mk-andra dwita putri.pdf

24
“MOTIVASI INDIVIDU HIJABERS DALAM KEPUTUSAN MELEPAS HIJAB” Makalah Non-Seminar Disusun oleh: Andra Dwita Putri 1106085056 Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2014 Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Upload: dothuy

Post on 02-Feb-2017

233 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: MK-Andra Dwita Putri.pdf

“MOTIVASI INDIVIDU HIJABERS DALAM

KEPUTUSAN MELEPAS HIJAB”

Makalah Non-Seminar

Disusun oleh:

Andra Dwita Putri

1106085056

Departemen Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia

2014

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 2: MK-Andra Dwita Putri.pdf

Scanned by CamScannerMotivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 3: MK-Andra Dwita Putri.pdf

Scanned by CamScannerMotivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 4: MK-Andra Dwita Putri.pdf

Scanned by CamScannerMotivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 5: MK-Andra Dwita Putri.pdf

Scanned by CamScannerMotivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 6: MK-Andra Dwita Putri.pdf

Motivasi Individu Hijabers dalam Keputusan Melepas Hijab

Andra Dwita Putri dan Askariani Kartono

Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Email: [email protected] Email: [email protected]

Abstrak Di Indonesia, fenomena perempuan menggunakan hijab sudah menjadi tren dalam beberapa tahun belakangan ini. Media massa maupun media sosial berlomba-lomba menampilkan para perempuan yang menggunakan hijab, baik dari sisi fesyen maupun dari sisi tingkat religiusitas seseorang. Namun, berbanding lurus dengan tren perempuan berhijab, fenomena perempuan yang melepas hijab juga meningkat. Berdasarkan fenomena tersebut, yang menjadi pertanyaan penulis adalah sejauh mana motivasi hijabers dalam keputusan melepaskan hijabnya?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan data sekunder yaitu mengutip hasil penelitian yang dibuat oleh penulis buku terkait dengan kasus para perempuan hijabers yang melepaskan hijabnya. Dari hasil analisis dan pembahasan, terungkap bahwa adanya komunikasi persuasif dengan banyak pihak yang dirasa dekat serta self-esteem yang rendah, membuat mereka memiliki pergeseran makna akan hijab yang kemudian melepas hijabnya. Kata kunci: motivasi, changing attitudes, Hijabers

Motives Behind Muslim Woman Uncovering Their Hijab

Abstract In Indonesia, the phenomena of women using hijab has become a trend in these past view years. Mass media and social media has been competing to show women wearing hijab for fashion purposes and religious purposes. But besides using hijab, the number of individual who decides to take off their hijab is also increasing. Based on that phenomena, my question is: “How far the motivation impacting the decision of taking off the hijab?”. To answer that question, i used secondary data gathered from various research about why women taking off their hijab. The result is that they still have a low self-esteem that causes the regression of meaning in wearing hijab.  Keywords: motivation, changing attitudes, Hijabers

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 7: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

1  

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hijab telah menjadi sebuah fenomena yang tidak asing lagi bagi perempuan di

Indonesia. Melalui perkembangan zaman, saat ini hijab sudah menjadi suatu hal yang biasa

masyarakat lihat ketika banyak perempuan yang telah menggunakannya. Seiring

perkembangan zaman pula, masyarakat telah terbiasa menggunakan istilah hijab untuk

menunjukkan pakaian perempuan muslim.1 Pada tahun 2000-an, media di Indonesia telah

menjadi saluran untuk menyebarkan istilah ‘hijab’ sebagai pakaian penutup kepala.

Hijab menurut etimologi yang diambil dari kamus al-Munawwir Arab Indonesia

menurut Ahmad Warson Munawir adalah penutup atau tabir, sedangkan jilbab berarti baju

kurung panjang sejenis jubah.2 Hijab menurut bahasa berarti penghalang.3 Didalam kamus

bahasa arab hijab berarti penutup, tabir, tirai, layar dan sekat. Penghalang biasanya dapat

dilihat di dalam masjid sebagai penghalang atau pembatas antara jamaah laki-laki dan

perempuan. Apapun yang membatasi antara laki-laki dan perempuan pasti disebut hijab.

Beberapa ulama juga menyimpulkan bahwa hijab merupakan batasan antara laki-laki dan

perempuan mulai dari pakaian, sikap, tingkah laku hingga pikiran. Hal tersebut membuktikan

bahwa istilah hijab tidak menuju pada satu jenis kelamin tertentu. Namun, dengan adanya

perkembangan dan perubahan makna di Indonesia, hijab lebih mengacu pada sebuah pakaian

dan identik dengan jilbab atau kerudung.

Jilbab/Hijab pada zaman Nabi Muhammad SAW merupakan pakaian yang menutupi

seluruh anggota badan. Hijab sendiri terbuat dari kain, dimana dalam pemakaiannya

diusahakan untuk tidak berlebihan seperti memakai dilengkapi dengan memakai aksesoris

atau perhiasan yang dapat mengundang perhatian orang lain. Berbeda dengan pemaknaan

hijab saat ini. Sejak munculnya film dan novel yang bernafaskan Islam seperti Ayat-Ayat

Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, penggunaan kata ‘hijab’ memiliki pengertian baru. Hal

tersebut dapat dilihat dengan penerbitan buku-buku tutorial mengenai hijab sejak tahun 2008

oleh penerbit non-Islam4 yang menampilkan berbagai model cara menggunakan hijab yang

                                                                                                               1 Dr. Muhammad Haitsan Al-Khayyat, Al-Mar’ah Al-Muslimah wa Qadhaya Al Ashr atau

problematika muslimah di era modern.terj.salafuddin, Asmu’i (penerbit Erlangga: 2007) hlm. 123

2 Abi Qasim Husain, Mu’jam Mufradat alfaazul Qur’an (Beirut-Lebanon:2004), hlm. 122 3 Muh.Fuad Abdul Baqi, Mu’jam Mufahras Iialfazil Qur’an (kairo:2007), hlm. 237 4 “Jilbab dan Berjilbab di Indonesia: Sebuah Evolusi” (http://inspirasi.co/polemik_diskusi/single/31)

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 8: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

2  

modis dan stylish. Para pengguna hijab modis seperti itulah yang menyebut dirinya sebagai

Hijabers.

