mk cpd

30
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO SMF OBSTETRI – GINEKOLOGI Jl. Dr. Soetomo 59. Telp. 0351-464326 pswt.150 LAPORAN KASUS No. Rekam Medis : 6338227 IDENTITAS Nama pasien : Ny. Rahmawati umur : 34 th Nama suami : Tn. Dadik umur : 45 th Agama : Islam Pendidikan istri : SMU pendidikan suami: SMU Pekerjaan istri : IRT pekerjaan suami : Swasta Lama menikah : 11 tahun Alamat : Desa Krajan RT 12/RW 06 Mejayan, Madiun Telpon : 085233598988 MASUK dan KELUAR RS Masuk : 07-11-2013 Keluar : 10-11-2013 ANAMNESIS Keluhan utama : Pasien kiriman BPS dengan G III P 1011 umur kehamilan 39/40 minggu dengan BSC dan curiga bayi besar. Pasien belum ada merasakan kenceng-kenceng, keluar

Upload: 568563

Post on 29-Nov-2015

69 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

CPD

TRANSCRIPT

Page 1: MK CPD

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO

SMF OBSTETRI – GINEKOLOGI

Jl. Dr. Soetomo 59. Telp. 0351-464326 pswt.150

LAPORAN KASUS

No. Rekam Medis : 6338227

IDENTITAS

Nama pasien : Ny. Rahmawati umur : 34 th

Nama suami : Tn. Dadik umur : 45 th

Agama : Islam

Pendidikan istri : SMU pendidikan suami: SMU

Pekerjaan istri : IRT pekerjaan suami : Swasta

Lama menikah : 11 tahun

Alamat : Desa Krajan RT 12/RW 06 Mejayan, Madiun

Telpon : 085233598988

MASUK dan KELUAR RS

Masuk : 07-11-2013

Keluar : 10-11-2013

ANAMNESIS

Keluhan utama : Pasien kiriman BPS dengan GIIIP1011 umur kehamilan 39/40

minggu dengan BSC dan curiga bayi besar. Pasien belum ada merasakan kenceng-

kenceng, keluar lendir/darah maupun ketuban mengalir. Hasil USG terakhir di dr.

Suwardi, Sp.OG dikatakan tidak dapat lahir pervaginam dikarenakan ukuran bayi

besar.

HPHT : 01 – 02 – 2013

HPL : 08 – 11 -- 2013

Riwayat pernikahan :

Kawin : 1 kali

Umur kawin : 23 tahun

Lama kawin : 11 tahun

Kontrasepsi sebelum hamil ini : tidak ada

Page 2: MK CPD

Riwayat Persalinan :

1. Aterm / 3000 / SC a/i letak oblique / RS Hasanah / L / 5th / H

2. Abortus / 3 bulan / Kuretase di RS Bakti Waluyo Caruban tahun 2011

3. Hamil ini

Riwayat Antenatal Care (ANC) : BPS (8x) terakhir 7/11/2013 dirujuk RSSM

Sp.OG (4x) terakhir 4/11/2013 dikatakan TBJ

3700gr, ketuban cukup, DJJ (+)

Riwayat Persalinan Sekarang :

His (-)

Ketuban Pecah (-)

Keluar lendir / darah (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Status Umum

Tinggi badan : 153 cm

Berat badan : 70 kg

BMI : 29,9 kg/m2

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Vital sign : TD : 120/80 mmhg

Nadi : 86 x/mnt

Suhu : 36,7 C (axila)

Nafas : 20 x/menit

Kepala leher :anemi (-), icteric (-), tremor (-)

Respirasi : ronki -/-, wheezing -/-

Cardiologi : S1S2 tunggal, bising (-)

Status Obstetri

TFU : 36 cm

Letak janin : kepala

His (-)

DJJ (+) : 11-12-12

Pemeriksaan Dalam : Ø tidak ada pembukaan / 25% / bagian terendah janin masih tinggi /

UPD ≈ N

Page 3: MK CPD

Osborn test (+)

DIAGNOSA

GIIIP10011 umur kehamilan 39 / 40 minggu, tunggal hidup intar uterine letak kepala + BSC +

CPD + TBJ 3600 gr.

