syahidnya husein radhiallahu

19
1 Syahidnya Husein Radhiallahu ‘anhu di Padang Karbala -Tulisan berikut ini diterjemahkan dari tulisan dan sebagian ceramah Syaikh Utsman al-Khomis, seorang ulama yang terkenal sebagai pakar dalam pembahasan Syiah-. Pembahasan tentang terbunuhnya cucu Rasulullalllah, asy-syahid Husein bin Ali‘alaihissalam telah banyak ditulis, namun beberapa orang ikhwan meminta saya agar menulis sebuah kisah shahih yang benar-benar bersumber dari para ahli sejarah. Maka saya pun menulis ringkasan kisah tersebut sebagai berikut sebelumnya Syaikh telah menulis secara rinci tentang kisah terbunuhnya Husein di buku beliau Huqbah min at-Tarikh-. Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan wafat, penduduk Irak mendengar kabar bahwa Husein bin Ali belum berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, maka orang- orang Irak mengirimkan utusan kepada Husein yang membawakan baiat mereka secara tertulis kepadanya. Penduduk Irak tidak ingin kalau Yazid bin Muawiyah yang menjadi khalifah, bahkan mereka tidak menginginkan Muawiyah, Utsman, Umar, dan Abu Bakar menjadi khalifah, yang mereka inginkan adalah Ali dan anak keturunannya menjadi pemimpin umat Islam. Melalui utusan tersebut sampailah 500 pucuk surat lebih yang menyatakan akan membaiat Husein sebagai khalifah. Setelah surat itu sampai di Mekah, Husein tidak terburu-buru membenarkan isi surat itu. Ia mengirimkan sepupunya, Muslim bin Aqil, untuk meneliti kebenaran kabar baiat ini. Sesampainya Muslim di Kufah, ia menyaksikan banyak orang yang sangat menginginkan Husein menjadi khalifah. Lalu mereka membaiat Husein melalui perantara Muslim bin Aqil. Baiat itu terjadi di kediaman Hani’ bin Urwah. Dia menghantar surat kepada Hussien supaya datang.

Upload: azhari68

Post on 21-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hussein

TRANSCRIPT

  • 1

    Syahidnya Husein Radhiallahu anhu di Padang Karbala -Tulisan berikut ini diterjemahkan dari tulisan dan sebagian ceramah Syaikh Utsman

    al-Khomis, seorang ulama yang terkenal sebagai pakar dalam pembahasan Syiah-.

    Pembahasan tentang terbunuhnya cucu Rasulullalllah, asy-syahid Husein bin

    Alialaihissalam telah banyak ditulis, namun beberapa orang ikhwan meminta saya

    agar menulis sebuah kisah shahih yang benar-benar bersumber dari para ahli sejarah.

    Maka saya pun menulis ringkasan kisah tersebut sebagai berikut sebelumnya Syaikh

    telah menulis secara rinci tentang kisah terbunuhnya Husein di buku beliau Huqbah min

    at-Tarikh-.

    Pada tahun 60 H, ketika Muawiyah bin Abu Sufyan wafat, penduduk Irak mendengar

    kabar bahwa Husein bin Ali belum berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, maka orang-

    orang Irak mengirimkan utusan kepada Husein yang membawakan baiat mereka secara

    tertulis kepadanya. Penduduk Irak tidak ingin kalau Yazid bin Muawiyah yang menjadi

    khalifah, bahkan mereka tidak menginginkan Muawiyah, Utsman, Umar, dan Abu

    Bakar menjadi khalifah, yang mereka inginkan adalah Ali dan anak keturunannya

    menjadi pemimpin umat Islam. Melalui utusan tersebut sampailah 500 pucuk surat lebih

    yang menyatakan akan membaiat Husein sebagai khalifah.

    Setelah surat itu sampai di Mekah, Husein tidak terburu-buru membenarkan isi surat

    itu. Ia mengirimkan sepupunya, Muslim bin Aqil, untuk meneliti kebenaran kabar baiat

    ini. Sesampainya Muslim di Kufah, ia menyaksikan banyak orang yang sangat

    menginginkan Husein menjadi khalifah. Lalu mereka membaiat Husein melalui

    perantara Muslim bin Aqil. Baiat itu terjadi di kediaman Hani bin Urwah. Dia

    menghantar surat kepada Hussien supaya datang.

  • 2

    Kabar ini akhirnya sampai ke telinga Yazid bin Muawiyah di ibu kota kekhalifahan,

    Syam, lalu ia mengutus Ubaidullah bin Ziyad (ahli politik yang paling kejam) menuju

    Kufah untuk mencegah Husein masuk ke Irak dan meredam pemberontakan penduduk

    Kufah terhadap otoriti kekhalifahan. Saat Ubaidullah bin Ziyad tiba di Kufah, masalah

    ini sudah sangat memanas. 17 orang saja yang bersamanya. Umurnya 28 tahun.

    Ia terus menanyakan perihal ini hingga akhirnya ia mengetahui bahwa kediaman Hani

    bin Urwah (pro Umayyah tapi berpihak kepada Hussein) adalah sebagai tempat

    berlangsungnya pembaiatan dan di situ juga Muslim bin Aqil tinggal. Dia menjadi

    governor di Kufah.

    Ubaidullah menemui Hani bin Urwah dan menanyakannya tentang gejolak di Kufah.

    Ubaidullah ingin mendengar sendiri penjelasan langsung dari Hani bin Urwah

    walaupun sebenarnya ia sudah tahu tentang segala kabar yang beredar. Dengan berani

    dan penuh tanggung jawab terhadap keluarga Nabi (Muslim bin Aqil adalah keponakan

    Nabi), Hani bin Urwah mengatakan, Demi Allah, sekiranya (Muslim bin Aqil)

    bersembunyi di kedua telapak kakiku ini, aku tidak akan memberitahukannya

    kepadamu! Ubaidullah lantas memukulnya dan memerintahkan agar ia ditahan.

