emeilia dwita

95
UNIVERSITAS SYIAH KUALA EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN Aggregatibacter actinomycetemcomitans SECARA IN VITRO SKRIPSI EMEILIA DWITA 1007101070033 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM BANDA ACEH APRIL 2014

Upload: emeilia-dwita

Post on 12-Jan-2016

104 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

daun pandan dan bakteri Aa

TRANSCRIPT

Page 1: Emeilia Dwita

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI

(Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN

Aggregatibacter actinomycetemcomitans SECARA IN VITRO

SKRIPSI

EMEILIA DWITA

1007101070033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM – BANDA ACEH

APRIL 2014

Page 2: Emeilia Dwita

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI

(Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN

Aggregatibacter actinomycetemcomitans SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran gigi

EMEILIA DWITA

1007101070033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM – BANDA ACEH

APRIL 2014

Page 3: Emeilia Dwita
Page 4: Emeilia Dwita

ii Universitas Syiah Kuala

Page 5: Emeilia Dwita

iii Universitas Syiah Kuala

Page 6: Emeilia Dwita

iv Universitas Syiah Kuala

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan

dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran

Gigi pada Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Syiah Kuala. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

(1) drg. Zaki Mubarak, MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Syiah Kuala yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh

pendidikan pada di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala dan

telah memberikan arahan selama pendidikan;

(2) drh. Santi Chismirina, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan memberi

pengarahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini;

(1) drg. Ridha Andayani, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah

membimbing dan memberi banyak saran, petunjuk, serta perbaikan untuk

kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini;

(2) drh. Basri A. Gani, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran

dan kritikan yang bermanfaat sehingga penyusunan skripsi ini menjadi lebih

baik;

(3) Afrina S.Ked, M.Si selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan

kritikan yang bermanfaat sehingga penyusunan skripsi ini menjadi lebih baik;

(4) drg. Poppy Andriani, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan Universitas Syiah Kuala yang telah memberi kesempatan kepada

penulis dalam memperoleh sampel yang dibutuhkan untuk penelitian;

(5) Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala yang

telah memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan;

Page 7: Emeilia Dwita

v Universitas Syiah Kuala

(6) Seluruh staf administrasi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengurus segala keperluan

administrasi dalam penyusunan skripsi ini;

(7) Drh. Fakhrurrazi, MP selaku kepala laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala yang telah memberi izin kepada

penulis untuk melakukan penelitian, Maryulia Dewi, S.KM selaku laboran

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas kedokteran Hewan Universitas Syiah

Kuala yang telah banyak membimbing dan membantu sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini;

(8) Orangtua penulis, Edi Wandrius dan Sri Afni yang selalu menjadi inspirasi

serta memberikan doa, semangat, dan dukungan baik moril maupun materil

kepada penulis selama menjalani pendidikan hingga menyelesaikan skripsi ini;

(9) Abang penulis tercinta Surya Fridayatma, S.Hi yang selalu menghibur dan

memberi semangat dalam menyusun skripsi ini;

(10) Teman-teman FKG 2010, teman-teman seperjuangan di bidang Biologi Oral

Puji Tia Mariska, S.KG, Ratna Ramadhani, Ichwanul Muslim, S.KG, Wira

Stary Rukmana, S.KG, Cut Aisa Qamari, Nazla Chairini dan Mahdalena, serta

sahabat-sahabat yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu;

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan

semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini memberi manfaat bagi

pengembangan ilmu.

Banda Aceh, April 2014

Penulis

Page 8: Emeilia Dwita

vi Universitas Syiah Kuala

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI

Sebagai sivitis akademik Universitas Syiah Kuala, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Emeilia Dwita

NIM : 1007101070033

Program Studi : Kedokteran Gigi

Departemen : Mikrobiologi

Fakultas : Kedokteran Gigi

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universits Syiah Kuala Hak Bebas Royalti (Non-exclusive Royalti-Free Right) atas

karya ilmiah penulis yang berjudul: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Pandan

Wangi Terhadap Pertumbuhan Aggregatibacter actinomycetemcomitans Secara

In Vitro. Dengan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif ini Universitas Syiah Kuala

berhak menyimpan, mengalihmediakan/ formatkan, mengelola dalam bentuk

pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan karya ilmiah/skripsi saya

untuk kepentingan akademis selama tetap mencantumkan nama saya dan sebagai

pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya secara sadar tanpa paksaan

dari pihak manapun,

Dibuat di : Banda Aceh

Pada Tanggal : 1 April 2014

Yang menyatakan

(Emeilia Dwita)

Page 9: Emeilia Dwita

vii Universitas Syiah Kuala

ABSTRAK

Nama : Emeilia Dwita

Fakultas : Kedokteran Gigi

Judul : Efek Antibakteri Ekstrak Daun Pandan Wangi Terhadap

Pertumbuhan Aggregatibacter actinomycetemcomitans Secara

In Vitro

Aggregatibacter actinomycetemcomitans (A. actinomycetemcomitans) merupakan

flora normal rongga mulut yang dapat menyebabkan periodontitis agresif. Daun

pandan wangi merupakan tanaman yang telah lama dikenal oleh masyarakat

Indonesia dan diketahui memiliki kandungan aktif yang bersifat antibakteri. Zat aktif

yang terkandung tersebut adalah alkaloid, flavonoid, tanin, polifenol, dan saponin.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun pandan

wangi terhadap pertumbuhan A. actinomycetemcomitans secara in vitro. Penelitian

eksperimental laboratoris ini menggunakan sampel A. actinomycetemcomitans isolat

klinis dan daun pandan wangi yang diekstraksi menggunakan metode maserasi.

Ekstrak daun pandan wangi diuji aktifitas antibakterinya terhadap pertumbuhan A.

actinomycetemcomitans dengan metode Standard Plate Count (SPC). Hasil analisis

statistik one way ANOVA menunjukkan nilai p=0,00 yang berarti ekstrak daun

pandan wangi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan A.

actinomycetemcomitans. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan ekstrak daun

pandan wangi memiliki aktifitas antibakteri terhadap pertumbuhan A.

actinomycetemcomitans dengan Konsentrasi Hambat Minimum adalah pada

konsentrasi 10%. Konsentrasi Bunuh Minimum tidak terlihat pada penelitian ini

sampai konsentrasi ekstrak 50%.

Kata kunci : antibakteri, Aggregatibacter actinomycetemcomitans, daun pandan

wangi

Page 10: Emeilia Dwita

viii Universitas Syiah Kuala

ABSTRACT

Name : Emeilia Dwita

Faculty : Dentistry

Title : Antibacterial Effect of Pandanus Leaves (Pandanus

amaryllifolius Roxb.) on In Vitro Growth of Aggregatibacter

actinomycetemcomitans

Aggregatibacter actinomycetemcomitans (A. actinomycetemcomitans) is oral normal

flora which may caused aggressive periodontitis. Pandanus leaves is well known

plant by Indonesian society and it’s chemical compounds have known for their

antibacterial activity. The chemical compound of pandanus leaves are alkaloid,

flavonoid, tannin, polyphenol, and saponin. The purpose of this study was to known

antibacterial effect of pandanus leaves againts in vitro growth of A.

actinomycetemcomitans. This experimental laboratory study used clinical isolate of

A. actinomycetemcomitans and pandanus leaves that used maseration method for

extraction as the sample. Pandanus extract was determined their antibacterial activity

using Standard Plate Count Method. One way ANOVA analysis result show the

value of p=0,00, means pandanus leaves extract have significant effect against A.

actinomycetemcomitans growth. Based on this study can be concluded that pandanus

leaves have antibacterial activitity against A. actinomycetemcomitas growth, which

Minimum Inhibitory Consentration is 10%. Minimum Bactericidal Consentration

wasn’t seen in this study until consentration extract 50%.

Keyword : antibacterial, Aggregatibacter actinomycetemcomitans, pandanus leaves

Page 11: Emeilia Dwita

ix Universitas Syiah Kuala

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

HALAMAN PERNYATAA PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI ......... vii

ABSTRAK .......................................................................................................... viii

ABSTRACT ......................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ....................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 2

1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 2

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 2

1.4.1. Bagi Peneliti .......................................................................... 2

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan ....................................................... 3

1.4.3. Bagi Masyarakat .................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4

2.1. Aggregatibacter actinomycetemcomitans ........................................ 4

2.1.1. Tinjauan Umum Aggregatibacter

actinomycetemcomitans ........................................................ 4

2.1.2. Taksonomi Aggregatibacter actinomycetemcomitans ........... 5

2.1.3. Faktor Virulensi Aggregatibacter actinomycetemcomitans .. 5

2.2. Periodontitis .................................................................................... 7

2.2.1. Gambaran Umum Periodontitis ............................................ 7

2.2.2. Prevalensi Periodontitis ........................................................ 9

2.3. Pandan Wangi ................................................................................. 9

2.3.1. Deskripsi Pandan Wangi dan Taksonomi ............................. 9

2.3.2. Manfaat Pandan Wangi ......................................................... 10

2.3.3. Peran Daun Pandan Wangi Sebagai Antibakteri .................. 11

2.4. Metode Pembuatan Ekstrak Tumbuhan .......................................... 12

2.4.1. Metode Maserasi ................................................................... 12

2.4.2. Metode Perkolasi .................................................................. 13

2.4.3. Metode Refluks ..................................................................... 13

2.4.4. Metode Sokhlet ..................................................................... 14

2.5. Metode Isolasi Bakteri .................................................................... 14

2.6. Metode Identifikasi Bakteri Berdasarkan Identifikasi Biokimia .... 15

2.6.1. Identifikasi Berdasarkan Karakteristik Fisik ........................ 15

2.6.2. Identifikasi Berdasarkan Karakteristik Biokimia ................. 16

2.7. Jenis-Jenis Mikroskop ..................................................................... 18

2.8. Uji Laboratorium Sensitivitas Bakteri ............................................ 19

Page 12: Emeilia Dwita

x Universitas Syiah Kuala

2.8.1. Metode Dilusi ..................................................................... 19

2.8.2. Metode Difusi .................................................................... 29

2.8.3. Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi

Bunuh Minimum ................................................................. 20

2.8.4. Standard Plate Count (SPC) .............................................. 20

2.9. Kerangka Teori ............................................................................... 21

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .............. 22

3.1. Kerangka Konsep ............................................................................ 22

3.2. Definisi Operasional ....................................................................... 22

3.3. Hipotesis ......................................................................................... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN ...................................................................... 24

4.1. Desain Penelitian ............................................................................ 24

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 24

4.3. Sampel Penelitian ............................................................................ 24

4.4. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... 24

4.5. Cara Kerja Penelitian ...................................................................... 27

4.5.1. Sterilisasi Alat ..................................................................... 27

4.5.2. Pembuatan Media Buffered Peptone Water ........................ 27

4.5.3. Pembuatan Aggregatibacter

actinomycetemcomitans Growth Medium ........................... 27

4.5.4. Pengambilan Sampel ........................................................... 27

4.5.5. Kultur dan Isolasi Aggregatibacter

actinomycetemcomitans ...................................................... 28

4.5.6. Identifikasi Aggregatibacter actinomycetemcomitans ........ 28

4.5.7. Ekstraksi Daun Pandan Wangi Dengan

Metode Maserasi ................................................................. 30

4.5.8. Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi ....................... 30

4.5.9. Pembuatan Konsentrasi Bahan Uji ..................................... 30

4.5.10. Pembuatan Suspensi Aggregatibacter

Actinomycetemcomitans ...................................................... 31

4.5.11. Pengenceran Aggregatibacter actinomycetemcomitans

dengan Metode Serial Dilution .......................................... 32

4.5.12. Uji Antibakteri (Penentuan KHM dan KBM) ..................... 32

4.6. Analisis Data ................................................................................... 33

4.7. Alur Penelitian ................................................................................ 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN ........................................................................... 35

5.1. Hasil Isolasi dan Identifikasi Aggregatibacter

actinomycetemcomitans ................................................................... 35

5.1.1. Morfologi Koloni .................................................................. 35

5.1.2. Pewarnaan Gram ................................................................... 36

5.2. Hasil Uji Biokimia .......................................................................... 36

5.3. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi

(Pandanus amaryllifolius Roxb.) .................................................... 38

5.4. Jumlah Koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans

Hasil Pengenceran Bertingkat ......................................................... 38

Page 13: Emeilia Dwita

xi Universitas Syiah Kuala

5.5. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pandan Wangi

dengan Metode Dilusi ..................................................................... 39

BAB 6 PEMBAHASAN ..................................................................................... 41

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 48

7.1. Kesimpulan ..................................................................................... 48

7.2. Saran ............................................................................................... 48\

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 49

LAMPIRAN ........................................................................................................ 55

Page 14: Emeilia Dwita

xii Universitas Syiah Kuala

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi Operasional ........................................................................... 22

Tabel 5.1. Tabel Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi .................... 38

Tabel 5.2. Tabel Jumlah Koloni A. actinomycetemcomitans Hasil

Pengenceran Bertingkat ..................................................................... 39

Tabel 5.3. Jumlah Koloni A. actinomycetemcomitans Setelah Diuji

dengan Ekstrak Daun Pandan Wangi .................................................. 39

Tabel 5.4. Tabel Uji Least Significant Different (LSD) ........................................ 40

Page 15: Emeilia Dwita

xiii Universitas Syiah Kuala

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Perbedaan Koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans

Isolat Klinis dan Strain Laboratorium ............................................ 5

Gambar 2.2. Daun Pandan Wangi ........................................................................ 10

Gambar 2.3. Mikroskop Elektron ......................................................................... 19

Gambar 2.4. Kerangka Teori ................................................................................ 21

Gambar 3.1. Variabel Penelitian .......................................................................... 22

Gambar 4.1. Alur Penelitian ................................................................................. 34

Gambar 5.1. Hasil Kultur Bakteri A. actinomycetemcomitans pada

Media AaGM ................................................................................... 35

Gambar 5.2. Gambaran Struktur Internal Koloni Bakteri

A. actinomycetemcomitans .............................................................. 35

Gambar 5.3. Hasil Pewarnaan Gram .................................................................... 36

Gambar 5.4. Hasil Motilitas, Gula-Gula, dan TSIA ............................................ 36

Gambar 5.5. Hasil Uji Katalase ............................................................................ 37

Gambar 5.6. Hasil Uji Produksi Indol dan MRVP .............................................. 37

Gambar 5.7. Grafik Jumlah Koloni Bakteri per ml (106) dengan Perlakuan

Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb.) ...................................................................... 40

Page 16: Emeilia Dwita

xiv Universitas Syiah Kuala

DAFTAR ISTILAH

Aerob

Mikroorganisme yang dapat hidup dan bertumbuh dengan adanya oksigen

bebas.

Anaerob Fakultatif

Mikroorganisme yang hidup pada lingkungan tanpa oksigen, akan tetapi

juga dapat bertahan hidup apabila terdapat oksigen.

Antibiotik

Zat antimikroba yang berasal dari mikroorganisme atau diproduksi secara

semi sintesis digunakan untuk terapi infeksi.

Apoptosis

Kematian sel secara terprogram.

Bedah Flap Periodontal

Proses pemisahan mukosa gingiva dari jaringan dibawahnya untuk

memberikan jarak penglihatan dan akses ke tulang dan permukaan akar.

Chemotactic Inhibitor Factor

Faktor virulensi bakteri yang dapat menghambat kemotaksis PMN ke

daerah infeksi.

Cytolethal distensing toxin (Cdt)

Toksin yang dihasilkan oleh bakteri Gram negatif yang menyebabkan

melemahnya sistem imun host akibat antibodi tidak dapat menetralisir

efek toksik tersebut.

Deoxyribonucleic Acid (DNA)

Material genetik yang terdapat pada setiap inti sel.

Di atas permukaan laut (dpl)

Posisi vertikal (ketinggian) suatu objek dari suatu titik tertentu (datum).

Datum yang biasa digunakan adalah permukaan laut.

Difusi

Proses bergeraknya partikel di dalam cairan dari daerah dengan

konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah pada cairan.

Page 17: Emeilia Dwita

xv Universitas Syiah Kuala

Disinfeksi

Proses membunuh mikroorganisme pada suatu benda atau instrumen

menggunakan zat kimia.

Endotoksin

aToksin yang terdapat di dalam dinding sel beberapa mikroorganisme,

terutama bakteri Gram negatif.

Inflamasi

Respon perlindungan tubuh terhadap iritasi atau cidera.

Invasi

Proses bakteri masuk ke dalam sel inang/jaringan dan menyebar ke

seluruh tubuh; akses yang lebih mendalam dari bakteri agar dapat

memulai proses infeksi.

Interleukin

Istilah dasar untuk sekelompok sitokin multifungsi sebagai respon

terhadap rangsangan antigen.

Lipopolisakarida (LPS)

Kompleks senyawa lipid dan polisakarida yang banyak ditemukan pada

lapisan membran terluar bakteri Gram negatif.

Mc Farland

Standar yang digunakan untuk menyetarakan suspensi bakteri sehingga

jumlah bakteri dalam suatu cairan dapat diketahui.

Scalling dan Root planing

Proses menghilangkan plak dan kalkulus yang dapat menyebabkan

inflamasi pada jaringan periodontal.

Scanning Electron Microscop (SEM)

Mikroskop yang mampu melakukan pembesaran objek sampai dua juta

kali, memiliki kemampuan pembesaran objek dan resolusi yang jauh lebih

bagus dari pada mikroskop cahaya.

Serotip

Variasi antigen dan antibodi yang dikeluarkan oleh bakteri.

Page 18: Emeilia Dwita

xvi Universitas Syiah Kuala

Polimorfonuklear (PMN)

Bagian sel darah putih dari kelompok granulosit yang memfagositosis dan

menghancurkan antigen.

Tumor Necrosis Factor (TNF)

Protein yang banyak disekresi oleh makrofag, memiliki peran

metabolisme seperti proliferasi sel, diferensiasi, apoptosis, metabolisme

lipid, dan koagulasi.

