) Kelembaban (drainase dan genangan)

3) Sifat fisika tanah (tekstur dan struktur, kedalaman dan volume)

4) Sifat kimia tanah (KTK/Kapasitas Tukar Kation, kelarutan basa, karbon organik, salinitas

dan masalah hara mikro)

Bagian ini dibahas pengaruh sifat fisika dan topografi tanah berdasarkan kebutuhan

tipe-tipe manajemen pengairan dan konservasi tanah dan sifat tanah yang mempengaruhi

kemampuan tanah untuk men-suplai hara dan kebutuhan pupuk mineral.

11

Page 12: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

F. Kondisi Tanah Dan Topografi Untuk Kelapa Sawit

Untuk dapat mencapai pertumbuhan yang optimum, kelapa sawit memerlukan

persyaratan tumbuh tanaman, diantaranya adalah lahan berada pada dataran rendah dengan

ketinggian tempat < 400 mdpl., temperatur berkisar antara 20-350 C, dengan temperatur

optimum 25-280 C. Curah hujan berkisar 1.250-4.000mm/tahun, tetapi yang optimum sekitar

1.700-2.500mm/tahun, dengan distribusi merata sepanjang tahun dan bulan kering kurang

dari 2 bulan.

Menurut tipe hujannya (Schmidt and Ferguson, 1951), lahan kering dataran rendah

berada pada berbagai tipe hujan, yaitu A, B, C, D, E dan F. (Puslitbangtanak, 2001) dalam

menyusun Atlas Arahan Tataruang Pertanian Indonesia skala 1 : 1.000.000, menggolongkan

tipe hujan A, Bdan C sebagai wilayah beriklim basah, sedangkan tipe hujan D, E dan F

digolongkan sebagai wilayah beriklim kering. Berdasarkan regim kelembaban tanahnya,

wilayah beriklim basah termasuk Udik atau Perudik, sedangkan wilayah beriklim kering

termasuk Ustik atau peralihan ustik-aridik (Soil survey staff, 1999).iklim basah umumnya

curah hujan tinggi (>1.500mm/thn) dengan masa hujan relatif panjang, sedangkan iklim

kering mempunyai curah hujan relatif rendah (1.500mm/thn) dengan masa curah hujan yang

pendek 3-5 bulan (Irianto et al., 1998)

Persyaratan tanah untuk pertumbuhan kelapa sawit secara optimal sangat ditentukan

oleh kedalaman efektif tanah (solum tanah >75 cm) dan berdrainase baik. Kelapa sawit dapat

tumbuh pada lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang bervariasi mulai dari lahan yang

subur sampai lahan-lahan marginal. Hal ini dicirikan bahwa kelapa sawit dapat tumbuh pada

lahan dengan pH masam sampai netral (>4,2-7,0). Dan yang optimum pada pH 5,0-6,5.

Kapasitas Tukar Kation, Kejenuhan Basa tidak menjadi pembatas utama. Media perakaran

yang optimal adalah lahan yang mempunyai tekstur halus (liat berpasir, liat, liat berdebu),

agak halus (lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu) dan sedang

(lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu) serta mempunyai

kandungan bahan kasar tidak lebih dari 55% (Djaenudin et al., 2000).

Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada berbagai ordo tanah seperti Ultisol, Oxisols,

Inceptisols, Alfisols, Mollisols bahkan pada tanah gambut (Histosols), asalkan persyaratan

tumbuh lainnya seperti tersebut diatas terpenuhi.

12

Page 13: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

G. Peluang Pengembangan Kelapa Sawit Kecamatan Ulu Talo, Kabupaten Seluma

Kecamatan Ulu Talo, Kabupaten Seluma berdasarkan luas lahan yang akan

dikembangkan yaitu sekitar 1200 Ha yang menyebar ditiga desa antara lain desa Simpur

ijang, desa Air Keruh dan desa Muara Nibung. Identifikasi kelas kesesuaian lahan dibedakan

menjadi 3 kelompok wilayah yakni Intensifikasi, Ekstensifikasi dan Diversifikasi. Sebaran

kelompok wilayah kesesuaian lahan tersebut pada masing-masing desa di kecamatan Ulu

talo, Kabupaten Seluma disajikan pada Tabel.1. dari total luas lahan mineral tersebut,

pengembangan lahan mineral yang dapat dimanfaatkan untuk kelapa sawit seluas ± 620 Ha

atau 51 % dari luas total Kecamatan Ulu Talo.

Tabel 1. Luas lahan yang sesuai untuk intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi tanaman

kelapa sawit kecamatan Ulu talo.

Desa Intensifikasi Ekstensifikasi Diversifikasi Jumlah

( I ) ( E ) ( D ) Ha %

Simpur Ijang 150 300 150 600 50

Air Keruh 50 185 115 350 30

Muara Nibung 30 135 85 250 20

Jumlah 230 620 350 1200 100

Dari tabel diatas luas lahan areal intensifikasi seluas 230 Ha menujukkan bahwa lahan

tersebut saat ini digunakan untuk kelapa sawit. Ekstensifikasi 620 Ha lahan yang belum

dimanfaatkan (semak belukar, alang-alang, hutan konversi) sehingga dapat dicadangkan

untuk pembukaan lahan baru, dan lahan diversifikasi 350 Ha yakni lahan yang sesuai tetapi

lahan tersebut telah digunakan untuk pengembangan komoditas lain. Hal ini dapat

memberikan informasi bagi kemungkinan pengembangan komoditas tertentu sebagai

alternatif, apabila kesesuaian lahan untuk tanaman alternatif tersebut jauh lebih baik (Mulyani

et al., 2000).