    Mendengar kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan Hani bin Urwah, Muslim bin Aqil

    bersama 4000 orang yang membaiatnya mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad.

    Pengepungan itu terjadi di siang hari.

    Ubaidullah bin Ziayd merespon ancaman Muslim dengan mengatakan akan

    mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata gertakan Ubaidullah membuat

    takut Syiah (pembela) Husein ini. Mereka pun berkhianat dan satu demi satu

    meninggalkan Muslim bin Aqil hingga tersisa 30 orang saja yang bersama Muslim bin

    Aqil, dan belumlah matahari terbenam hanya tersisa Muslim bin Aqil seorang diri.

    Muslim pun ditangkap dan Ubaidullah memerintahkan agar ia dibunuh. Sebelum

    dieksekusi, Muslim meminta izin untuk mengirim surat kepada Husein, keinginan

    terakhirnya dikabulkan oleh Ubaidullah bin Ziyad. Isi surat Muslim kepada Husein

    adalah Pergilah, pulanglah kepada keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh penduduk

    Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku.

  • 3

    Orang-orang pendusta itu tidak memiliki pandangan (untuk mempertimbangkan

    masalah). Muslim bin Aqil pun dibunuh, padahal saat itu adalah hari Arafah.

    Husein berangkat dari Mekah menuju Kufah di hari tarwiyah. Banyak para sahabat Nabi

    menasihatinya agar tidak pergi ke Kufah. Di antara yang menasihatinya adalah

    Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Said al-Khudri,

    Abdullah bin Amr, saudara tiri Husein, Muhammad al-Hanafiyah dll.

    Abu Said al-Khudri radhiallahu anhu mengatakan, Sesungguhnya aku adalah seorang

    penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahwa orang-

    orang yang mengaku sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu.

    Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka, janganlah engkau pergi

    bergabung bersama mereka karena aku mendengar ayahmu Ali bin Abi Thalib-

    mengatakan tentang penduduk Kufah, Demi Allah, aku bosan dan benci kepada

    mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap

    memenuhi janji sedikit pun. Niat dan kesungguhan mereka tidak ada dalam suatu

    permasalahan (mudah berubah pen.). Mereka juga bukan orang-orang yang sabar ketika

    menghadapi pedang (penakut pen.).

    Abdullah bin Umar radhiallahu anhu mengatakan, Aku hendak menyampaikan

    kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi shallallahu

    alaihi wa sallam. Kemudian memberikan dua pilihan kepada beluai antara dunia dan

    akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah

    darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian

    (ahlul bait) dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian. Husein

    tetap enggan membatalkan keberangkatannya. Abdullah bin Umar pun menangis, lalu

    mengatakan, Aku titipkan engkau kepada Allah dari pembunuhan.

    Setelah meneruskan keberangkatannya, datanglah kabar kepada Husein tentang

    tewasnya Muslim bin Aqil. Husein pun sadar bahwa keputusannya ke Irak keliru, dan

    ia hendak pulang menuju Mekah atau Madinah, namun anak-anak Muslim mengatakan,

    Janganlah engkau pulang, sampai kita menuntut hukum atas terbunuhnya ayah kami.

  • 4

    Karena menghormati Muslim dan berempati terhadap anak-anaknya, Husein akhirnya

    tetap berangkat menuju Kufah dengan tujuan menuntut hukuman bagi pembunuh

    Muslim.

    Bersamaan dengan itu Ubaidullah bin Ziyad telah mengutus al-Hurru bin Yazid at-

    Tamimi dengan membawa 1000 pasukan untuk menghadang Husein agar tidak

    memasuki Kufah. Bertemulah al-Hurru dengan Husein di Qadisiyah, ia mencoba

    menghalangi Husein agar tidak masuk ke Kufah. Husein mengatakan, Celakalah

    ibumu, menjauhlah dariku.

    Al-Hurru menjawab, Demi Allah, kalau saja yang mengatakan itu adalah orang

    selainmu akan aku balas dengan menghinanya dan menghina ibunya, tapi apa yang akan

    aku katakan kepadamu, ibumu adalah wanita yang paling mulia, radhiallahu anha.

    Saat Husein menginjakkan kakinya di daerah Karbala, tibalah 4000 pasukan lainnya

    yang dikirim oleh Ubaidullah bin Ziyad dengan pimpinan pasukan Umar bin Saad.

    Husein mengatakan, Apa nama tempat ini? Orang-orang menjawab, Ini adalah

    daerah Karbala. Kemudian Husein menanggapi, Karbun (musibah)

    danbalaa (bencana).

    Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Husein radhiallahu anhumenyadari

    tidak ada peluang baginya. Lalu ia mengatakan, Aku ada dua alternatif pilihan, (1)

    kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang atau (2) kalian biarkan aku pergi

    menghadap Yazid di Syam.

    Engkau pergi menghadap Yazid, tapi sebelumnya aku akan menghadap Ubaidullah bin

    Ziyad terlebih dahulu kata Umar bin Saad. Ternyata Ubadiullah menolak jika Husein

    pergi menghadap Yazid, ia menginginkan agar Husein ditawan menghadapnya.

    Mendengar hal itu Husein menolak untuk menjadi tawanan.

    Terjadilah peperangan yang sangat tidak imbang antara 73 orang di pihak Husein

    berhadapan dengan 5000 pasukan Irak. Kemudian 30 orang pasukan Irak dipimpin oleh

    al-Hurru bin Yazid at-Tamimi membelot dan bergabung dengan Husein. Peperangan

    yang tidak imbang itu menewaskan semua orang yang mendukung Husein, hingga

    tersisa Husein seorang diri.