.

Page 19: Emeilia Dwita

1 Universitas Syiah Kuala

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aggregatibacter actinomycetemcomitans (A. actinomycetemcomitans) adalah

bakteri Gram negatif fakultatif anaerob yang bersifat non-motile dengan ukuran 0,4-

0,5 µm x 1,0-1,5 µm.1,2

Bakteri tersebut merupakan penyebab periodontitis agresif

sehingga dominan ditemukan pada penderita periodontitis agresif.3 Faktor virulensi

utama A. actinomycetemcomitans adalah leukotoksin yang dapat membunuh sel

leukosit. Selain leukotoksin A. actinomycetemcomitans juga memiliki faktor

virulensi lain, seperti Cytolethal Distending Toxin (CDT), chemotactic inhibitor

factor, lipopolisakarida, dan kolagenase yang berperan dalam kerusakan jaringan dan

resorpsi tulang pada periodontitis agresif.1-6

Periodontitis agresif merupakan jenis periodontitis yang sering terjadi pada

usia remaja dan anak-anak.7 Penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan gigi yang

cepat jika tidak diberikan perawatan yang tepat.7 Perawatan periodontitis agresif saat

ini meliputi tindakan peningkatan oral hygiene, scalling dan root planning, bedah

flap periodontal, dan pemberian antibiotik.7,8,9

Antibiotik yang sering digunakan

untuk perawatan periodontitis agresif meliputi pemberian tetrasiklin, metronidazol,

dan amoksisilin.9,10,11

Beberapa studi menyebutkan adanya peningkatan resistensi A.

actinomycetemcomitans terhadap obat-obat antibiotik tersebut sehingga perawatan

yang diinginkan tidak dapat tercapai.

Berbeda dengan obat-obatan sintetik, antimikroba yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan relatif aman, tidak dihubungkan dengan efek samping yang berarti dan

memiliki potensi terapeutik yang besar. Berbagai tumbuh-tumbuhan telah diteliti

efek terapeutiknya, salah satunya daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius

Roxb.). Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) memiliki potensi

antibakteri yang besar karena adanya kandungan senyawa-senyawa aktif yang

bersifat antibakteri. Zat antibakteri yang terdapat pada pandan wangi adalah alkaloid,

saponin, flavonoid, polifenol, steroid dan tanin. Zat-zat tersebut berperan dalam

merusak komponen-komponen sel bakteri.12-15

Aktivitas antibakteri ekstrak daun pandan wangi juga telah diteliti memiliki

kemampuan untuk menghambat dan membunuh bakteri Gram negatif lainnya seperti

Page 20: Emeilia Dwita

Universitas Syiah Kuala

Pseudomonas aeruginosa dan Eschericia coli secara in vitro.12,13,14

Penelitian yang

dilakukan oleh Chandra dkk (2010) menyebutkan nilai Konsentrasi Hambat

Minimum ekstrak daun pandan wangi terhadap Pseudomonas aeruginosa adalah

16% sedangkan Konsentrasi Bunuh Minimum 18%.14

Penelitian lainnya yang

dilakukan oleh Oliver dkk (2010) menyebutkan daya hambat pandan wangi berkisar

pada konsentrasi 20-40%.13

Berdasarkan hasil penelitian tersebut perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb.) terhadap A. actinomycetemcomitans secara in vitro dengan

mengetahui nilai Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh

Minimunnya.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ekstrak daun pandan wangi

(Pandanus amaryllifolius Roxb.) memiliki efek antibakteri terhadap pertumbuhan A.

actinomycetemcomitans, dan berapakah nilai Konsentrasi Hambat Minimum dan

Konsentrasi Bunuh Minimumnya terhadap pertumbuhan A. actinomycetemcomitans.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun

pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap pertumbuhan A.

actinomycetemcomitans dengan menentukan nilai Konsentrasi Hambat Minimum

(KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM).

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam

melakukan penelitian melalui penelitian tentang efek antibakteri ektrak daun pandan

wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap pertumbuhan A.

actinomycetemcomitans.

Page 21: Emeilia Dwita

Universitas Syiah Kuala

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi tambahan untuk

penelitian lebih lanjut dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang

kedokteran gigi mengenai efek antibakteri daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb.)

1.4.3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai peran tumbuh-

tumbuhan sebagai sumber antibakteri alami yang relatif murah dan mudah yang

berfungsi sebagai antibiotik terhadap bakteri penyebab periodontitis khususnya efek

antibakteri ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.).

Page 22: Emeilia Dwita

4 Universitas Syiah Kuala

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aggregatibacter actinomycetemcomitans

2.1.1 Tinjauan Umum Aggregatibacter actinomycetemcomitan

Klinger pada tahun 1912 pertama kali mengisolasi dan mengidentifikasi

bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Bakteri tersebut dinamakan

demikian karena dihubungkan dengan Actinomyces israelii pada infeksi

aktinomikotik. Tahun 1921, Lieske mereklasifikasi penamaan bakteri tersebut

menjadi Bacterium comitans. Topley dan Wilson tahun 1929 mengganti nama genus

dengan Actinobacilus. Tahun 1962 King dan Tatum menyebutkan kemiripan yang

dekat fenotip Actinobacilus actinomycetemcomitans dengan Haemophilus

aphrophilus. Pada tahun 1985 Potts dkk menyusun kembali penamaan genusnya

menjadi Haemophilus actinomycetemcomitans. Norskov-Lauritsen dan Killan tahun

2006 mengusulkan penamaan terbaru untuk bakteri ini yaitu, Aggregatibacter

actinomycetemcomitans.2,16

Aggregatibacter actinomycetemcomitans adalah bakteri fakultatif anaerob

dengan ukuran 0,4-0,5 µm x 1,0-1,5 µm.1 Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada

lingkungan anaerob atau pada kondisi dengan kadar CO2 5% diudara pada suhu 37oC

dan pH 7-8,5.1,2,6

Pertumbuhan koloninya berkembang baik setelah 24-48 jam.

Spesies ini direpresentasikan dengan 6 serotip (a-f).1,2,6,16,17

Serotip b lebih sering

ditemukan dan dideteksi dalam jumlah yang besar pada lesi periodontitis.1,16,17

Sementara serotip a dan c memiliki hubungan yang kuat dengan periodontal yang

sehat.1,17

Serotip b ditemukan lebih signifikan pada periodontitis agresif dibanding

periodontitis kronis.17

Umumnya distribusi serotip A. actinomycetemcomitans tidak

homogen, menunjukkan adanya hubungan serotip dan status periodontal bergantung

pada ras dan etnik tertentu.1,2,6,16,17

Terdapat perbedaan gambaran morfologi bakteri A. actinomycetemcomitans

isolat klinis dan strain laboratorium.2,6,16,18

Morfologi koloni isolat klinis A.

actinomycetemcomitans memperlihatkan tampilan yang cembung, kasar, berwarna

krem dengan diameter 1-2 mm dan memiliki karakteristik adanya bentuk bintang jika

dilihat menggunakan mikroskop cahaya (Gambar 2.1.a.).2,16,18

Jika dilihat

menggunakan Scanning Electron Microscop (SEM) memperlihatkan adanya fibril

Page 23: Emeilia Dwita

5

Universitas Syiah Kuala

yang padat (Gambar 2.1.b.c.). Fibril ini dapat meluas dari satu sel ke sel lain. Pada

strain laboratorium tidak memperlihatkan adanya bentuk bintang pada permukaanya,

dan hanya terdapat fibril yang lebih sedikit (Gambar 2.1.d,e,f).18

Gambar 2.1. Perbedaan Morfologi A. actinomycetemcomitans Isolat klinis (a,b,c)

dan Strain Laboratorium (d,e,f)18

2.1.2. Taksonomi Aggregatibacter actinomycetemcomitans

Secara taksonomi, bakteri A. actinomycetemcomitans diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Pasteurellales

Famili : Pasteurellaceae

Genus : Aggregatibacter

Spesies : Aggregatibacter actinomycetemcomitans2,16

2.1.3. Faktor Virulensi Aggregatibacter actinomycetemcomitans

Istilah virulensi secara umum didefinisikan sebagai kemampuan suatu

mikroorganisme dalam menyebabkan terjadinya infeksi.19

Faktor virulensi yang

dimiliki A.actinomycetemcomitans antara lain fimbria, adesin, leukotoksin, CDT,

chemotactic inhibitor factor, lipopolisakarida, dan juga kolagenase.1-7,19,20

Kolonisasi

awal A. actinomycetemcomitans diperantarai oleh fimbria dan adesin. Fimbria

memberikan bentuk morfologi yang kasar pada permukaan bakteri.19,20

Adesin

Page 24: Emeilia Dwita

6

Universitas Syiah Kuala

merupakan merupakan protein yang memediasi ikatan antara bakteri dan reseptor

spesifik pada sel epitel. Mekanisme kerjanya dihubungkan dengan membran terluar

bakteri dan dan melepaskan adesin dalam bentuk vesikel.2

Setelah berkolonisasi A. actinomycetemcomitas mengeluarkan faktor

virulensi utama yaitu leukotoksin. Leukotoksin merupakan anggota dari pore-

forming toxin. Leukotoksin paling banyak terlihat pada membran ektraselular sel

bakteri. Kemampuan strain A. actinomycetemcomitans bervariasi dalam

memproduksi leukotoksin. Strain ini dapat diklasifikasikan menjadi leukotoxin

producing – strains dan nonleukotoxin-producing strains.1,2,4,19

Mekanisme

leukotoksisitas leukotoksin meliputi aktifitas membranolitik yang menghasilkan

lubang pada sel target sehingga menyebabkan terjadi osmolisis akibat influk air

kedalam sel.1,4

Mekanisme bakteri dalam mengganggu sistem pertahanan host juga

diperankan oleh Cytolethal Distending Toxin (CDT). Cytolethal Distending Toxin

(CDT) adalah toksin subunit trimerik yang dihasilkan oleh bakteri Gram negatif pada

mukosa. Toksin CDT menyebabkan melemahnya sistem imun host, sehingga

antibodi tidak dapat menetralisir efek toksik dari toksin tersebut. Cytolethal

Distending Toxin (CDT) menginduksi distensi (penggelembungan) sel, menyebabkan

berhentinya siklus sel, dan kematian sel host. Cytolethal Distending Toxin pada A.

actinomycetemcomitan (AaCDT) dapat menginduksi berhentinya siklus G2 sel dan

apoptosis sel termasuk sel limfosit.1,2,5,19

Oleh sebab itu, toksin ini berperan penting

pada patogenitas bakteri melalui sistem imun. Kemampuan untuk menginduksi

kematian sel host dapat memicu kerusakan jaringan dan terlambatnya proses

penyembuhan. Pada kasus periodontitis, hal ini dapat menyebabkan hilangnya

gigi.5,19

Upaya lain yang dilakukan A. actinomycetemcomitans bertahan dari serangan

host yaitu dengan memproduksi Chemotactitic inhibitor factor yang dapat

menghambat kemotaksis PMN. Faktor ini dapat mengurangi jumlah PMN yang

mampu memfagositosis dan membunuh bakteri pada lesi lokal. Hal tersebut

menyebabkan pertahanan pertama Host dalam menyerang bakteri dengan pengerahan

sel-sel fagosit pada area invasi dapat terganggu. Kemampuan untuk mengganggu

Page 25: Emeilia Dwita

7

Universitas Syiah Kuala

kemotaksis sel-sel tersebut menyebabkan bakteri mampu bertahan dari serangan

host.19

Kerusakan jaringan merupakan kunci dari penyakit periodontal.

Aggregatibacter actinomycetemcomitans memproduksi lipopolisakarida yang

memiliki potensi menyebabkan kerusakan susunan sel dan jaringan host.

Lipopolisakarida (LPS) A. actinomycetemcomitans memiliki spektrum imunologik

yang luas pada aktivitas endotoksik. Lipopolisakarida pada A.

actinomycetemcomitans dapat menstimulasi makrofag untuk menghasilkan

interleukin (interleukin-1a, interleukin-1b), Tumor Necrosis Factor (TNF), dan

sitokin yang terlibat pada inflamasi jaringan dan resorbsi tulang. Aktivitas resorpsi

tulang oleh LPS terjadi akibat stimulasi PGE2 yang dilepaskan oleh osteoblas dan sel

lain. Aggregatibacter actinomycetemcomitans diketahui mengaktifkan komplemen

cascade melalui jalan alternatif. Mekanisme ini menyebabkan tersebarnya

prostaglandin dan memungkinkan resorpsi tulang pada kasus periodontitis. Selain

LPS kerusakan jaringan pada periodontitis juga diperankan oleh kolagenase.

Kolagenase merupakan komponen matrik ekstraselular bakteri. Aggregatibacter

actinomycetemcomitans memproduksi kolagenase yang dapat menyerang serat-serat

kolagen sehingga menyebakan degradasi kolagen pada jaringan periodontal.2,19

2.2. Periodontitis

2.2.1. Gambaran Umum Periodontitis

Periodontitis didefinisikan sebagai inflamasi yang menyerang jaringan

pendukung gigi. Inisiasi dan progresi penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu faktor mikrobiologi, faktor imunologik, faktor genetik, dan lingkungan. Secara

patologis penyakit periodontal diawali dengan akumulasi bakteri dan produk

metabolitnya sehingga epitel penghubung akan berproliferasi. Hal tersebut

menyebabkan bermigrasinya epitel penghubung ke arah apikal sehingga terjadi

pendalaman celah gingiva, hilangnya perlekatan dan terbentuknya poket

periodontal.21,22

American Academy of Periodontitis (AAP) telah mengklasifikasikan

periodontitis menjadi periodontitis agresif, periodontitis kronis, dan periodontitis

sebagai manifestasi dari penyakit sistemik. Periodontitis yang paling umum terjadi

Page 26: Emeilia Dwita

8

Universitas Syiah Kuala

adalah periodontitis kronis. Periodontitis kronis dihubungkan dengan akumulasi plak

dan kalkulus. Umumnya penyakit ini terjadi pada orang dewasa, namun dapat juga

terjadi disetiap kelompok umur. Progresi penyakit ini biasanya lambat, namun dapat

meningkat disebabkan oleh faktor lokal, sistemik atau lingkungan. Periodontitis

kronis dapat berupa penyakit yang terlokalisir, jika hilangnya perlekatan dan

kerusakan tulang alveolar yang terjadi kurang dari 30%, dan dapat menjadi penyakit

yang lebih general jika hilangnya perlekatan dan kerusakan tulang lebih dari

30%.21,23

Perbedaan periodontitis kronis dengan periodontitis agresif adalah pada

progresi penyakit yang cepat pada individu yang secara sistemik sehat dengan

akumulasi plak dan kalkulus yang sedikit. Secara umum penyakit ini memiliki

predileksi ras dan jenis kelamin dengan angka prevalensi lebih sedikit dibanding

periodontitis kronis. Penyebab periodontitis agresif juga meliputi faktor

mikrobiologi, faktor genetik, faktor imunologik, dan faktor lingkungan/kebiasaan.

Bakteri patogen pada plak terutama Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan

Porphyromonas gingivalis berperan penting menyebabkan respon host yang buruk.

Hal ini juga ditentukan oleh faktor genetik dan imunologik pasien yang dimodifikasi

oleh faktor lingkungan.8,7

Gejala yang paling umum pada penderita periodontitis agresif adalah adanya

spasi pada gigi anterior dan pendarahan pada gingiva. Pasien juga memiliki keluhan

halitosis, sensitivitas terhadap stimulus termal, nyeri pada saat mastikasi dan gigi

goyang, namun tidak semua pasien periodontitis agresif memiliki gejala yang

demikian. Beberapa pasien memperlihatkan progresi hilangnya perlekatan dan

kerusakan tulang dapat bersifat self-arresting. Pasien yang memiliki kebiasaan

merokok dan pasien dengan kebersihan rongga mulut yang buruk memperlihatkan

kerusakan yang lebih parah.7,9,22

Perawatan periodontitis agresif meliputi tindakan scaling dan root planing

untuk mengeliminasi faktor etiologi lokal yang diikuti dengan pemberian disinfeksi

(chlorhexidine 1%). Beberapa referensi menyebutkan adanya kecenderungan

pemberian kombinasi antibiotik amoksilin 250 mg dan metronidazol 250 mg tiga kali

sehari selama 8 hari. Kriteria pemilihan antibiotik untuk periodontitis agresif belum

begitu jelas. Pemilihannya bergantung pada kasus, faktor-faktor yang berhubungan

Page 27: Emeilia Dwita

9

Universitas Syiah Kuala

dengan penyakit, riwayat alergi pasien serta potensi efek samping dari antibiotik

yang diberikan. Tindakan bedah flap dapat juga dilakukan dengan tujuan

memperoleh akses dan visibilitas instrumentasi dan debridement di daerah akar dan

furkasi.7-9

2.2.2. Prevalensi Periodontitis

Prevalensi suatu penyakit diartikan sebagai perbandingan antara jumlah

populasi dengan jumlah penyakit pada waktu tertentu. Di Indonesia penyakit

periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih merupakan masalah di

masyarakat. Survei nasional di Amerika Serikat menunjukkan 50% populasi dewasa

mengalami inflamasi gingiva.24,25

Studi prevalensi dan faktor resiko gingivitis dan

periodontitis di Jordan oleh Khansa dkk (2012) memperlihatkan 76% populasi

mengalami gingivitis, 2,2% menderita periodontitis agresif, 5,5% diantaranya

mengalami periodontitis kronis. Perkiraan prevalensi global periodontitis agresif

pada populasi umum menunjukkan Afrika memiliki angka prevalensi yang tinggi

(0,5-5%), diikuti dengan Asia (0,4-1%), Amerika selatan (0,3-1%), Amerika Utara

(0,4-0,8%), dan Eropa Barat (0,1-0,5%). Prevalensi penyakit ini juga berbeda

berdasarkan pada kelompok ras dan etnik tertentu.25

2.3. Pandan Wangi

2.3.1. Deskripsi Pandan Wangi dan Taksonomi

Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) adalah jenis tumbuhan

monokotil dari famili Pandanaceae yang tumbuh di daerah tropis memiliki daun

beraroma wangi. Tumbuhan ini dapat dijumpai di daerah pantai berpasir daerah

dataran tinggi dengan ketinggian 3500 dpl.26

Daun pandan wangi memiliki tinggi

0,5-1 m dengan diameter 3-4 cm dan memiliki akar tunggang.27

Pandan wangi memiliki aroma yang khas. Aroma ini dihasilkan oleh berbagai

komponen dari volatile oil, terutama 2-acetyl-1pyrroline.28,29

Sistematika taksonomi

untuk daun pandan wangi adalah sebagai berikut:13

Kingdom :Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida/monokotil

Page 28: Emeilia Dwita

10

Universitas Syiah Kuala

Ordo : Pandanales

Famili : Pandanaceae

Genus : Pandanus

Spesies : Pandanus amaryllifolius Roxb.