Dengan adanya pengertian tersebut, sebagian perempuan di Indonesia telah menilai

bahwa hijab merupakan model jilbab yang modis dan mengikuti tren yang ada. Pengaruh

gaya baru berpakaian perempuan modern yang terhitung vulgar-pun telah berkiblat pada

dunia barat yang tidak sesuai dan bertentangan dengan budaya Indonesia dan aturan yang

ditetapkan oleh Islam sehingga hal tersebut dapat menarik perhatian dan menjadi bahan

perbincangan oleh generasi perempuan muda di Indonesia. Karena adanya hal tersebut,

banyak perempuan yang memutuskan untuk menggunakan hijab. Namun, adanya peningkatan

penggunaan hijab pada seseorang belum tentu menandakan adanya peningkatan tingkat

agama pula. Banyaknya alasan perempuan yang menggunakan hijab hanya karena modis,

menguak pula bahwa terdapat alasan-alasan lain yang membuat perempuan memakai hijab.

Misalnya, karena adanya paksaan dari sebuah aturan, adanya alasan psikologis atau alasan

politis.5

Beragamnya alasan perempuan menggunakan hijab saat ini, membuat pemakaian hijab

sendiri terlihat seperti budaya ikut-ikutan yang disebabkan minimnya pengetahuan

masyarakat akan arti dan makna dibalik menggunakan jilbab. Hal tersebut menimbulkan

adanya fenomena baru yaitu tren melepas hijab. Tren ini bukan sebagai pembangkangan

terhadap agama, melainkan sebagai sebuah tren global yang dapat dipengaruhi oleh dunia

politik. Banyak perempuan saat ini biasa dengan melepaskan hijabnya karena memiliki

pendapat bahwa ketaqwaan dan ketaatan dalam beragama tidak berhubungan dengan pakaian

yang digunakan melainkan dicerminkan dengan hati yang ikhlas. Ada pula sebagian

perempuan yang merasa terganggu kebebasannya dalam berkehidupan hanya karena memakai

hijab. Begitu pula dengan sebagian perempuan lainnya yang hanya mengikuti hawa nafsu

bahwa hijab tidak begitu penting tetapi hijab hati yang lebih penting.

Maraknya perempuan Indonesia yang menggunakan hijab, membuat masyarakat lain

memberikan aspresiasi yang positif sehingga membuat fenomena melepas hijab sendiri pun

dianggap menjadi sesuatu hal yang berbeda. Fakta-fakta diatas membuat sebagian orang ingin

mengetahui apakah motivasi sebenarnya dari para pengguna hijab dalam memutuskan untuk

melepaskan hijabnya. Adanya hasil keputusan dari sebuah kelompok atau individu, komentar

dari orang-orang yang berpengaruh, persepsi orang lain yang dapat membentuk norma baru

                                                                                                               5 Juneman, Psychology of Fashion: Fenomena Perempuan Melepas Jilbab, LKis Yogyakarta, 2010,

hlm. Viii

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 9: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

3  

atau bahkan adanya konflik diri untuk melakukan penyesuaian dari teori Social Influence dan

tingkat self-esteem seseorang dalam teori The Social Self bisa menjadi beberapa motivasi dan

dampak yang dapat dikaitkan dari beberapa kasus perempuan Indonesia dalam fenomena

melepas hijab.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka yang menjadi pertanyaan

penulis yaitu:

“Sejauh mana motivasi hijabers dalam memutuskan untuk melepaskan hijabnya?”

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui dan mengkaji sejauh mana motivasi perempuan yang berhijab

dalam memutuskan untuk melepaskan hijabnya.

1.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulisan jurnal ini, penulis menggunakan data sekunder,

yaitu mengutip hasil penelitian yang dibuat oleh penulis buku terkait dengan kasus-kasus para

perempuan hijabers yang melepaskan hijabnya.

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 10: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

4  

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Konsep Budaya

Secara umum, terdapat tiga kategori dalam mendefinisikan budaya6. Ketiga kategori

tersebut, yaitu:

a. Kategori ideal, di mana budaya adalah sebuah proses kesempurnaan manusia, dalam

nilai-nilai mutlak ataupun universal.

b. Kategori dokumenter, di mana budaya merupakan tubuh dari intelektual dan tempat

imajinasi bekerja, yang mana, secara lebih rinci, pikiran manusia dan pengalamannya

telah terekam.

c. Kategori sosial, di mana budaya adalah sebuah deskripsi dari cara hidup tertentu, yang

menggambarkan arti dan nilai tertentu. Dalam hal ini, tidak hanya seni dan

pengetahuan, tetapi juga di kehidupan biasa.

2.2 Konsep Motivasi

Motivasi pada seseorang bukan saja menunduk pada dorongan yang timbul, namun

sudah menunjuk pada perilaku serta tujuan yang akan dicapai. Motivasi berkaitan erat dengan

tingkah laku seseorang, karena motivasi menunjuk pada pembangkitan kekuatan yang

mendorong atau menarik seseorang sehingga tingkah lakunya secara tekun tertuju pada

pencapaian tujuan tertentu. Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam

diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan

terhadap adanya tujuan.7 Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc Donald ini mengandung

tiga elemen yaitu:

1) Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu

manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi

manusia, walaupun motivasi ini muncul dari dalam manusia, penampakan-nya akan

menyangkut kegiatan fisik manusia.

2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa (feeling) afeksi seseorang. Dalam hal ini

motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat

menentukan tingkah laku manusia.

                                                                                                               6 Oliver Boyd-Barrett, Chris Newbold. Approaches to MediaL A Reader. (New York, Arnold: 1995).

Hal. 332.  7 Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: raja Grafindo Persada, 1996), hal

71.