FOLLOW UP (VK Bersalin)

Tanggal : 07 November 2013 pukul 08.15

SUBJECTIVE : Pasien kiriman BPS dengan GIIIP1011 umur kehamilan 39/40 minggu

dengan BSC dan curiga bayi besar

OBJECTIVE :

Keadaan umum : Baik

GCS : 4 5 6 (Compos Mentis)

VITAL SIGN :

TD : 120/80 mmHg

TEMP : 36,7 HC

NADI : 86x/menit

NAFAS : 20x/menit

PX Obstetri :

TFU : 36 cm

Letak janin kepala

DJJ (+) 11-12-12

His (-)

Pemeriksaan Dalam : Ø belum ada pembukaan / 25% / Bagian terendah janin

masih tinggi / UPD ≈ N

Osborn test (+)

Px Laboratorium :

Hb 10,2 g/dL

Hct 33,2 %

Lekosit 8.800 ribu/uL

Trombosit 318.000 ribu/uL

ASSESTMENT :

GIIIP10011 umur kehamilan 39 / 40 minggu, tunggal hidup intar uterine letak kepala + BSC +

CPD + TBJ 3600 gr

Page 4: MK CPD

PLANNING :

NST

USG

Atas pertimbangan :

BSC

CPD

U.k ≥ 38 minggu

Usul semi akut SC + IUD hari ini

Lapor SpV dr. Setyo Utomo, Sp.OG(K) disetujui

Tanggal : 07 November 2013

Pukul 14.10 Persiapan pasien untuk SC (pasang infus, kateter, Ab profilaksis inj.

Ceftriaxone 2gr iv

Pukul 14.30 Masuk ruang Operasi

Pukul 14.35 SC

Pukul 14.45 Lahir bayi laki-laki / SC / 3700 / 52 / AS 8-9

Pukul 16.00 SC selesai, pasien pindah ke IPI

Terapi post operasi

Sementara puasa

Cek Hb post op, bila Hb <8, pro transfusi s/d Hb >8

Drip oksitosin 2 amp dalam RL selama 12 jam

Inj. Ketorolac 3x1 amp

Inj. Ranitidin 3x1 amp

Inj. Alinamin F 3x1 amp

Inj. Vitamin C 3x1 amp

Monitoring keluhan / VS / kontraksi uterus / fluxus / luka post operasi

Page 5: MK CPD

FOLLOW UP (Ruangan Mawar)

Tanggal : 08 November 2013 pukul 06.00

SUBJECTIVE : perut terasa kembung, nyeri

OBJECTIVE :

Keadaan umum :Baik

GCS :4 5 6 (Compos Mentis)

VITAL SIGN :

TD :120/60 mmHg

NADI : 72x/menit

SUHU : 36oC

Kepala/ leher : Anemis (-), Icteric (-), Cyanosis (-), Dyspneu (-)

PX Obstetri :

TFU : 2 jari bawah pusat

Vulva / vagina fluxus (-)

Kontraksi uterus (+) baik

Px Laboratorium :

Hb post operasi : 10,3 g/dL

Hct 34,4%

Lekosit 17.100 ribu/uL

Trombosit 314.000 ribu/uL

ASSESTMENT :

P20012 PP SC + IUD (a/i BSC + CPD) hari I

PLANNING :

Diet TKTP

Mobilisasi bertahap

Inj. Alinamin F 3x1

Asam mefenamat 3x500 mg

SF 2x1

KIE ASI eksklusif

Pindah ruangan

Aff infus dan kateter

Monitoring keluhan / VS / Kontraksi uterus / fluxus / luka post op

Page 6: MK CPD
Page 7: MK CPD

Tanggal : 09 November 2013 pukul 06.00

SUBJECTIVE : keluhan (-)

OBJECTIVE :

Keadaan umum :Baik

GCS :4 5 6 (Compos Mentis)

VITAL SIGN :

TD :120/70 mmHg

NADI : 72x/menit

SUHU : 36oC

Kepala/ leher : Anemis (-), Icteric (-), Cyanosis (-), Dyspneu (-)

