husein distonia bahu

24
DISTONIA BAHU Banyak faktor resiko distosia bahu yang sudah ditemukan (tabel3.1), distosia bahu merupakan suatu kejadian yang tidak dapat diduga dan tidak dapat dicegah sebelumnya sebab belum ada metode yang akurat untuk menentukan kondisi bayi seperti apa yang akan mengalami distosia bahu (Rekomendasi Grade B). Teori makrosomia sering dihubungkan dengan kejadian distosia bahu dimana keadaan janin lebih besar dari ukuran normal sesuai umur kehamilan (lebih besar 90 persen dari ukuran bayi normal sesuai umur kehamilan) atau berat badan bayi yang lebih dari batas tertentu, biasanya 4000 gram atau 4500 gram. Suatu studi terbaru menyatakan bahwa makrosomia (berat badan janin lebih dari 3500) merupakan satu-satunya faktor predisposisi yangreliable jika dibandingkan dengan diabetes dan anatomi jalan lahir. Secara keseluruhan, kejadian distosia bahu berdasarkan berat janin terjadi sebanyak 0,6 sampai 1,4 persen dari kelahiran dimana berat badan bayi 2500 gram hingga 4000 gram, naik menjadi 5 sampai NAMA : HUSEIN ALAYDRUS NIM : 22010115210068 PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

Upload: luluk-isnaini

Post on 11-Jul-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

distonia bahu

TRANSCRIPT

Page 1: Husein Distonia Bahu

DISTONIA BAHU

Banyak faktor resiko distosia bahu yang sudah ditemukan (tabel3.1),

distosia bahu merupakan suatu kejadian yang tidak dapat diduga dan tidak dapat

dicegah sebelumnya sebab belum ada metode yang akurat untuk menentukan

kondisi bayi seperti apa yang akan mengalami distosia bahu (Rekomendasi Grade

B). Teori makrosomia sering dihubungkan dengan kejadian distosia bahu dimana

keadaan janin lebih besar dari ukuran normal sesuai umur kehamilan (lebih besar

90 persen dari ukuran bayi normal sesuai umur kehamilan) atau berat badan bayi

yang lebih dari batas tertentu, biasanya 4000 gram atau 4500 gram. Suatu studi

terbaru menyatakan bahwa makrosomia (berat badan janin lebih dari 3500)

merupakan satu-satunya faktor predisposisi yangreliable jika dibandingkan

dengan diabetes dan anatomi jalan lahir. Secara keseluruhan, kejadian distosia

bahu berdasarkan berat janin terjadi sebanyak 0,6 sampai 1,4 persen dari kelahiran

dimana berat badan bayi 2500 gram hingga 4000 gram, naik menjadi 5 sampai 9

persen pada kelahiran bayi seberat 4000 gram hingga 4500 gram pada ibu tanpa

riwayat diabetes. Semetara itu, ada sebagian peneliti mengajukan serangkaian

pemeriksaan Ultra Sound untuk memprediksi makrosomia dan sebagai peringatan

dini terjadinya distosia bahu (lingkar perut > 350mm, Newborn Shoulder width

dan perkiraan berat 3D U-S), berdasarkan pada level A Evidence ACOG “tidak

tepat mendiagnosis janin makrosomia” namun ACOG mendukung penggunaan

kisaran berat 4500 gram sebagai indikator makrosomia sebab, pada berat badan

janin 4500 aka terjadi peningkatan yang tajam akan resiko persalinan, baik kepada

bayi maupun terhadap ibu. Penggunaan ultra sound 3D sebagai prediksi terjadinya

makrosomia dibatasi oleh kekurang akuratan hasil USG 3D pada berat janin besar,

NAMA : HUSEIN ALAYDRUS

NIM : 22010115210068

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

Page 2: Husein Distonia Bahu

lebih jauh lagi pada trimester terakhir, akurasi USG 3D hanya mencapai 60%

untuk makrosomia (berat badan janin lebih dari 4,5Kg).

Distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu dengan

riwayat diabetes. Diabetes melitus menaikan resiko terjadinya distosia bahu

sebesar 6 kali dari populasi normal dan adanya riwayat diabetes pada ibu akan

menaikan resiko terjadinya distosia bahu. McFarland dan rekannya melaporkan

bayi makrosomia yang lahir dari ibu dengan riwayat diabetes memiliki

karakteristik seperti bahu yang lebih lebar, peningkatan lingkar yang ekstrim,

penurunan rasio kepala-bahu, berat badan yang tinggi dan pemanjangan

ekstrimitas atas jika dibandingkan bayi dari ibu tanpa riwayat diabetes dengan

umur kehamilan yang sama dan berat badan lahir yang sama. Apapun hal yang

mengakibatkan meningkatnya risiko terjadinya distosia bahu, penanganan

diabetes yang intensif akan menurunkan risiko terjadinya makrosomia dan

distosia bahu.