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 11: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

5  

3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi, motivasi dalam hal ini

sebenarnya respon dari suatu aksi, yaitu tujuan. Motivasi memang muncul dari dalam

diri manusia tetapi kemunculan-nya karena terdorong oleh adanya unsur lain, dalam

hal ini adalah tujuan. Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.

Berbicara tentang macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari proses timbulnya

motivasi yaitu ada yang datang dari dalam individu dan ada yang datang dari luar individu.

1) Motif ekstrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsi karena adanya perangsang dari

luar.

2) Motif intrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsi tidak perlu dirangsang dari luar,

karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

Telah disebutkan diatas pula, bahwa motivasi adalah perubahan energi dalam diri

seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap

adanya tujuan. Maka dalam hal ini, Sardimin A.M. berpendapat bahwa motivasi dari dasar

terbentuknya ada dua macam yaitu:

1) Motif-motif bawaan yaitu motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa

dipelajari. Motif-motif ini seringkali disebut motif-motif yang diisyaratkan secara

biologis. 2) Motif-motif yang dipelajari yaitu motif-motif yang timbul karena dipelajari. Motif-

motif ini seringkali disebut motif-motif yang diisyaratkan secara sosial.8  

2.3 Konsep Social Influence

Menurut buku Social Psychology karangan Ann L. Weber (1992), Social influence

mengacu pada perubahan sikap atau perilaku seseorang dari hasil interaksi dengan orang lain.

Ada empat tingkatan dalam teori social influence yaitu:

1) Acceptance

Perubahan merupakan akibat dari pengaruh sosial yang disebut acceptance

(penerimaan). Jika seseorang atau kelompok meyakinkan seseorang untuk percaya

serta bertindak ke arah yang diinginkan, maka percakapan tersebut didasari oleh

proses batin. Penerimaan ini dapat terjadi karena adanya proses perubahan sikap

melalui dua hal yaitu identification dan internalization. Identification merupakan

pengaruh yang diterima karena adanya konformitas untuk menjaga hubungan dengan                                                                                                                

8  Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: raja Grafindo Persada, 1996), hal 73.  

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 12: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

6  

kelompok dan individual lainnya dengan cara mengikuti perilaku sikap kelompok

atau individu. Sedangkan, internalization merupakan bentuk penerimaan yang lebih

dalam karena seseorang yakin untuk percaya pada perubahan sikap. Dalam hal ini,

seseorang telah terinternalisasi kepercayaan baru, baik pemaknaan atau bentuk

sosial.

2) Compliance

Compliance merupakan suatu bentuk pengaruh sosial yang meliputi permintaan

langsung dari seseorang atau kelompok kepada orang lain yaitu usaha-usaha untuk

membuat orang lain menerima berbagai macam permintaan. Dua hal yang

menyebabkan hal tersebut terjadi yaitu conformity dan obedience. Conformity adalah

pengaruh sosial yang terjadi karena adanya hasil dari tekanan kelompok. Sedangkan,

obedience merupakan pengaruh sosial yang terjadi karena adanya pendapat dari

orang yang memiliki kekuatan dan kekuasaan pada seseorang.

3) Normative Influence

Normative influence sangat tergantung pada isyarat-isyarat sosial seperti ukuran

kelompok atau status perilaku orang yang dapat mempengaruhi seseorang. Untuk

memvalidasi keyakinan sosial seseorang, ia dapat berkonsultasi dengan perilaku

orang lain.

4) Informational Influence

Terkadang seseorang dapat mengubah pikiran dan tindakannya karena orang lain

telah mengajarkan kita cara yang lebih baik atau membawa informasi yang berguna

untuk kita. Hal tersebut merupakan hasil dari pengaruh informasi yang didapatkan

tidak hanya sesuai dengan norma kita, tetapi kita juga menerima hal itu.

Dalam teori social influence, terdapat pula social power yaitu kapasitas atau

kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Ada enam dasar-dasar kekuasaan

sosial (social power) yang terdiri dari:

1) Reward Power

Kekuasaan didapatkan dengan memberikan imbalan positif seperti uang, pujian, atau

kedudukan.

2) Coercive Power

Kemampuan untuk memaksa orang lain untuk merubah perilaku dengan ancaman

atau hukuman.

3) Legitimate Power

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 13: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

7  

Kekuasaan berdasarkan peran atau kedudukan tertentu yang sah seperti dosen,

presiden, orang tua, dll.

4) Referent Power

Kekuasaan berdasarkan derajat rasa suka atau dipuja atau rasa hormat orang atau

masyarakat seperti artis idola.

5) Expert Power

Kekuasaan berdasarkan pengetahuan atau keahlian tertentu yang dimiliki seseorang

seperti professor, ahli agama, dll.

6) Informational Power

Kekuasaan yang ada pada seseorang yang memiliki informasi yang tidak dimiliki

orang lain seperti saksi dalam persidangan, media massa, dll.

2.4 Konsep Social Self

Ann L. Weber (1992) mengatakan bahwa seseorang tidak dilahirkan dengan memiliki

konsep diri, melainkan tumbuh seiring dengan orang tersebut. Weber kembali menjelaskan

bahwa secara umum, konsep diri muncul dari dalam diri sendiri serta pengaruh dari luar.

Deaux, Dane, dan Wrightsman (1993) mendefinisikan konsep diri sebagai sekumpulan

keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya yang berkaitan dengan bakat, minat,

kemampuan, penampilan fisik, dan sebagainya. Kemudian orang tersebut dapat memiliki

perasaan terhadap keyakinan mengenai dirinya tersebut. Keyakinan terhadap dirinya tersebut

mengenai apakah dirinya merasa positif atau negatif, bangga atau tidak bangga, dan senang

atau tidak senang dengan dirinya sendiri. Jadi, konsep diri merupakan bagaimana kita

memandang, menilai, serta perasaan kita tentang diri kita sendiri.