  • 5

    Orang-orang Kufah merasa takut dan segan untuk membunuhnya, masih tersisa sedikit

    rasa hormat mereka kepada darah keluarga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa

    sallam. Namun ada seorang laki-laki yang bernama Amr bin Dzi al-Jausyan semoga

    Allah menghinakannya- melemparkan panah lalu mengenai Husein, Husein pun

    terjatuh lalu orang-orang mengeroyoknya, Husein akhirnya syahid, semoga Allah

    meridhainya.

    Ada yang mengatakan Amr bin Dzi al-Jausyan-lah yang memotong kepala Husein

    sedangkan dalam riwayat lain, orang yang menggorok kepala Husein adalah Sinan bin

    Anas, Allahu alam. Yang perlu pembaca ketauhi Ubaidullah bin Ziyad, Amr bin Dzi

    al-Jausyan, dan Sinan bin Anas adalah pembela Ali (Syiah nya Ali) di Perang Shiffin.

    Ini adalah sebuah kisah pilu yang sangat menyedihkan, celaka dan terhinalah orang-

    orang yang turut serta dalam pembunuhan Husein dan ahlul bait yang bersamanya. Bagi

    mereka kemurkaan dari Allah. Semoga Allah merahmati dan meridhai Husein dan

    orang-orang yang tewas bersamanya. Di antara ahlul bait yang terbunuh bersama

    Husein adalah:

    Anak-anak Ali bin Abi Thalib: Abu Bakar, Muhammad, Utsman, Jafar, dan Abbas.

    Anak-anak Husein bin Ali: Ali al-Akbar dan Abdullah.

    Anak-anak Hasan bin Ali: Abu Bakar, Abdullah, Qosim.

    Anak-anak Aqil bin Abi Thalib: Jafar, Abdullah, Abdurrahman, dan Abdullah bin

    Muslim bin Aqil.

    Anak-anak dari Abdullah bin Jafar bin Abi Thalib: Aun dan Muhammad.

    Dari Ummu Salamah bawasanya Jibril datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa

    sallam Jibril mengatakan, Apakah engkau mencintai Husein wahai Muhammad?

    Nabi menjawab, Tentu Jibril melanjutkan, Sesungguhnya umatmu akan

    membunuhnya. Kalau engkau mau, akan aku tunjukkan tempat dimana ia akan

    terbunuh. Kemudian Nabi diperlihatkan tempat tersebut, sebuah tempat yang

    dinamakan Karbala. (HR. Ahmad dalam Fadhailu ash-Shahabah, ia mengatakan hadis

    ini hasan).

  • 6

    Adapun berita-berita bahwa langit menurunkan hujan darah, dinding-dinding berdarah,

    batu yang diangkat lalu di bawahnya terdapat darah, dll. karena sedih dengan tewasnya

    Husein, berita-berita ini tidak bersumber dari rujukan yang shahih.

    Benarkah Sikap Husein alaihissalam Pergi ke Irak?

    Tidak ada kemaslahatan dalam hal dunia maupun akhirat dari sikap

    Huseinalaihissalam yang keluar menuju Irak. Oleh karena itu, banyak sahabat Nabi

    yang berusaha mencegahnya dan melarangnya berangkat ke Irak. Husein pun

    menyadari hal itu dan ia sempat hendak pulang, namun anak-anak Muslim bin Aqil

    memintanya mengambil sikap atas terbunuhnya ayah mereka. Husein dengan penuh

    tanggung jawab tidak lari dari permasalahan ini. Dari peristiwa ini tampaklah kezaliman

    dan kesombongan orang-orang Kufah (Syiah-nya Husein) terhadapahlul

    bait Nabi alaihumu ash-shalatu wa salam.

    Sekiranya Husein alaihissalam menuruti nasihat para sahabat tentu tidak terjadi

    peristiwa ini, akan tetapi Allah telah menetapkan takdirnya. Terbunuhnya Husein ini

    tentu saja tidak sebesar peristiwa terbunuhnya para Nabi, semisal dipenggalnya kepala

    Nabi Yahya oleh seorang raja, karena calon istri raja tersebut meminta kepala Nabi

    Yahya bin Zakariya sebagai mahar pernikahan. Demikian juga dibunuhnya Nabi

    Zakariya oleh Bani Israil, dan nabi-nabi lainnya. Demikian juga dengan dibunuhnya

    Umar dan Utsman. Semua kejadian itu lebih besar dibanding dengan peristiwa

    dibunuhnya Husein alaihissalam.

  • 7

    Bagaimana Sikap Kita Terhadap Peristiwa Karbala?

    Tidak diperbolehkan bagi umat Islam, apabila disebutkan tentang kematian Husein,

    maka ia meratap dengan memukul-mukul pipi atau merobek-robek pakaian, atau bentuk

    ratapan yang semisalnya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Bukan

    termasuk golongan kami, orang-orang yang menampar-nampar pipi dan merobek saku

    bajunya. (HR. Bukhari).

    Seorang muslim yang baik, apabila mendengar musibah ini hendaknya ia mengatakan

    sebuah kalimat yang Allah tuntunkan dalam firman-Nya,

    Orang-orang yang apabila mereka ditimpa musibah, mereka mengtakan sesungguhnya

    kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami akan kembali. (QS. Al-Baqarah:

    155)

    Tidak pernah diriwayatkan bahwa Ali bin Husein atau putranya Muhammad, atau Jafar

    ash-Shadiq atau Musa bin Jafar radhiallahu anhum, para imam dari kalangan ahlul

    bait maupun selain mereka pernah memukul-mukul pipi mereka, atau merobek-robek

    pakaian atau berteriak-teriak, dalam rangka meratapi kematian Husein. Tirulah mereka

    kalau engkau tidak bisa serupa dengan mereka, karena meniru orang-orang yang mulia

    itu adalah kemuliaan.