Obesitas pada wanita juga dihubungkan dengan makrosomia dan wanita

dengan obesitas merupakan salah satu faktor resiko terjadinya distosia

bahu.Kehamilan serotinus juga meningkatkan risiko terjadinya makrosomia dan

distosia bahu. Ibu lanjut usia sangat berkaitan erat dengan insidensi kelainan

dalam dunia medis seperti obesitas dan diabetes. Rata-rata, wanita dengan

multiparitas berumur lebih tua dan memiliki bobot badan yang lebih dibandingkan

dengan ibu primigravida karena itu mereka memiliki kecenderungan yang lebih

besar untuk melahirkan bayi dengan bobot badan yang berat dan menderita

diabetes.Selain itu, ibu dengan multiparitas lebih mungkin mengalami partus

presipitatus (kala II < 15 menit) yang mengakibatkan meningkatnya risiko

terjadinya distosia bahu.

Banyak penelitian berbeda menyebutkan riwayat distosia bahu

merupakan salah satu variabel yang menjadi predisposisi terjadinya kekambuhan

pada kehamilan selanjutnya. Studi terbaru menyatakan, hampir 12% persalinan

dengan riwayat distosia bahu akan mengakibatkan kejadian distosia bahu pada

persalinan berikutnya dengan tingkat risiko 1 dari 8 persalinan (OR 8.25;95% Cl).

Overland dan Co. melaporkan, dibandingkan risiko 7,3% pada persalinan dengan

riwayat distosia bahu, berat badan bayi yang besar merupakan faktor resiko

Page 3: Husein Distonia Bahu

terbesar terjadinya distosia bahu pada persalinan. Persalinan normal maupun

dengan sectio caesarea dapat dilakukan pada ibu dengan riwayat distosia bahu,

keputusan harus dilakukan oleh ibu dan suaminya. Bagaimanapun, insidensi

distosia bahu sepertinya akan tetap menjadi misteri sebab dokter maupun pasien

tidak mau menjadi objek penelitian walaupun memiliki riwayat persalinan yang

kompleks atau riwayat cedera pada persalinan.

Dapat diambil kesimpulan bahwa tidak diketahui secara pasti apakah

hubungan antara distosia bahu dengan berat bayi, kehamilan serotinus, ibu dengan

usia tua, jenis kelamin bayi, aumentasi dengan oksitosin, multipara dan epidural

anestesi dapat terjadi karena salah satu faktor tersebut ataukah merupakan

akumulasi dari faktor tersebut. Dalam setiap kasus, faktor-faktor risiko dapat

diidentifikasi tapi nilai prediksinya tidak cukup tinggi untuk memprediksi

terjadinya distosia bahu oleh karena itu distosia bahu tidak dapat diprediksi secara

universal.

Tabel 3.1. Faktor Risiko Distosia Bahu

Faktor Antepartum (Ibu-Janin) Faktor Intrapartum

Makrosomia Kala 1 Lama

IMT Maternal > 30 kg/m2 Kala 2 Lama

Tubuh pendek Persalinan dengan alat (forcep atau

vacuum)

Riwayat distosia bahu Penggunaan oksitosin

Anatomi pelvis abnormal Tindakan fundal pressure

Serotinus Anestesi epidural

Usia ibu tua

Jenis kelamin janin laki-laki

Induksi persalinan

Komplikasi pada Bayi dan pada Ibu

Kegagalan melahirkan bahu secara spontan dapat mengakibatkan cacat

permanen baik pada ibu maupun pada janin dengan resiko tinggi (tabel 3.2).angka

kecacatan ibu dan bayi berbanding lurus dengan banyaknya manuver yang

Page 4: Husein Distonia Bahu

dilakukan untuk melahirkan bayi dengan distosia bahu. Komplikasi tersering yang

terjadi adalah perdarahan dan laserasi derajat IV perineum. Komplikasi lain yang

pernah terjadi adalah laserasi vagina dan serviksbeserta atonia uteri. Harus

diperhatikan bahwa manuver heroik seperti Zavanelli manuver dan simpisiotomi

sering mengakibatkan kecacatan pada ibu.