Weber kemudian mengomponenkan konsep diri, yaitu self-esteem dan social

evaluation. Self-esteem (harga diri) adalah mengenai evaluasi seseorang tentang dirinya

sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri ini merupakan penilaian, baik positif atau negatif,

mengenai dirinya sendiri. Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi menunjukkan

bahwa ia memiliki keyakinan bahwa dirinya memiliki nilai, kemampuan, dan kepercayaan

yang tinggi. Sedangkan seseorang yang memiliki self-esteem yang rendah menunjukkan

bahwa ia memiliki keyakinan bahwa dirinya memiliki penilaian yang buruk akan pengalaman

masa lalunya serta memiliki harapan yang rendah akan pencapaian di masa depan.

Social evaluation (penilaian sosial) adalah mengenai apa yang kita yakini tentang

bagaimana orang lain memandang diri kita, dan hal tersebut akan mempengaruhi perilaku kita

apakah kita akan memutuskan untuk merubah diri kita atau tidak. Social evaluation dibagi

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 14: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

8  

menjadi dua, yaitu reflected appraisal dan direct feedback. Reflected appraisal (pantulan

penilaian) diartikan bahwa pendapat kita tentang diri sendiri merupakan cermin atau refleksi

dari penilaian secara nyata dari orang lain terhadap diri kita. Sedangkan direct feedback

adalah umpan balik langsung mengenai pendapat seseorang terhadap diri kita. Social

evaluation dapat digambarkan dengan seseorang yang berpikir bahwa orang lain menilai

dirinya sebagai perempuan yang tidak menarik. Dan self-esteem dapat digambarkan sebagai

sikap dari individu dari social evaluation tersebut.

2.5 Konsep Changing Attitudes

Teori ini menjelaskan bagaimana sikap seseorang bisa berubah, dari yang tidak suka

menjadi suka ataupun sebaliknya. Ketika sikap dibentuk oleh pengalaman, maka pengalaman

baru dan penemuan terhadap informasi baru yang akan mengubah sikap seseorang. Selain

faktor tersebut, sikap juga bisa berubah sebagai hasil dari persuasi, sebagai bentuk pengaruh

sosial yang merubah keyakinan, perasaan, maupun perilaku seseorang. Menurut Carl

Hovland, perubahan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang persuasif. Ada

tiga faktor utama yang membuat sebuah komunikasi menjadi lebih persuasif yaitu orang yang

menyampaikan pesan, pesan yang disampaikan, dan penerima pesan itu sendiri. (Ann L.

Weber, 1992 : hal 137).

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 15: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

9  

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis

Dalam buku yang berjudul Psychology of Fashion: Fenomena Perempuan Melepas

Jilbab karya Juneman, terdapat hasil penelitian yang dilakukan penulis buku dalam meneliti

kisah-kisah yang menceritakan dinamika kepercayaan eksistensial para muslimah Indonesia

yang melepaskan hijabnya sebelum, saat, dan sesudah mereka melakukan tindakan tersebut.

Buku ini menceritakan tentang empat orang subjek penelitian yaitu Tari, Intan, Wina dan

Lanni yang pernah menggunakan hijab namun akhirnya melepas hijabnya. Berikut ini, penulis

paparkan kisah-kisah individu hijabers yang melepas hijab berdasarkan yang penulis kutip

dari buku.

a. Kisah Tari: Jilbab Sebagai Pilihan Busana

Latar belakang keluarga Tari adalah keluarga yang santri, maka ayah Tari

memiliki inisiatif untuk memasukkan tari ke pesantren. Di pesantren tersebut, Tari

diwajibkan untuk memakai jilbab. Namun, kehidupan di pesantren yang mengajarkan

ajaran Islam mengenai jilbab masih membuat Tari belum begitu fanatik dengan

pemakaian jilbab sendiri. Tari pertama kali memakai jilbab saat duduk di bangku

SMA. Di sekolahnya, ia banyak bergaul dengan para anggota kerohanian Islam

(Rohis) yang banyak mempengaruhi pola pikir dan pandangannya akan agama dan

jilbab. Ia tidak pernah melepas jilbabnya, menghindari musik, televisi dan

sebagainya. Tari juga cukup aktif melakukan dakwah. Saat menginjak bangku kuliah,

Tari semakin mantap untuk berjilbab.

Pada tahun pertama kuliah, Tari masih menyesuaikan dirinya dengan

lingkungan yang dinilai tidak mendukung kehidupan keislaman Tari. Namun seiring

dengan berjalannya waktu, Tari banyak bergaul dengan teman kampus AINI,

perguruan tinggi lain dan teman pesantren yang cukup berbeda aliran, sehingga dapat

membuka wawasan Tari. Setelah semester 4 kuliah, Tari mempunyai pacar yang

sekarang telah menjadi suaminya. Mereka banyak melakukan diskusi mengenai

jilbab, HAM dan membaca buku yang agak berbeda dengan bacaan buku yang dibaca

Tari sebelumnya. Karena hal tersebut, pemaknaan jilbab Tari mulai bergeser. Titik

kritis terjadi saat pemilihan ketua divisi keputrian di kampusnya. Saat itu, isu yang

beredar adalah ketua keputrian mushola haruslah yang jilbabnya besar. Hal ini

memancing konflik internal dalam diri Tari, “Apakah perempuan hanya bisa dinilai

dari seberapa lebar jilbab yang dipakainya? Bukan dari pikiran atau dirinya sendiri?”