    Tidak seperti orang-orang yang mengaku Syiah (pembela) Husein, Syiahnya ahlul

    bait Nabi pada hari ini, mereka merusak anggota tubuh, memukul kepala dan tubuh

    dengan pedang dan rantai, mereka katakan kami bangga menyucurkan darah bersama

    Husein. Demi Allah, sekiranya mereka berada pada hari dimana Husein terbunuh

    mereka akan turut serta dalam kelompok pembunuh Husein karena mereka adalah

    orang-orang yang selalu berhianat.

  • 8

    Posisi Yazid Dalam Peristiwa Ini

    Dalm permasalahan ini, Yazid sama sekali tidak turut campur. Aku mengatakan hal ini

    bukan untuk membela Yazid tetapi hanya untuk mendudukan permasalahan yang

    sebenarnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, Yazid bin Muawiyah tidak

    memerintahkan untuk membunuh Husein. Ini adalah kesepatakan para ahli sejarah.

    Yazid hanya memerintahkan Ubaidullah bin Ziyad agar mencegah Husein untuk

    memasuki wilayah Irak. Ketika Yazid mendengar tewasnya Husein, Yazid pun terkejut

    dan menangis. Setelah itu Yazid memuliakan keluarga Husein dan mengamankan

    anggota keluarga yang tersisa sampai ke daerah mereka. Adapun riwayat yang

    menyatakan bahwa Yazid merendahkan perempuan-perempuanahlul bait lalu

    membawa mereka ke Syam, ini adalah riwayat yang batil. Bani Umayyah (keluarga

    Yazid) selalu memuliakan Bani Hasyim (keluarga Rasulullah).

    Sebelumnya Yazid telah mengirim surat kepada Husein ketika di Mekah, ternyata saat

    surat itu tiba Husein telah berangkat menuju Irak. Surat itu berisikan syair dari Yazid

    untuk melunakkan hati Husein agar tidak berangkat ke Irak dan Yazid juga menyatakan

    kedekatan kekerabatan mereka. Bibi Yazid, Ummu Habibah adalah istri Rasulullah dan

    kakek (Jawa: mbah buyut) Yazid dan Husein adalah saudara kembar.

    Kepala Husein

    Tidak ada riwayat yang shahih yang menyatakan bahwa kepala Husein dikirim kepada

    Yazid di Syam. Husein tewas di Karbala dan kepalanya didatangkan kepada Ubaidullah

    bin Ziyad. Tidak diketahui dimana makamnya dan makam kepalanya.

    Wallahu Taala ala wa alam, wa shallallahu ala nabiyyina muhammad wa ala aalihi

    wa shohbihi ajmain. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan dalam kitab Aqidah al-Wasithiyyah

    : "Ahlussunnah menahan lidah dari permasalahan atau pertikaian yang

    terjadi diantara para Sahabat Radhiyallahu 'anhum. Dan mereka juga

  • 9

    mengatakan: Sesungguhnya riwayat-riwayat yang dibawakan dan sampai

    kepada kita tentang keburukan-keburukan para Sahabat Radhiyallahu

    'anhum (pertikaian atau peperangan) ada yang dusta dan ada juga yang

    ditambah, dikurangi dan dirubah dari aslinya (serta ada pula yang shahih-

    pen). Riwayat yang shahih. menyatakan, bahwa para Sahabat Radhiyallahu

    'anhum ini ma'dzrn (orang-orang yang diberi udzur). Baik dikatakan

    karena mereka itu para mujtahid yang melakukan ijtihad dengan benar

    ataupun juga para mujtahid yang ijtihadnya keliru.[1]

    Ahlussunah wal Jama'ah memposisikan riwayat-riwayat ini. Ketiga riwayat

    ini bertebaran dalam kitab-kitab tarikh (sejarah). Dan ini mencakup semua

    kejadian dalam sejarah Islam, termasuk kisah pembunuhan Husain bin Ali

    Radhiyallahu 'anhuma di Karbala. Sebagian besar riwayat tentang peristiwa

    menyedihkan ini adalah kebohongan belaka. Sebagian lagi dhaif dan ada

    juga yang shahih. Riwayat yang dinyatakan shahih oleh para ulama ahli

    hadits yang bersesuaian dengan kaidah ilmiah dalam ilmu hadits, inilah yang

    wajib dijadikan pedoman dalam mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.

    Dari sini, kita dapat memahami betapa sanad itu sangat penting untuk

    membungkam para pendusta dan membongkar niat busuk mereka.

    Sufyan ats-Tsauri rahimahullah mengatakan, "Sanad itu senjata kaum

    muslimin, jika dia tidak memiliki senjata lalu apa yang dia pergunakan

    dalam berperang" Perkataan ini diriwayatkan oleh al-Hkim dalam kitab al-

    Madkhal.

    'Abdullah bin Mubrak rahimahullah mengatakan, "Sanad ini termasuk

    bagian dari agama. kalau tidak ada isnad, maka siapapun bisa berbicara

    semaunya." Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam

    Muqaddimah kitab Shahih beliau rahimahullah.

    Di tempat yang sama, Imam Muslim raimahullah juga membawakan

    perkataan Ibnu Srin, "Dahulu, mereka tidak pernah bertanya tentang

    sanad. Ketika fitnah mulai banyak, mereka mengatakan, "Sebutkanlah nama

    orang-orangmu yang meriwayatkannya" !