Cedera pleksus brachialis (BPI : Erb-Duschenne’s : cedera pada saraf

tepi C5-C6; klumpke pulsy : cedera pada saraf tepi C8-T1) adalah satu dari sekian

banyak komplikasi distosia bahu yang terpenting dan berbahaya. Banyak kasus

distosia bahu dapat diselesaikan tanpa terjadinya cedera pleksus brachialis dan

kurang lebih 10% kasus distosia bahu menyebabkan kecacatan permanen pleksus

brachialis.Angka kejadian yang ditemukan dari berbagai penelitian bervariasi

antara 4-40%. Berbeda dengan penelitian lain, Suneet P Chauhan & Co

membandingkan antara SD dengan BPI dan SD tanpa BPI menunjukan hasil

diantara objek penelitian yang pernah ataupun tidak pernah mengalami fraktur

yang berulang terdapat nilai yang signifikan terhadap terjadinya BPI jika

dilakukan 3 atau lebih manuver dalam penatalaksanaan distosia bahu. Dapat

ditarik kesimpulan bahwa penatalaksanaan distosia bahu sangat berhubungan

dengan terjadinya cedera pleksus brachialis. Penggunaan 3 manuver akan

menaikkan risiko terjadinya cedera pleksus brachialis jika dibandingkan dengan

penggunaan 2 manuver atau kurang.

Walaupun distosia bahu dan penggunaan manuver dalam

penatalaksanaan distosia bahu sering duhubungkan dengan kelemahan otot di atas,

BPI juga dapat terjadi pada persalinan pervaginam.Mekanisme yang mungkin

terjadi pada cedera akibat persalinan intrauterin adalah akibat tekanan

endogeneous propulsive dari uterus ketika bayi berada pada OUE, kegagalan bahu

untuk berputar, kelainan tekanan intrauterin akibat kelainan pada uterus (fibroid,

septum intrauterin, uterus bikornuate).Semua kondisi ini dapat menyebabkan

BPI.Selain itu, tekanan berlebihan saat traksi juga dapat menyebabkan PBI.Cedera

tidak hanya disebabkan oleh karena traksi namun juga bisa diakibatkan oleh

karena tenaga pendorong ibu.Data lebih lanjut menunjukan bahwa sebagian kecil

kejadian BPI tidak berhubungan dengan distosia bahu dimana 4% dari kejadian

BPI terjadi selepas persalinan per-abdominam.Penggunaan elektromielografi

Page 5: Husein Distonia Bahu

sesaat setelah persalinan (24-48 jam sesudah persalinan) dapat membantu

mengetahui kapan terjadi BPI. Hasil elektromielografi dari denervasi otot

normalnya membutuhkan 10 sampai 14 hari untuk berkembang. Jika ditemukan

dalam periode neonatal dini, sangat disarankan untuk dilakukan persalinan

secepatnya.

Pada akhirnya kecacatan akibat distosia bahu seperti fraktur klavikula

dan humerus dapat sembuh tanpa cacat. Beberapa komplikasi lain yang fatal dari

distosia bahu dapat menyebabkan hipoksia-iskemik enselofati dan bahkan

kematian.

Tabel 3.2.Komplikasi distosia bahu

Ibu Janin

Perdarahan post partum Brachial Plexus Palsy

Laserasi derajat III – IV Fetal Death

Diatesis simfisis dengan atau tanpa

neuropati femoralis transient

Hipoksia janin, dengan atau tanpa

kerusakan neurologis permanen

Fistula rekto-vagina Fraktur humerus dan klavikula

Ruptur uteri

Pencegahan Antepartum

Distosia bahu merupakan kejadian yang tidak dapat diduga dan tidak dapat

dicegah (Evidence Level III, RCOG). Pada pasien dengan riwayat distosia bahu

harus diperkirakan berat badan janin, usia, kehamilan, intoksikasi glukosa ibu dan

tingkat keparahan cedera neonatal pada persalinan sebelumnya harus dievaluasi

lebih lanjut dan resiko serta manfaat dari sectio cesaria (rekomendasi level C,

ACOG).

Studi tentang induksi kehamilan (IOL) dibagi menjadi tiga kategori: IOL

untuk pasien makrosomia nondiabetes, IOL untuk makrosomia pada pasien

diabetes, dan IOL untuk pencegahan makrosomia pada penderita diabetes.