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 16: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

10  

Setelah lulus kuliah dan bergabung di sebuah LSM keperempuanan (Afina

Riskana), membuat Tari banyak berdiskusi tentang isu-isu keperempuanan, termasuk

masalah jilbab. Hingga Tari sampai pada satu kesimpulan, kalau jilbab adalah busana,

bagian dari budaya. Jilbab bukanlah sebuah ajaran agama dan bukan suatu kewajiban

untuk perempuan muslim. Jilbab memang menjadi identitas muslimah, akan tetapi

lebih kepada sebuah simbol. Lalu, Tari menikah dan kajian keislaman Tari lebih

terbuka karena kesempatan untuk berdiskusi dengan pacarnya yang kini menjadi

suami-nya pun lebih besar. Hingga pada akhirnya Tari sampai pada suatu kesimpulan

dan memutuskan bahwa jilbab adalah sebuah pilihan. Keputusannya melepas jilbab

tidak langsung membuatnya mengambil sikap bertolak belakang terhadap jilbab. Tari

merasa ia masih mungkin memakai jilbab kembali dengan aladan dan tujuan tertentu

yang sifatnya lebih politis dan bukan teologis.

b. Kisah Intan: Orang yang Berjilbab adalah Orang yang Gagal Trust Terhadap

Orang Lain

Intan berasal dari keluarga pluralistik dan hanya menekankan Shalat (shalat

wajib maupun shalat sunah atau tarawih) sebagai satu-satunya kewajiban. Dalam hal

keagamaan, keluarga Intan tidak mewajibkannya atau menghimbau untuk

mengenakan jilbab. Saat menginjak bangku SMP, Intan mempunyai guru agama yang

“sangat gemar” menebarkan rasa takut kepada siswa akan Tuhan dan agama.

Ancaman kalau perempuan yang tidak menutup auratnya dan tidak menggunakan

jilbab di neraka nanti payudaranya akan digantung kemudian dibakar sampai

bernanah. Hal tersebut menjadi titik balik buat Intan yang membuatnya berkeinginan

memakai jilbab. Apalagi saat sepupu terdekat Intan juga memutuskan untuk memakai

jilbab. Titik balik lainnya berasal pula dari lingkungan sekolah Intan saat SMA,

dimana para senior Intan yang dianggap figur-figur ideal banyak yang berhijab. Pada

saat yang bersamaan, sepupu terdekat Intan memutuskan untuk berhijab sehingga

enam bulan setelahnya Intan juga sudah yakin untuk berhijab pula.

Intan memakai jilbab tertutup sekitar dua tahun sampai saat ia berpacaran

dengan seorang aktivis politik. Walaupun sang pacar tidak secara langsung untuk

memintanya melepas jilbab, tetapi diskusi panjang di antara mereka mengenai agama

dan Tuhan membuat Intan mempertanyakan kembali jilbabnya. Secara bertahap, Intan

mulai menanggalkan jilbabnya hingga akhirnya memutuskan untuk melepasnya.

Bersamaan dengan hal tersebut, Intan juga mengalami pergeseran pemahaman dan

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 17: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

11  

pemaknaan agama dalam dirinya. Ia mulai mempelajari ajaran agama-agama lain

serta mempertanyakan ibadah, dosa-pahala, takdir serta berbagai hal lainnya.

Setelah itu, Intan putus dengan pacarnya dan mengalami masalah keluarga

dimana keluarganya harus menjual rumah dan Intan harus membantu

keberlangsungan kehidupan keluarganya. Sang mantan pacar yang secara tidak

langsung mempengaruhi pola pikirnya tersebut malah menikah dengan wanita rohis

berjilbab besar. Hal tersebut menimbulkan kekecewaan yang besar dalam diri Intan.

Perlahan, timbul sinisme dan sentimen negatif agama dalam dirinya, Secara ekstrem,

Intan menganggap bahwa perempuan yang memakai jilbab adalah orang yang gagal

trust terhadap orang lain.

c. Kisah Wina: Melepas Jilbab untuk Berjilbab Kembali

Dari kecil Wina telah diasuk oleh ayah angkat. Bagi Wina, bercerita tentang

ibu seperti membuka luka lama karena ia memiliki pengalaman yang kurang

harmonis dengan ibunya. Di samping itu, Wina mengagumi ayanh kandung dan ayah

angkatnya. Keduanya adalah muslim yang baik. Wina juga menjalani masa kanak-

kanaknya di kota kecil dengan dominasi muslim yang penuh cinta dan damai Wina

memakai jilbab saat ia duduk di bangku SMA setelah mengikuti basic training

sebuah perkumpulan remaja islami. Namun ia baru memakai jilbab setelah bergabung

di organisasi Mahasiswa Islam NMI. NMI adalah organisasi yang sangat berperan

dalam pengembangan karakternya.

Sejak memakai jilbab, jilbab Wina tertutup dengan rapat. Karena menurutnya

menutup aurat tidak bisa setengah-setengah. Hingga suatu ketika Wina mengalami

insiden kritis dalam bidang seksual dengan sang pacar. Wina memutuskan untuk

melepas jilbabnya setelah menikah karena ia merasa belum cukup pantas mengenakan

jilbab dan tidak bisa mempertanggungjawabkan jilbabnya di lingkungan dan di mata

Tuhan.

Wina terus melakukan upaya pencarian diri, hingga beberapa tahun kemudian

setelah mengalami “mimpi religius”, Wina memakai jilbabnya kembali yang ternyata

hanya sementara. Beberapa waktu kemudian, Wina kembali melepas jilbabnya karena

ia masih banyak terlibat gossip, intrik dan politik pihak-pihak tertentu yang kurang

sehat di kantornya sehingga hal tersebut membuatnya tertekan dan merasa tidak

sejalan dengan jilbabnya. Wina merasa perilakunya mash jauh dari sosok perempuan

muslim yang baik. Pelepasan jilbab ini dimaknai Wina sebagai salah satu proses

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 18: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

12  

upaya pencarian yang hakiki untuk lebih konsisten mengenakan jilbab kembali. Saat

ini, Wina terus melakukan upaya pencarian diri dan tetap berniat untuk kembali

berhijab.

d. Kisah Lanni: Jilbab Belum Sejatinya Mencerminkan Diriku

Lanni memutuskan untuk memakai jilbab saat usianya menjelang 37 tahun.

Peristiwa-peristiwa pertama yang mendahuluinya adalah tekanan-tekanan sosiopsikis

yang dialami dalam kehidupannya yang hampir membuat Lanni putus asa dan

membawanya lari ke jilbab dan agama dengan maksud untuk menenangkan hati.