    KRONOLOGI TERBUNUHNYA HUSAIN RADHIYALLAHU 'ANHUMA

    Berkait dengan peristiwa Karbala, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah

    rahimahullah mengatakan, "Orang-orang yang meriwayatkan pertikaian

    Husain Radhiyallahu 'anhu telah memberikan tambahan dusta yang sangat

    banyak, sebagaimana juga mereka telah membubuhkan dusta pada

    peristiwa pembunuhan terhadap 'Utsman Radhiyallahu 'anhu, sebagaimana

  • 10

    mereka juga memberikan tambahan cerita (dusta) pada peristiwa-peristiwa

    yang ingin mereka besar-besarkan, seperti dalam riwayat mengenai

    peperangan, kemenangan dan lain sebagainya. Para penulis tentang berita

    pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhu, ada diantara mereka yang

    merupakan ahli ilmu (ulama) seperti al-Baghawi rahimahullah dan Ibnu Abi

    Dun-ya dan lain sebagainya. Namun demikian, diantara riwayat yang

    mereka bawakan ada yang terputus sanadnya. Sedangkan yang

    membawakan cerita tentang peristiwa ini dengan tanpa sanad,

    kedustaannya sangat banyak"[2]

    Oleh karenanya, dalam pembahasan tentang peristiwa ini perlu diperhatikan

    sanadnya.

    RIWAYAT SHAHIH TENTANG PERISTIWA KARBALA

    Riwayat yang paling shahih ini dibawakan oleh Imam al-Bukhri, no, 3748 :

    "Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrhm, dia mengatakan :

    aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarr dari

    Muhammad dari Anas bin Mlik Radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan :

    Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada 'Ubaidullah bin Ziyd[3].

    Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu 'Ubaidullah bin Ziyd menusuk-nusuk

    (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan

    Husain. Anas Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Diantara Ahlul bait, Husain

    adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa

    sallam." Saat itu, Husain Radhiyallahu 'anhu disemir rambutnya dengan

    wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam)"

    Kisahnya, Husain bin Ali Radhiyallahu 'anhuma tinggal di Mekah bersama

    beberapa Shahabat, seperti Ibnu 'Abbs dan Ibnu Zubair Radhiyallahu

    'anhuma. Ketika Muawiyah Radhiyallahu 'anhu meninggal dunia pada tahun

    60 H, anak beliau Yazd bin Muwiyah menggantikannya sebagai imam kaum

    muslimin atau khalifah. Saat itu, penduduk Irak yang didominasi oleh

    pengikut 'Ali Radhiyallahu 'anhu menulis surat kepada Husain Radhiyallahu

    'anhuma meminta beliau Radhiyallahu 'anhuma pindah ke Irak. Mereka

    berjanji akan membai'at Husain Radhiyallahu 'anhuma sebagai khalifah

    karena mereka tidak menginginkan Yazd bin Muwiyah menduduki jabatan

    Khalifah. Tidak cukup dengan surat, mereka terkadang mendatangi Husain

  • 11

    Radhiyallahu 'anhuma di Mekah mengajak beliau Radhiyallahu 'anhu

    berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan. Para Sahabat

    seperti Ibnu Abbs Radhiyallahu 'anhuma kerap kali menasehati Husain

    Radhiyallahu 'anhuma agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah

    Husain Radhiyallahu 'anhuma, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu, dibunuh

    di Kufah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu khawatir mereka membunuh

    Husain juga disana. Husain Radhiyallahu 'anhuma mengatakan, "Saya sudah

    melakukan istikharah dan akan berangkat kesana".

    .

    Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau Radhiyallahu 'anhuma

    mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang

    sepupunya Muslim bin 'Aqil yang telah dibunuh di sana.

    Akhirnya, berangkatlah Husain Radhiyallahu 'anhuma bersama keluarga

    menuju Kufah.

    Sementara di pihak yang lain, 'Ubaidullah bi n Ziyd diutus oleh Yazid bin

    Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, 'Ubaidullah dengan

    pasukannya berhadapan dengan Husain Radhiyallahu 'anhuma bersama

    keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini

    sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain

    Radhiyallahu 'anhuma. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu,

    sementara orang-orang Irak yang membujuk Husain Radhiyallahu 'anhuma,

    dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri

    meninggalkan Husain c dan keluarganya berhadapan dengan pasukan

    Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain Radhiyallahu 'anhuma

    sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu

    dibawa kehadapan 'Ubaidullah bin Ziyd dan kepala itu diletakkan di bejana.

    Lalu 'Ubaidullah yang durhaka[4] ini kemudian menusuk-nusuk hidung,

    mulut dan gigi Husain, padahal di situ ada Anas bin Mlik, Zaid bin Arqam

    dan Abu Barzah al-Aslami Radhiyallahu 'anhum. Anas Radhiyallahu 'anhu

    mengatakan, "Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah

    melihat mulut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium mulut itu!"

    Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan, "Seandainya saya tidak

    melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah sudah rusak, maka pasti

    kepalamu saya penggal."

    Dalam riwayat at- Tirmidzi dan Ibnu Hibbn dari Hafshah binti Sirn dari

    Anas Radhiyallahu 'anhu dinyatakan :

  • 12

    "Lalu 'Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain

    Radhiyallahu 'anhu".

    Dalam riwayat ath-Thabrni rahimahullah dari hadits Zaid bin Arqam

    Radhiyallahu 'anhu :

    "Lalu dia mulai menusukkan pedang yang di tangannya ke mata dan hidung

    Husain Radhiyallahu 'anhu. Aku (Zaid bin Arqam) mengatakan, "Angkat

    pedangmu, sungguh aku pernah melihat mulut Rasulullah (mencium) tempat

    itu".