PX Obstetri :

TFU : 2 jari bawah pusat

Vulva / vagina fluxus (-)

Kontraksi uterus (+) baik

ASSESTMENT :

P20012 PP SC + IUD (a/i BSC + CPD) hari II

PLANNING :

Diet TKTP

Mobilisasi bertahap

Asam mefenamat 3x500 mg

SF 2x1

KIE ASI eksklusif

Monitoring keluhan / VS / Kontraksi uterus / fluxus / luka post op

Page 8: MK CPD

Tanggal : 10 November 2013 pukul 06.00

SUBJECTIVE : keluhan (-)

OBJECTIVE :

Keadaan umum :Baik

GCS :4 5 6 (Compos Mentis)

VITAL SIGN :

TD :120/60 mmHg

NADI : 72x/menit

SUHU : 36oC

Kepala/ leher : Anemis (-), Icteric (-), Cyanosis (-), Dyspneu (-)

PX Obstetri :

TFU : 2 jari bawah pusat

Vulva / vagina fluxus (-)

Kontraksi uterus (+) baik

ASSESTMENT :

P20012 PP SC + IUD (a/i BSC + CPD) hari III

PLANNING :

Diet TKTP

Mobilisasi

Asam mefenamat 3x500 mg

SF 2x1

KIE ASI eksklusif

Rawat luka operasi

Pro KRS hari ini

Page 9: MK CPD

PEMBAHASAN

CEPHALO-PELVIC DISPROPORTION (CPD)

A. DEFINISI

Disproporsi sefalopelvik atau Cephalo-Pelvic Disproportion (CPD) adalah

keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu

sehingga janin tidak dapat keluar melalui jalan lahir (vagina). CPD dapat disebabkan dari

ibu, yaitu panggul sempit dan dari faktor anak, yaitu janin yang besar atau karena

presentasi janin yang tidak memungkinkan untuk janin melewati rongga pelvis, atau

kombinasi dari keduanya.

Menurut data dari World Health Report dari WHO menyatakan bahwa persalinan

yang terhambat, misal akibat CPD, berperan sebanyak 8% dari jumlah seluruh kematian

ibu di seluruh dunia. Ditemukan kecenderungan untuk persalinan yang terhambat

tersebut menyebabkan angka kematian yang tinggi diakibatkan oleh perdarahan post

partum dan infeksi / sepsis.

Begitu juga dengan angka operasi seksio sesarean didapatkan bahwa distosia

(akibat CPD), fetal distress, presentasi bokong, dan bekas seksio sesarean adalah empat

indikasi tersering dilakukannya operasi.

B. ETIOLOGI-FAKTOR RESIKO

Distosia (persalinan yang sulit) dapat disebabkan oleh karena 3 faktor, yaitu :

Power (kekuatan Ibu dalam mengejan saat persalinan)

Passage (jalan lahir atau ukuran panggul ibu, misal panggul sempit)

Passenger (berat janin, misal bayi besar)

Pada kasus CPD, kebanyakan faktor yang menyebabkan sulitnya persalinan

adalah 2 faktor, yaitu passage dan passenger, faktor ibu atau faktor janin. Dari faktor ibu,

biasanya disebabkan karena anatomi panggul ibu yang sempit sehingga bagian terbawah

janin tidak dapat masuk ke ruang panggul. Sedangkan dari faktor janin, dapat disebabkan

dari janin yang besar atau malposisi dan malpresentasi janin.

1. Panggul sempit

Bila dari faktor resiko, seperti tinggi badan ibu yang kurang dari 152 cm atau status

antropometri dengan BMI ≥25 kg/m2 maka perlu dipertimbangkan resiko panggul

ibu sempit dan tidak bisa dilewati oleh kepala bayi. Perlu dilakukan pemeriksaan

lebih lanjut untuk benar-benar mengetahui apakah panggul ibu sempit atau tidak.