Lanni menggunakan jilbab atas anjuran seorang laki-laki yang ia cintai saat itu.

Meskipun anjuran itu sebenarnya hanya satu kali didengar Lanni, tapi pengaruhnya

kuat. Di samping itu, Lanni juga mengaku ada kecenderungan berlaku konformistis

dengan sebagian teman-teman S2-nya yang saat itu juga menggunakan jilbab.

Namun, di saat hubungannya dengan laki-laki yang menganjurkannya mengenakan

jilbab tidak lagi penting, Lanni sudah mulai mencoba melepas jilbabnya.

Diawali dengan kedatangan teman lamanya dari Belanda di saat bulan puasa,

Lanni dan temannya jalan-jalan, makan siang dan gandengan. Karena merasa tidak

nyaman maka suatu sore ia melepas jilbabnya. Lanni merasa lebih bisa menjadi diri

sendiri ketika ia tidak berjilbab. Ia merasa kalau jilbab tidak sesuai dengannya dan

tidak mencerminkan dirinya. Lanni mengaitkan kejadian tersebut dengan motif

awalnya memakai jilbab yang tidak timbul dari dalam dirinya, tetapi lebih karena

situasi sosio-emosionalnya yang depresif pada saat itu.

3.2 Pembahasan

Munculnya fenomena melepas hijab ini, terjadi karena adanya suatu proses keputusan

pada diri seseorang setelah melewati berbagai pemikiran yang panjang. Melihat pada kisah

perempuan diatas yang dijadikan subjek penelitian, Tari dan Intan awalnya menggunakan

hijab karena faktor ketakutan pada surga dan neraka yang disampaikan oleh lingkungannya,

faktor kesadaran pribadi terjadi pada Wina dan faktor keputus-asaan sehingga berlari pada

agama dan hijab terjadi pada Lanni. Lalu, satu persatu dari mereka mulai mengalami

pergeseran makna dan mempertanyakan kembali akan hijab yang mereka kenakan karena

adanya faktor persuasi dari orang-orang terdekat, dimana hal tersebut merupakan alasan

mayoritas yang terjadi pada mereka. Adanya proses tersebut dapat dijelaskan dengan konsep

budaya. Terdapat beberapa kategori yang mendefinisikan budaya yaitu kategori ideal dan

kategori sosial. Kategori ideal ini menjelaskan bahwa manusia dapat menjalani sebuah proses

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 19: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

13  

menuju kesempurnaan pada nilai-nilai mutlak seperti agama dan kewajiban memakai hijab.

Kategori sosial sendiri menjelaskan bahwa budaya merupakan deskripsi dari cara hidup

manusia yang menggambarkan arti dan nilai tertentu dari makna dan perilaku indvidu saat

mereka memakai hijab. Kategori sosial ini tidak hanya menjelaskan pengetahuan akan agama

dan aturan yang ada, namun budaya dapat menjelaskan bagaimana seseorang menjalani

kehidupannya dengan keputusan yang telah mereka pilih. Pada jurnal ini, kisah para

perempuan yang melepaskan hijabnya dapat penulis analisis melalui beberapa konsep yang

terkait.

Dari berbagai kasus yang sudah diterterakan diatas, terlihat adanya motivasi yang

terjadi pada keempat kisah peremuan yang memutuskan untuk melepaskan hijabnya. Tari,

yang awalnya sangat mantap untuk berhijab, seiring waktu dengan adanya sosialisasi dan

komunikasi bersama lingkungan dan orang-orang terdekatnya saat memasuki bangku kuliah

membuat ia berpikir kembali akan pemaknaan hijab itu sendiri. Begitu pula dengan kisah

Intan, Lanni dan Wina yang melewati elemen pertama konsep motivasi, dimana motivasi

mengawali terjadinya perubahan energi manusia. Adanya motivasi pada keempat kisah

perempuan ini ditandai pula dengan munculnya feeling mengenai afeksi dan emosi yang

menentukan keputusan mereka untuk melepaskan hijabnya seperti rasa belum pantas

menggunakannya, rasa takut akan dosa, dan rasa tidak nyaman. Motivasi mereka melepaskan

hijabnya-pun juga terangsang karena adanya tujuan. Seperti kisah Wina yang bertujuan untuk

berhijab kembali setelah melepaskan hijabnya beberapa kali karena ia masih merasa

perilakunya masih jauh dari sosok perempuan muslim yang baik.

Asal motivasi keempat perempuan ini, mayoritas merupakan jenis motif ekstrinsik

dumana motif-motif mereka melepaskan hijabnya terjadi karena adanya perangsang dari luar.

Pengaruh dari lingkungan mereka bergaul dan bekerja, organisasi yang mereka ikuti, hingga

dari orang-orang terdekat seperti pacar telah menjadi peran besar bagi masing-masing

individu dalam keputusan melepas hijab. Dasar terbentuknya motivasi pada diri mereka juga

merupakan motif-motif yang timbul karena dipelajari. Motif-motif yang dapat diisyarakatkan

secara sosial ini terjadi pada kisah Tari dan Intan seperti melakukan diskusi dan membaca

buku sebelum mereka melepaskan hijabnya.

Adanya motivasi yang mendorong perubahan sikap dan perilaku Tari, Intan, Wina dan

Lanni, dapat terjadi karena munculnya social influence dari hasil interaksi dengan orang lain.

Dari tingkatan yang pertama dalam social influence yaitu penerimaan (acceptance), keempat

perempuan tersebut telah melalui proses batin. Penerimaan yang terjadi pada kisah Intan dan

Wina termasuk pada proses perubahan sikap identification, dimana mereka menerima

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 20: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

14  

pengaruh karena adanya konformitas untuk menjaga hubungan dengan sang pacar sehingga

mereka secara tidak langsung mengikuti kemauan sang pacar untuk melepaskan hijabnya.