    Demkian juga riwayat yang disampaikan lewat jalur Anas bin Mlik

    Radhiyallahu 'anhu :

    " : ,

    Aku (Anas bin Malik) mengatakan kepadanya, "Sungguh aku telah melihat

    Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium tempat dimana engkau

    menaruh pedangmu itu." Lalu Ubaidullah mengangkat pedangnya.

    Demikianlah kejadiannya, setelah Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh,

    kepala beliau Radhiyallahu 'anha dipenggal dan ditaruh di bejana. Dan mata,

    hidung dan gigi beliau Radhiyallahu 'anhu ditusuk-tusuk dengan pedang.

    Para Sahabat Radhiyallahu anhum yang menyaksikan hal ini meminta

    kepada 'Ubaidullah orang durhaka ini, agar menyingkirkan pedang itu,

    karena mulut Rasulullah pernah menempel tempat itu. Alangkah tinggi rasa

    hormat mereka kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan alangkah

    sedih hati mereka menyaksikan cucu Rasulullah Shallallahu 'aiahi wa sallam,

    orang kesayangan beliau n dihinakan di depan mata mereka.

    Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini

    yang menyatakan bahwa kepala Husain Radhiyallahu 'anhuma diarak sampai

    diletakkan di depan Yazid rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husain

    Radhiyallahu 'anhuma dikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan

    tanpa pelana, ditawan dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan yang

    dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid t saat itu sedang berada di Syam,

    sementara kejadian memilukan ini berlangsung di Irak.

  • 13

    Syaikhul Islam Taimiyyah rahimahullah mengatakan, "Dalam riwayat dengan

    sanad yang majhul dinyatakan bahwa peristiwa penusukan ini terjadi di

    hadapan Yazid, kepala Husain Radhiyallahu 'anhuma dibawa kehadapannya

    dan dialah yang menusuk-nusuknya gigi Husain Radhiyallahu 'anhuma.

    Disamping dalam cerita (dusta) ini terdapat isyarat yang menunjukkan

    bahwa cerita ini bohong, maka (untuk diketahui juga-red) para Sahabat

    yang menyaksikan peristiwa penusukan ini tidak berada di Syam, akan

    tetapi di negeri Irak. Justru sebaliknya, riwayat yang dibawakan oleh

    beberapa orang menyebutkan bahwa Yazid tidak memerintahkan 'Ubaidullah

    untuk membunuh Husain."[5]

    Yazid rahimahullah sangat menyesalkan terjadinya peristiwa menyedihkan

    itu. Karena Mu'awiyah berpesan agar berbuat baik kepada kerabat

    Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka, saat mendengar kabar bahwa

    Husain dibunuh, mereka sekeluarga menangis dan melaknat 'Ubaidullah.

    Hanya saja dia tidak menghukum dan mengqisas 'Ubaidullah, sebagai wujud

    pembelaan terhadap Husain secara tegas.[6]

    Jadi memang benar, Husain Radhiyallahu 'anhuma dibunuh dan kepalanya

    dipotong, tapi cerita tentang kepalanya diarak, wanita-wanita dinaikkan

    kendaraan tanpa pelana dan dirampas, semuanya dhaif (lemah). Alangkah

    banyak riwayat dhaif serta dusta seputar kejadian menyedihkan ini

    sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di atas.

    Kemudian juga, kisah pertumpahan darah yang terjadi di Karbala ditulis dan

    diberi tambahan-tambahan dusta. Tambahan-tambahan dusta ini bertujuan

    untuk menimbulkan dan memunculkan fitnah perpecahan di tengah kaum

    muslimin. Sebagian dari kisah-kisah dusta itu bisa kita dapatkan dalam kitab

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Minhjus Sunnah IV/517

    dan 554, 556 :

    - Ketika Hari pembunuhan terhadap Husain, langit menurunkan hujan darah

    lalu menempel di pakaian dan tidak pernah hilang dan langit nampak

    berwarna merah yang tidak pernah terlihat sebelum itu.

    - Tidak diangkat sebuah batu melainkan di bawahnya terdapat darah

    penyembelihan Husain Radhiyallahu 'anhuma.

    - Kemudian mereka juga menisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi

    wa sallam sebuah perkataan yang berbunyi :

  • 14

    Mereka ini adalah titipanku pada kalian, kemudian Allah Azza wa Jalla

    menurunkan ayat :

    "Katakanlah:"Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku

    kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan" [asy Syr/42:23]

    Riwayat ini dibantah oleh para ulama diantaranya Ibnu Taimiyyah

    rahimahullah dengan mengatakan, "Apa masuk di akal, Rasulullah

    Shallallahu 'alaihi wa sallam menitipkan kepada makhluk padahal Allah Azza

    wa Jalla tempat penitip yang terbaik. Sedangkan ayat di atas yang mereka

    anggap diturunkan Allah Azza wa Jalla berkenaan dengan peristiwa

    pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhuma, maka ini juga merupakan satu

    bentuk kebohongan. Karena ayat ini terdapat dalam surat as-Syr dan

    surat ini Makkiyah. Allah Azza wa Jalla menurunkan surat ini sebelum Ali

    Radhiyallahu 'anhu dan Fathimah Radhiyallahu anha menikah.