Page 10: MK CPD

2. Janin yang besar

Janin yang besar ialah janin yang beratnya lebih dari 4000 gr. Dari beberapa

penelitian juga dikatakan janin yang beratnya lebih dari 4500 gr dapat menimbulkan

kesulitan dalam persalinan. Beberapa penyebab dari janin yang besar antara lain

diabetes mellitus, herediter, dan multipara. Kesulitan persalinan dikarenakan kepala

yang besar atau bahu yang besar. Akibatnya bila tetap dilahirkan pervaginam,

resikonya dapat terjadi inersia uteri bahkan perdarahan post partum akibat atonia

uteri.

3. Malposisi dan malpresentasi

Presentasi muka

Presentasi muka adalah presentasi kepala dengan defleksi maksimal hingga

oksiput mengenai pinggul dan muka terarah ke bawah (kaudal terhadap ibu).

Presentasi muka dapat disebabkan panggul sempit, bayi besar, multipara, lilitan

tali pusat leher, dan anencephal. Pada pemeriksaan dalam, dapat teraba pinggir

orbita, hidung, tulang pipi, mulut dan dagu.

Presentasi dahi

Presentasi dahi adalah presentasi kepala dengan defleksi yang sedang.

Etiologinya hampir sama dengan presentasi muka. Biasanya hanya sementara

dan dapat berubah menjadi presentasi muka atau belakang kepala. Presentasi

dahi jarang terjadi, dapat dicurigai bila pada pemeriksaan dalam teraba sutura

frontalis, ubun-ubun besar, pinggir orbita, dan pangkal hidung. Bila presentasi

dahi menetap, harus dilakukan persalinan perabdominam.

Page 11: MK CPD

Letak lintang

Pada letak lintang, sumbu panjang anak tegak lurus atau hampir tegak lurus

pada sumbu panjang ibu. Pada letak lintang, bahu menjadi bagian terendah,

sehingga disebut presentasi bahu atau presentasi akromion. Jika punggung

terdapat didepan disebut dorsoanterior, jika dibelakang dorsoposterior.

Penyebab letak lintang antara lain dinding perut yang kendur akibat multipara,

panggul sempit, plasenta previa, prematuritas, kelainan bentuk uterus, mioma

uteri, hidramnion, atau kehamilan ganda.

Page 12: MK CPD

C. ANATOMI PANGGUL

1. Pintu Atas Panggul (Pelvic Inlet)

Pintu atas panggul adalah suatu bidang yang dibatasi di sebelah posterior oleh

promontorium, di lateral oleh linea terminalis dan di anterior oleh pinggir atas

simfisis. Pada panggul ginekoid pintu atas panggul hampir bundar, kecuali di daerah

promontorium agak masuk sedikit. Macam ukuran pintu atas panggul :

Diameter anteroposterior, diukur dari promontorium sampai ke tengah permukaan

posterior simfisis pubis, disebut pula konjugata obstetrika. Diameter paling

penting karena merupakan jarak terpendek dari os sakrum ke simfisis pubis.

Normalnya panjangnya sekitar 12,5 cm.

Konjugata diagonalis, jarak bagian bawah simfisis sampai ke promontorium,

yang dapat diukur dengan memasukkan jari tengah dan telunjuk ke dalam vagina

dan mencoba meraba promontorium. Pada panggul normal promontorium tidak

teraba dengan jari yang panjangnya 12-13 cm.

Konjugata vera, jarak pinggir atas simfisis dengan promontorium. Konjugata

diagonalis dikurangi 1,5 cm, didapatkan panjang kurang lebih 11 cm.

Diameter transversa, adalah jarak terjauh garis lintang pintu atas panggul,

biasanya sekitar 12,5-13 cm.

Garis yang dibuat antara persilangan konjugata vera dengan diameter transversa

ke artikulasio sakroiliaka, disebut diameter oblique, panjang sekitar 12,5 cm.

Page 13: MK CPD

2. Pintu Tengah Panggul (Pelvic cavity)

Ruang tengah panggul adalah saluran diantara pintu atas panggul dan pintu bawah

panggul. Dinding anterior sekitar 4 cm terdiri dari os pubis dengan simfisisnya.

