mi/ramdani gertak sambal...mepet ke konblok restoran se-hingga tidak memakan bahu jalan. soalnya...

1
GAPOLITAN 23 JUMAT, 4 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA Gedung Parkir Malah Kosong Melompong J IKA sebagian jalan raya, bahkan jalan protokol, di Jakarta kerap ‘dicuri’ untuk dijadikan lahan parkir kendaraan, gedung yang justru dikhususkan untuk parkir malah terlihat sebaliknya. Kosong melompong, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi gedung-gedung parkir itu. Salah-satunya gedung parkir Taman Menteng, Jl HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat. Sampai saat ini, gedung parkir yang sudah berdiri selama empat tahun tersebut tidak mampu menarik minat para pengguna kendaraan bermotor di sekitar kawasan padat aktivitas itu. Minimnya peminat menyebabkan gedung tersebut lebih sering kosong daripada terisi. Akibatnya dari lima lantai yang ada, hanya tiga lantai yang masih diaktifkan. Lantai paling atas bahkan terpaksa ditutup sama sekali karena saking sepinya, lokasi tersebut kerap dijadikan tempat transaksi narkoba. Alhasil, gedung parkir dengan daya tampung sebanyak 300 kendaraan itu sering kosong melompong. Jika pun ramai, itu hanya pada akhir pekan atau apabila ada keperluan syuting lm. Umumnya pengguna gedung adalah pegawai kantor yang menjadi anggota gedung parkir tersebut. “Itu pun jumlahnya masih sedikit. Kebanyakan pegawai kantor lebih memilih memarkir kendaraan di depan kantor karena praktis dan tidak perlu jalan jauh ke gedung parkir,” sebut Bambang, salah seorang juru parkir di gedung tersebut. Bambang memaparkan sebenarnya para pemilik kendaraan telah diimbau untuk memarkir kendaraan di dalam gedung. Namun, masih banyak pengunjung dan pegawai kantor yang tidak menggubris imbauan itu dan tetap memarkir kendaraan di pinggir jalan depan kantor mereka. “Padahal sudah sering ditertibkan, tapi masih juga pada parkir di sana,” papar Bambang. Rupanya, gedung pakir lima lantai itu terkalahkan oleh keberadaan parkir-parkir liar pinggir jalan (on-street) di sepanjang Jl HOS Cokroaminoto. Di sana, setiap harinya ratusan kendaraan baik siang maupun malam terlihat terparkir memakan sebagian badan jalan di depan gedung-gedung perkantoran, toko, restoran, ataupun ruko-ruko yang ada. Di sana puluhan tukang parkir liar juga terlihat menempati daerah kekuasaan masing-masing dan dengan sigap membantu pengendara yang baru datang untuk memarkirkan kendaraan. Para tukang parkir liar tersebut menggunakan pakaian seragam biru muda bertuliskan ‘Dishub DKI’ sehingga seolah-olah merupakan petugas resmi pemerintah. Padahal, seragam tersebut bisa dengan mudah diperoleh dari pasar-pasar di Jakarta. Contohnya Pasar Senen yang banyak menjual berbagai macam seragam aparat negara beserta perlengkapannya, termasuk seragam parkir tersebut. Parkir liar tumbuh subur karena asas ada penawaran karena ada permintaan. Parkir liar tidak akan pernah ada jika pengguna kendaraan bersedia disiplin dan mematuhi peraturan yang ditetapkan pemerintah. Seperti yang terlihat di kawasan Menteng tadi, baik para pegawai kantor maupun pengunjung toko dan pusat perbelanjaan lebih memilih memarkirkan mobil dan motor mereka di pinggir jalan, dengan alasan kepraktisan. Mereka terlalu malas menyimpan kendaraan di gedung parkir resmi yang disediakan pemerintah. “Parkir di pinggir jalan lebih gampang. Kita lebih mudah keluar masuk. Kalau parkir di gedung repot, masih harus jalan kaki lagi ke tujuan,” ujar Benny, 50, yang memarkirkan sedan hitamnya di pinggir Jalan Besuki, Menteng. Jalan Besuki yang sebenarnya memiliki jarak cukup dekat dengan gedung parkir Taman Menteng turut menjadi sasaran praktik parkir liar. Di sini banyak terdapat rumah makan yang banyak dikunjungi orang sehingga setiap hari pinggiran jalan kawasan itu dijejali kendaraan yang diparkir. Ruas jalan yang tidak terlalu lebar pun semakin sempit sehingga kawasan ini pun menjadi langganan kemacetan. Jika saja para pengunjung mau memarkir kendaraan mereka di gedung parkir yang kosong melompong, kemacetan tentu tidak perlu terjadi. Gedung parkir Taman Menteng hanya satu dari sekian banyak gedung parkir di Jakarta yang tidak mampu menjadi solusi masalah perparkiran. Hal serupa juga terjadi di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat. Gedung parkir setinggi 10 lantai di