    HUSAIN RADHIYALLAHU 'ANHUMA TERBUNUH SEBAGAI ORANG YANG

    TERZHALIMI DAN MATI SYAHID

    Ini merupakan keyakinan Ahlussunnah. Pendapat ini berada diantara dua

    pendapat yang saling berlawanan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan,

    "Tidak disangsikan lagi bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam

    keadaan terzhalimi dan syahid. Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu

    'anhuma merupakan tindakan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla dan rasul-

    Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dari para pelaku pembunuhan dan orang-

    orang yang membantu pembunuhan ini. Di sisi lain, merupakan musibah

    yang menimpa kaum muslimin, keluarga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa

    sallam dan yang lainnya. Husain Radhiyallahu 'anhuma berhak mendapatkan

    gelar syahid, kedudukan dan derajat ditinggikan".[7]

    Kemudian, di halaman yang sama, Ibnu Taimiyyah rahimahullah

    mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma

    tidak lebih besar daripada pembunuhan terhadap para rasul. Allah Azza wa

    Jalla telah memberitahukan bahwa bani Israil telah membunuh para nabi

    tanpa alasan yang benar. Pembunuhan terhadap para nabi itu lebih besar

    dosanya dan merupakan musibah yang lebih dahsyat. Begitu pula

    pembunuhan terhadap 'Ali Radhiyallahu 'anhu (bapak Husain Radhiyallahu

    'anhuma) lebih besar dosa dan musibahnya, termasuk pembunuhan

    terhadap 'Utsman juga Radhiyallahu 'anhu.

    Ini merupakan bantahan telak bagi kaum Syi'ah yang meratapi kematian

  • 15

    Husain Radhiyallahu 'anhuma, namun, tidak meratapi kematian para nabi .

    Padahal pembunuhan yang dilakukan oleh bani Israil terhadap para nabi

    tanpa alasan yang benar lebih besar dosa dan musibahnya. Ini juga

    menunjukkan bahwa mereka bersikap ghuluw (melampau batas) kepada

    Husain Radhiyallahu 'anhu.

    Sikap ghuluw ini mendorong mereka membuat berbagai hadits palsu.

    Misalnya, riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa

    sallam menyatakan, pembunuh Husain Radhiyallahu 'anhu akan berada di

    tabut (peti yang terbuat dari api), dia mendapatkan siksa setengah siksa

    penghuni neraka, kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai dari api

    neraka, ditelungkupkan sampai masuk ke dasar neraka dan dalam keadaan

    berbau busuk, penduduk neraka berlindung dari bau busuk yang keluar dari

    orang tersebut dan dia kekal di dalamnya.

    Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah rahimahullah mengomentari riwayat ini

    dengan mengatakan, "Hadits ini termasuk di antara riwayat yang berasal

    dari para pendusta".

    MENYIKAPI PERISTIWA KARBALA

    Menyikapi peristiwa wafatnya Husain Radhiyallahu 'anhuma, umat manusia

    terbagi menjadi tiga golongan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan,

    "Dalam menyikapi peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhuma,

    manusia terbagi menjadi tiga : dua golongan yang ekstrim dan satu berada

    di tengah-tengah.

    Golongan Pertama : Mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain

    Radhiyallahu 'anhuma itu merupakan tindakan benar. Karena Husain

    Radhiyallahu 'anhuma ingin memecah belah kaum muslimin. Rasulullah

    Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

    "Jika ada orang yang mendatangi kalian dalam keadaan urusan kalian

    berada dalam satu pemimpin lalu pendatang hendak memecah belah

    jama'ah kalian, maka bunuhlah dia" [8]

    Kelompok pertama ini mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma

    datang saat urusan kaum muslimin berada di bawah satu pemimpin (yaitu

    Yazid bin Muawiyah) dan Husain Radhiyallahu 'anhuma hendak memecah

    belah umat.

  • 16

    Sebagian lagi mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma merupakan

    orang pertama yang memberontak kepada penguasa.. Kelompok ini

    melampaui batas, sampai berani menghinakan Husain Radhiyallahu

    'anhuma. Inilah kelompok 'Ubaidullah bin Ziyd, Hajjj bin Yusf dan lain-

    lain. Sedangkan Yazid bin Muwiyah rahimahullah tidak seperti itu. Meskipun

    tidak menghukum 'Ubaidullah, namun ia tidak menghendaki pembunuhan

    ini.

    Golongan Kedua : Mereka mengatakan Husain Radhiyallahu 'anhu adalah

    imam yang wajib ditaati; tidak boleh menjalankan suatu perintah kecuali

    dengan perintahnya; tidak boleh melakukan shalat jama'ah kecuali di

    belakangnya atau orang yang ditunjuknya, baik shalat lima waktu ataupun

    shalat Jum'at dan tidak boleh berjihad melawan musuh kecuali dengan

    idzinnya dan lain sebagainya. [9]

    Kelompok pertama dan kedua ini berkumpul di Irak. Hajjj bin Ysuf adalah

    pemimpin golongan pertama. Ia sangat benci kepada Husain Radhiyallahu

    'anhuma dan merupakan sosok yang zhalim. Sementara kelompok kedua

    dipimpin oleh Mukhtr bin Abi 'Ubaid yang mengaku mendapat wahyu dan

    sangat fanatik dengan Husain Radhiyallahu 'anuhma. Orang inilah yang

    memerintahkan pasukannya agar menyerang dan membunuh 'Ubaidullah bin

    Ziyad dan memenggal kepalanya.

    Golongan Ketiga : Yaitu Ahlussunnah wal Jama'ah yang tidak sejalan dengan

    pendapat golongan pertama, juga tidak dengan pendapat golongan kedua.

    Mereka mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam

    keadaan terzhalimi dan mati syahid. Inilah keyakinan Ahlussunnah wal

    Jama'ah, yang selalu berada di tengah antara dua kelompok.

    Ahlussunnah mengatakan Husain Radhiyallahu 'anhuma bukanlah

    pemberontak. Sebab, kedatangannya ke Irak bukan untuk memberontak.