Dinding posterior dibentuk oleh os sakrum dan os koksigis, sepanjang ±12 cm.

Karena itu ruang panggul berbentuk saluran dengan sumbu melengkung ke depan.

Ruang tengah panggul memiliki ukuran yang paling luas.

Rata-rata ukuran diameter pintu tengah panggul adalah diameter transversal

(interspinarum) sepanjang 10,5 cm, diameter anteroposterior (dari batas bawah

simfisis pubis ke perbatasan antara vertebra keempat dan kelima) sepanjang 11,5 cm,

dan diameter sagitalis posterior (dari titik tengah garis interspinarum ke titik tengah

di sakrum) sepanjang 5 cm.

3. Pintu Bawah Panggul (Pelvic Outlet)

Pintu bawah panggul bukan bidang datar, tetapi tersusun atas dua segitiga dengan

diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Sisi-sisi segitiga anterior dibentuk

oleh kedua ramus pubis, dan puncaknya adalah pemukaan posterior inferio simfisis

pubis. Sedangkan segitiga posterior di apeksnya dibatasi oleh ujung vertebra sakralis

terakhir (bukan ujung os koksigis).

Batas atas pintu bawah panggul adalah setinggi spina ischiadika. Jarak antara kedua

spina disebut diameter bispinosum sekitar 9,5-10 cm.

Batas bawah pintu bawah panggul berbentuk persegi panjang, di sebelah anterior

dibatasi oleh arkus pubis, di lateral oleh tuberositas ischii, dan di posterior oleh os

koksigis dan ligamentum sakrotuberosum. Pada panggul normal besar sudut arkus

Page 14: MK CPD

pubis ±90o. Jika kurang, lahirnya kepala janin akan lebih sulit karena butuh lebih

banyak tempat ke posterior.

Diameter anteroposterior diukur dari apeks arkus pubis ke ujung os koksigis.

Jenis Panggul menurut Caldwell-Moloy

1. Ginekoid : 45% wanita. Panjang diameter anteroposterior hampir sama dengan

diameter transversa.

2. Android : 15% wanita. Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Walau panjang

diameter anteroposterior hampir sama dengan diameter transversa, tetapi diameter

transversa dekat dengan sakrum.

3. Antropoid : 35% wanita. Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti telur.

Diameter anteroposterior lebih besar dibandingkan diameter transversa.

4. Platipelloid : 5% wanita. Diameter transversa lebih besar dibandingkan diameter

anteroposterior.

Page 15: MK CPD

Panggul Sempit

Panggul dikatakan sempit bila ukurannya kurang dari ukuran yang normal.

Kesempitan bisa dari pintu atas panggulm pintu tengah panggul, pintu bawah panggul

atau kombinasi ketiganya.

1. Kesempitan Pintu atas panggul

Pintu atas panggul dikatakan sempit bila diamter anteroposterior terpendeknya

(konjugata vera) kurang dari10 cm, atau bila diameter transversa kurang dari 12 cm.

Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga akan sulit bila janin

melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior <10 cm. Pada panggul

sempit, kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya dari

kontraksi uterus dapat menekan bagian selaput ketuban di serviks. Akibatnya ketuban

dapat pecah pada pembukaan kecil dan ada resiko prolapsus funikulus. Setelah

selaput ketuban pecah, tidak ada tekanan kepala terhadap serviks sehingga kontraaksi

jadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat.

Adanya penyempitan pintu atas panggul menyebabkan kepala janin mengapung

(floating) di atas pintu atas panggul atau lebih lateral di salah satu fossa iliaka

sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul

sempit, presentasi wajah dan bahu 3x lebih sering dan prolaps tali pusat 4-6x lebih

sering dibandingkan wanita panggul luas.