13

Page 14: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

Kelas Kesesuaian Lahan mineral aktual untuk tanaman kelapa sawit

Berdasarkan hasil overlay pada layer peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman

kelapa sawit. Secara garis besar faktor pembatas lahan mineral potensial untuk

pengembangan kelapa sawit disajikan pada tabel berikut.

Kelas kesesuaian lahan mineral untuk tanaman kelapa sawit

Kelas

Lahan

Faktor Pembatas Luas

Ha %

S2 Cukup Sesuai 475 39,58

S3 nr, w, l Sesuai Marginal

(Kesuburan tanah rendah, Kemiringan lereng

berbukit, dan Ketinggian tempat).

600 50

N Tidak Sesuai 125 10,42

Jumlah 120

0

100

Peta kelas kesesuaian lahan actual untuk tanaman kelapa sawit Kecamatan Ulu Talo Kabupaten Seluma

14

Page 15: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

Kelas lahan cukup sesuai (S2)

Kecamatan Ulu talo secara umum memiliki lahan yang potensial untuk

pengembangan kelapa sawit seluas ±475 Ha atau 39,58% dari luas total Kecamatan Ulu Talo.

Kelas lahan S2 tersebar didesa Air keruh seluas ± 180Ha dan Muara Nibung ± 295 Ha.

Faktor pembatas yang memiliki kemungkinan untuk menghambat produktivitas

tanaman kelapa sawit secara garis besar dibatasi oleh kelas draenase sedang. Draenase

merupakan keadaan tata air dalam tubuh profil tanah yang merupakan resultan atau akhir dari

gerakan air yang turun ke bawah (air perkolasi) dan air aliran permukaan (run off).

Kedalaman muka air tanah ikut mempengaruhi basah atau keringnya tubuh tanah (Singh,

1983).

Kelas lahan sesuai bersayarat (S3)

Kelas lahan S3 tersebar didesa Simpur ijang seluas ± 600Ha. Faktor pembatas yang

memiliki kemungkinan untuk menghambat produktivitas tanaman kelapa sawit secara garis

besar yakni :

A. Kesuburan tanah rendah (nr)

Kesuburan tanah dalam hal ini yang dimaksudkan adalah kesuburan alami tanah yang

ditentukan oleh sifat-sifat fisik kimia dan biologis tanah. Akan tetapi sifat fisik disini sudah

masuk kedalam kriteria cukup sesuai, hanya saja untuk sifat kimia dan sifat biologi tanah

masih rendah.

Sifat-sifat kimia tanah mencakup cadangan potensi/jumlah total dan tersedianya

unsur-unsur hara tanaman. Potensi hara tanaman ini biasanya dikaitkan dengan kandungan

N,P, dan K total. Status tersedianya hara tanaman lebih berkaitan dengan ketersediaan P dan

pH, kejenuhan basa dan total basa-basa serta daya/kapasitas tanah untuk menahan basa-basa.

Selain sifat-sifat kimia yang disebutkan diatas, keadaan beberapa unsur mikro dan unsur-

unsur yang bersifat racun seperti aluminium bila terdapat dalam konsentrasi yang tinggi

dalam larutan tanah perlu mendapat perhatian.

Pada lahan mineral Kecamatan Ulu Talo, diketahui dari analisis sampel tanah C

berkisar 1,33%, N berkisar 0,09%, P berkisar 0,83ppm, dan K berkisar 0,20me/100g

termasuk kriteria rendah sampai sangat rendah.

Reaksi (pH) tanah masam

15

Page 16: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

Reaksi tanah (pH) adalah parameter yang dikendalikan oleh sifat-sifat elektrokimia

koloid-koloid tanah. Istilah ini menunjukkan kemasaman dan kebasaan tanah yang

derajadnya ditentukan kadar ion hidrogen didalam tanah. Tingkat kemasaman tanah

mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh perakaran tanaman dimana

setiap unsur hara didalam tanah ketersediaannya secara maksimal dijumpai pada kisaran

tertentu (Hakim, dkk, 1986).

Secara teoritis pH yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman antara 6,0-7,0, karena

pada kisaran pH tersebut ketersediaan unsur-unsur hara tanaman terdapat dalam jumlah besar,

karena pada kisaran pH ini kebanyakan unsur hara mudah larut didalam air sehingga mudah

diserap akar tanaman. Demikian pula mikroorganisme tanah akan menunjukkan aktivitas

terbesar pada kisaran pH ini (Hakim, dkk, 1986).

Pada lahan mineral kecamatan Ulu Talo mempunyai nilai pH tergolong masam

dengan kisaran 4,1-4,8, ini masih kurang memenuhi syarat tumbuh tanaman kelapa sawit.