Gambar 2.2. Daun Pandan Wangi13

2.3.2. Manfaat Pandan wangi

Pandanus adalah kelompok tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat. Pemanfaatannya antara lain digunakan sebagai bahan makanan,

pewangi, zat pewarna, bahan anyaman, obat-obatan, tanaman hias dan lain-lain.

Daun pandan wangi merupakan komponen penting dalam tradisi masakan Indonesia

dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Selain dibidang masakan, masyarakat juga

memanfaatkan daun pandan wangi sebagai obat alternatif untuk menghilangkan

ketombe, menghitamkan rambut, obat penenang, penambah nafsu makan, serta untuk

obat rematik dan pegalinu.26-30

Berbagai penelitian juga dilakukan untuk mengetahui manfaat medis dari

daun pandan wangi. Penelitian yang dilakukan oleh Sukandar (2007) menunjukkan

ekstrak daun pandan wangi memiliki efek toksisitas terhadap larva. Hueh Zan Chong

dkk pada tahun 2012 juga berhasil menunjukkan aktivitas antikanker daun pandan

wangi dengan cara menginduksi apoptosis dan dan mempengaruhi regulasi sel

kanker.31

Page 29: Emeilia Dwita

11

Universitas Syiah Kuala

2.3.3. Peran Daun Pandan Sebagai Antibakteri

Telah diketahui pandan wangi memiliki berbagai senyawa antibakteri.

Senyawa antibakteri tersebut adalah alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol,

essential oil, dan steroid.13,14,28-30

Aktivitas antibakteri ekstrak daun pandan wangi

telah diteliti memiliki kemampuan untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan

Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Eschericia coli dan Streptococcus

mutans secara in vitro.12-14

Senyawa alkaloid yang terdapat pada pandan wangi merupakan metabolit

sekunder tumbuhan yang menunjukkan aktivitas farmakologis. Alkaloid dikaitkan

dengan kemampuan menghambat replikasi DNA bakteri dengan cara menghambat

aktivasi enzim yang berperan pada proses pengarahan nukleotida pada pita DNA

tunggal induk sebagai cetakannya. Adanya gangguan replikasi DNA menyebabkan

tergangunya pembelahan sel. Selain itu sintesa protein untuk metabolisme bakteri

maupun untuk sintesa dinding sel akan terhambat. Pada akhirnya pertumbuhan

bakteri akan terhambat.14,32

Kandungan lain pandan wangi adalah Saponin. Saponin merupakan senyawa

aktif permukaan yang kuat yang dapat menimbulkan busa jika dikocok. Senyawa

tersebut mempunyai efek menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat merusak

membran sel serta merusak protein sel bakteri. Hal ini didasarkan pada sifat

sitotoksik dari saponin dan kemampuannya dalam mempengaruhi permeabilitas

membran sitoplasma sehingga dapat melisis sel mikroba.14,32

Senyawa aktif pandan wangi lainnya adalah flavonoid yang merupakan

metabolit sekunder dari tumbuh-tumbuhan dan berupa subtansi fenol. Beberapa studi

menyebutkan flavonoid memperlihatkan aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, dan

antimikroba. Sifat antibakteri tersebut dikaitkan karena senyawa tersebut merupakan

metabolit sekunder yang disintesis oleh tumbuh-tumbuhan sebagai respon terhadap

infeksi mikroba. Kerja antimikroba flavonoid yaitu dengan membentuk kompleks

dengan protein ekstraselular sehingga akan merusak membran sel bakteri. Ekstrak

tumbuhan yang mengandung flavonoid mengindikasikan adanya aktivitas

antimikroba yang secara signifikan dapat menyerang berbagai strain bakteri.14,33-35

Senyawa lain yang berperan sebagai antibakteri pada pandan wangi adalah

tannin. Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman, seperti daun,

Page 30: Emeilia Dwita

12

Universitas Syiah Kuala

buah yang belum matang, batang dan kulit kayu. Tanin juga memiliki potensi

antimikroba dengan mekanisme kerja mengendapkan protein bakteri sehingga terjadi

inaktivasi enzim yang diproduksi bakteri dan menginaktivasi transport protein

dinding sel bakteri sehingga merusak dinding sel bakteri tersebut.14,35

Polifenol merupakan komponen yang merupakan pigmen alami pada

tumbuhan maupun buah-buahan yang berwarna. Fenol pada tumbuhan umumnya

disintesis dari fenilalanin dengan aktivisi Phenylalanine Ammonia Lyase (PAL). Zat

ini sangat penting bagi tumbuhan dan memiliki fungsi yang berbeda. Peran utamnya

yaitu untuk mengontrol infeksi patogen.14,33-35

Essential oil adalah produk yang beraroma dan mudah menguap pada

tanaman. Essential oil memiliki kecenderungan menguap jika terpapar dengan udara,

sehingga sering disebut volatile oil atau ethereal oil.29

Steroid juga merupakan senyawa metabolit sekunder yang telah dikenal

berfungsi sebagai penolak serangga dan serangan mikroba. Steroid dapat berinteraksi

dengan membran fosfolipid sel yang bersifat impermeabel terhadap senyawa-

senyawa lipofilik sehingga menyebabkan integritas membran menurun, morfologi

membran sel berubah, dan akhirnya dapat menyebabkan membran sel rapuh dan

lisis.14,32

2.4. Metode Pembuatan Ekstrak Tumbuhan

2.4.1. Metode Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Metode maserasi digunakan untuk

menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam

cairan pelarut, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Prinsip ekstraksi teknik

ini dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan pelarut yang sesuai pada

temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Cairan pelarut akan masuk ke dalam

sel melewati dinding sel. Kandungan sel akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang

konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan pelarut dengan

konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan

Page 31: Emeilia Dwita

13

Universitas Syiah Kuala

dari teknik ini adalah alat yang digunakan sederhana, namun waktu yang diperlukan

untuk mengekstraksi sampel cukup lama serta cairan pelarut yang digunakan lebih

banyak. Metode maserasi juga tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang

mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.14,36,37

2.4.2. Metode Perkolasi

Metode perkolasi merupakan estraksi dengan pelarut yang selalu baru.

Umumnya teknik ini dilakukan pada suhu kamar. Prinsip ekstraksi perkolasi

dilakukan dengan cara melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia

dalam suatu perkolator. Hal ini bertujuannya agar senyawa aktif tertarik seluruhnya.

Teknik ini biasanya digunakan untuk senyawa yang tahan maupun tidak tahan

pemanasan. Keuntungan dari teknik perkolasi adalah tidak terjadinya kejenuhan dan

pengaliran pelarut dapat meningkatkan proses difusi dan sehingga zat antibakteri

terdorong keluar sel. kekurangan teknik ini adalah memerlukan cairan pelarut yang

lebih banyak dan adanya resiko cemaran mikroba untuk pelarut dari air karena

dilakukan secara terbuka. 36,37

2.4.3. Metode Refluks

Metode ekstraksi tumbuhan dengan teknik refluks menggunakan pelarut pada

temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk

mengektraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan. Prinsip refluks adalah

penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara memasukkan sampel ke

dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan pelarutnya, lalu dipanaskan. Uap-

uap cairan pelarut terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul

cairan pelarut yang akan turun kembali menuju labu alas bulat. Pelarut tersebut akan

menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya

berlangsung secara berkesinambungan sampai pelarutan sempurna. Penggantian

pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan

dan dipekatkan. Keuntungan teknik ini dapat digunakan untuk mengekstraksi sampel

yang memiliki tekstur kasar, sedangkan kerugiannya membutuhkan volume total

pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi operator.36

Page 32: Emeilia Dwita

14

Universitas Syiah Kuala

2.4.4. Metode Sokhlet

Sokhlet merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontiniu dengan

jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Keuntungannya

dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap

pemanasan secara langsung. Selain itu teknik ini menggunakan pelarut yang lebih

sedikit, dan pemanasannya dapat diatur. Kerugiannya dapat menyebabkan reaksi

peruraian karena panas pelarut didaur ulang. Hal ini menyebabkan jumlah total

senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut

tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut

yang lebih banyak untuk melarutkannya. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin

tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi.36,37

2.5. Metode Isolasi Bakteri

Proses isolasi yaitu memisahkan mikroba tertentu dengan mikroba lain yang

berasal dari campuran berbagai mikroba. Isolasi dilakukan pada media padat karena

pada media padat mikroba dapat tumbuh dalam koloni yang tetap pada tempatnya.

Isolasi diawali dengan melakukan pengenceran untuk memperoleh kepadatan sel

(konsentrasi) yang rendah. Selanjutnya suspensi tersebut dicampur dengan media

agar yang akan beku namun masih cair dan dituangkan pada petri steril. Sel bakteri

akan tumbuh menjadi koloni-koloni yang terpisah pada permukaan media. Isolasi

yang demikian disebut sebagai pour plate methode.38,39

Isolasi juga dapat dilakukan penggoresan (streak) jarum ose yang

sebelumnya dicelupkan (dipping) pada permukaan media padat. Pada awal

penggoresan akan diperoleh koloni yang padat dengan bentuk seperti alur goresan,

sedangkan pada akhir goresan akan diperoleh koloni-koloni yang terpisah. Satu

koloni yang terpisah dipastikan sebagai perkembangan dari satu sel. Isolasi demikian

disebut sebagai streak plate method. Selanjutnya koloni-koloni yang terpisah

dipindahkan pada media lain dengan melakukan inokulasi penanaman sehingga

diperoleh koloni yang benar-benar murni, terpisah dari substratnya dan mikroba lain.

Inokulasi dilakukan dengan cara mengambil koloni yang terbentuk melalui jarum ose

kemudian digoreskan pada media lain.38,39

Page 33: Emeilia Dwita

15

Universitas Syiah Kuala

2.6. Metode Identifikasi Bakteri Berdasarkan Uji Biokimia

2.6.1. Karakteristik Fisik

a. Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram merupakan uji awal untuk identifikasi bakteri. Tahapan ini

diawali membuat preparat ulas dengan fiksasi koloni bakteri dengan 2.5% NaCl.

Preparat tersebut kemudian ditambahkan pewarna crystal violet ditunggu satu menit

dan dilakukan pencucian pada air mengalir. Preparat ditambahkan iodin selama 1

menit dan dilakukan pencucian. Tahap berikutnya adalah dekolorisasi dengan

penambahan alkohol 96%. Tahap akhir preparat diberikan safranin, ditunggu 45

detik dan dilakukan pencucian dengan air mengalir. Lakukan pengamatan preparat di

bawah mikroskop. A. actinomycetemcomitans merupakan Gram negatif yang

ditandai dengan warna merah muda dan berbentuk coccobacillus.40,41

b. Morfologi Koloni

Bentuk, ukuran, warna, elevasi dan margin dari koloni yang terlihat diamati

pada media kultur lalu hasil pengamatan dicatat. 40,41

c. Morfologi Sel

Sel yang telah dilakukan pewarnaan Gram diamati di bawah mikroskop

cahaya dengan pembesaran 100 x untuk menentukan karakteristik morfologi dari sel

tersebut.40,41

d. Uji Motilitas

Uji motilitas dilakukan untuk menguji kemampuan bakteri untuk bermigrasi

dari garis inokulasi. Cara melakukan uji motilitas yaitu dengan menginokulasi

bakteri pada media motilitas seperti agar manitol dengan menggunakan jarum dan

dikultur pada satu garis lurus. Lalu diamati setelah 24-48 jam. Jika bakteri yang diuji

bermigrasi dari garis inokulasi, maka bakteri terebut bersifat motil. 40,41

2.6.2. Karakteristik biokimia

a. Uji Katalase

Katalase merupakan enzim pada bakteri yang mampu untuk menghilangkan

H2O2 yang terakumulasi pada lingkungannya sebagai hasil dari reduksi oksigen.

Bakteri yang mampu menghasilkan katalase disebut katalase positif, sedangkan yang

tidak mampu disebut katalase negatif. Bahan yang digunakan untuk melakukan uji

Page 34: Emeilia Dwita

16

Universitas Syiah Kuala

katalase adalah 3% hidrogen peroksida, dan 15% reagen peroksida untuk bakteri

anaerob. Jika pada uji tersebut terbentuk gelembung-gelembung, maka disebut

katalase positif, jika tidak terbentuk disebut katalase negatif. Gelembung yang

terbentuk merupakan gelembung O2.40,41

b. Uji Urase

Uji urase dilakukan untuk menentukan apakah isolat bakteri memproduksi

enzim urase. Enzim urase pada bakteri dapat menghidrolisis urea menjadi ammonia

dan karbon dioksida. Adanya ammonia menyebabkan meningkatnya pH pada media

uji. Bahan yang digunakan untuk uji urase adalah Stuart urea broth dan Christensen

urea agar, keduanya mengandung fenol merah sebagai indikator pH. Jika hasil uji

yang dilakukan memperlihatkan adanya warna merah pada stuart broth menunjukkan

hasil tes positif. Hasil tes negatif jika media tersebut tetap berwarna kuning. Jika

menggunakan cristensen agar, warna merah pada medium menunjukkan hasil tes

postif. Hasil tes negatif jika medium tetap berwarna kuning.40,41

c. Uji Reduksi Nitrat

Uji reduksi nitrat digunakan untuk menentukan apakah isolat bakteri mampu

untuk mereduksi nitrat. Uji reduksi nitrat dapat dilakukan dengan inkolusai medium

nitrat dengan mikroorganisme yang akan diuji. Lalu ditambahkan 1 ml reagen A ( α-

naphthy-lamine), dan reagen B (sulfanilic acid). Jika terbentuk warna merah setelah

30 detik, mengindikasikan adanya nitrit dan hasil tes positif.40,41

d. Uji Faktor X dan V

Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah bakteri uji membutuhkan faktor

X (hemin/hematin), dan atau faktor V (nicotinamide adenine dinucleotide).

Selanjutnya kertas saring direndam pada media yang mengandung faktor X dan

Faktor V lalu inokulasi bakteri tersebut pada media yang tidak mengandung faktor X

dan V. Jika pada hasil uji terlihat organisme tersebut tumbuh hanya dikeliling strip X

atau strip Y, maka mikroorganisme tersebut membuhkan faktor X dan Y.40,41

e. Uji Oksidase

Uji oksidase digunakan untuk mengidentifikasi bakteri Gram negatif

berbentuk batang. Beberapa bakteri tersebut dapat memproduksi enzim oksidase

seperti Neissesia spp dan Pseudomonas aeruginosa, namun terdapat juga bakteri

Gram negatif yang tidak mampu memproduksi enzim oksidase, seperti Escherichia

Page 35: Emeilia Dwita

17

Universitas Syiah Kuala

coli. Bakteri yang memperoduksi oksidase disebut oksidase positif. Pereaksinya yang

digunakan adalah tetramethyl-para-phenylenediamine dihydrochloride, dikarenakan

namanya yang panjang biasanya reagen ini dinamakan reagen oksidase. Uji oksidase

dilakukan dengan cara merendam kertas saring menggunakan reagen oksidase. Lalu

koloni bakteri diambil menggunakan jarum inokulum steril. amati apakah

terbentuknya warna biru gelap maupun warna ungu setelah 10 detik. Hasil tes positif

jika terlihat warna biru tua atau warna ungu. 40,41

f. Uji Produksi Indol

Uji ini untuk menentukan apakah bakteri tersebut dapat menghasilkan indol

atau tidak. Reagennya menggunakan 1% tryptophan broth. Prosedur ,uji indol

dilakukan dengan inokulasi bakteri pada tryptophan broth. Setelah itu dilakukan

inkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35oC. Jika terlihat adanya warna merah yang

terang, mengindikasikan adanya indol dan hasil tes positif. Jika tidak terbentuk

warna merah maka hasil tes negatif. 40,41

g. Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)

Uji TSIA terutama digunakan untuk mengidentifikasikan bakteri Gram

negatif. Media uji TSIA mengandung 3 macam gula yaitu glukosa, laktosa dan

sukrosa. Indikator merah fenol dan FeSO4 ditambahkan untuk memperlihatkan

pembentukan H2S yang ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna hitam.