Tidak ada bukti yang mendukung induksi persalinan pada wanita tanpa

diabetes pada keadaan dimana janin dianggap makrosomia (Rekomendasi Grade

A, RCOG).RCOG juga menegaskan bahwa operasi cesar elektif tidak dianjurkan

Page 6: Husein Distonia Bahu

jika bertujuan untuk mengurangi angka kecacatan kelahiran pada kehamilan yang

diduga makrosomia pada ibu tanpa riwayat diabetes. Sebuah studi yang dilakukan

berdasarkan decision analysis model memperkirakan sekitar 2.345 sectio caesaria

akan menghabiskan biaya 4.9juta dollar hanya untuk mencegah BPI non-

permanen akibat distosia bahu jika semua janin yang diperkirakan berberat 4000

gram atau lebih dilahirkan per-abdominam. Walaupun diagnosa bayi makrosomia

tidak tepat, pertimbangan untuk dilakukan sectio caesarea diperbolehkan untuk

mencegah distosia bahu pada suspect janin makrosomia dengan estimasi berat

janin 5000 gram atau lebih pada wanita hamil tanpa riwayat diabetes atau pada

estimasi berat janin 4500 gram pada ibu hamil dengan riwayat diabetes

(Rekomendasi Level C, ACOG).

Induksi persalinan tidak meningkatkan hasil akhir persalinan pada ibu

tanpa riwayat diabetes sebagai indikasi tunggal dari suspect makrosemia dan tidak

efektif dalam mengurangi angka kejadian distosia bahu dan mempercepat durante

sectio cesarea.

Rekomendasi Level B, ACOG mengatakan “ïnduksi persalinan elektif atau

sectio cesaria elektif tidak sesuai pada semua wanita yang dicurigai mempunyai

bayi makrosemia”. Hal ini disebabkan akibat ketidaksesuaian antara hasil ultra

sound sebagai prediktor dari makrosomia. Herbst & Co dalam studi analisis

efektivitas dana pada management janin dengan estimasi berat 4500 gram

menganjurkan pemantauan kehamilan yang baik sebagai penanganan paling

murah bagi ibu hamil tanpa riwayat diabetes. Pada ibu dengan riwayat diabetes,

kontrol kadar glukosa yang adekuat harus dilakukan dan dijaga agar kadar glukosa

ibu hamil dan sesudah melahirkan tidak mengalami peningkatan yang signifikan

jika dibandingkan dengan kadar glukosa sebelum kehamilan untuk mengurangi

resiko abortus spontan, malformasi janin, makrosomia, kematian intrauterine dan

kecacatan pada bayi (Rekomendasi Level B, ACOG). Abortus mungkin menjadi

pertanda adanya vaskulopati, nefropati, kadar glukosa yang tidak terkontrol atau

stillbirth pada sebagian pasien. Berbanding terbalik dengan ibu dengan kadar

glukosa tidak terkontrol, ibu dengan kadar glukosa terkontrol dapat

mempertahankan kehamilan hingga saat umur kehamilan yang cukup (aterm)

selama Ante Natal Care yang baik dilakukan. Bagaimanapun, persalinan sebelum

Page 7: Husein Distonia Bahu

kehamian aterm tidak direkomendasikan” dan sectio cesaria bisa menjadi langkah

yang tepat untuk menghindari cedera pada bayi dimana perkiraan berat janin lebih

dari 4500 gram pada wanita dengan riwayat diabetes (Rekomendasi Level B).

Penanganan Intrapartum

Penanganan distosia bahu yang tepat membutuhkan pengenalan dini yang

tepat.Penggunaan kekuatan yang berlebihan tidak boleh dilakukan pada kepala

janin atau leher serta penekanan pada fundus harus dihindari sebab tindakan ini

tidak memiliki manfaat dalam membebaskan impaksi, bahkan memiliki risiko

untuk mencederai ibu dan janin.

Petugas kesehatan secara rutin harus melakukan observasi terhadap :

(Bukti Level IV, RCOG)

- Kesulitan yang mungkin terjadi pada persalinan terutama kepala dan dagu.

- Kepala terjepit diantara vulva atau mungkin terjadinya re-traksi (turtle sign)