    Seandainya mau memberontak, beliau Radhiyallahu 'anhuma bisa

    mengerahkan penduduk Mekah dan sekitarnya yang sangat menghormati

    dan menghargai beliau Radhiyallahu 'anhuma. Karena, saat beliau

    Radhiyallahu 'anhuma di Mekah, kewibaannya mengalahkan wibawa para

    Sahabat lain yang masih hidup pada masa itu di Mekkah. Beliau

    Radhiyallahu 'anhuma seorang alim dan ahli ibadah. Para Sahabat sangat

    mencintai dan menghormatinya. Karena beliaulah Ahli Bait yang paling

    besar.

  • 17

    Jadi Husain Radhiyallahu 'anhuma sama sekali bukan pemberontak. Oleh

    karena itu, ketika dalam perjalanannya menuju Irak dan mendengar

    sepupunya Muslim bin 'Aql dibunuh di Irak, beliau Radhiyallahu 'anhuma

    berniat untuk kembali ke Mekkah. Akan tetapi, beliau Radhiyallahu 'anhuma

    ditahan dan dipaksa oleh penduduk Irak untuk berhadapan dengan pasukan

    'Ubaidullah bin Ziyd. Akhirnya, beliau Radhiyallahu 'anhuma tewas

    terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid.

    SETAN MENYEBARKAN BID'AH

    Syaikhul Islam mengatakan[10], "Dengan sebab kematian Husain

    Radhiyallahu 'anhuma, setan memunculkan dua bid'ah di tengah manusia.

    Pertama : Bid'ah kesedihan dan ratapan para hari Asyra (di negeri kita ini,

    acara bid'ah ini sudah mulai diadakan-pen) seperi menampar-nampar,

    berteriak, merobek-robek, sampai-sampai mencaci maki dan melaknat

    generasi Salaf, memasukkan orang-orang yang tidak berdosa ke dalam

    golongan orang yang berdosa. (Para Sahabat seperti Abu Bakar dan Umar

    dimasukkan, padahal mereka tidak tahu apa-apa dan tidak memiliki andil

    dosa sedikit pun. Pihak yang berdosa adalah yang terlibat langsung kala itu).

    Mereka sampai mereka berani mencaci Sbiqnal awwaln. Kemudian

    riwayat-riwayat tentang Husain Radhiyallahu 'anhuma dibacakan yang

    kebanyakan merupakan kebohongan. Karena tujuan mereka adalah

    membuka pintu fitnah (perpecahan) di tengah umat.

    Kemudian Syaikhul Islam rahimahullah juga mengatakan , "Di Kufah, saat

    itu terdapat kaum yang senantiasa membela Husain Radhiyallahu 'anhuma

    yang dipimpin oleh Mukhtr bin Abi 'Ubaid al-Kadzdzb (karena dia mengaku

    mendapatkan wahyu-pen). Di Kufah juga terdapat satu kaum yang

    membenci 'Ali dan keturunan beliau Radhiyallahu 'anhum. Di antara

    kelompok ini adalah Hajjj bin Ysuf ats-Tsaqafi. Dalam sebuah hadits

    shahh dijelaskan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

    "Akan ada di suku Tsaqif seorang pendusta dan perusak"

    Orang Syi'ah yang bernama Mukhtr bin Abi 'Ubaid itulah sang pendusta .

    Sedangkan sang perusak adalah al-Hajjaj. Yang pertama membuat bid'ah

    kesedihan, sementara yang kedua membuat bid'ah kesenangan. Kelompok

    kedua ini pun meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa barangsiapa

    melebihkan nafkah keluarganya pada hari 'Asyra, maka Allah Azza wa Jalla

  • 18

    melonggarkan rezekinya selama setahun itu."

    Juga hadits, "barangsiapa memakai celak pada hari 'Asyra, maka tidak

    akan mengalami sakit mata pada tahun itu dan lain sebagainya.

    Kedua : Bida'ah yang kedua adalah bid'ah kesenangan pada hari Asyura :

    Karena itu, para khatib yang sering membawakan riwayat ini - karena

    ketidaktahuannya tentang ilmu riwayat atau sejarah - , sebenarnya secara

    tidak langsung, masuk ke dalam kelompok al-Hajjj, kelompok yang sangat

    membenci Husain Radhiyallahu 'anhuma. Padahal wajib bagi kita meyakini

    bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan

    mati syahid. Dan wajib bagi kita mencintai Sahabat yang mulia ini dengan

    tanpa melampaui batas dan tanpa mengurangi haknya, tidak mengatakan

    Husain Radhiyallahu anhuma seorang imam yang ma'sum (terbebas dari

    semua kesalahan), tidak pula mengatakan bahwa pembunuhan terhadap

    Husain Radhiyallahu anhuma itu adalah tindakan yang benar. Pembunuhan

    terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma adalah tindakan maksiat kepada

    Allah dan RasulNya.

    Itulah sekilas mengenai beberapa permasalahan yang berhubungan dengan

    peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhuma. Semoga bermanfaat

    dan memberikan pencerahan. Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla

    agar menghindarkan kita semua dari berbagai fitnah yang disebarkan oleh

    setan dan para tentaranya.

    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XII/1430H/2009M.

    Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8

    Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

    _______

    Footnote

    [1]. Syarhu al'Aqidah al-Wsithiyyah Syaikh Sholeh al-Fauzan hal.198,

    [2]. Minhjus Sunnah (IV/556)

    [3]. Komandan pasukan yang memerangi Husain, pada tahun 60-61 H di

    Irak di sebuah daerah yang bernama Karbala

    [4]. Ia disebut orang durhaka, karena dia tidak diperintah untuk membunuh

    Husain Radhiyallahu 'anhuma, namun melakukannya.

    [5]. Minhjus Sunnah (IV/557)

    [6]. Lihat Minhjus Sunnah (V/557-558)

    [7]. Minhjus Sunnah (IV/550)

    [8]. HR. Muslim, kitabul Imrah

  • 19

    [9]. Minhjus Sunnah (IV/553) [10]. IV/554