Pembagian tingkatan panggul sempit :

Tingkat I : CV 9-10 cm = borderline

Tingkat II : CV 8-9 cm = relatif

Tingkat III : CV 6-8 cm = ekstrim

Tingkat IV : CV 6 cm = absolut

Pembagian menurut tindakan :

CV 8-10 cm = trial of labor

CV 6-8 cm = SC primer

CV 6 cm = SC primer

2. Kesempitan Pintu tengah panggul

Penyempitan ini lebih sering ditemukan dibandingkan penyempitan pintu atas

panggul dan menyebabkan terhentinya kepala janin pada bidang transversal, yang

dapat menyebabkan perlu tindakan forseps atau seksio sesarea. Bidang obstetris

panggul bagian tengah membentang dari batas inferior simfisis pubis, melalui spina-

spina iskiadika, dan menyentuh sakrum dekat pertemuan antara vertebra keempat dan

Page 16: MK CPD

kelima. Garis transversal antara kedua spina iskiadika membagi panggul tengah

menjadi bagian anterior dan posterior.

Walau masih belum jelas, pintu tengah panggul dikatakan sempit apabila jumlah

diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tengah

(normal, 10,5 cm ditambah 5 cm, atau 15,5 cm) adalah 13,5 cm atau kurang. Patut

dicurigai penyempitan panggul tengah bila diameter interspinarum kurang dari 10

cm. Bila lebih kecil daripada 8 cm, sudah pasti dapat dikatakan sempit.

Karena masih belum ada metode manual untuk mengukur pasti ukuran panggul

tengah, kemungkinan ada penyempitan bila spina-spina iskiadika menonjol, dinding

samping panggul mengalami konvergensi, atau takik sakroiskiadika sempit.

3. Kesempitan Pintu bawah panggul

Biasanya didefinisikan sebagai pemendekan diameter intertuberosum hingga 8 cm

atau kurang. Menyempitnya diameter intertuberosum menyebabkan penyempitan

segitiga anterior yang akan mendorong kepala janin ke arah posterior.

Penentuan janin dapat lahir bergantung pada diameter intertuberosum dan diameter

sagitalis posterior pintu bawah panggul. Penyempitan pintu bawah panggul tanpa

disertai penyempitan pintu tengah panggul jarang terjadi, sehingga disproporsi kepala

janin dengan pintu bawah panggul tidak tidak terlalu besar menimbulkan distosia

berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini

disebabkan arkus pubis sempit sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah

simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan

mudah terjadi robekan.

D. DIAGNOSIS

Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.

Beberapa parameter yang sering dipakai untuk menentukan apakah panggul ibu sempit

atau tidak ada beberapa macam. Bisa dari pemeriksaan antropometri dan pemeriksaan

dalam, dan pemeriksaan pelvimetri.

Status Antropometri

Faktor resiko dari status antropometri yang sering dipakai sebagai patokan adalah

tinggi badan ibu. Ibu yang tinggi badannya pendek sering dihubungkan dengan

panggul sempit sehingga mengalami kesulitan saat persalinan. Dari anamnesa pada

status persalinan dahulu juga bisa ditanyakan bila persalinan berjalan lancar dengan

bayi berat badan normal kemungkinan panggul sempit adalah kecil. Dari penelitian

Page 17: MK CPD

Bernard, didapatkan hubungan antara ukuran dan bentuk panggul dengan tinggi

badan. 34% wanita yang tinggi badannya kurang dari 152,5 cm mempunyai panggul

tipe platypelloid dibandingkan wanita yang tingginya lebih dari 176 cm. Didapatkan

juga penelitian dimana angka kejadian yang tinggi untuk seksio sesarea pada wanita

yang tinggi badannya kurang dari 160 cm (20%). Dari suatu penelitian di Thailand,

mereka menggunakan standar tinggi ibu dibawah 145 cm yang dikatakan memiliki

resiko untuk kejadian disproporsi kepala panggul.