- Kegagalan dalam pengeluaran kepala bayi

- Kegagalan menarik bahu ke bawah pada kala II

Jika hal tersebut terjadi, hal utama yang harus diperhatikan adalah

menghindari atau mengurangi resiko terjadinya hipoksia.Distosia bahu

berpotensial menimbulkan kegawatan akibat kompresi tali plasenta antara badan

janin dan pelvis ibu.Stressor pada janin akibat hipoksia dapat terjadi akibat

kompresi leher dengan kongesti vena central, kompresi plasenta, penurunan

tekanan intervili yang disebabkan oleh kenaikan tekanan intrauterine yang lama

dan brakikardi janin yang kedua. Banyak penelitian dilakukan untuk mencari

hubungan antara distosia bahu, cedera pleksus brachialis dan cedera otak pada

bayi dengan derajat asam-basa arteri umbilikalis, rasio kepala janin dan pelvis

dengan keseimbangan asam basa janin, rasio kepala janin dan pelvis dengan

rendahnya APGAR skor. Laporan CESDI yang ke-5 mengidentifikasikan bahwa

47% dari kelahiran dengan distosia bahu akan menyebabkan kematian pada bayi 5

menit setelah kepala bayi dilahirkan. Karena itu, sangat penting untuk menangani

masalah secara efisien dan secepatnya namun tetap secara berhati-hati untuk

menghindari terjadinya asidosis hipoksia juga menghindari terjadinya trauma

yang tidak perlu (Evidence Level III, RCOG).Untuk alasan inilah distosia bahu

harus ditangani dengan sistematis.Standart klinis yang digunakan sebagai panduan

Page 8: Husein Distonia Bahu

dalam penanganan distosia bahu adalah HELPERR mnemonic dari Advanced Life

Support in Obstetrics.

H :call for help (mencari pertolongan)

E :Evaluate episiotomy (melakukan evaluasi akan perlunya episiotomi)

L :Legs (the McRoberts’manouvere)

P :Suprapubic pressure (tekanan suprapubik)

E :Enter Manouvres (internal rotation)

R :Remove the posterior arm (memindahkan lengan bagian posterior)

R :Roll the patient (all-fours position)

Penanganan distosia bahu akan memberikan hasil yang baik jika sudah

diantisipasi dengen persiapan yang baik sebelumnya (Evidence Level IV, RCOG).

Pemimpin persalinan dapat mencurigai adanya kemungkinan distosia bahu dan

harus memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang sulitnya

persalinan dan resiko yang mungkin terjadi.Kandung kemih pasien harus

dikosongkan dan ruang persalinan harus cukup luas sebagai tempat jika

dibutuhkan personil dan peralatan tambahan.Beberapa tenaga medis dipersiapkan

sebagai tenaga bantuan jika terjadi distosia bahu.Studi Cochrane menunjukan

bahwa tidak ada temuan yang jelas untuk mendukung penggunaan profilaksis

untuk mencegah terjadinya distosia bahu (karena tidak tebukti dapat mengubah

keadaan panggul ibu atau memberikan tekanan eksternal ke panggul ibu sebelum

kelahiran dapat membantu bahu bayi dapat melewati jalan lahir).Selain itu, jika

dibandingkan penggunaan manuver McRoberts pada posisi litotomi dengan

tempat tidur “broken down” sehingga bokong ibu dapat menempel pada tempat

tidur sebelum didiagosis distosia bahu untuk mengurangi traksi kepala janin pada

persalinan normal untuk wanita multipara. Oleh karena itu penggunaan tempat

tidur “break down” tidak direkomendasikan untuk mencegah distosia bahu

(Evidence Level Ib, RCOG).

Pendekatan sestematis dalam penanganan distosia bahu seperti

HELPERR mnemonic bertujuan untuk memberikan hasil salah satu dari :

1. Meningkatkan fungsional dari tulang panggul secara merata dari lordosis

lumbal dan rotasi kepala pada simfisis (melalui manuver McRoberts’)

Page 9: Husein Distonia Bahu

2. Mengurangi diameter bisacromial (luasnya bahu) janin melalui penekanan

suprapubik (yaitu tekanan intrernal pada bagian posterior bahu)

3. Mengubah hubungan diameter bisacromial dalam tulang panggul melalui

rotasi manuver internal.

Penilaian klinis harus selalu memantau kemajuan dari prosedur yang

digunakan.Dalam semua kasus, penekanan pada fundus tidak boleh digunakan

dalam penanganan distosia bahu sebab dapat memperburuk impaksi yang terjadi

dengan resiko kecacatan pada bayi dan ibu. (Rekomendasi Grade C, RCOG)

H : meminta pertolongan ahli harus dilakukan setelah didiagnosis distosia

bahu, seorang dokter ahli kandungan, bidan yang sudah berpengalaman,

tim resusitasi pediatrik dan dokter ahli anestesi. Ibu diminta untuk tidak

mengejan sebab dapat menyebabkan impaksi bahu yang lebih berat dan

dapat menyebabkan masalah yang lebih besar.Ibu diminta untuk tetap

tertidur dengan panggul menyentuh meja bersalin.