Endapan hitam terbentuk akibat H2S bereaksi dengan Fe menjadi FeS yang berwarna

hitam. Reaksi yang dapat timbul adalah warna kuning pada butt (dasar) dan merah

pada slant (permukaan miring), yang menunjukkan adanya fermentasi glukosa. Jika

terbentuk warna Kuning pada butt dan slant, menunjukkan adanya fermentasi laktosa

dan/atau sukrosa. Pembentukan gas, yang ditandai dengan pembentukan ruang udara

dibawah medium sehingga medium terangkat ke atas. Pembentukan gas (H2S),

terlihat dari pembentukan warna hitam pada medium. Jika warna yang terbentuk

merah pada butt dan slant, menunjukkan tidak adanya fermentasi gula dan

pembentukan gas atau pembentukan H2S. 39,40,42

2.7. Jenis-Jenis Mikroskop

Mikroskop merupakan alat optik yang digunakan untuk mengobservasi objek

dengan ukuran sangat kecil, yang tidak dapat dilihat secara lansung dengan mata

Page 36: Emeilia Dwita

18

Universitas Syiah Kuala

manusia tanpa menggunakan alat bantu. Secara umum terdapat tiga jenis mikroskop,

yaitu simple microscope, compound microscope, dan electron microscope.40,41

Simple microscope merupakan mikroskop yang hanya memiliki satu lensa

pembesar. Gambaran yang dihasilkan umumnya 3-20 kali lebih besar dari ukuran

objek sebenarnya. Simple microscope lebih mirip kaca pembesar dibanding dengan

mikroskop modern.40,41

Compound microscope merupakan mikroskop yang memiliki lebih dari satu

lensa pembesar dan dapat memperbesar benda 1000 kali. Total pembesaran yang

terjadi dihitung dengan mengalikan magnifying power dari lensa okular dengan

magnifying power objective yang digunakan.40,41

Mikroskop Elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu melakukan

pembesaran objek sampai dua juta kali, dengan menggunakan elektro statik dan

elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki

kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus dari pada

mikroskop cahaya. Terdapat dua jenis mikroskop elektron, yaitu Scanning Electron

Microscope (SEM) (Gambar 2.3.1) dan Transmission Electron Microscope (TEM)

(Gambar 2.3.2). Scanning Electron Microscope (SEM) memberikan gambaran yang

detail permukaan spesimen, sedangkan TEM memberikan gambaran yang detail

mengenai struktur internal sel.40,41

Gambar 2.3. Mikroskop Electron SEM (1) dan TEM (2) 43,44

2.8. Uji Laboratorium Sensitivitas Antibakteri

2.8.1. Metode Dilusi

Metode ini digunakan untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimum

(KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan

membuat seri pengenceran agen antibakteri pada medium cair yang ditambahkan

1 2

Page 37: Emeilia Dwita

19

Universitas Syiah Kuala

dengan bakteri uji. Larutan uji agen antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat

jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang

ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa

penambahan bakteri uji ataupun agen antibakteri dan diinkubasi selama 18-24 jam.

Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM. Jika

yang digunakan media padat, satu konsentrasi agen antibakteri yang diuji dapat

digunakan untuk menguji beberapa bakteri uji.34,41,45,46

2.8.2. Metode Difusi

Metode difusi merupakan metode kualitatif untuk menentukan apakah suatu

bakteri resisten, intermediately resistance atau susceptible. Metode difusi dapat

digunakan untuk menentukan nilai Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi

Bunuh Minimum. Metodenya, setelah agar plate diinokulasi dengan bakteri, paper

strip dengan agen antimikriba diletakkan pada permukaannya. Selama masa

inkubasi, agen antimikroba akan berdifusi pada agar dan menghambat pertumbuhan

bakteri yang susceptible.34,41,45,46

2.8.3. Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh Minimum

Konsentrasi Hambat Minimum merupakan konsentrasi terendah dari agen

antimikroba yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Konsentrasi terendah dari ekstrak pada media kultur dimana pada media tersebut

tidak terdapat pertumbuhan koloni bakteri ditetapkan sebagai Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM). Terdapat dua cara yang umum digunakan untuk menghitung

jumlah bakteri secara kuantitatif, yaitu dengan metode Standard Plate Count (SPC)

dan dengan analisa spektrofotometer. Metode SPC memberikan informasi pada

jumlah yang bakteri hidup dengan koloni akhir yang tumbuh pada plate harus

berkisar antara 30-300 koloni, sedangkan analisa spektrofotometer memberikan

analisa berdasarkan kekeruhannya dengan menghitung keseluruhan jumlah bakteri.

Kadar minimum yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut sebagai

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Selanjutnya tabung yang tidak memiliki

pertumbuhan dikultur kembali pada media agar untuk menentukan kadar minimum

agen antimikroba untuk membunuh mikroorganisme (KBM).12,15,47

Page 38: Emeilia Dwita

20

Universitas Syiah Kuala

2.8.4. Standard Plate Count (SPC)

Penghitungan bakteri menggunakan metode Standard Plate Count (SPC)

dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan cawan dengan jumlah koloni antara

30-300. Koloni yang tumbuh tidak selalu berasal dari satu mikroorganisme karena

beberapa mikroorganisme tertentu cenderung membentuk kelompok atau berantai.

Berdasarkan hal tersebut digunakan istilah Colony Forming Unit per ml (CFU/ml).

Koloni yang tumbuh berasal dari suspensi yang diperoleh mengunakan pengenceran

bertingkat dari sebuah sampel yang ingin diketahui jumlah mikroorganismenya.

Syarat penghitungan menggunakan colony counter yaitu, jika bakteri terlihat terpisah

sebagai satu koloni, dua koloni yang bertumpuk, atau koloni yang berhubungan

dihitung sebagai satu koloni. Jika dua koloni yang berhimpit dan masih dapat

dibedakan, maka dihitung sebagai dua koloni, jika koloni bakteri tumbuh lebih dari

setengah cawan, maka tidak dihitung, dan jika koloni bakteri tumbuh kurang dari

setengah cawan, maka dihitung sebagai satu koloni.38

Page 39: Emeilia Dwita

21

Universitas Syiah Kuala

2.9. Kerangka Teori

Gambar 2.4. Kerangka Teori

Daun pandan

wangi

Senyawa-

senyawa

aktif

antibakteri

Alkaloid

Flavonoid

Tanin

Saponin

Menghambat replikasi

DNAmelalui inaktivasi

enzim bakteri pada

proses pencetakan

DNA

Membentuk kompleks

dengan protein

ekstraselular yang

dapat merusak

membran sel

Mengikat dan

mengendapkan protein

Menurunkan tegangan

permukaan sel yang

dapat merusak

membran dan protein

pada sel bakteri

Aggregatibacter

actinomycetemcomit

ans merupakan flora

normal rongga

mulut

Kolonisasi

dan

Persistensi

Melemahnya

sistem imun

Kerusakan jaringan

dan resorbsi tulang

Periodontitis

agresif

Fimbria, Adesin

Leukotoksin,

Cdt,

Chemotactic

Inhibitor

Factors

Lipopolisakarida,

Kolagenase

Polifenol

Steroid

Menurunkan

tegangan permukaan

sel yang dapat

merusak membran

dan protein pada sel

bakteri

Mengontrol infeksi

patogen

Page 40: Emeilia Dwita

22 Universitas Syiah Kuala

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil

Ukur

Skala

Ekstrak pandan

wangi (Pandanus

amaryllifolius

Roxb) dengan

konsentrasi 10%,

20%, 30%, 40%

dan 50%

Estrak daun pandan wangi yang

didapat dari teknik maserasi dengan

etanol 96% dan diencerkan dengan

akuades untuk mendapatkan

konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan

50%

Gelas ukur Milimeter

(mm)

Rasio

Pertumbuhan A.

actinomycetemco

mitans

Agrregatibacter

actinomycetemcomitans yang tumbuh

pada media MHA yang telah diuji

pengaruh ekstrak daun pandan wangi

Colony counter

CFU/ml Rasio

Konsentrasi

Hambat

Minimum (KHM)

Konsentrasi terendah antibakteri

ekstrak pandan yang dapat

menghambat pertumbuhan A.

actinomycetemcomitans

Colony counter Media MHA

yang

memiliki

jumlah

koloni yang

paling

terkecil

Rasio

Konsentrasi

Bunuh Minimum

(KBM)

Konsentrasi terendah antibakteri

ekstrak pandan wangi yang dapat

membunuh A. actinomycetemcomitans

Colony counter Tidak ada

koloni yang

tumbuh

media MHA

Rasio

Ekstrak Pandanus

amaryllifolius Roxb.

Konsentrasi 10%,

20%, 30%, 40%, dan

50%

Pertumbuhan

Aggregatibacter

actinomycetemcomitans

KHM terhadap

pertumbuhan

Aggregatibacter

actinomycetemcomitans KBM terhadap

pertumbuhan

Aggregatibacter

actinomycetemcomitans

Page 41: Emeilia Dwita

23

Universitas Suiah Kuala

3.3. Hipotesis

Ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) dapat

menghambat pertumbuhan Aggregatibacter actinomycetemomitans dengan nilai

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) 20% dan Konsentrasi Bunuh Minimum

(KBM) 40%.

Page 42: Emeilia Dwita

24 Universitas Syiah Kuala

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimental laboratoris dengan desain post-test

only control grup.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2014 di Rumah Sakit

Gigi dan Mulut Universitas Syiah Kuala untuk pengambilan data awal berupa isolat

A. actinomycetemcomitans. Proses ekstraksi daun pandan wangi dan uji fitokimia

dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (FKIP)

Unsyiah, sedangkan proses isolasi dan identifikasi bakteri, serta pengujian efek

antibakteri ekstrak daun pandan wangi terhadap A. actinomycetemcomitans

dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH)

Unsyiah Banda Aceh.

4.3. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah isolat A. actinomycetemcomitans yang

diisolasi dari cairan sulkus penderita periodontitis agresif di Rumah Sakit Gigi dan

Mulut Universitas Syiah Kuala.

4.4. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

- Candle jar

- Autoklaf

- Hot plate dan magnetic stirrer

- Timbangan analitik

- Colony counter

- Mikroskop elektrik

- Labu erlemenyer

- Jarum ose

- Batang L/batang sebar

Page 43: Emeilia Dwita

25

Universitas Syiah Kuala

- Rak tabung reaksi

- Gelas ukur

- Kertas label dan alat tulis

- Spidol

- Inkubator

- Sterilisator (Hot Air Oven)

- Water bath

- Spektrofotometer

- Rotary evaporator

- Cawan petri

- Pipet eppendorf dan ujung tip

- Pipet tetes

- Kaca preparat

- Tabung reaksi

- Lampu spiritus

- Handschoen

- Masker

- Ice box

Bahan yang digunakan terdiri dari:

- Biakan A. actinomycetemcomitans

- Aa growth medium (AaGM) agar dengan formula:

Trypticase Soy Broth (TSB) 30 gram/liter

Yeast extract 6 gram/liter

Sodium bicarbonate 4 gram/liter

Dextrose 8 gram/liter

Agar 15 gram/liter

- Aa growth medium (AaGM) broth dengan formula

Trypticase Soy Broth (TSB) 30 gram/liter

Yeast extract 6 gram/liter

Sodium bicarbonate 4 gram/liter

Dextrose 8 gram/liter

Page 44: Emeilia Dwita

26

Universitas Syiah Kuala

- Buffered Peptone Water dengan formula:

Pepton 10 gram/liter

Sodium chloride 5 gram/liter

Disodium phosphate 3,5 gram/liter

Monopotassium phosphate 1,5 gram/liter

- Mc. Farland 1 (NaOH 1%, BaCl2 1 %, BaSO4)

- Akuades

- Daun pandan wangi 1 kg

- Ciprofloxacin 10 µg

- Counterstain (safranin)

- Etanol 70% dan etanol 96%

- Gentian violet

- Lugol (iodin Gram)

- Mueller hinton agar (MHA) dengan formula:

Beef ekstract 150 gram/500 ml

Asam amino 17, 5 gram/ liter

Amilum 1,5 gram/ liter

Bacto agar 17 gram/ liter

- Tripticase Soy Broth (TSB)

- Alkohol 70%

- Spiritus

- Tissue

- Paper point

- Aluminium foil

- Natrium klorida (NaCl) 0,9%

- Kloroform

- H2SO4

- Feri klorida 5%

- Reagen peroksida 15%

- Tryptophan broth 1%

- Agar manitol

- Triple Sugar Iron Agar (TSIA)

Page 45: Emeilia Dwita

27

Universitas Syiah Kuala

4.5. Cara Kerja

4.5.1. Sterilisasi Alat

Sebelum memulai praktikum tangan dan meja terlebih dahulu disemprot

menggunakan alkohol 70%, agar cemaran mikroba dapat minimal. Seluruh alat yang

tahan panas, seperti prob periodontal, kaca mulut, pinset, gelas ukur, jarum ose,

batang L, cawan petri, tabung reaksi, dan labu erlemenyer dicuci bersih dan

dikeringkan. Alat-alat tersebut kemudian dibungkus menggunakan kertas

pembungkus aluminium foil kecuali probe periodontal, kaca mulut dan pinset yang

dimasukkan ke dalam baki. Sterilisasi dilakukan dalam autoklaf pada suhu 121oC

selama 15 menit dengan tekanan 2 atm.38

4.5.2. Pembuatan Media Buffered Pepton Water (BPW)

Pembuatan media BPW dilakukan dengan cara melarutkan 2,55 gram bubuk

BPW ke dalam 100 ml akuades, dihomogenkan dan dipanaskan di atas hot plate

sampai mendidih. Kemudian dilakukan sterilisasi media di dalam autoklaf pada suhu

121oC selama 15 menit. Media tersebut lalu dimasukkan ke dalam vacucum tube

setelah agak dingin secara asepsis yang kemudian akan digunakan sebagai media

transpor sampel.38,48

4.5.3. Pembuatan Aggregatibacter actinomycetemcomitans Growth Medium

(AaGM)

Pembuatan media AaGM (agar dan cair) dilakukan dengan cara melarutkan

Trypticase Soy Broth (TSB) 30 gram, yeast extract 6 gram, sodium bicarbonate 4

gram, dextrose 8 gram dan agar 15 gram dengan 1 liter akuades di dalam labu

Erlenmeyer. AaGM cair, tidak menggunakan agar pada komposisi pembuatan

medianya. Media tersebut kemudian dihomogenkan dan dipanaskan pada hot plate

hingga mendidih. Lalu dilakukan sterilisasi media pada autoklaf dengan suhu 121oC

selama 15 menit.38

4.5.4. Pengambilan Sampel

Sebelum dilakukan pengambilan sampel, subjek penelitian terlebih dahulu

diberikan informed consent untuk diisi. Setelah disetujui, dilakukan pengambilan

Page 46: Emeilia Dwita

28

Universitas Syiah Kuala

sampel A. actinomycetemcomitans dengan menggunakan paper point pada

kedalaman poket 5 mm dan ditunggu selama 10 detik. Sampel kemudian dimasukkan

ke dalam vacum tube steril yang berisi cairan transpor (BPW). Kemudian vacum tube

dimasukkan ke dalam ice box dengan suhu 4oC dan di bawa ke Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala untuk proses

pengkulturan.1,18

4.5.5. Kultur dan Isolasi Aggregatibacter actinomycetemcomitans

Sampel yang telah diambil kemudian dikultur pada media AaGM agar

dengan cara mengambil sampel pada vacuum tube menggunakan jarum ose, lalu

digoreskan pada permukaan AaGM dengan teknik goresan T. Cawan dibagi menjadi

3 bagian menggunakan spidol marker. Bakteri diinokulasikan pada daerah 1 dengan

streak zig-zag. Jarum inokulum dipanaskan dan ditunggu hingga dingin, kemudian

lanjutkan streak zig-zag pada daerah 2. Cawan diputar untuk memperoleh goresan

yang sempurna. Hal yang sama juga dilakukan pada daerah 3. Setelah itu cawan petri

ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam candle jar. Kemudian dilakukan inkubasi

selama 48 jam pada suhu 37o C .

38,41

4.5.6. Identifikasi Aggregatibacter actinomycetemcomitans

Pada proses identifikasi yang pertama kali dilakukan adalah pengamatan

morfologi bakteri pada media AaGM agar menggunakan mikroskop cahaya. 40

Selanjutnya dilakukan pewarnaan Gram dengan membuat preparat ulasan

(smear) yang telah difiksasi dengan A. actinomycetemcomitans, kemudian ditetesi

kristal violet sebagai pewarna utama dan tunggu selama lebih kurang 1 menit.

Kemudian preparat dicuci dengan akuades mengalir, lalu preparat ditetesi lugol

(iodin Gram), tunggu sekitar 1 menit, dicuci kembali dengan akuades mengalir.

Kemudian etanol 96 % ditetesi setetes demi setetes hingga etanol yang jatuh

berwarna jernih, dicuci dengan akuades mengalir, ditetesi safranin dan tunggu sekitar

45 detik, dan dicuci dengan akuades mengalir. Preparat yang telah kering ditetesi

minyak emersi lalu diamati di bawah mikroskop. Aggregatibacter

actinomycetemcomitans akan tampak berwarna merah muda.40,41

Page 47: Emeilia Dwita

29

Universitas Syiah Kuala

Setelah dilakukan pewarnaan Gram, proses selanjutnya adalah pengamatan

koloni bakteri yang dikultur pada media AaGM cair dan diinkubasi di dalam

inkubator selama 2-3 hari pada suhu 37oC. Setelah itu dilakukan pengamatan koloni

bakteri yang tumbuh. Aggregatibacter actinomycetemcomitans akan melekat pada

dinding tabung, sementara medium tetap berwarna kuning jernih.2

Tahap selanjutnya adalah pengujian biokimia dengan melakukan uji motilitas,

uji gula-gula, uji TSIA, uji katalase, uji indol,dan uji MRVP.

Uji motilitas, Kedalam tabung yang berisi bakteri dimasukan kawat ose tegak

lurus terhadap tabung lalu diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35oC. Jika pada

garis lurus maka hasil menunjukan non motil sedangkan kalau pada kawat bakterinya

menyebar maka hal ini menunjukan bakteri bersifat motil.1,2,40,41

Uji gula-gula dilakukan dengan cara menginokulasi bakteri ke dalam media

uji gula-gula menggunakan jarum ose, lalu inkubasi selama 18-24 jam pada suhu

35oC.