Untuk menghasilkan produksi yang optimal diperlukan usaha peningkatan pH tanah. Dapat

dilakukan dengan penambahan pupuk organik maupun pupuk kimia.

B. Kemiringan Lereng (w) dan ketinggian tempat ( l )

Pada lahan mineral kecamatan Ulu Talo diketahui kemiringan lereng berkisar 15-

30% kriteria berbukit, hal ini masih kurang memenuhi syarat pertumbuhan tanaman kelapa

sawit karena kemiringan lereng > 15 % dapat menyebabkan terjadinya erosi yang cukup

intensif. Tanah-tanah yang tererosi akan mengalami degradasi yang ditandai dengan

berkurangnya kualitas fisik, kimia dan biologi tanah (Hermawan and Bomke, 1997).

Adapun upaya konservasi tanah dan air untuk mencegah erosi akibat kemiringan

lereng > 15% yaitu secara metode vegetatif dan metode mekanik. Metode vegetatif adalah

penggunaan tanaman atau sisa-sisa tanaman untuk mengurangi daya tumbuh butir hujan yang

jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan (run off) yang pada akhirnya

mengurangi erosi tanah. Dan metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanik yang

diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan

erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Dengan cara pengolahan tanah,

guludan, teras, waduk dan perbaikan draenase (Arsyad, 2006).

16

Page 17: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

Kelas Lahan tidak sesuai (N)

Kelas lahan tidak sesuai untuk tanaman kelapa sawit dikecamatan Ulu Talo memiliki

luas ± 125 Ha.

1. Ketinggian tempat

Umumnya untuk Kecamatan Ulu Talo khususnya desa simpur ijang memiliki

ketinggian tempat > 400. Dalam kaitannya dengan tanaman kelapa sawit erat kaitannya

dengan tempratur dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat diatas permukaan laut, maka

tempratur semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari cenderung menurun

dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian tempat dapat dikelaskan sesuai

kebutuhan tanaman. Seperti kelapa sawit lebih sesuai didaerah dataran rendah (<400 mdpl)

(Sys, dkk. 1993)

2. Kemiringan lereng

Kelapa sawit sebaiknya ditanam dilahan yang memiliki kemiringan lereng < 30%,

lahan yang kemiringan lereng >30% masih bisa ditanami sawit, namun dengan kemiringan

lereng yang tinggi akan menyebabkan terjadinya aliran permukaan yang besar. Untuk itu

perlu dilakukan pembuatan terasering. Akibatnya biaya produksi akan meningkat. Jika tidak

dilakukan terasering maka akan menyulitkan dalam pengangkutan buah saat panen dan

beresiko terjadinya erosi (Setyamidjaja, 1992).

17

Page 18: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Produktivitas tanaman bergantung pada proses fotosintesis untuk pertumbuhan

vegetatif dan generatif. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi faktor lingkungan mikro dan tipe

tanah. Faktor lingkungan radiasi cahaya berpengaruh terhadap kelembaban kanopi dan

temperatur berpengaruh terhadap aktivitas fotosintesis. Kombinasi faktor-faktor tersebut

apabila diukur dengan bahan tanan dapat diketahui potensial produksi yang spesifik.

Potensial produksi menjadi terbatas karena kondisi iklim, termasuk manajemen air, nutrisi,

gulma, dan penyakit. Sehingga, survei lahan dan tanah merupakan tahap awal menyeleksi

lahan untuk pengembangan kelapa sawit.

Aspek-aspek yang diperhatikan pada saat melakukan survei lahan adalah 1)

kesesuaian tempat/ lahan untuk pengembangan kelapa sawit, seperti tipe tanah, kapabilitas

kesuburan tanah, curah hujan, dan radiasi cahaya; 2) ketidaksesuaian lahan untuk budidaya

kelapa sawit; 3) potensial produksi untuk tempat tertentu; 4) biaya pengembangan (drainase,

perbaikan tanah); dan 5) biaya perawatan (pemupukan, potensi untuk mekanisasi lahan).

Survei tanah menghasilkan informasi dasar tentang pemetaan lahan, termasuk

karakteristik, level atau tipe tanah, dan lokasi lahan. Informasi lain yang diperlukan sebelum

menanam kelapa sawit adalah hasil produksi, status nutrisi daun dan tanah, pupuk yang

digunakan sebelumnya, dan kejadian hama penyakit). Walaupun survei tanah menunjukkan

prediksi performa dari lahan tersebut, tetapi sebaiknya tidak menjadi acuan seluruhnya untuk

lahan yang akan digunakan. Diperhatikan juga aspek sosial ekonomi, akses pemasaran, dan

penjelasan dari pemilik lahan. Teknik manajemen yang baik dapat meningkatkan hasil

produksi di semua lahan, namun produksi optimal diperoleh dari adaptasi teknik manajemen

pada lahan tertentu berdasarkan pada kondisi agroekologi pada tiap lokasi.

18

Page 19: BAB I MKLH ESL KELAPA SAWIT.docx

DAFTAR PUSTAKA

19