Semakin tinggi BMI ibu sebelum hamil, maka semakin besar resiko kejadian

disproporsi kepala-panggul, dikarenakan obesitas. BMI ≥25 kg/m2 juga meningkatkan

resiko seksio sesarean. Mengapa diambil status antropometri sebelum hamil, karena

lebih menggambarkan status gizi ibu dan memperkirakan besar janin.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan dalam (vaginal touche) dapat diukur konjugata diagonalis,

dimana diukur jarak dari promontorium ke tepi bawah simfisis pubis. Pemeriksa

memasukkan 2 jari ke dalam vagina, evaluasi mobilitas koksigis dan permukaan

anterior sakrum dipalpasi. Mobilitas koksigis diperiksa dengan diraba dan dicoba

digerakkan maju mundur. Permukaan anterior sakrum juga diraba dari bawah ke atas

dan kelengkungannya diperhatikan. Pada panggul normal hanya 3 vertebra sakralis

terakhir saja yang dapat diraba, sedangkan pada panggul yang sangat sempit seluruh

permukaan anterior sakrum dapat dicapai dengan mudah.

Untuk mencapai promontorium, siku pemeriksa ditekan ke bawah. Jari telunjuk

dan jari tengah dirapatkan dan dimasukkan menyusur naik dan ke seluruh permukaan

anterior sakrum. Dengan menekan pergelangan tangan secara kuat, promontorium

dapat teraba oleh ujung jari tengah seperti penonjolan tepi tulang. Ujung jari tetap

menempel ke promontorium dan bagian jari yang berada di vagina diangkat sampai

menempel pada arkus pubis dan titik yang paling dekat dengan jari telunjuk ditandai

lalu diukur. Konjugata diagonalis yang diukur, lalu untuk mendapatkan konjugata

vera dikurangi 1,5 cm. Bila konjugata diagonalis lebih besar dari 11,5 cm dapat

dikatakan pintu atas panggul berukuran cukup untuk persalinan pervaginam.

Page 18: MK CPD

Pada kehamilan aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan pemeriksaan

dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada metode Osborn, satu

tangan menekan kepala janin dari atas ke arah rongga panggul dan tangan lain

diletakkan di atas simfisis untuk menentukan apakah kepala menonjol di atas simfisis

atau tidak. Bila ada penonjolan maka osborn test (+) dimana kepala tidak dapat masuk

pintu atas panggul. Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan

memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari

yang masuk vagina menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut dan

ibu jari memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis.

Pemeriksaan Pelvimetri

Selain dari pemeriksaan pelvimetri secara klinis, dapat juga ditentukan dengan

pemeriksaan radiologi, CT-scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). Tujuannya

untuk memastikan pasien mana yang benar-benar memiliki disproporsi kepala

panggul. Walau tidak terlalu bermanfaat dalam penatalaksanaan persalinan, terkadang

pelvimetri radiologik masih digunakan di pusat kesehatan. Tergantung dari setiap

institusi kesehatan apakah memiliki alat yang menunjang untuk pemeriksaan

pelvimetri ini.

Dari beberapa pemeriksaan tersebut, dikatakan panggul sempit ringan apabila

panjang konjugata vera 9-10 cm, sempit sedang bila konjugata vera panjangnya 8-9

cm, sempit berat panjang 6-8 cm, dan dikatakan sangat sempit bila kurang dari 6 cm.

Seseorang juga bisa dicurigai beresiko untuk panggul sempit apabila :

Primigravida dengan kepala anak belum turun setelah minggu 36

Pada primigravida terlihat perut menggantung

Pada multigravida persalinan yang dulu sulit

Kelainan letak pada hamil tua

Page 19: MK CPD

Kelainan bentuk badan

Osborn test (+)

E. TATALAKSANA

Dari pemeriksaan dalam, dapat ditentukan konjugata diagonalis dan memperkirakan

panjang konjugata vera. Sesuai panjang konjugata vera dapat dibedakan tatalaksananya :

1. CV 8,5-10 cm : dilakukan trial of labor yang kemungkinan bisa dengan persalinan

spontan, ekstraksi vakum, seksio sesarea sekunder dengan adanya pertimbangan lain.