1,2,40,41

Uji TSIA dilakukan dengan cara menginokulasi media menggunakan jarum

inokulasi dan ditusukkan pada butt. Kemudian tarik jarum tersebut keluar, lalu

digoreskan pada slant. Setelah itu diinkubasi pada suhu 35oC selama 18-24 jam. Pada

uji ini, reaksi yang dapat timbul adalah warna kuning pada butt (dasar) dan merah

pada slant (permukaan miring), yang menunjukkan adanya fermentasi glukosa. Jika

terbentuk warna kuning pada butt dan slant, menunjukkan adanya fermentasi laktosa

dan/atau sukrosa. Bakteri A. actinomycetemcomitans mampu memfermentasi

glukosa, galaktosa, dan maltosa, namun tidak mampu memfermentasi laktosa dan

sukrosa.1,2,40,41

Uji katalase dilakukan dengan menggambil koloni menggunakan jarum

inokulum dan diinokulasikan pada kaca preparat. Selanjutnya diteteskan sebanyak

satu tetes hidrogen peroksida (H2O2) 15%. Diamati pembentukan gelembung pada

inokulum bakteri. Pembentukan gelembung menunjukkan uji katalase postif. Uji

katalase A. actinomycetemcomitans akan menunjukkan hasil positif.1,2,40,41

Uji indol dilakukan dengan inokulasi tryptophan broth dengan bakteri yang

akan diuji. Inkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35oC. Jika terlihat adanya warna

merah yang terang, mengindikasikan adanya indol dan hasil tes menunjukkan hasil

positif. Jika tidak terbentuk warna merah maka hasil tes negatif.1,2,40,41

Page 48: Emeilia Dwita

30

Universitas Syiah Kuala

Uji Methyl Red dan Voges-Proskueur dilakukan dengan cara menginokulasi

bakteri ke dalam media uji tersebut dan diinkubasi pada suhu 35oC selama 18-24

jam. 40,41

4.5.7. Ekstraksi Daun Pandan Wangi dengan Metode Maserasi

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang

terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa

komponen zat ke dalam pelarut. Sebelum melakukan proses ekstraksi, sebanyak 1 Kg

daun pandan wangi yang telah terkumpul dibersihkan dari kotoran, lalu dipotong

kecil-kecil dan diangin-anginkan diudara terbuka. Daun pandan wangi yang telah

kering digiling menjadi serbuk, kemudian ditimbang sebanyak 500 gram. Serbuk

daun pandan wangi dimasukkan kedalam botol steril tertutup rapat dan ditambahkan

pelarut etanol 96% sebanyak 1,5 liter lalu direndam (maserasi) selama 24 jam.

Setelah 24 jam ekstrak pandan wangi dikeluarkan dan ditampung kemudian

dilakukan remaserasi selama 24 jam. Selanjutnya ekstrak tersebut disaring dengan

kertas saring lalu dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak

pekat dan tidak mengandung etanol. Ekstrak kemudian dimasukkan ke dalam botol

steril bertutup rapat.14,15

4.5.8. Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi

Pemeriksaan alkaloid dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml

ekstrak ditambah 5 tetes kloroform dan beberapa tetes pereaksi mayer. Tebentuknya

endapan putih menunjukkan adanya kandungan alkaloid.12,13,49

Pemeriksaan flavonoid dilakukan dengan mengambil 5 ml ekstrak daun

pandan wangi lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 mL HCL pekat. Larutan

kemudian dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna

merah, kuning atau jingga.12,13,49

Kandungan saponin diuji dengan mengambil 10 ml larutan ekstrak lalu

dikocok dengan kuat selama 10 detik untuk memperoleh busa yang matap tidak

kurang dari 10 detik setinggi 1-10 cm. Masukkan 1 tetes larutan asam klorida

kedalam larutannya. Jika buih hilang maka menunjukkan adanya saponin pada

ekstrak tersebut. 12,13,49

Page 49: Emeilia Dwita

31

Universitas Syiah Kuala

Pemeriksaan tanin dilakukan dengan mengambil 2 ml larutan ekstra lalu

tambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Ekstrak tersebut mengandung

tanin jika terjadi warna biru atau warna hijau kehitaman.12,13,49

Uji steroid dilakukan dengan menambahkan 2 ml kloloform lalu

dihomogenkan dan disaring. Kemudian ditambahkan 2 tetes H2SO4 pekat, lalu amati

perubahan warna. bila bereaksi positif akan menghasilkan larutan berwarna biru,

hijau, merah, atau jingga. Hasil negatif jika larutannya berwarna hijau bening.12,13,49

Uji fitokimia polifenol dilakukan dengan mengambil 1,0 mL larutan sampel

ditambah dengan beberapa tetes larutan feri klorida 5%, bila bereaksi positif akan

menghasilkan endapan coklat.12,13,49

4.5.9. Pembuatan Konsentrasi Bahan Uji

Ekstrak daun pandan wangi diencerkan dengan campuran akuades untuk

mendapatkan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Konsentrasi 0% (akuades

tanpa dicampur ekstrak daun pandan wangi) digunakan sebagi kontrol negatif dan

ciprofloxacin 10 µg digunakan sebagi kontrol positif.50

Pengenceran dilakukan

dengan rumus:

C1.V1=C2.V2

C1 = konsentrasi awal bahan uji

V1 = Volume awal bahan uji

C2-=konsentrasi bahan uji yang mau dibuat

V2= volume bahan uji yang ingin dibuat.

Sedangkan untuk volume bahan pengencer yang ingin ditambahkan dihitung

menggunakan rumus :

V2=V1+Vpengencer

4.5.10. Pembuatan Suspensi A. actinomycetemcomitans

Pembuatan suspensi A. actinomycetemcomitans dengan cara mengambil

sebanyak 1-2 ose koloni bakteri, dan disuspensikan dalam larutan NaCl 0,9 %

sebanyak 5 ml. Suspensi bakteri kemudian divorteks hingga homogen sampai

diperoleh kekeruhan sesuai standar Mc Farland 1 (3 x 108 CFU/ml).

15

Page 50: Emeilia Dwita

32

Universitas Syiah Kuala

4.5.11. Pengenceran Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcommitans dengan

Metode Serial Dilution

Tujuan dari pengenceran A. actinomycetemcomitans dengan metode serial

dilution yaitu memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam

cairan. Digunakan perbandingan 1:9 untuk sampel dan pengenceran pertama. Lalu

siapkan 7 tabung reaksi yang sudah diisi dengan 9 mL NaCl. Kemudian dari tabung

yang sudah diukur dengan spektofotometer diambil 1 mL suspensi A.

actinomycetemcomitans lalu dicampurkan dengan tabung pengenceran 1 (10-1

) dan

dihomogenkan. Kemudian dari tabung 1 diambil 1 mL dengan pipet eppendorf

kemudian dipindahkan ke tabung 2 (10-2

) dan dihomogenkan. Dari tabung 2 diambil

1 mL dengan pipet eppendorf kemudian dipindahkan ke tabung pengenceran 3 (10-3

)

lalu dihomogenkan. Dan seterusnya sehingga tabung terakhir dari seri pengenceran

(seri dilusi). Setelah itu ambil 0,1 ml suspensi A. actinomycetemcomitans

menggunakan pipet eppendorf dari tabung pengenceran terakhir kemudian diteteskan

pada cawan petri yang berisi media AaGM dengan metode spread plate. Lalu

diinkubasi selama 2 – 3 hari dengan suhu 37o C pada suasana anaerob. Pengamatan

dilakukan setelah 2 – 3 hari dengan melakukan penghitungan koloni A.

actinomycetemcomitans menggunakan colony counter dengan syarat jumlah koloni

yang tumbuh pada media adalah 30-300 CFU/ml.38,40

4.5.12. Uji Antibakteri (Penentuan KHM dan KBM)

Tujuh tabung reaksi disiapkan dan ditandai sesuai konsentrasi yang

digunakan. Tabung 1 diisi dengan ciprofloxacin 10 µg (kontrol positif), tabung 2

diisi akuades steril (kontrol negatif), tabung 3 diisi ekstrak pandan wangi konsentrasi

10%, tabung 4 diisi ekstrak konsentrasi 20%, tabung 5 diisi ekstrak konsentrasi 30%,

tabung 6 diisi ekstrak konsentrasi 40% dan tabung 7 diisi ekstrak konsentrasi 50%.

Kemudian setiap tabung diisi 0,1 mL suspensi A. actinomycetemcomitans yang sudah

dilakukan pengenceran dengan metode serial dilution menggunakan pipet eppendorf

dan dimasukkan ke dalam masing-masing tabung lalu dihomogenkan menggunakan

vortex.38

Selanjutnya dari masing-masing tabung diambil 0,1 ml suspensi A.

actinomycetemcomitans menggunakan pipet Eppendorf dan diteteskan pada cawan

Page 51: Emeilia Dwita

33

Universitas Syiah Kuala

petri untuk diinokulasi pada media MHA dengan metode spread plate. Cawan petri

diberi label sesuai dengan label pada tabung dan diteteskan ke cawan petri untuk

ditanam di media MHA dengan metode spread plate menggunaan batang L. Lalu

diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37oC dengan suasana anaerob.

Pengamatan efek antibateri dilakukan setelah 24 jam dengan cara menghitung koloni

A. actinomycetemcomitans yang tumbuh pada media dengan colony counter. 38

4.6. Analisis Data

Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan metode Anova satu arah

untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh atau tidak pada tiap kategori perlakuan.

Jika terdapat pengaruh maka dilanjutkan dengan uji lanjut Least Significant

Difference (LSD) untuk mengetahui kelompok yang memiliki perbedaan yang

bermakna.51-53

Page 52: Emeilia Dwita

34

Universitas Syiah Kuala

4.7 Alur Penelitian

Gambar 4.1 Alur Penelitian

Surat izin penelitian dari Komisi Etik

Fakultas Kedokteran Unsyiah

Pengambilan sampel Aa dari cairan sulkus

gingiva menggunakan paper point

dimasukkan ke dalam media BPW

Kultur dan isolasi Aa pada media AaGM

dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu

37oC dalam suasana anaerob

Identifikasi Aa dengan pengamatan

morfologi dan koloni, pewarnaan Gram, uji

gula-gula, uji TSIA, uji katalase, uji indol,

dan uji MRVP

Pembuatan suspensi Aa dalam NaCl dan

penentuan kekeruhan suspensi Aa

disetarakan dengan kekeruhan larutan

standar Mc Farland 1

Pengenceran A. actinomycetemcomitans

dengan metode serial dilution

Ekstrak pandan wangi

dengan etanol 96% dan

metode maserasi

Uji fitokimia

Pembuatan konsentrasi 10%, 20%,

30%, 40%, 50%

Uji antibakteri Ekstrak etanol 96% Pandan wangi

terhadap pertumbuhan A. actinomicetemcomitans

Kelompok kontrol positif:

0,1 ml suspensi A.

actinomicetemcomitans+

ciprofloxacin 1 ml

(10µg/ml),

Kelompok perlakuan:0,1 ml

suspensi A. actinomicetemcomitans

+1 ml ekstrak pandan dengan

konsentrasi

10%,20%,30%,40%,50%

Kelompok kontrol

negatif: 0,1 ml suspensi

A.

actinomicetemcomitans

+ akuades 1 ml

Inokulasi pada media MHA dengan metode spread plate dan

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC dalam suasana

anaerob

Penentuan nilai KHM dan KBM dengan

menghitung jumlah koloni

Analisis Data

Page 53: Emeilia Dwita

35 Universitas Syiah Kuala

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Isolasi dan Identifikasi Aggregatibacter actinomycetemcomitans

5.1.1. Morfologi Koloni

Hasil Kultur bakteri A. actinomycetemcomitans yang diisolasi dari pasien

periodontitis agresif pada media AaGM agar, menunjukkan morfologi koloni

berbentuk bulat cembung, permukaan kasar, dan berwarna krem, (Gambar 5.1.).

Koloni A. actinomycetemcomitans juga memperlihatkan gambaran stuktur internal

yang berbentuk bintang (Gambar 5.2.).

Gambar 5.1 Hasil Kultur Bakteri A. actinomycetemcomitans pada Media AaGM

Gambar 5.2. Gambaran Struktur Internal Koloni A. actinomycetemcomitans

Hasil kultur bakteri A. actinomycetemcomitans pada media AaGM broth

memperlihatkan koloni bakteri yang melekat pada dinding tabung (Lampiran 11).

Page 54: Emeilia Dwita

36

Universitas Syiah Kuala

5.1.2. Pewarnaan Gram

Hasil pewarnaan Gram setelah ditetesi dengan minyak emersi yang dilihat

mengunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 10x100, menunjukkan

morfologi A. actinomycetemcomitans berbentuk kokobasilus dengan warna merah

muda (Gambar 5.3.).

Gambar 5.3. Hasil Pewarnaan Gram

5.2. Hasil Uji Biokimia

Hasil uji motilitas A. actinomycetemcomitans menunjukkan bakteri A.

actinomycetemcomitans tidak bermigrasi dari garis inokulasi yang ditunjukkan oleh

tanda panah (Gambar 5.4.a.). Hasil uji biokimia pada media gula-gula berupa

glukosa, manitol, dan sukrosa menunjukkan adanya perubahan warna dari ungu

menjadi kuning, sementara tidak terjadi perubahan warna pada uji laktosa (Gambar

5.4.b). Hasil uji TSIA memperlihatkan timbulnya warna kuning pada butt (dasar)

dan tidak terjadi perubahan warna pada slant (permukaan miring) (Gambar 5.4.c).

Gambar 5.4. Hasil Uji Motilitas (a), Uji Gula-gula (b), dan Uji TSIA (c)

a

.

b

. c

Page 55: Emeilia Dwita

37

Universitas Syiah Kuala

Uji katalase menunjukkan hasil positif ditandai dengan terbentuknya

gelembung gas pada media uji yang ditunjukkan oleh tanda panah (Gambar 5.5).

Gambar 5.5. Hasil Uji Katalase

Hasil uji poduksi indol menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak

berubahnya warna media uji menjadi merah muda (Gambar 5.6.a.). Hasil uji Methyl

Red (MR) A. actinomycetemcomitans adalah positif, ditandai dengan berubahnya

warna media uji menjadi merah. Uji Voges-Proskueur (VP) menunjukkan hasil

negatif, karena tidak terjadi perubahan warna pada media uji (Gambar 5.6.b).

Gambar 5.6. Hasil Uji (a) Indol dan (b) MRVP

Page 56: Emeilia Dwita

38

Universitas Syiah Kuala

5.3. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

Roxb.)

Hasil uji fitokimia ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius

Roxb.) menunjukkan ekstrak memiliki kandungan alkaloid, flavonoid, tanin, steroid,

triterpenoid dan polifenol. Adanya kandungan senyawa yang bersifat antibakteri

tersebut ditandai dengan perubahan warna yang terjadi pada bahan uji yang dapat

dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi

No Uji Perubahan Reaksi Hasil

1.

Alkaloid

a. Pereaksi Mayer Terbentuk endapan +

b. Pereaksi

Dragendorf

Terbentuk endapan +

c. Pereaksi Hager Tidak terbentuk endapan -

2. Saponin Tidak berbuih -

3. Tanin Biru kehitaman +

4. Polifenol Biru kehitaman +

5. Flavonoid Merah keunguan +

6. Kuinon Warna merah -

7. Steroid Hijau kebiruan pekat +

8. Triterpenoid Merah keunguan +

5.4. Jumlah Koloni Aggragatibacter actinomycetemcomitans Hasil Pengenceran

bertingkat

Pengenceran bertingkat dilakukan setelah pembuatan suspensi bakteri A.

actinomycetemcomitans yang kekeruhannya disetarakan dengan Mc Farland (3x108

CFU/ml). Hasil pengenceran bertingkat dari tabung 1-7 dikultur pada media MHA

(Lampiran 13). Jumlah koloni hasil Pengenceran bertingkat dapat dilihat pada Tabel

5.2.

Page 57: Emeilia Dwita

39

Universitas Syiah Kuala

Tabel 5.2 Jumlah Koloni A. actinomycetemcomitans Hasil Pengenceran Bertingkat

Tingkat Pengencetan Rata-rata Pertumbuhan Koloni

Koloni/cawan

10-1

TBUD

10-2

TBUD

10-3

TBUD

10-4

TBUD

10-5

253

10-6

40

10-7

9 Keterangan : TBUD = Terlalu Banyak Untuk Dihitung

Berdasarkan data di atas, tingkat pengenceran ke 5 (10-5

) dan ke 6 (10-6)

memiliki jumlah koloni 253 dan 40. Kedua tingkat pengenceran tersebut layak

dipilih untuk pengujian sampel karena memenuhi syarat koloni 30-300 CFU/cawan,

dan data yang dilaporkan adalah hasil rata-ratanya.

5.5. Hasil Uji Aktifitas Antibakteri Daun Pandan Wangi dengan Metode

Dilusi

Hasil uji aktifitas antibakteri daun pandan wangi terhadap pertumbuhan A.

actinomycetemcomitans dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dapat dilihat pada

Tabel 5.3 dan Gambar 5.8. Jumlah rata-rata koloni A. actinomycetemcomitans setelah

dilakukan pengujian menunjukkan pertumbuhan koloni yang paling banyak pada

konsentrasi 10% (245x106CFU/ml) dan paling sedikit adalah pada konsentrasi 50%

(62x106CFU/ml). Jumlah rata-rata koloni bakteri juga telihat menurun pada setiap

kenaikan konsentrasi.