Istana Pasar Baru hanya diaktifkan enam lantai akibat pemilik kendaraan lebih memilih parkir on-street. Kemacetan pun menjadi langganan di kawasan itu. (*/J-3) han MI/RAMDANI total luas wilayahnya. Jika demikian, tindakan penggembokan dan pende- rekan tidak menyadarkan masyarakat agar tidak parkir sembarangan? Tindakan itu bukan tidak menyadarkan masyarakat. Tapi tidak cukup hanya menggem- bok, melainkan siapkan juga infrastrukturnya. Selama ini belum ada upaya serius ke arah itu. Alternatif gedung parkir tidak memadai. Ada beberapa sebagai proyek percontohan, tetapi malah tidak dikelola de- ngan baik. (J-3) TERBENGKALAI: Beberapa orang duduk di areal parkir yang sepi dari kendaraan di gedung parkir kawasan Taman Menteng, Jakarta Pusat, Senin (31/1). Meskipun sudah disediakan gedung parkir, banyak pengunjung Taman Menteng yang lebih memilih memarkir kendaraan mereka di luar gedung dengan alasan lebih aman dan biayanya lebih murah. Hal tersebut membuat gedung parkir terbengkalai karena jarang kendaraan yang diparkir di gedung tersebut. Gertak Sambal aktivitas parkir liar di jalur tersebut kerap hari mencari penumpang. “Di sini tidak pernah ada gembok ban meski kendaraan parkir sembarangan. Kalau namanya macet, ya memang macet ter- utama dari sore ke malam,” cetusnya, Rabu (2/2). Alasan serupa diungkapkan Jimmy, petugas parkir di tem- pat makan Waroeng Kita di Jalan Kemang Raya. Petugas tidak pernah menindak kenda- raan yang parkir sembarangan. “Macet kiri kanan mulai dari Seven Eleven sampai Jalan Bangka sudah lumrah,” jelas- nya. Ia berpendapat petugas dis- hub tidak pernah menggembok kendaraan di kawasan itu mungkin karena kehabisan gembok. “Tapi kami juga punya kesa- daran. Kami arahkan kenda- raan yang mau parkir agar mepet ke konblok restoran se- hingga tidak memakan bahu jalan. Soalnya kalau makan bahu jalan, akan bikin macet,” imbuhnya. Kurang personel Menurut Humas Kantor Wali Kota Jaksel Anita Indrawati, sistem gembok ban masih diberlakukan dengan prioritas jalan-jalan tertentu. Dalam prosesnya, Suku Dishub Jaksel mengalami kendala karena jumlah personel penindak parkir sembarangan terlalu sedikit. Alasan kurang personel membuat kebijakan Pemprov DKI dalam mengatasi kema- cetan tidak pernah maksimal. Kebijakan three in one yang su- dah berlangsung belasan tahun pun berakhir tragis. Peraturan itu berhasil memberikan peng- hasilan bagi joki. Sementara kemacetan tak beringsut sedikit pun. Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono menepis pihaknya kurang bersemangat dalam membersihkan kenda- raan yang parkir di pinggir jalan. “Tahun lalu, sebanyak 23.709 kendaraan yang parkir semba- rangan ditindak,” ujarnya. Penindakan dilakukan de- ngan menilang, menggembok, bahkan menderek. “Kalau pemilik kendaraan bersedia menggeser mobilnya, hanya dikenai tilang. Kalau ditunggu 15 menit namun pemilik tetap tidak datang, ban- nya digembok. Dan terakhir, dibawa paksa oleh unit mobil derek kami,” jelasnya. Dishub DKI mempunyai 500 gembok ban dan 26 unit mobil derek. Kawasan yang menjadi prioritas antara lain Gunung Sahari, HOS Cokroaminoto, Pramuka, Kebon Sirih, dan jalan protokol lainnya. Seiring dengan kembalinya kendaraan parkir ke jalan-jalan, Udar menyebutkan penggem- bokan dan penderekan bukan proyek, tapi kegiatan. “Ini bu- kan kegiatan yang gagal. Sam- pai saat ini kami masih melaku- kan tilang, gembok, dan derek secara situasional.” Kenyataan ini mengheran- kan. Kendaraan yang diparkir di pinggir jalan rawan hilang dan sewaktu-waktu bisa diti- lang atau diderek, tapi pengen- dara lebih memilih risiko terse- but ketimbang masuk ke ge- dung-gedung parkir. Udar menyarankan penge- lola parkir mempersiapkan akses jalan keluar masuk yang nyaman. Ia mencontohkan gedung parkir Taman Menteng yang kini menjadi sepi. Kondisi tersebut diperkirakan karena akses jalan yang kurang baik. Begitu pun dengan gedung parkir di kawasan Gajah Mada, tidak optimal karena per- masalahan akses. (*/J-2) brahmana@ mediaindonesia.com MI/ANGGA YUNIAR MI/RAMDANI Kebanyakan pegawai kantor lebih memilih memarkir kendaraan di depan kantor karena praktis dan tidak perlu jalan jauh ke gedung parkir.” Bambang Juru parkir Tulus Abadi Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta TEMA: Menguji Kesiapan Daerah Sebagai Tuan Rumah OLAHRAGA SABTU (5/2/2011) FOKUS