2. CV 6-8,5 cm : dilakukan SC primer

3. CV <6 cm : dilakukan SC primer

Disamping hal-hal tersebut, pilihan tatalaksana dapat bergantung pada :

His atau tenaga yang mendorong anak

Besar janin, presentasi dan posisi janin

Bentuk panggul

Umur ibu dan tingkat sosial (High Social Value Baby)

Penyakit ibu

TRIAL OF LABOR

Pada panggul sempit ringan masih bisa dilakukan persalinan percobaan, sedangkan mulai

panggul sempit sedang dan seterusnya dilakukan persalinan dengan seksio sesarea. Trial

of labor atau persalinan percobaan adalah persalinan pervaginam pada wanita dengan

panggul relatif tetap. Trial of labor dilakukan hanya pada letak belakang kepala, jadi

tidak dilakukan pada kelainan letak lainnya.

Trial of labor dikatakan berhasil bila anak lahir pervaginam secara spontan atau dibantu

dengan ekstraksi (forceps atau vacum) dan anak dan ibu dalam keadaan baik.

Menghentikan trial of labor apabila :

1. Pembukaan tidak ada atau kemajuan sangat kurang

2. Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik

3. Setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban, kepala dalam 2 jam tidak

mau masuk kedalam rongga panggul walau his baik

4. Forceps gagal.

Pada keadaan-keadaan tersebut dilakukan seksio sesarea.

SEKSIO SESAREA

Page 20: MK CPD

Seksio sesarea elektif dilakukan pada panggul sempit berat dengan kehamilan aterm, atau

disproporsi sefalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada panggul sempit

ringan dengan indikasi lain seperti primigravida tua dan kelainan letak janin. Seksio

sesarea sekunder (setelah trial of labor beberapa waktu) dilakukan karena percobaan

persalinan dianggap gagal atau ada indikasi untuk persalinan secepat mungkin sedangkan

syarat persalinan pervaginam belum terpenuhi.

Dari penelitian didapatkan, beberapa faktor resiko dilakukan seksio akibat CPD adalah

tinggi badan ibu ≤154 cm, pertambahan berat badan saat hamil ≥16 kg, BMI sebelum

hamil >25 kg/m2 dan tinggi fundus uteri ≥33 cm.

F. KOMPLIKASI

1. Bahaya pada ibu

Partus berlangsung lama

Partus lama akan menyebabkan peregangan SBR dan bila berlarut-larut akan

menyebabkan ruptur uteri

Infeksi intrapartum

Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan lunak

menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak akan menjadi

nekrotik dan terjadi fistula

Simfisiolisis

2. Bahaya pada anak

Karena sering terjadi ketuban pecah dini akan meningkatkan resiko infeksi

intrapartum

Resiko prolaps tali pusat

Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak akibat moulage yang

hebat dan lama. Biasanya pengecilan ukuran kepala lebih dari 0,5 cm.

Fraktur pada tulang kepala akibat tekanan yang hebat dari his dan alat-alat

yang dipakai

Page 21: MK CPD

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk., Obstetri Williams Edisi 21, Jakarta: EGC,

2005

Cunningham, FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams

Obstetrics, 23rd ed. USA Prentice Hall International Inc. McGraw-Hill

Companies. 2010.

Khunpradit,S.,Patumanond,J., Tawichasri,C., Risk Indicators for Cesarean Section due to

Cephalopelvic Disproportion in Lamphun Hospital, 2005, J Med Assoc Thai,

88 : S63-8.

Maharaj,D., Assessing Cephalopelvic Disproprtion: Back to the Basics, 2010, Obstetrical

and Gynecological Survey, 65 : 387-395.

Saifuddin AB., Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi Keempat, Jakarta : YBP-SP,

2008.

Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama cetakan kedelapan, Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2010.

Suranthapisit,P.,Thitadilok,W., Risk factors of caesarean section due to cephalopelvic

disproportion, 2006, J Med Assoc Thai, 89 : S105-11.

Toh-adam,R., Srisupundit,K.,Tongsong,T., Short stature as an independent risk factor for

cephalopelvic disproportion in a country of relatively small-sized mothers,

2011, Arch Gynecol Obstet, 285 : 1513-1516.

Wianwiset,W., Risk Factors of Cesarean Delivery due to Cephalopelvic Disproportion in

Nuliiparous Women at Sisaket Hospital, 2011, Thai Journal of Obstetrics and

Gynaecology, 19 : 158-164.