Tabel 5.3. Jumlah Koloni A. actinomycetemcomitans Setelah Diuji dengan Ekstrak Daun Pandan

Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

Konsentrasi Bahan

Uji

Jumlah Koloni A.

actinomycetemcomitans Setelah

Diuji dengan Ekstrak Daun

Pandan Wangi (Per Pengulangan )

Rata-rata

Jumlah Koloni

(CFU/ml)

1 2 3

10% 293x106 257 x10

6 185 x10

6 245 x10

6

20% 233x106 254 x10

6 171 x10

6 219 x10

6

30% 183x106 175 x10

6 126 x10

6 161 x10

6

40% 77x106 130 x10

6 105 x10

6 104 x10

6

50% 20x106 73 x10

6 94 x10

6 62 x10

6

Akuades 304x106 279 x10

6 216 x10

6 266 x10

6

Ciprofloxacin 1µg/ml 17 x106 10 x10

6 20 x10

6 15,7 x10

6

Page 58: Emeilia Dwita

40

Universitas Syiah Kuala

Gambar 5.7. Grafik Jumlah Koloni Bakteri per ml (106) dengan Perlakuan Konsentrasi

Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

Hasil uji normalitas menunjukkan distribusi dan homegenitas varian data

penelitian adalah normal dengan nilai p>0,05. Hasil uji ANOVA menunjukkan nilai

p<0,05, membuktikan terdapatnya pengaruh dari kelompok uji terhadap

pertumbuhan A. actinomycetemcomitans. Hasil uji lanjut Least Significant Difference

(LSD) 30%, 40%, dan 50% dengan kontrol negatif menunjukkan nilai p<0,05,

sehingga dapat disimpulkan adanya perbedaan yang bermakna dari konsentrasi

ekstrak tersebut dengan kontrol negatif (akuades). Hasil uji lanjut LSD ditunjukkan

pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Tabel Uji Least Significant Difference (LSD)

Kelompok

Perlakuan

10% 20% 30% 40% 50% Akuades Cipro

10% - 0,421 0,017* 0,000* 0,000* 0,502 0,000*

20% 0,421 - 0,082 0,002* 0,002* 0,152 0,000*

30% 0,017* 0,082 - 0,085 0,006* 0,006* 0,000*

40% 0,000* 0,002* 0,085 - 0,200 0,000* 0,013*

50% 0,000* 0,000* 0,006* 0,200* - 0,000* 0,154

Akuades 0,502 0,152 0,004* 0,000* 0,000* - 0,000*

Cipro 0,000* 0,000* 0,000* 0,013* 0,154 0,000* -

* = p<0,05, terdapat perbedaan bermakna

0

50

100

150

200

250

300

350

10% 20% 30% 40% 50% akuades cipro

Pengulangan 1

Pengulangan 2

Pengulangan 3

Page 59: Emeilia Dwita

41 Universitas Syiah Kuala

BAB 6

PEMBAHASAN

Aggregatibacter actinomycetemcomitans merupakan bakteri yang memiliki 6

tipe serotip (a-f). Jenis serotip yang paling banyak diisolasi dari lesi periodontitis

agresif adalah serotip b, terutama pada periodontitis agresif lokalisata.1,2,54,55

Menurut

Paju (2000) A actinomycetemcomitans yang diisolasi langsung dari pasien

periodontitis agresif 62 % berserotip b.55

Serotip tersebut juga lebih sering

ditemukan pada periodontitis agresif dibanding periodontitis kronis.1,2

Johansson

(2011) menyebutkan aktifitas leukotoksin serotip b lebih tinggi dibanding serotip

lainnya.4 Penelitian ini menggunakan bakteri A. actinomycetemcomitans yang

diisolasi langsung dari pasien periodontitis agresif lokalisata, namun tidak dilakukan

identifikasi serotip terhadap bakteri tersebut.

Pada penelitian ini A. actinomycetemcomitans yang telah diisolasi

dimasukkan ke dalam Buffered Pepton Water (BPW). Buffer Peptone Water (BPW)

merupakan media enrichment yang mengandung komponen dasar yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan bakteri dan ditambah dengan komponen kompleks, seperti darah,

kuning telur, dan serum.

Senyawa penyusun BPW dapat mempertahankan

keseimbangan osmotik cairan dan memiliki kapasitas buffer yang berguna bagi

bakteri yang sensitif terhadap perubahan tekanan dan pH.38,48

Sampel yang telah diisolasi kemudian dikultur pada media selektif bakteri A.

actinomycetemcomitans yaitu Aggregatibacter actinomycetemcomitans Growth

Medium (AaGM). Media selektif merupakan media yang selain mengandung nutrisi

untuk pertumbuhan bakteri juga ditambahkan zat tertentu pada media tersebut,

sehingga dapat menekan pertumbuhan bakteri lain, dan merangsang pertumbuhan

bakteri yang diinginkan. Media AaGM diketahui dapat merangsang pertumbuhan

bakteri genus Aggregatibacter.50

Tahap identifikasi bakteri pada penelitian ini dilakukan berdasarkan

karakteristik fisik dan biokimia bakteri.43-45

Langkah pertama dari proses identifikasi

adalah pemeriksaan karakteristik morfologi A. actinomycetemcomitans yang tumbuh

pada media AaGM. Morfologi koloni bakteri yang dikultur pada media AaGM

berbentuk bulat cembung, permukaan kasar, dan berwarna krem, serta terdapatnya

gambaran struktur internal berbentuk bintang, namun pada penelitian ini tidak

Page 60: Emeilia Dwita

42

Universitas Syiah Kuala

terlihat jelas karena tidak dilihat menggunaan mikroskop elektron. Identifikasi

dilanjutkan dengan pengamatan koloni A. actinomycetemcomitans pada media

AaGM broth. Koloni bakteri pada media AaGM broth memperlihatkan koloni yang

melekat pada dinding dan dasar tabung. Karakteristik pertumbuhan koloni pada

media AaGM agar dan AaGM broth tersebut sesuai dengan ciri khas bakteri A.

actinomycetemcomitans isolat klinis yang dilaporkan oleh Mythireyi dan

Krishnababa (2012).2

Hasil pewarnaan Gram yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan

bentuk koloni bakteri kokobasilus dan berwarna merah muda sehingga dapat

disimpulkan A. actinomycetemcomitans merupakan bakteri Gram negatif yang

berbentuk kokobasilus. Bakteri Gram negatif memiki kandungan lipid yang lebih

banyak pada dinding selnya, sementara bakteri Gram positif memiliki dinding sel

dengan lapisan peptidoglikan yang lebih tebal . Akibat perbedaan tersebut, bakteri

yang ditetesi kristal violet dan iodin memiliki ketahanan yang berbeda. Bakteri Gram

positif cenderung dapat mempertahankan kompleks kristal violet dan iodin setelah

ditetesi etanol 96%, akibat kandungan peptidoglikan yang lebih tebal pada dinding

selnya. Kompleks kristal violet dan iodin juga dapat meningkatkan afinitas

pengikatan suatu zat warna oleh bakteri, sehingga pada saat ditetesi dengan safranin,

bakteri Gram positif tetap memperlihatkan tampilan berwarna ungu. Bakteri Gram

negatif tidak dapat mempertahankan kompleks tersebut karena dinding selnya

mengandung lipid yang lebih banyak. Senyawa lipid akan larut setelah ditetesi

etanol, sehingga dapat menyebabkan permukaan dinding sel bakteri akan membentuk

pori. Terbentuknya pori tersebut mengakibatkan tidak dapat ditahannya komplek

kristal violet dari permukaan dinding sel bakteri setelah ditetesi etanol, sehingga

bakteri Gram negatif dapat menyerap warna safranin, dan tampilan koloni bakteri

Gram negatif akan terlihat berwarna merah muda.40,41

Uji katalase yang dilakukan, menunjukkan bakteri A. actinomycetemcomitans

bersifat katalase positif. Katalase merupakan enzim yang dapat memecah hidrogen

peroksida (H2O2) menjadi H2O dan O2. Hidrogen peroksida merupakan bioproduk

dari respirasi dan bersifat letal jika terakumulasi pada sel. Bakteri yang

membutuhkan O2 atau dapat hidup dengan adanya O2 harus memiliki mekanisme

Page 61: Emeilia Dwita

43

Universitas Syiah Kuala

untuk menetralkan hidrogen peroksida tersebut, yaitu dengan cara memproduksi

enzim katalase.1,2,40

Uji motilitas dilakukan untuk mengetahui suatu bakteri bersifat motil (dapat

bergerak) atau tidak. Uji yang dilakukan menunjukkan tidak ada pergerakan bakteri

A. actinomycetemcomitans dari garis inokulasi, hal ini sesuai dengan sifat bakteri A.

actinomycetemcomitans yang bersifat non-motil karena tidak memiliki alat gerak

(flagel).

Flagel dapat membantu bakteri bergerak pada media liKuid maupun

permukaan media padat ke area yang lebih menguntungkan bagi bakteri.1,2,40

Uji gula-gula dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan bakteri

dalam memfermentasi karbohidrat. Reaksi fermentasi dapat dideteksi melalui

perubahan warna pada indikator pH media uji seiring dengan terbentuknya asam.

Bioproduk lain yang dapat terbentuk adalah gas yang dapat berupa gas hidrogen

maupun karbondioksida. Karbohidrat yang difermentasi dapat berupa monosakarida

(glukosa), disakarida (laktosa), maupun polisakarida (kanji). Secara umum bakteri

dapat mengeluarkan enzim yang dibutuhkan untuk memfermentasi glukosa, namun

hanya beberapa bakteri yang dapat memfermentasi disakarida maupun polisakarida.

Hal ini disebabkan proses fermentasi karbohidrat tersebut membutuhkan enzim

tertentu. 1,2,40

Perubahan warna media uji menjadi kuning pada uji glukosa menunjukkan

kemampuan A. actinomycetemcomitans dalam memfermentasi glukosa. Perubahan

warna media menjadi kuning pada uji sukrosa menunjukkan A.

actinomycetemcomitans mengandung enzim sukrase yang dapat memecah sukrosa

menjadi glukosa dan fruktosa. Tidak terjadinya perubahan warna pada uji laktosa

menunjukkan bakteri A. actinomycetemcomitans tidak memiliki enzim laktase (beta-

galaktosidase) untuk memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. 1,2,40

Uji TSIA yang dilakukan juga dapat digunakan untuk menentukan

kemampuan bakteri dalam memfermentasi glukosa dan laktosa. Identifikasi uji ini

didasarkan pada perubahan warna pada regio slant dan butt. Perubahan warna pada

daerah butt menandakan adanya fermentasi glukosa, sehingga menyebabkan

turunnya pH media tersebut dan indikator fenol red akan berubah menjadi kuning.

Jika organisme organisme yang diuji dapat memfermentai laktosa, maka seluruh

Page 62: Emeilia Dwita

44

Universitas Syiah Kuala

media akan berubah menjadi kuning. Perbedaan kemampuan fermentasi ini dapat

digunakan untuk membedakan spesies bakteri.1,2,40

Uji indol dilakukan untuk menentukan ada tidaknya enzim tryptophanase

pada bakteri uji. Enzim ini bekerja memecah asam amino tritopan menjadi

komponen indol. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapatnya penumpukan

senyawa amino yang tidak larut dalam air dan membentuk warna merah pada

permukaan medium. Hal ini menunjukkan A. actinomycetemcomitans tidak memiliki

enzim tryptophanase yang dapat memecah asam amino tersebut, dan bersifat bersifat

indol negatif, sehingga tidak terjadi penumpukan senyawa amino pada media uji.34,40

Uji Methyl-Red (MR) dilakukan untuk identifikasi bakteri berdasarkan pola

metabolisme glukosa. Umumnya bakteri memproduksi asam pirufik dari

metabolisme glukosa, namun beberapa bakteri dapat melakukan fermentasi

campuran untuk memetabolisme asam pirufik tersebut menjadi asam organik yang

lebih sederhana. Indikator MR akan mendeteksi besar konsentrasi asam yang

dihasilkan. Uji yang dilakukan menunjukkan A. actinomycetemcomitans terlihat

bersifat metil positif, ditandai dengan perubahan warna media menjadi merah. Hal ini

menunjukan A. actinomycetemcomitans memiliki kemampuan melakukan fermentasi

campuran.34,40

Uji Voges-Proskueur digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan

mikroorganisme melakukan fermentasi dengan hasil akhir 2,3 butanadiol. Bila

bakteri memfermentasikan karbohidrat menjadi 2,3 butanadiol sebagai produk

utama, akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media sehingga warna media

berubah menjadi merah muda. Aggregatibacter actinomycetemcomitans terlihat tidak

mampu memfermantasi karbohidrat menjadi 2,3 butanadiol sehingga tidak terjadi

perubahan warna pada media uji akibat penumpukan 2,3 butanadiol.34,40

Penelitian ini menggunakan teknik maserasi untuk proses ekstraksi

komponen zat aktif. Metode ini dipilih karena relatif sederhana dan mudah, dan tidak

memerlukan proses pemanasan yang dapat merusak komponen aktif dari

simplisia.33,36,37

Proses maserasi dilakukan menggunakan pelarut etanol. Pelarut

etanol digunakan karena memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan aktif yang

bersifat polar, semi polar, ataupun nonpolar. Selain itu, pelarut etanol diketahui tidak

bersifat toksik. Berbagai peneliti menyebutkan kelebihan pelarut etanol untuk

Page 63: Emeilia Dwita

45

Universitas Syiah Kuala

mengekstraksi senyawa aktif tumbuhan, baik yang bersifat antioksidan maupun yang

bersifat sebagai antibakteri.33,57-59

Setelah proses maserasi, dilakukan uji fitokimia

untuk mengetahui zat aktif yang terkandung pada daun pandan wangi.49

Senyawa aktif yang bersifat antibakteri pada daun pandan wangi setelah

dilakukan maserasi dan uji fitokimia adalah alkaloid, tanin, polifenol, steroid, dan

flavonoid. Alkaloid dikaitkan dengan kemampuannya dalam menghambatan

replikasi DNA dengan cara dengan menghambat aktivasi enzim yang berperan pada

proses pengarahan nukleotida pada pita DNA. Adanya gangguan replikasi DNA juga

dapat menyebabkan gangguan pembelahan sel.14,15,32

Senyawa tanin diketahui mampu menghambat enzim DNA-topoisomerase

yang mengakibatkan terhambatnya proses replikasi bakteri. Tanin juga mempunyai

mekanisme mempresipitasi protein bakteri sehingga terjadi inaktivasi enzim yang

diproduksi bakteri dan menginaktivasi protein transpor pada dinding sel bakteri,

sehingga akan merusak dinding sel bakteri.14,15,35,56

Polifenol mempunyai aktivitas

denaturasi protein dengan cara berikatan dengan protein melalui ikatan hidrogen

sehingga struktur protein sel bakteri menjadi rusak. Hal tersebut akan mengganggu

fungsi fisiologis bakteri yang lambat laun akan menyebabkan kematian sel

bakteri.14,15,35

Flavonoid mempunyai mekanisme membentuk kompleks dengan protein

ekstraselular dan dinding sel bakteri, menyebabkan berhentinya aktifitas

metabolisme bakteri, dan kematian sel.14,32,33,35

Triterpenoid merupakan senyawa

yang dapat memberikan bau atau aroma khas pada tanaman. Walaupun mekanisme

kerja triterpenoid sebagai bahan antibakteri belum diketahui dengan baik, akan tetapi

senyawa tersebut diduga terlibat dalam perusakan membran sel oleh senyawa

lipofilik, sedangkan steroid diketahui bersifat toksik terhadap mikroorganisme.14,32

Hasil uji aktivitas antibakteri daun pandan wangi menunjukkan pengaruh

yang signifikan terhadap pertumbuhan A. actinomycetemcomitans. Hal ini terlihat

dengan adanya penurunan jumlah koloni bakteri pada konsentrasi ekstrak yang

diberikan. Konsentrasi Hambat Minimum pada penelitian ini adalah konsentrasi

10%. Secara statistik, pertumbuhan koloni pada konsentrasi 10% tidak berbeda

bermakna dengan kontrol negatif (akuades). Hal ini disebabkan jumlah jumlah rerata

koloni yang tumbuh antar kelompok tersebut hampir sama. Perbedaan jumlah koloni

Page 64: Emeilia Dwita

46

Universitas Syiah Kuala

yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol negatif (akuades)

terlihat pada konsentrasi 30%, 40%, dan 50%. Konsentrasi Bunuh Minimum pada

penelitian ini tidak dapat diamati. Hal ini diduga karena konsentrasi yang digunakan

hanya sampai pada konsentrasi 50%. Konsentrasi ekstrak 10%, 20%, 30%, dan 50%

yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan 2 penelitian yang dilakukan dalam

menguji aktifitas antibakteri daun pandan wangi terhadap bakteri Pseudomonas

aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Penelitian pertama yang dilakukan oleh

Chandra dkk. (2010) konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk menguji bakteri

Pseudomonas aeruginosa adalah 0%, 10%, 12%, 14%, 16%, dan 18%. Pada

penelitian tersebut KHM terlihat pada konsentrasi 16%, sedangkan KBM terlihat

pada konsentrasi 18%.14

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Oliver dkk. (2010)

menunjukkan daya hambat bakteri Staphylococcus aureus terlihat pada konsentrasi

40%.13

Perbedaan konsentrasi daya hambat antara 2 penelitian tersebut, sehingga

penelitian ini menggunakan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% ekstrak

daun pandan wangi sebagai konsentrasi bahan uji.