Upload: others

Post on 10-Feb-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MI/RAMDANI Gertak Sambal...mepet ke konblok restoran se-hingga tidak memakan bahu jalan. Soalnya kalau makan bahu jalan, akan bikin macet,” imbuhnya. Kurang personel Menurut Humas

GAPOLITAN 23JUMAT, 4 FEBRUARI 2011 | MEDIA INDONESIA

Gedung Parkir Malah Kosong Melompong

JIKA sebagian jalan raya, bahkan jalan protokol, di Jakarta kerap ‘dicuri’ untuk

dijadikan lahan parkir kendaraan, gedung yang justru dikhususkan untuk parkir malah terlihat sebaliknya. Kosong melompong, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi gedung-gedung parkir itu.

Salah-satunya gedung parkir Taman Menteng, Jl HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat. Sampai saat ini, gedung parkir yang sudah berdiri selama empat tahun tersebut tidak mampu menarik minat para pengguna kendaraan bermotor di sekitar kawasan padat aktivitas itu. Minimnya peminat menyebabkan gedung tersebut lebih sering kosong daripada terisi. Akibatnya dari lima lantai yang ada, hanya tiga lantai yang masih diaktifkan. Lantai paling atas bahkan terpaksa ditutup sama sekali karena saking sepinya, lokasi tersebut kerap dijadikan tempat transaksi narkoba.

Alhasil, gedung parkir dengan daya tampung sebanyak 300 kendaraan itu sering kosong melompong. Jika pun ramai, itu hanya pada akhir pekan atau apabila ada keperluan syuting fi lm. Umumnya pengguna gedung adalah pegawai kantor yang menjadi anggota gedung parkir tersebut.

“Itu pun jumlahnya masih sedikit. Kebanyakan pegawai kantor lebih memilih memarkir kendaraan di depan kantor karena praktis dan tidak perlu jalan jauh ke gedung parkir,” sebut Bambang, salah seorang juru parkir di gedung tersebut.

Bambang memaparkan sebenarnya para pemilik kendaraan telah diimbau untuk memarkir kendaraan di dalam gedung. Namun, masih banyak pengunjung dan pegawai kantor yang tidak menggubris imbauan itu dan tetap memarkir kendaraan di pinggir jalan depan kantor mereka. “Padahal sudah sering ditertibkan, tapi masih juga pada parkir di sana,” papar Bambang.

Rupanya, gedung pakir lima lantai itu terkalahkan oleh keberadaan parkir-parkir liar

pinggir jalan (on-street) di sepanjang Jl HOS Cokroaminoto. Di sana, setiap harinya ratusan kendaraan baik siang maupun malam terlihat terparkir memakan sebagian badan jalan di depan gedung-gedung perkantoran, toko, restoran, ataupun ruko-ruko yang ada. Di sana puluhan tukang parkir liar juga terlihat menempati daerah kekuasaan masing-masing dan dengan sigap membantu pengendara yang baru datang untuk memarkirkan kendaraan. Para tukang parkir liar tersebut menggunakan

pakaian seragam biru muda bertuliskan ‘Dishub DKI’ sehingga seolah-olah merupakan petugas resmi pemerintah.

Padahal, seragam tersebut bisa dengan mudah diperoleh dari pasar-pasar di Jakarta. Contohnya Pasar Senen yang banyak menjual berbagai macam seragam aparat negara beserta perlengkapannya, termasuk seragam parkir tersebut.

Parkir liar tumbuh subur karena asas ada penawaran karena ada permintaan. Parkir liar tidak akan pernah ada jika pengguna kendaraan bersedia disiplin dan mematuhi peraturan yang ditetapkan pemerintah. Seperti yang terlihat di kawasan Menteng tadi, baik para pegawai kantor maupun pengunjung toko dan pusat perbelanjaan lebih memilih memarkirkan mobil dan motor mereka di pinggir jalan, dengan alasan kepraktisan. Mereka terlalu malas menyimpan kendaraan di gedung parkir resmi yang disediakan pemerintah. “Parkir di pinggir jalan lebih gampang. Kita lebih mudah keluar

masuk. Kalau parkir di gedung repot, masih harus jalan kaki lagi ke tujuan,” ujar Benny, 50, yang memarkirkan sedan hitamnya di pinggir Jalan Besuki, Menteng.

Jalan Besuki yang sebenarnya memiliki jarak cukup dekat dengan gedung parkir Taman Menteng turut menjadi sasaran praktik parkir liar. Di sini banyak terdapat rumah makan yang banyak dikunjungi orang sehingga setiap hari pinggiran jalan kawasan itu dijejali kendaraan yang diparkir. Ruas jalan yang tidak terlalu lebar pun semakin sempit sehingga kawasan ini pun menjadi langganan kemacetan.

Jika saja para pengunjung mau memarkir kendaraan mereka di gedung parkir yang kosong melompong, kemacetan tentu tidak perlu terjadi.

Gedung parkir Taman Menteng hanya satu dari sekian banyak gedung parkir di Jakarta yang tidak mampu menjadi solusi masalah perparkiran. Hal serupa juga terjadi di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat. Gedung parkir setinggi 10 lantai di Istana Pasar Baru hanya diaktifkan enam lantai akibat pemilik kendaraan lebih memilih parkir on-street. Kemacetan pun menjadi langganan di kawasan itu. (*/J-3)

han

MI/RAMDANI

total luas wilayahnya.Jika demikian, tindakan

penggembokan dan pende-rekan tidak menyadarkan masyarakat agar tidak parkir sembarangan?

Tindakan itu bukan tidak menyadarkan masyarakat. Tapi tidak cukup hanya menggem-bok, melainkan siapkan juga infrastrukturnya. Selama ini belum ada upaya serius ke arah itu.

Alternatif gedung parkir tidak memadai. Ada beberapa sebagai proyek percontohan, tetapi malah tidak dikelola de-ngan baik. (J-3)

TERBENGKALAI: Beberapa orang duduk di areal parkir yang sepi dari kendaraan di gedung parkir kawasan Taman Menteng, Jakarta Pusat, Senin (31/1). Meskipun sudah disediakan gedung parkir, banyak pengunjung Taman Menteng yang lebih memilih memarkir kendaraan mereka di luar gedung dengan alasan lebih aman dan biayanya lebih murah. Hal tersebut membuat gedung parkir terbengkalai karena jarang kendaraan yang diparkir di gedung tersebut.

Gertak Sambal

aktivitas parkir liar di jalur tersebut kerap

hari mencari penumpang. “Di sini tidak pernah ada gembok ban meski kendaraan parkir sembarangan. Kalau namanya macet, ya memang macet ter-utama dari sore ke malam,” cetusnya, Rabu (2/2).

Alasan serupa diungkapkan Jimmy, petugas parkir di tem-pat makan Waroeng Kita di Jalan Kemang Raya. Petugas tidak pernah menindak kenda-raan yang parkir sembarangan. “Macet kiri kanan mulai dari Seven Eleven sampai Jalan Bangka sudah lumrah,” jelas-nya.

Ia berpendapat petugas dis-hub tidak pernah menggembok kendaraan di kawasan itu mungkin karena kehabisan gembok.

“Tapi kami juga punya kesa-daran. Kami arahkan kenda-raan yang mau parkir agar mepet ke konblok restoran se-hingga tidak memakan bahu jalan. Soalnya kalau makan bahu jalan, akan bikin macet,” imbuhnya.

Kurang personel Menurut Humas Kantor Wali

Kota Jaksel Anita Indrawati, sistem gembok ban masih diberlakukan dengan prioritas jalan-jalan tertentu. Dalam prosesnya, Suku Dishub Jaksel

mengalami kendala karena jumlah personel penindak parkir sembarangan terlalu sedikit.

Alasan kurang personel membuat kebijakan Pemprov DKI dalam mengatasi kema-cetan tidak pernah maksimal. Kebijakan three in one yang su-dah berlangsung belasan tahun pun berakhir tragis. Peraturan itu berhasil memberikan peng-hasilan bagi joki. Sementara kemacetan tak beringsut sedikit pun.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono menepis pihaknya kurang bersemangat dalam membersihkan kenda-raan yang parkir di pinggir jalan.

“Tahun lalu, sebanyak 23.709 kendaraan yang parkir semba-rangan ditindak,” ujarnya.

Penindakan dilakukan de-ngan menilang, menggembok, bahkan menderek.

“Kalau pemilik kendaraan bersedia menggeser mobilnya, hanya dikenai tilang. Kalau ditunggu 15 menit namun pemilik tetap tidak datang, ban-nya digembok. Dan terakhir, dibawa paksa oleh unit mobil derek kami,” jelasnya.

Dishub DKI mempunyai 500 gembok ban dan 26 unit mobil derek. Kawasan yang menjadi

prioritas antara lain Gunung Sahari, HOS Cokroaminoto, Pramuka, Kebon Sirih, dan jalan protokol lainnya.

Seiring dengan kembalinya kendaraan parkir ke jalan-jalan, Udar menyebutkan penggem-bokan dan penderekan bukan proyek, tapi kegiatan. “Ini bu-kan kegiatan yang gagal. Sam-pai saat ini kami masih melaku-kan tilang, gembok, dan derek secara situasional.”

Kenyataan ini mengheran-kan. Kendaraan yang diparkir di pinggir jalan rawan hilang dan sewaktu-waktu bisa diti-lang atau diderek, tapi pengen-dara lebih memilih risiko terse-but ketimbang masuk ke ge-dung-gedung parkir.

Udar menyarankan penge-lola parkir mempersiapkan akses jalan keluar masuk yang nyaman.

Ia mencontohkan gedung parkir Taman Menteng yang kini menjadi sepi. Kondisi tersebut diperkirakan karena akses ja lan yang kurang baik.

Begitu pun dengan gedung parkir di kawasan Gajah Mada, tidak optimal karena per-masalahan akses. (*/J-2)

[email protected]

MI/ANGGA YUNIAR

MI/RAMDANI

Kebanyakan pegawai kantor

lebih memilih memarkir kendaraan di depan kantor karena praktis dan tidak perlu jalan jauh ke gedung parkir.”BambangJuru parkir

Tulus AbadiAnggota Dewan Transportasi Kota Jakarta

TEMA:Menguji Kesiapan

Daerah SebagaiTuan Rumah

OLAHRAGASABTU (5/2/2011)

FOKUS