E : masalah utama pada distosia bahu adalah impaksi tulang jadi episiotomi

tidak dapat mejadi solusi tunggal pada distosia bahu. Untuk menunjang

keberhasilan manuver McRoberts’ dan penekanan suprapubik dalam

menanggulangi distosia bahu, Managing Obstetric Emergencies and

Trauma (MOET) Group menyarankan pendekatan selektif, episiotomi

dilakukan hanya untuk mempermudah melahirkan lengan bagian

posterior atau putaran dalam bahu. Episiotomi tidak harus dilakukan pada

semua kasus distosia bahu. (Recommendation Grade B, RCOG)

L : manuver McRoberts’adalah satu-satunya manuver intervensi yang efektif

dan harus dilakukan pertama kali dalam penanganan distosia bahu

(Recommendation Grade B, RCOG). Manuver ini dilakukan dengan

melakukan hiperfleksi paha ibu ke abdomen.Pada saat ini, jangan

mengubah dimensi awal dari panggul ibu.Gerakan ini memungkinkan

sakrum menjadi lebih lurus dengan vertebrae bagian lumbal sehingga

memudahkan rotasi kepala janin pada simphisis pubis sehingga bahu bayi

dapat masuk ke dalam pintu atas panggul. Gerakan ini menyebabkan

dorongan pada bahu posterior diatas promontorium sacral, menyebabkan

Page 10: Husein Distonia Bahu

bahu posterior terdorong masuk ke dalam sakrum dan dan memutar

simfisis sehingga berada di atas bahu yang terimpaksi. Posisi ini

menurunkan tekanan mengejan (kekuatan ibu) dan tekanan dari luar

(dorongan dari dokter penolong persalinan) dan meningkatkan tekanan

uterin dan amplitudo kontraksi.Kesuksesan manuver McRoberts’ dalam

menangani distosia bahu (sebagai tindakan tunggal atau dikombinasikan

dengan tekanan suprapubik) dilaporkan sebesar 42 sampai 90%.Manuver

McRoberts dipilih sebagai penatalaksanaan utama dalam penanganan

distosia bahu sebab memiliki resiko rendah untuk menimbulkan

komplikasi lebih lanjut (Recommendation Level C, ACOG).Walaupun

begitu, para ahli kandungan masih merekomendasikan kewaspadaan

terhadap hiperflexi yang berlebihan dan agresif serta abduksi dari paha

ibu terhadap abdomen sebab hal ini sering dikaitkan dengan

meningkatnya traksi yang berakibat pada meningkatnya resiko BPI.

P : Tekanan suprapubik dilakukan bersama-sama dengan manuver

McRoberts’ dapat menaikan angka kesuksesan penanganan distosia bahu

(Recommendation Grade C, RCOG). Tekanan suprapubik mengurangi

diameter bisacromal dan memutar bahu anterior kedalam diameter oblik

pelvis, bahu kemudian menjadi bebas untuk berpisah dibawah simphisis

pubis ketika traksi rutin berlangsung. Penekanan suprapubik (manuver

Rubin I) harus dilakukan ke bawah dan sedikit di lateral ibu sehingga

bagian posterior dari bahu anterior akan mendekat ke dada janin

(Recommendation Grade C, RCOG). pada awalnya, penekanan dapat

dilakukan secara terus-menerus namun jika persalinan masih tidak dapat

dilakukan, direkomendasikan untuk melakukan guncangan ringan untuk

membebaskan bahu dari belakang simphisis pubis namun tidak ada

perbedaan signifikan dari kedua gerakan ini.

Jika manuver simpel ini gagal, ada pilihan lain yang dapat dilakukan

seperti all-faour postion dan manipulasi internal, seperti kelahiran tangan bagian

posterior dan rotasi internal (Evidence Level III, RCOG) dalam kasus tertentu,

pedoman klinis dan pengalaman sangat membantu ahli kandungan dalam

menentukan langkah yang akan diambil.

Page 11: Husein Distonia Bahu

Melanjutkan penjelasan HELPERR mnemonic dari ALSO menyarankan

langkah-langkah selanjutnya yaitu :

E : seperti sudah dikatakan sebelumnya, keputusan untuk melakukan

episiotomi atau procto-episiotomi harus dilakukan dengen

mempertimbangkan keadaan klinis seperti sempitnya dinding vagina

pada primigravida untuk dilakukan fourchette atau kebutuhan untuk

melakukan manipulasi pada janin. Kelahiran bahu bayi dapat dipermudah

dengan rotasi kedalam diameter oblique atau putaran 180 derajat dari

sumbu janin (Evidence Level III, RCOG).pada saat tertentu, perlu

dilakukan dorongan ke atas pada janin agar naik ke sedikit ke pelvis

untuk dapat melakukan manuver ini.