Kemampuan daun pandan wangi dalam menghambat pertumbuhan bakteri A.

actinomycetemcomitans juga dipengaruhi oleh dinding sel bakteri A.

actinomycetemcomitans.47

Bakteri Gram negatif, selnya dikelilingi oleh membran

tambahan (outer membrane), sehingga permukaan bakteri menjadi hidrofilik. Hal ini

dapat berfungsi sebagai permeability barrier untuk agen eksternal lainnya. Efek ini

juga dapat disebabkan oleh adanya molekul LPS pada outer membrane tersebut,

sehingga bakteri Gram negatif akan resisten terhadap antibiotik yang bersifat

hidrofobik. Peneliti juga menyebutkan Outer Membrane Vesicle (OMV) yang

terdapat pada bakteri A. actinomycetemcomitans memperlihatkan kemampuan untuk

membawa berbagai protein, termasuk CDT kedalam sel host. Cytolethal Distension

Toxin (CDT) yang dihubungkan dengan OMV juga terlihat pada isolat A.

actinomycetemcomitans serotip b dan c. Peneliti lainnya juga menyebutkna OMV

tidak hanya berperan dalam mengeluarkan CDT, namun juga faktor virulensi lain

dari bakteri.60

Pola resistensi bakteri Gram negatif juga diketahui dapat terjadi akibat

penutupan celah / pori (loss of porion) pada dinding sel bakteri, sehingga

menurunkan jumlah agen antimikroba yang melintasi membran sel. Bakteri Gram

Page 65: Emeilia Dwita

47

Universitas Syiah Kuala

negatif juga memperlihatkan peningkatan aktivitas pompa keluar (efflux pumps),

sehingga agen antimikroba tidak dapat berinteraksi dengan tempat target.60-62

Page 66: Emeilia Dwita

48 Universitas Syiah Kuala

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa ekstrak daun pandan

wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan

Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Konsentrasi Hambat Minimum ekstrak

daun pandan wangi adalah pada konsentrasi 10%. Tidak terdapat Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM) ekstrak daun pandan wangi terhadap pertumbuhan

Aggregatibacter actinomycetemcomitans sampai dengan konsentrasi ekstrak 50%.

7.2 Saran

Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui Konsentrasi Bunuh

Minimum (KBM) ekstrak daun pandan wangi dengan menaikkan nilai konsentrasi

ekstrak.

Page 67: Emeilia Dwita

49 Universitas Syiah Kuala

DAFTAR PUSTAKA

1. Henderson B, Ward JM, Ready D. Aggregatibacter (Actinobacillus)

actinomycetemcomitans: a triple A* periodontophatogen?.

PERIODONTOLOGY 2010;54:78-105

2. Mythireyi D, Krishnababa MG. Aggregatibacter actinomycetemcomitans, an

aggressive oral bacteria: A review. IJHSR 2012;2(5):105-17

3. Fine DH, Markuwitz K, Furgang D, Fairlie K, ferrandiz J, Cabile nasri, et.al.

Aggregatibacter actinomycetemcomitans and its relationship to initiation of

localized aggressive periodontitis:longitudinal cohort study of initially

healthy adolescent. J. Clin. Microbiol 2007;45(12):3859-3869

4. Johanssson A. Aggregatibacter actinomycetemcomitans leukotoxin: a

powerful tool with capacity to cause imbalance in host inflammatory

response. Toxin 2011;3:242-259

5. Matangkasombut O, Wattanawaraporn R, Tsuruda K, Ohara M, Sugai M,

Mongkolsuk S. Cytolethal distending toxin from Aggregatibacter

actinomycetemcomitans induce DNA damage, S/G2 cell arrest, and caspase-

independent death in a Saccharomyces cerevisiae model. ASM

2009;78(2):783-92

6. Henderson B, Wilson M, Sharp L, Ward JM. Actinobacillus

actinomicetemcomitans. J.Med.Microbiol 2002;51:1013-20

7. Roshna T, Nandakumar K. generalized aggressive periodontitis and its

treatment options: case report and review of literature. Case report in

medicine 2012.1-17

8. Mi Hwa Jung, Jin Woo Park, Jo Young, Jae Mok Lee. Clinical case report on

treatment of generalized aggressive periodontitis. J Periodontal Implant Scl

2010:40:249-53

9. Krismariono A. immunoglobulin-G level on aggressive periodontitis patients

treated with clindamycin. Dental Journal 2009;22(3):118-22

10. Barak OO, Stuart G, Dashper, Deanne V, Catmull, AdamsGG, et.al.

Antibiotic suspectibility of Aggregatibacter actinomycetemcomitans JP2 in a

biofilm. Journal of Microbiology 2013;5:1-8

11. Ardila CM, Lopez MA, Guzman IC. High resistance against clindamycin,

metronidazole, and amoxicillin in Porphyromonas gingivalis and

Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Med Oral Patol Oral Cir Bucal

2010;1(15):947-51

Page 68: Emeilia Dwita

50

Universitas Syiah Kuala

12. Kumar D, Kumar S, Kumar S, singh J, Sharma C, Aneja KR. Antimicrobial

and preliminary phytochemical screening of crude leaf extrac of Pandanus

odoratissimus L. Pharmacologyonline 2010;2:600-10

13. Oliver SR, Alaras LB, Sarah, Depadua AA, Pulmones CJ. In vitro activity of

pandan (Pandanus amaryllifolius ) leaves crude extract against selected

bacterial isolates. JPAIR 2010;4:102-23

14. Noorhamdi, Nurdiana, Aditiarso C. Ekstrak etanol daun pandan wangi

(Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai antibakteri terhadap Pseudomonas

aeruginosa secara in vitro. Mikrobiologi FK UNBRAW 2010:1-9

15. Winarsih S, Andini KR, Primivanny K. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol

Daun Pandan Wangi ( Pandanus Amaryllifolius Roxb.) Terhadap

Streptococcus mutans Strain 2302-UNR Secara In Vitro. Universitas

Brawijaya 2011:1-7

16. Lauritsen NN, Killan M. Reclassification of Actinobacillus

actinomycetemcomitans, Haemophilus aphrophilus, haemophilus

paraphrophilus and Haemophilus segnis as Aggregatibacter

actinomycetemcomitans gen. nov., comb. Nov., Aggregatibacter aphrophilus

comb. Nov., and emended description of Aggregatibacter

actinomycetemcomitans to include V factor-dependent and V-factor

independent isolates. International Journal of Systematic and Evalutionary

Microbiology 2006;56:2135-2146

17. Umeda JE, Longo L, Simiaonato MRL, Mayer MPA. Different transcription

of virulence genes in Aggregatibacter actinomycetemcomitans serotype.

Journal of Microbiology 2013;5:1-8

18. Fine DH, Furgang D, Schreiner HC, Goncharoff P, Charlesworth J, Ghzwan

G, et.al. Phenotypic variation in Actinobacillus actinmycetemcomitans during

laboratory growth: implication for virulence. Microbiology 1999;145:1335-47

19. Kler S, Malik R. An update on the virulence factor of Actinobacillus

actinomycetemcomitans: a systematic review. A Journal of Dentistry

2010;1(1):1-10

20. Wahasugui TC, Nakano V, Piazza RM, Campos MJ. Phenotypic and

genotypic features of Aggregatibacter actinomycetemcomitans isolated from

patients with periodontal disease. J.Diamicrobio 2012;75:366-372

21. Khattab NM. Exploring periodontitis among pediatric dental patients in

MINA, Egypt. Cairo Dental Journal 2009;25(2):295-304

22. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Clinical

Periodontology. 10th

ed. USA: Elsevier, 2006: 105;160;506

Page 69: Emeilia Dwita

51

Universitas Syiah Kuala

23. Bascones MA, FFiguero RE. periodontal disease as bacteria infection.

AVANCES 2005;17(3):111-8

24. Wahyukundari MA. Perbedaan kadar matrix metalloproteinase-8 setelah

scalling dan pemberian tetrasiklin pada penderita periodontitis kronis. Jurnal

PDGI 2009;58(1):1-6

25. Ababneh KT, Abu AM, Khader YS. Prevalence and risk indicators of

gingivitis and periodontitis in a multi-centre study in North Jordan: a cross

sectional study. BMC Oral Health 2012;12(1):1-8

26. Rahayu M, Sunarti S, Keim AP. Kajian etnobotani pandan samak (Pandanus

odoratissimus L.f.):pemanfaatan dan peranannya dalam usaha menunjang

penghasilan keluarga di ujung kulon, Banten. BIODIVERSITA 2008;9(4):310-

4

27. Rahayu SE, Handayani S. Keanekaragaman morfologi dan anatomi Pandanus

(pandanacea) di Jawa Barat. VIS VITALIS 2008;1(2):1-8

28. Sukandar D, Hermanto S, Lestari E. uji toksisitas ekstrak daun pandan wangi

(Pandanus amaryllifolius Roxb.) dengan metode Brine Shrimp Lethality test

(BSLT). Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. 1-4. 2007

29. Fazruaini SN. Extraction and characterization of Malaysia pandan leaves by

soxhlet method. Pahang: Universiti Malaysia Pahang, 2011.1,7,8. Thesis

30. Murhadi, Suharyona AS, Susilawati. Aktivitas Antibakteri ekstrak daun

salam (Syzygium polyanta) dan daun pandan (Pandanus amaryllifolius

Roxb.). Jurnal.teknol.dan Industri pangan 2007;18(1)1-4

31. Hueh Zan Chong, Swee Keong Yeap, Rahmat A, Akim AM, Alitheen NB,

Othman F, et.al. In Vitro evaluation of Pandanus amaryllifolius ethanol

extract for induction of cell deat on non-hormone dependent human breast

adenocarcinoma MDA-MB-231 cell apoptosis. BioMed central 2012;2:1-8

32. Siregar AF, Sabdono A, Pringgenies D. potensi Antibakteri Ekstrak Rumput

Laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus epidermidis, dan, Micrococcus luteus. Journal of Marine

Research 2012;1(2):152-160

33. Dent M, Uzelac VD, Penic M, Brncic M. The effect of extraction solvent,

temperature, and time on the compotition and mass fraction of polyphenol in

dalmation wild sage (Salvia officinalis L.) extract. Biotechnol 2013;51(1)84-

91

Page 70: Emeilia Dwita

52

Universitas Syiah Kuala

34. Prihantoro T, Indra R, Sumarno. Efek antibakteri ekstrak kulit buah delima

(Punica granatum) terhadap Shigella dysentriae secara in vitro. Jurnal

Kedokteran Brawijaya 2006;22(2)102-6

35. Mirkarimi M, Marashi-Amin SM, Bargrizan M, Abtahi A, Fooladi AAI. The

antimicrobial activity of grape seed extract against two important oral

pathogens. Zahedan J Res med Sci 2013;15(1)43-6

36. Anonymous. Metode Ekstraksi. ffarmasi.unand, Available at

ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/Metoda_ekstraksi.pdf. Accesed on September

2013

37. Rakesh DD, Longo G, Khanuja SPS, Handa SS. Ekstraction Technologies for

medicinal and Aromatic Plants. International Centre For Science And High

Technology, Trieste 2008. P:22;23

38. Tim Mikrobiologi. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar. Purwokerto:

Fakultas Biologi. Unsoed 2008

39. Kismiyati, Subekti S, Yusuf, WR, Kusdarwati R. Isolasi dan identifikasi

bakteri Gram negatif pada luka ikan maskoki (Carassius auratus) akibat

infeksi ektoparasit Argulus sp. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan

2009;1(2):1-6

40. Paul G Engelkirk, janet duben-engelkirk. Laboratory diagnosis of infectious

disease. LWW Balrimore.2008:126-132

41. Robert W. Bauman. Microbiology with disease by taxonomy. 3rd

ed. Pearson

San Francisco 2011:97-105

42. Haryani Y, Chainulfiah, dan Rustiana. Fermentasi karbohidrat oleh iolat

Salmonela spp. dari jajanan pinggir jalan. J.ind.Che.Acta 2012;3(1):1-2

43. Anonymous. Scanning Electron Microscope. Available at

http://www.csir.co.za/nano/Scanning_Electron_Microscope.html. Accesed

on September 2013

44. Anonymous. Transmission Electron Microscope

http://www.phy.cuhk.edu.hk/centrallaboratory/TecnaiF20/TecnaiF20.html.

Accesed on September 2013

45. European Committee For Antimicrobial Suspectibolity Testing (EUCAT).

Determination of minimum inhibitory concentration (MIC) of antibacterial

agents by agar dilution. Clinical microbiology and infection 2000;6(9)1-8

Page 71: Emeilia Dwita

53

Universitas Syiah Kuala

46. Antibiotic Susceptibility Testing, Sridhar RPN: Assistant Professor Dept. of

Microbiology, www.microrao.com, September 2013

47. Ferdiyan Y, Kusnadi J. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Gambir

Cubadak (Uncaria gambir var Cubadak) Metode Microwave Assisted

Extraction terhadap Bakteri Patogen ( Kajian Daya Microwave dan

Extraction Time). Universitas Brawijaya malang.teknologi hasil pertanian.

2012 1-7

48. Rathnayaka RMU. Effect of sample pre-enrichment and character of food

sample on the examination for the Salmonella by plate count method and

fluorescent in situ hybridization technique. Am. J. Food. Technol

2011;6(9)851-3

49. Marlinda M, Sangi MS, Wuntu AD. Analisis senyawa metabolit sekunder dan

uji toksisitas ekstrak etanol biji buah alpukat (Persea Americana Mill.) Jurnal

MIPA UNSTRAT 2012;1(1):24-8

50. Sartika. Uji Potensi Antibakteri Susu Segar dan Susu pasteurisasi Sapi Perah

Peranakan Friesian Holstein (PFH) terhadap Pertumbuhan Aggregatibacter

actinomycetemcomitans. PSKG FK Unsyiah 2012. 39

51. Sugiharto T. Analisis Varians. Jakarta: Universitas Gunadarma. 2009:Hal 2-3

52. Besral departemen biostatistika. Pengolahan dan Analisis data-1

Menggunakan SPSS. FKM UI. 2010: hal 58-64

53. Sopiyudin. Statistik Untuk Kedikteran dan Kesehatan. Salemba Medikaedisi

5. 11-12. 2011 Jakarta

54. Takada M, Saito M, Tsuzukibashi O, kawashima Y, Ishida S, Hirasaw M.

Characterization of a new serotype g isolate of Aggregatibacter

actinomycetemcomitans. Molecular Oral Microbiology 2010;25:200-6

55. Paju S. Virulence-assosiated characteristics of iactinobacillus

actinomycetemcomitans, an oral and nonoral pathogen. Faculty of medicine

University of Helsinki. 2000.p 41

56. Akiyama H, Fujii K, Yamasaki O, oono T, Iwatsuki K. Antibacterial action of

several tannins against Staphylococcus aureus. JAC 2001;48:487-491

57. Sultana B, Anwar F, Ashraf M. Effect of extraction solvent/technique on the

antioxidant activity of selected medicinal plant extracts. Molecules

2009;14:2167-80

Page 72: Emeilia Dwita

54

Universitas Syiah Kuala

58. Pasaribu F, sitorus P, Bahri S. Uji Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia

mangostana L) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah. Journal of

Pharmaceutics and Pharmacology 2012;1(1):1-8

59. Marnoto T, haryono G, Gustinah D, putra FA. Ekstraksi tanin sebagai bahan

pewarna alami dari tananan putri malu (Mimosa pudica) menggunakan

pelarut organik. Reaktor 2012;12(1)39-45

60. Rompikuntal PK. Outer membrane vesicle-mediated export of virulence

factors from Gram-negative bacteria. Department of molecular biology.

University medical . dissertation. 1-13,21-24.2012

61. Noer SF. Pola Bakteri dan Resistensinya terhadap Antibiotik yang Ditemukan

pada Air dan Udara Ruang Instalasi Rawat Khusus RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makasar. Majalah Farmasi dan Farmakologi 2012;16(2):73-

78

62. Bookstael K, Aerschot. Antimicrobial resistance in bacteria. Review Article

2006. 1-16

Page 73: Emeilia Dwita

55

Universitas Syiah Kuala

Lampiran 1: Surat Kelaikan Etik

Page 74: Emeilia Dwita

56

Universitas Syiah Kuala

Lampiran 2: Surat Izin Penelitian

Page 75: Emeilia Dwita

57

Universitas Syiah Kuala

Lampiran 3: Surat Izin Pengambilan Sampel

Page 76: Emeilia Dwita

58

Universitas Syiah Kuala

Lampiran 4: Surat Keterangan Selesai Penelitian

Page 77: Emeilia Dwita

59

Universitas Syiah Kuala

Lampiran 5: Surat Hasil Uji Fitokimia

Page 78: Emeilia Dwita

60

Universitas Syiah Kuala

Lampiran 6. Informed consent

Kepada Yth.

Bapak/Ibu/Saudara/i……..

di

Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bernama Emeilia Dwita mahasiswi Program Studi Kedokteran

Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh akan melakukan

penelitian yang berjudul:

Efek Antibakteri Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

Terhadap Pertumbuhan Aggregatibacter actinomycetemcomitans Secara In

Vitro

Aggregatibacter actinomycetemcomitans merupakan flora normal rongga mulut yang

dapat menyebabkan periodontitis agresif. Penyakit ini dapat menyebabkan

kehilangan gigi yang cepat jika tidak diberikan perawatan yang tepat. Salah satu

perawatan untuk periodontitis agresif adalah pemberian antibiotik. Antibiotik yang

sering digunakan untuk perawatan periodontitis agresif meliputi pemberian

tetrasiklin, metrodinazol, dan amoksisilin. Beberapa studi menyebutkan adanya

peningkatan resistensi Aggregatibacter actynomycetemcomitan terhadap obat-obat

antibiotik tersebut seingga perawatan yang diinginkan tidak dapat tercapai. Berbeda

dengan obat-obat sintetik, antimikroba yang berasal dari tumbuh-tumbuhan relatif

aman, tidak dihubungkan dengan efek samping yang berarti dan memiliki potensi

terapeutik yang besar. Berbagai tumbuh-tumbuhan telah diteliti efek terapeutiknya,

salah satunya daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.). Daun pandan

wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) memiliki potensi antibakteri yang besar

karena adanya kandungan senyawa-senyawa aktif yang bersifat antibakteri.

Apa tujuan dan manfaat penelitian ini?

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun

pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap pertumbuhan

Aggregatibacter actinomycetemcomitan. Manfaat penelitian ini adalah dapat

Page 79: Emeilia Dwita

61

Universitas Syiah Kuala

memberikan informasi mengenai peran tumbuh-tumbuhan sebagai sumber

antibakteri alami yang relatif murah dan mudah yang berfungsi sebagai antibiotik.

Bagaimana prosedur pemeriksaan dilakukan?

Prosedur yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah pertama dengan

pemberian informed consent subjek penelitian yang merupakan pasien periodontitis

agresif lokalisata di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM). Pengambilan sampel

dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari subjek penelitian, dengan

memasukkan paper point ke dalam sulkus gingiva selama 10 detik. Kemudian

sampel dimasukkan ke dalam kontainer dan dibawa ke laboratorium untuk proses

pengkulturan dan uji efek antibakteri daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius

Roxb.) terhadap bakteri Aggregatibakter anctinomycetemcomintans.

Apa risiko penelitian ini?

Penelitian ini tidak memberikan resiko yang membahayakan bagi subjek

penelitian. Namun subjek akan merasa sedikit ketidaknyamanan dan adanya

kemungkinan gusi subjek berdarah pada saat dimasukkan paper point ke dalam

sulkus gingiva.

Antisipasi terhadap risiko yang mungkin timbul

Antisipasi terhadap risiko yang mungkin timbul yaitu dengan

menginstruksikan subjek menekan daerah yang berdarah dengan kapas untuk

menghentikan perdarahan. Apabila rasa ketidaknyaman tersebut kembali timbul pada

saat pulang ke rumah maka dapat menghubungi peneliti (Emeilia Dwita) dengan

nomor Hp. 085275788039

Bagaimana mengenai biaya?

Bapak/Ibu/Saudara/i tidak dikenakan biaya.

Bagaimana jaminan kerahasiaan data?

Identitas subjek penelitian dan data terkait hasil penelitian akan disimpan

secara rahasia, sehingga hanya diketahui oleh saya sebagai peneliti dan

Page 80: Emeilia Dwita

62

Universitas Syiah Kuala

Bapak/Ibu/Saudara/i sebagai subjek penelitian. Hasil penelitian ini akan

dipublikasikan sebagai skripsi.

Hak untuk berpartisipasi atau mengundurkan diri?

Bapak/Ibu/Saudara/i tanpa paksaan bersedia berpartisipasi atau

mengundurkan diri dalam penelitian ini.

Demikian keterangan yang dapat saya berikan. Atas partisipasi

Bapak/Ibu/Saudara/i menjadi subjek penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Peneliti/Peserta Program Studi Kedokteran Gigi

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

Banda Aceh, …/Januari/2014

(Emeilia Dwita)

Page 81: Emeilia Dwita

63

Universitas Syiah Kuala

Lampiran 7: Lembar Persetujuan

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUBJEK PENELITIAN

Setelah membaca semua keterangan tentang manfaat, prosedur pemeriksaan,

risiko, antisipasi dan hak-hak saya sebagai subjek penelitian ini. Saya yang bertanda

tangan dibawah ini:

Nama : ..........................................................................................

Umur : ..........................................................................................

Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan

Alamat lengkap : ..........................................................................................

..........................................................................................

..........................................................................................

..........................................................................................

No. Hp/Telp : ..........................................................................................

Saya dengan sadar dan tanpa paksaan bersedia berpartisipasi dalam penelitian

yang berjudul:

Efek Antibakteri Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

Terhadap Pertumbuhan Aggregatibacter actinomycetemcomitans Secara In

Vitro

Maka dengan surat ini menyatakan setuju menjadi subjek penelitian ini:

Banda aceh, …../Januari/2014

Peneliti

(Emeilia Dwita)

Menyetujui,

Subjek Penelitian

(………………….……)

Page 82: Emeilia Dwita

64

Universitas Syiah Kuala

Lampiran 8: Pembuatan Konsentrasi Bahan Uji dan Kontrol Positif

1. Pembuatan konsentrasi 10% ekstrak daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb):

100%.V1 = 10%.1mL

V1 = 0,1 mL

Vpengencer = V2-V1

Vpengencer =1mL- 0,1 mL

= 0,9 mL

2. Pembuatan konsentrasi 20% ekstrak daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb):

100%.V1= 20%.1mL

V1 = 0,2 mL

Vpengencer =1 mL-0,2 mL

= 0,8 mL

3. Pembuatan konsentrasi 30% ekstrak daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb):

100%.V1 = 30%.1mL

V1 = 0,3 mL

V pengencer = 1 mL – 0,3 mL

= 0,7 mL

4. Pembuatan konsentrasi 40% ekstrak daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb):

100%.V1 = 40%.1mL

V1 = 0,4 mL

V pengencer = 1 mL- 0,4 mL

= 0,6 mL

5. Pembuatan konsentrasi 50% ekstrak daun pandan wangi (Pandanus

amaryllifolius Roxb.):

100%.V1 = 50%.1mL

V1 = 0,5 mL

Page 83: Emeilia Dwita

65

Universitas Syiah Kuala

V pengencer = 1 mL- 0,5 mL

= 0,5 mL

6. Pembuatan konsentrasi Ciprofloxacin

C1 = Sedian ciprofloxacin (200 mg/100 ml= 2.000 µg/ml

V1 = Volume pelarut yang ditambahkan

C2 = Konsentrasi ciprofloxacin yang diperlukan (10µg/ml)

C2 = Volume ciprofloxacin yang diperlukan (20 ml)

2.000 µg/ml.V1=10 µg/ml.20 ml

V1=200/2.000 ml

V1=0,1 ml

Volume pelarut yang digunakan = 19,9 ml akuades steril

Page 84: Emeilia Dwita

66

Universitas Syiah Kuala

Lampiran 9: Perhitungan Jumlah Koloni (CFU/ml)

1. Konsentrasi akuades

a. Pengulangan 1

Koloni = 279x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 27 900 000 CFU/0,1 mL

Speade plate = 0,1 mL = 279 000 000 CFU/mL

= 279x106

CFU/ml

b. Pengulangan 2

Koloni =304x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

=30 400 000 CFU/0,1 mL

Spreade plate=0,1 ml =304 000 000 CFU/mL

= 304x106

c. Pengulangan 3

Koloni =216x10-5

/0,1 mL

Faktor pengenceran=1/10-5

=21 600 000 CFU/0,1 mL

Spread plate=0,1 ml =216 000 000 CFU/mL

=216x106

Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans

= 279x106 CFU/mL + 304x10

6 CFU/mL+216x10

6CFU/mL

=266,3 x106

CFU/mL

2. Konsentrasi Ciprofloxacin

a. Pengulangan 1

Koloni = 17x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 1 700 000 CFU/0,1 mL

Speade plate = 0,1 mL = 17 000 000 CFU/mL

= 17x106 CFU/ml

b. Pengulangan 2

Koloni = 10x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 1 00 000 CFU/0,1 mL

Spreade plate=0,1 ml = 10 000 000 CFU/ mL

= 10x106 CFU/mL

Page 85: Emeilia Dwita

67

Universitas Syiah Kuala

c. Pengulangan 3

Koloni =20x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran=1/10-5

= 20 000 000 CFU/01, mL

Spread plate=0,1 ml = 20 000 000 CFU/mL

= 20x106

CFU/mL

Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans

= 17x106 CFU/mL + 10x10

6 CFU/mL+20x10

6CFU/mL

= 15,7 x106

CFU/mL

3. Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi 10%

a. Pengulangan 1

Koloni = 293x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 29 300 000 CFU/0,1 mL

Speade plate = 0,1 mL = 293 000 000 CFU/mL

= 293x106 CFU/ml

b. Pengulangan 2

Koloni = 257x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 25 700 000 CFU/0,1 mL

Spreade plate=0,1 ml = 257 000 000 CFU/mL

= 257x106 CFU/mL

c. Pengulangan 3

Koloni = 185x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran=1/10-5

= 18 500 000 CFU/0,1 mL

Spread plate=0,1 ml = 185 000 000 CFU/mL

= 185x106 CFU/mL

Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans

= 293x106 CFU/mL + 257x10

6 CFU/mL+185x10

6CFU/mL

= 245 x106 CFU/mL

4. Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi 20%

a. Pengulangan 1

Koloni = 233x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 23 300 000 CFU/0,1 mL

Speade plate = 0,1 mL = 233 000 000 CFU/mL

Page 86: Emeilia Dwita

68

Universitas Syiah Kuala

= 233x106 CFU/ml

b. Pengulangan 2

Koloni = 254x10-5 CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 25 400 000 CFU/0,1 mL

Spreade plate=0,1 mL = 254 000 000 CFU/mL

= 254x106 CFU/mL

c. Pengulangan 3

Koloni = 171x10-5 CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran 1/10-5

= 17 100 000 CFU/0,1 mL

Spread plate=0,1 ml = 171 000 000 CFU/mL

= 171x106 CFU/mL

Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans

= 233x106 CFU/mL + 254x10

6 CFU/mL+171x10

6CFU/mL

= 219x106 CFU/mL

5. Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi 30%

a. Pengulangan 1

Koloni = 183x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 18 300 000 CFU/0,1 mL

Speade plate = 0,1 mL = 183 000 000 CFU/mL

= 183x106 CFU/ml

b. Pengulangan 2

Koloni =175x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

=17 500 000 CFU/0,1 mL

Spreade plate=0,1 ml =175 000 000 CFU/mL

=175x106 CFU/mL

c. Pengulangan 3

Koloni =126x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 12 600 000 CFU/0,1 mL

Spread plate=0,1 ml = 126 000 000

= 126x106 CFU/mL

Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans

= 183x106 CFU/mL + 175x10

6 CFU/mL+126x10

6CFU/mL

Page 87: Emeilia Dwita

69

Universitas Syiah Kuala

= 161 x106

CFU/mL

6. Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi 40%

a. Pengulangan 1

Koloni = 770x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 7 700 000 CFU/0,1 mL

Speade plate = 0,1 mL = 77 000 000 CFU/mL

= 77x106

CFU/ml

b. Pengulangan 2

Koloni =130x10-5

CFU/0,1mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

=13 000 000 CFU/0,1 mL

Spreade plate=0,1 ml =130 000 000

= 130x106 CFU/mL

c. Pengulangan 3

Koloni =105x10-5

Faktor pengenceran =1/10-5

= 10 500 000 CFU/0,1 mL

Spread plate=0,1 ml = 105 000 000 CFU/mL

= 105x106 CFU/mL

Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans

= 77x106 CFU/mL + 130x10

6 CFU/mL+105x10

6CFU/mL

=104 x106

CFU/mL

7. Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi 50%

a. Pengulangan 1

Koloni =200 x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 20 000 000 CFU/0,1 mL

Speade plate = 0,1 mL = 200 000 000 CFU/mL

= 20x106 CFU/ml

b. Pengulangan 2

Koloni =730x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

=7 300 0000 CFU/0,1 mL

Spreade plate =0,1 ml =73 000 000 CFU/mL

=73x106

CFU/mL

Page 88: Emeilia Dwita

70

Universitas Syiah Kuala

c. Pengulangan 3

Koloni =940x10-5

CFU/0,1 mL

Faktor pengenceran = 1/10-5

= 94 000 000 CFU/0,1 mL

Spread plate =0,1 ml = 940 000 000 CFU/mL

=94x106 CFU/mL

Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans

= 20x106 CFU/mL + 73x10

6 CFU/mL+94x10

6CFU/mL

= 62 x106

CFU/mL

Page 89: Emeilia Dwita

71

Universitas Syiah Kuala

Lampiran 10: Hasil Analisis Statistik

1. Hasil Uji Normalitas Distribusi Data

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pertumbuhan 10% .253 3 . .964 3 .637

20% .291 3 . .925 3 .469

30% .338 3 . .853 3 .248

40% .182 3 . .999 3 .938

50% .277 3 . .941 3 .533

Akuades .277 3 . .941 3 .533

Ciprofloxacin .269 3 . .949 3 .567

a. Lilliefors Significance Correction

2. Hasil Uji Homogenitas Varian Data

Test of Homogeneity of Variances

pertumbuhan

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.585 6 14 .223

Descriptives

Pertumbuhan

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

10% 3 245.0000 54.99091 31.74902 108.3950 381.6050 185.00 293.00

20% 3 219.3333 43.15476 24.91541 112.1310 326.5357 171.00 254.00

30% 3 161.3333 30.85990 17.81697 84.6731 237.9936 126.00 183.00

40% 3 104.0000 26.51415 15.30795 38.1352 169.8648 77.00 130.00

50% 3 62.3333 38.13572 22.01767 -32.4011 157.0677 20.00 94.00

Akuades 3 266.3333 45.34681 26.18099 153.6856 378.9811 216.00 304.00

Ciprofloxacin 3 15.6667 5.13160 2.96273 2.9191 28.4143 10.00 20.00

Total 21 153.4286 96.41917 21.04039 109.5391 197.3181 10.00 304.00

Page 90: Emeilia Dwita

72

Universitas Syiah Kuala

3. Hasil Uji One Way ANOVA dan Post Hoc

ANOVA

Pertumbuhan

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 165775.810 6 27629.302 19.190 .000

Within Groups 20157.333 14 1439.810

Total 185933.143 20

Multiple Comparisons

pertumbuhan LSD

(I) kelompok (J) kelompok Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

10% 20% 25.66667 30.98182 .421 -40.7827 92.1161

30% 83.66667* 30.98182 .017 17.2173 150.1161

40% 141.00000* 30.98182 .000 74.5506 207.4494

50% 182.66667* 30.98182 .000 116.2173 249.1161

Akuades -21.33333 30.98182 .502 -87.7827 45.1161

Ciprofloxacin 229.33333* 30.98182 .000 162.8839 295.7827

20% 10% -25.66667 30.98182 .421 -92.1161 40.7827

30% 58.00000 30.98182 .082 -8.4494 124.4494

40% 115.33333* 30.98182 .002 48.8839 181.7827

50% 157.00000* 30.98182 .000 90.5506 223.4494

Akuades -47.00000 30.98182 .152 -113.4494 19.4494

Ciprofloxacin 203.66667* 30.98182 .000 137.2173 270.1161

30% 10% -83.66667* 30.98182 .017 -150.1161 -17.2173

20% -58.00000 30.98182 .082 -124.4494 8.4494

40% 57.33333 30.98182 .085 -9.1161 123.7827

50% 99.00000* 30.98182 .006 32.5506 165.4494

Akuades -105.00000* 30.98182 .004 -171.4494 -38.5506

Ciprofloxacin 145.66667* 30.98182 .000 79.2173 212.1161

40% 10% -141.00000* 30.98182 .000 -207.4494 -74.5506

20% -115.33333* 30.98182 .002 -181.7827 -48.8839

30% -57.33333 30.98182 .085 -123.7827 9.1161

50% 41.66667 30.98182 .200 -24.7827 108.1161

Akuades -162.33333* 30.98182 .000 -228.7827 -95.8839

Ciprofloxacin 88.33333* 30.98182 .013 21.8839 154.7827

50% 10% -182.66667* 30.98182 .000 -249.1161 -116.2173

20% -157.00000* 30.98182 .000 -223.4494 -90.5506

30% -99.00000* 30.98182 .006 -165.4494 -32.5506

40% -41.66667 30.98182 .200 -108.1161 24.7827

Akuades -204.00000* 30.98182 .000 -270.4494 -137.5506

Ciprofloxacin 46.66667 30.98182 .154 -19.7827 113.1161

Page 91: Emeilia Dwita

73

Universitas Syiah Kuala

Akuades 10% 21.33333 30.98182 .502 -45.1161 87.7827

20% 47.00000 30.98182 .152 -19.4494 113.4494

30% 105.00000* 30.98182 .004 38.5506 171.4494

40% 162.33333* 30.98182 .000 95.8839 228.7827

50% 204.00000* 30.98182 .000 137.5506 270.4494

Ciprofloxacin 250.66667* 30.98182 .000 184.2173 317.1161

Ciprofloxacin 10% -229.33333* 30.98182 .000 -295.7827 -162.8839

20% -203.66667* 30.98182 .000 -270.1161 -137.2173

30% -145.66667* 30.98182 .000 -212.1161 -79.2173

40% -88.33333* 30.98182 .013 -154.7827 -21.8839

50% -46.66667 30.98182 .154 -113.1161 19.7827

Akuades -250.66667* 30.98182 .000 -317.1161 -184.2173

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Page 92: Emeilia Dwita

74

Universitas Syiah Kuala

Lampiran 11. Foto Penelitian

Gambar 1. Pembuatan Media

AaGM

Gambar 2. Proses Homo-

genisasi Larutan

Gambar 3. Proses Sterilisasi

Media

N

Gambar 4. Isolasi Sampel Gambar 5. Kultur Sampel Gambar 6. Hasil Kultur

Bakteri pada Media AaGm

Broth

Gambar 6. Bahan Pewarnaan

Gram

Gambar 7. Pengamatan

Hasil Pewarnaan Gram

Gambar 8. Maserasi dan

Penyaringan

Page 93: Emeilia Dwita

75

Universitas Syiah Kuala

Gambar 9. Proses Evaporasi Gambar 10. Pembuatan

Konsentrasi Bahan Uji

Gambar 11. Pengenceran

Bertingkat

Gambar 12. Penyetaraan

Suspensi Bakteri Dengan Mc

Farland 1

Gambar 13. Candle Jar

Gambar 14. Penghitungan

jumlah Koloni Menggu-

nakan Colony Counter

Page 94: Emeilia Dwita

76

Universitas Syiah Kuala

Gambar 12. Pertumbuhan Koloni

Pertumbuhan Koloni

Konsentrasi 10%

Pertumbuhan Koloni

Konsentrasi 20%

Pertumbuhan Koloni

Konsentrasi 30%

Pertumbuah Koloni

Konsentrasi 40%

Pertumbuhan Koloni

Konsentrasi 50%

Pertumbuhan Koloni Kontrol

Positif (Cipro)

Pertumbuhan Koloni Kontrol

Negatif (Akuades)

Page 95: Emeilia Dwita

77

Universitas Syiah Kuala

Gambar 13. Hasil Kultu Pengenceran Bertingkat

Pengenceran 2(10-2

) Pengenceran 3(10-3

) Pengencerean 4(10-4

)

Pengenceran 5(10-5

) Pengenceran 6 (10-6

) Pengenceran 7 (10-7

)