Pengaruh yang mereka terima juga termasuk pada tingkatan kedua social influence yaitu

compliance. Intan dan Wina menerima permintaan dan pendapat dari sang pacar untuk

membuat mereka terpengaruh dalam keputusan melepaskan hijabnya. Hal yang menyebabkan

Intan dan Wina menerima pengaruh dari pacar mereka dapat disebut obedience, dimana

pengaruh sosial yang terjadi dikarenakan adanya pendapat dari orang yang memiliki dampak

besar bagi hidup mereka. Pada saat itu pula, pacar yang mereka anggap telah memiliki

dampak yang besar atas hidupnya juga termasuk pada tingkatan ketiga dan dan keempat

social influence yaitu normative influence dan informational influence, dimana isyarat-isyarat

seperti diskusi, pendapat, hingga kritik atas informasi dalam pemakaian jilbab mereka dapat

memvalidasi keyakinan hingga mengubah pikiran dan tindakan Intan dan Wina untuk

melepaskan hijabnya karena pengaruh yang mereka rasa sesuai dengan norma dari sang pacar.

Selain itu, kisah Tari dan Lanni yang memikirkan kembali pemakaian hijabnya terjadi

karena dirasa hijab itu sendiri hanya menjadi simbol agama bagi perempuan muslimah dan

pemakaian hijab pada diri mereka belum mencerminkan diri mereka yang sebenarnya. Hal

tersebut termasuk pada proses penerimaan perubahan perilaku internalization, dimana Tari

dan Lanni yakin dalam melakukan perubahan sikapnya untuk melepas hijab karena adanya

pemaknaan dan bentuk sosial yang baru terhadap agama dan jilbab. Normative influence dan

informational influence juga terkait pada kisah Tari, tetapi pengaruh yang mereka dapatkan

banyak berasal dari kelompok atau organisasi seperti Rohis dan LSM Afina Riskana sehingga

mereka juga banyak melakukan diskusi, bertukar pikiran dan melakukan konsultasi tentang

masalah keperempuanan, agama dan hijab. Dengan itu, mereka melewati tahap penerimaan

karena adanya rasa kesesuaian pengetahuan dan informasi yang baru mereka dapatkan dari

berbagai organisasi di lingkungannya dengan norma yang mereka patuhi. Dasar-dasar

kekuasaan sosial yang dialami oleh Tari, Intan dan Wina terjadi karena adanya referent power

dan informational power. Dampak sang pacar terhadap keputusan Intan dan Wina dalam

melepaskan hijabnya termasuk pada dasar kekuasaan referent power karena adanya rasa suka

atau dipujanya mereka oleh Intan dan Wina pada saat itu. Namun, dasar kekuasaan yang

terjadi pada Tari termasuk pada informational power, dimana kekuasaan yang dimiliki oleh

kelompok atau organisasi yang mereka ikuti memiliki informasi lebih dan berguna yang tidak

dimiliki orang lain.

Selain adanya motivasi yang berasal dari pengaruh-pengaruh sosial terhadap kisah

perempuan yang melepaskan hijabnya, terdapat pula konsep diri yang dapat menjelaskan

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 21: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

15  

motivasi serta alasan perempuan dalam memutuskan melepaskan hijab. Pada konsep ini, kisah

Wina dan Lanni dapat mewakilkan bahwa sebuah keyakinan dan perasaan seseorang yang

berkaitan dengan penampilan fisik sehingga menimbulkan penilaian tentang diri sendiri dapat

berdampak pada pergeseran makna akan sebuah hijab yang digunakan. Kisah Wina yang

melepaskan hijabnya dikarenakan adanya insiden pada bidang seksual, membuat Wina

merasa bahwa ia belum cukup pantas menggunakan hijab. Hal tersebut termasuk pada

komponen konsep diri yaitu self-esteem. Wina yang mengalami insiden seksual dengan sang

pacar, telah melakukan evaluasi terhadap dirinya akan hal yang sudah ia lakukan sebelumnya.

Ia merasa insiden tersebut bernilai negatif, sehingga Wina juga memiliki nilai yang buruk

terhadap dirinya sendiri. Setelah Wina memutuskan kembali untuk mengenakan hijabnya, ia

masih terlibat dengan gosip, intrik serta politik dari pihak-pihak tertentu di lingkungan tempat

ia bekerja. Dengan itu, Wina-pun kembali memutuskan untuk melepas hijabnya. Hal tersebut

membuktikan pula bahwa adanya komponen konsep diri yaitu social evaluation mengenai

pandangan dan penilaian orang lain terhadap keyakinan Wina dapat mempengaruhi perilaku

Wina sendiri untuk melepaskan hijabnya. Maka dari itu, dengan adanya social evaluation

pada diri Wina dapat mengakibatkan self-esteem yang rendah sehingga Wina memutuskan

untuk melepaskan hijabnya karena ia merasa belum bertanggung jawab terhadap hijab yang ia

gunakan.

Begitu pula dengan kisah yang terjadi pada Lanni, pada awalnya ia melepaskan

hijabnya karena hubungannya dengan sang pacar sudah berakhir. Pelepasan hijabnya semakin

terdorong karena kedatangan temannya yang berasal dari Belanda. Lanni melepaskan

hijabnya karena ia merasa tidak nyaman dengan hijabnya atas perilaku yang ia lakukan saat

bersama temannya tersebut. Komponen konsep diri dari social evaluation yaitu direct

feedback, dimana Lanni melakukan umpan balik langsung atas pandangan orang lain dirinya

saat itu sehingga saat ia sedang berjalan-jalan di sore hari bersama temannya dari Belanda,

Lanni langsung melepaskan hijabnya. Ia merasa bahwa hijabnya itu tidak sesuai dan tidak

mencerminkan dirinya. Hal tersebut juga juga terkait dengan adanya self-esteem yang rendah

karena Lanni sendiri juga merasa tidak bangga dan tidak senang atas pemakaian hijab pada

dirinya, sehingga membuat keyakinan pada diri Lanni sendiri memutuskan untuk melepaskan

hijab yang telah ia gunakan.