Pada manuver Rubin II, tangan penolong persalinan dimasukan ke dalam

vagina dan dengan dua jari digitalis melakukan penekanan pada bagian posterior

dari bahu anterior agar mendekat ke arah dada janin.Hal ini menyebabkan bahu

janin bergerak ke arah diameter oblique. Gerakan ini akan mengadduksi bahu

janin, memutarnya ke depan sehingga semakin sesuai dengan diameter oblique.

Jika manuver Rubin II tidak berhasil, manuver Woods-Corkscrew dapat

dilakukan. Sementara kedua jari yang digunakan dalam manuver Rubin II tetap

memberikan tekanan, dokter ahli kandungan menggunakan tangan kedua untuk

menggunakan 2 jari dan diletakan pada bagian anterior dari bahu posterior,

melakukan dorongan ke atas secara perlahan untuk memindahkan bahu posterior

ke lingkaran oblique. Gerakan ini menghasilkan banyak rotasi yang efektif dan

dorongan ke arah bawah harus tetap dilakukan selama dilakukan manuver ini.Jika

manuver ini tetap gagal, lakukan rotasi 180 derajat dan teruskan persalinan.

Jika manuver Rubin II dan Woods Corkscrew gagal, manuver woods

corkscrew reverse dapat dilakukan. Pada manuver ini, jari dokter ahli kandungan

yang menjadi penolong persalinan diletakan pada bagian belakang dari bahu

posterior janin lalu dilakukan putaran berlawanan dengan putaran pada manuver

Rubin II atau manuver Woods Corkscrew.Manuver ini menyebabkan adduksi dari

bahu posterior janin, bertujuan untuk melakukan putaran pada bahu agar menjauh

dari posisi impaksi dan mengarah pada jalur oblique dan siap untuk persalinan.

Page 12: Husein Distonia Bahu

R : persalinan juga dapat dipermudah dengan cara melahirkan bahu posterior

(Evidence Level III,RCOG). manuver jacquimier secara efektif

menurunkan 20% dari diameter bisacromial), memudahkan janin bergerak

ke celah sacrum, membebaskan impaksi pada bahu anterior dibawah

simphisis pubis. Untuk melakukan manuver ini, penekanan harus diakukan

oleh penolong persalinan pada fossa ante-kubiti untuk melenturkan lengan

janin.Lengan janin secara perlahan bergerak menjauh dari dada janin dan

lahir mengikuti perineum. Badan janin akan ikut lahir atau lengan yang

sudah lahir dapat digunakan untuk melakukan putaran pada badan janin

untuk mempermudah proses persalinan. Manuver ini hanya dapat

dilakukan pada ibu yang besar (Evidence Level III, RCOG), genggaman

dan tarikan langsung pada lengan bayi dan memberikan tekanan langsung

pada pertengahan batang tulang humerus dapat menyebabkan fraktur

humeri namun dapat sembuh dengan sendirinya tanpa kecacatan dalam

waktu lama.

R : posisi ”all-fours” adalah posisi yang memanfaatkan gaya gravitasi dan

meningkatkan ruangan pada celah sacrum untuk memfasilitasi persalinan

bahu dan tangan posterior. Mengubah penopang menjadi tangan dan lutut

akan memberikan celah yang cukup untuk persalinan. Saat pasien sudah di

reposisi, dokter memberikan traksi ringan kebawah untuk melahirkan bahu

posterior dengan bantuan gravitasi.Posisi “all-fours”dapat digunakan pada

semua manipulasi persalina intravaginal untuk distosia bahu. Untuk wanita

dengan postur kecil tanpa anestesi epidural dan hanya ada satu penolong

persalinan, posisi äll-fours”adalah posisi yang paling tepat untuk

persalinan (Evidence Level III,RCOG)

Jika semua manuver yang dijelaskan dalam HELPERR mnemonic tidak

berhasil, beberapa teknik lain dipertimbangkan sebagai percobaan terakhir atau

manuver garis ke tiga, seperti :

1. Kleidotomi (mematahkan klavikula secara sengaja): memberikan tekanan ke

atas dengan 2 jadi pada bagian tengah klavikula janin menyebabkan

penurunan lingkar bisacromial namun secara signifikan meningkatkan resiko

BPI dan cidera pembuluh darah paru.

Page 13: Husein Distonia Bahu

2. Manuver Zavanelli (penggantian kepala yang diikuti dengan secsio cesaria)

mungkin merupakan tindakan yang paling tepat untuk distosia pada kedua

bahu (Evidence Level III, RCOG) digunakan jika tidak ada manuver yang

memberikan hasil yang baik, tindakan ini sering dihubungkan dengan

meningkatnya resiko kecacatan dan kematian bayi serta kecacatan ibu.