Setelah penjelasan adanya motivasi, social influence, hingga social self atas keputusan

melepas hijab terhadap kisah-kisah perempuan yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka

perubahan sikap dari mereka juga dapat dijelaskan dengan konsep changing attitudes.

Perubahan sikap pada Tari dan Wina, bisa terjadi karena adanya pengalaman-pengalaman dan

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 22: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

16  

penemuan terhadap informasi baru dari organisasi atau LSM yang diikutinya sehingga dapat

memacu Tari dan Wina untuk yakin dalam pelepasan hijabnya. Sikap yang berubah juga

dapat terjadi karena hasil dari persuasi dari seseorang atau kelompok yang dapat merubah

keyakinan, perasaan dan perilaku seseorang. Perubahan sikap karena adanya persuasi telah

terjadi pada kisah Intan dan Lanni, dimana pacar mereka telah melakukan komunikasi yang

persuasif untuk membuat Intan dan Lanni berpikir kembali atas pemakaian hijab mereka.

Komunikasi yang terjadi pada keempat perempuan ini menjadi lebih persuasif karena adanya

beberapa faktor yaitu orang yang menyampaikan pesan yaitu orang-orang terdekat mereka,

lalu pesan yang disampaikan, dimana Tuhan, agama, dan hijab merupakan suatu hal yang

sensitif untuk dibahas dan masih banyak manusia yang minim pengetahuannya akan ketiga

hal tersebut, dan yang ketiga yaitu penerima pesan, dimana keempat perempuan ini masih

dalam kondisi yang labil dan mudah terpengaruh karena adanya rasa bimbang dan kecewa

akan pengalaman yang didapat sebelumnya.

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 23: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

17  

KESIMPULAN

Dari hasil analisis kasus-kasus yang dialami oleh keempat perempuan Indonesia yang

melepaskan hijabnya yaitu Tari, Intan, Wina dan Lanni, penulis menarik kesimpulan bahwa

motivasi mereka dalam memutuskan untuk melepaskan hijabnya berasal dari motif ekstrinsik,

dimana perangsang dari luar dapat merubah sikap dan perilaku mereka. Perangsang dari luar

yang menyebabkan perubahan perilaku kepada keempat perempuan ini mayoritas berasal dari

orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar yang memiliki kekuatan serta dampak yang besar

bagi kehidupan mereka. Adanya pengetahuan dan informasi baru yang disampaikan secara

persuasif melalui diskusi, konsultasi dan membaca buku dengan pihak-pihak tertentu

membuat para subjek penelitian mulai memikirkan kembali akan hijab yang mereka gunakan.

Informasi dan pengetahuan baru yang didapat dari orang-orang terdekat, mereka terima

dengan baik karena adanya konformitas untuk menjaga hubungan. Penerimaan pengetahuan

baru tersebut berlanjut pada proses terbentuknya pemaknaan dan bentuk sosial baru terhadap

penggunaan hijab pada diri mereka masing-masing.

Disamping adanya pengetahuan baru yang membuat pergeseran makna akan hijab

pada beberapa kasus perempuan yang melepaskan hijabnya, terdapat pula penyebab dari luar

yang membuat perasaan mereka bimbang dan kecewa sehingga hal tersebut juga menjadi

motivasi perempuan untuk memutuskan melepaskan hijabnya. Adanya self-esteem (harga diri)

yang rendah karena adanya pengalaman yang buruk serta pandangan dan social evaluation

dari penilaian orang lain terhadap kita membuat beberapa individu mempertanyakan kembali

keyakinan dan keputusan mereka dalam menggunakan hijab. Motivasi yang disebabkan

karena adanya social influence pada masing-masing individu, menyebabkan adanya direct

feedback yang tertuju langsung kepada mereka sehingga membuat mereka merubah sikap dan

perilakunya untuk mengambil keputusan dalam melepas hijabnya.

Berdasarkan kesimpulan diatas, Tari, Intan, Wina dan Lanni telah memutuskan untuk

melepaskan hijabnya karena adanya komunikasi yang persuasif dari beberapa pihak mengenai

pengetahuan baru tentang agama dan hijab, serta self-esteem yang rendah akibat pendapat dan

kritik dari berbagai pihak yang membuat mereka mengalami pergeseran makna akan hijab dan

memikirkan kembali dengan penggunaan hijab pada diri mereka sendiri. Hal tersebut mereka

lakukan karena adanya perasaan bahwa hijab hanya merupakan simbol bagi perempuan

muslimah dan hijab belum mencerminkan diri mereka sebenernya sehingga mereka-pun

belum merasa mempertanggungjawabkan hijabnya dengan baik.

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014

Page 24: MK-Andra Dwita Putri.pdf

 

Universitas Indonesia

18  

DAFTAR PUSTAKA

Buku Al Khayyat, Dr. Muhammad Haitsan. (2007). Al-Mar’ah Al-Muslimah wa Qadhaya Al Ashr

atau problematika muslimah di era modern.terj.salafuddin. Erlangga. A.M., Sardiman. (1996). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada. Barrett, Oliver Boyd., Chris Newbold. (1995). Approaches to MediaL A Reader. New York:

Arnold. Baqi, Muh. Fuad Abdul. (2007). Mu’jam Mufahras Iialfazil Qur’an. Kairo.

Husain, Abi Qasim. (2004). Mu’jam Mufahras Iialfazil Qur’an. Beirut-Lebanon. Juneman. (2010). Psychology of Fashion: Fenomena Perempuan Melepas Jilbab.

Yogyakarta: PT. LkiS. Weber, A.L. (1992). Social Pcychology. New York: HarperCollins Publisher, Inc.

Website http://inspirasi.co/polemik_diskusi/single/31

http://www.hijabscorner.com/2012/05/pengertian-hijab-hijab-dalam-islam.html http://skripsi-manajemen.blogspot.com/2011/02/teori-motivasi-maslow-mcclelland.html

Motivasi individu..., Andra Dwita Putri, FISIP UI, 2014