3. Simpisiotomi (pemotongan kartilago fibrosa simfisis secara sengaja dengan

penggunaan lokal anestesi) sering mengakibatkan kecacatan pada ibu dan hasil

simfisiotomi akan melahirkan bayi yang tidak sehat (Evidence Level III,

RCOG).

4. Histerotomi (sectio cesaria dalam pengaruh general anestesi) pemutaran bahu

janin trans-abdominal dengean persalinan pervaginam atau penggantian kepala

janin dan dilakukan persalinan perabdominal

5. General anestesi (pelemasan sistem muskulo-skeletal atau pelemasan uterine)

Penanganan post-partum

Sesudah persalinan, penolong persalinan harus mewaspadai perdarahan post

partum dan derajat 3 atau 4 dari laserasi perineum. Pada kasus BPI, terlepas dari

etiologinya, penatalaksanaan dari bayi harus dari berbagai aspek klinis meliputi

dokter spesialis anak, dokter spesialis neurologi anak, fisioterapis dan harus

segera dirujuk ke center trauma pleksus brachialis. Rencana penatalaksanaan

harus didiskusikan dengan baik pada orang tua bayi. Insiden distosia bahu cukup

rendah namun merupakan salah satu penyebab kegawatan medis, oleh karena itu

sangat penting untuk mendokumentasikan secara akurat kesulitan yag ditemui dan

kemungkinan adanya trauma pasca persalinan. Setelah semua komplikasi

persalinan tertangani dengan baik, analisis gas darah pada tali pusat harus

dilakukan, inform consent pada keluarga pasien harus dilakukan dan semua

kejadian yang terjadi pada proses persalinan harus didokumentasikan oleh setiap

bagian yang terlibat dalam persalinan. Orang tua biasanya akan mengalami trauma

akibat persalinan dan mereka berhak untuk mendapatkan keterangan yang lengkap

dan akurat tentang persalinan sesat setelah persalinan tentang manuver yang

digunakan dan alasan dari tindakan medis yang diambil. Laporan CESDI yang ke

Page 14: Husein Distonia Bahu

enam memberikan gambaran laporan obstetrik yang adekuat dengan resiko

mediko-legalnya.

Sangat penting untuk mencatat :

1. Waktu kelahiran kepala

2. arah kepala bayi setelah restitusi

3. manuver yang dilakukan, kapan dilakukan dan urutan dilakukan manuver

dalam persalinan

4. waktu kelahiran badan bayi

5. staf yang datang saat persalinan dan waktu staf tiba di tempat persalinan

6. kondisi bayi sesaat sesudah lahir (APGAR skor)

7. pengukuran kadar asam basa tali pusat

Page 15: Husein Distonia Bahu

DAFTAR PUSTAKA

1. Arulkumaran S, Symonds IM, Fowlie A eds(2003). Oxford Handbook of

Obstetricsand Gynaecology. Oxford: Oxford University Press: 388-9.

2. Cuningham, F Gary. 2006. Bab 19 Distosia: kelaianan presentasi, posisi, dan

perkembangan janin. Dalam: Obstetri William Edisi 21 Vol 1. Jakarta : EGC:

506-10

3. Manuaba, Chandradinata. Manuaba, Fajar. dan Manuaba, I.B.G. 2007.

Pengantar Kuliah Obsetri. Jakarta:EGC.

4. Politi, S.,D’Emidio, L.,Cignini, P., et al. 2010. Shoulder dystocia: an

Evidence-Based approach. Journal of Prenatal Medicine 2010; 4 (3): 35-42.

Diakses 8 Mei 2012 avaible from :URL:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3279180/pdf

5. Rayburn, William F,. Carey, J Christopher, 2001. Bab 9 : Komplikasi-

komplikasi Intrapartum. Dalam: Obsetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya

Medika: 193-4

6. Hoffman, Matthew K., Bailit, Jennifer K., Branch, Ware.,et al. 2011. A

Comparison of Obsetric Manuevers for the Acute Management of Sholder

Dystocia. American College of Obstricians and Gynecologist. Vol. 117, No. 6,

June 2011.

7. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2005. Shoulder

dystocia.Guideline No. 42. London: RCOG

8. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2012. Shoulder dystocia.

Green-top Guideline No. 42 2nd Edition. London: RCOG

9. Saifuddin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawiroharjo

10. Sarwono Prawirohardjo . 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo